SlideShare a Scribd company logo
BEDAH PLASTIK
NOVEMBER 2019
 Gigitan ular  kasus gawat darurat
 WHO (2009)  neglected tropical disease.
 Angka kematian  sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per tahun termasuk
100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia.
 Indonesia  sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus gigitan ular per
tahun.
 VENOMOUS SNAKE
1. Elapidae  memiliki taring depan yang relative pendek. Termasuk dalam
family ini adalah cobras, king cobra, kraits, coral snakes, Australasian snakes and sea
snakes.
2. VIPERIDAE  memiliki taring yang relative panjang yang secara normal terlipat datar
terhadap rahang atas tetapi ketika menyerang taring tersebut akan berdiri. Terdapat 2
subfamili, typical vipers (Viperinae) dan pit-vipers (Crotalinae).
 NON-VENOMOUS SNAKE
Paradise or flying snakes (Chrysopelea species), striped keelbacks (Amphiesma species), kukri
snakes (Oligodon species), checkered keelbacks or Asian water snake (Xenochrophis species),
wolf snakes (Lycodon or Dinodon species), bridle snakes (Dryocalamus) and rat snakes (Ptyas,
Elaphe, Coelognathus, Goniosoma etc.)
 Venom enzim : Hidrolase pencernaan (proteinase, exopeptidase, endopeptidase, dan
fosfolipase
 Zinc metalloproteinases/ metalloproteases: Merusak endotel vaskular,
mengakibatkan perdarahan.
 Procoagulant enzymes: zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang
menstimulasi pembekuan darah
 Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, sel darah merah, leukosit,
platelet, saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain,
menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan
antikoagulan.
 Acetylcholinesterases: dapat menyebabkan fasikulasi.
 Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan.
 Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular
 DAERAH LOKAL
Pembengkakan dan memar  peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang
disebabkan oleh racun endopeptidase, hemoragin metaloproteinase, polipeptida yang
merusak membran, fosfolipase, dan autacoid endogen yang dikeluarkan oleh racun.
Nekrosis jaringan lokal  aksi langsung miotoksin dan sitotoksin, dan iskemia yang
disebabkan oleh trombosis; kompresi pembuluh darah
 HIPOTENSI DAN SYOK
Gigitan ular  peningkatan permeabilitas vasculer  kebocoran plasma dan darah 
hipovolemia
 GANGGUAN PERDARAHAN DAN PEMBEKUAN DARAH
Enzim prokoagulan mengaktifkan koagulasi intravaskular, menghasilkan koagulopati dan darah yang
tidak dapat dikoagulasi.
Aktivitas antikoagulan disebabkan oleh fosfolipase.
 NEUROTOKSISITAS
Polipeptida neurotoksik dan PLA2 dari ular dapat menyebabkan kelumpuhan dengan memblok
transmisi pada neuromuscular junction
 MYOTOKSIK
PLA Myotoxins dan metaloproteinase melepaskan ke dalam aliran darah mioglobin, enzim otot, asam
urat, kalium, dan konstituen otot lainnya merupakan neurotoksin presinaptik
 Akut Kidney Injury
Konsentrasi tinggi β2-microglobulin, retinal binding protein, and N-acetyl
glucosaminidase memnyebabkan kegagalan reabsorbsion tubulus proximal dan
merusak tubulus tersebut
 Peningkatan Permeabilitas Kapiler Menyeluruh
metalloproteases merusak endotelium pembuluh darah menyebabkan edema paru,
edema konjungtiva, periorbital, retina dan edema wajah
Gejala dan tanda lokal di bagian yang digigit
 Fang marks
 Nyeri lokal
 Perdarahan lokal
 Memar
 Penyebaran pembengkakan lokal
 Limfangitis
 Pembesaran kelenjar getah bening
 Peradangan (pembengkakan,
kemerahan, panas)
 Blistering
 Infeksi lokal, pembentukan abses
 Nekrosis
 Gejala dan tanda umum (sistemik)
 Umum
Ketakutan, kecemasan, mual, muntah, malaise, sakit perut, kelemahan, kantuk
• Kardiovaskular
Gangguan visual, pusing, pingsan, kolaps, syok, hipotensi, jantung aritmia, kerusakan miokard
(berkurang fraksi ejeksi).
 Peningkatan permeabilitas kapiler
Edema wajah dan konjungtiva (chemosis), pembesaran parotis bilateral, efusi pleura dan
perikardial, edema paru, albuminuria masif, hemokonsentrasi.
 Neurologis
Mengantuk, paraesthesiae, kelainan rasa dan bau, ptosis, ophthalmoplegia eksternal,
kelumpuhan otot wajah dan otot lainnya yang dipersarafi oleh saraf kranial, aphonia,
regurgitasi melalui hidung, kesulitan menelan, pernapasan dan kelumpuhan secara umum.
 Kerusakan otot
Nyeri umum, kekakuan dan nyeri otot, trismus, mioglobinuria, hiperkalemia, henti jantung,
cedera ginjal akut.
 Sindrom 1
 Gejala lokal seperti pembengkakan dengan gangguan perdarahan / pembekuan  Viperidae
 Sindrom 2
 Gejala lokal seperti pembengkakan dengan gangguan perdarahan/pembekuan, syok atau akut
kidney injury  Russell’s viper
 Sindrom 3
 Gejala lokal disertai paralisis  King cobra
 Sindrom 4
 Paralisis dengan gejala lokal minimal atau tidak ada
 digigit saat tidur di tanah dengan atau tanpa nyeri perut  Krait.
 Digigit di laut atau di danau  ular laut
 Sindrom 5
 Kelumpuhan dengan urin berwarna coklat tua dan akut kidney injury  Russle viper, Krait. ular
laut
 PERTOLONGAN PERTAMA
• Segera bawa korban ke lokasi yg aman
• Tenangkan korban
• Baringkan tubuh korban pada posisi nyaman dan aman, idealnya dalam posisi pemulihan
(tengkurap sampai berbaring ke kiri untuk menghindari aspirasi jika korban muntah)
• Imobilisasi dengan pressure pad immobilization palimng direkomendasikan
• Penggunaan metode pertolongan pertama tradisional cenderung tidak berguna dan
berbahaya : insisi lokal, tusukan (tattoing), menghisap racun, mengikat dengan kuat
(menggunakan torniquet), pengolesan bahan herbal dan aplikasi ice pack
Tujuan Pertolongan Pertama
 Menenangkan korban gigitan ular
 Penundaan penyerapan racun sistemik
 Mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi
 Mengendalikan gejala awal envenoming yang berbahaya
 Mengatur transportasi pasien ke tempat di mana mereka dapat menerima perawatan
medis
 Penilaian primary survey dan resusitasi (A,B,C,D,E)
 Anamnesis dan pemeriksaan fisik rinci serta pemeriksaan spesies ular
 Tes pembekuan darah sederhana (20 minutes whole blood clotting test)
 Antivenom: indikasi, dosis awal, dosis ulang, respons, reaksi
 Penanganan gagal organ dan sistem organ
 Penanganan ekstremitas yg tergigit
 Rehabilitasi
 Pemulangan pasien dan follow up
 Edukasi untuk mencegah gigitan berulang
 Penilaian klinis
 Anamnesis
• Empat pertanyaan penting:
• Dimana bagian tubuh yang tergigit
• Kapan digigit dan apa yang dilakukan ketika digigit
• Di mana ular itu menggigit atau seperti apa bentuknya
• Apa yang dirasakan atau dikeluhkan pasien
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan bagian yang digigit:
• Tingkat pembengkakan, juga tingkat nyeri pada palpasi
• Kelenjar getah bening anggota gerak tubuh harus diraba.
• Mungkin anggota tubuh yang tergigit edema, dingin, nyeri pada
gerakan pasif dan dengan denyut nadi arteri yang tidak bisa diraba.
• Jika mungkin, tekanan intrakompartemen harus diukur dan aliran
darah dan patensi arteri dan vena dinilai (mis. oleh Doppler USG).
• Tanda-tanda awal nekrosis termasuk blistering, penggelapan atau
pucat pada kulit, hilang sensasi dan bau busuk
 Pemeriksaan umum:
• Tekanan darah dan heart rate.
• Periksa kulit dan membrane mukosa untuk melihat adanya petekie,
purpura, perdarahan diskoid dan ekimosis, konjungtiva, dan, kemosis
dan fundus optic untuk perdarahan retina.
• Memeriksa gingiva secara menyeluruh, yang dapat memunjukkan
perdarahan sistemik spontan.
• Memeriksa hidung untuk epistaksis.
• Tegangan pada perut yang dapat menunjukkan adanya kemungkinan
perdarahan gastrointestinal atau retroperitoneal.
 Pemeriksaan laboratorium
 20 menit Whole Blood Clotting Test (20WBCT)
 hematocrit
 Jumlah trombosit
 Jumlah leukosit
 Kelainan biokimia
 Pemeriksaan urin
 Pemeriksaan lainnya
• Radiografi: X-foto thoraks berguna untuk mendeteksi edema paru,
pendarahan paru dan infark, efusi pleura, dan sekunder bronkopneumonia.
• Ultrasonografi: menilai daerah lokal, termasuk deep vein thrombosis
• Ekokardiografi: mendeteksi fraksi ejeksi ventrikel kiri yang berkurang pada
pasien hipotensi dan syok.
• Pencitraan: Pencitraan CT dan MRI dapat mendeteksi perdarahan dan infark
iskemik di otak (subarachnoid, subdural, otak, otak kecil, batang otak)
• Elektrokardiografi: Kelainan EKG dilaporkan pada korban gigitan ular
termasuk tachyarrhythmias, sinus bradycardia, perubahan gelombang ST-T,
hiperkalemia.
 Apa itu antivenom?
• Antivenom adalah imunoglobulin biasanya pepsin refined F fragmen
IgG dimurnikan dari plasma kuda, atau keledai (equine) atau domba
(ovine) yang telah diimunisasi dengan racun dari satu atau lebih
spesies ular.
• Monovalen (monospesifik) antivenom  menetralkan racun hanya satu
spesies ular.
• Polivalen (polispesifik) antivenom  menetralkan racun dari beberapa
spesies yang berbeda
• Di Indonesia  polivalen antivenom untuk racun neurotoksik  Naja
sputatix, Bungarus fasciatus dan Calloselasma rhodostoma
Diindikasikan pd pasien yg pasti atau dicurigai tergigit ular dgn 1 atau lebih tanda
berikut:
• Kelainan hemostatik: perdarahan sistemik spontan jauh dari lokasi gigitan, koagulopati [+
(non-pembekuan) 20WBCT atau tes laboratorium lainnya seperti INR> 1,2 atau waktu
protrombin> 4-5 detik lebih lama dari nilai kontrol laboratorium] atau trombositopenia
[<100 x 109 / liter, atau <100.000 / cu mm]
• Tanda neurotoksik: ptosis, eksternal opthalmoplegia, kelumpuhan
• Kelainan kardiovaskular: hipotensi, syok, aritmia jantung, EKG abnormal
• Acute kidney injury (gagal ginjal): oliguria / anuria, peningkatan kreatinin / urea darah
• Haemoglobin / mioglobin-uria: urin coklat gelap
• Pembengkakan lokal melibatkan lebih dari setengah anggota tubuh yang tergigit dalam
waktu 48 jam setelah gigitan
• Penjalaran pembengkakan yang cepat
• Pembesaran kelenjar getah bening
Kontra indikasi antivenom
 Tidak ada kontraindikasi mutlak pada pemberian antivenom, kecuali pd pasien yg
mempunyai reaksi terhadap serum kuda atau domba sebelumnya (misal ATS) atau
dengan riwayat atopik spt asma
 Perlu diberikan adrenalin 0,1% 0,25mg s.c. sebelum pembarian antivenom pada
pasien dengan riwayat alergi terhadap serum kuda atau domba (pada pemberian
ATS) atau riwayat alergi atopik
Pemberian antivenom tergantung reaksi bisa ular dan jenis ularnya
 Tidak ada kepastian dosis initial  empiris di setiap wilayah
Antivenom harus diberikan sesegera mungkin, namun pada beberapa kasus dapat
diberikan beberapa hari pasca gigitan.
Antivenom dapat diberikan selama 2 minggu atau lebih bila pasien terdapat gangguan
hemostatik
 Cara Pemberian antivenom
Antivenom beku-kering (lyophilised) dilarutkan, biasanya dengan 10 ml air steril untuk injeksi
per ampul. Metode pemberian yang direkomendasikan:
• Injeksi intravena: injeksi intravena lambat (tidak lebih dari 2 ml / menit)
• Infus intravena: antivenom beku-kering atau cair diencerkan dalam sekitar 5 ml cairan
isotonic per KgBB (mis. sekitar 250 ml saline isotonik atau 5% dekstrosa dalam kasus pasien
dewasa) dan diinfuskan selama sekitar 30-60 menit.
• Injeksi antivenom intramuskular: antivenoms setelah injeksi intramuskular, diserap perlahan
melalui limfatik. Tingkat antivenom dalam darah tidak tercapai dengan cepat, Maksimal 5-
10 ml diberikan pada setiap tempat dengan injeksi intramuskular diikuti dengan pijatan
untuk membantu penyerapan
 Perawatan konservatif ketika tidak ada antivenom tersedia
Langkah-langkah konservatif yang disarankan adalah sebagai berikut:
• Envenoming neurotoksik dengan paralisa pernapasan: ventilasi
• Kelainan hemostatik – istirahat (bed rest); transfusi dari faktor pembekuan dan
trombosit; idealnya fresh frozen plasma (FFP) atau cryoprecipitate dengan
konsentrat trombosit atau, jika ini tidak tersedia, darah lengkap segar.
• Shock, kerusakan miokard: hipovolemia harus diperbaiki dengan koloid /
kristaloid, dikendalikan oleh pengamatan tekanan vena sentral
• Cedera ginjal akut: pengobatan konservatif atau dialysis.
• Urin berwarna coklat tua (mioglobinuria atau haemoglobinuria): memperbaiki
hypovolemia dengan cairan intravena, memperbaiki asidosis dengan infus
intravena lambat 50-100 mmol natrium bikarbonat.
• Envenoming lokal yang parah: local nekrosis, sindrom intrakompartemen dan
bahkan trombosis pembuluh darah besar lebih mungkin terjadi pada pasien yang
tidak dapat diobati dengan antivenom. Intervensi bedah mungkin diperlukan.
1. Antivenom:
 Manfaat: direkomendasikan untuk perawatan gangguan pendarahan / pembekuan darah,
syok / hipotensi, pasca sinapsis neurotoksisitas (kobra, rhabdomyolysis (ular laut).
 Risiko: early anaphylactic and pyrogenic reactions, late serum sickness-like reactions
2. Adrenalin (epinefrin)
 Manfaat: Terapi early antivenom reactions
 Risiko: pendarahan otak pada pasien tua dengan penyakit serebrovaskular yang
mendasarinya
3. Faktor pembekuan darah
 Manfaat: untuk mempercepat pemulihan hemostasis normal pada pasien sudah diberikan
antivenom dan untuk perawatan konservatif gangguan pendarahan / pembekuan darah,
ketika antivenom tidak tersedia
 Risiko: kematian pernah dilaporkan (reaksi atau mungkin trombosis)
4. Antihistamin (H1 blocker) dan kortikosteroid
 Manfaat: Late serum sickness-type reactions
5. Antibiotik
 Manfaat: mengobati infeksi luka gigitan primer dan sekunder, profilaksis luka nekrotik
atau pebggunaan instrumen non-steril
6. Renal replacement therapy and assisted ventilation:
 Manfaat: live saving pada pasien acute kidney injury and respiratory failure
7. Anticolinesterase (neostigmine) dengan atropin
 Manfaat: dapat dengan cepat memperbaiki transmisi neuromusculer pada pasien dengan
post-synaptic neurotoxicity
 Risiko: efek samping muskarinik, krisis kolinergik
8. Metode pertolongan tradisional (sayatan, tourniquets, hisap, tato, obat herbal
topikal, "snakestone" hitam, sengatan listrik dll.)
 Risiko: berbahaya dan tidak berguna  seharusnya tidak pernah digunakan
9. Bantalan tekanan P3K imobilisasi, transportasi cepat ke perawatan medis
 Manfaat: mengurangi penyebaran racun dan risiko kematian dini
DOC-20221123-WA0006..pptx
DOC-20221123-WA0006..pptx

More Related Content

Similar to DOC-20221123-WA0006..pptx

388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
388562047 envenomasi-dan-intoksitasi388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
sasakmuda
 
Makalah Keracunan Bisa Ular
Makalah Keracunan Bisa UlarMakalah Keracunan Bisa Ular
Makalah Keracunan Bisa UlarNovi Fachrunnisa
 
Preskas bisa ular
Preskas bisa ularPreskas bisa ular
Preskas bisa ular
Mark Siahaan
 
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptxMalaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
Faishal39
 
Gigitan hewan 2020
Gigitan hewan 2020Gigitan hewan 2020
Gigitan hewan 2020
IwanHamzah1
 
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjingFirst Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
Afifah Izzah
 
Prof_Dr_dr_Astawa_Sp_B_SpOT_K_Kegawatan.pptx
Prof_Dr_dr_Astawa_Sp_B_SpOT_K_Kegawatan.pptxProf_Dr_dr_Astawa_Sp_B_SpOT_K_Kegawatan.pptx
Prof_Dr_dr_Astawa_Sp_B_SpOT_K_Kegawatan.pptx
FazaYuspaLiosha1
 
Luka gigitan binatang
Luka gigitan binatangLuka gigitan binatang
Luka gigitan binatang
fikri asyura
 
Asuhan keperawatan leukemia pada anak jg
Asuhan keperawatan leukemia pada anak jgAsuhan keperawatan leukemia pada anak jg
Asuhan keperawatan leukemia pada anak jg
rena rasyidah
 
DSS.pptx
DSS.pptxDSS.pptx
DSS.pptx
OpiRofidin1
 
Rabies : approach diagnostic and prophylaxis
Rabies : approach diagnostic and  prophylaxisRabies : approach diagnostic and  prophylaxis
Rabies : approach diagnostic and prophylaxis
Soroy Lardo
 
Gadar_Neurologi.ppt
Gadar_Neurologi.pptGadar_Neurologi.ppt
Gadar_Neurologi.ppt
sardiantidwitirta
 
VIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII STROKE.pptx
VIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII STROKE.pptxVIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII STROKE.pptx
VIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII STROKE.pptx
elisabethlumbantoruan
 
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptxPERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
Lelitasari Danukusumo
 
Bab 10 keracunan
Bab 10 keracunanBab 10 keracunan
Bab 10 keracunan
Iqa Syafiqah
 

Similar to DOC-20221123-WA0006..pptx (20)

388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
388562047 envenomasi-dan-intoksitasi388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
 
Makalah Keracunan Bisa Ular
Makalah Keracunan Bisa UlarMakalah Keracunan Bisa Ular
Makalah Keracunan Bisa Ular
 
Preskas bisa ular
Preskas bisa ularPreskas bisa ular
Preskas bisa ular
 
xxxxxx
xxxxxxxxxxxx
xxxxxx
 
Keracunan Bisa Ular
Keracunan Bisa UlarKeracunan Bisa Ular
Keracunan Bisa Ular
 
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptxMalaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
Malaria, Leptospirosis, dan Toxoplasma.pptx
 
Gigitan hewan 2020
Gigitan hewan 2020Gigitan hewan 2020
Gigitan hewan 2020
 
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjingFirst Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
 
Prof_Dr_dr_Astawa_Sp_B_SpOT_K_Kegawatan.pptx
Prof_Dr_dr_Astawa_Sp_B_SpOT_K_Kegawatan.pptxProf_Dr_dr_Astawa_Sp_B_SpOT_K_Kegawatan.pptx
Prof_Dr_dr_Astawa_Sp_B_SpOT_K_Kegawatan.pptx
 
Cedera kepala
Cedera kepalaCedera kepala
Cedera kepala
 
Luka gigitan binatang
Luka gigitan binatangLuka gigitan binatang
Luka gigitan binatang
 
Asuhan keperawatan leukemia pada anak jg
Asuhan keperawatan leukemia pada anak jgAsuhan keperawatan leukemia pada anak jg
Asuhan keperawatan leukemia pada anak jg
 
DSS.pptx
DSS.pptxDSS.pptx
DSS.pptx
 
Askep Hipoparatiroid
Askep HipoparatiroidAskep Hipoparatiroid
Askep Hipoparatiroid
 
Rabies : approach diagnostic and prophylaxis
Rabies : approach diagnostic and  prophylaxisRabies : approach diagnostic and  prophylaxis
Rabies : approach diagnostic and prophylaxis
 
Gadar_Neurologi.ppt
Gadar_Neurologi.pptGadar_Neurologi.ppt
Gadar_Neurologi.ppt
 
VIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII STROKE.pptx
VIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII STROKE.pptxVIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII STROKE.pptx
VIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII STROKE.pptx
 
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptxPERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
 
Bab 10 keracunan
Bab 10 keracunanBab 10 keracunan
Bab 10 keracunan
 
Askep strok
Askep strokAskep strok
Askep strok
 

Recently uploaded

(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPIPERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
nirmalaamir3
 
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
zirmajulianda1
 
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOMCDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
LinaJuwairiyah1
 
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
PratiwiZikri
 
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptxPERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
AndrikIrfani
 
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIAMATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
ratih402596
 
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdfKonsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
roomahmentari
 

Recently uploaded (8)

(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPIPERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
 
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
 
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOMCDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
 
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
 
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptxPERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
 
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIAMATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
 
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdfKonsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
 

DOC-20221123-WA0006..pptx

  • 2.  Gigitan ular  kasus gawat darurat  WHO (2009)  neglected tropical disease.  Angka kematian  sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per tahun termasuk 100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia.  Indonesia  sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus gigitan ular per tahun.
  • 3.  VENOMOUS SNAKE 1. Elapidae  memiliki taring depan yang relative pendek. Termasuk dalam family ini adalah cobras, king cobra, kraits, coral snakes, Australasian snakes and sea snakes.
  • 4. 2. VIPERIDAE  memiliki taring yang relative panjang yang secara normal terlipat datar terhadap rahang atas tetapi ketika menyerang taring tersebut akan berdiri. Terdapat 2 subfamili, typical vipers (Viperinae) dan pit-vipers (Crotalinae).
  • 5.  NON-VENOMOUS SNAKE Paradise or flying snakes (Chrysopelea species), striped keelbacks (Amphiesma species), kukri snakes (Oligodon species), checkered keelbacks or Asian water snake (Xenochrophis species), wolf snakes (Lycodon or Dinodon species), bridle snakes (Dryocalamus) and rat snakes (Ptyas, Elaphe, Coelognathus, Goniosoma etc.)
  • 6.  Venom enzim : Hidrolase pencernaan (proteinase, exopeptidase, endopeptidase, dan fosfolipase  Zinc metalloproteinases/ metalloproteases: Merusak endotel vaskular, mengakibatkan perdarahan.  Procoagulant enzymes: zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang menstimulasi pembekuan darah  Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, sel darah merah, leukosit, platelet, saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain, menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan antikoagulan.  Acetylcholinesterases: dapat menyebabkan fasikulasi.  Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan.  Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular
  • 7.  DAERAH LOKAL Pembengkakan dan memar  peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang disebabkan oleh racun endopeptidase, hemoragin metaloproteinase, polipeptida yang merusak membran, fosfolipase, dan autacoid endogen yang dikeluarkan oleh racun. Nekrosis jaringan lokal  aksi langsung miotoksin dan sitotoksin, dan iskemia yang disebabkan oleh trombosis; kompresi pembuluh darah  HIPOTENSI DAN SYOK Gigitan ular  peningkatan permeabilitas vasculer  kebocoran plasma dan darah  hipovolemia
  • 8.  GANGGUAN PERDARAHAN DAN PEMBEKUAN DARAH Enzim prokoagulan mengaktifkan koagulasi intravaskular, menghasilkan koagulopati dan darah yang tidak dapat dikoagulasi. Aktivitas antikoagulan disebabkan oleh fosfolipase.  NEUROTOKSISITAS Polipeptida neurotoksik dan PLA2 dari ular dapat menyebabkan kelumpuhan dengan memblok transmisi pada neuromuscular junction  MYOTOKSIK PLA Myotoxins dan metaloproteinase melepaskan ke dalam aliran darah mioglobin, enzim otot, asam urat, kalium, dan konstituen otot lainnya merupakan neurotoksin presinaptik
  • 9.  Akut Kidney Injury Konsentrasi tinggi β2-microglobulin, retinal binding protein, and N-acetyl glucosaminidase memnyebabkan kegagalan reabsorbsion tubulus proximal dan merusak tubulus tersebut  Peningkatan Permeabilitas Kapiler Menyeluruh metalloproteases merusak endotelium pembuluh darah menyebabkan edema paru, edema konjungtiva, periorbital, retina dan edema wajah
  • 10. Gejala dan tanda lokal di bagian yang digigit  Fang marks  Nyeri lokal  Perdarahan lokal  Memar  Penyebaran pembengkakan lokal  Limfangitis  Pembesaran kelenjar getah bening  Peradangan (pembengkakan, kemerahan, panas)  Blistering  Infeksi lokal, pembentukan abses  Nekrosis
  • 11.  Gejala dan tanda umum (sistemik)  Umum Ketakutan, kecemasan, mual, muntah, malaise, sakit perut, kelemahan, kantuk • Kardiovaskular Gangguan visual, pusing, pingsan, kolaps, syok, hipotensi, jantung aritmia, kerusakan miokard (berkurang fraksi ejeksi).  Peningkatan permeabilitas kapiler Edema wajah dan konjungtiva (chemosis), pembesaran parotis bilateral, efusi pleura dan perikardial, edema paru, albuminuria masif, hemokonsentrasi.  Neurologis Mengantuk, paraesthesiae, kelainan rasa dan bau, ptosis, ophthalmoplegia eksternal, kelumpuhan otot wajah dan otot lainnya yang dipersarafi oleh saraf kranial, aphonia, regurgitasi melalui hidung, kesulitan menelan, pernapasan dan kelumpuhan secara umum.  Kerusakan otot Nyeri umum, kekakuan dan nyeri otot, trismus, mioglobinuria, hiperkalemia, henti jantung, cedera ginjal akut.
  • 12.  Sindrom 1  Gejala lokal seperti pembengkakan dengan gangguan perdarahan / pembekuan  Viperidae  Sindrom 2  Gejala lokal seperti pembengkakan dengan gangguan perdarahan/pembekuan, syok atau akut kidney injury  Russell’s viper  Sindrom 3  Gejala lokal disertai paralisis  King cobra  Sindrom 4  Paralisis dengan gejala lokal minimal atau tidak ada  digigit saat tidur di tanah dengan atau tanpa nyeri perut  Krait.  Digigit di laut atau di danau  ular laut  Sindrom 5  Kelumpuhan dengan urin berwarna coklat tua dan akut kidney injury  Russle viper, Krait. ular laut
  • 13.  PERTOLONGAN PERTAMA • Segera bawa korban ke lokasi yg aman • Tenangkan korban • Baringkan tubuh korban pada posisi nyaman dan aman, idealnya dalam posisi pemulihan (tengkurap sampai berbaring ke kiri untuk menghindari aspirasi jika korban muntah) • Imobilisasi dengan pressure pad immobilization palimng direkomendasikan • Penggunaan metode pertolongan pertama tradisional cenderung tidak berguna dan berbahaya : insisi lokal, tusukan (tattoing), menghisap racun, mengikat dengan kuat (menggunakan torniquet), pengolesan bahan herbal dan aplikasi ice pack
  • 14.
  • 15. Tujuan Pertolongan Pertama  Menenangkan korban gigitan ular  Penundaan penyerapan racun sistemik  Mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi  Mengendalikan gejala awal envenoming yang berbahaya  Mengatur transportasi pasien ke tempat di mana mereka dapat menerima perawatan medis
  • 16.  Penilaian primary survey dan resusitasi (A,B,C,D,E)  Anamnesis dan pemeriksaan fisik rinci serta pemeriksaan spesies ular  Tes pembekuan darah sederhana (20 minutes whole blood clotting test)  Antivenom: indikasi, dosis awal, dosis ulang, respons, reaksi  Penanganan gagal organ dan sistem organ  Penanganan ekstremitas yg tergigit  Rehabilitasi  Pemulangan pasien dan follow up  Edukasi untuk mencegah gigitan berulang
  • 17.  Penilaian klinis  Anamnesis • Empat pertanyaan penting: • Dimana bagian tubuh yang tergigit • Kapan digigit dan apa yang dilakukan ketika digigit • Di mana ular itu menggigit atau seperti apa bentuknya • Apa yang dirasakan atau dikeluhkan pasien
  • 18.  Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan bagian yang digigit: • Tingkat pembengkakan, juga tingkat nyeri pada palpasi • Kelenjar getah bening anggota gerak tubuh harus diraba. • Mungkin anggota tubuh yang tergigit edema, dingin, nyeri pada gerakan pasif dan dengan denyut nadi arteri yang tidak bisa diraba. • Jika mungkin, tekanan intrakompartemen harus diukur dan aliran darah dan patensi arteri dan vena dinilai (mis. oleh Doppler USG). • Tanda-tanda awal nekrosis termasuk blistering, penggelapan atau pucat pada kulit, hilang sensasi dan bau busuk
  • 19.  Pemeriksaan umum: • Tekanan darah dan heart rate. • Periksa kulit dan membrane mukosa untuk melihat adanya petekie, purpura, perdarahan diskoid dan ekimosis, konjungtiva, dan, kemosis dan fundus optic untuk perdarahan retina. • Memeriksa gingiva secara menyeluruh, yang dapat memunjukkan perdarahan sistemik spontan. • Memeriksa hidung untuk epistaksis. • Tegangan pada perut yang dapat menunjukkan adanya kemungkinan perdarahan gastrointestinal atau retroperitoneal.
  • 20.  Pemeriksaan laboratorium  20 menit Whole Blood Clotting Test (20WBCT)  hematocrit  Jumlah trombosit  Jumlah leukosit  Kelainan biokimia  Pemeriksaan urin
  • 21.  Pemeriksaan lainnya • Radiografi: X-foto thoraks berguna untuk mendeteksi edema paru, pendarahan paru dan infark, efusi pleura, dan sekunder bronkopneumonia. • Ultrasonografi: menilai daerah lokal, termasuk deep vein thrombosis • Ekokardiografi: mendeteksi fraksi ejeksi ventrikel kiri yang berkurang pada pasien hipotensi dan syok. • Pencitraan: Pencitraan CT dan MRI dapat mendeteksi perdarahan dan infark iskemik di otak (subarachnoid, subdural, otak, otak kecil, batang otak) • Elektrokardiografi: Kelainan EKG dilaporkan pada korban gigitan ular termasuk tachyarrhythmias, sinus bradycardia, perubahan gelombang ST-T, hiperkalemia.
  • 22.  Apa itu antivenom? • Antivenom adalah imunoglobulin biasanya pepsin refined F fragmen IgG dimurnikan dari plasma kuda, atau keledai (equine) atau domba (ovine) yang telah diimunisasi dengan racun dari satu atau lebih spesies ular. • Monovalen (monospesifik) antivenom  menetralkan racun hanya satu spesies ular. • Polivalen (polispesifik) antivenom  menetralkan racun dari beberapa spesies yang berbeda • Di Indonesia  polivalen antivenom untuk racun neurotoksik  Naja sputatix, Bungarus fasciatus dan Calloselasma rhodostoma
  • 23. Diindikasikan pd pasien yg pasti atau dicurigai tergigit ular dgn 1 atau lebih tanda berikut: • Kelainan hemostatik: perdarahan sistemik spontan jauh dari lokasi gigitan, koagulopati [+ (non-pembekuan) 20WBCT atau tes laboratorium lainnya seperti INR> 1,2 atau waktu protrombin> 4-5 detik lebih lama dari nilai kontrol laboratorium] atau trombositopenia [<100 x 109 / liter, atau <100.000 / cu mm] • Tanda neurotoksik: ptosis, eksternal opthalmoplegia, kelumpuhan • Kelainan kardiovaskular: hipotensi, syok, aritmia jantung, EKG abnormal • Acute kidney injury (gagal ginjal): oliguria / anuria, peningkatan kreatinin / urea darah • Haemoglobin / mioglobin-uria: urin coklat gelap • Pembengkakan lokal melibatkan lebih dari setengah anggota tubuh yang tergigit dalam waktu 48 jam setelah gigitan • Penjalaran pembengkakan yang cepat • Pembesaran kelenjar getah bening
  • 24. Kontra indikasi antivenom  Tidak ada kontraindikasi mutlak pada pemberian antivenom, kecuali pd pasien yg mempunyai reaksi terhadap serum kuda atau domba sebelumnya (misal ATS) atau dengan riwayat atopik spt asma  Perlu diberikan adrenalin 0,1% 0,25mg s.c. sebelum pembarian antivenom pada pasien dengan riwayat alergi terhadap serum kuda atau domba (pada pemberian ATS) atau riwayat alergi atopik
  • 25. Pemberian antivenom tergantung reaksi bisa ular dan jenis ularnya  Tidak ada kepastian dosis initial  empiris di setiap wilayah Antivenom harus diberikan sesegera mungkin, namun pada beberapa kasus dapat diberikan beberapa hari pasca gigitan. Antivenom dapat diberikan selama 2 minggu atau lebih bila pasien terdapat gangguan hemostatik
  • 26.
  • 27.
  • 28.  Cara Pemberian antivenom Antivenom beku-kering (lyophilised) dilarutkan, biasanya dengan 10 ml air steril untuk injeksi per ampul. Metode pemberian yang direkomendasikan: • Injeksi intravena: injeksi intravena lambat (tidak lebih dari 2 ml / menit) • Infus intravena: antivenom beku-kering atau cair diencerkan dalam sekitar 5 ml cairan isotonic per KgBB (mis. sekitar 250 ml saline isotonik atau 5% dekstrosa dalam kasus pasien dewasa) dan diinfuskan selama sekitar 30-60 menit. • Injeksi antivenom intramuskular: antivenoms setelah injeksi intramuskular, diserap perlahan melalui limfatik. Tingkat antivenom dalam darah tidak tercapai dengan cepat, Maksimal 5- 10 ml diberikan pada setiap tempat dengan injeksi intramuskular diikuti dengan pijatan untuk membantu penyerapan
  • 29.  Perawatan konservatif ketika tidak ada antivenom tersedia Langkah-langkah konservatif yang disarankan adalah sebagai berikut: • Envenoming neurotoksik dengan paralisa pernapasan: ventilasi • Kelainan hemostatik – istirahat (bed rest); transfusi dari faktor pembekuan dan trombosit; idealnya fresh frozen plasma (FFP) atau cryoprecipitate dengan konsentrat trombosit atau, jika ini tidak tersedia, darah lengkap segar. • Shock, kerusakan miokard: hipovolemia harus diperbaiki dengan koloid / kristaloid, dikendalikan oleh pengamatan tekanan vena sentral • Cedera ginjal akut: pengobatan konservatif atau dialysis. • Urin berwarna coklat tua (mioglobinuria atau haemoglobinuria): memperbaiki hypovolemia dengan cairan intravena, memperbaiki asidosis dengan infus intravena lambat 50-100 mmol natrium bikarbonat. • Envenoming lokal yang parah: local nekrosis, sindrom intrakompartemen dan bahkan trombosis pembuluh darah besar lebih mungkin terjadi pada pasien yang tidak dapat diobati dengan antivenom. Intervensi bedah mungkin diperlukan.
  • 30. 1. Antivenom:  Manfaat: direkomendasikan untuk perawatan gangguan pendarahan / pembekuan darah, syok / hipotensi, pasca sinapsis neurotoksisitas (kobra, rhabdomyolysis (ular laut).  Risiko: early anaphylactic and pyrogenic reactions, late serum sickness-like reactions 2. Adrenalin (epinefrin)  Manfaat: Terapi early antivenom reactions  Risiko: pendarahan otak pada pasien tua dengan penyakit serebrovaskular yang mendasarinya 3. Faktor pembekuan darah  Manfaat: untuk mempercepat pemulihan hemostasis normal pada pasien sudah diberikan antivenom dan untuk perawatan konservatif gangguan pendarahan / pembekuan darah, ketika antivenom tidak tersedia  Risiko: kematian pernah dilaporkan (reaksi atau mungkin trombosis)
  • 31. 4. Antihistamin (H1 blocker) dan kortikosteroid  Manfaat: Late serum sickness-type reactions 5. Antibiotik  Manfaat: mengobati infeksi luka gigitan primer dan sekunder, profilaksis luka nekrotik atau pebggunaan instrumen non-steril 6. Renal replacement therapy and assisted ventilation:  Manfaat: live saving pada pasien acute kidney injury and respiratory failure 7. Anticolinesterase (neostigmine) dengan atropin  Manfaat: dapat dengan cepat memperbaiki transmisi neuromusculer pada pasien dengan post-synaptic neurotoxicity  Risiko: efek samping muskarinik, krisis kolinergik
  • 32. 8. Metode pertolongan tradisional (sayatan, tourniquets, hisap, tato, obat herbal topikal, "snakestone" hitam, sengatan listrik dll.)  Risiko: berbahaya dan tidak berguna  seharusnya tidak pernah digunakan 9. Bantalan tekanan P3K imobilisasi, transportasi cepat ke perawatan medis  Manfaat: mengurangi penyebaran racun dan risiko kematian dini