SlideShare a Scribd company logo
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 75
Euthanasia dalam Islam
(Analisis Fiqh dan Hukum Positif di Indonesia)
Maria Susanti, S,Ag1
ABSTRACT
Euthanasia is the act or practice of killing or permitting the death of hopelessly sick or injured
individuals in a relatively painless way. This is one of the issues being debated scholars, intellectuals as well as
the medical community. This can be excutedfor reason of mercy. Therefore, euthanasia closelyrelates with the
right to die or right to death of a patient.
There are a lot of reasons for people do euthanasia generaly, it is done because the suffering of a
patient before the death phase so the idea to excute euthanasia is deliberately can free the patient.
In Indonesia, it has a legal effort associated with euthanasia include the people who helps the action
and its equipment. It has been arranged. Likewise, Islam religion teaches to keep religion, soul, mind,
offspring and property. The practice of euthanasia is included murder and forbidden by both criminal law and
positive Islamic law.
Keywords: Euthanasia, Islamic Law, Positive Law
A. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat membawa
modernisasi di segala bidang. Modernisasi merupakan suatu proses yang mengandung
banyak segi yang mencakup perubahan-perubahan dalam semua kawasan pemikiran dan
kegiatan manusia. Termasuk didalamnya kemajuan dibidang sosial, politik, ekonomi dan
budaya. Dan biasanya modernisasi harus dibayar dengan mahal, disamping banyak pula
dampak positifnya. Harga sosialnya antara lain adalah timbulnya ketegangan, penyakit
jantung, stres dan AIDS yang sampai sekarang masih sulit ditemukan obatnya.
Perubahan-perubahan yang besar ini membawa konsekuensi yang besar pula bagi
persoalan norma dan hukum yang berlaku di masyarakat. Dengan terjadinya pergeseran
nilai maka interpretasi terhadap hukumpun juga bisa berubah. Di dalam masyarakat
modern seperti di Barat, kebutuhan dan aspirasi masyarakat menempati kedudukan
1
Mahasiswa Pascasarjana STAIN SAS Bangka Belitung
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 76
yang tinggi. sehingga dengan keadaan seperti itu suatu produk hukum yang baru bisa
dibuat.
Perkembangan dunia yang semakin maju, seperti perkembangan peradaban
manusia dewasa ini juga tampil gemilang sebagai refleksi dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dan perkembangan teknologi juga membawa kemajuan
dalam bidang kedokteran dengan semakin lengkapnya peralatan yang dapat digunakan
untuk meringankan beban pasien. Tetapi walaupun kemajuan dalam bidang kedokteran
sudah begitu pesatnya sampai sekarang masih ada pasien yang tidak dapat dihindarkan
dari penderitaan berat baik fisik maupun mental. Akibat dari keadaan itu maka
timbullah praktek euthanasia yaitu praktek menghilangkan nyawa seseorang secara
seseorang secara halus dengan 76las an untuk meringankan beban si penderita.
Euthanasia ini erat sekali hubungannya dengan „the right to die‟ atau hak untuk mati
dari seorang pasien.
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu gabungan dari dua kata : eu
yaitu “baik” dan thanatos yaitu “mati, mayat”. Kemudian pengertian istilah ini
berkembang menjadi “mengakhiri hidup tanpa penderitaan” Lengkapnya euthanasia
diartikan sebagai perbuatan mengakhiri kehidupan seseorang untuk menghentikan
penderitaannya. Akan tetapi, ini sering diartikan sebagai pengakhiran kehidupan karena
kasihan atau membiarkan mati. Dalam pelaksanaannya atau yang menjadi sasarannya
adalah pasien yang menderita beban penyakit begitu berat yang dimungkinkan tidak
akan dapat disembuhkan dengan peralatan medis kedokteran. Dalam pasal 304 dan 344-
345 KUH Pidana melarang perbuatan menghilangkan nyawa seseorang dan 76las a
sangsi hukuman yang berat baik si pelaku pembunuhan itu sendiri atau orang lain yang
ikut membantunya.2
B. Pembahasan
Suatu 76las atau peraturan menghendaki adanya kebenaran didalam masyarakat,
orang terbukti bersalah maka ia harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku,
dan begitu pula orang yang tidak bersalah dan tidak terbukti bersalah maka ia tidak
boleh dihukum.
1 Moelyatno, KUHP Edisi Baru, (Jakarta: CV Bumi Aksara, 1998), hal. 130
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 77
Suatu perbuatan ditujukan kepada pembuat jarimah(pidana). Baik secara
individu maupun orang banyak sebab larangan atau perintah saja tidak cukup.
Perbuatan akan lebih banyak membawa kerugian bagi drinya dari pada keuntungannya
akan dhindarnya, meskipun perbuatannya itu menguntungkan masyarakat maka
hukumlah yang akan m imbangan bagi tabiat yang demikian itu. Sebab 77las atau
undang-undang bukan diciptakan orang seorang atau golongan masyarakat akan tetapi
digunakan untuk kemaslahatan ummat manusia itu sendiri
Dasar pelarangan suatu perbuatan ialah pemeliharaan kepentingan masyarakat itu
sendiri. Sedangkan tujuan pokok pembentukan 77las Islam adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan yang menjamin dan terpeliharanya yang daruri(keperluan pokok demi
untuk menjamin ketertiban dan ketentraman dan kelangsungan hidup manusia) dalam
menjalani hidupnya. Apabila keperluan pokok yang terdiri dari beberapa 77las a ini
tidak terjamin akan rusaklah kehidupan mereka sehingga menimbulkan kekacauan dalam
masyarakat. Unsur-unsur itu kembali pada panca pokok yaitu:
1. Agama
2. Jiwa
3. Akal fikiran
4. Keturunan
5. Harta3
Kemaslahatan dapat dipakai sebagai dasar penetapan 77las yang tidak ada
nashnya baik dalam alquran maupun dalam al hadis terhadap suatu masalah yang terjadi.
Menyadarkan 77las atas kemaslahatan dinamai dengan maslahah mursalah yaitu
kumaslahatan yang tidak disyariatkan dalam wujud 77las dan tidak ada dalil yang
membenarkannya atau menolaknya.
Adapun dasar-dasar dan kaidah dalam penggunaan maslahah mursalah dalam
pidana Islam adalah:
1. Tidak bertentangan dengan prinsip umum
2. Untuk kepentingan 77las a
3. Dirasakan mendesak oleh masyarakat4
2 Hasbi Ash-Shiddiqie, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997) hal. 82
3 Aroma Elmina M Martha, Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam, (Jurnal Fak. Hukm UII, no 8,
Vol. 5, 1997), hal. 89
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 78
Sedangkan dasar-dasar dan kaidah menghukum bagi pelaku euthanasia dalam
pidana positif adalah tidak terpenuhinya syarat-syarat dari yang bersangkutan secara
tegas dan bersungguh-sungguh karena apabila syarat syarat tersebut tidak terpenuhi,
maka tindakan yang dilakukan dengan sengaja terhadap kehidupan seseorang secara
78las dikatagorikan membunuh(doodslag). 5
1. Euthanasia Dalam Hukum Pidana
Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat, dimana manusia dalam
menghadapi hidupnya penuh dengan tantangan, sehingga perlu adanya kesabaran.
Menurut sunnatullah manusia dimana-mana dan pada masa apapun selalu juga bersama,
hidup berkelompok-kelompok, sekurang-kurangnya bersama itu terdiri dari beberapa
keluarga atau saudara. Dalam sejarah perkembangan manusia tak seorangpun akan dapat
hidup menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam keadaan
terpaksa dan itupun hanya untuk sementara waktu saja. Dalam hidup bermasyarakat
diperlukan adanya ketentraman dan kedamaian baik secara individu maupun secara
kelompok. Untuk mendapatkan ketentraman dan kedamaian itu diperlukan adanya suatu
tatanan atau norma.
Penjelasan hidup manusia juga dipengaruhi oleh adanya peraturan yang
mengekang hawa nafsunya. Peraturan hidup itu 78las a petunjuk mengenai perbuatan
mana yang harus ditinggalkan serta sangsi bagi pelaku kejahatan. Ancaman (delik)
merupakan langkah penegakan 78las . Karena dengan adanya ancaman tersebut
diharapkan peraturan tersebut tidak ada yang melanggar.
Para ahli 78las mengemukakan beberapa pendapat tentang definisi pidana
seperti Moeljatno mengatakan bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana adalah
perbuatan yang oleh 78las pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa
yang melanggar aturan tersebut.
2. Perbuatan Pidana Dalam Hukum Islam
Kata pidana dalam hukumIslam dinamakan “Jinayat”, ditinjau dari etimologi
adalah bentuk noun atau masdar dari kata kerja “jana”. Adapun kata “Jinayat”
mempunyai arti perbuatan dosa, perbuatan salah atau 78las an78. Sedangkan „Janun”
4 S. Verbogt dkk, Bab-bab Hukum Kesehatan, (Bandung: Penerbit Nova, 1998), hal. 217
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 79
adalah bentuk isim fail yang berarti pelaku kejahatan dan korban dari suatu kejahatan
atau tindak 79las an79.
Pengertian Jarimah menurut ilmu bahasa adalah bentuk mashdar (asal) yang
artinya perbuatan dosa, perbuatan salah satu kejahatan. Fi‟ilnya berbunyi “Jarama” yang
artinya berbuat dosa, berbuat salah atau berbuat jahat. Orang yang melakukan jarimah
disebut dengan “Jarim”. Sedangkan orang yang dikenal perbuatan tersebut adalah
“Majrum “alaih”. Menurut istilah para fuquha yang dinamakan jarimah adalah berarti
larangan melakukan perbuatan dosa baik yang diperintahkan syara‟ atau yang berasal dari
selain syara‟. 6
Dalam pelaksanaan jarimah ini dimaksud untuk membatasi atau
membentengi setiap gerak dan langkah manusia ini dari perbuatan maksiat. Larangan-
larangan tersebut adalah dapat berupa melanggar perbuatan yang dilarang dalam batasan
atau had perbuatan seseorang. Allah telah menentukan hukumannya. Hukuman yang
telah ditentukan oleh Allah itu ada dua macam :
a. Hukuman terhadap perbuatan jarimah yang menjadi hak Allah, seperti zina, menuduh
zina (qazaf), mencuri dan yang lain.
b. Hukuman terhadap perbuatan jarimah yang menjadi hak Allah dan hak manusia
bersama-sama, seperti pembunuhan dan penganiayaan.
Atas dasar pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pelaku tindak
pidana itu diancam dengan hukuman Allah apabila itu hanya menjadi hak Allah semata,
tetapi apabila menjadi hak Allah dan manusia maka harus diselesaikan dengan
pertimbangan hak-hak Allah dan manusia. Yang dalam hal ini penguasa atau badan 79las
pemerintah yang berwenang.
Dilarangnya perbuatan jarimah memang ada kalanya karena bias menimbulkan
keresahan dalam kehidupan masyarakat, selain itu jarimah juga bias menimbulkan atau
membahayakan jiwa, bahkan bias juga merugikan harta benda. Dalam menetapkan
perbuatan jarimah serta hukumnya, syariat Islam mempunyai pendirian yang sama
dengan 79las positif yaitu memelihara kepentingan dan ketentraman masyarakat.
Dasar larangan dan hukumannya itu ditetapkan oleh badan atau dewan yang
berwenang, untuk mengancam terhadap pelaku jarimah. Perbuatan yang akan lebih
5 Marsum, Jinayat Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Penerbit Perpustakaan Fak. Hukum UII,
1991), hal. 7-8
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 80
banyak membawa kerugian atas dirinya dari pada keuntungannya akan dihindarinya
meskipun perbuatan tersebut menguntungkan masyarakat, maka 80las itulah yang
menjadi imbangan tabiat yang demikian itu, sebab 80las atau undang-undang diciptakan
bukan untuk orang seorang atau golongan tetapi untuk kemashlahatan seluruh manusia.
Dasar larangan suatu perbuatan adalah memelihara kepentingan masyarakat itu. Dengan
demikian syari‟at Islam sama pendiriannya dengan 80las positif dalam menciptakan
ancaman terhadap perbuatan beserta hukumannya yaitu memelihara kepentingan dan
ketentraman masyarakat serta menjamin kalangan hidup manusia.
Pengertian jarimah itu masih bersifat umum maka untuk mendapatkan
pengertian itu lebih jelasnya akan penyusun jelaskan pada macam-macam jarimah dan
80las a-unsurnya.
Kalau dilihat dari segi 80las pidana Islam maka ditemui tiga macam pembagian
jarimah :
a. Jarimah hudud
b. Jarimah Qisas dan Diyat
c. Jarimah Ta‟zir7
3. Kedudukan Jiwa dalam Islam
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan sebagai badan yang berjiwa
atau jiwa yang berbadan dalam susunan dan bentuk yang sebaik-baiknya serta dibekali
kemampuan untuk mengembangkan kehidupan dengan perantaraan ilmu pengetahuan.
Dengan kemampuan dan kelengkapan alat-alat untuk hidup berbudaya, manusia
mengemban amanat di bumi sebagai penguasa. Dengan demikian kemampuan dan
kelengkapan, manusia ditempatkan Allah sebagai makhluk_Nya yang utama, melebihi
makhluk lainnya.
Kehidupan awal manusia dimulai sejak terjadinya pembuahan sel telur dan sel
mani yang berkembang dalam Rahim seorang perempuan. Di dalam al-Quran telah
dijelaskan mengenai proses perkembangan tempat-tempat yang tepat dan tahap-tahap
reproduksi yang berurutan. Al-Quran menyebutkan, Allah telah menciptakan manusia
berasal dari tanah, kemudian Allah jadikan setetes sperma yang tersimpan di dalam
6 Ibid
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 81
uterus, kemudian sperma itu Allah jadikan gumpalan daging lalu dijadikanNya tulang
belulang kemudian tulang belulang itu Allah jadikan dalam bentuk yang lain.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S al Mu‟minun (23) ayat 14 ;”Kemudian, air mani itu
Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang
(berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.”Manusia diciptakan dari
tanah (sari pati tanah). Sebagai anak keturunan pertama, kemudian diciptakan Allah
secara bertahap sebagaimana yang penyusunn kemukakan di atas.Tahap yang pertama
berujud nutfah, yang di maksud dalam kontek ini adalah sperma, Q.S al Qiyamah (75)
ayat 37. Sperma yang berasal dari laki-laki bertemu dengan sel telur sehingga terjadi
pembuahan kemudian bersarang di dalam Rahim (uteru),
Tahap al „alaqah yang merupakan tahap kedua, perkembangan janin selanjutnya
adalah pertumbuhan antara sperma laki-laki dan ovum perempuan yang menjadi zat
(sesuatu) yang melekat pada dinding rahim. Kemudian tahap selanjutnya menjadi
mudgah yang merupakan tahap ketiga dari terjadinya manusia,dalam tahap mudgah ini
manusia tidak hanya diartikan segumpal daging, tetapi embrio yang berangsur-angsur
berkembang hingga benar-benar berbentuk calon bayi yang lengkap dengan anggotanya.
Sehingga ditiupkan ruh kepadanya. Pernyataan bahwa ditiupnya ruh ke dalam janin
setelah berumur 4 bulan, dikuatkan oleh sabda Rasulullah berkenaan dengan tahap
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Janin secara berkesinambungan
terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan menuju kesempurnaan, sejak
pembuahan antara sperma dengan ovum sampai ditiupkan ruh ke dalamnya, Sunnatullah
menetapkan janin tersebut kelak akan lahir ke dunia dan menempuh kehidupan di alam
nyata.8
Hadis dan ayat-ayat diatas menjelaskan mengenai tahap pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim. Janin secara berkesinabungan terus mengalami
pertumbuhan dan perkembangan menuju kesempurnaan, sejak pembuahan antara
7 Abdullah Muhammad ibn Ismalil Al Bukhari, Shahih al Bukhari, Juz VIII, (Bandung: PT al
Maarif, 1982), hal . 152
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 82
sperma dengan ovum sampai ditiupkan ruh ke dalamnya. Sunnatullah menetapkan janin
itu kelak akan lahir ke dunia dan menempuh kehidpan di alam nyata.
Menurut Imam al-Gazali, bila air mani telah jatuh dan bertemu sehingga ia
bercampur dengan sel telur perempuan dalam rahim dan siapmenerima kehidupan,
pemusnahan adalah suatu dosa. Bila sudah menjadi segumpal daging maka dosanya lebih
besar, kalau sudah ada ruhnya maka termasuk pembunuhan yang dosanya amat besardan
pembunuhan yang paling keji adalah setelah ia lahir hidup-hidup.
Islam sangat menghargai jiwa, khususnya terhadap jiwa manusia. Jiwa, meskipun
merupakan hak asasi manusia, tetapi ia adalah anugrah dan rahmat dari Allah SWT.
Dimulai sejak terjadinya pembuahan, tahap penciptaan dan pembuatan manusia.
Seseorang sama sekali tidak berwenang dan dilarang untuk melenyapkannya tanpa
kehendak dan aturan Allah sendiri. Sebagaimana firman Allah : QS al Hijr (15) : 23 dan
QS an Najm (53) :44
Hai ini dimaksudkan agar manusia tidak memandang rendah terhadap jiwa
manusia, sehingga Allah memberikan ancaman dan peringatan bagi orang yang
meremehkannya. Tindakan merusak ataupun menghilangkan jiwa dan raga milik orang
lain maupun jwa dan raga milik sendiri merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan
dianggap melawan 82las Allah. Adanya peringatan dan ancaman dari Allah SWT dalam
rangka memelihara dan melindungi jiwa manusia secara keseluruhan, sebagaimana
firman Alah SWT : QS al Baqarah (2) : 179
Orang yang menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang dibolehkan dan
dibenarkan agama, menurut Islam sama halnya dengan merusak tatanan kehidupan
masyarakat seluruhnya Karena Islam memberikan penghargaan yang begitu besar
terhadap jiwa manusia.
4. Euthanasia dalam pandangan Jarimah Qisas
Sebagaimana telah disebutkan datam pengertian atau defenisi jarimah dan telah
disepakati oleh para ulama bahwa suatu perbuatan barulah digolongkan sebagai jarimah,
apabila perbuatan itu dengan tegas dilarang oleh syara dan memenuhi 82las a-unsur
jarimah.
Yang menjadi 82las a-unsur jarimah itu secara umum adalalah :
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 83
a. Nas yang melarang perbuatan itu dan memberikan ancaman hukuman
terhadapnya. Ini disebut sebagai 83las a formal (rukun Syar‟i).
b. Tindakan yang membentuk suatu perbuatan jarimah, baik perbuatan nyata
naupun sikap tidak berbuat. Unsur ini disebut 83las a material(rukun Maddi)
c. Pelaku yang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap
jarimah yang dilakukannya. Ini disebut 83las a moral (rukun Abadi)
Untuk mengetahui apakah euthanasia dapat dikatakan sebagai suatu jarimah atau
tidak dan apakah lslam membenarkan tindakan euthanasia atau tidak, maka terlebih
dahulu harus diketahui apakah perbuatan euthanasia itu memenuhi 83las a-unsur jarimah
di atas.
Dilihat dari segi nas, Islam secara tegas melarang pembunuhan. Akan tetapi
yang menjadi permasalahan apakah euthanasia dapat digolongkan sebagai pembunuhan.
Sedangkan aspek tindakan sebagai 83las a jarimah kedua sudah jelas ada, karena
biasanya upaya untuk mengurangi beban pasien dalam penderitaannya melalui suntikan
dengan bahan pelemah fungsi saraf dalam dosis tertentu (neurasthenia). Sementara aspek
pelaku sudah jelas terdiri dari dokter, pasien dan keluarga pasien
Terjadinya euthanasia aktif, yang tidak terlepas dan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut:
a. Dari pihak pasien, yang meminta kepada dokter karena merasa tidak tahan lagi
menderita sakit. Oleh karena itu penyakit yang dideritanya terialu gawat(accut) dan
telah lama dialami, maka ia meminta dokter untuk melakukan euthanasia.
Pertimbangan lain bisa juga karena pasien tidak ingin meninggalkan beban ekonomi
yang terlalu berat bagi keluarga, akibat biaya pengobatan yang mahal atau pasien
sudah tahu bahwa ajalnya sudah diambang pintu, paling tidak. Harapan untuk
sembuh terlalu jauh, maka supaya matinya tidak merasa sakit, pasien meminta jalan
yang lebih nyaman yaitu melalui nasia
b. Dan pihak keluarga I wali, yang merasa kasihan atas penderitaan pasien. Apalagi jika
pasien tampaknya tidak tahan menanggung sakitnya, baik karena sudah terlalu lama,
ataupun karena amat ganasnya jenis penyakit yang menyerangnya. Bisa juga
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 84
euthanasia teriadi karena permintaan keluarga yang tidak sanggup lagi memikul biaya
pengobatan, sementara harapan untuk sembuh sudah tidak ada lagi.
c. Kemungkinan lain bisa terjadi, bahwa pihak keluarga(tertentu) bekerjasama dengan
dokter untuk mempercepat kematian pasien, karena menginginkan hartamilik pasien
dan 84las a amoral lainnya.
Masalahnya adalah, sejauh mana atau dalam hal apa saja nyawa seseorang boleh
dihabisi. Untuk ini Allah SWT telah berfirman dala QS Al Isra (17) : 33, Islam
menjelaskan bahwa pembunuhan(mengakhiri hidup) seseorang bisa dilakukan apabila
disebabkan oleh salah satu dari tiga sebab yaitu :
a. Karena pembunuhan oleh seseorang secara zalim.
b. Janda/duda(yang pernah bersuami) secara nyata bertuat zina. Yang diketahui oleh
empat orang saksi(dengan mata kepela sendiri)
c. Orang yang keluar dan agama islam, sebagai suatu sikap menentang jamaah Islam.
Jika dibandingkan dengan 84las an 84las an yang mendorong terjadinya
euthanasia seperti disebutkan terdahulu, maka tidak ada satupun yang berkaitan dengan
84las an bilhaq di atas. Hal ini disebabkan beberapa alasa yaitu
Alasan pertama, bahwa pasien sudah tidak tahan menanggung derita yang
berkepanjangan, tidak ingin meninggalkan beban ekonomi, atau tidak punya harapan
sembuh, adalah suatu refleksi dari kelemahan iman. Sakit adalah satu bentuk ujian
kesabaran, sehingga tidaklah tepat kalau diselesaikan dengan mengakhiri diri sendiri
melalui euthanasia(aktif). Kalaupun pandangan medis bahwa pasien tidak dapat
disembuhkan lagi, atau biaya untuk meneruskan pengobatan terlalu mahal, maka
tidaklah salah kalau ia meminta pulang saja dari rumah sakit. Seandainya diyakinkan
bahwa apabila pengobatan dihentikan, ia akan meninggal dunia, maka tindakan keluar
dari rumah sakit atau penghentian pengobatan tidak berarti bunuh diri. Hal ini
disebabkan kemampuan ekonomi pasien(keluarga) sudah tidak memungkinkan lagi.
Pemulangan pasien seperti ini sudah sering teriadi dan para dokter diperkenankan
melepaskannya, karena prosedurnya sudah ada. Akan tetapi jika cara euthanasia yang
ditempuh oleh pasien, maka yang bersangkutan akan terkena larangan Allah yaitu
sebagai tindakan bunuh diri. Bunuh diri berarti mengingkari rahmat Allah, Hal ini telah
dijelaskan Allah SWT dalam QS An Nisa‟ (4: 29 dan QS Yusuf (12): 87.
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 85
Rasulullah SAW juga menegaskan, bahwa orang yang melakukan bunuh diri ke
dalam neraka. Syaikh Muhammad Yusuf al Qardawimengatakan, bahwa kehidupan
manusia bukan menjadi hak milk pribadi, sebab dia tidak dapat menciptakan dirinya
(jiwanya), organ tubuhnya, ataupun sel-selnya Diri manusia pada hakikatnya hanyalah
sebagai barang ttiipan yang diberikan Alah. Karena itu, tidak boleh titipan ini
diabaikannya, apalagi memusuh dan melepaskannya dari hidup. Islam menghendaki
kepada setiap muslim hendaknya sellau optimis dalam menghadapi setiap musibah.
Oieh karena itu,Islam tidak membenarkan dalam situasi apapun untuk
melepaskan nyawanya hanya karena ada suatu bala‟ atau musibah yang menimpanya atau
karena gagal dalam cita-cita yang diimpi-impikan. Sebab seorang mukmin diciptakan
justru untuk berjuang, bukan untuk lari dari kenyataan. Sebab setiap mukmin
mempunyai senjata yang tidak bisa sumbing dan mempunyai kekayaan yang tidak bisa
habis yaitu senjata iman dan kekayaan budi.9
Islam melarang seseorang yang menderita sakit berkeinginan mempercepat
kematiannya. Bahkan berdoa untuk minta dipercepat kematiannya pun tidak
diperbolehkan.
Alasan Kedua yaitu dari pihak keluarga yang merasa kasihan pada pasien. Atau
karena tidak sanggup lagi menanggung biaya perawatan, maka apabila diselesaikan
dengan euthanasia, sementara penderita masih terlihat menyimpan tanda-tanda
kehidupan(belum mati batang otaknya).
Berarti perbuatan itu tergolong pembunuhan sengaja (jarimah Maqsudah atau al
Qatl al amd). Allah mengancam pelaku jarimah ini dengan azab neraka. Karena Allah
SWT telah menjelaskannya dalam QS an-Nisa (4): 93. Ayat tersebut tidak dibedakan
apakah pembunuhan itu di dasarkan atas rasa kasihan, karena kekurangan biasaya
ataupun alasan lain di luar dari yang haq, semuanya dilarang Allah, walaupun tindakan
itu disertai dengan kerelaan si korban.
Apabila pembununan yang disengaja itu didukung oleh kerelaan si korban, maka
yang demikian menjadi tindakan bunuh diri, dengan meminjam tangan atau melalui
bantuan orang lain. Akan tetapi, apabila euthanasia dilakukan oleh dokter atas
8 Syekh Muhammad Yusuf Qardawi, Halal dan Haram dalam Islam, (terj.), (Singapura: Himpunan
Belia Islam, 1980), hal, 452-453
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 86
permintaan keluarga tanpa sepengetahuan dan persetujuan pasien, maka inipun
termasuk pembunuhan sengaja.
Masalah yang timbul adalah, apakah pelaku(dokler) terkena hukuman atau tidak
dalam kasus euthanasia yang merasa si korban sebagai pemilik jiwa, atau keluarga
sebagai wali al idam telah merelakan bahkan menganjurkannya. Dalam hal ini Syeikh
Mahmud Syaltut memberikan pembahasan yang bahwa para ahli fiqh berbeda pendapat
mengenai suatu kejahatan atau seseorang yang disuruh sendiri oleh si korban atau oleh
walinya. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa perintah korban dapat
menggugurkan qisas terhadap pelaku. Sedangkan perintah wali korban tidak
menggugurkan.
Berdasarkan pendapat di atas, maka seorang dokter yang mengakhiri hidup
pasien atas permintaannya sendiri bisa gugur qisasnya, apalagi bila permintaan pasien
tersebut didukung oleh persetujuan wali al dam. Meskipun Islam memberi hak kepada
wali al dam utnuk menuntut qisas atau memaafkannya, tetapi Islam juga memberi hak
kepada penguasa untuk bertindak menurut apa yang dianggapnya baik untuk
kemaslahatan umat.
Apabila dalam pandangan Islam bahwa kemaslahatan umum menghendaki agar
pelaku itu dihukum, maka imam dapat melakukan ta‟zir dengan cara menahan,
memenjarakan atau membunuhnya.
Alasan Ketiga, bahwa keluarga atau salah seorang diantara mereka yang
bekerjasama dengan dokter untuk melakukan euthanasia, dengan harapan agar segera
memperoleh harta warisan dan sebagainya, maka tindakan ini jelas sekali sebagai
pembunuhan sengaja.
5. Hukum bagi Pelaku Euthanasia
Masalah euthanasia menimbulkan pro dan kontra. Alasan dikemukan oleh
masing-masing kelompok adalah:
a. Yang tidak menyetujui tindakan euthanasia
Kelompok ini berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu pembunuhan yang
terselubung. Oleh karenanya, tindakan ini bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Kelompok ini berpendapat bahwa hidup adalah semata-mata diberikan oleh Tuhan
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 87
sendiri, sehingga tak seorang manusia atau institusipun yang berhak mencabutnya,
bagaimanapun keadaan penderita tersebut. Dikatakan pula bahwa, manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah SWT tidak memiliki hak untuk mati.
b. Yang menyetujui tindakan euthanasia
Kelompok ini menyatakan bahwa tindakan euthanasia dilakukan dengan
persetujuan, dengan tujuan utama menghentikan penderitaan pasien. Salahsatu prinsip
yang menjadi pedoman kelompok ini adalah pendapat bahwa manusia tidak boleh
dipaksa untuk menderita. Jadi, tujuan utamanya adalah meringankan penderitaan pasien
dengan resiko hidupnya diperbaiki.
Undang-undang hukum pidana positif (KUHP) yang berkaitan dengan masalah
jiwa manusia adalah memberikan perlindungan, sehingga hak untuk hidup secara wajar
sebagaimana harkat kemanusiaannya menjadi terjamin. Oleh karena itu, KUHP yang
berlaku sekarang di Indonesia memuat pasal-pasal yang mengancam dengan hukuman
bagi orang yang menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang
hati-hati.
Dlihat dari aspek dari hukum pidana positif, maka euthanasia aktif dalam bentuk
apapun dilarang. Euthanasia aktif atas permintaan dilaranag menurut pasal 344 KUHP
yang berbunyi : Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh dihukum
penjara selama-lamanya dua belas tahun”.
Seorang dokter atau tenaga kesehatan lain jika ingin membantu dalam hal
euthanasia atas permintaan atau desakan pasien berdasarkan rasa kemanusiaan atau
perasaan kasihan yang mendalam ataupun berdasarkan prinsip etika kedokteran tertentu
yang sedang berkembang akan menghadapi situasi yang sangat sulit.10
Euthanasia aktif maupun pasiftanpa permintaan dilarang menurut beberapa pasal
diantaranya :
a. Pasal 338 yang menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum
dengan tukuman penjara selama amanya itna belas tahun.
9 Fred Amein, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, (Jakarta: Grafika Tama Jaya, 1991) hal. 139
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 88
b. Pasal 340 menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja dan dengan
direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain karena bersalah
melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun
c. Pasal 359 menyatakan menyebabkan matinya seorang karena
kesalahan/kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima
tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun.
Menurut Roscem AB, membantu orang untuk bunuh diri termasuk kelompok
eutnanasia.11
Hal ini sesuai dengan pasal 345 bahwa barangsiapa dengan sengaja
membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu ataua
memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Dilihat dari aspek 88las pidana Islam, maka jarimah-jarimah yang diancam
hukuman qisas ialah pembunuhan sengaja dan penganiayaan sengaja. Jarimah-jarimah
yang diancam hukuman diyat ialah jarimah yang diancam hukuman qisas yang karena
sesuatu sebab tertentu qisas tersebut tidak dapat dijalankan, kemudian jarimah
pembunuhan-semi-sengaja, pembunuhan- tidak-sengaja dan penganiayaan-tidak
sengaja.12
Pada dasarnya dalam syariat Islam, kerelaan dan persetujuan si korban untuk
menjadi obyek sesuatu jarimah tidak dapat mengubah sifat jarimah itu(yakni tetap
dilarang) dan tidak mempengaruhi pertanggungan-jawab-pidana.
Ketentuan tentang tidak berpengaruhnya rela dianiaya tersebut berlaku untuk
semua jarimah, kecuali jarimah pembunuhan dan penganiayaan. Seharusnya terhadap
jarimah-jarimah ini dikenakan hukuman-hukumannya yang telah ditetapkan. Akantetapi,
untuk jarimah-jarimah pembunuhan dan penganiayaan berlaku pula suatu aturan lain,
yaitu bahwa wali(keluarga) korban dapat memaafkan pembuat dari hukuman pokok
jarimah-jarimah tersebut, yaitu qisas, untuk digantikan dengan hukuman diyat atau
10 ibid, hal. 140
12 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet. V (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 64
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 89
tidak digantikan atau membebaskannya dari hukuman diyat sama sekali, dan sesudah itu
tinggal hukuman ta‟zir, kalau dipandang perlu oleh yang berwajib.13
Dengan adanya dua aturan pokok tersebut, yaitu tidak berpengaruh rela-dianiaya
dan pemberian hak memaafkan bagi wali, maka penarapannya menimbulkan
bermacam-macam pendapat.
Para fuqaha sudah sepakat pendapatnya bahwa rela dibunuh (euthanasia) tidak
merubah sifat-larangan terhadap purnbunun si korban, karena jaminan-keselamatan-
jiwa tidak boleh dihapuskan kecuali dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh syara‟,
sedangkan rela dibunuh tidak termasuk dalam batas-batas itu dan pembunuhan tersebut
dianggap sebagai pembunuhan sengaja.14
Perbedaan pendapat yang muncul adalah tentang apakah rela dibunuh dari si
korban dapat menghapuskan hukuman atau tidak?.Menurut kebanyakan fuqaha, rela
dibunuh, tidak menghapuskan hukuman meskipun andaikata korban telah menyatakan
pembebasan pembuat sebelumnya dari tuntutan tentang jiwanya, sebab hak untuk
membebeskan tersebut belum lagi dimiliki oleh korban sewaktu hidupnya meskipun
masih diperselisihkan tentang macamnya hukuman yang dijatuhkan.
Bagi Zufar dan sebagian ulama Maliki, hukuman yang diatuhkan adala qisas
yakni pembunuh dibunuh pula, karena persetujuan (izin) tidak bisa menjadi
syubhat(alasan) bagi penghapusan hukuman had.
Bagi imam-imam Abu Hanifah, Abu Yusuf dan sebagian ulama Maliki serta
sebagian ulama Syafii, menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan adalah hukuman
diyat, alasannya ialah bahwa rela dibunuh dan korban menjadi syubbat,yakni alasan
tentang tidak jelasnya hukuman terhadap dirinya sebagai pembunuhan sengaja,
sedangkan Rasulullah SAW mengatakan: Hindarkan hukuman had karena adanya
syubhat-syubhat. Qisas adalah hukuman had juga dan sebagai gantinya ialah hukuman
diyat.15
Menurut fuqaha-fuqaha lain lagi, rela dibunuh menghapuskan hukuman. Baik
hukuman qisas ataupun hukuman diyat, meskipun tidak berarti menghapuskan
hukuman ta‟zir. Pendapat tersebut dikemukakan oleh ulama-ulama Syafiiyah pula dan
13Ibid. Hal. 190
14 Ibid
15 Ibid, hal. 191
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 90
oleh Suhnun dari ulama Malikiyah. Juga dikemukakan oleh Imam Ahmad dan murid-
muridnya dan mereka beralasan bahwa pembebasan dari hukuman menjadi hak si
korban, dan rela dibunuh artinya sama dengan pembebasan tersebut. Akan tetapi
pendapat yang terkenal dari Suhnun mengatakan bahwa rela dibunuh mengakibatkan
adanya hukuman had.16
Para tokoh Islam di Indonesia sangat menentang dilakukannya euthanasia, Prof
Dr. Amir syarifuddin menyebutkan bahwa pembunuhan untuk menghilangkan
penderitaan si sakit sana dengan larangan Allah membunuh anak untuk tujuan
menghilangkan kemiskinan. Tindakan dokter dengan 90las a obat atau suntikan dengan
sengaja untuk mengakhiri hidup pasien adalah termasuk pembunuhan disengaja. Hal
tersebut berarti mendahului takdir Tuhan, meskipun niatnya adalah untuk melepaskan
penderitaan pasien atau juga melepaskan tanggungan keluarga. Akan tetapi apabila
dokter tidak lagi memberi pasien obat, karena yakin obat yang ada sudah tidak bisa
menolong. Sekalian mengizinkan si pasien di bawa pulang, andaikata pasien itu
meninggal, maka sikap dokter itu tidaklah termasuk perbuatan pembunuhan.17
KH. Syukron Makmun juga berpendapat bahwa kematian itu adalah urusan
Allah, manusia tidak mengetahui kapan kematian itu menimpa dirinya. Adapun sakit,
menderita dan tidak kunjung sembuh adalah qudratullah. Kewajiban kita hanya
berikhtiar. Mempercepat kematian tidak dibenarkan. Tugas dokter adalah
menyembuhkan. Bukan membunuh. Kalau dokter tidak sanggup, kembalikan kepada
keluarga.
Jadi apapun alasannya, apabila tindakan itu berupa euthanasia aktif yang berarti
suatu tindakan mengakhiri hidup manusia pada saat yang bersangkutan masih
menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan, Islam mengharamkannya. Sedangkan
terhadap euthanasia pasif para ahli baik dan kalangan kedokteran, ahli 90las pidana,
maupun para ulama sepakat membolehkannya.18
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa perbuatan euthanasia aktif dalam
pandangan 90las Islam termasuk perbuatan keji dan merupakan suatu
16 Ibid.
17 Chuzaimah T Yanggo dan HA Hafiz Anshari AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995) hal. 61
18 Ibid
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 91
kejahatan(Jarimah). Dan hal tersebut termasuk dalam kejahatan yang lengkap 91las a
unsurnya dan dilakukan oleh pelaku dalam keadaan sadar dan sengaja.
Memperhatikan dan membandingkan antara hokum Islam dan KUHP mengenai
euthanasia, tampaklah kelemahan dan kekakuanKUHP. Di pihak lain tampak keluwesan
91las Islam, yang pririsip-prinsip dasarnya yang sudah ada dalam Al Quran dan Hadis,
kemudian diistinbatkan oleh para fuqaha menjadi 91las praktis.
C. Kesimpulan
Euthanasia merupakan salah satu masalah yang menjadi perdebatan ulama,
cendikiawan serta kalangan medis mengenai kebolehannya. Alasan orang melakukan
euthanasia sesungguhnya sangat banyak, akan tetapi alasan secara umum dapat dilihat dari
penderitaan seorang pasien menjelang fase kematian sehingga muncul pemikiran bahwa
pengakhiran kehidupan(euthanasia) yang sengaja diselenggarakan dapat membebaskan si
penderita dari suatu situasi yang tidak manusiawi lagi. Meskipun memperoleh
pemeliharankeluarga yang begitu setia, taat dan intensif dalam suasana kebersamaan, namun
penderitaan secara lahiriyah dirasakan dahsyat dan tak tertahan.
Praktek euthanasia adalah termasuk pembunuhan. Menurut 91las pidana positif
sanksi bagi pelaku euthanasia aktif maupun pasif (tanpa pormintaan) dilarang berdasarkan
pasal 344, 345 dan didukung oleh pasal 338, 340 dan 359 KUH Pidana. Sedangkan
menurut 91las pidana lslam, sanksi bagi pelaku euthanasia(dengan permintaan atau tanpa
permintaan dilarang dan diancam jarimah.
Menurut Hukum Islam yang berhak mengakhiri hidup seseorang hanyalah ALLAH
SWT. Islan sacara tegas melarang adanya pernbunuhan(QS Nisa(4): 29: 93, QS al Isra (17):
33, QS al Hijr(15): 23 dan An-Najm(53): 44). Oleh karena itu, orang yang mengakhiri
hidupnya dengan cara dan 91las an yang tidak terpuji dan dilarang dalarn agama.
DAFTAR PUSTAKA
Al Bukhari, Abdullah. 1982. Shahih al Bukhari, Juz VIII. Bandung: PT al Maarif.
Amein, Freid. 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafika Tama Jaya.
Ash-Shiddiqie, Hasbi. 1997. Pengantar Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Hanafi, Ahmad. 1993. Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet. V. Jakarta: Bulan Bintang.
Euthanasia dalam Islam
STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 92
Marsum, 1991. Jinayat Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Penerbit Perpustakaan Fak. Hukum
UII.
M Martha, Elmina. 1997. Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta: Jurnal Fak.
Hukum UII, no 8, Vol. 5.
Moelyatno. 1998. KUHP Edisi Baru. Jakarta: CV Bumi Aksara.
Qardawi, Yusuf. 1980. Halal dan Haram dalam Islam. Singapura: Himpunan Belia Islam.
Rianse, Usman dan Abdi. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Bandung: Alfabeta.
S. Verbogt dkk, 1998. Bab-bab Hukum Kesehatan. Bandung: Penerbit Nova.
Yanggo, T chuzaimah, Hafiz. 1995. dan HA Hafiz Anshari AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus.

More Related Content

What's hot

Euthanasia dalam pandangan_etika_secara_agama_isla
Euthanasia dalam pandangan_etika_secara_agama_islaEuthanasia dalam pandangan_etika_secara_agama_isla
Euthanasia dalam pandangan_etika_secara_agama_isla
hanunropi
 
Jawaban tugas-mch-aborsi-kelompok
Jawaban tugas-mch-aborsi-kelompokJawaban tugas-mch-aborsi-kelompok
Jawaban tugas-mch-aborsi-kelompok
Refriani Full
 
Sistem sebab musabab
Sistem sebab musababSistem sebab musabab
Sistem sebab musabab
AlFakir Fikri AlTakiri
 
Sosiologi Kesehatan
Sosiologi KesehatanSosiologi Kesehatan
Sosiologi Kesehatan
Retno RhereYusdiani
 
Sosiologi. kesehatan
Sosiologi. kesehatanSosiologi. kesehatan
Sosiologi. kesehatanPoltekes TNI AU
 
Makalah agama tentang asi AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
Makalah agama tentang asi AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA Makalah agama tentang asi AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
Makalah agama tentang asi AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Antropolgi & sosiologi kesehatan sosial budaya
Antropolgi & sosiologi kesehatan sosial budayaAntropolgi & sosiologi kesehatan sosial budaya
Antropolgi & sosiologi kesehatan sosial budayaCahya
 
Blok Etik Skenario 2 (FK 2016)
Blok Etik Skenario 2 (FK 2016)Blok Etik Skenario 2 (FK 2016)
Blok Etik Skenario 2 (FK 2016)
Ramipratama
 
Pentingnya membangun kesadaran ummat
Pentingnya membangun kesadaran ummatPentingnya membangun kesadaran ummat
Pentingnya membangun kesadaran ummatRizky Faisal
 
pengobatan bekam
pengobatan bekam pengobatan bekam
pengobatan bekam
ekosaputro yes
 
! Ramuan herbal sang nabi
! Ramuan herbal sang nabi! Ramuan herbal sang nabi
! Ramuan herbal sang nabi
Nano Nani
 

What's hot (12)

Euthanasia dalam pandangan_etika_secara_agama_isla
Euthanasia dalam pandangan_etika_secara_agama_islaEuthanasia dalam pandangan_etika_secara_agama_isla
Euthanasia dalam pandangan_etika_secara_agama_isla
 
Berpuasa, untuk apa
Berpuasa, untuk apaBerpuasa, untuk apa
Berpuasa, untuk apa
 
Jawaban tugas-mch-aborsi-kelompok
Jawaban tugas-mch-aborsi-kelompokJawaban tugas-mch-aborsi-kelompok
Jawaban tugas-mch-aborsi-kelompok
 
Sistem sebab musabab
Sistem sebab musababSistem sebab musabab
Sistem sebab musabab
 
Sosiologi Kesehatan
Sosiologi KesehatanSosiologi Kesehatan
Sosiologi Kesehatan
 
Sosiologi. kesehatan
Sosiologi. kesehatanSosiologi. kesehatan
Sosiologi. kesehatan
 
Makalah agama tentang asi AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
Makalah agama tentang asi AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA Makalah agama tentang asi AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
Makalah agama tentang asi AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
 
Antropolgi & sosiologi kesehatan sosial budaya
Antropolgi & sosiologi kesehatan sosial budayaAntropolgi & sosiologi kesehatan sosial budaya
Antropolgi & sosiologi kesehatan sosial budaya
 
Blok Etik Skenario 2 (FK 2016)
Blok Etik Skenario 2 (FK 2016)Blok Etik Skenario 2 (FK 2016)
Blok Etik Skenario 2 (FK 2016)
 
Pentingnya membangun kesadaran ummat
Pentingnya membangun kesadaran ummatPentingnya membangun kesadaran ummat
Pentingnya membangun kesadaran ummat
 
pengobatan bekam
pengobatan bekam pengobatan bekam
pengobatan bekam
 
! Ramuan herbal sang nabi
! Ramuan herbal sang nabi! Ramuan herbal sang nabi
! Ramuan herbal sang nabi
 

Similar to Euthanasia dalam islam (analisis fiqh dan hukum positif di indonesia)

MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdfMAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
NurmaYanti40
 
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusiaKaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
pjj_kemenkes
 
Pandangan_Agama_Islam_tentang_Bahaya_Penyalahgunaan_Narkoba.pdf
Pandangan_Agama_Islam_tentang_Bahaya_Penyalahgunaan_Narkoba.pdfPandangan_Agama_Islam_tentang_Bahaya_Penyalahgunaan_Narkoba.pdf
Pandangan_Agama_Islam_tentang_Bahaya_Penyalahgunaan_Narkoba.pdf
yusnizainal7
 
Clinical Legal Education - Jurnal Penyuluhan Komunitas Mantan PSK - A.pdf
Clinical Legal Education - Jurnal Penyuluhan Komunitas Mantan PSK - A.pdfClinical Legal Education - Jurnal Penyuluhan Komunitas Mantan PSK - A.pdf
Clinical Legal Education - Jurnal Penyuluhan Komunitas Mantan PSK - A.pdf
NandaAuliaRahmaD
 
Aborsi dalam hukum islam
Aborsi dalam hukum islamAborsi dalam hukum islam
Aborsi dalam hukum islam
raishachaa
 
Aborsi
AborsiAborsi
Aborsi
tiyo noiss
 
file_2014-08-13_09_50_25_Eti_Rimawati,_SKM,_M.Kes__antropologi_kesehatan_1.ppt
file_2014-08-13_09_50_25_Eti_Rimawati,_SKM,_M.Kes__antropologi_kesehatan_1.pptfile_2014-08-13_09_50_25_Eti_Rimawati,_SKM,_M.Kes__antropologi_kesehatan_1.ppt
file_2014-08-13_09_50_25_Eti_Rimawati,_SKM,_M.Kes__antropologi_kesehatan_1.ppt
ssuser2a3d2b
 
Maqhasid as syariah dan qishas pemikiran
Maqhasid as syariah dan qishas pemikiranMaqhasid as syariah dan qishas pemikiran
Maqhasid as syariah dan qishas pemikiran
FAI Unmuh Ponorogo
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Shriie Arianti
 
hukum kesehatan materi PENGANTAR HUKUM KESEHATAN 10-1.pptx
hukum kesehatan materi PENGANTAR HUKUM KESEHATAN 10-1.pptxhukum kesehatan materi PENGANTAR HUKUM KESEHATAN 10-1.pptx
hukum kesehatan materi PENGANTAR HUKUM KESEHATAN 10-1.pptx
nilamnur1
 
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusiaKaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
pjj_kemenkes
 
Keperawatan agama modul 3 kb1
Keperawatan agama modul 3 kb1Keperawatan agama modul 3 kb1
Keperawatan agama modul 3 kb1
Anton Saja
 
KP 1.1.3.5 Ham dan kes
KP 1.1.3.5 Ham dan kes KP 1.1.3.5 Ham dan kes
KP 1.1.3.5 Ham dan kes Carlo Prawira
 
Hukum islam dan kontribusi umat islam indonesia
Hukum islam dan kontribusi umat islam indonesiaHukum islam dan kontribusi umat islam indonesia
Hukum islam dan kontribusi umat islam indonesia
Raja fath
 
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 

Similar to Euthanasia dalam islam (analisis fiqh dan hukum positif di indonesia) (20)

MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdfMAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
MAKALAH HUKUM KESEHATAN EUTHANASIA.pdf
 
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusiaKaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah/Keyakinan agama terhadap manusia
 
Pandangan_Agama_Islam_tentang_Bahaya_Penyalahgunaan_Narkoba.pdf
Pandangan_Agama_Islam_tentang_Bahaya_Penyalahgunaan_Narkoba.pdfPandangan_Agama_Islam_tentang_Bahaya_Penyalahgunaan_Narkoba.pdf
Pandangan_Agama_Islam_tentang_Bahaya_Penyalahgunaan_Narkoba.pdf
 
Clinical Legal Education - Jurnal Penyuluhan Komunitas Mantan PSK - A.pdf
Clinical Legal Education - Jurnal Penyuluhan Komunitas Mantan PSK - A.pdfClinical Legal Education - Jurnal Penyuluhan Komunitas Mantan PSK - A.pdf
Clinical Legal Education - Jurnal Penyuluhan Komunitas Mantan PSK - A.pdf
 
Aborsi dalam hukum islam
Aborsi dalam hukum islamAborsi dalam hukum islam
Aborsi dalam hukum islam
 
Makalah agama tentang asi (3)
Makalah agama tentang asi (3)Makalah agama tentang asi (3)
Makalah agama tentang asi (3)
 
Human cloning
Human cloningHuman cloning
Human cloning
 
Aborsi
AborsiAborsi
Aborsi
 
file_2014-08-13_09_50_25_Eti_Rimawati,_SKM,_M.Kes__antropologi_kesehatan_1.ppt
file_2014-08-13_09_50_25_Eti_Rimawati,_SKM,_M.Kes__antropologi_kesehatan_1.pptfile_2014-08-13_09_50_25_Eti_Rimawati,_SKM,_M.Kes__antropologi_kesehatan_1.ppt
file_2014-08-13_09_50_25_Eti_Rimawati,_SKM,_M.Kes__antropologi_kesehatan_1.ppt
 
Maqhasid as syariah dan qishas pemikiran
Maqhasid as syariah dan qishas pemikiranMaqhasid as syariah dan qishas pemikiran
Maqhasid as syariah dan qishas pemikiran
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
 
Makalah agama tentang asi
Makalah agama tentang asiMakalah agama tentang asi
Makalah agama tentang asi
 
Makalah agama tentang asi
Makalah agama tentang asiMakalah agama tentang asi
Makalah agama tentang asi
 
Makalah agama tentang asi
Makalah agama tentang asiMakalah agama tentang asi
Makalah agama tentang asi
 
hukum kesehatan materi PENGANTAR HUKUM KESEHATAN 10-1.pptx
hukum kesehatan materi PENGANTAR HUKUM KESEHATAN 10-1.pptxhukum kesehatan materi PENGANTAR HUKUM KESEHATAN 10-1.pptx
hukum kesehatan materi PENGANTAR HUKUM KESEHATAN 10-1.pptx
 
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusiaKaidah /keyakinan agama terhadap manusia
Kaidah /keyakinan agama terhadap manusia
 
Keperawatan agama modul 3 kb1
Keperawatan agama modul 3 kb1Keperawatan agama modul 3 kb1
Keperawatan agama modul 3 kb1
 
KP 1.1.3.5 Ham dan kes
KP 1.1.3.5 Ham dan kes KP 1.1.3.5 Ham dan kes
KP 1.1.3.5 Ham dan kes
 
Hukum islam dan kontribusi umat islam indonesia
Hukum islam dan kontribusi umat islam indonesiaHukum islam dan kontribusi umat islam indonesia
Hukum islam dan kontribusi umat islam indonesia
 
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
 

More from hanunropi

buku-iqra-6.pdf
buku-iqra-6.pdfbuku-iqra-6.pdf
buku-iqra-6.pdf
hanunropi
 
buku-iqra-5.pdf
buku-iqra-5.pdfbuku-iqra-5.pdf
buku-iqra-5.pdf
hanunropi
 
buku-iqra-4.pdf
buku-iqra-4.pdfbuku-iqra-4.pdf
buku-iqra-4.pdf
hanunropi
 
buku-iqra-3-1.pdf
buku-iqra-3-1.pdfbuku-iqra-3-1.pdf
buku-iqra-3-1.pdf
hanunropi
 
buku-iqra-2.pdf
buku-iqra-2.pdfbuku-iqra-2.pdf
buku-iqra-2.pdf
hanunropi
 
buku-iqra-1.pdf
buku-iqra-1.pdfbuku-iqra-1.pdf
buku-iqra-1.pdf
hanunropi
 
English_Assessment-.pdf
English_Assessment-.pdfEnglish_Assessment-.pdf
English_Assessment-.pdf
hanunropi
 
IZHAR HALQI & IKHFA HAQIQI.docx
IZHAR HALQI & IKHFA HAQIQI.docxIZHAR HALQI & IKHFA HAQIQI.docx
IZHAR HALQI & IKHFA HAQIQI.docx
hanunropi
 
Istihadhah dan problematikanya dalam kehidupan praktis masyarakat
Istihadhah dan problematikanya dalam kehidupan praktis masyarakatIstihadhah dan problematikanya dalam kehidupan praktis masyarakat
Istihadhah dan problematikanya dalam kehidupan praktis masyarakat
hanunropi
 
Dirasat ahad al-mujtahidin
Dirasat  ahad al-mujtahidinDirasat  ahad al-mujtahidin
Dirasat ahad al-mujtahidin
hanunropi
 
Bom bunuh diri dan euthanasia perspektif hukum
Bom bunuh diri dan euthanasia perspektif hukumBom bunuh diri dan euthanasia perspektif hukum
Bom bunuh diri dan euthanasia perspektif hukum
hanunropi
 
Maqasid syariah hukum kehadiran pesakit pandemik ke solat jumaat
Maqasid syariah hukum kehadiran pesakit pandemik ke solat jumaatMaqasid syariah hukum kehadiran pesakit pandemik ke solat jumaat
Maqasid syariah hukum kehadiran pesakit pandemik ke solat jumaat
hanunropi
 
Hukum tarian poco
Hukum tarian pocoHukum tarian poco
Hukum tarian poco
hanunropi
 
Perbincangan tentang isu Fiqh covid-19
Perbincangan tentang isu Fiqh covid-19 Perbincangan tentang isu Fiqh covid-19
Perbincangan tentang isu Fiqh covid-19
hanunropi
 
Kompilasi muzakarah mki_2016
Kompilasi muzakarah mki_2016Kompilasi muzakarah mki_2016
Kompilasi muzakarah mki_2016
hanunropi
 
Objek dan fungsi majlis kebangsaan
Objek dan fungsi majlis kebangsaanObjek dan fungsi majlis kebangsaan
Objek dan fungsi majlis kebangsaan
hanunropi
 
Hukum dan kaedah orang yang daimul hadas mengerjakan solat
Hukum dan kaedah orang yang daimul hadas mengerjakan solat Hukum dan kaedah orang yang daimul hadas mengerjakan solat
Hukum dan kaedah orang yang daimul hadas mengerjakan solat
hanunropi
 

More from hanunropi (17)

buku-iqra-6.pdf
buku-iqra-6.pdfbuku-iqra-6.pdf
buku-iqra-6.pdf
 
buku-iqra-5.pdf
buku-iqra-5.pdfbuku-iqra-5.pdf
buku-iqra-5.pdf
 
buku-iqra-4.pdf
buku-iqra-4.pdfbuku-iqra-4.pdf
buku-iqra-4.pdf
 
buku-iqra-3-1.pdf
buku-iqra-3-1.pdfbuku-iqra-3-1.pdf
buku-iqra-3-1.pdf
 
buku-iqra-2.pdf
buku-iqra-2.pdfbuku-iqra-2.pdf
buku-iqra-2.pdf
 
buku-iqra-1.pdf
buku-iqra-1.pdfbuku-iqra-1.pdf
buku-iqra-1.pdf
 
English_Assessment-.pdf
English_Assessment-.pdfEnglish_Assessment-.pdf
English_Assessment-.pdf
 
IZHAR HALQI & IKHFA HAQIQI.docx
IZHAR HALQI & IKHFA HAQIQI.docxIZHAR HALQI & IKHFA HAQIQI.docx
IZHAR HALQI & IKHFA HAQIQI.docx
 
Istihadhah dan problematikanya dalam kehidupan praktis masyarakat
Istihadhah dan problematikanya dalam kehidupan praktis masyarakatIstihadhah dan problematikanya dalam kehidupan praktis masyarakat
Istihadhah dan problematikanya dalam kehidupan praktis masyarakat
 
Dirasat ahad al-mujtahidin
Dirasat  ahad al-mujtahidinDirasat  ahad al-mujtahidin
Dirasat ahad al-mujtahidin
 
Bom bunuh diri dan euthanasia perspektif hukum
Bom bunuh diri dan euthanasia perspektif hukumBom bunuh diri dan euthanasia perspektif hukum
Bom bunuh diri dan euthanasia perspektif hukum
 
Maqasid syariah hukum kehadiran pesakit pandemik ke solat jumaat
Maqasid syariah hukum kehadiran pesakit pandemik ke solat jumaatMaqasid syariah hukum kehadiran pesakit pandemik ke solat jumaat
Maqasid syariah hukum kehadiran pesakit pandemik ke solat jumaat
 
Hukum tarian poco
Hukum tarian pocoHukum tarian poco
Hukum tarian poco
 
Perbincangan tentang isu Fiqh covid-19
Perbincangan tentang isu Fiqh covid-19 Perbincangan tentang isu Fiqh covid-19
Perbincangan tentang isu Fiqh covid-19
 
Kompilasi muzakarah mki_2016
Kompilasi muzakarah mki_2016Kompilasi muzakarah mki_2016
Kompilasi muzakarah mki_2016
 
Objek dan fungsi majlis kebangsaan
Objek dan fungsi majlis kebangsaanObjek dan fungsi majlis kebangsaan
Objek dan fungsi majlis kebangsaan
 
Hukum dan kaedah orang yang daimul hadas mengerjakan solat
Hukum dan kaedah orang yang daimul hadas mengerjakan solat Hukum dan kaedah orang yang daimul hadas mengerjakan solat
Hukum dan kaedah orang yang daimul hadas mengerjakan solat
 

Recently uploaded

SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
MuhammadBagusAprilia1
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Galang Adi Kuncoro
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
LucyKristinaS
 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
adolfnuhujanan101
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
mattaja008
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
setiatinambunan
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
mohfedri24
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
irawan1978
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
bobobodo693
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
jodikurniawan341
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
smp4prg
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 

Recently uploaded (20)

SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 

Euthanasia dalam islam (analisis fiqh dan hukum positif di indonesia)

  • 1. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 75 Euthanasia dalam Islam (Analisis Fiqh dan Hukum Positif di Indonesia) Maria Susanti, S,Ag1 ABSTRACT Euthanasia is the act or practice of killing or permitting the death of hopelessly sick or injured individuals in a relatively painless way. This is one of the issues being debated scholars, intellectuals as well as the medical community. This can be excutedfor reason of mercy. Therefore, euthanasia closelyrelates with the right to die or right to death of a patient. There are a lot of reasons for people do euthanasia generaly, it is done because the suffering of a patient before the death phase so the idea to excute euthanasia is deliberately can free the patient. In Indonesia, it has a legal effort associated with euthanasia include the people who helps the action and its equipment. It has been arranged. Likewise, Islam religion teaches to keep religion, soul, mind, offspring and property. The practice of euthanasia is included murder and forbidden by both criminal law and positive Islamic law. Keywords: Euthanasia, Islamic Law, Positive Law A. Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat membawa modernisasi di segala bidang. Modernisasi merupakan suatu proses yang mengandung banyak segi yang mencakup perubahan-perubahan dalam semua kawasan pemikiran dan kegiatan manusia. Termasuk didalamnya kemajuan dibidang sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dan biasanya modernisasi harus dibayar dengan mahal, disamping banyak pula dampak positifnya. Harga sosialnya antara lain adalah timbulnya ketegangan, penyakit jantung, stres dan AIDS yang sampai sekarang masih sulit ditemukan obatnya. Perubahan-perubahan yang besar ini membawa konsekuensi yang besar pula bagi persoalan norma dan hukum yang berlaku di masyarakat. Dengan terjadinya pergeseran nilai maka interpretasi terhadap hukumpun juga bisa berubah. Di dalam masyarakat modern seperti di Barat, kebutuhan dan aspirasi masyarakat menempati kedudukan 1 Mahasiswa Pascasarjana STAIN SAS Bangka Belitung
  • 2. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 76 yang tinggi. sehingga dengan keadaan seperti itu suatu produk hukum yang baru bisa dibuat. Perkembangan dunia yang semakin maju, seperti perkembangan peradaban manusia dewasa ini juga tampil gemilang sebagai refleksi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan perkembangan teknologi juga membawa kemajuan dalam bidang kedokteran dengan semakin lengkapnya peralatan yang dapat digunakan untuk meringankan beban pasien. Tetapi walaupun kemajuan dalam bidang kedokteran sudah begitu pesatnya sampai sekarang masih ada pasien yang tidak dapat dihindarkan dari penderitaan berat baik fisik maupun mental. Akibat dari keadaan itu maka timbullah praktek euthanasia yaitu praktek menghilangkan nyawa seseorang secara seseorang secara halus dengan 76las an untuk meringankan beban si penderita. Euthanasia ini erat sekali hubungannya dengan „the right to die‟ atau hak untuk mati dari seorang pasien. Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu gabungan dari dua kata : eu yaitu “baik” dan thanatos yaitu “mati, mayat”. Kemudian pengertian istilah ini berkembang menjadi “mengakhiri hidup tanpa penderitaan” Lengkapnya euthanasia diartikan sebagai perbuatan mengakhiri kehidupan seseorang untuk menghentikan penderitaannya. Akan tetapi, ini sering diartikan sebagai pengakhiran kehidupan karena kasihan atau membiarkan mati. Dalam pelaksanaannya atau yang menjadi sasarannya adalah pasien yang menderita beban penyakit begitu berat yang dimungkinkan tidak akan dapat disembuhkan dengan peralatan medis kedokteran. Dalam pasal 304 dan 344- 345 KUH Pidana melarang perbuatan menghilangkan nyawa seseorang dan 76las a sangsi hukuman yang berat baik si pelaku pembunuhan itu sendiri atau orang lain yang ikut membantunya.2 B. Pembahasan Suatu 76las atau peraturan menghendaki adanya kebenaran didalam masyarakat, orang terbukti bersalah maka ia harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan begitu pula orang yang tidak bersalah dan tidak terbukti bersalah maka ia tidak boleh dihukum. 1 Moelyatno, KUHP Edisi Baru, (Jakarta: CV Bumi Aksara, 1998), hal. 130
  • 3. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 77 Suatu perbuatan ditujukan kepada pembuat jarimah(pidana). Baik secara individu maupun orang banyak sebab larangan atau perintah saja tidak cukup. Perbuatan akan lebih banyak membawa kerugian bagi drinya dari pada keuntungannya akan dhindarnya, meskipun perbuatannya itu menguntungkan masyarakat maka hukumlah yang akan m imbangan bagi tabiat yang demikian itu. Sebab 77las atau undang-undang bukan diciptakan orang seorang atau golongan masyarakat akan tetapi digunakan untuk kemaslahatan ummat manusia itu sendiri Dasar pelarangan suatu perbuatan ialah pemeliharaan kepentingan masyarakat itu sendiri. Sedangkan tujuan pokok pembentukan 77las Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan yang menjamin dan terpeliharanya yang daruri(keperluan pokok demi untuk menjamin ketertiban dan ketentraman dan kelangsungan hidup manusia) dalam menjalani hidupnya. Apabila keperluan pokok yang terdiri dari beberapa 77las a ini tidak terjamin akan rusaklah kehidupan mereka sehingga menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Unsur-unsur itu kembali pada panca pokok yaitu: 1. Agama 2. Jiwa 3. Akal fikiran 4. Keturunan 5. Harta3 Kemaslahatan dapat dipakai sebagai dasar penetapan 77las yang tidak ada nashnya baik dalam alquran maupun dalam al hadis terhadap suatu masalah yang terjadi. Menyadarkan 77las atas kemaslahatan dinamai dengan maslahah mursalah yaitu kumaslahatan yang tidak disyariatkan dalam wujud 77las dan tidak ada dalil yang membenarkannya atau menolaknya. Adapun dasar-dasar dan kaidah dalam penggunaan maslahah mursalah dalam pidana Islam adalah: 1. Tidak bertentangan dengan prinsip umum 2. Untuk kepentingan 77las a 3. Dirasakan mendesak oleh masyarakat4 2 Hasbi Ash-Shiddiqie, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997) hal. 82 3 Aroma Elmina M Martha, Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam, (Jurnal Fak. Hukm UII, no 8, Vol. 5, 1997), hal. 89
  • 4. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 78 Sedangkan dasar-dasar dan kaidah menghukum bagi pelaku euthanasia dalam pidana positif adalah tidak terpenuhinya syarat-syarat dari yang bersangkutan secara tegas dan bersungguh-sungguh karena apabila syarat syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tindakan yang dilakukan dengan sengaja terhadap kehidupan seseorang secara 78las dikatagorikan membunuh(doodslag). 5 1. Euthanasia Dalam Hukum Pidana Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat, dimana manusia dalam menghadapi hidupnya penuh dengan tantangan, sehingga perlu adanya kesabaran. Menurut sunnatullah manusia dimana-mana dan pada masa apapun selalu juga bersama, hidup berkelompok-kelompok, sekurang-kurangnya bersama itu terdiri dari beberapa keluarga atau saudara. Dalam sejarah perkembangan manusia tak seorangpun akan dapat hidup menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itupun hanya untuk sementara waktu saja. Dalam hidup bermasyarakat diperlukan adanya ketentraman dan kedamaian baik secara individu maupun secara kelompok. Untuk mendapatkan ketentraman dan kedamaian itu diperlukan adanya suatu tatanan atau norma. Penjelasan hidup manusia juga dipengaruhi oleh adanya peraturan yang mengekang hawa nafsunya. Peraturan hidup itu 78las a petunjuk mengenai perbuatan mana yang harus ditinggalkan serta sangsi bagi pelaku kejahatan. Ancaman (delik) merupakan langkah penegakan 78las . Karena dengan adanya ancaman tersebut diharapkan peraturan tersebut tidak ada yang melanggar. Para ahli 78las mengemukakan beberapa pendapat tentang definisi pidana seperti Moeljatno mengatakan bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana adalah perbuatan yang oleh 78las pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar aturan tersebut. 2. Perbuatan Pidana Dalam Hukum Islam Kata pidana dalam hukumIslam dinamakan “Jinayat”, ditinjau dari etimologi adalah bentuk noun atau masdar dari kata kerja “jana”. Adapun kata “Jinayat” mempunyai arti perbuatan dosa, perbuatan salah atau 78las an78. Sedangkan „Janun” 4 S. Verbogt dkk, Bab-bab Hukum Kesehatan, (Bandung: Penerbit Nova, 1998), hal. 217
  • 5. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 79 adalah bentuk isim fail yang berarti pelaku kejahatan dan korban dari suatu kejahatan atau tindak 79las an79. Pengertian Jarimah menurut ilmu bahasa adalah bentuk mashdar (asal) yang artinya perbuatan dosa, perbuatan salah satu kejahatan. Fi‟ilnya berbunyi “Jarama” yang artinya berbuat dosa, berbuat salah atau berbuat jahat. Orang yang melakukan jarimah disebut dengan “Jarim”. Sedangkan orang yang dikenal perbuatan tersebut adalah “Majrum “alaih”. Menurut istilah para fuquha yang dinamakan jarimah adalah berarti larangan melakukan perbuatan dosa baik yang diperintahkan syara‟ atau yang berasal dari selain syara‟. 6 Dalam pelaksanaan jarimah ini dimaksud untuk membatasi atau membentengi setiap gerak dan langkah manusia ini dari perbuatan maksiat. Larangan- larangan tersebut adalah dapat berupa melanggar perbuatan yang dilarang dalam batasan atau had perbuatan seseorang. Allah telah menentukan hukumannya. Hukuman yang telah ditentukan oleh Allah itu ada dua macam : a. Hukuman terhadap perbuatan jarimah yang menjadi hak Allah, seperti zina, menuduh zina (qazaf), mencuri dan yang lain. b. Hukuman terhadap perbuatan jarimah yang menjadi hak Allah dan hak manusia bersama-sama, seperti pembunuhan dan penganiayaan. Atas dasar pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pelaku tindak pidana itu diancam dengan hukuman Allah apabila itu hanya menjadi hak Allah semata, tetapi apabila menjadi hak Allah dan manusia maka harus diselesaikan dengan pertimbangan hak-hak Allah dan manusia. Yang dalam hal ini penguasa atau badan 79las pemerintah yang berwenang. Dilarangnya perbuatan jarimah memang ada kalanya karena bias menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat, selain itu jarimah juga bias menimbulkan atau membahayakan jiwa, bahkan bias juga merugikan harta benda. Dalam menetapkan perbuatan jarimah serta hukumnya, syariat Islam mempunyai pendirian yang sama dengan 79las positif yaitu memelihara kepentingan dan ketentraman masyarakat. Dasar larangan dan hukumannya itu ditetapkan oleh badan atau dewan yang berwenang, untuk mengancam terhadap pelaku jarimah. Perbuatan yang akan lebih 5 Marsum, Jinayat Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Penerbit Perpustakaan Fak. Hukum UII, 1991), hal. 7-8
  • 6. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 80 banyak membawa kerugian atas dirinya dari pada keuntungannya akan dihindarinya meskipun perbuatan tersebut menguntungkan masyarakat, maka 80las itulah yang menjadi imbangan tabiat yang demikian itu, sebab 80las atau undang-undang diciptakan bukan untuk orang seorang atau golongan tetapi untuk kemashlahatan seluruh manusia. Dasar larangan suatu perbuatan adalah memelihara kepentingan masyarakat itu. Dengan demikian syari‟at Islam sama pendiriannya dengan 80las positif dalam menciptakan ancaman terhadap perbuatan beserta hukumannya yaitu memelihara kepentingan dan ketentraman masyarakat serta menjamin kalangan hidup manusia. Pengertian jarimah itu masih bersifat umum maka untuk mendapatkan pengertian itu lebih jelasnya akan penyusun jelaskan pada macam-macam jarimah dan 80las a-unsurnya. Kalau dilihat dari segi 80las pidana Islam maka ditemui tiga macam pembagian jarimah : a. Jarimah hudud b. Jarimah Qisas dan Diyat c. Jarimah Ta‟zir7 3. Kedudukan Jiwa dalam Islam Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan sebagai badan yang berjiwa atau jiwa yang berbadan dalam susunan dan bentuk yang sebaik-baiknya serta dibekali kemampuan untuk mengembangkan kehidupan dengan perantaraan ilmu pengetahuan. Dengan kemampuan dan kelengkapan alat-alat untuk hidup berbudaya, manusia mengemban amanat di bumi sebagai penguasa. Dengan demikian kemampuan dan kelengkapan, manusia ditempatkan Allah sebagai makhluk_Nya yang utama, melebihi makhluk lainnya. Kehidupan awal manusia dimulai sejak terjadinya pembuahan sel telur dan sel mani yang berkembang dalam Rahim seorang perempuan. Di dalam al-Quran telah dijelaskan mengenai proses perkembangan tempat-tempat yang tepat dan tahap-tahap reproduksi yang berurutan. Al-Quran menyebutkan, Allah telah menciptakan manusia berasal dari tanah, kemudian Allah jadikan setetes sperma yang tersimpan di dalam 6 Ibid
  • 7. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 81 uterus, kemudian sperma itu Allah jadikan gumpalan daging lalu dijadikanNya tulang belulang kemudian tulang belulang itu Allah jadikan dalam bentuk yang lain. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S al Mu‟minun (23) ayat 14 ;”Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.”Manusia diciptakan dari tanah (sari pati tanah). Sebagai anak keturunan pertama, kemudian diciptakan Allah secara bertahap sebagaimana yang penyusunn kemukakan di atas.Tahap yang pertama berujud nutfah, yang di maksud dalam kontek ini adalah sperma, Q.S al Qiyamah (75) ayat 37. Sperma yang berasal dari laki-laki bertemu dengan sel telur sehingga terjadi pembuahan kemudian bersarang di dalam Rahim (uteru), Tahap al „alaqah yang merupakan tahap kedua, perkembangan janin selanjutnya adalah pertumbuhan antara sperma laki-laki dan ovum perempuan yang menjadi zat (sesuatu) yang melekat pada dinding rahim. Kemudian tahap selanjutnya menjadi mudgah yang merupakan tahap ketiga dari terjadinya manusia,dalam tahap mudgah ini manusia tidak hanya diartikan segumpal daging, tetapi embrio yang berangsur-angsur berkembang hingga benar-benar berbentuk calon bayi yang lengkap dengan anggotanya. Sehingga ditiupkan ruh kepadanya. Pernyataan bahwa ditiupnya ruh ke dalam janin setelah berumur 4 bulan, dikuatkan oleh sabda Rasulullah berkenaan dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Janin secara berkesinambungan terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan menuju kesempurnaan, sejak pembuahan antara sperma dengan ovum sampai ditiupkan ruh ke dalamnya, Sunnatullah menetapkan janin tersebut kelak akan lahir ke dunia dan menempuh kehidupan di alam nyata.8 Hadis dan ayat-ayat diatas menjelaskan mengenai tahap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Janin secara berkesinabungan terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan menuju kesempurnaan, sejak pembuahan antara 7 Abdullah Muhammad ibn Ismalil Al Bukhari, Shahih al Bukhari, Juz VIII, (Bandung: PT al Maarif, 1982), hal . 152
  • 8. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 82 sperma dengan ovum sampai ditiupkan ruh ke dalamnya. Sunnatullah menetapkan janin itu kelak akan lahir ke dunia dan menempuh kehidpan di alam nyata. Menurut Imam al-Gazali, bila air mani telah jatuh dan bertemu sehingga ia bercampur dengan sel telur perempuan dalam rahim dan siapmenerima kehidupan, pemusnahan adalah suatu dosa. Bila sudah menjadi segumpal daging maka dosanya lebih besar, kalau sudah ada ruhnya maka termasuk pembunuhan yang dosanya amat besardan pembunuhan yang paling keji adalah setelah ia lahir hidup-hidup. Islam sangat menghargai jiwa, khususnya terhadap jiwa manusia. Jiwa, meskipun merupakan hak asasi manusia, tetapi ia adalah anugrah dan rahmat dari Allah SWT. Dimulai sejak terjadinya pembuahan, tahap penciptaan dan pembuatan manusia. Seseorang sama sekali tidak berwenang dan dilarang untuk melenyapkannya tanpa kehendak dan aturan Allah sendiri. Sebagaimana firman Allah : QS al Hijr (15) : 23 dan QS an Najm (53) :44 Hai ini dimaksudkan agar manusia tidak memandang rendah terhadap jiwa manusia, sehingga Allah memberikan ancaman dan peringatan bagi orang yang meremehkannya. Tindakan merusak ataupun menghilangkan jiwa dan raga milik orang lain maupun jwa dan raga milik sendiri merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan dianggap melawan 82las Allah. Adanya peringatan dan ancaman dari Allah SWT dalam rangka memelihara dan melindungi jiwa manusia secara keseluruhan, sebagaimana firman Alah SWT : QS al Baqarah (2) : 179 Orang yang menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang dibolehkan dan dibenarkan agama, menurut Islam sama halnya dengan merusak tatanan kehidupan masyarakat seluruhnya Karena Islam memberikan penghargaan yang begitu besar terhadap jiwa manusia. 4. Euthanasia dalam pandangan Jarimah Qisas Sebagaimana telah disebutkan datam pengertian atau defenisi jarimah dan telah disepakati oleh para ulama bahwa suatu perbuatan barulah digolongkan sebagai jarimah, apabila perbuatan itu dengan tegas dilarang oleh syara dan memenuhi 82las a-unsur jarimah. Yang menjadi 82las a-unsur jarimah itu secara umum adalalah :
  • 9. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 83 a. Nas yang melarang perbuatan itu dan memberikan ancaman hukuman terhadapnya. Ini disebut sebagai 83las a formal (rukun Syar‟i). b. Tindakan yang membentuk suatu perbuatan jarimah, baik perbuatan nyata naupun sikap tidak berbuat. Unsur ini disebut 83las a material(rukun Maddi) c. Pelaku yang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap jarimah yang dilakukannya. Ini disebut 83las a moral (rukun Abadi) Untuk mengetahui apakah euthanasia dapat dikatakan sebagai suatu jarimah atau tidak dan apakah lslam membenarkan tindakan euthanasia atau tidak, maka terlebih dahulu harus diketahui apakah perbuatan euthanasia itu memenuhi 83las a-unsur jarimah di atas. Dilihat dari segi nas, Islam secara tegas melarang pembunuhan. Akan tetapi yang menjadi permasalahan apakah euthanasia dapat digolongkan sebagai pembunuhan. Sedangkan aspek tindakan sebagai 83las a jarimah kedua sudah jelas ada, karena biasanya upaya untuk mengurangi beban pasien dalam penderitaannya melalui suntikan dengan bahan pelemah fungsi saraf dalam dosis tertentu (neurasthenia). Sementara aspek pelaku sudah jelas terdiri dari dokter, pasien dan keluarga pasien Terjadinya euthanasia aktif, yang tidak terlepas dan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: a. Dari pihak pasien, yang meminta kepada dokter karena merasa tidak tahan lagi menderita sakit. Oleh karena itu penyakit yang dideritanya terialu gawat(accut) dan telah lama dialami, maka ia meminta dokter untuk melakukan euthanasia. Pertimbangan lain bisa juga karena pasien tidak ingin meninggalkan beban ekonomi yang terlalu berat bagi keluarga, akibat biaya pengobatan yang mahal atau pasien sudah tahu bahwa ajalnya sudah diambang pintu, paling tidak. Harapan untuk sembuh terlalu jauh, maka supaya matinya tidak merasa sakit, pasien meminta jalan yang lebih nyaman yaitu melalui nasia b. Dan pihak keluarga I wali, yang merasa kasihan atas penderitaan pasien. Apalagi jika pasien tampaknya tidak tahan menanggung sakitnya, baik karena sudah terlalu lama, ataupun karena amat ganasnya jenis penyakit yang menyerangnya. Bisa juga
  • 10. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 84 euthanasia teriadi karena permintaan keluarga yang tidak sanggup lagi memikul biaya pengobatan, sementara harapan untuk sembuh sudah tidak ada lagi. c. Kemungkinan lain bisa terjadi, bahwa pihak keluarga(tertentu) bekerjasama dengan dokter untuk mempercepat kematian pasien, karena menginginkan hartamilik pasien dan 84las a amoral lainnya. Masalahnya adalah, sejauh mana atau dalam hal apa saja nyawa seseorang boleh dihabisi. Untuk ini Allah SWT telah berfirman dala QS Al Isra (17) : 33, Islam menjelaskan bahwa pembunuhan(mengakhiri hidup) seseorang bisa dilakukan apabila disebabkan oleh salah satu dari tiga sebab yaitu : a. Karena pembunuhan oleh seseorang secara zalim. b. Janda/duda(yang pernah bersuami) secara nyata bertuat zina. Yang diketahui oleh empat orang saksi(dengan mata kepela sendiri) c. Orang yang keluar dan agama islam, sebagai suatu sikap menentang jamaah Islam. Jika dibandingkan dengan 84las an 84las an yang mendorong terjadinya euthanasia seperti disebutkan terdahulu, maka tidak ada satupun yang berkaitan dengan 84las an bilhaq di atas. Hal ini disebabkan beberapa alasa yaitu Alasan pertama, bahwa pasien sudah tidak tahan menanggung derita yang berkepanjangan, tidak ingin meninggalkan beban ekonomi, atau tidak punya harapan sembuh, adalah suatu refleksi dari kelemahan iman. Sakit adalah satu bentuk ujian kesabaran, sehingga tidaklah tepat kalau diselesaikan dengan mengakhiri diri sendiri melalui euthanasia(aktif). Kalaupun pandangan medis bahwa pasien tidak dapat disembuhkan lagi, atau biaya untuk meneruskan pengobatan terlalu mahal, maka tidaklah salah kalau ia meminta pulang saja dari rumah sakit. Seandainya diyakinkan bahwa apabila pengobatan dihentikan, ia akan meninggal dunia, maka tindakan keluar dari rumah sakit atau penghentian pengobatan tidak berarti bunuh diri. Hal ini disebabkan kemampuan ekonomi pasien(keluarga) sudah tidak memungkinkan lagi. Pemulangan pasien seperti ini sudah sering teriadi dan para dokter diperkenankan melepaskannya, karena prosedurnya sudah ada. Akan tetapi jika cara euthanasia yang ditempuh oleh pasien, maka yang bersangkutan akan terkena larangan Allah yaitu sebagai tindakan bunuh diri. Bunuh diri berarti mengingkari rahmat Allah, Hal ini telah dijelaskan Allah SWT dalam QS An Nisa‟ (4: 29 dan QS Yusuf (12): 87.
  • 11. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 85 Rasulullah SAW juga menegaskan, bahwa orang yang melakukan bunuh diri ke dalam neraka. Syaikh Muhammad Yusuf al Qardawimengatakan, bahwa kehidupan manusia bukan menjadi hak milk pribadi, sebab dia tidak dapat menciptakan dirinya (jiwanya), organ tubuhnya, ataupun sel-selnya Diri manusia pada hakikatnya hanyalah sebagai barang ttiipan yang diberikan Alah. Karena itu, tidak boleh titipan ini diabaikannya, apalagi memusuh dan melepaskannya dari hidup. Islam menghendaki kepada setiap muslim hendaknya sellau optimis dalam menghadapi setiap musibah. Oieh karena itu,Islam tidak membenarkan dalam situasi apapun untuk melepaskan nyawanya hanya karena ada suatu bala‟ atau musibah yang menimpanya atau karena gagal dalam cita-cita yang diimpi-impikan. Sebab seorang mukmin diciptakan justru untuk berjuang, bukan untuk lari dari kenyataan. Sebab setiap mukmin mempunyai senjata yang tidak bisa sumbing dan mempunyai kekayaan yang tidak bisa habis yaitu senjata iman dan kekayaan budi.9 Islam melarang seseorang yang menderita sakit berkeinginan mempercepat kematiannya. Bahkan berdoa untuk minta dipercepat kematiannya pun tidak diperbolehkan. Alasan Kedua yaitu dari pihak keluarga yang merasa kasihan pada pasien. Atau karena tidak sanggup lagi menanggung biaya perawatan, maka apabila diselesaikan dengan euthanasia, sementara penderita masih terlihat menyimpan tanda-tanda kehidupan(belum mati batang otaknya). Berarti perbuatan itu tergolong pembunuhan sengaja (jarimah Maqsudah atau al Qatl al amd). Allah mengancam pelaku jarimah ini dengan azab neraka. Karena Allah SWT telah menjelaskannya dalam QS an-Nisa (4): 93. Ayat tersebut tidak dibedakan apakah pembunuhan itu di dasarkan atas rasa kasihan, karena kekurangan biasaya ataupun alasan lain di luar dari yang haq, semuanya dilarang Allah, walaupun tindakan itu disertai dengan kerelaan si korban. Apabila pembununan yang disengaja itu didukung oleh kerelaan si korban, maka yang demikian menjadi tindakan bunuh diri, dengan meminjam tangan atau melalui bantuan orang lain. Akan tetapi, apabila euthanasia dilakukan oleh dokter atas 8 Syekh Muhammad Yusuf Qardawi, Halal dan Haram dalam Islam, (terj.), (Singapura: Himpunan Belia Islam, 1980), hal, 452-453
  • 12. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 86 permintaan keluarga tanpa sepengetahuan dan persetujuan pasien, maka inipun termasuk pembunuhan sengaja. Masalah yang timbul adalah, apakah pelaku(dokler) terkena hukuman atau tidak dalam kasus euthanasia yang merasa si korban sebagai pemilik jiwa, atau keluarga sebagai wali al idam telah merelakan bahkan menganjurkannya. Dalam hal ini Syeikh Mahmud Syaltut memberikan pembahasan yang bahwa para ahli fiqh berbeda pendapat mengenai suatu kejahatan atau seseorang yang disuruh sendiri oleh si korban atau oleh walinya. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa perintah korban dapat menggugurkan qisas terhadap pelaku. Sedangkan perintah wali korban tidak menggugurkan. Berdasarkan pendapat di atas, maka seorang dokter yang mengakhiri hidup pasien atas permintaannya sendiri bisa gugur qisasnya, apalagi bila permintaan pasien tersebut didukung oleh persetujuan wali al dam. Meskipun Islam memberi hak kepada wali al dam utnuk menuntut qisas atau memaafkannya, tetapi Islam juga memberi hak kepada penguasa untuk bertindak menurut apa yang dianggapnya baik untuk kemaslahatan umat. Apabila dalam pandangan Islam bahwa kemaslahatan umum menghendaki agar pelaku itu dihukum, maka imam dapat melakukan ta‟zir dengan cara menahan, memenjarakan atau membunuhnya. Alasan Ketiga, bahwa keluarga atau salah seorang diantara mereka yang bekerjasama dengan dokter untuk melakukan euthanasia, dengan harapan agar segera memperoleh harta warisan dan sebagainya, maka tindakan ini jelas sekali sebagai pembunuhan sengaja. 5. Hukum bagi Pelaku Euthanasia Masalah euthanasia menimbulkan pro dan kontra. Alasan dikemukan oleh masing-masing kelompok adalah: a. Yang tidak menyetujui tindakan euthanasia Kelompok ini berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu pembunuhan yang terselubung. Oleh karenanya, tindakan ini bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kelompok ini berpendapat bahwa hidup adalah semata-mata diberikan oleh Tuhan
  • 13. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 87 sendiri, sehingga tak seorang manusia atau institusipun yang berhak mencabutnya, bagaimanapun keadaan penderita tersebut. Dikatakan pula bahwa, manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT tidak memiliki hak untuk mati. b. Yang menyetujui tindakan euthanasia Kelompok ini menyatakan bahwa tindakan euthanasia dilakukan dengan persetujuan, dengan tujuan utama menghentikan penderitaan pasien. Salahsatu prinsip yang menjadi pedoman kelompok ini adalah pendapat bahwa manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita. Jadi, tujuan utamanya adalah meringankan penderitaan pasien dengan resiko hidupnya diperbaiki. Undang-undang hukum pidana positif (KUHP) yang berkaitan dengan masalah jiwa manusia adalah memberikan perlindungan, sehingga hak untuk hidup secara wajar sebagaimana harkat kemanusiaannya menjadi terjamin. Oleh karena itu, KUHP yang berlaku sekarang di Indonesia memuat pasal-pasal yang mengancam dengan hukuman bagi orang yang menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati. Dlihat dari aspek dari hukum pidana positif, maka euthanasia aktif dalam bentuk apapun dilarang. Euthanasia aktif atas permintaan dilaranag menurut pasal 344 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun”. Seorang dokter atau tenaga kesehatan lain jika ingin membantu dalam hal euthanasia atas permintaan atau desakan pasien berdasarkan rasa kemanusiaan atau perasaan kasihan yang mendalam ataupun berdasarkan prinsip etika kedokteran tertentu yang sedang berkembang akan menghadapi situasi yang sangat sulit.10 Euthanasia aktif maupun pasiftanpa permintaan dilarang menurut beberapa pasal diantaranya : a. Pasal 338 yang menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dengan tukuman penjara selama amanya itna belas tahun. 9 Fred Amein, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, (Jakarta: Grafika Tama Jaya, 1991) hal. 139
  • 14. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 88 b. Pasal 340 menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun c. Pasal 359 menyatakan menyebabkan matinya seorang karena kesalahan/kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun. Menurut Roscem AB, membantu orang untuk bunuh diri termasuk kelompok eutnanasia.11 Hal ini sesuai dengan pasal 345 bahwa barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu ataua memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri. Dilihat dari aspek 88las pidana Islam, maka jarimah-jarimah yang diancam hukuman qisas ialah pembunuhan sengaja dan penganiayaan sengaja. Jarimah-jarimah yang diancam hukuman diyat ialah jarimah yang diancam hukuman qisas yang karena sesuatu sebab tertentu qisas tersebut tidak dapat dijalankan, kemudian jarimah pembunuhan-semi-sengaja, pembunuhan- tidak-sengaja dan penganiayaan-tidak sengaja.12 Pada dasarnya dalam syariat Islam, kerelaan dan persetujuan si korban untuk menjadi obyek sesuatu jarimah tidak dapat mengubah sifat jarimah itu(yakni tetap dilarang) dan tidak mempengaruhi pertanggungan-jawab-pidana. Ketentuan tentang tidak berpengaruhnya rela dianiaya tersebut berlaku untuk semua jarimah, kecuali jarimah pembunuhan dan penganiayaan. Seharusnya terhadap jarimah-jarimah ini dikenakan hukuman-hukumannya yang telah ditetapkan. Akantetapi, untuk jarimah-jarimah pembunuhan dan penganiayaan berlaku pula suatu aturan lain, yaitu bahwa wali(keluarga) korban dapat memaafkan pembuat dari hukuman pokok jarimah-jarimah tersebut, yaitu qisas, untuk digantikan dengan hukuman diyat atau 10 ibid, hal. 140 12 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet. V (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 64
  • 15. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 89 tidak digantikan atau membebaskannya dari hukuman diyat sama sekali, dan sesudah itu tinggal hukuman ta‟zir, kalau dipandang perlu oleh yang berwajib.13 Dengan adanya dua aturan pokok tersebut, yaitu tidak berpengaruh rela-dianiaya dan pemberian hak memaafkan bagi wali, maka penarapannya menimbulkan bermacam-macam pendapat. Para fuqaha sudah sepakat pendapatnya bahwa rela dibunuh (euthanasia) tidak merubah sifat-larangan terhadap purnbunun si korban, karena jaminan-keselamatan- jiwa tidak boleh dihapuskan kecuali dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh syara‟, sedangkan rela dibunuh tidak termasuk dalam batas-batas itu dan pembunuhan tersebut dianggap sebagai pembunuhan sengaja.14 Perbedaan pendapat yang muncul adalah tentang apakah rela dibunuh dari si korban dapat menghapuskan hukuman atau tidak?.Menurut kebanyakan fuqaha, rela dibunuh, tidak menghapuskan hukuman meskipun andaikata korban telah menyatakan pembebasan pembuat sebelumnya dari tuntutan tentang jiwanya, sebab hak untuk membebeskan tersebut belum lagi dimiliki oleh korban sewaktu hidupnya meskipun masih diperselisihkan tentang macamnya hukuman yang dijatuhkan. Bagi Zufar dan sebagian ulama Maliki, hukuman yang diatuhkan adala qisas yakni pembunuh dibunuh pula, karena persetujuan (izin) tidak bisa menjadi syubhat(alasan) bagi penghapusan hukuman had. Bagi imam-imam Abu Hanifah, Abu Yusuf dan sebagian ulama Maliki serta sebagian ulama Syafii, menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan adalah hukuman diyat, alasannya ialah bahwa rela dibunuh dan korban menjadi syubbat,yakni alasan tentang tidak jelasnya hukuman terhadap dirinya sebagai pembunuhan sengaja, sedangkan Rasulullah SAW mengatakan: Hindarkan hukuman had karena adanya syubhat-syubhat. Qisas adalah hukuman had juga dan sebagai gantinya ialah hukuman diyat.15 Menurut fuqaha-fuqaha lain lagi, rela dibunuh menghapuskan hukuman. Baik hukuman qisas ataupun hukuman diyat, meskipun tidak berarti menghapuskan hukuman ta‟zir. Pendapat tersebut dikemukakan oleh ulama-ulama Syafiiyah pula dan 13Ibid. Hal. 190 14 Ibid 15 Ibid, hal. 191
  • 16. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 90 oleh Suhnun dari ulama Malikiyah. Juga dikemukakan oleh Imam Ahmad dan murid- muridnya dan mereka beralasan bahwa pembebasan dari hukuman menjadi hak si korban, dan rela dibunuh artinya sama dengan pembebasan tersebut. Akan tetapi pendapat yang terkenal dari Suhnun mengatakan bahwa rela dibunuh mengakibatkan adanya hukuman had.16 Para tokoh Islam di Indonesia sangat menentang dilakukannya euthanasia, Prof Dr. Amir syarifuddin menyebutkan bahwa pembunuhan untuk menghilangkan penderitaan si sakit sana dengan larangan Allah membunuh anak untuk tujuan menghilangkan kemiskinan. Tindakan dokter dengan 90las a obat atau suntikan dengan sengaja untuk mengakhiri hidup pasien adalah termasuk pembunuhan disengaja. Hal tersebut berarti mendahului takdir Tuhan, meskipun niatnya adalah untuk melepaskan penderitaan pasien atau juga melepaskan tanggungan keluarga. Akan tetapi apabila dokter tidak lagi memberi pasien obat, karena yakin obat yang ada sudah tidak bisa menolong. Sekalian mengizinkan si pasien di bawa pulang, andaikata pasien itu meninggal, maka sikap dokter itu tidaklah termasuk perbuatan pembunuhan.17 KH. Syukron Makmun juga berpendapat bahwa kematian itu adalah urusan Allah, manusia tidak mengetahui kapan kematian itu menimpa dirinya. Adapun sakit, menderita dan tidak kunjung sembuh adalah qudratullah. Kewajiban kita hanya berikhtiar. Mempercepat kematian tidak dibenarkan. Tugas dokter adalah menyembuhkan. Bukan membunuh. Kalau dokter tidak sanggup, kembalikan kepada keluarga. Jadi apapun alasannya, apabila tindakan itu berupa euthanasia aktif yang berarti suatu tindakan mengakhiri hidup manusia pada saat yang bersangkutan masih menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan, Islam mengharamkannya. Sedangkan terhadap euthanasia pasif para ahli baik dan kalangan kedokteran, ahli 90las pidana, maupun para ulama sepakat membolehkannya.18 Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa perbuatan euthanasia aktif dalam pandangan 90las Islam termasuk perbuatan keji dan merupakan suatu 16 Ibid. 17 Chuzaimah T Yanggo dan HA Hafiz Anshari AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995) hal. 61 18 Ibid
  • 17. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 91 kejahatan(Jarimah). Dan hal tersebut termasuk dalam kejahatan yang lengkap 91las a unsurnya dan dilakukan oleh pelaku dalam keadaan sadar dan sengaja. Memperhatikan dan membandingkan antara hokum Islam dan KUHP mengenai euthanasia, tampaklah kelemahan dan kekakuanKUHP. Di pihak lain tampak keluwesan 91las Islam, yang pririsip-prinsip dasarnya yang sudah ada dalam Al Quran dan Hadis, kemudian diistinbatkan oleh para fuqaha menjadi 91las praktis. C. Kesimpulan Euthanasia merupakan salah satu masalah yang menjadi perdebatan ulama, cendikiawan serta kalangan medis mengenai kebolehannya. Alasan orang melakukan euthanasia sesungguhnya sangat banyak, akan tetapi alasan secara umum dapat dilihat dari penderitaan seorang pasien menjelang fase kematian sehingga muncul pemikiran bahwa pengakhiran kehidupan(euthanasia) yang sengaja diselenggarakan dapat membebaskan si penderita dari suatu situasi yang tidak manusiawi lagi. Meskipun memperoleh pemeliharankeluarga yang begitu setia, taat dan intensif dalam suasana kebersamaan, namun penderitaan secara lahiriyah dirasakan dahsyat dan tak tertahan. Praktek euthanasia adalah termasuk pembunuhan. Menurut 91las pidana positif sanksi bagi pelaku euthanasia aktif maupun pasif (tanpa pormintaan) dilarang berdasarkan pasal 344, 345 dan didukung oleh pasal 338, 340 dan 359 KUH Pidana. Sedangkan menurut 91las pidana lslam, sanksi bagi pelaku euthanasia(dengan permintaan atau tanpa permintaan dilarang dan diancam jarimah. Menurut Hukum Islam yang berhak mengakhiri hidup seseorang hanyalah ALLAH SWT. Islan sacara tegas melarang adanya pernbunuhan(QS Nisa(4): 29: 93, QS al Isra (17): 33, QS al Hijr(15): 23 dan An-Najm(53): 44). Oleh karena itu, orang yang mengakhiri hidupnya dengan cara dan 91las an yang tidak terpuji dan dilarang dalarn agama. DAFTAR PUSTAKA Al Bukhari, Abdullah. 1982. Shahih al Bukhari, Juz VIII. Bandung: PT al Maarif. Amein, Freid. 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafika Tama Jaya. Ash-Shiddiqie, Hasbi. 1997. Pengantar Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Hanafi, Ahmad. 1993. Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet. V. Jakarta: Bulan Bintang.
  • 18. Euthanasia dalam Islam STUDIA, Vol. 1 No. 1 Mei 2016 92 Marsum, 1991. Jinayat Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Penerbit Perpustakaan Fak. Hukum UII. M Martha, Elmina. 1997. Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta: Jurnal Fak. Hukum UII, no 8, Vol. 5. Moelyatno. 1998. KUHP Edisi Baru. Jakarta: CV Bumi Aksara. Qardawi, Yusuf. 1980. Halal dan Haram dalam Islam. Singapura: Himpunan Belia Islam. Rianse, Usman dan Abdi. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Bandung: Alfabeta. S. Verbogt dkk, 1998. Bab-bab Hukum Kesehatan. Bandung: Penerbit Nova. Yanggo, T chuzaimah, Hafiz. 1995. dan HA Hafiz Anshari AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus.