SlideShare a Scribd company logo
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR..... TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan manajemen aparatur
sipil negara yang berkeadilan dan berkepastian hukum,
perlu dilakukan penyempurnaan terhadap pelaksanaan
manajemen aparatur sipil negara;
b. bahwa beberapa ketentuan manajemen aparatur sipil
negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara, perlu dilakukan
perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud huruf a dan huruf b, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
Menimbang : 1. Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5494);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang
Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5494), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah dan angka 19 dihapus, sehingga
Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah
profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai
ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian
dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau
diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah
warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat
sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
4. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya
disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk
jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintahan yang tidak bersifat wajib atau kebutuhan dasar
pelayanan publik.
5. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan
Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi,
bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme.
6. Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data
mengenai Pegawai ASN yang disusun secara sistematis,
menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi.
7. Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada
instansi pemerintah.
8. Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki
Jabatan Pimpinan Tinggi.
9. Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi
fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan.
10. Pejabat Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki
Jabatan Administrasi pada instansi pemerintah.
11. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi
dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang
berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
12. Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan
Fungsional pada instansi pemerintah.
13. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
14. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan Manajemen ASN di
instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
15. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah.
16. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan
kesekretariatan lembaga nonstruktural.
17. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat
daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah,
sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan
lembaga teknis daerah.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
19. Dihapus.
20. Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat LAN
adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi
kewenangan melakukan pengkajian dan pendidikan dan
pelatihan ASN sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
21. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN
adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi
kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan
Manajemen ASN secara nasional sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.
22. Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang
berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil
dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras,
warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan,
umur, atau kondisi kecacatan.”
2. Ketentuan Pasal 7 ayat (2) diubah, dan ditambahkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (3), sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 7
(1) PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan
Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara
nasional.
(2) PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan
Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan
perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-
Undang ini yang tidak terkait dengan jabatan administrasi dan
fungsional dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan yang
wajib atau kebutuhan dasar pelayanan publik.
(3) PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b tidak dapat
diterapkan pada jabatan administrasi dan fungsional pada
instansi negara/pemerintah yang berbentuk badan hukum
publik.”
3. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 22
PPPK berhak memperoleh:
a. gaji dan tunjangan;
b. cuti;
c. perlindungan; pengembangan kompetensi;
d. pengembangan kompetensi, dan
e. Jaminan sosial berdasarkan peraturan perundang-undangan di
bidang jaminan sosial.” (penjelasan)
4. Ketentuan Pasal 25 ayat (2) huruf b dihapus, sehingga Pasal 25
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 25
(1) Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan
profesi, dan Manajemen ASN.
(2) Untuk menyelenggarakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Presiden mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada:
a. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendayagunaan aparatur negara, berkaitan dengan
kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi
dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan
kebijakan ASN;
b. Dihapus;
c. LAN, berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian
kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan ASN; dan
d. BKN, berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan
Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.”
5. Ketentuan Pasal 26 ayat 2 huruf f diubah, sehingga Pasal 26 berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 26
(1) Menteri berwenang menetapkan kebijakan di bidang
pendayagunaan Pegawai ASN.
(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kebijakan reformasi birokrasi di bidang sumber daya manusia;
b. kebijakan umum pembinaan profesi ASN;
c. kebijakan umum Manajemen ASN, klasifikasi jabatan ASN,
standar kompetensi jabatan Pegawai ASN, kebutuhan Pegawai
ASN secara nasional, skala penggajian, tunjangan Pegawai
ASN, dan sistem pensiun PNS.
d. pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan antar instansi;
e. pertimbangan kepada Presiden dalam penindakan terhadap
Pejabat yang Berwenang dan Pejabat Pembina Kepegawaian
atas penyimpangan Sistem Merit dalam penyelenggaraan
Manajemen ASN; dan
f. penyusunan kebijakan rencana kerja LAN, dan BKN di bidang
Manajemen ASN.
6. BAB VII, Bagian Kedua dihapus.
7. Ketentuan Pasal 27 dihapus.
8. Ketentuan Pasal 28 dihapus.
9. Ketentuan Pasal 29 dihapus.
10. Ketentuan Pasal 30 dihapus.
11. Ketentuan Pasal 31 dihapus.
12. Ketentuan Pasal 32 dihapus.
13. Ketentuan Pasal 33 dihapus.
14. Ketentuan Pasal 34 dihapus.
15. Ketentuan Pasal 35 dihapus.
16. Ketentuan Pasal 36 dihapus.
17. Ketentuan Pasal 37 dihapus.
18. Ketentuan Pasal 38 dihapus.
19. Ketentuan Pasal 39 dihapus.
20. Ketentuan Pasal 40 dihapus.
21. Ketentuan Pasal 41 dihapus.
22. Ketentuan Pasal 42 dihapus.
23. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 56
(1) Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan
jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban
kerja.
(2) Penyusunan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan
prioritas kebutuhan.
(3) Berdasarkan penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri menetapkan kebutuhan PNS secara nasional.
(4) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
disertai jadwal pengadaan, jumlah dan jenis jabatan yang
dibutuhkan, serta kriteria kriteria untuk masing-masing jabatan.
(5) Penetapan kebutuhan menjadi dasar bagi diadakannya pengadaan
PNS.”
24. Ketentuan Pasal 87 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (5), sehingga
Pasal 87 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 87
(1) PNS diberhentikan dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pensiun dini; atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajiban.
(2) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan
karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.
(3) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
(4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau
pidana umum;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
(5) Pemberhentian PNS segaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
hanya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi
terlebih dahulu dengan DPR, dan didasarkan pada evaluasi dan
perencanaan pegawai.”
25. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 94
(1) Jenis jabatan yang dapat diisi oleh PPPK diatur dengan Peraturan
Presiden.
(2) Jabatan PPPK hanya bisa diberikan apabila memenuhi syarat:
a. hanya diperuntukkan bagi pekerjaan yang sifatnya sementara,
yaitu yang penyelesaiannya kurang dari 3 (tiga) tahun;
b. hanya diperuntukkan bagi pekerjaan yang tidak terkait dengan
fungsi, tugas, dan kewenangan utama dari instansi pemerintah
terkait;
c. hanya bisa berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu paling
lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
d. memiliki hak yang sama dengan pegawai tetap (PNS).
(3) Pelanggaran terhadap syarat PPPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mengakibatkan pegawai PPPK tersebut secara otomatis
diangkat menjadi PNS.
(4) Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah
dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis
beban kerja.
(5) Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang
diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.
(6) Kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(7) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus
disertai jadwal pengadaan, jumlah dan jenis jabatan yang
dibutuhkan, serta kriteria kriteria untuk masing-masing jabatan.
(8) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menjadi dasar bagi diadakannya pengadaan PPPK.”
26. Ketentuan Pasal 99 dihapus.
27. Ketentuan Pasal 105 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), sehingga
Pasal 105 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 105
(1) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan
hormat karena:
a. jangka waktu perjanjian kerja berakhir;
b. meninggal dunia;
c. atas permintaan sendiri;
d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pengurangan PPPK; atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajiban sesuai perjanjian kerja yang
disepakati.
(2) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri karena:
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan tidak berencana;
b. melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat; atau
c. tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati sesuai
dengan perjanjian kerja.
(3) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan tidak
dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau
pidana umum;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun atau lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan
dengan berencana.
(4) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya bisa dilakukan dilakukan
setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR, dan
didasarkan pada evaluasi dan perencanaan pegawai.”
28. Ketentuan Pasal 110 ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 110 berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 110
(1) Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 109 dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan
terlebih dahulu membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah.
(2) Dihapus
(3) Panitia seleksi Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari unsur internal maupun eksternal Instansi
Pemerintah yang bersangkutan.
(4) Panitia seleksi dipilih dan diangkat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian berdasarkan pengetahuan, pengalaman,
kompetensi, rekam jejak, integritas moral, dan netralitas melalui
proses yang terbuka (penjelasan).
(5) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan
seleksi dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan,
integritas, dan penilaian uji kompetensi melalui pusat penilaian
(assesment center) atau metode penilaian lainnya.
(6) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan
tugasnya untuk semua proses seleksi pengisian jabatan terbuka
untuk masa tugas yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian.”
29. Ketentuan Pasal 111 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 111
(1) Ketentuan mengenai pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Pasal 109, dan Pasal 110
dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah
menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN
dengan persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian.
(2) Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam
pembinaan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib melaporkan secara berkala kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian untuk mendapatkan persetujuan baru.
30. Ketentuan Pasal 117 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 117 berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 117
(1) Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5
(lima) tahun.
(2) Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian
kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi setelah
mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian.”
31. Ketentuan Pasal 120 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 120
(1) Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina
Kepegawaian memberikan laporan proses pelaksanaannya kepada
Menteri.
(2) Menteri melakukan pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan
Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik berdasarkan
laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
maupun atas inisiatif sendiri.
(3) Dihapus.
(4) Dihapus.
(5) Dihapus.
(6) Dihapus.”
32. Di antara Pasal 131 dan 132 disisipkan 2 (dua) Pasal, yakni Pasal 131A
dan Pasal 131B yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 131A
(1) Tenaga honorer atau Pegawai Tidak Tetap yang pada saat
Undang-Undang ini diundangkan telah secara terus-menerus
bekerja pada instansi pemerintah diangkat menjadi PNS secara
langsung.
(2) Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada ujian kelengkapan syarat administrasi.
(3) Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memprioritaskan mereka yang memiliki waktu
kerja paling lama, atau yang bekerja pada bidang pendidikan atau
kesehatan, penyuluh pertanian, perikanan dan peternakan, serta
penelitian pada bidang yang sama secara terus menerus, tanpa
ada batasan usia.
(4) Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mempertimbangkan masa kerja, pangkat, gaji,
dan tunjangan yang selama ini diperoleh, dengan ketentuan
bahwa kualitas hidup dan kesejahteraan pegawai tidak boleh
menjadi lebih buruk dibandingkan dengan sebelum diangkat
menjadi PNS.
(5) Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara bertahap, dan harus sudah selesai dilakukan
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-
Undang ini.”
Pasal 131B
(1) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Undang-Undang ini
diundangkan, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah
yang memuat ketentuan mengenai tata cara evaluasi,
perencanaan, dan pengadaan pengawai ASN berdasarkan UU
ASN.
(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri harus
sudah menetapkan kebutuhan akan pegawai ASN pada tingkat
nasional.
(3) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
menggambarkan waktu pengadaan, jumlah pegawai yang
dibutuhkan, serta kriteria untuk formasi pegawai yang
dibutuhkan.
(4) Sebelum adanya penetapan kebutuhan pegawai ASN
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penerimaan PNS secara
reguler dan PPPK baru untuk sementara waktu dihentikan.”
33. Ketentuan Pasal 140 dihapus.
PASAL II
Undang-undang ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR
RANCANGAN
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR..... TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
I. UMUM
Ketentuan di dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara dirasakan masih terdapat beberapa kendala yang
dapat menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum apabila
dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan
tersebut, antara lain:
a. Sistem kepegawaian
Sistem Kepegawaian yang tepat untuk diberlakukan pada instansi
pemerintah adalah sistem kepegawaian tunggal, yaitu mereka yang
melakukan pekerjaan yang sifatnya sama haruslah memiliki status dan
sistem kepegawaian yang sama. Perbedaan status dan sistem
kepegawaian hanya akan mengakibatkan kecemburuan dan perbedaan
perlakuan perlakuan pada para pegawai yang sama-sama bekerja pada
instansi pemerintah. Sehingga perlakuan yang berbeda hanya diizinkan
sepanjang itu menguntungkan pihak yang paling dirugikan. Dalam
pengertian ini, maka perlu dilakukan tindakan-tindakan afirmatif
untuk melindungi hak mereka yang sudah bekerja pada instansi
pemerintah dalam hal ini tenaga honorer/pegawai tidak tetap, tetapi
masih belum juga diangkat menjadi PNS. Mereka inilah yang harus
segera diangkat menjadi PNS, dengan penyesuaian hak berdasarkan
masa kerjanya selama ini, sehingga pengangkatan ini dilakukan tanpa
mengurangi masa kerja, golongan, jabatan fungsional mereka, gaji, atau
hak lainnya yang selama ini mereka dapatkan.
b. Sistem Manajemen PPPK
Pokok perubahan sebagaimana dimaksud pada huruf a membawa
implikasi pada perubahan yang kedua, yaitu PPPK hanya
diperkenankan untuk pekerjaan yang sifatnya tidak tetap. Sistem
manajeman PPPK tidak boleh menempatkan pegawai pada kondisi
yang lebih buruk dibandingkan dengan pekerja berdasarkan perjanjian
kerja waktu tertentu menurut UU No. 13 tahun 2013. Dengan
demikian, PPPK hanya bisa diberikan apabila memenuhi syarat: a).
hanya diperuntukkan bagi pekerjaan yang sifatnya sementara, yaitu
yang penyelesaiannya kurang dari 3 (tiga) tahun; b). hanya bisa
berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu paling lama 2 (dua) tahun
dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun. Termasuk ke dalam makna perpanjangan adalah
kondisi yang dibuat sedemikian rupa sehingga pegawai diminta atau
dibuat seolah-olah mengundurkan diri atau berhenti karena
kontraknya habis, untuk kemudian dalam waktu yang tidak lama
dipekerjakan kembali sebagai pegawai baru. c). memiliki hak yang
sama dengan pegawai tetap (PNS).
PPPK tertutup untuk diberikan pada jabatan administrasi dan jabatan
fungsional. Pengadaan PPPK tidak bisa dilakukan untuk penghematan
belanja pegawai, dan dengan mengesampingkan sifat pekerjaan yang
sebenarnya tidak bersifat sementara. Sebagai pengecualian dari prinsip
dasar ini, PPPK masih dapat diberikan untuk jabatan administrasi dan
fungsional sepanjang diperuntukan dalam rangka penyelesaian proyek,
program, atau pekerjaan kongkret tertentu yang lamanya tidak lebih
dari 3 (tiga) tahun, serta tidak terkait dengan tugas pemerintahan
terkait kebutuhan dasar pelayanan publik seperti bidang kesehatan dan
pendidikan. Pengecualian ini tidak bisa dijadikan kebijakan umum.
c. Kebijakan Afirmatif bagi Tenaga Honorer/ Pegawai Tidak Tetap
Mereka yang selama ini telah bekerja sebagai tenaga honorer/PPT
secara terus-menerus pada instansi pemerintah, perlu diangkat menjadi
PNS secara langsung. Pengangkatan PNS secara langsung ini
dilakukan secara bertahap, namun harus sudah selesai dilakukan
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya UU tentang
Perubahan UU ASN. Pengangkatan tersebut dilakukan berdasarkan
kelengkapan administrasi, dengan memprioritaskan mereka yang
memiliki waktu kerja paling lama, atau bekerja pada bidang ksehatan
dan pendidikan, tanpa perlu ada batasan usia. Pengangkatan tersebut
dilakukan dengan mempertimbangkan masa kerja, pangkat, gaji, dan
tunjangan yang selama ini diperoleh, dengan ketentuan bahwa kualitas
hidup dan kesejahteraan pegawai tidak boleh menjadi lebih buruk
dibandingkan dengan sebelum diangkat menjadi PNS.
d. Pengadaan ASN dan fungsi KASN
Terkait pengadaan ASN perlu ditegaskan kembali bahwa pengadaan
ini haruslah didasarkan pada evaluasi dan perencanaan. Pengadaan
CPNS dan PPPK hanya bisa dilakukan setelah adanya evaluasi dan
perencanaan, yang ditetapkan dalam bentuk penetapan kebutuhan.
Untuk itu, perlu beberapa perubahan penting: Pertama, dalam waktu
paling lama 3 (tiga) bulan sejak diundangkannya UU tentang ASN
yang baru, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah yang
memuat ketentuan mengenai tata cara evaluasi, perencanaan, dan
pengadaan pengawai ASN berdasarkan UUASN. Kedua, dalam waktu
1 (satu) tahun sejak diundangkannya PP tersebut, Menteri harus
sudah menetapkan kebutuhan akan pegawai ASN pada tingkat
nasional. Penetapan kebutuhan ini harus menggambarkan waktu
pengadaan, jumlah pegawai yang dibutuhkan, serta kriteria untuk
formasi pegawai yang dibutuhkan. Ketiga, sebelum adanya penetapan
kebutuhan pegawai ASN, yang didasarkan pada evaluasi pegawai
ASN yang ada serta pada perencanaan kebutuhan pegawai ASN
untuk jangka mengengah dan panjang, maka penerimaan CPNS
secara reguler dan PPPK baru harus dihentikan untuk sementara.
Keempat, apabila berdasarkan perencanaan pemerintah perlu
melakukan rasionalisasi pegawai ASN, maka pemerintah hanya dapat
melakukan rasionalisasi tersebut setelah berkonsultasi dengan DPR.
Sementara itu, terkait KASN, perlu diusulkan perubahan sebagai
berikut: Pertama, KASN dihapuskan. Kedua, fungsi, tugas, dan
wewenang KASN dilekatkan kembali kepada Kementerian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup Jelas
Angka 2
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tugas pemerintahan yang
wajib dan kebutuhan dasar pelayanan publik
antara lain pendidikan dasar, menengah, dan
tinggi, serta kesehatan, baik tenaga dokter maupun
tenaga medis lainnya dalam instansi pemerintahan.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Angka 2
Pasal 7
Cukup Jelas
Angka 3
Pasal 22
Cukup Jelas
Angka 4
Pasal 25
Cukup Jelas
Angka 5
Pasal 26
Cukup Jelas
Angka 6
BAB VII, Bagian Kedua dihapus.
Angka 7
Pasal 27
Dihapus
Angka 8
Pasal 28
Dihapus
Angka 9
Pasal 29
Dihapus
Angka 10
Pasal 30
Dihapus
Angka 11
Pasal 31
Dihapus
Angka 12
Pasal 32
Dihapus
Angka 13
Pasal 33
Dihapus
Angka 14
Pasal 34
Dihapus
Angka 15
Pasal 15
Dihapus
Angka 16
Pasal 16
Dihapus
Angka 17
Pasal 37
Dihapus
Angka 18
Pasal 38
Dihapus
Angka 19
Pasal 39
Dihapus
Angka 20
Pasal 40
Dihapus
Angka 21
Pasal 41
Dihapus
Angka 22
Pasal 42
Dihapus
Angka 23
Pasal 56
Cukup Jelas
Angka 24
Pasal 87
Cukup Jelas
Angka 25
Pasal 94
Ayat (1)
Jabatan yang dapat diisi oleh PPPK pada dasarnya
tertutup bagi jabatan administrasi dan fungsional,
kecuali jika jabatan ini terkait dengan sifat
pekerjaan yang sementara dan memenuhi syarat
pengisian jabatan PPPK. Selain ini, pengisian
jabatan PPPK harus memperhatikan pembatasan
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) dan (3).
Ayat (2)
Termasuk ke dalam makna perpanjangan adalah
kondisi yang dibuat sedemikian rupa sehingga
pegawai diminta atau dibuat seolah-olah
mengundurkan diri atau berhenti karena
kontraknya habis, untuk kemudian dalam waktu
yang tidak lama dipekerjakan kembali sebagai
pegawai baru.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Angka 26
Pasal 99
Dihapus
Angka 27
Pasal 105
Cukup Jelas
Angka 28
Pasal 110
Cukup Jelas
Angka 29
Pasal 111
Cukup Jelas
Angka 30
Pasal 117
Cukup Jelas
Angka 31
Pasal 120
Cukup Jelas
Angka 32
Pasal 131A
Cukup Jelas
Pasal 131B
Cukup Jelas
Angka 33
Pasal 140
Dihapus
Pasal II
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR

More Related Content

What's hot

Perlayanan terpadu pada pemerintahan desa
Perlayanan terpadu pada pemerintahan desaPerlayanan terpadu pada pemerintahan desa
Perlayanan terpadu pada pemerintahan desa
Adelfios Andyka Fatra
 
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdfTugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
NisaQurrotulAini
 
Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa
Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas DesaPedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa
Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa
Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Panduan pengisian indeks inovasi daerah bappeda
Panduan pengisian indeks inovasi daerah bappedaPanduan pengisian indeks inovasi daerah bappeda
Panduan pengisian indeks inovasi daerah bappeda
AkB
 
Habituasi
HabituasiHabituasi
Habituasi
Alfonsus Liguori
 
Surat permintaan data prestasi akademik smp
Surat permintaan data prestasi akademik smpSurat permintaan data prestasi akademik smp
Surat permintaan data prestasi akademik smp
sandya nugraha
 
Perencanaan Pembangunan RKP Desa
Perencanaan Pembangunan RKP DesaPerencanaan Pembangunan RKP Desa
Perencanaan Pembangunan RKP Desa
Formasi Org
 
Makalah penyesuaian ijazah....cobacoba tolng perbaiki
Makalah penyesuaian ijazah....cobacoba  tolng perbaikiMakalah penyesuaian ijazah....cobacoba  tolng perbaiki
Makalah penyesuaian ijazah....cobacoba tolng perbaiki
ACHMAD AVANDI,SE,MM Alfaqzamta
 
Tahapan pilkades
Tahapan pilkadesTahapan pilkades
Tahapan pilkades
Pemdes Seboro Sadang
 
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
Muh Saleh
 
Kewenangan desa
Kewenangan desaKewenangan desa
Kewenangan desa
Eka Saputra
 
Modul format buku register
Modul format buku registerModul format buku register
Modul format buku register
Dede Subhan
 
Pembentukan Peraturan Desa
Pembentukan Peraturan DesaPembentukan Peraturan Desa
Pembentukan Peraturan Desa
Ardi Susanto
 
Petunjuk Pelaksanaan Pelantikan BPD
Petunjuk Pelaksanaan Pelantikan BPDPetunjuk Pelaksanaan Pelantikan BPD
Petunjuk Pelaksanaan Pelantikan BPDYudhi Aldriand
 
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Jeffry Vantheangan
 
Rancanga yuyun matriks tabel
Rancanga yuyun matriks tabelRancanga yuyun matriks tabel
Rancanga yuyun matriks tabel
temanna #LABEDDU
 
Manajemen asn
Manajemen asnManajemen asn
Manajemen asn
hadiarnowo
 

What's hot (20)

Perlayanan terpadu pada pemerintahan desa
Perlayanan terpadu pada pemerintahan desaPerlayanan terpadu pada pemerintahan desa
Perlayanan terpadu pada pemerintahan desa
 
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdfTugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
 
Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa
Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas DesaPedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa
Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa
 
Skp bendahara
Skp bendaharaSkp bendahara
Skp bendahara
 
Panduan pengisian indeks inovasi daerah bappeda
Panduan pengisian indeks inovasi daerah bappedaPanduan pengisian indeks inovasi daerah bappeda
Panduan pengisian indeks inovasi daerah bappeda
 
Habituasi
HabituasiHabituasi
Habituasi
 
Surat permintaan data prestasi akademik smp
Surat permintaan data prestasi akademik smpSurat permintaan data prestasi akademik smp
Surat permintaan data prestasi akademik smp
 
Perencanaan Pembangunan RKP Desa
Perencanaan Pembangunan RKP DesaPerencanaan Pembangunan RKP Desa
Perencanaan Pembangunan RKP Desa
 
Makalah penyesuaian ijazah....cobacoba tolng perbaiki
Makalah penyesuaian ijazah....cobacoba  tolng perbaikiMakalah penyesuaian ijazah....cobacoba  tolng perbaiki
Makalah penyesuaian ijazah....cobacoba tolng perbaiki
 
Tahapan pilkades
Tahapan pilkadesTahapan pilkades
Tahapan pilkades
 
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
 
Materi pembinaan rtrw
Materi pembinaan rtrwMateri pembinaan rtrw
Materi pembinaan rtrw
 
Kewenangan desa
Kewenangan desaKewenangan desa
Kewenangan desa
 
Modul format buku register
Modul format buku registerModul format buku register
Modul format buku register
 
Pembentukan Peraturan Desa
Pembentukan Peraturan DesaPembentukan Peraturan Desa
Pembentukan Peraturan Desa
 
Petunjuk Pelaksanaan Pelantikan BPD
Petunjuk Pelaksanaan Pelantikan BPDPetunjuk Pelaksanaan Pelantikan BPD
Petunjuk Pelaksanaan Pelantikan BPD
 
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
Form pelanggaran disiplin (form kosong seluruh dokumen)
 
Rancanga yuyun matriks tabel
Rancanga yuyun matriks tabelRancanga yuyun matriks tabel
Rancanga yuyun matriks tabel
 
Skp bagian umum
Skp bagian umumSkp bagian umum
Skp bagian umum
 
Manajemen asn
Manajemen asnManajemen asn
Manajemen asn
 

Viewers also liked

KEPPRES No. 3 Tahun 2017
KEPPRES No. 3 Tahun 2017KEPPRES No. 3 Tahun 2017
KEPPRES No. 3 Tahun 2017
Muhammad Sirajuddin
 
UU No. 40 Tahun 1999
UU No. 40 Tahun 1999UU No. 40 Tahun 1999
UU No. 40 Tahun 1999
Muhammad Sirajuddin
 
UU nomor 5 tahun 2014
UU nomor 5 tahun 2014UU nomor 5 tahun 2014
UU nomor 5 tahun 2014
iceu novida adinata
 
Perpres Nomor 57 Tahun 2016
Perpres Nomor 57 Tahun 2016Perpres Nomor 57 Tahun 2016
Perpres Nomor 57 Tahun 2016
Muhammad Sirajuddin
 
PKPU Nomor 6 Tahun 2016
PKPU Nomor 6 Tahun 2016PKPU Nomor 6 Tahun 2016
PKPU Nomor 6 Tahun 2016
Muhammad Sirajuddin
 
Prácticas temas 8 9 para hacer
Prácticas temas 8 9 para hacerPrácticas temas 8 9 para hacer
Prácticas temas 8 9 para hacer
Juan Luis Espinosa Caballero
 
Kepegawaian
KepegawaianKepegawaian
Kepegawaian
Irfan Nur
 
SURAT EDARAN KEPALA BKN tentang BATAS USIA PENSIUN
SURAT EDARAN KEPALA BKN tentang BATAS USIA PENSIUNSURAT EDARAN KEPALA BKN tentang BATAS USIA PENSIUN
SURAT EDARAN KEPALA BKN tentang BATAS USIA PENSIUN
iceu novida adinata
 
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
Muhammad Raihan Imamnawi
 
Pengenalan hukum administrasi negara
Pengenalan hukum administrasi negaraPengenalan hukum administrasi negara
Pengenalan hukum administrasi negaraIr. Zakaria, M.M
 
PER: 12/PJ/2016 :: Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka ...
PER: 12/PJ/2016 :: Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka ...PER: 12/PJ/2016 :: Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka ...
PER: 12/PJ/2016 :: Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka ...
Roko Subagya
 
Juknis Penilaian Prestasi Kerja PNS
Juknis Penilaian Prestasi Kerja PNSJuknis Penilaian Prestasi Kerja PNS
Juknis Penilaian Prestasi Kerja PNS
Bapake Icha Kukuh Andin
 
SURAT KEPALA BKN NO.K-26-20V.24-2599
SURAT KEPALA BKN NO.K-26-20V.24-2599 SURAT KEPALA BKN NO.K-26-20V.24-2599
SURAT KEPALA BKN NO.K-26-20V.24-2599
santoni toni
 
Diklat menurut uu asn
Diklat menurut uu asnDiklat menurut uu asn
Diklat menurut uu asn
Agus Dwiyanto
 
Presentasi aml dan ppt (8 okt 2011)
Presentasi aml dan ppt (8 okt 2011)Presentasi aml dan ppt (8 okt 2011)
Presentasi aml dan ppt (8 okt 2011)ejaja49
 
sosialisasi perka bkn urusan kelautan dan perikanan
sosialisasi perka bkn urusan kelautan dan perikanansosialisasi perka bkn urusan kelautan dan perikanan
sosialisasi perka bkn urusan kelautan dan perikanan
Noorvita Ika Mardianti
 
Inovasi Diklat Aparatur Dalam Rangka Pelaksanaan UU ASN
Inovasi Diklat Aparatur Dalam Rangka Pelaksanaan UU ASNInovasi Diklat Aparatur Dalam Rangka Pelaksanaan UU ASN
Inovasi Diklat Aparatur Dalam Rangka Pelaksanaan UU ASN
Tri Widodo W. UTOMO
 
UU Nomor 5 tahun 2014 dan Peran KASN dalam Seleksi JPT
UU Nomor 5 tahun 2014 dan Peran KASN dalam Seleksi JPTUU Nomor 5 tahun 2014 dan Peran KASN dalam Seleksi JPT
UU Nomor 5 tahun 2014 dan Peran KASN dalam Seleksi JPT
Bayu Wahyudi
 

Viewers also liked (20)

KEPPRES No. 3 Tahun 2017
KEPPRES No. 3 Tahun 2017KEPPRES No. 3 Tahun 2017
KEPPRES No. 3 Tahun 2017
 
UU No. 40 Tahun 1999
UU No. 40 Tahun 1999UU No. 40 Tahun 1999
UU No. 40 Tahun 1999
 
UU nomor 5 tahun 2014
UU nomor 5 tahun 2014UU nomor 5 tahun 2014
UU nomor 5 tahun 2014
 
Perpres Nomor 57 Tahun 2016
Perpres Nomor 57 Tahun 2016Perpres Nomor 57 Tahun 2016
Perpres Nomor 57 Tahun 2016
 
PKPU Nomor 6 Tahun 2016
PKPU Nomor 6 Tahun 2016PKPU Nomor 6 Tahun 2016
PKPU Nomor 6 Tahun 2016
 
Prácticas temas 8 9 para hacer
Prácticas temas 8 9 para hacerPrácticas temas 8 9 para hacer
Prácticas temas 8 9 para hacer
 
Kepegawaian
KepegawaianKepegawaian
Kepegawaian
 
SURAT EDARAN KEPALA BKN tentang BATAS USIA PENSIUN
SURAT EDARAN KEPALA BKN tentang BATAS USIA PENSIUNSURAT EDARAN KEPALA BKN tentang BATAS USIA PENSIUN
SURAT EDARAN KEPALA BKN tentang BATAS USIA PENSIUN
 
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
 
Pengenalan hukum administrasi negara
Pengenalan hukum administrasi negaraPengenalan hukum administrasi negara
Pengenalan hukum administrasi negara
 
PER: 12/PJ/2016 :: Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka ...
PER: 12/PJ/2016 :: Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka ...PER: 12/PJ/2016 :: Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka ...
PER: 12/PJ/2016 :: Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka ...
 
Permendagri no. 111 thn 2014
Permendagri no. 111 thn 2014Permendagri no. 111 thn 2014
Permendagri no. 111 thn 2014
 
Juknis Penilaian Prestasi Kerja PNS
Juknis Penilaian Prestasi Kerja PNSJuknis Penilaian Prestasi Kerja PNS
Juknis Penilaian Prestasi Kerja PNS
 
SURAT KEPALA BKN NO.K-26-20V.24-2599
SURAT KEPALA BKN NO.K-26-20V.24-2599 SURAT KEPALA BKN NO.K-26-20V.24-2599
SURAT KEPALA BKN NO.K-26-20V.24-2599
 
Diklat menurut uu asn
Diklat menurut uu asnDiklat menurut uu asn
Diklat menurut uu asn
 
Presentasi aml dan ppt (8 okt 2011)
Presentasi aml dan ppt (8 okt 2011)Presentasi aml dan ppt (8 okt 2011)
Presentasi aml dan ppt (8 okt 2011)
 
sosialisasi perka bkn urusan kelautan dan perikanan
sosialisasi perka bkn urusan kelautan dan perikanansosialisasi perka bkn urusan kelautan dan perikanan
sosialisasi perka bkn urusan kelautan dan perikanan
 
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 (ASN)
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014  (ASN)Undang-Undang No. 5 Tahun 2014  (ASN)
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 (ASN)
 
Inovasi Diklat Aparatur Dalam Rangka Pelaksanaan UU ASN
Inovasi Diklat Aparatur Dalam Rangka Pelaksanaan UU ASNInovasi Diklat Aparatur Dalam Rangka Pelaksanaan UU ASN
Inovasi Diklat Aparatur Dalam Rangka Pelaksanaan UU ASN
 
UU Nomor 5 tahun 2014 dan Peran KASN dalam Seleksi JPT
UU Nomor 5 tahun 2014 dan Peran KASN dalam Seleksi JPTUU Nomor 5 tahun 2014 dan Peran KASN dalam Seleksi JPT
UU Nomor 5 tahun 2014 dan Peran KASN dalam Seleksi JPT
 

Similar to Draft Revisi UU ASN No 5 tahun 2014

Pp nomor-11-tahun-2017-ttg manajemen-pns (1)
Pp nomor-11-tahun-2017-ttg manajemen-pns (1)Pp nomor-11-tahun-2017-ttg manajemen-pns (1)
Pp nomor-11-tahun-2017-ttg manajemen-pns (1)
Dee Kyuhyunnie
 
Pp nomor-11-tahun-2017 manajemen-pns
Pp nomor-11-tahun-2017 manajemen-pnsPp nomor-11-tahun-2017 manajemen-pns
Pp nomor-11-tahun-2017 manajemen-pns
armansyah44
 
Pp no 11 2017 ttg managemen ASN pns
Pp no 11 2017 ttg  managemen ASN pnsPp no 11 2017 ttg  managemen ASN pns
Pp no 11 2017 ttg managemen ASN pns
ACHMAD AVANDI,SE,MM Alfaqzamta
 
Aturan pALING LENGKAP Manajemen ASN_pns _sESUAI_NSPK_SLIDE SHARE.pdf
Aturan pALING LENGKAP Manajemen ASN_pns _sESUAI_NSPK_SLIDE SHARE.pdfAturan pALING LENGKAP Manajemen ASN_pns _sESUAI_NSPK_SLIDE SHARE.pdf
Aturan pALING LENGKAP Manajemen ASN_pns _sESUAI_NSPK_SLIDE SHARE.pdf
Dr. Zar Rdj
 
2021permenpanrb027.pdf
2021permenpanrb027.pdf2021permenpanrb027.pdf
2021permenpanrb027.pdf
Sufyan306435
 
2021permenpanrb027.pdf
2021permenpanrb027.pdf2021permenpanrb027.pdf
2021permenpanrb027.pdf
mekidumupa
 
Undang-Undang
Undang-UndangUndang-Undang
Undang-Undang
Norsel Maranden
 
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASNUU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
Kacung Abdullah
 
Ruu tentang aparatur_sipil_negara
Ruu tentang aparatur_sipil_negaraRuu tentang aparatur_sipil_negara
Ruu tentang aparatur_sipil_negaraWahyudi Oetomo
 
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negaraRuu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negaraBondan Prime
 
UU ASN NO. 5 TH. 2014
UU ASN NO. 5 TH. 2014UU ASN NO. 5 TH. 2014
UU ASN NO. 5 TH. 2014
Nur Arifaizal Basri
 
Uu no 5 2014 ttg asn
Uu no 5 2014 ttg asnUu no 5 2014 ttg asn
Uu no 5 2014 ttg asn
ACHMAD AVANDI,SE,MM Alfaqzamta
 
Uu no 5_2014 tentang asn
Uu no 5_2014 tentang asnUu no 5_2014 tentang asn
Uu no 5_2014 tentang asn
catur2
 
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negaraRuu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negaraCoky Fauzi Alfi
 
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Arief Widjaya
 
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Dayatx Dxd
 
1. uu nomor 05 tahun 2014
1. uu nomor 05 tahun 20141. uu nomor 05 tahun 2014
1. uu nomor 05 tahun 2014
KutsiyatinMSi
 

Similar to Draft Revisi UU ASN No 5 tahun 2014 (20)

Pp nomor-11-tahun-2017-ttg manajemen-pns (1)
Pp nomor-11-tahun-2017-ttg manajemen-pns (1)Pp nomor-11-tahun-2017-ttg manajemen-pns (1)
Pp nomor-11-tahun-2017-ttg manajemen-pns (1)
 
Pp nomor-11-tahun-2017 manajemen-pns
Pp nomor-11-tahun-2017 manajemen-pnsPp nomor-11-tahun-2017 manajemen-pns
Pp nomor-11-tahun-2017 manajemen-pns
 
Pp no 11 2017 ttg managemen ASN pns
Pp no 11 2017 ttg  managemen ASN pnsPp no 11 2017 ttg  managemen ASN pns
Pp no 11 2017 ttg managemen ASN pns
 
Aturan pALING LENGKAP Manajemen ASN_pns _sESUAI_NSPK_SLIDE SHARE.pdf
Aturan pALING LENGKAP Manajemen ASN_pns _sESUAI_NSPK_SLIDE SHARE.pdfAturan pALING LENGKAP Manajemen ASN_pns _sESUAI_NSPK_SLIDE SHARE.pdf
Aturan pALING LENGKAP Manajemen ASN_pns _sESUAI_NSPK_SLIDE SHARE.pdf
 
2021permenpanrb027.pdf
2021permenpanrb027.pdf2021permenpanrb027.pdf
2021permenpanrb027.pdf
 
2021permenpanrb027.pdf
2021permenpanrb027.pdf2021permenpanrb027.pdf
2021permenpanrb027.pdf
 
Undang-Undang
Undang-UndangUndang-Undang
Undang-Undang
 
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASNUU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
UU Nomor 5 Tahun 2014 tetntang ASN
 
Uu5 2014 aparatursipilnegara
Uu5 2014 aparatursipilnegaraUu5 2014 aparatursipilnegara
Uu5 2014 aparatursipilnegara
 
Ruu tentang aparatur_sipil_negara
Ruu tentang aparatur_sipil_negaraRuu tentang aparatur_sipil_negara
Ruu tentang aparatur_sipil_negara
 
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negaraRuu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
 
UU ASN NO. 5 TH. 2014
UU ASN NO. 5 TH. 2014UU ASN NO. 5 TH. 2014
UU ASN NO. 5 TH. 2014
 
Uu no 5 2014 ttg asn
Uu no 5 2014 ttg asnUu no 5 2014 ttg asn
Uu no 5 2014 ttg asn
 
Uu no 5_2014 tentang asn
Uu no 5_2014 tentang asnUu no 5_2014 tentang asn
Uu no 5_2014 tentang asn
 
UU_NO_5_2014.PDF
UU_NO_5_2014.PDFUU_NO_5_2014.PDF
UU_NO_5_2014.PDF
 
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negaraRuu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
Ruu ruu tentang_aparatur_sipil_negara
 
221 uu asn
221 uu asn221 uu asn
221 uu asn
 
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
 
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
Undang undang-republik-indonesia-nomor-5-tahun-2014
 
1. uu nomor 05 tahun 2014
1. uu nomor 05 tahun 20141. uu nomor 05 tahun 2014
1. uu nomor 05 tahun 2014
 

More from Muhammad Sirajuddin

Pers Release MENKOPOLHUKAM
Pers Release MENKOPOLHUKAMPers Release MENKOPOLHUKAM
Pers Release MENKOPOLHUKAM
Muhammad Sirajuddin
 
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018 Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
Muhammad Sirajuddin
 
Peraturan Daerah Khusus Ibukota No 5 Tahun 2014
Peraturan Daerah Khusus Ibukota No 5 Tahun 2014Peraturan Daerah Khusus Ibukota No 5 Tahun 2014
Peraturan Daerah Khusus Ibukota No 5 Tahun 2014
Muhammad Sirajuddin
 
Undang Undang No 9 Tahun 2010
Undang Undang No 9 Tahun 2010Undang Undang No 9 Tahun 2010
Undang Undang No 9 Tahun 2010
Muhammad Sirajuddin
 
Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 707 Tahun 2017, Nomor 256 Tahun 2017, Nom...
Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 707 Tahun 2017, Nomor 256 Tahun 2017, Nom...Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 707 Tahun 2017, Nomor 256 Tahun 2017, Nom...
Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 707 Tahun 2017, Nomor 256 Tahun 2017, Nom...
Muhammad Sirajuddin
 
PERMENDIKBUD NOMOR 82 TAHUN 2015
PERMENDIKBUD NOMOR 82 TAHUN 2015 PERMENDIKBUD NOMOR 82 TAHUN 2015
PERMENDIKBUD NOMOR 82 TAHUN 2015
Muhammad Sirajuddin
 
PP Nomor 78 Tahun 2015
PP Nomor 78 Tahun 2015PP Nomor 78 Tahun 2015
PP Nomor 78 Tahun 2015
Muhammad Sirajuddin
 
PERMENHUB 26 Tahun 2017
PERMENHUB 26 Tahun 2017PERMENHUB 26 Tahun 2017
PERMENHUB 26 Tahun 2017
Muhammad Sirajuddin
 
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Muhammad Sirajuddin
 
INPRES NO 26 Tahun 1988
INPRES NO 26 Tahun 1988INPRES NO 26 Tahun 1988
INPRES NO 26 Tahun 1988
Muhammad Sirajuddin
 
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tanggal 5 Se...
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tanggal 5 Se...Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tanggal 5 Se...
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tanggal 5 Se...
Muhammad Sirajuddin
 
The President Daily Brief
The President Daily Brief The President Daily Brief
The President Daily Brief
Muhammad Sirajuddin
 
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropikaUNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
Muhammad Sirajuddin
 
TEMA DAN LOGO HUT RI KE 72
TEMA DAN LOGO HUT RI KE 72TEMA DAN LOGO HUT RI KE 72
TEMA DAN LOGO HUT RI KE 72
Muhammad Sirajuddin
 
PERMENKEU NO. 77/PMK.05/2017
PERMENKEU NO. 77/PMK.05/2017PERMENKEU NO. 77/PMK.05/2017
PERMENKEU NO. 77/PMK.05/2017
Muhammad Sirajuddin
 
Draft WPFD 2017 Jakarta Declaration
Draft WPFD 2017 Jakarta DeclarationDraft WPFD 2017 Jakarta Declaration
Draft WPFD 2017 Jakarta Declaration
Muhammad Sirajuddin
 
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978
Muhammad Sirajuddin
 
PERMEN NO PM 32 TAHUN 2016
PERMEN NO PM 32 TAHUN 2016PERMEN NO PM 32 TAHUN 2016
PERMEN NO PM 32 TAHUN 2016
Muhammad Sirajuddin
 
Pers Release Dewan Pers
Pers Release Dewan Pers Pers Release Dewan Pers
Pers Release Dewan Pers
Muhammad Sirajuddin
 
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
Muhammad Sirajuddin
 

More from Muhammad Sirajuddin (20)

Pers Release MENKOPOLHUKAM
Pers Release MENKOPOLHUKAMPers Release MENKOPOLHUKAM
Pers Release MENKOPOLHUKAM
 
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018 Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
 
Peraturan Daerah Khusus Ibukota No 5 Tahun 2014
Peraturan Daerah Khusus Ibukota No 5 Tahun 2014Peraturan Daerah Khusus Ibukota No 5 Tahun 2014
Peraturan Daerah Khusus Ibukota No 5 Tahun 2014
 
Undang Undang No 9 Tahun 2010
Undang Undang No 9 Tahun 2010Undang Undang No 9 Tahun 2010
Undang Undang No 9 Tahun 2010
 
Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 707 Tahun 2017, Nomor 256 Tahun 2017, Nom...
Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 707 Tahun 2017, Nomor 256 Tahun 2017, Nom...Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 707 Tahun 2017, Nomor 256 Tahun 2017, Nom...
Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 707 Tahun 2017, Nomor 256 Tahun 2017, Nom...
 
PERMENDIKBUD NOMOR 82 TAHUN 2015
PERMENDIKBUD NOMOR 82 TAHUN 2015 PERMENDIKBUD NOMOR 82 TAHUN 2015
PERMENDIKBUD NOMOR 82 TAHUN 2015
 
PP Nomor 78 Tahun 2015
PP Nomor 78 Tahun 2015PP Nomor 78 Tahun 2015
PP Nomor 78 Tahun 2015
 
PERMENHUB 26 Tahun 2017
PERMENHUB 26 Tahun 2017PERMENHUB 26 Tahun 2017
PERMENHUB 26 Tahun 2017
 
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
 
INPRES NO 26 Tahun 1988
INPRES NO 26 Tahun 1988INPRES NO 26 Tahun 1988
INPRES NO 26 Tahun 1988
 
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tanggal 5 Se...
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tanggal 5 Se...Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tanggal 5 Se...
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tanggal 5 Se...
 
The President Daily Brief
The President Daily Brief The President Daily Brief
The President Daily Brief
 
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropikaUNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1997 psikotropika
 
TEMA DAN LOGO HUT RI KE 72
TEMA DAN LOGO HUT RI KE 72TEMA DAN LOGO HUT RI KE 72
TEMA DAN LOGO HUT RI KE 72
 
PERMENKEU NO. 77/PMK.05/2017
PERMENKEU NO. 77/PMK.05/2017PERMENKEU NO. 77/PMK.05/2017
PERMENKEU NO. 77/PMK.05/2017
 
Draft WPFD 2017 Jakarta Declaration
Draft WPFD 2017 Jakarta DeclarationDraft WPFD 2017 Jakarta Declaration
Draft WPFD 2017 Jakarta Declaration
 
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978
 
PERMEN NO PM 32 TAHUN 2016
PERMEN NO PM 32 TAHUN 2016PERMEN NO PM 32 TAHUN 2016
PERMEN NO PM 32 TAHUN 2016
 
Pers Release Dewan Pers
Pers Release Dewan Pers Pers Release Dewan Pers
Pers Release Dewan Pers
 
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
 

Recently uploaded

AD Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa.pdf
AD Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa.pdfAD Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa.pdf
AD Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa.pdf
ssuserd13850
 
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Muh Saleh
 
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta KerjaPengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
teraspky798
 
Pentingnya Bela Negara dalam Kepemimpinan Pelayanan Publik
Pentingnya Bela Negara dalam Kepemimpinan Pelayanan PublikPentingnya Bela Negara dalam Kepemimpinan Pelayanan Publik
Pentingnya Bela Negara dalam Kepemimpinan Pelayanan Publik
MuhamadIkbalThola1
 
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptxTATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TariHappie
 
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
HasmiSabirin1
 
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARUPAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
LtcLatif
 
NANI BILI Kabupaten Sorong Melalui Inovasi
NANI BILI Kabupaten Sorong Melalui InovasiNANI BILI Kabupaten Sorong Melalui Inovasi
NANI BILI Kabupaten Sorong Melalui Inovasi
Tri Widodo W. UTOMO
 
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docxNotulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
PemerintahanNagariKu1
 
Eksum RTR KSN Soroako, hasil penyusunan tahun 2020
Eksum RTR KSN Soroako, hasil penyusunan tahun 2020Eksum RTR KSN Soroako, hasil penyusunan tahun 2020
Eksum RTR KSN Soroako, hasil penyusunan tahun 2020
HanifahCindyPratiwi
 
PPT_KADIS PORA.pptx untuk seleksi terbuka lelang jabatan kepala dinas
PPT_KADIS PORA.pptx untuk seleksi terbuka lelang jabatan kepala dinasPPT_KADIS PORA.pptx untuk seleksi terbuka lelang jabatan kepala dinas
PPT_KADIS PORA.pptx untuk seleksi terbuka lelang jabatan kepala dinas
JOHANNESSIMANJUNTAK8
 
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL SOSIAL KULTURAL.pdf
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL  SOSIAL KULTURAL.pdfSTANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL  SOSIAL KULTURAL.pdf
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL SOSIAL KULTURAL.pdf
kemendagatang
 
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptxMateri Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
adilaks
 
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMERPETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Muh Saleh
 
Presentasi Pemberhentian/Pensiun SIASN 2023
Presentasi Pemberhentian/Pensiun SIASN 2023Presentasi Pemberhentian/Pensiun SIASN 2023
Presentasi Pemberhentian/Pensiun SIASN 2023
Mirza Sohirin
 
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat IIVisitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
Tri Widodo W. UTOMO
 
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
gabatgibut09
 

Recently uploaded (17)

AD Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa.pdf
AD Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa.pdfAD Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa.pdf
AD Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa.pdf
 
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
 
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta KerjaPengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
 
Pentingnya Bela Negara dalam Kepemimpinan Pelayanan Publik
Pentingnya Bela Negara dalam Kepemimpinan Pelayanan PublikPentingnya Bela Negara dalam Kepemimpinan Pelayanan Publik
Pentingnya Bela Negara dalam Kepemimpinan Pelayanan Publik
 
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptxTATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
TATACARA PENGGUNAAN APLIKASI SIGA-VERVAL (1).pptx
 
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
 
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARUPAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
PAPARAN BP TAPERA MENGENAI PERATURAN TERBARU
 
NANI BILI Kabupaten Sorong Melalui Inovasi
NANI BILI Kabupaten Sorong Melalui InovasiNANI BILI Kabupaten Sorong Melalui Inovasi
NANI BILI Kabupaten Sorong Melalui Inovasi
 
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docxNotulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
Notulen Rapat 2023 pemerintahan desa.docx
 
Eksum RTR KSN Soroako, hasil penyusunan tahun 2020
Eksum RTR KSN Soroako, hasil penyusunan tahun 2020Eksum RTR KSN Soroako, hasil penyusunan tahun 2020
Eksum RTR KSN Soroako, hasil penyusunan tahun 2020
 
PPT_KADIS PORA.pptx untuk seleksi terbuka lelang jabatan kepala dinas
PPT_KADIS PORA.pptx untuk seleksi terbuka lelang jabatan kepala dinasPPT_KADIS PORA.pptx untuk seleksi terbuka lelang jabatan kepala dinas
PPT_KADIS PORA.pptx untuk seleksi terbuka lelang jabatan kepala dinas
 
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL SOSIAL KULTURAL.pdf
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL  SOSIAL KULTURAL.pdfSTANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL  SOSIAL KULTURAL.pdf
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL SOSIAL KULTURAL.pdf
 
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptxMateri Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
 
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMERPETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
 
Presentasi Pemberhentian/Pensiun SIASN 2023
Presentasi Pemberhentian/Pensiun SIASN 2023Presentasi Pemberhentian/Pensiun SIASN 2023
Presentasi Pemberhentian/Pensiun SIASN 2023
 
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat IIVisitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
 
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
 

Draft Revisi UU ASN No 5 tahun 2014

  • 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR..... TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan manajemen aparatur sipil negara yang berkeadilan dan berkepastian hukum, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara; b. bahwa beberapa ketentuan manajemen aparatur sipil negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, perlu dilakukan perubahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; Menimbang : 1. Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5494); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
  • 2. MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5494), diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah dan angka 19 dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. 2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. 3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. 4. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan yang tidak bersifat wajib atau kebutuhan dasar pelayanan publik. 5. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi,
  • 3. bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. 6. Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai Pegawai ASN yang disusun secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi. 7. Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah. 8. Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi. 9. Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. 10. Pejabat Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Administrasi pada instansi pemerintah. 11. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. 12. Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Fungsional pada instansi pemerintah. 13. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 14. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 15. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah. 16. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural. 17. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
  • 4. 18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara. 19. Dihapus. 20. Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat LAN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pengkajian dan pendidikan dan pelatihan ASN sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 21. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan Manajemen ASN secara nasional sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 22. Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.” 2. Ketentuan Pasal 7 ayat (2) diubah, dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 7 (1) PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. (2) PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang- Undang ini yang tidak terkait dengan jabatan administrasi dan fungsional dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan yang wajib atau kebutuhan dasar pelayanan publik. (3) PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b tidak dapat diterapkan pada jabatan administrasi dan fungsional pada instansi negara/pemerintah yang berbentuk badan hukum publik.” 3. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
  • 5. “Pasal 22 PPPK berhak memperoleh: a. gaji dan tunjangan; b. cuti; c. perlindungan; pengembangan kompetensi; d. pengembangan kompetensi, dan e. Jaminan sosial berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jaminan sosial.” (penjelasan) 4. Ketentuan Pasal 25 ayat (2) huruf b dihapus, sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 25 (1) Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN. (2) Untuk menyelenggarakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada: a. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara, berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN; b. Dihapus; c. LAN, berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan d. BKN, berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.” 5. Ketentuan Pasal 26 ayat 2 huruf f diubah, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 26 (1) Menteri berwenang menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan Pegawai ASN. (2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kebijakan reformasi birokrasi di bidang sumber daya manusia; b. kebijakan umum pembinaan profesi ASN;
  • 6. c. kebijakan umum Manajemen ASN, klasifikasi jabatan ASN, standar kompetensi jabatan Pegawai ASN, kebutuhan Pegawai ASN secara nasional, skala penggajian, tunjangan Pegawai ASN, dan sistem pensiun PNS. d. pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan antar instansi; e. pertimbangan kepada Presiden dalam penindakan terhadap Pejabat yang Berwenang dan Pejabat Pembina Kepegawaian atas penyimpangan Sistem Merit dalam penyelenggaraan Manajemen ASN; dan f. penyusunan kebijakan rencana kerja LAN, dan BKN di bidang Manajemen ASN. 6. BAB VII, Bagian Kedua dihapus. 7. Ketentuan Pasal 27 dihapus. 8. Ketentuan Pasal 28 dihapus. 9. Ketentuan Pasal 29 dihapus. 10. Ketentuan Pasal 30 dihapus. 11. Ketentuan Pasal 31 dihapus. 12. Ketentuan Pasal 32 dihapus. 13. Ketentuan Pasal 33 dihapus. 14. Ketentuan Pasal 34 dihapus. 15. Ketentuan Pasal 35 dihapus. 16. Ketentuan Pasal 36 dihapus. 17. Ketentuan Pasal 37 dihapus. 18. Ketentuan Pasal 38 dihapus. 19. Ketentuan Pasal 39 dihapus. 20. Ketentuan Pasal 40 dihapus. 21. Ketentuan Pasal 41 dihapus.
  • 7. 22. Ketentuan Pasal 42 dihapus. 23. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 56 (1) Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. (2) Penyusunan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan. (3) Berdasarkan penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan kebutuhan PNS secara nasional. (4) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disertai jadwal pengadaan, jumlah dan jenis jabatan yang dibutuhkan, serta kriteria kriteria untuk masing-masing jabatan. (5) Penetapan kebutuhan menjadi dasar bagi diadakannya pengadaan PNS.” 24. Ketentuan Pasal 87 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (5), sehingga Pasal 87 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 87 (1) PNS diberhentikan dengan hormat karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c. mencapai batas usia pensiun; d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban. (2) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana. (3) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat. (4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
  • 8. a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana. (5) Pemberhentian PNS segaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, hanya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR, dan didasarkan pada evaluasi dan perencanaan pegawai.” 25. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 94 (1) Jenis jabatan yang dapat diisi oleh PPPK diatur dengan Peraturan Presiden. (2) Jabatan PPPK hanya bisa diberikan apabila memenuhi syarat: a. hanya diperuntukkan bagi pekerjaan yang sifatnya sementara, yaitu yang penyelesaiannya kurang dari 3 (tiga) tahun; b. hanya diperuntukkan bagi pekerjaan yang tidak terkait dengan fungsi, tugas, dan kewenangan utama dari instansi pemerintah terkait; c. hanya bisa berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. d. memiliki hak yang sama dengan pegawai tetap (PNS). (3) Pelanggaran terhadap syarat PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan pegawai PPPK tersebut secara otomatis diangkat menjadi PNS. (4) Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. (5) Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.
  • 9. (6) Kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (7) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disertai jadwal pengadaan, jumlah dan jenis jabatan yang dibutuhkan, serta kriteria kriteria untuk masing-masing jabatan. (8) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar bagi diadakannya pengadaan PPPK.” 26. Ketentuan Pasal 99 dihapus. 27. Ketentuan Pasal 105 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), sehingga Pasal 105 berbunyi sebagai berikut: Pasal 105 (1) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat karena: a. jangka waktu perjanjian kerja berakhir; b. meninggal dunia; c. atas permintaan sendiri; d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK; atau e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban sesuai perjanjian kerja yang disepakati. (2) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena: a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan tidak berencana; b. melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat; atau c. tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian kerja. (3) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan tidak dengan hormat karena: a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;
  • 10. c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana. (4) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya bisa dilakukan dilakukan setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR, dan didasarkan pada evaluasi dan perencanaan pegawai.” 28. Ketentuan Pasal 110 ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 110 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 110 (1) Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah. (2) Dihapus (3) Panitia seleksi Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur internal maupun eksternal Instansi Pemerintah yang bersangkutan. (4) Panitia seleksi dipilih dan diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan pengetahuan, pengalaman, kompetensi, rekam jejak, integritas moral, dan netralitas melalui proses yang terbuka (penjelasan). (5) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan seleksi dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, integritas, dan penilaian uji kompetensi melalui pusat penilaian (assesment center) atau metode penilaian lainnya. (6) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan tugasnya untuk semua proses seleksi pengisian jabatan terbuka untuk masa tugas yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.” 29. Ketentuan Pasal 111 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 111 (1) Ketentuan mengenai pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Pasal 109, dan Pasal 110 dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah
  • 11. menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN dengan persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian. (2) Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan secara berkala kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk mendapatkan persetujuan baru. 30. Ketentuan Pasal 117 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 117 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 117 (1) Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun. (2) Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian.” 31. Ketentuan Pasal 120 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 120 (1) Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses pelaksanaannya kepada Menteri. (2) Menteri melakukan pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri. (3) Dihapus. (4) Dihapus. (5) Dihapus. (6) Dihapus.” 32. Di antara Pasal 131 dan 132 disisipkan 2 (dua) Pasal, yakni Pasal 131A dan Pasal 131B yang berbunyi sebagai berikut: “Pasal 131A (1) Tenaga honorer atau Pegawai Tidak Tetap yang pada saat Undang-Undang ini diundangkan telah secara terus-menerus
  • 12. bekerja pada instansi pemerintah diangkat menjadi PNS secara langsung. (2) Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada ujian kelengkapan syarat administrasi. (3) Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memprioritaskan mereka yang memiliki waktu kerja paling lama, atau yang bekerja pada bidang pendidikan atau kesehatan, penyuluh pertanian, perikanan dan peternakan, serta penelitian pada bidang yang sama secara terus menerus, tanpa ada batasan usia. (4) Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan masa kerja, pangkat, gaji, dan tunjangan yang selama ini diperoleh, dengan ketentuan bahwa kualitas hidup dan kesejahteraan pegawai tidak boleh menjadi lebih buruk dibandingkan dengan sebelum diangkat menjadi PNS. (5) Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, dan harus sudah selesai dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang- Undang ini.” Pasal 131B (1) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah yang memuat ketentuan mengenai tata cara evaluasi, perencanaan, dan pengadaan pengawai ASN berdasarkan UU ASN. (2) Dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri harus sudah menetapkan kebutuhan akan pegawai ASN pada tingkat nasional. (3) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggambarkan waktu pengadaan, jumlah pegawai yang dibutuhkan, serta kriteria untuk formasi pegawai yang dibutuhkan. (4) Sebelum adanya penetapan kebutuhan pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penerimaan PNS secara reguler dan PPPK baru untuk sementara waktu dihentikan.” 33. Ketentuan Pasal 140 dihapus. PASAL II
  • 13. Undang-undang ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR
  • 14. RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR..... TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA I. UMUM Ketentuan di dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dirasakan masih terdapat beberapa kendala yang dapat menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum apabila dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain: a. Sistem kepegawaian Sistem Kepegawaian yang tepat untuk diberlakukan pada instansi pemerintah adalah sistem kepegawaian tunggal, yaitu mereka yang melakukan pekerjaan yang sifatnya sama haruslah memiliki status dan sistem kepegawaian yang sama. Perbedaan status dan sistem kepegawaian hanya akan mengakibatkan kecemburuan dan perbedaan perlakuan perlakuan pada para pegawai yang sama-sama bekerja pada instansi pemerintah. Sehingga perlakuan yang berbeda hanya diizinkan sepanjang itu menguntungkan pihak yang paling dirugikan. Dalam pengertian ini, maka perlu dilakukan tindakan-tindakan afirmatif untuk melindungi hak mereka yang sudah bekerja pada instansi pemerintah dalam hal ini tenaga honorer/pegawai tidak tetap, tetapi masih belum juga diangkat menjadi PNS. Mereka inilah yang harus segera diangkat menjadi PNS, dengan penyesuaian hak berdasarkan masa kerjanya selama ini, sehingga pengangkatan ini dilakukan tanpa mengurangi masa kerja, golongan, jabatan fungsional mereka, gaji, atau hak lainnya yang selama ini mereka dapatkan. b. Sistem Manajemen PPPK Pokok perubahan sebagaimana dimaksud pada huruf a membawa implikasi pada perubahan yang kedua, yaitu PPPK hanya
  • 15. diperkenankan untuk pekerjaan yang sifatnya tidak tetap. Sistem manajeman PPPK tidak boleh menempatkan pegawai pada kondisi yang lebih buruk dibandingkan dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu menurut UU No. 13 tahun 2013. Dengan demikian, PPPK hanya bisa diberikan apabila memenuhi syarat: a). hanya diperuntukkan bagi pekerjaan yang sifatnya sementara, yaitu yang penyelesaiannya kurang dari 3 (tiga) tahun; b). hanya bisa berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Termasuk ke dalam makna perpanjangan adalah kondisi yang dibuat sedemikian rupa sehingga pegawai diminta atau dibuat seolah-olah mengundurkan diri atau berhenti karena kontraknya habis, untuk kemudian dalam waktu yang tidak lama dipekerjakan kembali sebagai pegawai baru. c). memiliki hak yang sama dengan pegawai tetap (PNS). PPPK tertutup untuk diberikan pada jabatan administrasi dan jabatan fungsional. Pengadaan PPPK tidak bisa dilakukan untuk penghematan belanja pegawai, dan dengan mengesampingkan sifat pekerjaan yang sebenarnya tidak bersifat sementara. Sebagai pengecualian dari prinsip dasar ini, PPPK masih dapat diberikan untuk jabatan administrasi dan fungsional sepanjang diperuntukan dalam rangka penyelesaian proyek, program, atau pekerjaan kongkret tertentu yang lamanya tidak lebih dari 3 (tiga) tahun, serta tidak terkait dengan tugas pemerintahan terkait kebutuhan dasar pelayanan publik seperti bidang kesehatan dan pendidikan. Pengecualian ini tidak bisa dijadikan kebijakan umum. c. Kebijakan Afirmatif bagi Tenaga Honorer/ Pegawai Tidak Tetap Mereka yang selama ini telah bekerja sebagai tenaga honorer/PPT secara terus-menerus pada instansi pemerintah, perlu diangkat menjadi PNS secara langsung. Pengangkatan PNS secara langsung ini dilakukan secara bertahap, namun harus sudah selesai dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya UU tentang Perubahan UU ASN. Pengangkatan tersebut dilakukan berdasarkan kelengkapan administrasi, dengan memprioritaskan mereka yang memiliki waktu kerja paling lama, atau bekerja pada bidang ksehatan dan pendidikan, tanpa perlu ada batasan usia. Pengangkatan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan masa kerja, pangkat, gaji, dan tunjangan yang selama ini diperoleh, dengan ketentuan bahwa kualitas hidup dan kesejahteraan pegawai tidak boleh menjadi lebih buruk dibandingkan dengan sebelum diangkat menjadi PNS. d. Pengadaan ASN dan fungsi KASN
  • 16. Terkait pengadaan ASN perlu ditegaskan kembali bahwa pengadaan ini haruslah didasarkan pada evaluasi dan perencanaan. Pengadaan CPNS dan PPPK hanya bisa dilakukan setelah adanya evaluasi dan perencanaan, yang ditetapkan dalam bentuk penetapan kebutuhan. Untuk itu, perlu beberapa perubahan penting: Pertama, dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diundangkannya UU tentang ASN yang baru, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah yang memuat ketentuan mengenai tata cara evaluasi, perencanaan, dan pengadaan pengawai ASN berdasarkan UUASN. Kedua, dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya PP tersebut, Menteri harus sudah menetapkan kebutuhan akan pegawai ASN pada tingkat nasional. Penetapan kebutuhan ini harus menggambarkan waktu pengadaan, jumlah pegawai yang dibutuhkan, serta kriteria untuk formasi pegawai yang dibutuhkan. Ketiga, sebelum adanya penetapan kebutuhan pegawai ASN, yang didasarkan pada evaluasi pegawai ASN yang ada serta pada perencanaan kebutuhan pegawai ASN untuk jangka mengengah dan panjang, maka penerimaan CPNS secara reguler dan PPPK baru harus dihentikan untuk sementara. Keempat, apabila berdasarkan perencanaan pemerintah perlu melakukan rasionalisasi pegawai ASN, maka pemerintah hanya dapat melakukan rasionalisasi tersebut setelah berkonsultasi dengan DPR. Sementara itu, terkait KASN, perlu diusulkan perubahan sebagai berikut: Pertama, KASN dihapuskan. Kedua, fungsi, tugas, dan wewenang KASN dilekatkan kembali kepada Kementerian. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup Jelas Angka 2 Pasal 7 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan tugas pemerintahan yang wajib dan kebutuhan dasar pelayanan publik antara lain pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, serta kesehatan, baik tenaga dokter maupun tenaga medis lainnya dalam instansi pemerintahan. Ayat (3)
  • 17. Cukup Jelas Angka 2 Pasal 7 Cukup Jelas Angka 3 Pasal 22 Cukup Jelas Angka 4 Pasal 25 Cukup Jelas Angka 5 Pasal 26 Cukup Jelas Angka 6 BAB VII, Bagian Kedua dihapus. Angka 7 Pasal 27 Dihapus Angka 8 Pasal 28 Dihapus Angka 9 Pasal 29 Dihapus Angka 10 Pasal 30 Dihapus Angka 11 Pasal 31 Dihapus Angka 12 Pasal 32 Dihapus
  • 18. Angka 13 Pasal 33 Dihapus Angka 14 Pasal 34 Dihapus Angka 15 Pasal 15 Dihapus Angka 16 Pasal 16 Dihapus Angka 17 Pasal 37 Dihapus Angka 18 Pasal 38 Dihapus Angka 19 Pasal 39 Dihapus Angka 20 Pasal 40 Dihapus Angka 21 Pasal 41 Dihapus Angka 22 Pasal 42 Dihapus Angka 23 Pasal 56
  • 19. Cukup Jelas Angka 24 Pasal 87 Cukup Jelas Angka 25 Pasal 94 Ayat (1) Jabatan yang dapat diisi oleh PPPK pada dasarnya tertutup bagi jabatan administrasi dan fungsional, kecuali jika jabatan ini terkait dengan sifat pekerjaan yang sementara dan memenuhi syarat pengisian jabatan PPPK. Selain ini, pengisian jabatan PPPK harus memperhatikan pembatasan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) dan (3). Ayat (2) Termasuk ke dalam makna perpanjangan adalah kondisi yang dibuat sedemikian rupa sehingga pegawai diminta atau dibuat seolah-olah mengundurkan diri atau berhenti karena kontraknya habis, untuk kemudian dalam waktu yang tidak lama dipekerjakan kembali sebagai pegawai baru. Ayat (3) Cukup Jelas Angka 26 Pasal 99 Dihapus Angka 27 Pasal 105 Cukup Jelas Angka 28 Pasal 110 Cukup Jelas Angka 29 Pasal 111 Cukup Jelas
  • 20. Angka 30 Pasal 117 Cukup Jelas Angka 31 Pasal 120 Cukup Jelas Angka 32 Pasal 131A Cukup Jelas Pasal 131B Cukup Jelas Angka 33 Pasal 140 Dihapus Pasal II Cukup Jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR