SlideShare a Scribd company logo
2
SENJATA PEMUSNAH MASSAL DAN
KEBIJAKAN LUAR NEGERI
KOLONIALIS
THE WEST’S WEAPONS OF MASS
DESTRUCTION AND COLONIALIST FOREIGN
POLICY
THE ASSESSMENT OF THE MUSLIM
COMMUNITY IN BRITAIN
Hizbut Tahrir – Inggris
3 November 2002/25 Sya’ban 1423
Khilafah Publications
www.mindspring.eu.com
Alih Bahasa:
M. Ramdhan Adhi
Mahardhika Zifana
R. Dian Dia-an Muniroh
Maret 2003
Kata Pengantar
Hizbut Tahrir - Inggris
Para negarawan akan membuat daftar
murahan, menyalahkan bangsa yang diserang,
dan setiap orang akan merasa senang dengan
penipuan pikiran itu, dan akan rajin
mempelajarinya, serta menolak mengkaji setiap
penolakan atasnya; lantas ia akan terus-
menerus meyakinkan dirinya bahwa perang
tersebut adil, dan akan bersyukur kepada Tuhan
atas tidurnya yang lebih nyenyak begitu
selesainya proses penipuan diri yang parah [Mark
Twain]
Buku ini terbit ketika genderang perang telah
ditabuh. Mesin perang AS dan Inggris bersiap-
siap membombardir rakyat Irak yang tak
berdosa dalam rangka perang kolonial dan
mengganti rezim bentukan Barat berupa
‘Hamid Karzai versi Irak’ yang setia.
Pada tanggal 24 September 2002, pemerintah
Inggris menerbitkan sebuah dokumen busuk
yang berjudul Iraq’s Weapons of Mass
Destruction, yang penuh propaganda akan
tetapi kering fakta. Minimnya fakta itu
bukanlah sesuatu yang mengherankan apabila
kita menyimak ucapan Tony Blair pada bulan
Agustus 2002, ‘Kami tidak mengerti apa yang
sebenarnya terjadi selama 4 tahun belakangan
ini’. Pengakuan atas kebodohannya itu ternyata
tidak menyurutkan langkah untuk menerbitkan
‘dossier of evidence’ (dokumen bukti) tersebut.
Hal ini menunjukkan betapa proses penerbitan
dokumen itu tidak lebih dari upaya untuk
menggalang opini publik atas aksi militer
terhadap Irak.
Tidaklah mengherankan jika kemudian
dokumen yang diterbitkan pemerintah Inggris
tersebut ditanggapi dengan penuh skeptisme
dan keraguan, terutama bagi kalangan Muslim.
Mereka sudah sampai pada kesimpulan bahwa
‘perang terhadap teror’ pada hakikatnya adalah
kampanye untuk memperkokoh dan
memperkuat hegemoni dan pengaruh Barat
atas negeri-negeri Islam, kaum Muslim, dan
sumber daya alamnya, sebagai upaya represif
terhadap setiap bentuk kebangkitan Islam
politik.
Buku kecil ini secara jeli memuat motif-motif
sejati di balik serangan AS terhadap Irak,
dengan mengkaji kepentingan strategis,
ekonomi, dan politik Barat. Juga memuat
sejarah dunia kontemporer di bawah dominasi
ideologi Kapitalisme, dengan memaparkan
penggunaan senjata pemusnah massal oleh
Barat, dukungan Barat terhadap sejumlah
penguasa diktator dan tiran yang memiliki
reputasi buruk di sejumlah negara di seluruh
penjuru dunia, dengan tanpa mengindahkan
eksistensi PBB dan hukum internasional. Buku
ini juga menyajikan sejumlah dakwaan dan
sejarah yang memalukan bagi pemerintahan
Barat, ideologi Kapitalisme dan pandangan
kolonialisnya.
Mengumpulkan informasi dan data-data
intelijen tentang kebijakan luar negeri Barat
adalah perkara mudah. Rezim Barat-Kapitalis
2
sangat terbuka dalam menyatakan tujuan riil
kebijakan luar negeri mereka. Oleh karena itu,
buku ini mampu menyingkap ‘data-data
intelijen secara rinci’. Meskipun seringkali
bersembunyi di balik klaim altruisme, nation
building, penegakan HAM dan demokrasi, akan
tetapi tujuan riil kebijakan luar negeri Barat
teramat jelas dan gamblang bagi siapapun.
Selama beberapa dekade, AS berupaya
memainkan peranan yang lebih permanen dalam
keamanan kawasan Teluk. Selagi konflik
berkepanjangan dengan Irak bisa memberikan
pembenaran, kebutuhan akan hadirnya pasukan
AS di Teluk melebihi isu rezim Saddam Husein.
[Rebuilding America’s Defences: Strategies,
Forces and Resources for a New Century]
Eksistensi akan ‘tatanan dunia’ atau hukum
internasional, yang mengontrol hubungan antar
negara di dunia, telah berubah menjadi kontrol
oleh satu negara, atau sejumlah kecil negara
terhadap negara-negara lain di dunia. Hal ini
mengancam stabilitas internasional dan
kedaulatan negara-negara lemah. Hasilnya,
peperangan terjadi di mana-mana hanya
karena masalah yang sepele. Terlebih lagi,
tatanan dunia seperti itu memberi kesempatan
negara-negara kuat untuk tanpa sungkan (dan
tidak tahu malu) mencampuri masalah dalam
negeri dan tata nilai yang dianut negara lain.
Hal ini makin mengokohkan kolonialisme,
arogansi dan tirani, serta perluasan pengaruh
dengan memperbudak bangsa-bangsa lain.
Semuanya dilakukan dengan
mengatasnamakan hukum internasional dan
tatanan dunia. Jurang antara negara-negara
kaya dan miskin, Utara dan Selatan, Dunia
Kesatu dan Dunia Ketiga, menjadi semakin
dalam dan lebar.
Walhasil, orang-orang di hampir seluruh dunia,
Muslim maupun non-Muslim, kini menyaksikan
sendiri bahwa negara-negara Barat bukanlah
sebagai penjaga kebebasan dan kesempatan,
melainkan penjaga keserakahan dan
kepentingannya sendiri; dengan pengerahan
kekuatan militer dan ekonomi yang
menghancurluluhkan kultur negara-negara lain;
sebuah bangsa pembajak di darat maupun di
laut, yang semakin kaya di atas penderitaan
bangsa-bangsa lain.
Karena itu, ancaman dari negara-negara
kolonialis Barat sangat serius dan nyata di
hadapan kita. Upaya mereka mengejar ambisi
materialistis di seluruh dunia harus dihentikan.
Setiap orang yang telah memiliki kesadaran
wajib untuk melawan barbarisme Barat.
Buku ini ditutup dengan sebuah pesan yang
jelas dan gamblang, yang kini diemban oleh
mayoritas Muslim di seluruh dunia. Sebuah
pesan perubahan, bukan hanya ‘perubahan
rezim’, melainkan ‘perubahan ideologi’.
Perubahan dalam tatanan dunia. Sudah saatnya
dunia membuang jauh-jauh ideologi
Kapitalisme dan setiap penyakit yang
diakibatkan olehnya; untuk kemudian diganti
dengan ideologi yang adil, yang bisa dipahami
dan diemban oleh setiap orang di seluruh dunia,
setelah mereka menyaksikan (dan merasakan
sendiri) penerapan praktis ideologi tersebut.
Yaitu ideologi Islam.
Komunitas Muslim (Inggris) mengajak Anda
mengkaji, memikirkan dan memperjuangkan
perubahan, karena hanya orang-orang yang
memiliki kesadaran saja yang mampu
menghentikan Kapitalisme.
Dr. Imran Wahid
3 November 2002 M
28 Sya’ban 1423 H
IKHTISAR (Executive Summary)
1. Pada tanggal 24 September 2002,
pemerintah Inggris menerbitkan dokumen yang
berjudul Iraq’s Weapons of Mass Destruction.
Dokumen yang sangat ditunggu-tunggu banyak
orang itu memuat serangkaian mitos dan
kebohongan, seraya mendaur ulang kisah
propaganda klasik. Poin-poin berikut ini
berupaya mengemukakan beberapa mitos dan
kebohongan tersebut.
2. Inggris dan AS dengan sok bersih
mengklaim bahwa mereka hanya bermaksud
untuk melucuti persenjataan Irak. Namun,
klaim ini bertentangan dengan ucapan seorang
2
pembantu kebijakan luar negeri senat AS, yang
mengatakan, ketakutan terbesar gedung putih
adalah diizinkannya inspektur persenjataan PBB
masuk (ke Irak). [Majalah TIME, edisi 13 Mei
2002].
3. Inggris dan AS berupaya membenarkan
perang yang mereka canangkan dengan
argumentasi bahwa mereka hanya bermaksud
menggusur rezim yang kejam dan brutal. Akan
tetapi, yang sebenarnya direncanakan oleh
Barat adalah mendudukkan ‘Hamid Karzai’ versi
Irak, yang lebih loyal kepada mereka, bukan
untuk menghilangkan penderitaan rakyat Irak.
Hal itu dikatakan oleh Richard Haas pada tahun
1991, pada saat ia bekerja di National Security
Council (kini ia bekerja di Departemen Luar
Negeri AS), kebijakan kami adalah
mengenyahkan Saddam, bukan rezimnya.
[dalam Andrew Cockburn dan Patrick Coburn.,
‘Out of the Ashes The Resurrection of Saddam
Hussain., hal. 37]
4. AS dan Inggris mengklaim bahwa serangan
terhadap Irak dapat dibenarkan karena Irak
tidak mematuhi tim inspeksi persenjataan PBB
sejak tahun 1998. Akan tetapi, justru AS dan
sekutunyalah yang memastikan kegagalan tim
inspeksi senjata PBB tersebut. Mereka
melakukan hal itu melalui tindakan provokatif
dan memanfaatkan ketua UNSCOM (saat itu)
Richard Butler. Butler-lah, bukannya Irak, yang
atas desakan AS menarik inspektur senjata PBB
keluar dari Irak pada bulan Desember 1998,
seusai pertemuannya dengan Duta Besar AS,
Peter Burleigh. Butler memerintahkan
penarikan tim inspeksi PBB meskipun ia
mengaku bahwa Irak sebenarnya melanggar
hanya lima dari tiga ratus insiden. [Richard
Butler., ‘Saddam Defiant’., hal. 224., dan
laporan Associated Press tertanggal 17
Desember 1998]. Butler bahkan tidak
melaporkan penarikan para inspektur itu ke DK
PBB, suatu hal yang seharusnya ia lakukan.
Ketika pemboman atas Irak dimulai, Duta Besar
Rusia untuk PBB mengakui bahwa krisis
tersebut adalah ‘krisis rekaan’, sedangkan
perwakilan RRC di DK PBB menuding Butler
telah memainkan peran ‘yang tidak terhormat’
dalam konfrontasi itu. [Guardian, 18 Desember
1998].
5. AS dan Inggris mengklaim bahwa tim
inspeksi PBB telah gagal dalam menjalankan
misinya, sementara Saddam Husein terus-
menerus -dalam bahasa mereka- ‘main kucing-
kucingan’ (cheat and retreat). Satu hal yang
tidak mereka ungkapkan dan luput dalam
dokumen pemerintah Inggris adalah fakta
tentang adanya penyusupan terhadap
UNSCOM oleh intelijen Barat dan Israel. Fakta
ini diungkap oleh mantan ketua UNSCOM, Rolf
Ekeus, pada bulan Juli 2002. Ia mengaku telah
ditipu semasa memimpin UNSCOM. Setelah
Ekeus mundur, Scott Ritter, inspektur senjata
senior AS, mengatakan bahwa ia bekerja sama
dengan seseorang yang dijuluki ‘Moe Dobbs’.
Moe Dobbs adalah staf ‘CIA Special Activites
(Operasi Khusus CIA)’ dan spesialis covert
operations yang, dengan menggunakan
teknologi CIA, menyambungsiarkan informasi
intelijen langsung ke Dewan Keamanan
National AS di Fort Meade, untuk
diterjemahkan dan diuraikan isi sandinya.
Dalam tulisannya, Ritter juga mengungkap
pertemuannya dengan intelijen Israel dan
bagaimana mereka membekalinya dengan
pencari frekuensi dan alat perekam kode
komunikasi dari Irak [Scott Ritter., ‘Endgame’.,
hal. 135., dan Dilip Hero., ‘Neighbours Not
Friends’., hal. 103-104] Pertanyaannya adalah,
sudikah suatu negara mengizinkan para
inspektur senjata, yang mengaku tim inspeksi
PBB, padahal bekerja untuk agen intelijen
asing, masuk secara leluasa ke negerinya
sendiri?
Covert operations, menurut definisi US
Department of Defense (DOD), Interpol (I), dan
Inter-American Defense Board (IADB), adalah
operasi yang sangat terencana dan dieksekusi
dengan menyembunyikan identitas atau
mengizinkan penyangkalan yang masuk akal
oleh pihak sponsor. Covert operations berbeda
dengan clandestine operations, meskipun sama-
sama sering diartikan sebagai operasi rahasia.
Covert operations lebih menekankan masalah
ketersembunyian identitas sponsor dan bukan
operasinya itu sendiri (Sumber: Joint Chiefs of
2
Staff, Department of Defense, JCS Pub 1, 1987,
dalam Propaganda and Psychological Warfare
Studies, Glossary – Department of Defense –
Military and Associated Terms).
6. Inggris dan AS kerap kali berargumentasi
bahwa kepemilikan Irak atas senjata pemusnah
massal dan hasrat Irak membuat senjata nuklir
menunjukkan semacam itikad buruk yang harus
direspon. Akan tetapi setiap negara atau
bangsa yang licik seperti AS dan Inggris
sebenarnya telah mengembangkan pula
senjata tersebut, baik untuk kepentingan
pertahanan maupun demi tujuan kebijakan luar
negeri mereka di masa yang akan datang.
Sebagaimana dibahas dalam Bab 1, Barat
secara sistematis telah menggunakan senjata
pemusnah massal mereka untuk mencapai
tujuannya. Satu hal yang tidak diungkapkan
oleh AS maupun Inggris adalah fakta bahwa
Irak berada di posisi yang sulit, yakni
menghadapi musuh potensial seperti Israel,
serta terancam oleh kehadiran –dalam jumlah
besar– pasukan Barat di Teluk yang beroperasi
di zona larangan terbang. Israel sendiri memiliki
senjata nuklir dan mengembangkan fasilitas
produksi gas mustard dan gas syaraf di daerah
Sinai sejak tahun 1982. Anthony Cordesman
dan Ahmed Hashim, analis militer AS, dengan
lugas menyatakan, ‘Mengasumsikan bahwa
upaya tersebut –yaitu mengembangkan senjata
pemusnah massal– dapat dikaitkan dengan
kelangsungan Saddam Hussein dan elit (partai)
Ba’ath adalah hal yang berbahaya. Mayoritas
calon pemimpin Irak memiliki rasa takut dan
ambisi yang sama setidaknya dalam waktu
dekat ini. Tidak akan ada pemimpin Irak yang
mampu mengabaikan upaya Iran atau Israel
atau tantangan potensial dari AS dan sekutunya
di bagian selatan Teluk’ [Cordesman dan
Hashim., ‘Iraq Sanctions and Beyond’., hal. 336]
7. AS dan Inggris senantiasa menuding rezim
Irak telah melakukan tindakan represif
terhadap rakyatnya sendiri, terutama terhadap
rakyat Kurdi dan kelompok Syi’ah. Dalam Bab
3, kami akan mengekspos argumentasi tersebut
dengan menggambarkan kedekatan Barat
dengan beberapa ‘world’s worst leaders’ (para
pemimpin terburuk sedunia). Namun, perkara
yang bisa dengan jelas dilihat adalah bahwa AS
dan Inggris tidak memiliki kecenderungan
kepada pihak manapun selain kepentingan
materi mereka sendiri. Hal ini terlihat usai
Perang Teluk ketika mereka mengabaikan suku
Kurdi dan kelompok Syi’ah yang dibantai.
Brigadir Ali, pejabat Irak yang dibuang,
mengatakan, ‘Kami mendapat pesan bahwa
Amerika mendukung kami. Tetapi saya melihat
dengan mata kepala sendiri pesawat-pesawat
Amerika terbang di atas helikopter. Kami
berharap mereka membantu; kini kami dapat
melihat mereka menyaksikan kepunahan kami di
antara Najaf dan Kerbala’ [Andrew dan Patrick
Coburn., ‘Out of the Ashes’., hal. 23]
8. UNICEF menyatakan bahwa sejumlah
500.000 anak-anak Irak tewas akibat sanksi
ekonomi PBB. Namun Inggris dan AS
mengklaim bahwa kematian itu disebabkan
kebijakan rezim Irak. Argumentasi itu
merupakan upaya sistematis bangsa Kapitalis
dan menunjukkan betapa mereka tidak
menghargai nyawa manusia. Dr. Leon
Eisenberg, yang bekerja untuk Harvard Medical
School, menyaksikan bahwa penghancuran
pembangkit tenaga listrik pada tahun 1991,
telah ‘menyebabkan terhentinya seluruh sistem
penjernihan air dan saluran distribusinya,
mengakibatkan epidemi kolera, demam tipus,
dan gastroenteritis, khususnya pada anak-anak’.
Sebuah kelompok studi internasional yang
disponsori oleh UNICEF menyimpulkan, bahwa
‘selama 8 bulan pertama tahun 1991, sekitar
47.000 anak di bawah usia lima tahun meninggal
dunia’ [Len Eisenberg., ‘The Sleep of Reason
Produces Monsters – Human Costs of Economic
Sanctions’., New England Journal of Medicine.,
24 April 1997., hal. 1248-1250]. Hal yang sama
dinyatakan oleh Milan Rai, ‘Banyak yang
dilakukan ketika cerita (rekaan) tentang
inkubator Kuwait dicuri pasukan Irak. Namun
sedikit yang dikatakan tatkala inkubator di Irak
hilang akibat diputusnya pasokan listrik’ [Milan
Rai., ‘War Plan Iraq’., hal.138]
9. AS dan Inggris mengklaim bahwa serangan
terhadap Irak kelak tidak akan banyak
memakan korban warga sipil, dan bahwa
serangan terhadap pembangkit tenaga listrik
2
harus dilakukan mengingat pembangkit tenaga
listrik tersebut bisa dimanfaatkan pasukan
bersenjata Irak. Akan tetapi, jika serangan itu
nantinya mengikuti pola tahun 1991, maka kita
akan menyaksikan kembali sebuah bencana
kemanusiaan. Mitos bahwa pembangkit tenaga
listrik harus dijadikan sasaran karena berpotensi
digunakan untuk kepentingan militer telah
ditolak mentah-mentah oleh kelompok HAM di
AS, yaitu Middle East Watch, yang mengatakan
bahwa ‘Beberapa target militer penting langsung
diserang pada awal-awal perang, dan serangan
terhadap target militer tersebut seharusnya
sudah menghilangkan keinginan untuk
menghancurkan sumber-sumber tenaga listrik
secara simultan meski sebelumnya telah
memasoknya’ [Middle East Watch., ‘Needless
Deaths in the Gulf War 1991’., dalam Mark
Curtis., ‘The Ambiguities of Power’., hal. 192].
Serangan terhadap pembangkit tenaga listrik
hanya berdampak kecil bagi militer Irak, akan
tetapi berdampak sangat besar terhadap
kematian sejumlah warga sipil khususnya anak-
anak, yang diakibatkan oleh pengaruh
penjernihan air. Lalu, untuk apa Bush dan Blair
melakukan hal itu? Jawabannya ada pada
ucapan Kolonel John Warden, yang berbicara
seusai perang. Ia adalah kolega Jenderal Buster
Glosson, yang terlibat dalam penyusunan daftar
target. ‘Saddam Hussein tidak dapat
memulihkan kembali listriknya. Ia perlu bantuan.
Seandainya koalisi PBB memiliki tujuan politik
barangkali dapat dikatakan kepada Saddam,
‘jika Anda menyetujui beberapa hal, kami akan
mengizinkan orang-orang datang dan
memperbaiki listrik Anda’’, ujar Warden
[Norman., ‘Sanctions against Iraq’]. Dengan
kata lain, anak-anak Irak harus mati agar Barat
dapat meraih pengaruh dan manfaat ekonomi.
10. AS menuding Irak memiliki keterkaitan
dengan serangan dan pemboman 11
September 2001 di New York dan Washington.
Bukti yang diajukan atas hal ini adalah adanya
pertemuan pada bulan April 2001 antara
Muhammad Atta, yang mengaku pemimpin
aksi 11 September, dengan seorang agen
intelijen Irak di Praha, Republik Ceko. Pada
bulan Oktober 2001, menteri dalam negeri
Stanislav Gross mengkonfirmasi ‘fakta’ bahwa
Atta berada di Praha pada tahun 2001 dan telah
bertemu dengan Samir al-Ani, seorang
diplomat Irak. Setelah itu al-Ani diusir dari Irak
karena tindakannya tidak sesuai dengan
statusnya. Menurut sebuah majalah di Jerman,
Atta telah memberi instruksi berkenaan aksi 11
September beberapa waktu sebelumnya,
kemudian kembali ke Praha untuk mengambil
sebotol anthraks pada bulan April 2001 [Daily
Telegraph, 1 Desember 2001]. Ketika polisi
Ceko menuntaskan penyelidikannya, mereka
berkesimpulan tidak ada dokumen yang dapat
menunjukkan bahwa Atta telah mengunjungi
Praha pada tahun 2001, meskipun ia memang
pernah berkunjung ke sana dua kali di tahun
2000. Polisi juga mengatakan bahwa ada
seorang pria yang mirip Atta bertemu dengan
Samir al-Ani. Pria itu dipanggil ‘Saleh’, seorang
penjual mobil bekas dari Nurenberg, Jerman
[Daily Telegraph, 18 Desember 2001]. Kisah di
atas, sebagaimana kebanyakan kampanye
Barat, merupakan cerita bohong. Buktinya,
majalah TIME pada tanggal 13 Mei 2002
menulis bahwa kisah tersebut ‘tidak dapat
dipercaya’, sementara BBC menyebutkan
bahwa pada tanggal pertemuan itu Atta sedang
berada di Florida [BBC Online, 1 Mei 2002].
Meskipun demikian, mitos pertemuan Praha
tetap saja ada di dalam benak setiap orang, dan
menjadi bagian penting dari pertikaian AS–Irak.
11. Dokumen terbitan pemerintah Inggris
disusun berdasarkan laporan PBB dan bukti-
bukti dari para pembelot Irak. Salah satu
pembelot terkenal yang muncul di televisi AS
setelah peristiwa 11 September adalah Dr.
Khidir Hamza, yang mengaku sebagai kepala
program senjata nuklir Irak yang lari dari tanah
airnya pada tahun 1994. Terry Taylor, mantan
Inspektur Senjata Inggris yang mendukung
perang baru sekalipun, berkomentar negatif
tentang para pembelot itu dengan mengatakan
bahwa ‘mereka cenderung melebih-lebihkan
pengetahuan dan pentingnya diri mereka pribadi
demi tunjangan, perlindungan dan pekerjaan’
[Peter Beaumont, Kamal Ahmed dan Edward
Helmore., ‘Should We Go To War Against
Saddam’., Observer., 17 Maret 2002]. Namun
AS dan Inggris ingin agar kita percaya bahwa
kesaksian para pembelot merupakan
2
keterangan kunci dalam melawan Irak. Agak
mengherankan, dokumen Inggris tidak
mempublikasikan ‘bukti rinci’ atau
menyebutkan ‘sumber-sumber terpercaya’
mereka.
12. Poin terakhir yang perlu kami bantah adalah
argumentasi bahwa serangan terhadap Irak
tidak ada hubungannya dengan minyak. Sudah
teramat jelas dan tak dapat disangkal lagi
bahwa politik di Timur Tengah sejak akhir PD II
dibentuk oleh politik minyak. Pada bulan
September 1945, Lord Altrincham, seorang
menteri Inggris yang tinggal di Timur Tengah,
mengatakan bahwa wilayah Timur Tengah
‘Menawarkan cadangan minyak pelumas dan
bahan bakar terkaya, yang andaikan kita tidak
bisa menguasainya, kita tidak boleh membiarkan
kekuatan lain menguasai wilayah itu’
[Altrincham., 2 September 1945 dalam William
Roger Louis., ‘Imperialism at Bay’]. AS pun
menyadari pentingnya cadangan minyak
‘sebagai sumber kekuatan strategis yang
menakjubkan, dan salah satu bahan paling
berharga dalam sejarah dunia’ [Dokumen
Departemen Luar Negeri AS, tahun 1945,
Volume VIII]. Untuk menggambarkan besaran
keuntungan dari minyak, AIOC sebagai cikal-
bakal BP (British Pteroleum) mengeruk £170
juta dari Iran selama periode tahun 1950 saja.
Ketika pemerintahan Iran memiliki keberanian
untuk menasionalisasi minyak untuk kebaikan
rakyatnya, Pemerintahan (partai) Buruh yang
telah menasionalisasi asetnya sendiri merasa
geram, sehingga muncul pernyataan
Departemen Luar Negeri, ‘satu-satunya
harapan mengenyahkan Mr. Musadiq (PM Iran
saat itu) adalah kudeta, dengan syarat adanya
seorang pemimpin yang kuat untuk mengemban
tugas tersebut. Seorang diktator akan mampu
melaksanakan reformasi pemerintahan dan
ekonomi serta mengatur masalah minyak secara
lebih rasional’ [Foreign Office Memorandum.,
Sir F. Shepherd’s analysis of the Persian
situation 28 January 1952. FO 371/98684]. Bagi
mereka yang tetap skeptis agaknya cukup
menyimak ucapan Condoleeza Rice, Penasihat
Keamanan AS, yang baru-baru ini berbicara
dalam siaran stasiun TV Fox. Saat ditanya
tentang masa lalunya sebagai Dewan Direksi
(perusahaan) Chevron, ‘Saya sangat bangga
akan hubungan saya dengan Chevron, dan saya
kira sudah seharusnya kita bangga terhadap
perusahaan-perusahaan minyak Amerika yang
melakukan eksplorasi di luar negeri, di dalam
negeri, dan yang memastikan bahwa kita
memiliki persediaan energi yang cukup’.
Meskipun sudah sedemikian banyak dan
gamblangnya keterangan semacam ini, Bush
dan Blair tetap mengatakan bahwa serangan itu
tidak ada hubungannya sama sekali dengan
urusan minyak.
Bab I
Barat dan Senjata Pemusnah Massal
Dokumen Inggris menyatakan bahwa Irak
positif memiliki senjata pemusnah massal dan
berniat memiliki senjata nuklir. Namun
dokumen itu menutup mata tentang fakta
bahwa negara-negara Barat memiliki senjata
pemusnah massal yang jauh lebih besar
ketimbang Irak, bahkan lebih dari cukup untuk
menghancurkan seisi bumi. Bab ini menyoroti
persenjataan dan senjata pemusnah massal
Barat serta bahaya besar yang dihadapi umat
manusia, dan secara gamblang
mengilustrasikan bagaimana Barat secara
sistematis dan menyengaja telah menggunakan
‘senjata terparah sedunia’ (the world’s worst
weapons).
1. AS adalah negara pertama di dunia yang
mengembangkan bom atom pada tahun
1945. Pemerintah AS melihat adanya
kemungkinan untuk mengembangkan senjata
nuklir yang memiliki daya rusak luar biasa.
Sepanjang tahun 1940-an, mereka telah
membelanjakan US$ 2 milyar untuk proyek
bom atom, yang dikenal sebagai Proyek
Manhattan; proyek yang menyita pikiran para
ilmuwan dan ahli teknik mereka. Mereka
melihat proyek ini sebagai upaya untuk menjadi
negara pertama yang memiliki bom atom
karena mereka menyadari betul kekuatan
strategis yang akan mereka miliki di masa
depan. Pada kurun 1940-an, uang US$ 2 milyar
kira-kira setara dengan US$ 20 milyar nilai
sekarang. Uji coba pertama bom atom milik AS
2
adalah di kawasan uji Trinity, dekat
Alamogordo, New Mexico. Berdasarkan
pengamatan setelah ledakan, mereka
menyimpulkan bahwa kekuatan bom tersebut
setara dengan 20.000 ton TNT, jauh lebih
dahsyat dari perkiraan semula.
2. Pengamatan atas pengaruh ledakan
nuklir. Para ilmuwan AS meneliti hasil ujicoba
ledakan di Trinity, dan berikut ini adalah hasil
pengamatan mereka. Tanah di bawah tempat
ledakan terbagi menjadi beberapa tingkat
kerusakan. Sampai radius setengah mil dari
hiposenter (pusat ledakan) disebut vaporization
point (fatalitas 98%, tubuh manusia hilang atau
terbakar tanpa dapat dikenali). Di area ini,
segala sesuatu hancur. Sedangkan
temperaturnya mencapai 3000-4000
0
C.
Sampai radius 1 mil disebut total destruction
zone (fatalitas 90%). Seluruh bangunan di atas
permukaan tanah hancur. Sampai radius 1,75
mil disebut severe blast damage area (fatalitas
65%, cedera 30%). Bangunan besar runtuh,
jembatan dan jalan rusak berat. Sampai radius
2,5 mil disebut severe heat damage area
(fatalitas 50%, cedera 45%). Segala sesuatu
dalam radius ini mengalami semacam luka
bakar. Sampai radius 3 mil disebut severe fire
and wind damage areas (fatalitas 15%, cedera
50%). Rumah dan bangunan lain rusak. Orang-
orang terlempar dan mengalami luka bakar
dengan stadium 2 dan 3, itupun jika mereka
bertahan hidup.
3. Serangan nuklir terhadap Jepang.
Meskipun sudah mendapat gambaran pasti
tentang daya rusak bom tersebut, pemerintah
AS tetap memutuskan untuk menjatuhkan dua
bom atom ke kota sipil, Hiroshima dan
Nagasaki, Jepang. Pada saat itu, menurut
Konvensi Jenewa, pembantaian secara
menyengaja dengan sasaran warga sipil dalam
kondisi perang dianggap ilegal. Adapun kedua
target bom atom yang dinamai ‘Little Boy’ dan
‘Fat Man’ itu sengaja dipilih karena besarnya
ukuran kedua kota itu memungkinkan AS
mengetahui seberapa besar daya rusak bom
tersebut.
4. Justifikasi atas serangan ke Jepang. Saat
itu ada dua justifikasi yang digunakan AS untuk
menjatuhkan dua bom atom itu. Pertama,
invasi darat akan mengakibatkan korban yang
mengerikan sebagaimana perang di Iwo Jima
dan Okinawa. Kedua, perlunya mengakhiri
perang secara cepat yang tak mampu Jepang
hindari. Setelah menyerahnya Nazi Jerman
pada bulan Mei, Jepang berada dalam keadaan
lemah dan tak berdaya. Akhir tahun 1945,
Jepang tidak memiliki satu pesawatpun, dan
para pilot AS leluasa melakukan pemboman.
Tokyo, Nagoya, Osaka, Kobe, Yokohama sudah
dihancurkan lebih dulu. Jepang dapat
dikalahkan, dalam arti menyerah, sebagaimana
yang kita ketahui sekarang. Tanggal 13 Mei
1945, Departemen Luar Negeri Jepang secara
resmi memberitahu kepada Rusia bahwa Kaisar
‘menghendaki perdamaian’ dengan para sekutu.
Mengetahui hal tersebut, Bushido, sebutan
militer Jepang, yang memang dituntut untuk
selalu tunduk dan patuh secara mutlak, segera
menyerah ketika mengetahui Kaisar mereka
telah menyerah. Rusia mengabaikan manuver
diplomatik ini karena alasan strategis.
Berdasarkan perjanjian Yalta, mereka akan
berperang melawan Jepang tiga bulan setelah
Jerman menyerah, dan Rusia berhasrat
mengambil harta rampasan perang. Intelijen AS
ternyata mengetahui pendekatan diplomatis
Jepang terhadap Moskow tersebut sehingga
Proyek Manhattan dipercepat, karena mereka
kuatir Jepang menyerah sebelum dijatuhkan
bom. Dua kota yang dijadikan target bom itu
sengaja dibiarkan semasa perang karena
keduanya sudah lebih dulu dipilih sebagai
tempat ‘eksperimen’ –kata yang digunakan
oleh Truman dan Mayor Groves (saat itu
sebagai Kepala Proyek Manhattan). Pada bulan
Agustus 1945, Presiden Truman berkata perihal
pemboman Hiroshima, ‘Dunia akan
menyaksikan bahwa bom atom pertama
dijatuhkan ke Hiroshima, sebuah basis militer.
Hal itu kami lakukan dengan harapan serangan
pertama ini sebisa mungkin menghindari korban
sipil’. Ia juga mengatakan, ‘Kami telah
mengeluarkan US$ 2 milyar untuk perjudian
ilmiah terbesar dalam sejarah, dan kami
menang’. Yang AS capai adalah sebuah
demonstrasi yang secara gamblang
2
memperlihatkan kekuatan baru mereka dengan
mengorbankan 200 ribu nyawa; mayoritas
adalah warga sipil; sebagian tewas seketika dan
yang lainnya mati setelah terbakar atau terkena
radiasi. Banyak tokoh militer sekutu
menganggap pemboman atas Hiroshima dan
Nagasaki itu sebagai hal yang tidak perlu.
Dalam History of Warfare, Field Marshal
Montgomery menulis, ‘Dijatuhkannya dua bom
atom ke Jepang pada bulan Agustus 1945 itu
merupakan hal yang tidak perlu, dan saya tidak
bisa menganggap hal itu sebagai hal yang benar,
menjatuhkan bom semacam itu adalah sebuah
blunder politik dan contoh nyata tentang
turunnya standar perang modern’. Jenderal
Eisenhower, Komandan Tertinggi Sekutu yang
di kemudian hari menjadi presiden AS,
mengatakan bahwasanya Jepang ketika itu
sedang berupaya mencari cara untuk menyerah
tanpa harus kehilangan muka. ‘Menghantam
mereka dengan benda mengerikan itu adalah hal
yang tidak perlu’. Kepala Staf Truman, Admiral
Leahy menulis, ‘Saya berpendapat penggunaan
senjata barbar di Hiroshima dan Nagasaki
tersebut sama sekali tidak membantu kita dalam
perang melawan Jepang. Jepang sudah lebih
dulu kalah dan siap menyerah karena blokade
kita yang efektif, dan keberhasilan pemboman
dengan senjata konvensional seperti itu hanya
dengan alasan agar kita menjadi yang pertama
menggunakannya, berarti kita telah mengadopsi
standar etik yang hanya lazim di masa Abad
Kegelapan (Dark Ages). Saya tidak diajarkan
untuk berperang dengan cara seperti itu, dan
perang tidak dapat dimenangkan dengan
membantai wanita dan anak-anak’. Brigadir
Jenderal Carter Clarke (petugas intelijen militer
yang bertanggung jawab untuk menyadap
komunikasi Jepang bagi Truman dan
penasehatnya) menulis, ‘ketika kita tidak perlu
melakukannya, dan kita tahu kita tidak perlu
melakukannya, dan mereka tahu bahwa kita
tahu kita tidak perlu melakukannya, berarti kita
memanfaatkan mereka sebagai eksperimen
untuk dua bom atom itu’.
5. Pengembangan bom hidrogen. Tidak puas
dengan keampuhan bom atom, AS
mengembangkan bom hidrogen atau bom
super. Yaitu bom yang –dalam bahasa para
ilmuwan yang merekomendasikannya ke
pemerintah AS– akan ‘memiliki daya ledak tidak
terbatas kecuali dalam hal pengirimannya’.
Komite penasehat umum Atomic Energy
Commission yang bertanggung jawab atas
pengembangan senjata atom di AS
merekomendasikan agar AS tidak menjalankan
program percepatan untuk membuat bom-H
(bom hidrogen) karena, ‘itu bukan senjata, yang
biasa digunakan hanya untuk tujuan
menghancurkan instalasi militer atau semi-
militer. Penggunaan bom-H jauh lebih parah
ketimbang bom atom, suatu kebijakan yang
akan memusnahkan penduduk sipil’. Posisi
militer AS sendiri dalam pengembangan bom
hidrogen dengan gamblang dinyatakan oleh
Kepala Staf Gabungan, ‘Pihak AS akan berada
pada keadaan yang amat berat, jika pihak yang
berpotensi menjadi musuh memiliki bom itu
sedangkan AS tidak’.
6. Dampak uji nuklir AS. Untuk mengetahui
dampak ledakan nuklir terhadap kapal perang,
bangunan, peternakan dan objek lain, serta
untuk memperbaiki dan meningkatkan
teknologi senjatanya, AS telah melakukan uji
pengembangan bom atom dan bom-H selama
beberapa dekade setelah PD II. Tempat uji
pertama pasca perang yang AS pilih adalah
pulau Bikini, di Samudera Pasifik. Pulau yang
merupakan bagian dari kepulauan Marshal
tersebut direbut dari kekuasaan Jepang. Dua
tahun setelah mengklaim kekuasaan atas pulau
itu, Commodore Ben H. Wyatt, Gubernur
Militer kepulauan Marshal, melakuan misi
perjalanan ke Bikini. Seusai misa gereja Minggu
di bulan Februari 1946, Wyatt mengumpulkan
penduduk setempat dan meminta mereka
meninggalkan rumah mereka ‘untuk
sementara’ agar AS dapat menguji bom atom
‘demi kebaikan umat manusia dan mengakhiri
setiap peperangan di dunia’.
7. Raja Juda beserta penduduk Bikini bingung
dan tertekan, seraya merundingkan permintaan
AS itu. Akhirnya, Raja Juda berkata pada Wyatt,
‘kami akan pergi dengan mempercayakan segala
sesuatunya kepada Tuhan’. Selama beberapa
dekade penduduk Bikini menderita kekurangan
gizi, dipindahkan dari satu pulau ke pulau lain,
2
terkena radiasi radioaktif –semua masalah yang
diakibatkan pengujian bom oleh AS. Lebih dari
lima puluh tahun sejak dimulainya uji coba bom
di pulau Bikini, penduduk pulau masih
mengajukan petisi menuntut AS untuk
membayar ganti rugi yang dijanjikan atas
kerusakan tanah dan kehidupan mereka.
Tempat uji coba kedua yang AS gunakan adalah
Nevada Proving Ground, di Yucca Flat, kira-kira
65 mil sebelah utara Las Vegas. Selama tahun
1950-an dan 1960-an, telah dilakuan 90 kali uji
coba bom nukir di gurun Nevada. Pada tahun
1990-an, sebuah lembaga pemerintah AS,
National Cancer Institute (NCI), memeriksa
pengaruh uji coba bom itu. Mereka menyatakan
bahwa uji coba bom itu menimbulkan awan
buangan radioaktif hampir ke seluruh wilayah
Amerika Serikat. Dan di antara zat berbahaya
yang turut tersebar akibat ledakan adalah
isotop yang dikenal dengan iodine-131 (I-131).
Partikel radioaktif ini, yang berakumulasi dalam
kelenjar gondok diduga kuat menjadi penyebab
kanker. Baru-baru ini NCI memperkirakan
sekitar 10,000-75,000 kasus kanker tiroid di AS
disebabkan oleh radioaktif isotop iodine-131
dari buangan bom-A di Nevada. Selain personel
militer yang terkena radiasi tingkat tinggi di
sekitar tempat pengujian, ribuan warga AS –
sesuai arah angin– harus membayar mahal
akibat pengujian bom atom tersebut. Ini
menjadi contoh nyata bahwa warga AS telah
menjadi korban senjata pemusnah massal
pemerintahnya sendiri.
8. Pengembangan nuklir selama era perang
dingin. Pada masa perang dingin, AS
mempelopori perlombaan senjata dengan Uni
Soviet dan menimbun ribuan senjata nuklir.
Mereka juga mengembangkan berbagai cara
untuk menghasilkan sejumlah persenjataan
termasuk: pesawat pembom B-52, beragam
tipe rudal balistik darat antar benua, juga rudal
balistik laut. AS pun menempatkan ribuan
senjata nuklir taktis di setiap perbatasan Uni
Soviet, di Eropa Barat, Turki, Korea Selatan,
Jepang, dan lain-lain., untuk mempersiapkan
kemampuan serangan pertama dan
menghalangi agresi Uni Soviet. Namun, ketika
Kuba mengundang Uni Soviet untuk
menempatkan rudal nuklirnya di Kuba dalam
rangka menghambat agresi AS –sejak 1960 AS
telah menunjukkan upaya keras menjatuhkan
Fidel Castro dari tampuk kekuasaan– serta
merta AS murka dan mendorong Soviet untuk
menarik mundur seluruh rudal dengan ancaman
akan melakukan perang secara habis-habisan.
9. Pengendalian senjata nuklir. Banyak
perjanjian pengendalian senjata nuklir yang
telah AS tandatangani, termasuk ‘Strategic
Arm Limitation Talks’ (SALT 1 dan SALT 2),
‘Strategic Arms Reduction Treaty’ (START 1 dan
START 2), ‘Nuclear Non-Proliferation Treaty’,
‘Comprehensive Test Ban Treaty’, ‘Intermediate
Range Nuclear Forces Treaty’ (INF) dan lain-
lain. Tetapi, dengan kemajuan teknologi,
akurasi rudal, jangkauan jarak, dan keampuhan
rudal siluman, yang terjadi selama beberapa
dekade terakhir, didukung dengan data hasil uji
coba yang begitu lengkap, tidak satupun
perjanjian di atas yang mampu menghambat
kemampuan AS untuk melakukan atau
mengancam serangan nuklir terhadap bangsa
lain. Beberapa perjanjian itu justru diberlakukan
secara diskriminatif terhadap bangsa-bangsa
lain di dunia. Misalnya, Non-Proliferation Treaty
(NPT), yang diberlakukan pada tahun 1970 dan
didukung penuh oleh AS, bertujuan membatasi
penyebaran senjata nuklir. Sejumlah 187 negara
penandatangan NPT dibagi menjadi dua
kategori: kelompok negara-negara yang
memiliki senjata nuklir, termasuk AS, Rusia,
Cina, Perancis, Inggris; dan kelompok negara-
negara yang tidak memiliki senjata nuklir.
Berdasarkan perjanjian NPT, lima negara
pemilik senjata nuklir berkomitmen untuk
berupaya mencapai pelucutan senjata nuklir
secara menyeluruh, sedangkan negara-negara
yang tidak memiliki senjata nuklir bersepakat
untuk tidak mengembangkan atau memiliki
senjata nuklir. Dengan keanggotaannya yang
hampir mendunia, NPT menjadi perjanjian
pengendalian senjata dengan anggota
terbanyak, mengingat hanya Kuba, India, Israel,
dan Pakistan saja yang tidak ikut serta. Jika
keempat negara ini ingin berpartisipasi, mereka
akan berstatus sebagaimana negara yang tidak
memiliki senjata nuklir, karena perjanjian itu
membatasi status negara pemilik senjata nuklir
sebagai negara yang ‘membuat dan meledakkan
2
sebuah senjata nuklir atau perangkat ledak nuklir
lain sebelum 1 Januari 1967’. Bagi India, Israel,
dan Pakistan –ketiganya dikenal atau dicurigai
memiliki senjata nuklir– berpartisipasi dalam
perjanjian tersebut dengan status sebagai
negara yang tidak memiliki senjata nuklir akan
mengharuskan mereka untuk melucuti senjata
nuklirnya dan menyerahkan bahan-bahan
pembuatan nuklir di bawah perlindungan
internasional. Dengan adanya NPT, setiap
negara yang tidak memiliki senjata nuklir
namun berupaya memilikinya, dengan mudah
akan dianggap sebagai ‘anak nakal’ dan akan
dijadikan sasaran, seperti yang terjadi dengan
Irak, Iran dan Korea Utara baru-baru ini.
Sedangkan AS, meski tetap menjadi negara
adidaya tunggal, tetap merasa berhak
mengancam negara-negara lain dengan
menggunakan senjata nuklir untuk kali
pertama, dalam rangka menghalangi musuh-
musuh potensialnya. Pada prakteknya, tidak
satupun dari lima negara pemilik senjata nuklir
yang menunjukkan niat serius melucuti senjata
mereka sebagaimana yang ditetapkan oleh
perjanjian. Justru mereka –dipimpin oleh AS–
berupaya mempertahankan kontrol monopoli
atas senjata nuklir dengan mengingkari
peraturan yang memayungi seluruh negara
anggota, sebuah bentuk lain dari sikap standar
ganda mereka. Sejauh ini, AS melihat NPT
hanya sebagai alat untuk menekan negara-
negara berkemampuan nuklir seperti Iran, Irak,
dan Korea Utara, serta sebagai jalan untuk
menjaga perkembangan nuklir Rusia dan Cina,
dengan tanpa melakukan langkah-langkah
progresif dalam perkara pelucutan senjatanya
sendiri. Bahkan AS berencana
mengembangkan senjata nuklir model baru.
Hal ini dilihat sebagai perilaku hipokrit AS. AS
baru saja secara unilateral keluar dari Anti
Ballistic Missile Treaty dengan Uni Soviet untuk
mengembangkan ‘sistem pertahanan rudal’,
akan tetapi pada saat yang sama mengutuk Irak
dan Korea Utara dengan alasan melanggar
perjanjian yang menetapkan larangan bagi dua
negara tersebut untuk membuat senjata nuklir
sendiri.
10. Perkembangan nuklir saat ini dan yang
akan datang. Awal tahun 2002, AS
merampungkan suatu tinjauan terhadap
strategi nuklir mereka dalam US Nuclear
Posture Review (NPR). Beberapa bagian dalam
tinjauan ini dikemukakan kepada pers AS. NPR
meminta agar dibuatkan rencana darurat
(contingency plan) untuk membidik Korea
Utara, Iran, Libya, Syria, Rusia, dan Cina; serta
agar AS lebih fleksibel dalam mengembangkan
dan menyebarkan kekuatan nuklir yang
dibutuhkan. Salah satu bentuk kefleksibelan itu
ialah dengan melanjutkan kembali pengujian
nuklir. Salah satu alasan mengenai
diperlukannya pengujian ini adalah untuk
mengembangkan bom dan rudal tipe baru yang
dapat menghancurkan target yang terkubur
dalam dan keras. Yaitu bangunan dan fasilitas
yang dapat digunakan sebagai pusat komando
dan kontrol operasi pihak musuh, markas
pimpinan atau area penyimpanan senjata
pemusnah massal. Dokumen kebijakan AS lain
seperti dari Paul Robinson, Direktur Sandia
National Laboratories, menyerukan
pengembangan senjata nuklir berukuran mini.
Saat ini AS tercatat sebagai penandatangan
Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) meski
Senat AS belum meratifikasinya. Dari
perkembangan ini terkandung pesan AS bagi
seluruh dunia bahwa AS beritikad
mengembangkan senjata nuklir yang lebih
canggih dan akan mengabaikan CTBT demi
kepentingannya sendiri. AS pun telah
menyatakan, dalam NPR dan presentasi lain,
niat mereka untuk mengenalkan pertahanan
rudal strategis yang mampu menghalau
serangan rudal jarak jauh negara lain. Mereka
yakin bahwa sistem pertahanan rudal global
akan menciptakan sebuah tameng yang akan
memberi kekebalan bagi AS untuk secara
leluasa beroperasi ke seluruh dunia. Secara
militer, hal ini akan membuat AS dengan
mudah menggasak setiap negara lain yang
berupaya menyerang AS dengan menggunakan
senjata pemusnah massal dan rudal jarak jauh.
Pada tanggal 13 Desember 2001, AS
mengumumkan akan menarik diri dari Anti-
Ballistic Missile Treaty 1972 (ABM), semata-
mata karena traktat tersebut melarang
pengujian sistem pertahanan rudal penjelajah
antirudal balistik antarbenua. Untuk anggaran
awal, pemerintahan baru AS meminta kenaikan
2
anggaran sebesar 57% untuk mendanai sistem
pertahanan rudal itu, dari 5.3 milyar dolar ke 8.3
milyar dolar, 7.8 milyar di antaranya dari
Kongres. Semua ini mengindikasikan bahwa AS
akan semakin ditakuti negara-negara lain,
mengingat AS tengah berupaya menjadikan
dirinya kebal dari serangan rudal nuklir
sementara pada saat yang sama AS pun
membuat senjata nuklir yang lebih mumpuni.
AS adalah negara yang, seperti telah kita bahas
sebelumnya, tidak mempunyai rasa sesal
sedikitpun akan dampak penggunaan senjata
semacam itu terhadap warga sipil tak berdosa.
11. Senjata kimia dan biologi. Dalam era
modern, senjata kimia untuk pertama kalinya
digunakan dalam Perang Dunia I oleh Perancis,
Jerman, Inggris dan AS; negara-negara yang
kini ramai-ramai menghakimi Irak. Untuk
membalas serangan (gas) klorin yang dilakukan
Jerman di sekitar Ypres, Belgia, yang
menewaskan lebih dari 5000 pasukan Sekutu,
Inggris lantas membuat senjata kimianya
sendiri. Mayor Charles Foulkes dari Royal
Engineers ditunjuk sebagai ‘penasehat gas’
pertama mereka. Tugasnya adalah
mengusahakan senjata kimia bagi Inggris
dalam tempo sesingkat mungkin dengan tanpa
menghiraukan masalah etik. Segera saja setiap
ahli kimia Inggris mengerjakan proyek senjata
gas tersebut. Fasilitas Porton Down dibangun
dan menjadi markas proyek senjata kimia
Inggris, dengan mempekerjakan lebih dari 1000
orang ilmuwan dan tentara.
12. Dinas Senjata Kimia AS. AS mendirikan
Chemical Warfare Service – CWS (Dinas
Persenjataan Kimia) pada pertengahan tahun
1918, dengan Jenderal Amos A. Fries sebagai
direkturnya. Edgewood Arsenal, basis militer di
dekat Baltimore, Maryland, menjadi pusat riset
senjata kimia AS yang mempekerjakan lebih
dari 1200 orang asisten teknisi dan 700 orang
petugas yang menguji lebih dari 4000 zat
beracun. Dengan 218 bangunan pabrik dan 28
mil rel kereta, Edgewood mampu memproduksi
200.000 bom kimia dan selongsong per hari.
Pada tahun 1918, sekitar seperlima dan
sepertiga dari seluruh selongsong yang
ditembakkan diisi zat kimia dari berbagai tipe.
Selama 18 bulan terakhir PD I, satu dari setiap
enam korban tewas karena gas mustard yang
sangat ditakuti itu. Gas mustard membakar dan
melepuhkan kulit, lalu korban mati secara
perlahan atau sangat lemah karena gas
mustard menguliti selaput lendir pada rongga
tenggorokan dan menghambat pernafasan.
‘Secara resmi’, terdapat lebih dari 91.000 kasus
kematian dan 1,3 juta korban akibat senjata
gas. Namun para ahli sejarah kini menganggap
remeh angka-angka tersebut.
13. Penggunaan kimia selama masa vakum
perang. Penggunaan senjata kimia tidak hanya
terjadi pada PD I. Dalam rangka menunggangi
pihak White Army dalam Perang Sipil Rusia
pada tahun 1919, Inggris mempersenjatai
mereka dengan selongsong berisi gas mustard,
dan menggunakan ‘M’ Device untuk
memproduksi gumpalan asap arsenik yang
disebarkan kepada sang lawan, Red Army.
Inggris memanfaatkan setiap kesempatan
untuk menggunakan senjata mereka. Mayor
Foulkes, yang dikirim ke India pada 1919,
menekan militer Inggris agar menggunakan
senjata kimia dalam perang melawan
Afghanistan, ‘Kelengahan, kurangnya instruksi
dan disiplin, dan tiadanya perlindungan
terhadap sebagian wilayah Afghan dan suku-
suku di sana akan meningkatkan korban akibat
penggunaan gas mustard di garis depan’.
Departemen Perang Inggris setuju untuk
mengirimkan pasokan phosgene dan gas
mustard, juga setuju agar prajurit Inggris dilatih
menggunakan seragam anti-gas di Khyber
Pass. Tetapi, hingga kini Tony Blair masih saja
ingin menunjukkan bahwa Pemerintah Inggris
adalah salah satu bangsa ‘beradab’ dengan
‘catatan bersih’ dan nilai-nilai luhur ketimbang
rezim Saddam di Baghdad.
14. Pembentukan Protokol Jenewa. Seusai
Perang Dunia I, kekecewaan terhadap senjata
gas merebak di mana-mana. Pada bulan Mei
1925, dengan dukungan Liga Bangsa-Bangsa
(LBB), diselenggarakan konferensi internasional
tentang perlombaan senjata di Jenewa, Swiss.
Konferensi tersebut menghasilkan Protokol
Jenewa, yang berisi larangan penggunaan
senjata kimia maupun biologi sampai
2
kapanpun. Seorang pengamat berkomentar
bahwa ‘Penandatanganan Protokol Jenewa
1925 merupakan cerminan prestasi tertinggi
opini publik melawan senjata kimia’. Akan tetapi,
menandatangani pakta tersebut tidak otomatis
terikat, karena pemerintah setiap negara masih
harus meratifikasinya. Di AS, CWS menyerang
Protokol Jenewa dan mendapat dukungan dari
berbagai organisasi sejenis seperti American
Chemical Society (Masyarakat Kimia Amerika),
dan menyatakan bahwa ‘pelarangan senjata
kimia berarti pengabaian metoda manusiawi
untuk mengatasi pertempuran klasik yang
mengerikan’. Dihadapkan pada oposisi yang
begitu kuat, Departemen Luar Negeri AS
menarik ratifikasi atas Protokol Jenewa.
Sebagian besar negara Eropa meratifikasi
Protokol Jenewa, dengan menambahkan
beberapa klausul yang membuat protokol
menjadi macan ompong. Salah satu klausul itu
menyatakan bahwa suatu negara tidak terikat
dengan protokol tersebut kecuali negara yang
dilawannya juga meratifikasi protokol yang
sama. Klausul lain memberikan hak kepada
negara penandatangan untuk balas menyerang
setiap serangan kimia atau biologi dengan
senjata yang sama. Protokol Jenewa pun tidak
bisa mencegah penelitian atau penimbunan
senjata biokimia; melainkan hanya melarang
untuk lebih dulu menggunakannya. Pengaruh
Protokol Jenewa bukanlah untuk menghentikan
pengembangan senjata biokimia melainkan
untuk lebih menjaga kerahasiaan penelitian dan
pengembangan senjata biokimia. Pada tahun
1925, Winston Churchill secara tidak sengaja
membeberkan semuanya ketika ia menulis
tentang wabah yang secara khusus dan
disengaja disiapkan untuk manusia dan
binatang. Ada Blight untuk menghancurkan
tanaman, Anthraks untuk membunuh kuda dan
hewan ternak, Plague untuk meracuni tidak saja
tentara melainkan juga seluruh warga satu
distrik. Semua itu sejalan dengan pencapaian
sains militer yang tak mengenal belas kasihan.
Rupanya perang penelitian semacam ini harus
tetap dirahasiakan untuk menghindari oposisi
publik.
15. Pembangunan Porton Down di Inggris.
Holland Committee yang didirikan oleh
pemerintah Inggris usai PD I untuk mengkaji
senjata kimia dan bagaimana kebijakan Inggris
nantinya, telah merekomendasikan agar
fasilitas Porton Down dipertahankan di sebuah
markas yang permanen. Agenda Holland
Committee ditambah dengan kajian dan
pengembangan senjata kuman di Porton Down.
Holland Committee juga membuat sebuah
pengakuan penting. Dikatakan bahwa, ‘tidak
mungkin memisahkan kajian tentang
pertahanan dari gas dengan penggunaan gas
sebagai senjata ofensif, mengingat efisiensi
sistem pertahanan sangat bergantung kepada
pengetahuan yang akurat tentang
perkembangan yang terjadi atau yang akan
terjadi dalam hal penggunaan senjata tersebut
secara ofensif’. Pemerintah Inggris sedari awal
mengetahui bahwasanya tidak akan pernah ada
yang namanya penelitian senjata kimia yang
murni defensif. Alhasil, pemerintah membantu
para ilmuwan untuk merancang senjata paling
mematikan yang pernah mereka bayangkan,
dengan asumsi dasar pengetahuan akan
keampuhan senjata tersebut harus lebih dulu
diketahui agar bisa menyiapkan sistem
pertahanannya. Para ilmuwan di pangkalan
senjata rahasia Porton Down mengetahui
bahwa mereka berisiko mengorbankan nyawa
para sukarelawan muda yang digunakan
sebagai kelinci percobaan dalam pengujian gas
syaraf, demikian menurut para ahli toksikologi.
Keluarga setiap korban dalam eksperimen itu
menuduh para ilmuwan sebagai pembunuh.
Menurut Alastair Hay dari Universitas Leeds,
catatan taklimat yang dibuat para ilmuwan di
markas Wiltshire menunjukkan bahwa para
ilmuwan sebenarnya menyadari dosis yang
diberikan kepada para sukarelawan itu akan
berakibat fatal. ‘Mereka bermain dengan api,
mereka memberikan senyawa yang tidak hanya
dapat membunuh satu orang saja, tetapi juga
sejumlah orang lain’. Beberapa sukarelawan
yang diberi bayaran dan liburan ekstra atas
partisipasinya dalam pengujian itu, diberitahu
bahwa percobaan itu adalah dalam rangka
menemukan obat demam. Menteri Pertahanan
berulangkali menyangkal tuduhan telah
menyesatkan para sukarelawan. Sebuah
tayangan dokumenter televisi pada tahun 1999
memperlihatkan salah seorang mantan ‘kelinci
2
perbobaan’, Mike Cox, 68 tahun, dari
Southampton, yang berada di samping
sukarelawan Ronald Maddison pada masa
kematiannya di kamar gas tempat pengujian.
Program televisi itu juga memperlihatkan
kerabat Mr. Maddison yang berbicara tentang
peristiwa yang berlangsung 46 tahun lalu
tersebut. Lilias Clark, saudara perempuan
Maddison, berkata, ‘Jika ia tewas dalam perang,
saya bisa mengerti, tapi mati karena hal bodoh
yang mereka (para ilmuwan) tempelkan di
lengannya, yang seharusnya tidak Anda lakukan
kepada siapapun, maaf saja, saya pikir mereka
telah membunuhnya’.
16. Peran Senjata Kimia dan Biologi dalam PD
II. Senjata gas tidak digunakan selama PD II
karena sulit membawa senjata itu tanpa
membahayakan pasukan dan untuk menjaga
kemungkinan serangan balasan mengingat
negara-negara kuat waktu itu masing-masing
menimbun ratusan ton senjata kimia,
khususnya gas mustard, untuk berjaga-jaga.
Inggris membuat bom anthraks untuk kali
pertama pada tahun 1942. Sebuah bom
sederhana diisi spora anthraks diledakkan di
Pulau Gruinard di lepas pantai Skotlandia.
Domba-domba yang ada di pulau tersebut pun
mati. Sampai kini, Pulau Gruinard tidak dapat
didiami, dan pesawat terbang pun tidak
diperkenankan mendarat di sana. Inggris
kemudian memproduksi 5 juta ‘kue anthraks
(anthraks cakes)’ untuk dijatuhkan di Jerman.
Rencana Inggris untuk menjatuhkan bom
anthraks ke Jerman diperkirakan akan
menewaskan 3 juta orang. Inggris juga
bereksperimen dengan racun mematikan B-IX,
atau botulism. AS juga secara besar-besaran
mengembangkan program senjata kumannya
selama PD II. Pada tahun 1940, The US Health
and Medical Committee of the Council for
National Defence (Komite Medis dan
Kesehatan Dewan Pertahanan Nasional AS)
mulai mempertimbangkan ‘potensi defensif
dan ofensif senjata biologi’. George Merck dari
Merck Pharmaceuticals, ditunjuk menjadi
dierektur War Research Service (Dinas
Penelitian Perang), yang bertanggung jawab
atas penelitian senjata kuman. Pada tahun
1943, Camp Detrick didirikan di Maryland, dan
langsung menjadi pusat program senjata
kuman AS. Antara tahun 1942-1945, AS
menginvestasikan lebih dari US$ 40 juta untuk
membangun pabrik dan peralatan serta
mempekerjakan lebih dari 4.000 orang di Camp
Detrick; di The Field Testing Station di Horn
Island, Pascagoula, Mississipi; pabrik produksi
di Vigo, Indiana; dan di Dugway Proving
Grounds. Di Camp Detrick, anthraks,
tularaemia, plague, tipus, penyakit kuning
(yellow fever), dan encephalitis diujicoba untuk
digunakan dalam perang. Juga berbagai jenis
kutu beras, kentang, dan sereal. AS mengkaji
kemungkinan menghancurkan panen beras
Jepang dengan senjata kuman. Pada bulan Mei
1944, sebuah paket yang berisi 5000 bom
anthraks selesai diproduksi di Camp Detrick. Di
Vigo, Indiana, AS membangun sebuah pabrik
yang mampu memproduksi 500.000 bom
anthraks per bulan dan 250.000 bom yang diisi
botulism. Untungnya, semua bom itu tidak
pernah digunakan. AS membangun pabrik
produksi gas beracun terbesar di dunia selama
PD II, yang mampu menghasilkan 135.000 ton
gas beracun. Berarti 20.000 ton lebih banyak
dari total gabungan gas beracun yang
digunakan berbagai negara selama PD I. AS pun
mulai mengungguli Inggris dalam hal senjata
kuman.
17. Belajar dari pengalaman Jepang. Usai PD
II, George Merck menghendaki agar program
senjata kuman dilanjutkan. Pada tahun 1956,
Camp Detrick berubah menjadi Fort Detrick,
sebuah lembaga penelitian dan pengembangan
militer yang bersifat permanen. Disini
diproduksi virus dan gas paling mematikan
yang menambah persenjataan AS, termasuk
gas syaraf seperti gas GB dan VX, yang begitu
mematikan, sehingga jika kulit kita terkena satu
tetes kecil saja, kita akan mati dalam waktu
kurang dari satu menit. Perang Dingin juga
berarti para mantan musuh direhabilitasi dan
mendapat biaya perbaikan dari AS. Ini berarti
para kriminal perang Jepang yang telah
bereksperimen mengorbankan jiwa manusia
kini terhindar dari tuntutan. Selama
pendudukan Jepang atas Cina yang begitu lama
dan brutal antara tahun 1930-an hingga 1940-
an, sebuah unit khusus Tentara Jepang yang
2
dikenal dengan Unit 371, dipimpin oleh Jenderal
Ishii Shiro, banyak melakukan tindak kejahatan
perang. Misalnya, mereka menguji efek bom
anthraks terhadap manusia dan menyuntikkan
tetanus, cacar, dan plague kepada tentara dan
warga sipil Cina. Dari sejumlah orang yang
dipelajari oleh AS pada tahun 1947, anthraks
menewaskan 31 orang, kolera 50 orang, gas
mustard 16 orang, plague 106 orang, typhoid 22
orang, dan typhus 9 orang. Serta masih banyak
lagi penyakit yang juga diujicobakan. Rusia
menghendaki agar anggota-anggota Unit 371,
termasuk Shiro, diadili. Tetapi AS menjamin
kekebalan mereka. Sebagai imbalan, AS
mendapat hasil eksperimen mereka.
Sebagaimana yang ditulis ahli sejarah, Robert
Harris dan Jeremy Paxman, ‘AS justru
melindungi para bakteriologis Jepang dari
tuntutan kejahatan perang sebagai imbalan atas
data-data eksperimen manusia’. Informasi ini
disembunyikan hingga selama 30 tahun setelah
perang.
18. Penggunaan senjata kimia dalam Perang
Vietnam. Sejak PD I, AS meluncurkan perang
biokimia untuk pertama kalinya dalam perang
Vietnam. AS menggunakan gas CS dan
defoliant, seperti Agent Orange, untuk
melawan gerilyawan National Liberation Front.
Pada tahun 1970, ‘Operation Ranch Hand’
menumpahkan 12 juta galon Agent Orange ke
Vietnam, menghancurkan 4,5 juta hektar
tumbuh-tumbuhan di daerah luar kota dan
meracuni tanahnya selama beberapa tahun.
Para pendukung Ranch Hand memiliki slogan
khas, ‘only we can prevent forests’. Agent
Orange mengandung dioksin, salah satu bahan
kimia penyebab kanker paling mematikan di
muka bumi. Digunakannya Agent Orange oleh
AS menimbulkan penderitaan yang mendalam
terhadap rakyat Vietnam dan tentara AS
beserta keluarga mereka.
19. Alasan di balik dukungan AS terhadap
konvensi senjata biologi dan kimia. Pada
tahun 1972, Presiden Richard Nixon
mengumumkan bahwa AS menghentikan
program senjata biologi dan kimia. Hal tersebut
dilakukan bukan karena tujuan kemanusiaan,
melainkan karena pemerintahannya telah
menyadari bahwa teknologi yang dibutuhkan
dalam memproduksi senjata semacam itu
terlihat akan tersebar demikian luasnya sampai-
sampai pengembangannya tidak akan dapat
dihindari. Produksi senjata biokimia akan jauh
lebih murah dan mudah dibandingkan senjata
nuklir. Dari sini akan muncul kesulitan untuk
mempertahankan posisi monopolistik terhadap
senjata biokimia tersebut. Segera setelah
keputusan AS ini, Biological Weapons
Convention (BWC) ditandatangani pada
tanggal 10 April 1972 dan mulai berlaku
terhitung 26 Maret 1975. Sedangkan Chemical
Weapons Convention (CWC) ditandatangani
pada tanggal 13 Januari 1993 dan resmi berlaku
sejak 29 April 1997. Senasib dengan perjanjian
pengendalian senjata nuklir, AS
memperlakukan kedua perjanjian ini secara
selektif dan diskriminatif. DK PBB dapat
menyelidiki setiap keluhan, akan tetapi
kekuasaan untuk melakukan hal itu tidak
pernah diajukan. Dengan hak veto yang
dimilikinya, AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan
Cina, mampu memblok setiap keputusan untuk
menyelidiki senjata biologi. Pada bulan Juli lalu,
AS menolak penerapan protokol perjanjian
BWC karena dipandang tidak sesuai dengan
kepentingannya.
20. Perkembangan senjata biokimia terkini.
Pada tanggal 4 September 2001, New York
Times mengungkapkan bahwa para peneliti
sistem pertahanan biologi CIA, dengan dalih
kepentingan defensif, mengujicoba sampel
bom biologi dan membangun fasilitas produksi
senjata biologi di Nevada, aktivitas yang tidak
dapat dipisahkan dari penelitian senjata biologi
ofensif. AS merahasiakan aktivitas tersebut dan
tidak pula mengungkapkannya dalam
confidence building report kepada BWC. Kajian
defensif yang AS lakukan itu dapat diartikan
sebagai pengembangan senjata biologi.
Misalnya, serangan anthraks pada bulan
Oktober 2001 di AS, sepertinya diawali oleh
ilmuwan domestik dari ahli laboratorium
senjata biologi AS sendiri.
21. Hubungan AS dengan konvensi senjata
biokimia. Menurut CWC, Organisation for the
Prohibition of Chemical Weapons dapat
2
melakukan inspeksi terhadap laboratorium,
pabrik dan mempelajari kerusakan yang
ditimbulkan senjata-senjata kimia. AS
kemudian memaksa organisasi tersebut untuk
mengganti direkturnya, Jose Bustani.
Kesalahan Jose Bustani adalah keinginannya
untuk memeriksa AS sama seperti negara-
negara lain yang diperiksa, dan mengajak
Saddam Hussein menandatangani CWC. Amat
kontras dengan sikapnya yang giat memaksa
dilakukannya inspeksi terhadap persenjataan
Irak, AS tidak perlu berpikir lama untuk
menolak setiap inspeksi senjata terhadap
negaranya sendiri. Pada tahun 1997, Senat AS
meluluskan Chemical Weapons Convention
Implementation Act, yang pada Pasal 307-nya
berbunyi: ‘Presiden berhak menolak permintaan
dilakukannya inspeksi terhadap setiap fasilitas di
Amerika Serikat bilamana Presiden menganggap
bahwa inspeksi tersebut dapat menimbulkan
ancaman bagi kepentingan keamanan nasional
Amerika Serikat’.
22. Dukungan AS terhadap program senjata
biokimia Irak. AS juga berperan dalam
pengembangan senjata biokimia. Pada tahun
1998, siaran berita Channel 4 di Inggris
mengklaim penemuan dokumen intelijen AS,
yang menunjukkan bahwa sejumlah 14
pengiriman bahan-bahan biologi telah diekspor
dari AS ke Irak. Termasuk 19 paket bakteri
anthraks dan 15 paket botulinum, organisme
yang menimbulkan botulisme. Siaran berita itu
menunjukkan mereka memiliki bukti bahwa
Irak telah membeli sejumlah toksin setelah Irak
menggunakan gas untuk menyerang
perkampungan Kurdi di Halajaba yang
menewaskan 5000 orang.
Kesimpulan
Dari paparan di atas, jelas sekali bahwa Barat
tidak dapat dipercaya dalam hal kepemilikan
senjata pemusnah massal. Senjata tersebut
telah digunakan secara sistematis oleh Barat
terhadap jutaan orang tak berdosa dalam PD I,
PD II, Perang Vietnam dan bahkan terhadap
warga mereka sendiri. Hal ini menunjukkan
betapa anak-anak masa kini dan masa depan
tidak boleh lagi dijadikan objek pembantaian
Barat, atau dengan meminjam kata-kata
Truman, ‘eksperimen’ berikutnya yang akan
mereka hadapi. Kita pun perlu mengingatkan
diri kita sendiri akan nilai-nilai yang muncul dari
pemerintahan Kapitalis-Barat dengan
menyimak kembali ucapan Major Foulkes, salah
satu arsitek senjata kimia Inggris, tatkala ia
dikirim ke India pada tahun 1919. Sebagai
upaya menekan militer Inggris agar
menggunakan senjata kimia dalam perang
melawan Afghanistan, ia berargumentasi
bahwa ‘‘Kelengahan, kurangnya instruksi dan
disiplin, dan tiadanya perlindungan terhadap
sebagian wilayah Afghanistan dan suku-suku di
sana akan meningkatkan korban akibat
penggunaan gas mustard di garis depan’.
BAB 2
Barat dan Hukum Internasional
Salah satu poin penting yang dijadikan alasan
pembenaran serangan ke Irak adalah klaim
bahwa Irak telah melanggar berbagai hukum
internasional dan tidak menghormati sejumlah
resolusi PBB. Bab ini mencoba mengupas
kontradiksi Barat sendiri tehadap hukum
internasional, dan fakta bahwa lima negara
anggota tetap DK PBB mempunyai hak veto,
sebuah pilihan yang tidak dimiliki negara-
negara lain seperti Irak.
Liga Bangsa-Bangsa dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa
1. Abad ke-20 mungkin dikenal sebagai Abad
Perang. Setelah berlalunya dua perang dunia
yang telah merenggut nyawa sekitar sepuluh
juta orang, beberapa konflik lain menghasilkan
kematian bagi jutaan orang lainnya. Entah
karena kehilangan sejumlah besar rakyatnya
atau karena adanya tantangan untuk
perimbangan kekuasaan, meletusnya dua
perang dunia ditindak lanjuti dengan adanya
upaya dari kekuatan baru dunia untuk
bersekutu guna mencegah potensi konflik
selanjutnya. Maka, setelah Perang Dunia I,
lahirlah Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Sementara,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lahir usai
Perang Dunia II. Kedua organisasi ini bertujuan
2
untuk menjaga dan memelihara perdamaian
melalui persatuan internasional. Akan tetapi
keduanya telah gagal mencapai tujuan mereka,
yakni menciptakan perdamaian dan keamanan
dunia.
2. Liga Bangsa-Bangsa dibentuk segera
setelah The Great War (1914-1918). Presiden AS
Woodrow Wilson, adalah salah seorang
pemrakarsanya melalui 14 poinnya yang
terkenal, termasuk di dalamnya penghapusan
diplomasi rahasia dengan keterbukaan,
kebebasan perairan internasional dari
peperangan, penghapusan pembatasan
perdagangan internasional bila memungkinkan
dan sebagainya. Sebagai hasil dari LBB,
muncullah format baru peta Eropa dan peta
Timur Tengah; Polandia, Yugoslavia dan
Cekoslowakia, menjadi batas Eropa yang baru,
dan tentu saja ada peta Timur Tengah yang
baru. Irak modern diciptakan oleh LBB
sebagaimana halnya negara-negara baru
seperti Palestina, Syria, dan Libanon.
Bagaimanapun, tidak seluruh kekuatan dunia
berpartisipasi dalam LBB; Kongres AS menolak
bergabungnya Jerman ke dalam LBB, dan di
tahun 1933, Jerman pun keluar.
3. Di antara seluruh anggota LBB, negara-
negara kuat saat itu cenderung lebih
mementingkan urusannya masing-masing;
Perancis menduduki Rhineland untuk menekan
Jerman agar membayar kerugian yang mereka
derita akibat perang sebelumnya, dan Italia
menduduki Corfu. Keduanya terjadi di tahun
1923. Invasi Italia atas Abbessinia pada tahun
1935, dan selanjutnya perang saudara di
Spanyol yang meletus sejak tahun 1936, lebih
mempertegas betapa impotennya LBB,
terutama ketika sanksi yang dijatuhkan
terhadap Spanyol ternyata tidak mampu
menghentikan perang saudara di sana.
4. Negara-negara kecil mencoba untuk
menggoyang kekuatan para adidaya. Ketika
Eamon de Valera dari Irlandia menjadi Presiden
Dewan LBB –cikal bakal Dewan Keamanan
PBB– ia mengusulkan agar LBB memiliki
sebuah pasukan multinasional untuk
menghentikan agresi Italia tahun 1935. Ia
bahkan siap menyumbangkan pasukan Irlandia
yang berjumlah kecil untuk proyek tersebut,
namun tawarannya tidak memperoleh
dukungan dari negara-negara besar. De Valera
pun mengeluh, ‘Kita belum pernah mampu
menahan keinginan kita dengan mengorbankan
kepentingan sendiri ketika kepentingan itu
bertentangan dengan keadilan’ [The
Independent, 6 Oktober 2002]. Uni Soviet,
anggota sejak tahun 1934, dikeluarkan karena
menyerang Finlandia di tahun 1939. Akhirnya,
LBB sama sekali tidak berdaya untuk mencegah
meletusnya Perang Dunia II. Pada tahun 1946,
dilakukan voting untuk membubarkan LBB.
Setelah itu, beragam properti dan kelengkapan
organisasinya banyak yang ditransfer ke PBB.
5. Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sebuah
organisasi yang didirikan oleh kekuatan utama
dunia, dengan tujuan –secara teoritis–
menyelesaikan persengketaan internasional
yang berpotensi menimbulkan peperangan,
yang pada gilirannya dapat menyebabkan
hilangnya nyawa manusia. PBB juga
mempromosikan nilai-nilai semacam hak asasi
manusia, yang sejalan dengan nilai-nilai
kekuatan dunia Barat. Meskipun demikian,
terlepas dari eksistensi organisasinya yang
besar dengan perwakilan lebih dari 180 negara
anggota guna memecahkan beragam sengketa
internasional secara diplomatis, kekuatan dunia
tetap bermain dan menelikung organisasi ini
untuk meraih tujuan mereka masing-masing.
AS, Inggris, Cina, Rusia dan Perancis telah
menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB,
tanpa pemilihan. Mereka memiliki kekuatan
untuk memveto setiap resolusi PBB yang tidak
mereka sepakati, sehingga resolusi itu tidak
bisa menjadi hukum. Karena itulah, Anda tidak
akan menemukan resolusi Dewan Keamanan
PBB yang mengutuk invasi AS ke Panama,
penggunaan senjata kimia mereka di Vietnam
ataupun pembunuhan massal yang dilakukan
Rusia di Chechnya.
Invasi Irak ke Kuwait tahun 1991 konon
melanggar hukum internasional dan resolusi
PBB. Namun, seandainya Kuwait diinvasi oleh
salah satu dari lima anggota tetap Dewan
Keamanan, niscaya DK PBB tidak akan mampu
2
berbuat apa-apa. Konsekuensi dari dimilikinya
hak veto oleh lima negara tersebut adalah
mereka dapat membatalkan sebuah resolusi,
sekalipun resolusi tersebut mendapatkan
dukungan internasional. AS dikenal paling
sering mempergunakan hak vetonya untuk
mencegah resolusi yang bertentangan dengan
kepentingannya sendiri. Akan tetapi, PBB kerap
dianggap sebagai benteng demokrasi dan dasar
objektivitas internasional, hingga kini.
6. Beragam resolusi yang ditujukan untuk isu-
isu Timur Tengah pun banyak yang dibatalkan
oleh veto AS. Beberapa waktu yang lalu,
sebuah majalah Inggris Economist, mencoba
mengilustrasikan tidak adanya standar ganda
antara penggunaan kekuatan terhadap Irak dan
kurangnya opsi militer terhadap negara-negara
semacam Israel. Dalam majalah tersebut
disebutkan, bahwa resolusi-resolusi yang
digunakan berbeda secara hukum [Economist,
halaman 23-25, edisi 12-18 Oktober 2002].
Namun demikian, majalah tersebut luput
melihat fakta bahwa negara-negara semacam
Amerika dan Inggris tidak akan pernah
meloloskan resolusi yang memungkinkan
dilakukannya upaya militer untuk menekan
Israel, walaupun beberapa kasus pencaplokan
tanah, kejahatan perang dan pembunuhan
sistematis terhadap warga sipil terus terjadi.
Beberapa veto AS yang terbaru di antaranya
mencakup: usul pengiriman pasukan
perdamaian PBB ke Tepi Barat, Gaza, 2001;
tuntutan agar Israel menghentikan
pembangunan pemukiman di sebelah Timur
Yerusalem serta pembangunan berbagai
pemukiman serupa di daerah-daerah
pendudukan lainnya, 1997; seruan agar
pemerintahan Israel menahan diri untuk tidak
melakukan segala tindakan termasuk
perencanaan pembangunan pemukiman, 1997;
penegasan bahwa pengambilalihan tanah yang
dilakukan Israel di Yerusalem Timur adalah
tidak sah dan melanggar berbagai resolusi yang
dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB dan
ketetapan yang diatur dalam poin 4 Konvensi
Jenewa; menunjukkan dukungan terhadap
proses perdamaian, termasuk Declaration of
Principles 13 September 1993, 1995; rancangan
resolusi NAM untuk menciptakan sebuah
komisi yang beranggotakan tiga anggota
Dewan Keamanan PBB ke Rishon Lezion, di
mana seorang tentara Israel menembaki tujuh
orang warga Palestina, 1990; daftar ini masih
lebih panjang lagi (Lihat tabel ihwal sejumlah
veto yang dikeluarkan AS dan menguntungkan
Israel pada bagian akhir bab ini).
7. Pada musim panas 2002, AS memveto
perpanjangan misi di Bosnia karena takut
tentara mereka yang dikirimkan ke sana akan
diseret ke International Criminal Court
(Mahkamah Kriminal Internasional) oleh
musuh-musuh mereka [BBC online, 3 Juli 2002].
Ini jelas menunjukkan bahwa manuver yang
dilakukan AS untuk PBB hanya terjadi bilamana
hal itu menguntungkan AS. Bagaimanapun,
sikap pilih kasih terhadap hukum internasional
merupakan bagian dan menjadi paket dari
kebijakan luar negeri AS. AS senantiasa
menuntut Irak untuk mematuhi hukum
internasional, sedangkan AS sendiri tidak
mengindahkannya dan malah menginjak-injak
aturan yang sama. Robin Theurkauf, seorang
Visiting Fellow pada Yale University dan istri dari
salah satu korban peristiwa 11 September 2001,
mengatakan, ‘Kita yang berada di AS menyukai
hukum internasional dan kita pun ingin negara-
negara lain mematuhinya. Akan tetapi, adalah
sebuah kemunafikan yang sangat kentara ketika
kita menuduh negara-negara lain melanggar
aturan sementara kita sendiri secara agresif
menolak gagasan untuk tunduk kepada sistem
hukum internasional sebagai bagian dari
masyarakat dunia’ [Milan Rai., ‘War Plan Iraq’.,
hal. 205].
8. Hak asasi manusia –sebuah istilah yang
digunakan secara sangat subjektif– secara teori
diakui sebagai hal yang fundamental oleh PBB
dan seperti kita ketahui, tercantum dalam
Pembukaan Piagam PBB: ‘… untuk kembali
menegakkan penghargaan terhadap hak asasi
manusia yang fundamental, dalam martabat
dan nilai-nilai kemanusiaan, dalam persamaan
hak antara pria dan wanita serta negara kecil
dan besar…’. Tatkala mereka menjajakan nilai-
nilai yang diadopsi oleh PBB kepada seisi dunia,
kekuatan dunia semacam AS, Inggris, Rusia dan
yang lain, justru secara terbuka mendukung
2
rezim penindas rakyat dan pelanggar hak-hak
dasar rakyatnya sendiri. Meski kami telah
membuat bab tersendiri untuk membahas topik
ini, sangat penting bagi kita untuk melihat
bagaimana PBB melanggar prinsip-prinsip
mereka sendiri dengan tetap bersikap pasif
ketika negara-negara kuat melanggar setiap
hak dasar kemanusiaan. Di satu sisi, AS, Inggris
dan yang lain menyerukan kepada dunia agar
menaati berbagai nilai ‘universal’. Sementara di
sisi lain mereka pun secara terbuka memberi
dukungan moral dan finansial kepada berbagai
rezim, misalnya Mesir dan Uzbekistan yang
secara terang-terangan melanggar hak-hak
rakyatnya.
9. Baru-baru ini dalam sebuah konferensi pers
bersama dengan Sekjen PBB di Tashkent,
Uzbekistan, Presiden Karimov dengan berang
menanggapi pertanyaan seputar pelanggaran
HAM di Uzbekistan. Ia berkata, ‘Saya ingin
menjawab pertanyaan wartawan tadi dengan
pertanyaan juga. Katakan pada saya, adakah
satu saja negara di dunia ini yang tidak
melanggar HAM? Mungkin Anda dapat
menyebut satu negara yang tidak melanggar
HAM atau yang tidak terbukti melakukan
pelanggaran HAM?’ [Reuters, 18 Oktober 2002].
Meskipun rajin mengajarkan nilai-nilai HAM ke
seluruh dunia dan hingga tahun 2001 masih
menjadi anggota Dewan HAM PBB, negara
Barat seperti AS tercatat sering melakukan
pelanggaran HAM. Laporan sebuah kelompok
HAM menyoroti kasus pelanggaran HAM di
penjara-penjara AS yang melebihi
kapasitasnya, termasuk rasisme [CNN, 6
Oktober 1998], juga rasisme dalam
pelaksanaan hukuman mati [Amnesti
Internasional, 16 Oktober 2002], dan
kebrutalan polisi dalam kasus terkenal, Amado
Dialo dan Rodney King, serta pembinasaan
penduduk asli Indian dalam rangka perluasan
wilayah. Dengan fakta-fakta seperti ini, AS dan
Inggris, yang masa lalunya tidak perlu lagi
dikomentari, masih berani menceramahi
negara seperti Irak supaya menghormati HAM.
Australia pun dilaporkan melanggar hak-hak
pengungsi yang ingin sekadar mencari tempat
berlabuh di wilayahnya. Selain AS dan Inggris,
negara besar lain seperti Rusia dan Cina juga
memiliki catatan suram berkenaan dengan
HAM. Rusia dengan kasus Chechnya,
sedangkan Cina tersandung kasus di Xinjaing.
10. Berbagai kekerasan yang dilakukan negara-
negara kuat, yang juga anggota PBB, anggota
Dewan Keamanan dan anggota Badan HAM
PBB, memperlihatkan pandangan mereka
bahwa kepentingan bangsanya sendiri adalah
lebih penting daripada hak asasi manusia,
kesejahteraan, pemukiman atau masalah-
masalah kemanusiaan secara umum.
11. Pada tahun 1994, terjadi pembantaian
besar-besaran terhadap jutaan orang di Afrika
Tengah. Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali
menuduh suku Hutu yang mendominasi
angkatan bersenjata Rwanda telah melakukan
pembantaian terhadap suku Tutsi. Ketika
peristiwa itu sedang mencapai puncaknya,
pasukan PBB yang memang tidak
diperintahkan untuk melindungi warga sipil,
tanpa rasa malu meninggalkan Kigali dan untuk
beberapa bulan kemudian, warga Rwanda –
umumnya suku Tutsi– dibantai. Pasukan
Rwandan Patriotic Front memasuki Kigali dan
pembantaian pun tak terelakkan. PBB
kemudian datang ke wilayah tersebut. Namun,
Boutros Boutros Ghali, Sekjen PBB saat itu,
mengeluhkan minimnya dukungan negara-
negara kuat –khususnya AS– dalam operasi
perdamaian PBB. Pembantaian warga Rwanda
sebenarnya dapat dihindari, karena tiga negara
anggota PBB (Belgia, Prancis dan AS), dua di
antaranya anggota tetap Dewan Keamanan,
sebelumnya telah mengetahui rencana
pembantaian suku Tutsi itu.
Paparan berikut yang disarikan dari biografi
Boutros Boutros Ghali menunjukkan fakta
bahwa negara-negara kuat sebelumnya telah
mengetahui pembantaian yang akan terjadi:
‘Jenderal Dalaire telah mengirim telegram
kepada Department of Peace-Keeping
Operations (DPKO) (Departemen Operasi
Penjaga Perdamaian PBB), isinya tentang
laporan seorang informan perihal adanya
penimbunan senjata yang dilakukan pasukan
Hutu untuk persiapan pembantaian suku Tutsi.
Dalaire meminta izin untuk mencoba menyita
2
senjata tersebut, namun permohonannya ditolak
oleh DPKO dengan alasan bahwa mandat untuk
operasi PBB di Rwanda tidak mencakup perkara
semacam itu. Keesokan harinya, 12 Januari
1994, Dalaire, dalam rangka menjalankan
perintah PBB, memberitahu Duta Besar Belgia,
Perancis dan AS tentang informasi tersebut.
Dengan kata lain, PBB sebenarnya telah
menginformasikan kabar itu kepada negara-
negara kuat yang sebenarnya dapat bertindak
untuk mencegah pembantaian tersebut’ [Boutros
Boutros Ghali., ‘Unvanquished’., 1998]. Sekali
lagi, ketidakpedulian negara-negara kuat yang
menguasai PBB telah menimbulkan bencana
kemanusiaan. Tidak seperti Irak, Rwanda tidak
memiliki minyak dan terletak di lokasi yang
tidak strategis.
Boutros Boutros Ghali dalam biografinya
memaparkan masalah yang terjadi di PBB
tersebut. ‘Belum lama ini seluruh dunia mengira
mampu mengetahui dan mencegah
pembunuhan massal. ‘Takkan lagi’ adalah kata
yang paling tepat. Namun pembantaian kembali
terjadi; di Kamboja, saat lebih dari satu juta
korban jatuh di tangan Khmer Merah; di bekas
wilayah Yugoslavia, saat terjadi pembantaian
yang termasyhur sebagai ‘pembersihan etnis’; di
Somalia, ketika terjadi genosida akibat perang
saudara yang telah membuat terhambatnya
bantuan untuk rakyat yang kelaparan dan
menderita sakit, serta ketika 350.000 orang mati
sebelum Dewan Keamanan memutuskan untuk
turun tangan. Di Rwanda, hampir satu juta
orang terbunuh akibat genosida, namun Dewan
Keamanan PBB tidak melakukan apapun’
[Boutros-Boutros Ghali., ‘Unvanquished’.,
1998].
12. Dalam Earth Summit terakhir di
Johannesburg, masalah kesenjangan antara
dunia kesatu dan dunia ketiga menjadi sorotan.
Juga terungkap upaya negara-negara kuat
menghindari masalah lingkungan hidup dan
target bantuan dunia ketiga. Keengganan
negara-negara maju ini adalah sebuah cerita
lama mengingat dalam Earth Summit
sebelumnya di Rio, Brazil, pada tahun 1992, hal
ini telah terlihat. Ketika itu negara-negara
anggota PBB berikrar untuk memperbaiki
lingkungan dunia dengan mengurangi
kebiasaan mengkonsumsi sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui. Beberapa
negara anggota yang menghadiri pertemuan
tersebut telah mengkhianati ikrar mereka
sendiri dan gagal menerapkan atau meratifikasi
undang-undang atau kebijakan yang
diperlukan.
13. Seorang juru bicara WWF mengatakan
bahwa pemerintahan AS yang dipimpin oleh
Bush serta Kanada dan Australia berupaya
keras agar proses itu tidak menghasilkan
sesuatu yang positif. ‘Mereka benar-benar
menghalang-halangi setiap kemajuan dalam hal
rencana aksi konkrit dan ini menimbulkan sebuah
efek domino yang menakutkan’ [CNN, 7 Juni
2002]. Sepuluh tahun kemudian, muncul
banyak kritik atas nihilnya ketercapaian tujuan
yang dicanangkan dalam pertemuan Rio.
Beberapa negara anggota telah mengkhianati
janji mereka sendiri, gagal
mengimplementasikan atau meratifikasi
undang-undang atau kebijakan yang
diperlukan. Subsidi yang diberikan oleh negara-
negara maju untuk para petani lokal merupakan
isu lain yang berkembang. Menurut Bank
Dunia, subsidi untuk para petani di Eropa dan
AS secara keseluruhan mencapai US$ 1 milyar
per hari, benar-benar tidak mempedulikan jatah
para produsen yang berasal dari negara-negara
berkembang [AFP, 28 Agustus 2002].
14. Akibatnya, para ahli lingkungan mengkritik
kebijakan negara-negara besar, khususnya AS.
Bahkan ada yang memprotes serta
mencemooh pidato Menteri Luar Negeri AS,
Colin Powell, pada Earth Summit di
Johannesburg. Vandana Shiva, pendiri India’s
Research Foundation for Science, Technology
and Ecology, menuding, ‘AS tidak memiliki
strategi’. Berkenaan dengan masalah
privatisasi, ia katakan, ‘Mereka ingin agar kita
menutup mata dan berkata: ‘serahkan semuanya
kepada pasar’, dan itu tidak terjadi’ [Washington
Post, 30 Agustus 2002]. Politisi dari Partai
Republik, George Miller (distrik California),
yang menghadiri pertemuan Johannesburg,
ikut mengkritik kebijakan pemerintahan Bush.
‘Pemerintah AS telah menjadi penghambat
2
dalam upaya mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan’, ujarnya [Washington Post, 30
Agustus 2002].
15. Pemerintah AS menolak disalahkan dan
malah melimpahkan tanggung jawab kepada
negara-negara dunia ketiga. Menteri Luar
Negeri AS, Colin Powell, mengkritik Zambia
yang menolak bantuan pangan dari AS,
termasuk di dalamnya bijih padi hasil modifikasi
genetik yang akan menguntungkan
perusahaan-perusahaan AS. Rezim AS yang
sama telah menolak penambahan bantuan
untuk negara dunia ketiga, seraya menjajah
mereka melalui berbagai lembaga semacam
IMF dan Bank Dunia. AS juga menolak sebuah
resolusi pertemuan dunia PBB di Monterrey
awal tahun ini yang bertujuan untuk
meningkatkan target bantuan kepada negara-
negara dunia ketiga menjadi sebesar 0,7% dari
pendapatan nasional negara maju. Washington
telah menjadi salah satu dari donor paling kikir
–meski menjadi negara dengan perekonomian
terkuat– yaitu hanya mencurahkan 0,1% dari
pengeluaran nasionalnya untuk bantuan
internasional [The Guardian, 23 Januari 2002].
Sebelum pertemuan itu berlangsung, AS
berupaya menghilangkan setiap penyebutan
tujuan pembangunan yang telah disepakati
secara internasional dan menentang pendapat
bahwa negara maju harus memenuhi target
PBB perihal alokasi 0,7% dari pendapatan
nasionalnya untuk bantuan internasional.
16. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
sepanjang dekade 1990-an AS menunggak
iuran ke PBB. Pada saat AS mulai melunasi
utangnya ke PBB, nilai yang harus mereka
bayar sudah sebesar US$ 1,5 milyar. Alasan AS
untuk tidak membayar secepatnya tidak
berhubungan dengan kesulitan finansial,
mengingat sepanjang tahun 1990-an mereka
mengalami ledakan ekonomi berkat dot com
mania. Dihadapkan pada resiko kehilangan hak
suara mereka dalam Majelis Tinggi PBB dan
semakin melemahnya pengaruh mereka di
PBB, Washington segera menyetorkan sedikit
uang pada tahun 1999. Namun Washington
memang gemar melakukan segala sesuatu
dengan caranya sendiri dan mereka menolak
keras membayar tambahan biaya penjagaan
perdamaian; juga telah menahan uang untuk
beberapa proyek yang AS anggap mubazir atau
tidak jelas, dan meributkan jumlah pajak yang
dibayarkan PBB bagi para pekerja Amerika
dalam program penyetaraan pajak [New York
Times, 28 Juni 1998].
Kesimpulan
Lembaga-lembaga internasional semacam PBB
dan IMF merupakan organ-organ imperialis
yang dirancang untuk menjajah negara-negara
berkembang, termasuk negeri-negeri muslim.
Syariat Islam melarang kaum Muslim untuk
menggantungkan nasibnya pada lembaga-
lembaga seperti itu secara politis dan
pemerintahan, dalam bentuk apapun. Namun,
seperti yang telah digambarkan dalam bab ini,
bangsa-bangsa semacam AS dan Inggris tidak
meyakini bahwa konsep hukum internasional
harus ditegakkan di atas kepentingan negara
manapun. Karena itulah upaya pembenaran
perang terhadap Irak dengan menggunakan
argumentasi pelanggaran Irak terhadap hukum
internasional, menemui kegagalan. Sangat jelas
bahwa penyalahgunaan PBB oleh sekutu
merupakan sebuah langkah taktis, bukan
strategis, yang menjadi alasan mengapa
mereka selalu bergerak di jalur unilateral
sebagai sebuah opsi yang tetap ada.
Karenanya, kecenderungan dan determinasi
untuk beraksi secara unilateral merupakan
sebuah ujung final dalam peti mati bagi mereka
yang berpendapat bahwa perdebatan ini
berkisar pada kedudukan PBB dan hukum
internasional.
2
2
2
2
BAB 3
Barat dan Rezim Diktator
Dokumen pemerintah Inggris berupaya keras
menjustifikasi perang dengan menjadikan
rezim represif Saddam Hussein sebagai alasan.
Walau demikian, sedari dulu sudah ada
hubungan buruk antara negara-negara Barat
yang ‘terpilih secara demokratis’ dengan
‘rezim-rezim diktator’ di dunia. Ketika manfaat
menjadi aksioma dijalankannya politik Barat,
maka segala macam hukum internasional,
prinsip-prinsip dan kebijakan ‘etis’ luar negeri
dapat disingkirkan dengan mudah. Sehingga,
bukan merupakan suatu kejutan bahwa Inggris
dan AS berada di garis terdepan dalam
membangun aliansi dengan berbagai rezim
diktator paling brutal sepanjang abad yang
lalu dan yang masih berlanjut hingga kini.
Banyak contoh yang memperlihatkan
bagaimana mereka mendudukkan, mendukung
dan menjatuhkan pemimpin sebuah negara
berdasarkan kepentingan nasional mereka.
Aliansi mereka dengan berbagai rezim tercipta
di bawah eufimisme yang berhubungan dengan
strategi, geopolitik dan semacamnya. Bab ini
mencoba menapaktilasi keterkaitan Barat
dengan rezim-rezim diktator dan selanjutnya
membuktikan bagaimana mereka berkolusi dan
mendukung aktivitas despotisme yang brutal.
Anda, sidang pembaca, harus menyadari
sepenuhnya bahwa AS dan Inggris senantiasa
memunculkan sejumlah premis kosong untuk
memberlakukan berbagai hukum dan standar
terhadap seluruh negara di dunia.
Terrorists become any foreign people you don’t
like (Kini teroris adalah setiap orang asing yang
tidak Anda sukai).
[Frank Furedi]
If the Nurenberg laws were applied today, then
every Post-War American President would have
to be hanged (Andaikata hukum Nurenberg
diberlakukan sekarang, maka setiap Presiden AS
pasca perang harus digantung).
[Noam Chomsky]
2
1. Daftar para diktator, di mana Barat turut
membantu dan bersekongkol dengan
mereka, sangatlah panjang dan terkenal. Bisa
jadi kita perlu sebuah dokumen tersendiri jika
ingin mengkaji semuanya secara utuh. Sekadar
informasi saja, berikut ini daftar para dikatator
yang kami buat.
Sani Abacha
Daniel Arap Moi
Jerry Rawlings
Yoweri Museveni
Muammar Khaddafi
Gamal Abdul Nasser
Anwar Sadat
Hosni Mubarak
Islam Karimov
Adeeb Shishkaly
Hosni As Zaim
Abdul Kareem Kassem
Hafez Al Asad
Jenderal Ayub Khan
Jenderal Yahya Khan
Jenderal Zia ul Haq
Jenderal Pervaiz Musharraf
Jenderal Suharto
Ferdinand Marcos
Pol Pot
Josef Stalin
Adolf Hitler
Jenderal Augustine Pinochet
Reza Pahlevi – Shah Iran
Mobuto Sese Seko
Laurent Kabila
Robert Mugabe
Saddam Hussein
2. Agaknya sejarah akan menempatkan Josef
Stalin dan Adolf Hitler di antara para
pembunuh massal dan tirani pada zaman
kita. Jumlah orang yang mereka bunuh berada
pada kisaran jutaan dan itupun baru perkiraan.
Bagaimanapun, pihak Baratlah yang telah
memberi mereka peluang untuk tampil ke
pentas dunia sekaligus membantu kejahatan
yang mereka lakukan.
3. Pernyataan George W. Bush bahwa
‘Diktator Irak adalah murid Stalin,’ merupakan
sesuatu yang ironis. Hal ini mengingat
Baratlah, khususnya AS, yang menjalin dan
menciptakan persekutuan dengan diktator –
yang secara historis tidak diragukan lagi–
paling brutal sepanjang Perang Dunia II itu.
Nama Josef Stalin akan selalu dikenang dalam
sejarah sebagai diktator terbrutal di zaman ini.
Pada tahun 1932, ia memerintahkan untuk
membuat bangsa Ukraina kelaparan agar mau
menjalankan program kolektivisasi dan
menanggalkan nasionalisme mereka.
Setidaknya 8 juta orang Ukraina dibunuh,
sementara yang lain terpaksa menjalankan
praktek kanibalisme. Sejak tahun 1917 hingga
kematian Stalin di tahun 1953, Uni Soviet telah
menembaki, menyiksa, mengusir,
membekukan dan semacamnya hingga
menewaskan lebih dari 40 juta orang rakyatnya.
Beberapa sejarawan Rusia bahkan mengklaim
bahwa jumlah yang sebenarnya adalah lebih
dari itu. Akan tetapi, hal itu tidak menghentikan
Barat untuk tetap menjalin persahabatan dan
memberikan bantuan sepanjang Perang Dunia
II atas dasar ‘greater good’ (“kemaslahatan yang
lebih besar”).
4. Fenomena tentang hubungan Presiden AS
Roosevelt dengan Stalin telah dikenal luas.
Dalam bukunya, ‘From Chronicles of Wasted
Time: Number 2 The Infernal Grove’, penulis
Inggris Malcolm Muggeridge di halaman 199
menulis: ‘Roosevelt… melakukan apapun yang
dapat ia lakukan untuk memastikan bahwa,
ketika Jerman kalah, Stalin dengan mudahnya
menduduki dan menguasai berbagai negara
bersama dengan sekutu-sekutunya…. Dan ahli
spionase muda kita (semacam Kim Philby dan
lain-lain) telah menunjukkan maksud yang sama
dengan mengatur agar, di negara yang jauh, dia
(Stalin) diberi pasukan dengan persenjataan
yang lengkap, keuangan yang besar dan
pasukan bawah tanah yang terorganisasi
dengan baik’. AS melihat bahwa partisipasi
Rusia sangat krusial untuk membentuk tatanan
dunia pasca perang dan karenanya, menjalin
perjanjian dengan Stalin dipandang sebagai
strategi imperatif yang sangat esensial. Harry
Hopkins, ajudan terdekat Roosevelt,
merefleksikan pemikiran sang presiden itu
dalam tulisan yang dibuatnya: ‘Kita tidak dapat
mengatur dunia antara Inggris dan kita begitu
2
saja tanpa menyertakan Rusia sebagai mitra
sejajar. Untuk itu, jika urusan dengan Chiang Kai
Sek berjalan dengan baik, aku pun akan
menyertakan Cina’. Di antara para pembesar
Inggris pun ada yang cenderung mengagumi
sang pembantai hampir 20 juta orang
tersebut. ‘Bila aku harus menyusun sebuah tim
negosiasi, Stalin akan menjadi pilihan
pertamaku,’ ucap Anthony Eden, Menteri Luar
Negeri Inggris. Dalam sebuah pertemuan di
Teheran pada tahun 1943, Churchil berkata,
‘Marshal Stalin berhak mengambil tempat di
antara tokoh-tokoh besar dalam sejarah Rusia,
dan layak disebut sebagai ‘Stalin yang Agung’’
[Edward Radzinsky, ‘Stalin’].
5. Alvin Finkel dan Clement Leibovitz
mengupas keterlibatan Inggris dengan Nazi
dalam karya tentang Nazi yang baru terbit, ‘The
Chamberlain-Hitler Collusion’. Sang penulis
menyodorkan berbagai bukti tertulis untuk
meyakinkan bahwa pada kenyataannya para
penguasa Inggris tidak menemukan sesuatu
yang perlu dibenci dari Nazi. Ini bertentangan
dengan kepercayaan yang lazim bahwa Inggris
boleh berbangga hati dengan perannya saat
Perang Dunia II di mana seluruh rakyat bersatu
untuk mempertahankan demokrasi dan hak-
hak negara-negara kecil, dan untuk
mengalahkan tirani Fasisme. Penguasa Inggris
justru menyambut baik rezim Hitler (seperti
yang mereka lakukan terhadap rezim Franco
dan Mussolini), mendukung Jerman untuk
kembali mempersenjatai diri, dan sangat
berharap untuk bersekutu dengan Jerman
hingga tahun 1939. Buku tersebut menghapus
anggapan bahwa Chamberlain mengharapkan
sebuah kesepakatan dengan Hitler karena dia
sangat naif atau ingin menghindari
pertumpahan darah. Sir Neville Henderson,
Duta Besar Inggris untuk Jerman periode 1937-
1939, pada bulan Oktober 1939 menulis, ‘ada
banyak hal di dalam organisasi dan institusi
sosial Nazi … yang harus kita pelajari dan
terapkan terhadap bangsa kita dan demokrasi
model lama’. Adapun tentang Hitler, ‘andai saja
dia tahu kapan dan di mana dia harus berhenti:
misalnya, setelah adanya dekrit Munich dan
Nurenberg untuk Yahudi, dia akan dikenang
sebagai pemimpin besar di dunia’. Bagi orang-
orang Inggris, Nazi bebas melakukan apapun di
Eropa Timur dan Eropa Tengah. Pemerintah
Inggris dapat menerima aksi Hitler di Austria,
Cekoslowakia, dan lain-lain. Dengan kata lain,
Inggris dapat menerima semua tindakan Nazi
sepanjang tidak mengganggu koloni dan pasar
Inggris.
6. Finkel dan Leibovitz menyoroti bagaimana
pemerintah Inggris sangat mendukung
dipersenjatainya kembali Jerman karena
mereka melihat Nazi sebagai sekutu alami
dan potensi kuat yang dapat digunakan untuk
melawan komunisme. Chamberlain menulis
kepada Raja, mengemukakan gagasan bahwa
Jerman dan Inggris akan menjadi ‘dua pilar
perdamaian Eropa dan benteng perlawanan
terhadap Komunisme’. Ketika pada tahun 1936
Rhineland di-remiliterisasi, kabinet Inggris
secara gencar menentang rencana Perancis
yang bermaksud menghentikan hal tersebut.
Laporan kabinet memperlihatkan bahwa
mereka merasa apabila rencana Perancis
berhasil, maka Hitler akan terguling dan itu
merupakan sebuah keuntungan bagi kaum
komunis di Jerman. Argumentasi ini selalu
diandalkan oleh pemerintahan Chamberlain.
Inggris membenarkan invasi Jerman ke Austria
di bulan Februari 1938 dengan alasan bahwa
kedua negara itu telah memutuskan untuk
bersatu secara damai. Hitler pun diberitahu
bahwa mengingat banyaknya populasi suku
Sudeten Jerman di Cekoslowakia, maka Inggris
tidak akan menghalangi invasi terhadap ‘tujuan
Jerman berikutnya (her next goal)’. Inggris
bahkan menandatangani Anglo-German Naval
Accord di tahun 1935, yang memungkinkan
Hitler untuk mengembangkan mesin-mesin
perang, sesuatu yang secara langsung
bertentangan dengan Perjanjian Versailles dan
LBB. Rencana tersebut akan membuat Hitler
memiliki ‘kebebasan’ di Eropa Tengah dan
Timur, sementara Kerajaan Inggris tidak diusik
sama sekali. Inilah makna sebenarnya dari
ungkapan Chamberlain tentang ‘peace in our
time’ –yaitu stabilitas bagi pemerintahan dan
untuk mengusir orang-orang Yahudi, Slavia,
Rumania, dan bangsa atau kaum lain yang tidak
dikehendaki, terutama Komunis. Keterlibatan
AS dengan apa yang disebut sebagai ancaman
2
Nazi pun lebih tersembunyi daripada yang
mereka akui. Antara tahun 1929 dan 1939,
investasi perindustrian AS di Nazi-Jerman jauh
lebih pesat ketimbang investasinya di negara
manapun.
7. Baru-baru ini, keterkaitan AS dengan para
diktator dan kelompok teroris telah
melibatkan aktivitas pelatihan (training),
pendanaan (funding) dan dukungan politis
terhadap rezim-rezim paling brutal. Hal ini
paling jelas terlihat di negara-negara Amerika
Tengah dan Selatan. Sepanjang tahun 1981–
1985, sebuah pasukan teroris Amerika, Contra,
yang dilatih, dipersenjatai dan didanai di
Nikaragua oleh CIA, telah membunuh 3.346
orang anak dan remaja Nikaragua serta
membunuh salah satu atau kedua orang tua
dari 6.236 orang anak [Dianna Melrose.,
‘Nicaragua: The Threat of a Good Example’.,
Oxfam, Oxford, 1985, hal. 26]. Mantan analis
CIA, David Mac Michael, memberikan alasan
untuk hal ini dalam bukti yang diajukan ke
International Court of Justice (Mahkamah
Keadilan Internasional). Ia mengatakan bahwa
teror Amerika dirancang, ‘untuk memprovokasi
serangan lintas perbatasan oleh pasukan
Nikaragua sehingga memperlihatkan sikap
agresif Nikaragua’, dalam rangka menekan
pemerintah Nikaragua ‘agar mengawasi
kebebasan sipil di Nikaragua, menahan para
penentang kebebasan sipil, menunjukkan sifat
totalitarian mereka sehingga meningkatkan
pertentangan di negara tersebut’. Adapun tujuan
sebenarnya adalah untuk menghancurkan
perekonomian Nikaragua. Pada tahun 1986,
World Court mengutuk AS atas ‘penggunaan
pasukan tanpa landasan hukum’ dan tekanan
ekonomi ilegal terhadap Nikaragua.
Menanggapi hal itu, AS memveto resolusi PBB
yang menyerukan seluruh pemerintah agar
menghormati hukum internasional pada tahun
1986 [Noam Chomsky., ‘Western State
Terorism’., hal.19].
8. Menurut United States Commission on
Human Rights (Komisi HAM AS), dalam waktu
lima belas bulan, lebih dari 20.000 warga sipil
di El Salvador tewas oleh pasukan tempur
yang tergabung atau berhubungan dengan
pasukan keamanan yang dilatih AS dan
didanai sebesar US$ 532 juta dalam bentuk
‘hibah’ [Memo Central for International Policy
Aid, Washington, April 1981. Lihat New York
Times, 1 April 1981]. Di Amerika Tengah,
selama tahun 1980-an, setelah Kongres AS
menyangkal pendanaannya, AS terbukti telah
merestui pendanaan dari obat terlarang dalam
‘Perang Rahasia (Secret War)’ CIA terhadap
kaum Sandanista. Dalam acara dengar
pendapat (hearing) Kongres oleh subkomisi
Terorisme, Narkotika, dan Hubungan
Internasional pimpinan Senator John Kerry,
terungkap bahwa, ‘berdasarkan bukti yang
ditemukan, jelas diketahui bahwa Contra
menerima bantuan finansial dan material dari
penyelundup obat bius… Apapun itu, salah satu
badan pemerintah AS memiliki informasi tentang
keterlibatan itu… Meski demikian, para pembuat
kebijakan AS tidak mengharamkan uang dari
narkotika sebagai sebuah solusi bagi masalah
keuangan Contra’ [Laporan dari Sub Committee
on Terrorism, Narcotics, and International
Operations of the Committee on Foreign
Relations, US Senate, Drugs, Law Enforcement
and Foreign Policy, Desember 1986, hal.36].
9. ‘Saya tidak melihat alasan mengapa kita
harus berpangku tangan dan menyaksikan
sebuah negara menjadi komunis karena
rakyatnya sendiri yang tidak bertanggungjawab’,
ujar Henry Kissinger, Menteri Luar Negeri dan
Penasehat Keamanan Nasional AS. Pada bulan
September 1970, kandidat dari sayap kiri,
Salvadore Allende meraih tampuk kekuasaan
dengan 36,2% suara dalam pemilihan Presiden
Chili. Banyak dokumen yang kemudian
membuktikan bahwa pengambilalihan
kekuasaan oleh Jenderal Augustine Pinochet
adalah berkat keterlibatan dan dukungan
finansial AS. Jenderal Pinochet yang muncul
mewakili rezim militer dikenal sering
menyingkirkan lawan politiknya. Kudeta yang
terjadi ketika Jenderal Augusto Pinochet
merebut kekuasaan pada tahun 1973 adalah
kudeta paling berdarah selama abad 20 di
Amerika Selatan. Lebih dari 3.000 orang tewas
dalam serangan gencar militer di bulan
September, yang diawali dengan pemboman
jet-jet tempur terhadap Istana Kepresidenan,
2
padahal Salvador Allende, Presiden yang
terpilih secara demokratis, masih di dalam
istana. Itulah awal dari pemerintahan Jenderal
Pinochet yang berlangsung selama 17 tahun.
Banyak bukti tertulis yang mengarah pada
keterlibatan AS dalam naiknya Jenderal
Pinochet. Beberapa dari dokumen itu dapat
dilihat secara lebih rinci berikut ini.
10. CIA, Catatan Pertemuan dengan Presiden
di Chili, 15 September 1970: di dalam catatan
yang dibuat oleh tulisan tangan direktur CIA,
Richard Helms ini terdapat perintah Presiden
AS, Richard Nixon, untuk membantu kudeta di
Chili. Catatan Helms menggambarkan perintah
Nixon: kesempatan mungkin hanya satu per
sepuluh, namun selamatkan Chile; pengeluaran
yang sepadan; tidak perlu diperhatikan; tanpa
keterlibatan kedutaan; tersedia dana US$
10.000.000, bisa ditambah jika diperlukan;
pekerjaan penuh (full time job) –orang-orang
terbaik yang kita miliki; rencana aksi; ciptakan
kesulitan ekonomi; 48 jam untuk waktu aksi.
Perintah langsung dari sang presiden
mengawali covert operations untuk
menghalangi Allende memasuki kantor
barunya dan menciptakan kudeta di Chili.
11. CIA, Laporan Aktivitas Satuan Tugas CIA
di Chili, 15 September sampai 3 November
1970, 18 November 1970: CIA mempersiapkan
ikhtisar rencana mereka untuk mencegah
pelantikan Allende sebagai presiden dan
menciptakan kudeta di Chili –track I and track II
covert operations. Ikhtisar tersebut merinci
komposisi satuan tugas, dikepalai oleh David
Atlee Phillips, tim operasi rahasia ‘yang
disusupkan ke Chili secara perseorangan’, dan
kontak mereka dengan Kol. Paul Winert, atase
militer AS yang diperbantukan kepada CIA
untuk operasi tersebut. Laporan itu mengulang
operasi propaganda yang dirancang untuk
menekan Presiden Chili Eduardo Frei agar
mendukung ‘kudeta militer yang akan
mencegah Allende memasuki kantornya tanggal
3 November’.
12. CIA, Memorandum Percakapan dari
Pertemuan dengan Henry Kissinger, Thomas
Karamessines dan Alexander Haig, 15
Oktober 1970: Di dalam memo ini terdapat
catatan diskusi yang membahas upaya kudeta
di Chili, dikenal sebagai ‘track II of covert
operations’ guna menghalangi Allende. Ketiga
pejabat itu membahas kemungkinan
seandainya komplotan Roberto Viaux, salah
seorang pejabat militer Chili, mengalami
‘kegagalan yang tidak diharapkan’ dalam
upayanya mencapai tujuan AS.
13. Dewan Keamanan Nasional,
Memorandum 93 Keputusan Keamanan
Nasional, Kebijakan Menyangkut Chili, 9
November 1970: Memorandum ini merangkum
keputusan presiden perihal perubahan
kebijakan pemerintah AS terhadap Chili
sehubungan dengan kemenangan Allende
dalam pemilihan. Ditulis oleh Henry Kissinger
dan dikirimkan kepada Menteri Luar Negeri,
Pertahanan, Direktur Kantor Siaga Darurat (The
Office of Emergency Preparedness) dan
Direktur CIA. Dokumen ini memberi arahan
kepada agen-agen Amerika untuk mengambil
sikap ‘dingin’ terhadap pemerintahan Presiden
Allende, untuk menghalangi upaya konsolidasi
kekuatan oleh Allende dan ‘membatasi
kemampuannya dalam menerapkan kebijakan
yang bertentangan dengan kepentingan AS dan
Barat’. Memo tersebut menyebutkan bahwa
bantuan dan investasi AS yang ada di Chili
harus dikurangi dan hendaknya tidak dibuat
komitmen baru. Lebih jauh lagi, berdasarkan
memo Kissinger, ‘hubungan baik’ dengan para
pemimpin militer se-Amerika Latin harus dijalin
dan dipelihara demi mengkoordinir tekanan
dan upaya oposisi yang lain.
14. Departemen Luar Negeri, Memorandum
untuk Henry Kissinger di Chili, 4 Desember
1970: Untuk menindaklanjuti perintah Kissinger
tertanggal 27 November, Kelompok Kerja Ad-
Hoc antar-agensi di Chili mempersiapkan
rencana ini secara tertulis, meliputi sejumlah
sanksi dan tekanan yang memungkinkan untuk
melawan pemerintahan Allende. Termasuk pula
di dalamnya sebuah upaya diplomatis untuk
menekan Chili agar mengundurkan diri atau
dikeluarkan dari Organizaton of American
States, serta sejumlah konsultasi dengan
negara Amerika Latin lain tentang bagaimana
‘meminta saran mereka seputar kepedulian kita
2
terhadap Chili’. Dokumen tersebut
menunjukkan bahwa pemerintahan Nixon pun
terlibat dalam sebuah blokade ekonomi terbuka
terhadap Allende, mengintervensi Bank Dunia,
IDB, dan Bank Ekspor-Impor untuk membatasi
atau menghapuskan kredit dan pinjaman bagi
Chili sebelum Allende bertugas selama satu
bulan. Salah satu sekutunya saat itu adalah
mantan Perdana Menteri Margaret Thatcher
yang menjadi kawan baik bagi pemerintahan
yang lalim itu. Dalam sebuah surat yang dikirim
sehubungan dengan ditahannya Pinochet pada
tahun 1998 di Inggris, Thatcher menulis,
‘banyak hal terjadi setelah itu –dan tidak ada
yang mengarah pada kebaikan. Hari ini saya
menarik kembali kebijakan penyangkalan diri
yang saya buat dan untuk sebuah alasan yang
bagus –untuk mengekspresikan kebodohan saya
menyangkut kekejaman dan ketidakadilan yang
dilakukan oleh Senator Pinochet’.
Keterkaitan dengan Suharto
15. Saat Suharto mengunjungi Washington di
tahun 1995, seorang pejabat pemerintahan
Clinton –dikutip dari New York Times–
mengatakan bahwa Suharto adalah ‘orang kita
(our kind of guy)’. Pada tahun 1965, saat Suharto
menjatuhkan Sukarno, presiden RI ketika itu,
diperkirakan lebih dari setengah juta orang
Indonesia terbunuh. Jumlah sebesar itu
merupakan salah satu pembantaian terhebat
dalam sejarah modern. Di Timor Timur, diyakini
bahwa keputusan pemerintahan Jenderal
Suharto memicu kematian sekitar 200.000
orang atau kira-kira sepertiga penduduk Timor
Timur. Pada tahun 1990, beberapa orang
mantan diplomat AS dan pejabat CIA,
termasuk juga mantan Duta Besar untuk
Indonesia, Marshall Green, memberikan
pengakuan tentang adanya bantuan bagi
pembunuhan massal yang diatur oleh pihak
militer Indonesia. Berdasarkan sebuah laporan
dari States News Service yang dimuat di
Washington Post tanggal 21 Mei 1991, pejabat
Departemen Luar Negeri dan CIA di kedutaan
besar AS di Jakarta secara pribadi memberikan
nama ribuan pemimpin Partai Komunis
Indonesia (PKI) untuk tingkat lokal, regional
dan nasional, kepada angkatan bersenjata
Indonesia, yang lantas membunuh atau
menahan nama-nama tersebut.
16. Seorang mantan pejabat politik di kantor
kedutaan besar AS di Jakarta, Robert Martens,
mengatakan, ‘mereka mungkin membunuh
begitu banyak orang dan saya mungkin memiliki
lumuran darah di tangan saya, namun tidak
semuanya buruk. Ada saat di mana kita harus
bertindak keras dalam waktu yang mendesak’.
Martens mengatakan bahwa ia memberikan
daftar nama tersebut kepada salah seorang
ajudan Adam Malik, Menteri Luar Negeri
Indonesia yang memainkan peran sangat
penting dalam rencana kudeta militer. Sang
ajudan, Tirta Kentjana Adhyatman, yang
diwawancarai di Jakarta, membenarkan bahwa
dia menerima daftar ribuan nama dari Martens
kemudian menyerahkannya kepada Adam
Malik yang lantas memberikan daftar tersebut
ke kantor Suharto. Beberapa orang mantan
pejabat Departemen Luar Negeri AS dan CIA
yang diwawancarai oleh States News Service
pada tahun 1990, secara terbuka mengakui
bahwa tujuan dibuatnya daftar nama pemimpin
PKI adalah untuk rencana pembunuhan massal.
‘Takkan ada seorang pun yang peduli mereka
dibantai, selama mereka adalah komunis’, ujar
Howard Federspeil, seorang ahli Indonesia yang
bekerja di Departemen Luar Negeri AS saat
Suharto menyusun rencana anti-komunis.
‘Tidak ada seorang pun yang benar-benar serius
mengurusi masalah ini’.
17. Jutaan orang sekaligus dibunuh atau
dipenjarakan di kamp penahanan, di mana
mereka meninggal karena penyiksaan,
ditelantarkan dan kerja paksa. Bahkan menurut
sebuah laporan internal CIA, yang bocor
kepada pers pada tahun 1968, pasukan
keamanan Indonesia membunuh 250.000
orang dalam ‘salah satu pembantaian terbesar
di abad duapuluh’. Selain itu, AS pun telah
mendukung rezim Ferdinand Marcos di Filipina
dan secara tidak langsung ikut membantu
naiknya Pol Pot sang penjagal di Kamboja.
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis
Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis

More Related Content

What's hot

Problematika Umat
Problematika UmatProblematika Umat
Problematika Umat
Fatimah Syarifuddin
 
Problematika Utama Umat Islam
Problematika Utama Umat IslamProblematika Utama Umat Islam
Problematika Utama Umat Islam
Anas Wibowo
 
Isu dan cabaran dunia
Isu dan cabaran duniaIsu dan cabaran dunia
Isu dan cabaran dunia
Aidil Syazwan
 
Konflik antara amerika melawan afghanistan
Konflik antara amerika melawan afghanistanKonflik antara amerika melawan afghanistan
Konflik antara amerika melawan afghanistan
Elsens Viele
 
Imperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya Khilafah
Imperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya KhilafahImperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya Khilafah
Imperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya Khilafah
Anas Wibowo
 
Septian 0008
Septian 0008Septian 0008
Buku Kemunculan Tata Dunia Baru Negara Khilafah Islam
Buku Kemunculan Tata Dunia Baru Negara Khilafah IslamBuku Kemunculan Tata Dunia Baru Negara Khilafah Islam
Buku Kemunculan Tata Dunia Baru Negara Khilafah Islam
Anas Wibowo
 
Krisis Teluk Dan Tatanan Dunia Baru Oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad
Krisis Teluk Dan Tatanan Dunia Baru Oleh Hadhrat Mirza Tahir AhmadKrisis Teluk Dan Tatanan Dunia Baru Oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad
Krisis Teluk Dan Tatanan Dunia Baru Oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad
Ahmadi Muslim
 
Sejarah Konflik Asia Barat
Sejarah Konflik Asia BaratSejarah Konflik Asia Barat
Sejarah Konflik Asia Barat
mumtaz92
 
Jerusalem dalam Alquran - Bahasa Indonesia Translation
Jerusalem dalam Alquran - Bahasa Indonesia TranslationJerusalem dalam Alquran - Bahasa Indonesia Translation
Jerusalem dalam Alquran - Bahasa Indonesia Translation
Irwan Hasan
 
Peradaban Islam di Iberia Andalusia
Peradaban Islam di Iberia AndalusiaPeradaban Islam di Iberia Andalusia
Peradaban Islam di Iberia Andalusia
Syamsuddin Arif
 

What's hot (12)

Problematika Umat
Problematika UmatProblematika Umat
Problematika Umat
 
Problematika Utama Umat Islam
Problematika Utama Umat IslamProblematika Utama Umat Islam
Problematika Utama Umat Islam
 
Isu dan cabaran dunia
Isu dan cabaran duniaIsu dan cabaran dunia
Isu dan cabaran dunia
 
Konflik antara amerika melawan afghanistan
Konflik antara amerika melawan afghanistanKonflik antara amerika melawan afghanistan
Konflik antara amerika melawan afghanistan
 
Imperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya Khilafah
Imperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya KhilafahImperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya Khilafah
Imperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya Khilafah
 
30.11.2012
30.11.201230.11.2012
30.11.2012
 
Septian 0008
Septian 0008Septian 0008
Septian 0008
 
Buku Kemunculan Tata Dunia Baru Negara Khilafah Islam
Buku Kemunculan Tata Dunia Baru Negara Khilafah IslamBuku Kemunculan Tata Dunia Baru Negara Khilafah Islam
Buku Kemunculan Tata Dunia Baru Negara Khilafah Islam
 
Krisis Teluk Dan Tatanan Dunia Baru Oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad
Krisis Teluk Dan Tatanan Dunia Baru Oleh Hadhrat Mirza Tahir AhmadKrisis Teluk Dan Tatanan Dunia Baru Oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad
Krisis Teluk Dan Tatanan Dunia Baru Oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad
 
Sejarah Konflik Asia Barat
Sejarah Konflik Asia BaratSejarah Konflik Asia Barat
Sejarah Konflik Asia Barat
 
Jerusalem dalam Alquran - Bahasa Indonesia Translation
Jerusalem dalam Alquran - Bahasa Indonesia TranslationJerusalem dalam Alquran - Bahasa Indonesia Translation
Jerusalem dalam Alquran - Bahasa Indonesia Translation
 
Peradaban Islam di Iberia Andalusia
Peradaban Islam di Iberia AndalusiaPeradaban Islam di Iberia Andalusia
Peradaban Islam di Iberia Andalusia
 

Similar to Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis

Agenda Sekularisasi Barat Di Dunia Islam
Agenda Sekularisasi Barat Di Dunia IslamAgenda Sekularisasi Barat Di Dunia Islam
Agenda Sekularisasi Barat Di Dunia Islam
Shobrie Hardhi, SE, CFA, CLA, CPHR, CPTr.
 
Agenda sekulerisasi di dunia islam
Agenda sekulerisasi di dunia islamAgenda sekulerisasi di dunia islam
Agenda sekulerisasi di dunia islam
Alfian Akatsuki
 
Kepemilikan media dan politik
Kepemilikan media dan politikKepemilikan media dan politik
Kepemilikan media dan politik
Ronzzy Kevin
 
(Sub 8)perang pemikiran
(Sub 8)perang pemikiran(Sub 8)perang pemikiran
(Sub 8)perang pemikiranSety Sally
 
Tugas final(putri elma agravina xii ips 3)
Tugas final(putri elma agravina xii ips 3)Tugas final(putri elma agravina xii ips 3)
Tugas final(putri elma agravina xii ips 3)Paarief Udin
 
Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.
Helmon Chan
 
Perang Dingin Rusia & Amerika Syarikat pd abad 20
Perang Dingin Rusia & Amerika Syarikat pd abad 20Perang Dingin Rusia & Amerika Syarikat pd abad 20
Perang Dingin Rusia & Amerika Syarikat pd abad 20
hasfazera hassan
 
Yahudi menggenggam dunia
Yahudi menggenggam duniaYahudi menggenggam dunia
Yahudi menggenggam dunia
Devi Risnawati
 
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)Paarief Udin
 
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)Paarief Udin
 
Strategi barat memecah belah Umat Islam
Strategi barat memecah belah Umat IslamStrategi barat memecah belah Umat Islam
Strategi barat memecah belah Umat IslamAlat_Survey_Pemetaan
 
TUGAS PRESENTASI PERANG DUNIA
TUGAS PRESENTASI PERANG DUNIATUGAS PRESENTASI PERANG DUNIA
TUGAS PRESENTASI PERANG DUNIA
Riyani Dwi Sari
 
Konstitusi untuk tundukkan rakyat mesir
Konstitusi untuk tundukkan rakyat mesirKonstitusi untuk tundukkan rakyat mesir
Konstitusi untuk tundukkan rakyat mesirRizky Faisal
 
Demokrasi alat imperialisme as
Demokrasi  alat imperialisme asDemokrasi  alat imperialisme as
Demokrasi alat imperialisme asRizky Faisal
 
Sejarah Palestina dan Israel
Sejarah Palestina dan IsraelSejarah Palestina dan Israel
Sejarah Palestina dan Israel
Ajeng Pipit
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dingin
Warnet Raha
 
KEGANASAN: TELA'AH TERHADAP KONSEP JIHAD FI SABILILLAH
KEGANASAN: TELA'AH TERHADAP KONSEP JIHAD FI SABILILLAHKEGANASAN: TELA'AH TERHADAP KONSEP JIHAD FI SABILILLAH
KEGANASAN: TELA'AH TERHADAP KONSEP JIHAD FI SABILILLAH
Fikri Mahmud
 
MATERI 6.pptx
MATERI 6.pptxMATERI 6.pptx
MATERI 6.pptx
fina227196
 

Similar to Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis (20)

Agenda Sekularisasi Barat Di Dunia Islam
Agenda Sekularisasi Barat Di Dunia IslamAgenda Sekularisasi Barat Di Dunia Islam
Agenda Sekularisasi Barat Di Dunia Islam
 
Agenda sekulerisasi di dunia islam
Agenda sekulerisasi di dunia islamAgenda sekulerisasi di dunia islam
Agenda sekulerisasi di dunia islam
 
Kepemilikan media dan politik
Kepemilikan media dan politikKepemilikan media dan politik
Kepemilikan media dan politik
 
(Sub 8)perang pemikiran
(Sub 8)perang pemikiran(Sub 8)perang pemikiran
(Sub 8)perang pemikiran
 
29412901 amerika-di-perang-dunia-i
29412901 amerika-di-perang-dunia-i29412901 amerika-di-perang-dunia-i
29412901 amerika-di-perang-dunia-i
 
Tugas final(putri elma agravina xii ips 3)
Tugas final(putri elma agravina xii ips 3)Tugas final(putri elma agravina xii ips 3)
Tugas final(putri elma agravina xii ips 3)
 
07 krisis nuklir
07 krisis nuklir07 krisis nuklir
07 krisis nuklir
 
Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.
 
Perang Dingin Rusia & Amerika Syarikat pd abad 20
Perang Dingin Rusia & Amerika Syarikat pd abad 20Perang Dingin Rusia & Amerika Syarikat pd abad 20
Perang Dingin Rusia & Amerika Syarikat pd abad 20
 
Yahudi menggenggam dunia
Yahudi menggenggam duniaYahudi menggenggam dunia
Yahudi menggenggam dunia
 
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
 
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
Gusti m.h. and a. muhaidi( ips 3)
 
Strategi barat memecah belah Umat Islam
Strategi barat memecah belah Umat IslamStrategi barat memecah belah Umat Islam
Strategi barat memecah belah Umat Islam
 
TUGAS PRESENTASI PERANG DUNIA
TUGAS PRESENTASI PERANG DUNIATUGAS PRESENTASI PERANG DUNIA
TUGAS PRESENTASI PERANG DUNIA
 
Konstitusi untuk tundukkan rakyat mesir
Konstitusi untuk tundukkan rakyat mesirKonstitusi untuk tundukkan rakyat mesir
Konstitusi untuk tundukkan rakyat mesir
 
Demokrasi alat imperialisme as
Demokrasi  alat imperialisme asDemokrasi  alat imperialisme as
Demokrasi alat imperialisme as
 
Sejarah Palestina dan Israel
Sejarah Palestina dan IsraelSejarah Palestina dan Israel
Sejarah Palestina dan Israel
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dingin
 
KEGANASAN: TELA'AH TERHADAP KONSEP JIHAD FI SABILILLAH
KEGANASAN: TELA'AH TERHADAP KONSEP JIHAD FI SABILILLAHKEGANASAN: TELA'AH TERHADAP KONSEP JIHAD FI SABILILLAH
KEGANASAN: TELA'AH TERHADAP KONSEP JIHAD FI SABILILLAH
 
MATERI 6.pptx
MATERI 6.pptxMATERI 6.pptx
MATERI 6.pptx
 

More from Anas Wibowo

Booklet penjelasan Politik Partai .PDF
Booklet penjelasan Politik Partai .PDFBooklet penjelasan Politik Partai .PDF
Booklet penjelasan Politik Partai .PDF
Anas Wibowo
 
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
Anas Wibowo
 
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
Anas Wibowo
 
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
Anas Wibowo
 
Muslim Pelaksana Syariat Islam
Muslim Pelaksana Syariat IslamMuslim Pelaksana Syariat Islam
Muslim Pelaksana Syariat Islam
Anas Wibowo
 
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Anas Wibowo
 
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTMenutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Anas Wibowo
 
Hijrah: Kemerdekaan Hakiki
Hijrah: Kemerdekaan HakikiHijrah: Kemerdekaan Hakiki
Hijrah: Kemerdekaan Hakiki
Anas Wibowo
 
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-JawiKeunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
Anas Wibowo
 
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
Anas Wibowo
 
RUU HIP Mengandung Bahaya Besar
RUU HIP Mengandung Bahaya BesarRUU HIP Mengandung Bahaya Besar
RUU HIP Mengandung Bahaya Besar
Anas Wibowo
 
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan UmatKomunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
Anas Wibowo
 
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
Anas Wibowo
 
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan MenyusuiHukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
Anas Wibowo
 
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPTHukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Anas Wibowo
 
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan RamadhanFiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
Anas Wibowo
 
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat WabahSolusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Anas Wibowo
 
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Anas Wibowo
 
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Anas Wibowo
 
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arabkitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
Anas Wibowo
 

More from Anas Wibowo (20)

Booklet penjelasan Politik Partai .PDF
Booklet penjelasan Politik Partai .PDFBooklet penjelasan Politik Partai .PDF
Booklet penjelasan Politik Partai .PDF
 
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
 
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
 
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
 
Muslim Pelaksana Syariat Islam
Muslim Pelaksana Syariat IslamMuslim Pelaksana Syariat Islam
Muslim Pelaksana Syariat Islam
 
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
 
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTMenutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
 
Hijrah: Kemerdekaan Hakiki
Hijrah: Kemerdekaan HakikiHijrah: Kemerdekaan Hakiki
Hijrah: Kemerdekaan Hakiki
 
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-JawiKeunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
 
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
 
RUU HIP Mengandung Bahaya Besar
RUU HIP Mengandung Bahaya BesarRUU HIP Mengandung Bahaya Besar
RUU HIP Mengandung Bahaya Besar
 
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan UmatKomunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
 
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
 
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan MenyusuiHukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
 
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPTHukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
 
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan RamadhanFiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
 
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat WabahSolusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
 
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
 
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
 
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arabkitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
 

Buku Senjata Pemusnah Massal Dan Kebijakan Luar Negeri Kolonialis

  • 1.
  • 2. 2 SENJATA PEMUSNAH MASSAL DAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI KOLONIALIS THE WEST’S WEAPONS OF MASS DESTRUCTION AND COLONIALIST FOREIGN POLICY THE ASSESSMENT OF THE MUSLIM COMMUNITY IN BRITAIN Hizbut Tahrir – Inggris 3 November 2002/25 Sya’ban 1423 Khilafah Publications www.mindspring.eu.com Alih Bahasa: M. Ramdhan Adhi Mahardhika Zifana R. Dian Dia-an Muniroh Maret 2003 Kata Pengantar Hizbut Tahrir - Inggris Para negarawan akan membuat daftar murahan, menyalahkan bangsa yang diserang, dan setiap orang akan merasa senang dengan penipuan pikiran itu, dan akan rajin mempelajarinya, serta menolak mengkaji setiap penolakan atasnya; lantas ia akan terus- menerus meyakinkan dirinya bahwa perang tersebut adil, dan akan bersyukur kepada Tuhan atas tidurnya yang lebih nyenyak begitu selesainya proses penipuan diri yang parah [Mark Twain] Buku ini terbit ketika genderang perang telah ditabuh. Mesin perang AS dan Inggris bersiap- siap membombardir rakyat Irak yang tak berdosa dalam rangka perang kolonial dan mengganti rezim bentukan Barat berupa ‘Hamid Karzai versi Irak’ yang setia. Pada tanggal 24 September 2002, pemerintah Inggris menerbitkan sebuah dokumen busuk yang berjudul Iraq’s Weapons of Mass Destruction, yang penuh propaganda akan tetapi kering fakta. Minimnya fakta itu bukanlah sesuatu yang mengherankan apabila kita menyimak ucapan Tony Blair pada bulan Agustus 2002, ‘Kami tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi selama 4 tahun belakangan ini’. Pengakuan atas kebodohannya itu ternyata tidak menyurutkan langkah untuk menerbitkan ‘dossier of evidence’ (dokumen bukti) tersebut. Hal ini menunjukkan betapa proses penerbitan dokumen itu tidak lebih dari upaya untuk menggalang opini publik atas aksi militer terhadap Irak. Tidaklah mengherankan jika kemudian dokumen yang diterbitkan pemerintah Inggris tersebut ditanggapi dengan penuh skeptisme dan keraguan, terutama bagi kalangan Muslim. Mereka sudah sampai pada kesimpulan bahwa ‘perang terhadap teror’ pada hakikatnya adalah kampanye untuk memperkokoh dan memperkuat hegemoni dan pengaruh Barat atas negeri-negeri Islam, kaum Muslim, dan sumber daya alamnya, sebagai upaya represif terhadap setiap bentuk kebangkitan Islam politik. Buku kecil ini secara jeli memuat motif-motif sejati di balik serangan AS terhadap Irak, dengan mengkaji kepentingan strategis, ekonomi, dan politik Barat. Juga memuat sejarah dunia kontemporer di bawah dominasi ideologi Kapitalisme, dengan memaparkan penggunaan senjata pemusnah massal oleh Barat, dukungan Barat terhadap sejumlah penguasa diktator dan tiran yang memiliki reputasi buruk di sejumlah negara di seluruh penjuru dunia, dengan tanpa mengindahkan eksistensi PBB dan hukum internasional. Buku ini juga menyajikan sejumlah dakwaan dan sejarah yang memalukan bagi pemerintahan Barat, ideologi Kapitalisme dan pandangan kolonialisnya. Mengumpulkan informasi dan data-data intelijen tentang kebijakan luar negeri Barat adalah perkara mudah. Rezim Barat-Kapitalis
  • 3. 2 sangat terbuka dalam menyatakan tujuan riil kebijakan luar negeri mereka. Oleh karena itu, buku ini mampu menyingkap ‘data-data intelijen secara rinci’. Meskipun seringkali bersembunyi di balik klaim altruisme, nation building, penegakan HAM dan demokrasi, akan tetapi tujuan riil kebijakan luar negeri Barat teramat jelas dan gamblang bagi siapapun. Selama beberapa dekade, AS berupaya memainkan peranan yang lebih permanen dalam keamanan kawasan Teluk. Selagi konflik berkepanjangan dengan Irak bisa memberikan pembenaran, kebutuhan akan hadirnya pasukan AS di Teluk melebihi isu rezim Saddam Husein. [Rebuilding America’s Defences: Strategies, Forces and Resources for a New Century] Eksistensi akan ‘tatanan dunia’ atau hukum internasional, yang mengontrol hubungan antar negara di dunia, telah berubah menjadi kontrol oleh satu negara, atau sejumlah kecil negara terhadap negara-negara lain di dunia. Hal ini mengancam stabilitas internasional dan kedaulatan negara-negara lemah. Hasilnya, peperangan terjadi di mana-mana hanya karena masalah yang sepele. Terlebih lagi, tatanan dunia seperti itu memberi kesempatan negara-negara kuat untuk tanpa sungkan (dan tidak tahu malu) mencampuri masalah dalam negeri dan tata nilai yang dianut negara lain. Hal ini makin mengokohkan kolonialisme, arogansi dan tirani, serta perluasan pengaruh dengan memperbudak bangsa-bangsa lain. Semuanya dilakukan dengan mengatasnamakan hukum internasional dan tatanan dunia. Jurang antara negara-negara kaya dan miskin, Utara dan Selatan, Dunia Kesatu dan Dunia Ketiga, menjadi semakin dalam dan lebar. Walhasil, orang-orang di hampir seluruh dunia, Muslim maupun non-Muslim, kini menyaksikan sendiri bahwa negara-negara Barat bukanlah sebagai penjaga kebebasan dan kesempatan, melainkan penjaga keserakahan dan kepentingannya sendiri; dengan pengerahan kekuatan militer dan ekonomi yang menghancurluluhkan kultur negara-negara lain; sebuah bangsa pembajak di darat maupun di laut, yang semakin kaya di atas penderitaan bangsa-bangsa lain. Karena itu, ancaman dari negara-negara kolonialis Barat sangat serius dan nyata di hadapan kita. Upaya mereka mengejar ambisi materialistis di seluruh dunia harus dihentikan. Setiap orang yang telah memiliki kesadaran wajib untuk melawan barbarisme Barat. Buku ini ditutup dengan sebuah pesan yang jelas dan gamblang, yang kini diemban oleh mayoritas Muslim di seluruh dunia. Sebuah pesan perubahan, bukan hanya ‘perubahan rezim’, melainkan ‘perubahan ideologi’. Perubahan dalam tatanan dunia. Sudah saatnya dunia membuang jauh-jauh ideologi Kapitalisme dan setiap penyakit yang diakibatkan olehnya; untuk kemudian diganti dengan ideologi yang adil, yang bisa dipahami dan diemban oleh setiap orang di seluruh dunia, setelah mereka menyaksikan (dan merasakan sendiri) penerapan praktis ideologi tersebut. Yaitu ideologi Islam. Komunitas Muslim (Inggris) mengajak Anda mengkaji, memikirkan dan memperjuangkan perubahan, karena hanya orang-orang yang memiliki kesadaran saja yang mampu menghentikan Kapitalisme. Dr. Imran Wahid 3 November 2002 M 28 Sya’ban 1423 H IKHTISAR (Executive Summary) 1. Pada tanggal 24 September 2002, pemerintah Inggris menerbitkan dokumen yang berjudul Iraq’s Weapons of Mass Destruction. Dokumen yang sangat ditunggu-tunggu banyak orang itu memuat serangkaian mitos dan kebohongan, seraya mendaur ulang kisah propaganda klasik. Poin-poin berikut ini berupaya mengemukakan beberapa mitos dan kebohongan tersebut. 2. Inggris dan AS dengan sok bersih mengklaim bahwa mereka hanya bermaksud untuk melucuti persenjataan Irak. Namun, klaim ini bertentangan dengan ucapan seorang
  • 4. 2 pembantu kebijakan luar negeri senat AS, yang mengatakan, ketakutan terbesar gedung putih adalah diizinkannya inspektur persenjataan PBB masuk (ke Irak). [Majalah TIME, edisi 13 Mei 2002]. 3. Inggris dan AS berupaya membenarkan perang yang mereka canangkan dengan argumentasi bahwa mereka hanya bermaksud menggusur rezim yang kejam dan brutal. Akan tetapi, yang sebenarnya direncanakan oleh Barat adalah mendudukkan ‘Hamid Karzai’ versi Irak, yang lebih loyal kepada mereka, bukan untuk menghilangkan penderitaan rakyat Irak. Hal itu dikatakan oleh Richard Haas pada tahun 1991, pada saat ia bekerja di National Security Council (kini ia bekerja di Departemen Luar Negeri AS), kebijakan kami adalah mengenyahkan Saddam, bukan rezimnya. [dalam Andrew Cockburn dan Patrick Coburn., ‘Out of the Ashes The Resurrection of Saddam Hussain., hal. 37] 4. AS dan Inggris mengklaim bahwa serangan terhadap Irak dapat dibenarkan karena Irak tidak mematuhi tim inspeksi persenjataan PBB sejak tahun 1998. Akan tetapi, justru AS dan sekutunyalah yang memastikan kegagalan tim inspeksi senjata PBB tersebut. Mereka melakukan hal itu melalui tindakan provokatif dan memanfaatkan ketua UNSCOM (saat itu) Richard Butler. Butler-lah, bukannya Irak, yang atas desakan AS menarik inspektur senjata PBB keluar dari Irak pada bulan Desember 1998, seusai pertemuannya dengan Duta Besar AS, Peter Burleigh. Butler memerintahkan penarikan tim inspeksi PBB meskipun ia mengaku bahwa Irak sebenarnya melanggar hanya lima dari tiga ratus insiden. [Richard Butler., ‘Saddam Defiant’., hal. 224., dan laporan Associated Press tertanggal 17 Desember 1998]. Butler bahkan tidak melaporkan penarikan para inspektur itu ke DK PBB, suatu hal yang seharusnya ia lakukan. Ketika pemboman atas Irak dimulai, Duta Besar Rusia untuk PBB mengakui bahwa krisis tersebut adalah ‘krisis rekaan’, sedangkan perwakilan RRC di DK PBB menuding Butler telah memainkan peran ‘yang tidak terhormat’ dalam konfrontasi itu. [Guardian, 18 Desember 1998]. 5. AS dan Inggris mengklaim bahwa tim inspeksi PBB telah gagal dalam menjalankan misinya, sementara Saddam Husein terus- menerus -dalam bahasa mereka- ‘main kucing- kucingan’ (cheat and retreat). Satu hal yang tidak mereka ungkapkan dan luput dalam dokumen pemerintah Inggris adalah fakta tentang adanya penyusupan terhadap UNSCOM oleh intelijen Barat dan Israel. Fakta ini diungkap oleh mantan ketua UNSCOM, Rolf Ekeus, pada bulan Juli 2002. Ia mengaku telah ditipu semasa memimpin UNSCOM. Setelah Ekeus mundur, Scott Ritter, inspektur senjata senior AS, mengatakan bahwa ia bekerja sama dengan seseorang yang dijuluki ‘Moe Dobbs’. Moe Dobbs adalah staf ‘CIA Special Activites (Operasi Khusus CIA)’ dan spesialis covert operations yang, dengan menggunakan teknologi CIA, menyambungsiarkan informasi intelijen langsung ke Dewan Keamanan National AS di Fort Meade, untuk diterjemahkan dan diuraikan isi sandinya. Dalam tulisannya, Ritter juga mengungkap pertemuannya dengan intelijen Israel dan bagaimana mereka membekalinya dengan pencari frekuensi dan alat perekam kode komunikasi dari Irak [Scott Ritter., ‘Endgame’., hal. 135., dan Dilip Hero., ‘Neighbours Not Friends’., hal. 103-104] Pertanyaannya adalah, sudikah suatu negara mengizinkan para inspektur senjata, yang mengaku tim inspeksi PBB, padahal bekerja untuk agen intelijen asing, masuk secara leluasa ke negerinya sendiri? Covert operations, menurut definisi US Department of Defense (DOD), Interpol (I), dan Inter-American Defense Board (IADB), adalah operasi yang sangat terencana dan dieksekusi dengan menyembunyikan identitas atau mengizinkan penyangkalan yang masuk akal oleh pihak sponsor. Covert operations berbeda dengan clandestine operations, meskipun sama- sama sering diartikan sebagai operasi rahasia. Covert operations lebih menekankan masalah ketersembunyian identitas sponsor dan bukan operasinya itu sendiri (Sumber: Joint Chiefs of
  • 5. 2 Staff, Department of Defense, JCS Pub 1, 1987, dalam Propaganda and Psychological Warfare Studies, Glossary – Department of Defense – Military and Associated Terms). 6. Inggris dan AS kerap kali berargumentasi bahwa kepemilikan Irak atas senjata pemusnah massal dan hasrat Irak membuat senjata nuklir menunjukkan semacam itikad buruk yang harus direspon. Akan tetapi setiap negara atau bangsa yang licik seperti AS dan Inggris sebenarnya telah mengembangkan pula senjata tersebut, baik untuk kepentingan pertahanan maupun demi tujuan kebijakan luar negeri mereka di masa yang akan datang. Sebagaimana dibahas dalam Bab 1, Barat secara sistematis telah menggunakan senjata pemusnah massal mereka untuk mencapai tujuannya. Satu hal yang tidak diungkapkan oleh AS maupun Inggris adalah fakta bahwa Irak berada di posisi yang sulit, yakni menghadapi musuh potensial seperti Israel, serta terancam oleh kehadiran –dalam jumlah besar– pasukan Barat di Teluk yang beroperasi di zona larangan terbang. Israel sendiri memiliki senjata nuklir dan mengembangkan fasilitas produksi gas mustard dan gas syaraf di daerah Sinai sejak tahun 1982. Anthony Cordesman dan Ahmed Hashim, analis militer AS, dengan lugas menyatakan, ‘Mengasumsikan bahwa upaya tersebut –yaitu mengembangkan senjata pemusnah massal– dapat dikaitkan dengan kelangsungan Saddam Hussein dan elit (partai) Ba’ath adalah hal yang berbahaya. Mayoritas calon pemimpin Irak memiliki rasa takut dan ambisi yang sama setidaknya dalam waktu dekat ini. Tidak akan ada pemimpin Irak yang mampu mengabaikan upaya Iran atau Israel atau tantangan potensial dari AS dan sekutunya di bagian selatan Teluk’ [Cordesman dan Hashim., ‘Iraq Sanctions and Beyond’., hal. 336] 7. AS dan Inggris senantiasa menuding rezim Irak telah melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya sendiri, terutama terhadap rakyat Kurdi dan kelompok Syi’ah. Dalam Bab 3, kami akan mengekspos argumentasi tersebut dengan menggambarkan kedekatan Barat dengan beberapa ‘world’s worst leaders’ (para pemimpin terburuk sedunia). Namun, perkara yang bisa dengan jelas dilihat adalah bahwa AS dan Inggris tidak memiliki kecenderungan kepada pihak manapun selain kepentingan materi mereka sendiri. Hal ini terlihat usai Perang Teluk ketika mereka mengabaikan suku Kurdi dan kelompok Syi’ah yang dibantai. Brigadir Ali, pejabat Irak yang dibuang, mengatakan, ‘Kami mendapat pesan bahwa Amerika mendukung kami. Tetapi saya melihat dengan mata kepala sendiri pesawat-pesawat Amerika terbang di atas helikopter. Kami berharap mereka membantu; kini kami dapat melihat mereka menyaksikan kepunahan kami di antara Najaf dan Kerbala’ [Andrew dan Patrick Coburn., ‘Out of the Ashes’., hal. 23] 8. UNICEF menyatakan bahwa sejumlah 500.000 anak-anak Irak tewas akibat sanksi ekonomi PBB. Namun Inggris dan AS mengklaim bahwa kematian itu disebabkan kebijakan rezim Irak. Argumentasi itu merupakan upaya sistematis bangsa Kapitalis dan menunjukkan betapa mereka tidak menghargai nyawa manusia. Dr. Leon Eisenberg, yang bekerja untuk Harvard Medical School, menyaksikan bahwa penghancuran pembangkit tenaga listrik pada tahun 1991, telah ‘menyebabkan terhentinya seluruh sistem penjernihan air dan saluran distribusinya, mengakibatkan epidemi kolera, demam tipus, dan gastroenteritis, khususnya pada anak-anak’. Sebuah kelompok studi internasional yang disponsori oleh UNICEF menyimpulkan, bahwa ‘selama 8 bulan pertama tahun 1991, sekitar 47.000 anak di bawah usia lima tahun meninggal dunia’ [Len Eisenberg., ‘The Sleep of Reason Produces Monsters – Human Costs of Economic Sanctions’., New England Journal of Medicine., 24 April 1997., hal. 1248-1250]. Hal yang sama dinyatakan oleh Milan Rai, ‘Banyak yang dilakukan ketika cerita (rekaan) tentang inkubator Kuwait dicuri pasukan Irak. Namun sedikit yang dikatakan tatkala inkubator di Irak hilang akibat diputusnya pasokan listrik’ [Milan Rai., ‘War Plan Iraq’., hal.138] 9. AS dan Inggris mengklaim bahwa serangan terhadap Irak kelak tidak akan banyak memakan korban warga sipil, dan bahwa serangan terhadap pembangkit tenaga listrik
  • 6. 2 harus dilakukan mengingat pembangkit tenaga listrik tersebut bisa dimanfaatkan pasukan bersenjata Irak. Akan tetapi, jika serangan itu nantinya mengikuti pola tahun 1991, maka kita akan menyaksikan kembali sebuah bencana kemanusiaan. Mitos bahwa pembangkit tenaga listrik harus dijadikan sasaran karena berpotensi digunakan untuk kepentingan militer telah ditolak mentah-mentah oleh kelompok HAM di AS, yaitu Middle East Watch, yang mengatakan bahwa ‘Beberapa target militer penting langsung diserang pada awal-awal perang, dan serangan terhadap target militer tersebut seharusnya sudah menghilangkan keinginan untuk menghancurkan sumber-sumber tenaga listrik secara simultan meski sebelumnya telah memasoknya’ [Middle East Watch., ‘Needless Deaths in the Gulf War 1991’., dalam Mark Curtis., ‘The Ambiguities of Power’., hal. 192]. Serangan terhadap pembangkit tenaga listrik hanya berdampak kecil bagi militer Irak, akan tetapi berdampak sangat besar terhadap kematian sejumlah warga sipil khususnya anak- anak, yang diakibatkan oleh pengaruh penjernihan air. Lalu, untuk apa Bush dan Blair melakukan hal itu? Jawabannya ada pada ucapan Kolonel John Warden, yang berbicara seusai perang. Ia adalah kolega Jenderal Buster Glosson, yang terlibat dalam penyusunan daftar target. ‘Saddam Hussein tidak dapat memulihkan kembali listriknya. Ia perlu bantuan. Seandainya koalisi PBB memiliki tujuan politik barangkali dapat dikatakan kepada Saddam, ‘jika Anda menyetujui beberapa hal, kami akan mengizinkan orang-orang datang dan memperbaiki listrik Anda’’, ujar Warden [Norman., ‘Sanctions against Iraq’]. Dengan kata lain, anak-anak Irak harus mati agar Barat dapat meraih pengaruh dan manfaat ekonomi. 10. AS menuding Irak memiliki keterkaitan dengan serangan dan pemboman 11 September 2001 di New York dan Washington. Bukti yang diajukan atas hal ini adalah adanya pertemuan pada bulan April 2001 antara Muhammad Atta, yang mengaku pemimpin aksi 11 September, dengan seorang agen intelijen Irak di Praha, Republik Ceko. Pada bulan Oktober 2001, menteri dalam negeri Stanislav Gross mengkonfirmasi ‘fakta’ bahwa Atta berada di Praha pada tahun 2001 dan telah bertemu dengan Samir al-Ani, seorang diplomat Irak. Setelah itu al-Ani diusir dari Irak karena tindakannya tidak sesuai dengan statusnya. Menurut sebuah majalah di Jerman, Atta telah memberi instruksi berkenaan aksi 11 September beberapa waktu sebelumnya, kemudian kembali ke Praha untuk mengambil sebotol anthraks pada bulan April 2001 [Daily Telegraph, 1 Desember 2001]. Ketika polisi Ceko menuntaskan penyelidikannya, mereka berkesimpulan tidak ada dokumen yang dapat menunjukkan bahwa Atta telah mengunjungi Praha pada tahun 2001, meskipun ia memang pernah berkunjung ke sana dua kali di tahun 2000. Polisi juga mengatakan bahwa ada seorang pria yang mirip Atta bertemu dengan Samir al-Ani. Pria itu dipanggil ‘Saleh’, seorang penjual mobil bekas dari Nurenberg, Jerman [Daily Telegraph, 18 Desember 2001]. Kisah di atas, sebagaimana kebanyakan kampanye Barat, merupakan cerita bohong. Buktinya, majalah TIME pada tanggal 13 Mei 2002 menulis bahwa kisah tersebut ‘tidak dapat dipercaya’, sementara BBC menyebutkan bahwa pada tanggal pertemuan itu Atta sedang berada di Florida [BBC Online, 1 Mei 2002]. Meskipun demikian, mitos pertemuan Praha tetap saja ada di dalam benak setiap orang, dan menjadi bagian penting dari pertikaian AS–Irak. 11. Dokumen terbitan pemerintah Inggris disusun berdasarkan laporan PBB dan bukti- bukti dari para pembelot Irak. Salah satu pembelot terkenal yang muncul di televisi AS setelah peristiwa 11 September adalah Dr. Khidir Hamza, yang mengaku sebagai kepala program senjata nuklir Irak yang lari dari tanah airnya pada tahun 1994. Terry Taylor, mantan Inspektur Senjata Inggris yang mendukung perang baru sekalipun, berkomentar negatif tentang para pembelot itu dengan mengatakan bahwa ‘mereka cenderung melebih-lebihkan pengetahuan dan pentingnya diri mereka pribadi demi tunjangan, perlindungan dan pekerjaan’ [Peter Beaumont, Kamal Ahmed dan Edward Helmore., ‘Should We Go To War Against Saddam’., Observer., 17 Maret 2002]. Namun AS dan Inggris ingin agar kita percaya bahwa kesaksian para pembelot merupakan
  • 7. 2 keterangan kunci dalam melawan Irak. Agak mengherankan, dokumen Inggris tidak mempublikasikan ‘bukti rinci’ atau menyebutkan ‘sumber-sumber terpercaya’ mereka. 12. Poin terakhir yang perlu kami bantah adalah argumentasi bahwa serangan terhadap Irak tidak ada hubungannya dengan minyak. Sudah teramat jelas dan tak dapat disangkal lagi bahwa politik di Timur Tengah sejak akhir PD II dibentuk oleh politik minyak. Pada bulan September 1945, Lord Altrincham, seorang menteri Inggris yang tinggal di Timur Tengah, mengatakan bahwa wilayah Timur Tengah ‘Menawarkan cadangan minyak pelumas dan bahan bakar terkaya, yang andaikan kita tidak bisa menguasainya, kita tidak boleh membiarkan kekuatan lain menguasai wilayah itu’ [Altrincham., 2 September 1945 dalam William Roger Louis., ‘Imperialism at Bay’]. AS pun menyadari pentingnya cadangan minyak ‘sebagai sumber kekuatan strategis yang menakjubkan, dan salah satu bahan paling berharga dalam sejarah dunia’ [Dokumen Departemen Luar Negeri AS, tahun 1945, Volume VIII]. Untuk menggambarkan besaran keuntungan dari minyak, AIOC sebagai cikal- bakal BP (British Pteroleum) mengeruk £170 juta dari Iran selama periode tahun 1950 saja. Ketika pemerintahan Iran memiliki keberanian untuk menasionalisasi minyak untuk kebaikan rakyatnya, Pemerintahan (partai) Buruh yang telah menasionalisasi asetnya sendiri merasa geram, sehingga muncul pernyataan Departemen Luar Negeri, ‘satu-satunya harapan mengenyahkan Mr. Musadiq (PM Iran saat itu) adalah kudeta, dengan syarat adanya seorang pemimpin yang kuat untuk mengemban tugas tersebut. Seorang diktator akan mampu melaksanakan reformasi pemerintahan dan ekonomi serta mengatur masalah minyak secara lebih rasional’ [Foreign Office Memorandum., Sir F. Shepherd’s analysis of the Persian situation 28 January 1952. FO 371/98684]. Bagi mereka yang tetap skeptis agaknya cukup menyimak ucapan Condoleeza Rice, Penasihat Keamanan AS, yang baru-baru ini berbicara dalam siaran stasiun TV Fox. Saat ditanya tentang masa lalunya sebagai Dewan Direksi (perusahaan) Chevron, ‘Saya sangat bangga akan hubungan saya dengan Chevron, dan saya kira sudah seharusnya kita bangga terhadap perusahaan-perusahaan minyak Amerika yang melakukan eksplorasi di luar negeri, di dalam negeri, dan yang memastikan bahwa kita memiliki persediaan energi yang cukup’. Meskipun sudah sedemikian banyak dan gamblangnya keterangan semacam ini, Bush dan Blair tetap mengatakan bahwa serangan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan urusan minyak. Bab I Barat dan Senjata Pemusnah Massal Dokumen Inggris menyatakan bahwa Irak positif memiliki senjata pemusnah massal dan berniat memiliki senjata nuklir. Namun dokumen itu menutup mata tentang fakta bahwa negara-negara Barat memiliki senjata pemusnah massal yang jauh lebih besar ketimbang Irak, bahkan lebih dari cukup untuk menghancurkan seisi bumi. Bab ini menyoroti persenjataan dan senjata pemusnah massal Barat serta bahaya besar yang dihadapi umat manusia, dan secara gamblang mengilustrasikan bagaimana Barat secara sistematis dan menyengaja telah menggunakan ‘senjata terparah sedunia’ (the world’s worst weapons). 1. AS adalah negara pertama di dunia yang mengembangkan bom atom pada tahun 1945. Pemerintah AS melihat adanya kemungkinan untuk mengembangkan senjata nuklir yang memiliki daya rusak luar biasa. Sepanjang tahun 1940-an, mereka telah membelanjakan US$ 2 milyar untuk proyek bom atom, yang dikenal sebagai Proyek Manhattan; proyek yang menyita pikiran para ilmuwan dan ahli teknik mereka. Mereka melihat proyek ini sebagai upaya untuk menjadi negara pertama yang memiliki bom atom karena mereka menyadari betul kekuatan strategis yang akan mereka miliki di masa depan. Pada kurun 1940-an, uang US$ 2 milyar kira-kira setara dengan US$ 20 milyar nilai sekarang. Uji coba pertama bom atom milik AS
  • 8. 2 adalah di kawasan uji Trinity, dekat Alamogordo, New Mexico. Berdasarkan pengamatan setelah ledakan, mereka menyimpulkan bahwa kekuatan bom tersebut setara dengan 20.000 ton TNT, jauh lebih dahsyat dari perkiraan semula. 2. Pengamatan atas pengaruh ledakan nuklir. Para ilmuwan AS meneliti hasil ujicoba ledakan di Trinity, dan berikut ini adalah hasil pengamatan mereka. Tanah di bawah tempat ledakan terbagi menjadi beberapa tingkat kerusakan. Sampai radius setengah mil dari hiposenter (pusat ledakan) disebut vaporization point (fatalitas 98%, tubuh manusia hilang atau terbakar tanpa dapat dikenali). Di area ini, segala sesuatu hancur. Sedangkan temperaturnya mencapai 3000-4000 0 C. Sampai radius 1 mil disebut total destruction zone (fatalitas 90%). Seluruh bangunan di atas permukaan tanah hancur. Sampai radius 1,75 mil disebut severe blast damage area (fatalitas 65%, cedera 30%). Bangunan besar runtuh, jembatan dan jalan rusak berat. Sampai radius 2,5 mil disebut severe heat damage area (fatalitas 50%, cedera 45%). Segala sesuatu dalam radius ini mengalami semacam luka bakar. Sampai radius 3 mil disebut severe fire and wind damage areas (fatalitas 15%, cedera 50%). Rumah dan bangunan lain rusak. Orang- orang terlempar dan mengalami luka bakar dengan stadium 2 dan 3, itupun jika mereka bertahan hidup. 3. Serangan nuklir terhadap Jepang. Meskipun sudah mendapat gambaran pasti tentang daya rusak bom tersebut, pemerintah AS tetap memutuskan untuk menjatuhkan dua bom atom ke kota sipil, Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Pada saat itu, menurut Konvensi Jenewa, pembantaian secara menyengaja dengan sasaran warga sipil dalam kondisi perang dianggap ilegal. Adapun kedua target bom atom yang dinamai ‘Little Boy’ dan ‘Fat Man’ itu sengaja dipilih karena besarnya ukuran kedua kota itu memungkinkan AS mengetahui seberapa besar daya rusak bom tersebut. 4. Justifikasi atas serangan ke Jepang. Saat itu ada dua justifikasi yang digunakan AS untuk menjatuhkan dua bom atom itu. Pertama, invasi darat akan mengakibatkan korban yang mengerikan sebagaimana perang di Iwo Jima dan Okinawa. Kedua, perlunya mengakhiri perang secara cepat yang tak mampu Jepang hindari. Setelah menyerahnya Nazi Jerman pada bulan Mei, Jepang berada dalam keadaan lemah dan tak berdaya. Akhir tahun 1945, Jepang tidak memiliki satu pesawatpun, dan para pilot AS leluasa melakukan pemboman. Tokyo, Nagoya, Osaka, Kobe, Yokohama sudah dihancurkan lebih dulu. Jepang dapat dikalahkan, dalam arti menyerah, sebagaimana yang kita ketahui sekarang. Tanggal 13 Mei 1945, Departemen Luar Negeri Jepang secara resmi memberitahu kepada Rusia bahwa Kaisar ‘menghendaki perdamaian’ dengan para sekutu. Mengetahui hal tersebut, Bushido, sebutan militer Jepang, yang memang dituntut untuk selalu tunduk dan patuh secara mutlak, segera menyerah ketika mengetahui Kaisar mereka telah menyerah. Rusia mengabaikan manuver diplomatik ini karena alasan strategis. Berdasarkan perjanjian Yalta, mereka akan berperang melawan Jepang tiga bulan setelah Jerman menyerah, dan Rusia berhasrat mengambil harta rampasan perang. Intelijen AS ternyata mengetahui pendekatan diplomatis Jepang terhadap Moskow tersebut sehingga Proyek Manhattan dipercepat, karena mereka kuatir Jepang menyerah sebelum dijatuhkan bom. Dua kota yang dijadikan target bom itu sengaja dibiarkan semasa perang karena keduanya sudah lebih dulu dipilih sebagai tempat ‘eksperimen’ –kata yang digunakan oleh Truman dan Mayor Groves (saat itu sebagai Kepala Proyek Manhattan). Pada bulan Agustus 1945, Presiden Truman berkata perihal pemboman Hiroshima, ‘Dunia akan menyaksikan bahwa bom atom pertama dijatuhkan ke Hiroshima, sebuah basis militer. Hal itu kami lakukan dengan harapan serangan pertama ini sebisa mungkin menghindari korban sipil’. Ia juga mengatakan, ‘Kami telah mengeluarkan US$ 2 milyar untuk perjudian ilmiah terbesar dalam sejarah, dan kami menang’. Yang AS capai adalah sebuah demonstrasi yang secara gamblang
  • 9. 2 memperlihatkan kekuatan baru mereka dengan mengorbankan 200 ribu nyawa; mayoritas adalah warga sipil; sebagian tewas seketika dan yang lainnya mati setelah terbakar atau terkena radiasi. Banyak tokoh militer sekutu menganggap pemboman atas Hiroshima dan Nagasaki itu sebagai hal yang tidak perlu. Dalam History of Warfare, Field Marshal Montgomery menulis, ‘Dijatuhkannya dua bom atom ke Jepang pada bulan Agustus 1945 itu merupakan hal yang tidak perlu, dan saya tidak bisa menganggap hal itu sebagai hal yang benar, menjatuhkan bom semacam itu adalah sebuah blunder politik dan contoh nyata tentang turunnya standar perang modern’. Jenderal Eisenhower, Komandan Tertinggi Sekutu yang di kemudian hari menjadi presiden AS, mengatakan bahwasanya Jepang ketika itu sedang berupaya mencari cara untuk menyerah tanpa harus kehilangan muka. ‘Menghantam mereka dengan benda mengerikan itu adalah hal yang tidak perlu’. Kepala Staf Truman, Admiral Leahy menulis, ‘Saya berpendapat penggunaan senjata barbar di Hiroshima dan Nagasaki tersebut sama sekali tidak membantu kita dalam perang melawan Jepang. Jepang sudah lebih dulu kalah dan siap menyerah karena blokade kita yang efektif, dan keberhasilan pemboman dengan senjata konvensional seperti itu hanya dengan alasan agar kita menjadi yang pertama menggunakannya, berarti kita telah mengadopsi standar etik yang hanya lazim di masa Abad Kegelapan (Dark Ages). Saya tidak diajarkan untuk berperang dengan cara seperti itu, dan perang tidak dapat dimenangkan dengan membantai wanita dan anak-anak’. Brigadir Jenderal Carter Clarke (petugas intelijen militer yang bertanggung jawab untuk menyadap komunikasi Jepang bagi Truman dan penasehatnya) menulis, ‘ketika kita tidak perlu melakukannya, dan kita tahu kita tidak perlu melakukannya, dan mereka tahu bahwa kita tahu kita tidak perlu melakukannya, berarti kita memanfaatkan mereka sebagai eksperimen untuk dua bom atom itu’. 5. Pengembangan bom hidrogen. Tidak puas dengan keampuhan bom atom, AS mengembangkan bom hidrogen atau bom super. Yaitu bom yang –dalam bahasa para ilmuwan yang merekomendasikannya ke pemerintah AS– akan ‘memiliki daya ledak tidak terbatas kecuali dalam hal pengirimannya’. Komite penasehat umum Atomic Energy Commission yang bertanggung jawab atas pengembangan senjata atom di AS merekomendasikan agar AS tidak menjalankan program percepatan untuk membuat bom-H (bom hidrogen) karena, ‘itu bukan senjata, yang biasa digunakan hanya untuk tujuan menghancurkan instalasi militer atau semi- militer. Penggunaan bom-H jauh lebih parah ketimbang bom atom, suatu kebijakan yang akan memusnahkan penduduk sipil’. Posisi militer AS sendiri dalam pengembangan bom hidrogen dengan gamblang dinyatakan oleh Kepala Staf Gabungan, ‘Pihak AS akan berada pada keadaan yang amat berat, jika pihak yang berpotensi menjadi musuh memiliki bom itu sedangkan AS tidak’. 6. Dampak uji nuklir AS. Untuk mengetahui dampak ledakan nuklir terhadap kapal perang, bangunan, peternakan dan objek lain, serta untuk memperbaiki dan meningkatkan teknologi senjatanya, AS telah melakukan uji pengembangan bom atom dan bom-H selama beberapa dekade setelah PD II. Tempat uji pertama pasca perang yang AS pilih adalah pulau Bikini, di Samudera Pasifik. Pulau yang merupakan bagian dari kepulauan Marshal tersebut direbut dari kekuasaan Jepang. Dua tahun setelah mengklaim kekuasaan atas pulau itu, Commodore Ben H. Wyatt, Gubernur Militer kepulauan Marshal, melakuan misi perjalanan ke Bikini. Seusai misa gereja Minggu di bulan Februari 1946, Wyatt mengumpulkan penduduk setempat dan meminta mereka meninggalkan rumah mereka ‘untuk sementara’ agar AS dapat menguji bom atom ‘demi kebaikan umat manusia dan mengakhiri setiap peperangan di dunia’. 7. Raja Juda beserta penduduk Bikini bingung dan tertekan, seraya merundingkan permintaan AS itu. Akhirnya, Raja Juda berkata pada Wyatt, ‘kami akan pergi dengan mempercayakan segala sesuatunya kepada Tuhan’. Selama beberapa dekade penduduk Bikini menderita kekurangan gizi, dipindahkan dari satu pulau ke pulau lain,
  • 10. 2 terkena radiasi radioaktif –semua masalah yang diakibatkan pengujian bom oleh AS. Lebih dari lima puluh tahun sejak dimulainya uji coba bom di pulau Bikini, penduduk pulau masih mengajukan petisi menuntut AS untuk membayar ganti rugi yang dijanjikan atas kerusakan tanah dan kehidupan mereka. Tempat uji coba kedua yang AS gunakan adalah Nevada Proving Ground, di Yucca Flat, kira-kira 65 mil sebelah utara Las Vegas. Selama tahun 1950-an dan 1960-an, telah dilakuan 90 kali uji coba bom nukir di gurun Nevada. Pada tahun 1990-an, sebuah lembaga pemerintah AS, National Cancer Institute (NCI), memeriksa pengaruh uji coba bom itu. Mereka menyatakan bahwa uji coba bom itu menimbulkan awan buangan radioaktif hampir ke seluruh wilayah Amerika Serikat. Dan di antara zat berbahaya yang turut tersebar akibat ledakan adalah isotop yang dikenal dengan iodine-131 (I-131). Partikel radioaktif ini, yang berakumulasi dalam kelenjar gondok diduga kuat menjadi penyebab kanker. Baru-baru ini NCI memperkirakan sekitar 10,000-75,000 kasus kanker tiroid di AS disebabkan oleh radioaktif isotop iodine-131 dari buangan bom-A di Nevada. Selain personel militer yang terkena radiasi tingkat tinggi di sekitar tempat pengujian, ribuan warga AS – sesuai arah angin– harus membayar mahal akibat pengujian bom atom tersebut. Ini menjadi contoh nyata bahwa warga AS telah menjadi korban senjata pemusnah massal pemerintahnya sendiri. 8. Pengembangan nuklir selama era perang dingin. Pada masa perang dingin, AS mempelopori perlombaan senjata dengan Uni Soviet dan menimbun ribuan senjata nuklir. Mereka juga mengembangkan berbagai cara untuk menghasilkan sejumlah persenjataan termasuk: pesawat pembom B-52, beragam tipe rudal balistik darat antar benua, juga rudal balistik laut. AS pun menempatkan ribuan senjata nuklir taktis di setiap perbatasan Uni Soviet, di Eropa Barat, Turki, Korea Selatan, Jepang, dan lain-lain., untuk mempersiapkan kemampuan serangan pertama dan menghalangi agresi Uni Soviet. Namun, ketika Kuba mengundang Uni Soviet untuk menempatkan rudal nuklirnya di Kuba dalam rangka menghambat agresi AS –sejak 1960 AS telah menunjukkan upaya keras menjatuhkan Fidel Castro dari tampuk kekuasaan– serta merta AS murka dan mendorong Soviet untuk menarik mundur seluruh rudal dengan ancaman akan melakukan perang secara habis-habisan. 9. Pengendalian senjata nuklir. Banyak perjanjian pengendalian senjata nuklir yang telah AS tandatangani, termasuk ‘Strategic Arm Limitation Talks’ (SALT 1 dan SALT 2), ‘Strategic Arms Reduction Treaty’ (START 1 dan START 2), ‘Nuclear Non-Proliferation Treaty’, ‘Comprehensive Test Ban Treaty’, ‘Intermediate Range Nuclear Forces Treaty’ (INF) dan lain- lain. Tetapi, dengan kemajuan teknologi, akurasi rudal, jangkauan jarak, dan keampuhan rudal siluman, yang terjadi selama beberapa dekade terakhir, didukung dengan data hasil uji coba yang begitu lengkap, tidak satupun perjanjian di atas yang mampu menghambat kemampuan AS untuk melakukan atau mengancam serangan nuklir terhadap bangsa lain. Beberapa perjanjian itu justru diberlakukan secara diskriminatif terhadap bangsa-bangsa lain di dunia. Misalnya, Non-Proliferation Treaty (NPT), yang diberlakukan pada tahun 1970 dan didukung penuh oleh AS, bertujuan membatasi penyebaran senjata nuklir. Sejumlah 187 negara penandatangan NPT dibagi menjadi dua kategori: kelompok negara-negara yang memiliki senjata nuklir, termasuk AS, Rusia, Cina, Perancis, Inggris; dan kelompok negara- negara yang tidak memiliki senjata nuklir. Berdasarkan perjanjian NPT, lima negara pemilik senjata nuklir berkomitmen untuk berupaya mencapai pelucutan senjata nuklir secara menyeluruh, sedangkan negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir bersepakat untuk tidak mengembangkan atau memiliki senjata nuklir. Dengan keanggotaannya yang hampir mendunia, NPT menjadi perjanjian pengendalian senjata dengan anggota terbanyak, mengingat hanya Kuba, India, Israel, dan Pakistan saja yang tidak ikut serta. Jika keempat negara ini ingin berpartisipasi, mereka akan berstatus sebagaimana negara yang tidak memiliki senjata nuklir, karena perjanjian itu membatasi status negara pemilik senjata nuklir sebagai negara yang ‘membuat dan meledakkan
  • 11. 2 sebuah senjata nuklir atau perangkat ledak nuklir lain sebelum 1 Januari 1967’. Bagi India, Israel, dan Pakistan –ketiganya dikenal atau dicurigai memiliki senjata nuklir– berpartisipasi dalam perjanjian tersebut dengan status sebagai negara yang tidak memiliki senjata nuklir akan mengharuskan mereka untuk melucuti senjata nuklirnya dan menyerahkan bahan-bahan pembuatan nuklir di bawah perlindungan internasional. Dengan adanya NPT, setiap negara yang tidak memiliki senjata nuklir namun berupaya memilikinya, dengan mudah akan dianggap sebagai ‘anak nakal’ dan akan dijadikan sasaran, seperti yang terjadi dengan Irak, Iran dan Korea Utara baru-baru ini. Sedangkan AS, meski tetap menjadi negara adidaya tunggal, tetap merasa berhak mengancam negara-negara lain dengan menggunakan senjata nuklir untuk kali pertama, dalam rangka menghalangi musuh- musuh potensialnya. Pada prakteknya, tidak satupun dari lima negara pemilik senjata nuklir yang menunjukkan niat serius melucuti senjata mereka sebagaimana yang ditetapkan oleh perjanjian. Justru mereka –dipimpin oleh AS– berupaya mempertahankan kontrol monopoli atas senjata nuklir dengan mengingkari peraturan yang memayungi seluruh negara anggota, sebuah bentuk lain dari sikap standar ganda mereka. Sejauh ini, AS melihat NPT hanya sebagai alat untuk menekan negara- negara berkemampuan nuklir seperti Iran, Irak, dan Korea Utara, serta sebagai jalan untuk menjaga perkembangan nuklir Rusia dan Cina, dengan tanpa melakukan langkah-langkah progresif dalam perkara pelucutan senjatanya sendiri. Bahkan AS berencana mengembangkan senjata nuklir model baru. Hal ini dilihat sebagai perilaku hipokrit AS. AS baru saja secara unilateral keluar dari Anti Ballistic Missile Treaty dengan Uni Soviet untuk mengembangkan ‘sistem pertahanan rudal’, akan tetapi pada saat yang sama mengutuk Irak dan Korea Utara dengan alasan melanggar perjanjian yang menetapkan larangan bagi dua negara tersebut untuk membuat senjata nuklir sendiri. 10. Perkembangan nuklir saat ini dan yang akan datang. Awal tahun 2002, AS merampungkan suatu tinjauan terhadap strategi nuklir mereka dalam US Nuclear Posture Review (NPR). Beberapa bagian dalam tinjauan ini dikemukakan kepada pers AS. NPR meminta agar dibuatkan rencana darurat (contingency plan) untuk membidik Korea Utara, Iran, Libya, Syria, Rusia, dan Cina; serta agar AS lebih fleksibel dalam mengembangkan dan menyebarkan kekuatan nuklir yang dibutuhkan. Salah satu bentuk kefleksibelan itu ialah dengan melanjutkan kembali pengujian nuklir. Salah satu alasan mengenai diperlukannya pengujian ini adalah untuk mengembangkan bom dan rudal tipe baru yang dapat menghancurkan target yang terkubur dalam dan keras. Yaitu bangunan dan fasilitas yang dapat digunakan sebagai pusat komando dan kontrol operasi pihak musuh, markas pimpinan atau area penyimpanan senjata pemusnah massal. Dokumen kebijakan AS lain seperti dari Paul Robinson, Direktur Sandia National Laboratories, menyerukan pengembangan senjata nuklir berukuran mini. Saat ini AS tercatat sebagai penandatangan Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) meski Senat AS belum meratifikasinya. Dari perkembangan ini terkandung pesan AS bagi seluruh dunia bahwa AS beritikad mengembangkan senjata nuklir yang lebih canggih dan akan mengabaikan CTBT demi kepentingannya sendiri. AS pun telah menyatakan, dalam NPR dan presentasi lain, niat mereka untuk mengenalkan pertahanan rudal strategis yang mampu menghalau serangan rudal jarak jauh negara lain. Mereka yakin bahwa sistem pertahanan rudal global akan menciptakan sebuah tameng yang akan memberi kekebalan bagi AS untuk secara leluasa beroperasi ke seluruh dunia. Secara militer, hal ini akan membuat AS dengan mudah menggasak setiap negara lain yang berupaya menyerang AS dengan menggunakan senjata pemusnah massal dan rudal jarak jauh. Pada tanggal 13 Desember 2001, AS mengumumkan akan menarik diri dari Anti- Ballistic Missile Treaty 1972 (ABM), semata- mata karena traktat tersebut melarang pengujian sistem pertahanan rudal penjelajah antirudal balistik antarbenua. Untuk anggaran awal, pemerintahan baru AS meminta kenaikan
  • 12. 2 anggaran sebesar 57% untuk mendanai sistem pertahanan rudal itu, dari 5.3 milyar dolar ke 8.3 milyar dolar, 7.8 milyar di antaranya dari Kongres. Semua ini mengindikasikan bahwa AS akan semakin ditakuti negara-negara lain, mengingat AS tengah berupaya menjadikan dirinya kebal dari serangan rudal nuklir sementara pada saat yang sama AS pun membuat senjata nuklir yang lebih mumpuni. AS adalah negara yang, seperti telah kita bahas sebelumnya, tidak mempunyai rasa sesal sedikitpun akan dampak penggunaan senjata semacam itu terhadap warga sipil tak berdosa. 11. Senjata kimia dan biologi. Dalam era modern, senjata kimia untuk pertama kalinya digunakan dalam Perang Dunia I oleh Perancis, Jerman, Inggris dan AS; negara-negara yang kini ramai-ramai menghakimi Irak. Untuk membalas serangan (gas) klorin yang dilakukan Jerman di sekitar Ypres, Belgia, yang menewaskan lebih dari 5000 pasukan Sekutu, Inggris lantas membuat senjata kimianya sendiri. Mayor Charles Foulkes dari Royal Engineers ditunjuk sebagai ‘penasehat gas’ pertama mereka. Tugasnya adalah mengusahakan senjata kimia bagi Inggris dalam tempo sesingkat mungkin dengan tanpa menghiraukan masalah etik. Segera saja setiap ahli kimia Inggris mengerjakan proyek senjata gas tersebut. Fasilitas Porton Down dibangun dan menjadi markas proyek senjata kimia Inggris, dengan mempekerjakan lebih dari 1000 orang ilmuwan dan tentara. 12. Dinas Senjata Kimia AS. AS mendirikan Chemical Warfare Service – CWS (Dinas Persenjataan Kimia) pada pertengahan tahun 1918, dengan Jenderal Amos A. Fries sebagai direkturnya. Edgewood Arsenal, basis militer di dekat Baltimore, Maryland, menjadi pusat riset senjata kimia AS yang mempekerjakan lebih dari 1200 orang asisten teknisi dan 700 orang petugas yang menguji lebih dari 4000 zat beracun. Dengan 218 bangunan pabrik dan 28 mil rel kereta, Edgewood mampu memproduksi 200.000 bom kimia dan selongsong per hari. Pada tahun 1918, sekitar seperlima dan sepertiga dari seluruh selongsong yang ditembakkan diisi zat kimia dari berbagai tipe. Selama 18 bulan terakhir PD I, satu dari setiap enam korban tewas karena gas mustard yang sangat ditakuti itu. Gas mustard membakar dan melepuhkan kulit, lalu korban mati secara perlahan atau sangat lemah karena gas mustard menguliti selaput lendir pada rongga tenggorokan dan menghambat pernafasan. ‘Secara resmi’, terdapat lebih dari 91.000 kasus kematian dan 1,3 juta korban akibat senjata gas. Namun para ahli sejarah kini menganggap remeh angka-angka tersebut. 13. Penggunaan kimia selama masa vakum perang. Penggunaan senjata kimia tidak hanya terjadi pada PD I. Dalam rangka menunggangi pihak White Army dalam Perang Sipil Rusia pada tahun 1919, Inggris mempersenjatai mereka dengan selongsong berisi gas mustard, dan menggunakan ‘M’ Device untuk memproduksi gumpalan asap arsenik yang disebarkan kepada sang lawan, Red Army. Inggris memanfaatkan setiap kesempatan untuk menggunakan senjata mereka. Mayor Foulkes, yang dikirim ke India pada 1919, menekan militer Inggris agar menggunakan senjata kimia dalam perang melawan Afghanistan, ‘Kelengahan, kurangnya instruksi dan disiplin, dan tiadanya perlindungan terhadap sebagian wilayah Afghan dan suku- suku di sana akan meningkatkan korban akibat penggunaan gas mustard di garis depan’. Departemen Perang Inggris setuju untuk mengirimkan pasokan phosgene dan gas mustard, juga setuju agar prajurit Inggris dilatih menggunakan seragam anti-gas di Khyber Pass. Tetapi, hingga kini Tony Blair masih saja ingin menunjukkan bahwa Pemerintah Inggris adalah salah satu bangsa ‘beradab’ dengan ‘catatan bersih’ dan nilai-nilai luhur ketimbang rezim Saddam di Baghdad. 14. Pembentukan Protokol Jenewa. Seusai Perang Dunia I, kekecewaan terhadap senjata gas merebak di mana-mana. Pada bulan Mei 1925, dengan dukungan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), diselenggarakan konferensi internasional tentang perlombaan senjata di Jenewa, Swiss. Konferensi tersebut menghasilkan Protokol Jenewa, yang berisi larangan penggunaan senjata kimia maupun biologi sampai
  • 13. 2 kapanpun. Seorang pengamat berkomentar bahwa ‘Penandatanganan Protokol Jenewa 1925 merupakan cerminan prestasi tertinggi opini publik melawan senjata kimia’. Akan tetapi, menandatangani pakta tersebut tidak otomatis terikat, karena pemerintah setiap negara masih harus meratifikasinya. Di AS, CWS menyerang Protokol Jenewa dan mendapat dukungan dari berbagai organisasi sejenis seperti American Chemical Society (Masyarakat Kimia Amerika), dan menyatakan bahwa ‘pelarangan senjata kimia berarti pengabaian metoda manusiawi untuk mengatasi pertempuran klasik yang mengerikan’. Dihadapkan pada oposisi yang begitu kuat, Departemen Luar Negeri AS menarik ratifikasi atas Protokol Jenewa. Sebagian besar negara Eropa meratifikasi Protokol Jenewa, dengan menambahkan beberapa klausul yang membuat protokol menjadi macan ompong. Salah satu klausul itu menyatakan bahwa suatu negara tidak terikat dengan protokol tersebut kecuali negara yang dilawannya juga meratifikasi protokol yang sama. Klausul lain memberikan hak kepada negara penandatangan untuk balas menyerang setiap serangan kimia atau biologi dengan senjata yang sama. Protokol Jenewa pun tidak bisa mencegah penelitian atau penimbunan senjata biokimia; melainkan hanya melarang untuk lebih dulu menggunakannya. Pengaruh Protokol Jenewa bukanlah untuk menghentikan pengembangan senjata biokimia melainkan untuk lebih menjaga kerahasiaan penelitian dan pengembangan senjata biokimia. Pada tahun 1925, Winston Churchill secara tidak sengaja membeberkan semuanya ketika ia menulis tentang wabah yang secara khusus dan disengaja disiapkan untuk manusia dan binatang. Ada Blight untuk menghancurkan tanaman, Anthraks untuk membunuh kuda dan hewan ternak, Plague untuk meracuni tidak saja tentara melainkan juga seluruh warga satu distrik. Semua itu sejalan dengan pencapaian sains militer yang tak mengenal belas kasihan. Rupanya perang penelitian semacam ini harus tetap dirahasiakan untuk menghindari oposisi publik. 15. Pembangunan Porton Down di Inggris. Holland Committee yang didirikan oleh pemerintah Inggris usai PD I untuk mengkaji senjata kimia dan bagaimana kebijakan Inggris nantinya, telah merekomendasikan agar fasilitas Porton Down dipertahankan di sebuah markas yang permanen. Agenda Holland Committee ditambah dengan kajian dan pengembangan senjata kuman di Porton Down. Holland Committee juga membuat sebuah pengakuan penting. Dikatakan bahwa, ‘tidak mungkin memisahkan kajian tentang pertahanan dari gas dengan penggunaan gas sebagai senjata ofensif, mengingat efisiensi sistem pertahanan sangat bergantung kepada pengetahuan yang akurat tentang perkembangan yang terjadi atau yang akan terjadi dalam hal penggunaan senjata tersebut secara ofensif’. Pemerintah Inggris sedari awal mengetahui bahwasanya tidak akan pernah ada yang namanya penelitian senjata kimia yang murni defensif. Alhasil, pemerintah membantu para ilmuwan untuk merancang senjata paling mematikan yang pernah mereka bayangkan, dengan asumsi dasar pengetahuan akan keampuhan senjata tersebut harus lebih dulu diketahui agar bisa menyiapkan sistem pertahanannya. Para ilmuwan di pangkalan senjata rahasia Porton Down mengetahui bahwa mereka berisiko mengorbankan nyawa para sukarelawan muda yang digunakan sebagai kelinci percobaan dalam pengujian gas syaraf, demikian menurut para ahli toksikologi. Keluarga setiap korban dalam eksperimen itu menuduh para ilmuwan sebagai pembunuh. Menurut Alastair Hay dari Universitas Leeds, catatan taklimat yang dibuat para ilmuwan di markas Wiltshire menunjukkan bahwa para ilmuwan sebenarnya menyadari dosis yang diberikan kepada para sukarelawan itu akan berakibat fatal. ‘Mereka bermain dengan api, mereka memberikan senyawa yang tidak hanya dapat membunuh satu orang saja, tetapi juga sejumlah orang lain’. Beberapa sukarelawan yang diberi bayaran dan liburan ekstra atas partisipasinya dalam pengujian itu, diberitahu bahwa percobaan itu adalah dalam rangka menemukan obat demam. Menteri Pertahanan berulangkali menyangkal tuduhan telah menyesatkan para sukarelawan. Sebuah tayangan dokumenter televisi pada tahun 1999 memperlihatkan salah seorang mantan ‘kelinci
  • 14. 2 perbobaan’, Mike Cox, 68 tahun, dari Southampton, yang berada di samping sukarelawan Ronald Maddison pada masa kematiannya di kamar gas tempat pengujian. Program televisi itu juga memperlihatkan kerabat Mr. Maddison yang berbicara tentang peristiwa yang berlangsung 46 tahun lalu tersebut. Lilias Clark, saudara perempuan Maddison, berkata, ‘Jika ia tewas dalam perang, saya bisa mengerti, tapi mati karena hal bodoh yang mereka (para ilmuwan) tempelkan di lengannya, yang seharusnya tidak Anda lakukan kepada siapapun, maaf saja, saya pikir mereka telah membunuhnya’. 16. Peran Senjata Kimia dan Biologi dalam PD II. Senjata gas tidak digunakan selama PD II karena sulit membawa senjata itu tanpa membahayakan pasukan dan untuk menjaga kemungkinan serangan balasan mengingat negara-negara kuat waktu itu masing-masing menimbun ratusan ton senjata kimia, khususnya gas mustard, untuk berjaga-jaga. Inggris membuat bom anthraks untuk kali pertama pada tahun 1942. Sebuah bom sederhana diisi spora anthraks diledakkan di Pulau Gruinard di lepas pantai Skotlandia. Domba-domba yang ada di pulau tersebut pun mati. Sampai kini, Pulau Gruinard tidak dapat didiami, dan pesawat terbang pun tidak diperkenankan mendarat di sana. Inggris kemudian memproduksi 5 juta ‘kue anthraks (anthraks cakes)’ untuk dijatuhkan di Jerman. Rencana Inggris untuk menjatuhkan bom anthraks ke Jerman diperkirakan akan menewaskan 3 juta orang. Inggris juga bereksperimen dengan racun mematikan B-IX, atau botulism. AS juga secara besar-besaran mengembangkan program senjata kumannya selama PD II. Pada tahun 1940, The US Health and Medical Committee of the Council for National Defence (Komite Medis dan Kesehatan Dewan Pertahanan Nasional AS) mulai mempertimbangkan ‘potensi defensif dan ofensif senjata biologi’. George Merck dari Merck Pharmaceuticals, ditunjuk menjadi dierektur War Research Service (Dinas Penelitian Perang), yang bertanggung jawab atas penelitian senjata kuman. Pada tahun 1943, Camp Detrick didirikan di Maryland, dan langsung menjadi pusat program senjata kuman AS. Antara tahun 1942-1945, AS menginvestasikan lebih dari US$ 40 juta untuk membangun pabrik dan peralatan serta mempekerjakan lebih dari 4.000 orang di Camp Detrick; di The Field Testing Station di Horn Island, Pascagoula, Mississipi; pabrik produksi di Vigo, Indiana; dan di Dugway Proving Grounds. Di Camp Detrick, anthraks, tularaemia, plague, tipus, penyakit kuning (yellow fever), dan encephalitis diujicoba untuk digunakan dalam perang. Juga berbagai jenis kutu beras, kentang, dan sereal. AS mengkaji kemungkinan menghancurkan panen beras Jepang dengan senjata kuman. Pada bulan Mei 1944, sebuah paket yang berisi 5000 bom anthraks selesai diproduksi di Camp Detrick. Di Vigo, Indiana, AS membangun sebuah pabrik yang mampu memproduksi 500.000 bom anthraks per bulan dan 250.000 bom yang diisi botulism. Untungnya, semua bom itu tidak pernah digunakan. AS membangun pabrik produksi gas beracun terbesar di dunia selama PD II, yang mampu menghasilkan 135.000 ton gas beracun. Berarti 20.000 ton lebih banyak dari total gabungan gas beracun yang digunakan berbagai negara selama PD I. AS pun mulai mengungguli Inggris dalam hal senjata kuman. 17. Belajar dari pengalaman Jepang. Usai PD II, George Merck menghendaki agar program senjata kuman dilanjutkan. Pada tahun 1956, Camp Detrick berubah menjadi Fort Detrick, sebuah lembaga penelitian dan pengembangan militer yang bersifat permanen. Disini diproduksi virus dan gas paling mematikan yang menambah persenjataan AS, termasuk gas syaraf seperti gas GB dan VX, yang begitu mematikan, sehingga jika kulit kita terkena satu tetes kecil saja, kita akan mati dalam waktu kurang dari satu menit. Perang Dingin juga berarti para mantan musuh direhabilitasi dan mendapat biaya perbaikan dari AS. Ini berarti para kriminal perang Jepang yang telah bereksperimen mengorbankan jiwa manusia kini terhindar dari tuntutan. Selama pendudukan Jepang atas Cina yang begitu lama dan brutal antara tahun 1930-an hingga 1940- an, sebuah unit khusus Tentara Jepang yang
  • 15. 2 dikenal dengan Unit 371, dipimpin oleh Jenderal Ishii Shiro, banyak melakukan tindak kejahatan perang. Misalnya, mereka menguji efek bom anthraks terhadap manusia dan menyuntikkan tetanus, cacar, dan plague kepada tentara dan warga sipil Cina. Dari sejumlah orang yang dipelajari oleh AS pada tahun 1947, anthraks menewaskan 31 orang, kolera 50 orang, gas mustard 16 orang, plague 106 orang, typhoid 22 orang, dan typhus 9 orang. Serta masih banyak lagi penyakit yang juga diujicobakan. Rusia menghendaki agar anggota-anggota Unit 371, termasuk Shiro, diadili. Tetapi AS menjamin kekebalan mereka. Sebagai imbalan, AS mendapat hasil eksperimen mereka. Sebagaimana yang ditulis ahli sejarah, Robert Harris dan Jeremy Paxman, ‘AS justru melindungi para bakteriologis Jepang dari tuntutan kejahatan perang sebagai imbalan atas data-data eksperimen manusia’. Informasi ini disembunyikan hingga selama 30 tahun setelah perang. 18. Penggunaan senjata kimia dalam Perang Vietnam. Sejak PD I, AS meluncurkan perang biokimia untuk pertama kalinya dalam perang Vietnam. AS menggunakan gas CS dan defoliant, seperti Agent Orange, untuk melawan gerilyawan National Liberation Front. Pada tahun 1970, ‘Operation Ranch Hand’ menumpahkan 12 juta galon Agent Orange ke Vietnam, menghancurkan 4,5 juta hektar tumbuh-tumbuhan di daerah luar kota dan meracuni tanahnya selama beberapa tahun. Para pendukung Ranch Hand memiliki slogan khas, ‘only we can prevent forests’. Agent Orange mengandung dioksin, salah satu bahan kimia penyebab kanker paling mematikan di muka bumi. Digunakannya Agent Orange oleh AS menimbulkan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat Vietnam dan tentara AS beserta keluarga mereka. 19. Alasan di balik dukungan AS terhadap konvensi senjata biologi dan kimia. Pada tahun 1972, Presiden Richard Nixon mengumumkan bahwa AS menghentikan program senjata biologi dan kimia. Hal tersebut dilakukan bukan karena tujuan kemanusiaan, melainkan karena pemerintahannya telah menyadari bahwa teknologi yang dibutuhkan dalam memproduksi senjata semacam itu terlihat akan tersebar demikian luasnya sampai- sampai pengembangannya tidak akan dapat dihindari. Produksi senjata biokimia akan jauh lebih murah dan mudah dibandingkan senjata nuklir. Dari sini akan muncul kesulitan untuk mempertahankan posisi monopolistik terhadap senjata biokimia tersebut. Segera setelah keputusan AS ini, Biological Weapons Convention (BWC) ditandatangani pada tanggal 10 April 1972 dan mulai berlaku terhitung 26 Maret 1975. Sedangkan Chemical Weapons Convention (CWC) ditandatangani pada tanggal 13 Januari 1993 dan resmi berlaku sejak 29 April 1997. Senasib dengan perjanjian pengendalian senjata nuklir, AS memperlakukan kedua perjanjian ini secara selektif dan diskriminatif. DK PBB dapat menyelidiki setiap keluhan, akan tetapi kekuasaan untuk melakukan hal itu tidak pernah diajukan. Dengan hak veto yang dimilikinya, AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina, mampu memblok setiap keputusan untuk menyelidiki senjata biologi. Pada bulan Juli lalu, AS menolak penerapan protokol perjanjian BWC karena dipandang tidak sesuai dengan kepentingannya. 20. Perkembangan senjata biokimia terkini. Pada tanggal 4 September 2001, New York Times mengungkapkan bahwa para peneliti sistem pertahanan biologi CIA, dengan dalih kepentingan defensif, mengujicoba sampel bom biologi dan membangun fasilitas produksi senjata biologi di Nevada, aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari penelitian senjata biologi ofensif. AS merahasiakan aktivitas tersebut dan tidak pula mengungkapkannya dalam confidence building report kepada BWC. Kajian defensif yang AS lakukan itu dapat diartikan sebagai pengembangan senjata biologi. Misalnya, serangan anthraks pada bulan Oktober 2001 di AS, sepertinya diawali oleh ilmuwan domestik dari ahli laboratorium senjata biologi AS sendiri. 21. Hubungan AS dengan konvensi senjata biokimia. Menurut CWC, Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons dapat
  • 16. 2 melakukan inspeksi terhadap laboratorium, pabrik dan mempelajari kerusakan yang ditimbulkan senjata-senjata kimia. AS kemudian memaksa organisasi tersebut untuk mengganti direkturnya, Jose Bustani. Kesalahan Jose Bustani adalah keinginannya untuk memeriksa AS sama seperti negara- negara lain yang diperiksa, dan mengajak Saddam Hussein menandatangani CWC. Amat kontras dengan sikapnya yang giat memaksa dilakukannya inspeksi terhadap persenjataan Irak, AS tidak perlu berpikir lama untuk menolak setiap inspeksi senjata terhadap negaranya sendiri. Pada tahun 1997, Senat AS meluluskan Chemical Weapons Convention Implementation Act, yang pada Pasal 307-nya berbunyi: ‘Presiden berhak menolak permintaan dilakukannya inspeksi terhadap setiap fasilitas di Amerika Serikat bilamana Presiden menganggap bahwa inspeksi tersebut dapat menimbulkan ancaman bagi kepentingan keamanan nasional Amerika Serikat’. 22. Dukungan AS terhadap program senjata biokimia Irak. AS juga berperan dalam pengembangan senjata biokimia. Pada tahun 1998, siaran berita Channel 4 di Inggris mengklaim penemuan dokumen intelijen AS, yang menunjukkan bahwa sejumlah 14 pengiriman bahan-bahan biologi telah diekspor dari AS ke Irak. Termasuk 19 paket bakteri anthraks dan 15 paket botulinum, organisme yang menimbulkan botulisme. Siaran berita itu menunjukkan mereka memiliki bukti bahwa Irak telah membeli sejumlah toksin setelah Irak menggunakan gas untuk menyerang perkampungan Kurdi di Halajaba yang menewaskan 5000 orang. Kesimpulan Dari paparan di atas, jelas sekali bahwa Barat tidak dapat dipercaya dalam hal kepemilikan senjata pemusnah massal. Senjata tersebut telah digunakan secara sistematis oleh Barat terhadap jutaan orang tak berdosa dalam PD I, PD II, Perang Vietnam dan bahkan terhadap warga mereka sendiri. Hal ini menunjukkan betapa anak-anak masa kini dan masa depan tidak boleh lagi dijadikan objek pembantaian Barat, atau dengan meminjam kata-kata Truman, ‘eksperimen’ berikutnya yang akan mereka hadapi. Kita pun perlu mengingatkan diri kita sendiri akan nilai-nilai yang muncul dari pemerintahan Kapitalis-Barat dengan menyimak kembali ucapan Major Foulkes, salah satu arsitek senjata kimia Inggris, tatkala ia dikirim ke India pada tahun 1919. Sebagai upaya menekan militer Inggris agar menggunakan senjata kimia dalam perang melawan Afghanistan, ia berargumentasi bahwa ‘‘Kelengahan, kurangnya instruksi dan disiplin, dan tiadanya perlindungan terhadap sebagian wilayah Afghanistan dan suku-suku di sana akan meningkatkan korban akibat penggunaan gas mustard di garis depan’. BAB 2 Barat dan Hukum Internasional Salah satu poin penting yang dijadikan alasan pembenaran serangan ke Irak adalah klaim bahwa Irak telah melanggar berbagai hukum internasional dan tidak menghormati sejumlah resolusi PBB. Bab ini mencoba mengupas kontradiksi Barat sendiri tehadap hukum internasional, dan fakta bahwa lima negara anggota tetap DK PBB mempunyai hak veto, sebuah pilihan yang tidak dimiliki negara- negara lain seperti Irak. Liga Bangsa-Bangsa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1. Abad ke-20 mungkin dikenal sebagai Abad Perang. Setelah berlalunya dua perang dunia yang telah merenggut nyawa sekitar sepuluh juta orang, beberapa konflik lain menghasilkan kematian bagi jutaan orang lainnya. Entah karena kehilangan sejumlah besar rakyatnya atau karena adanya tantangan untuk perimbangan kekuasaan, meletusnya dua perang dunia ditindak lanjuti dengan adanya upaya dari kekuatan baru dunia untuk bersekutu guna mencegah potensi konflik selanjutnya. Maka, setelah Perang Dunia I, lahirlah Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Sementara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lahir usai Perang Dunia II. Kedua organisasi ini bertujuan
  • 17. 2 untuk menjaga dan memelihara perdamaian melalui persatuan internasional. Akan tetapi keduanya telah gagal mencapai tujuan mereka, yakni menciptakan perdamaian dan keamanan dunia. 2. Liga Bangsa-Bangsa dibentuk segera setelah The Great War (1914-1918). Presiden AS Woodrow Wilson, adalah salah seorang pemrakarsanya melalui 14 poinnya yang terkenal, termasuk di dalamnya penghapusan diplomasi rahasia dengan keterbukaan, kebebasan perairan internasional dari peperangan, penghapusan pembatasan perdagangan internasional bila memungkinkan dan sebagainya. Sebagai hasil dari LBB, muncullah format baru peta Eropa dan peta Timur Tengah; Polandia, Yugoslavia dan Cekoslowakia, menjadi batas Eropa yang baru, dan tentu saja ada peta Timur Tengah yang baru. Irak modern diciptakan oleh LBB sebagaimana halnya negara-negara baru seperti Palestina, Syria, dan Libanon. Bagaimanapun, tidak seluruh kekuatan dunia berpartisipasi dalam LBB; Kongres AS menolak bergabungnya Jerman ke dalam LBB, dan di tahun 1933, Jerman pun keluar. 3. Di antara seluruh anggota LBB, negara- negara kuat saat itu cenderung lebih mementingkan urusannya masing-masing; Perancis menduduki Rhineland untuk menekan Jerman agar membayar kerugian yang mereka derita akibat perang sebelumnya, dan Italia menduduki Corfu. Keduanya terjadi di tahun 1923. Invasi Italia atas Abbessinia pada tahun 1935, dan selanjutnya perang saudara di Spanyol yang meletus sejak tahun 1936, lebih mempertegas betapa impotennya LBB, terutama ketika sanksi yang dijatuhkan terhadap Spanyol ternyata tidak mampu menghentikan perang saudara di sana. 4. Negara-negara kecil mencoba untuk menggoyang kekuatan para adidaya. Ketika Eamon de Valera dari Irlandia menjadi Presiden Dewan LBB –cikal bakal Dewan Keamanan PBB– ia mengusulkan agar LBB memiliki sebuah pasukan multinasional untuk menghentikan agresi Italia tahun 1935. Ia bahkan siap menyumbangkan pasukan Irlandia yang berjumlah kecil untuk proyek tersebut, namun tawarannya tidak memperoleh dukungan dari negara-negara besar. De Valera pun mengeluh, ‘Kita belum pernah mampu menahan keinginan kita dengan mengorbankan kepentingan sendiri ketika kepentingan itu bertentangan dengan keadilan’ [The Independent, 6 Oktober 2002]. Uni Soviet, anggota sejak tahun 1934, dikeluarkan karena menyerang Finlandia di tahun 1939. Akhirnya, LBB sama sekali tidak berdaya untuk mencegah meletusnya Perang Dunia II. Pada tahun 1946, dilakukan voting untuk membubarkan LBB. Setelah itu, beragam properti dan kelengkapan organisasinya banyak yang ditransfer ke PBB. 5. Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh kekuatan utama dunia, dengan tujuan –secara teoritis– menyelesaikan persengketaan internasional yang berpotensi menimbulkan peperangan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan hilangnya nyawa manusia. PBB juga mempromosikan nilai-nilai semacam hak asasi manusia, yang sejalan dengan nilai-nilai kekuatan dunia Barat. Meskipun demikian, terlepas dari eksistensi organisasinya yang besar dengan perwakilan lebih dari 180 negara anggota guna memecahkan beragam sengketa internasional secara diplomatis, kekuatan dunia tetap bermain dan menelikung organisasi ini untuk meraih tujuan mereka masing-masing. AS, Inggris, Cina, Rusia dan Perancis telah menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB, tanpa pemilihan. Mereka memiliki kekuatan untuk memveto setiap resolusi PBB yang tidak mereka sepakati, sehingga resolusi itu tidak bisa menjadi hukum. Karena itulah, Anda tidak akan menemukan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk invasi AS ke Panama, penggunaan senjata kimia mereka di Vietnam ataupun pembunuhan massal yang dilakukan Rusia di Chechnya. Invasi Irak ke Kuwait tahun 1991 konon melanggar hukum internasional dan resolusi PBB. Namun, seandainya Kuwait diinvasi oleh salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan, niscaya DK PBB tidak akan mampu
  • 18. 2 berbuat apa-apa. Konsekuensi dari dimilikinya hak veto oleh lima negara tersebut adalah mereka dapat membatalkan sebuah resolusi, sekalipun resolusi tersebut mendapatkan dukungan internasional. AS dikenal paling sering mempergunakan hak vetonya untuk mencegah resolusi yang bertentangan dengan kepentingannya sendiri. Akan tetapi, PBB kerap dianggap sebagai benteng demokrasi dan dasar objektivitas internasional, hingga kini. 6. Beragam resolusi yang ditujukan untuk isu- isu Timur Tengah pun banyak yang dibatalkan oleh veto AS. Beberapa waktu yang lalu, sebuah majalah Inggris Economist, mencoba mengilustrasikan tidak adanya standar ganda antara penggunaan kekuatan terhadap Irak dan kurangnya opsi militer terhadap negara-negara semacam Israel. Dalam majalah tersebut disebutkan, bahwa resolusi-resolusi yang digunakan berbeda secara hukum [Economist, halaman 23-25, edisi 12-18 Oktober 2002]. Namun demikian, majalah tersebut luput melihat fakta bahwa negara-negara semacam Amerika dan Inggris tidak akan pernah meloloskan resolusi yang memungkinkan dilakukannya upaya militer untuk menekan Israel, walaupun beberapa kasus pencaplokan tanah, kejahatan perang dan pembunuhan sistematis terhadap warga sipil terus terjadi. Beberapa veto AS yang terbaru di antaranya mencakup: usul pengiriman pasukan perdamaian PBB ke Tepi Barat, Gaza, 2001; tuntutan agar Israel menghentikan pembangunan pemukiman di sebelah Timur Yerusalem serta pembangunan berbagai pemukiman serupa di daerah-daerah pendudukan lainnya, 1997; seruan agar pemerintahan Israel menahan diri untuk tidak melakukan segala tindakan termasuk perencanaan pembangunan pemukiman, 1997; penegasan bahwa pengambilalihan tanah yang dilakukan Israel di Yerusalem Timur adalah tidak sah dan melanggar berbagai resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB dan ketetapan yang diatur dalam poin 4 Konvensi Jenewa; menunjukkan dukungan terhadap proses perdamaian, termasuk Declaration of Principles 13 September 1993, 1995; rancangan resolusi NAM untuk menciptakan sebuah komisi yang beranggotakan tiga anggota Dewan Keamanan PBB ke Rishon Lezion, di mana seorang tentara Israel menembaki tujuh orang warga Palestina, 1990; daftar ini masih lebih panjang lagi (Lihat tabel ihwal sejumlah veto yang dikeluarkan AS dan menguntungkan Israel pada bagian akhir bab ini). 7. Pada musim panas 2002, AS memveto perpanjangan misi di Bosnia karena takut tentara mereka yang dikirimkan ke sana akan diseret ke International Criminal Court (Mahkamah Kriminal Internasional) oleh musuh-musuh mereka [BBC online, 3 Juli 2002]. Ini jelas menunjukkan bahwa manuver yang dilakukan AS untuk PBB hanya terjadi bilamana hal itu menguntungkan AS. Bagaimanapun, sikap pilih kasih terhadap hukum internasional merupakan bagian dan menjadi paket dari kebijakan luar negeri AS. AS senantiasa menuntut Irak untuk mematuhi hukum internasional, sedangkan AS sendiri tidak mengindahkannya dan malah menginjak-injak aturan yang sama. Robin Theurkauf, seorang Visiting Fellow pada Yale University dan istri dari salah satu korban peristiwa 11 September 2001, mengatakan, ‘Kita yang berada di AS menyukai hukum internasional dan kita pun ingin negara- negara lain mematuhinya. Akan tetapi, adalah sebuah kemunafikan yang sangat kentara ketika kita menuduh negara-negara lain melanggar aturan sementara kita sendiri secara agresif menolak gagasan untuk tunduk kepada sistem hukum internasional sebagai bagian dari masyarakat dunia’ [Milan Rai., ‘War Plan Iraq’., hal. 205]. 8. Hak asasi manusia –sebuah istilah yang digunakan secara sangat subjektif– secara teori diakui sebagai hal yang fundamental oleh PBB dan seperti kita ketahui, tercantum dalam Pembukaan Piagam PBB: ‘… untuk kembali menegakkan penghargaan terhadap hak asasi manusia yang fundamental, dalam martabat dan nilai-nilai kemanusiaan, dalam persamaan hak antara pria dan wanita serta negara kecil dan besar…’. Tatkala mereka menjajakan nilai- nilai yang diadopsi oleh PBB kepada seisi dunia, kekuatan dunia semacam AS, Inggris, Rusia dan yang lain, justru secara terbuka mendukung
  • 19. 2 rezim penindas rakyat dan pelanggar hak-hak dasar rakyatnya sendiri. Meski kami telah membuat bab tersendiri untuk membahas topik ini, sangat penting bagi kita untuk melihat bagaimana PBB melanggar prinsip-prinsip mereka sendiri dengan tetap bersikap pasif ketika negara-negara kuat melanggar setiap hak dasar kemanusiaan. Di satu sisi, AS, Inggris dan yang lain menyerukan kepada dunia agar menaati berbagai nilai ‘universal’. Sementara di sisi lain mereka pun secara terbuka memberi dukungan moral dan finansial kepada berbagai rezim, misalnya Mesir dan Uzbekistan yang secara terang-terangan melanggar hak-hak rakyatnya. 9. Baru-baru ini dalam sebuah konferensi pers bersama dengan Sekjen PBB di Tashkent, Uzbekistan, Presiden Karimov dengan berang menanggapi pertanyaan seputar pelanggaran HAM di Uzbekistan. Ia berkata, ‘Saya ingin menjawab pertanyaan wartawan tadi dengan pertanyaan juga. Katakan pada saya, adakah satu saja negara di dunia ini yang tidak melanggar HAM? Mungkin Anda dapat menyebut satu negara yang tidak melanggar HAM atau yang tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM?’ [Reuters, 18 Oktober 2002]. Meskipun rajin mengajarkan nilai-nilai HAM ke seluruh dunia dan hingga tahun 2001 masih menjadi anggota Dewan HAM PBB, negara Barat seperti AS tercatat sering melakukan pelanggaran HAM. Laporan sebuah kelompok HAM menyoroti kasus pelanggaran HAM di penjara-penjara AS yang melebihi kapasitasnya, termasuk rasisme [CNN, 6 Oktober 1998], juga rasisme dalam pelaksanaan hukuman mati [Amnesti Internasional, 16 Oktober 2002], dan kebrutalan polisi dalam kasus terkenal, Amado Dialo dan Rodney King, serta pembinasaan penduduk asli Indian dalam rangka perluasan wilayah. Dengan fakta-fakta seperti ini, AS dan Inggris, yang masa lalunya tidak perlu lagi dikomentari, masih berani menceramahi negara seperti Irak supaya menghormati HAM. Australia pun dilaporkan melanggar hak-hak pengungsi yang ingin sekadar mencari tempat berlabuh di wilayahnya. Selain AS dan Inggris, negara besar lain seperti Rusia dan Cina juga memiliki catatan suram berkenaan dengan HAM. Rusia dengan kasus Chechnya, sedangkan Cina tersandung kasus di Xinjaing. 10. Berbagai kekerasan yang dilakukan negara- negara kuat, yang juga anggota PBB, anggota Dewan Keamanan dan anggota Badan HAM PBB, memperlihatkan pandangan mereka bahwa kepentingan bangsanya sendiri adalah lebih penting daripada hak asasi manusia, kesejahteraan, pemukiman atau masalah- masalah kemanusiaan secara umum. 11. Pada tahun 1994, terjadi pembantaian besar-besaran terhadap jutaan orang di Afrika Tengah. Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali menuduh suku Hutu yang mendominasi angkatan bersenjata Rwanda telah melakukan pembantaian terhadap suku Tutsi. Ketika peristiwa itu sedang mencapai puncaknya, pasukan PBB yang memang tidak diperintahkan untuk melindungi warga sipil, tanpa rasa malu meninggalkan Kigali dan untuk beberapa bulan kemudian, warga Rwanda – umumnya suku Tutsi– dibantai. Pasukan Rwandan Patriotic Front memasuki Kigali dan pembantaian pun tak terelakkan. PBB kemudian datang ke wilayah tersebut. Namun, Boutros Boutros Ghali, Sekjen PBB saat itu, mengeluhkan minimnya dukungan negara- negara kuat –khususnya AS– dalam operasi perdamaian PBB. Pembantaian warga Rwanda sebenarnya dapat dihindari, karena tiga negara anggota PBB (Belgia, Prancis dan AS), dua di antaranya anggota tetap Dewan Keamanan, sebelumnya telah mengetahui rencana pembantaian suku Tutsi itu. Paparan berikut yang disarikan dari biografi Boutros Boutros Ghali menunjukkan fakta bahwa negara-negara kuat sebelumnya telah mengetahui pembantaian yang akan terjadi: ‘Jenderal Dalaire telah mengirim telegram kepada Department of Peace-Keeping Operations (DPKO) (Departemen Operasi Penjaga Perdamaian PBB), isinya tentang laporan seorang informan perihal adanya penimbunan senjata yang dilakukan pasukan Hutu untuk persiapan pembantaian suku Tutsi. Dalaire meminta izin untuk mencoba menyita
  • 20. 2 senjata tersebut, namun permohonannya ditolak oleh DPKO dengan alasan bahwa mandat untuk operasi PBB di Rwanda tidak mencakup perkara semacam itu. Keesokan harinya, 12 Januari 1994, Dalaire, dalam rangka menjalankan perintah PBB, memberitahu Duta Besar Belgia, Perancis dan AS tentang informasi tersebut. Dengan kata lain, PBB sebenarnya telah menginformasikan kabar itu kepada negara- negara kuat yang sebenarnya dapat bertindak untuk mencegah pembantaian tersebut’ [Boutros Boutros Ghali., ‘Unvanquished’., 1998]. Sekali lagi, ketidakpedulian negara-negara kuat yang menguasai PBB telah menimbulkan bencana kemanusiaan. Tidak seperti Irak, Rwanda tidak memiliki minyak dan terletak di lokasi yang tidak strategis. Boutros Boutros Ghali dalam biografinya memaparkan masalah yang terjadi di PBB tersebut. ‘Belum lama ini seluruh dunia mengira mampu mengetahui dan mencegah pembunuhan massal. ‘Takkan lagi’ adalah kata yang paling tepat. Namun pembantaian kembali terjadi; di Kamboja, saat lebih dari satu juta korban jatuh di tangan Khmer Merah; di bekas wilayah Yugoslavia, saat terjadi pembantaian yang termasyhur sebagai ‘pembersihan etnis’; di Somalia, ketika terjadi genosida akibat perang saudara yang telah membuat terhambatnya bantuan untuk rakyat yang kelaparan dan menderita sakit, serta ketika 350.000 orang mati sebelum Dewan Keamanan memutuskan untuk turun tangan. Di Rwanda, hampir satu juta orang terbunuh akibat genosida, namun Dewan Keamanan PBB tidak melakukan apapun’ [Boutros-Boutros Ghali., ‘Unvanquished’., 1998]. 12. Dalam Earth Summit terakhir di Johannesburg, masalah kesenjangan antara dunia kesatu dan dunia ketiga menjadi sorotan. Juga terungkap upaya negara-negara kuat menghindari masalah lingkungan hidup dan target bantuan dunia ketiga. Keengganan negara-negara maju ini adalah sebuah cerita lama mengingat dalam Earth Summit sebelumnya di Rio, Brazil, pada tahun 1992, hal ini telah terlihat. Ketika itu negara-negara anggota PBB berikrar untuk memperbaiki lingkungan dunia dengan mengurangi kebiasaan mengkonsumsi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Beberapa negara anggota yang menghadiri pertemuan tersebut telah mengkhianati ikrar mereka sendiri dan gagal menerapkan atau meratifikasi undang-undang atau kebijakan yang diperlukan. 13. Seorang juru bicara WWF mengatakan bahwa pemerintahan AS yang dipimpin oleh Bush serta Kanada dan Australia berupaya keras agar proses itu tidak menghasilkan sesuatu yang positif. ‘Mereka benar-benar menghalang-halangi setiap kemajuan dalam hal rencana aksi konkrit dan ini menimbulkan sebuah efek domino yang menakutkan’ [CNN, 7 Juni 2002]. Sepuluh tahun kemudian, muncul banyak kritik atas nihilnya ketercapaian tujuan yang dicanangkan dalam pertemuan Rio. Beberapa negara anggota telah mengkhianati janji mereka sendiri, gagal mengimplementasikan atau meratifikasi undang-undang atau kebijakan yang diperlukan. Subsidi yang diberikan oleh negara- negara maju untuk para petani lokal merupakan isu lain yang berkembang. Menurut Bank Dunia, subsidi untuk para petani di Eropa dan AS secara keseluruhan mencapai US$ 1 milyar per hari, benar-benar tidak mempedulikan jatah para produsen yang berasal dari negara-negara berkembang [AFP, 28 Agustus 2002]. 14. Akibatnya, para ahli lingkungan mengkritik kebijakan negara-negara besar, khususnya AS. Bahkan ada yang memprotes serta mencemooh pidato Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, pada Earth Summit di Johannesburg. Vandana Shiva, pendiri India’s Research Foundation for Science, Technology and Ecology, menuding, ‘AS tidak memiliki strategi’. Berkenaan dengan masalah privatisasi, ia katakan, ‘Mereka ingin agar kita menutup mata dan berkata: ‘serahkan semuanya kepada pasar’, dan itu tidak terjadi’ [Washington Post, 30 Agustus 2002]. Politisi dari Partai Republik, George Miller (distrik California), yang menghadiri pertemuan Johannesburg, ikut mengkritik kebijakan pemerintahan Bush. ‘Pemerintah AS telah menjadi penghambat
  • 21. 2 dalam upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan’, ujarnya [Washington Post, 30 Agustus 2002]. 15. Pemerintah AS menolak disalahkan dan malah melimpahkan tanggung jawab kepada negara-negara dunia ketiga. Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, mengkritik Zambia yang menolak bantuan pangan dari AS, termasuk di dalamnya bijih padi hasil modifikasi genetik yang akan menguntungkan perusahaan-perusahaan AS. Rezim AS yang sama telah menolak penambahan bantuan untuk negara dunia ketiga, seraya menjajah mereka melalui berbagai lembaga semacam IMF dan Bank Dunia. AS juga menolak sebuah resolusi pertemuan dunia PBB di Monterrey awal tahun ini yang bertujuan untuk meningkatkan target bantuan kepada negara- negara dunia ketiga menjadi sebesar 0,7% dari pendapatan nasional negara maju. Washington telah menjadi salah satu dari donor paling kikir –meski menjadi negara dengan perekonomian terkuat– yaitu hanya mencurahkan 0,1% dari pengeluaran nasionalnya untuk bantuan internasional [The Guardian, 23 Januari 2002]. Sebelum pertemuan itu berlangsung, AS berupaya menghilangkan setiap penyebutan tujuan pembangunan yang telah disepakati secara internasional dan menentang pendapat bahwa negara maju harus memenuhi target PBB perihal alokasi 0,7% dari pendapatan nasionalnya untuk bantuan internasional. 16. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sepanjang dekade 1990-an AS menunggak iuran ke PBB. Pada saat AS mulai melunasi utangnya ke PBB, nilai yang harus mereka bayar sudah sebesar US$ 1,5 milyar. Alasan AS untuk tidak membayar secepatnya tidak berhubungan dengan kesulitan finansial, mengingat sepanjang tahun 1990-an mereka mengalami ledakan ekonomi berkat dot com mania. Dihadapkan pada resiko kehilangan hak suara mereka dalam Majelis Tinggi PBB dan semakin melemahnya pengaruh mereka di PBB, Washington segera menyetorkan sedikit uang pada tahun 1999. Namun Washington memang gemar melakukan segala sesuatu dengan caranya sendiri dan mereka menolak keras membayar tambahan biaya penjagaan perdamaian; juga telah menahan uang untuk beberapa proyek yang AS anggap mubazir atau tidak jelas, dan meributkan jumlah pajak yang dibayarkan PBB bagi para pekerja Amerika dalam program penyetaraan pajak [New York Times, 28 Juni 1998]. Kesimpulan Lembaga-lembaga internasional semacam PBB dan IMF merupakan organ-organ imperialis yang dirancang untuk menjajah negara-negara berkembang, termasuk negeri-negeri muslim. Syariat Islam melarang kaum Muslim untuk menggantungkan nasibnya pada lembaga- lembaga seperti itu secara politis dan pemerintahan, dalam bentuk apapun. Namun, seperti yang telah digambarkan dalam bab ini, bangsa-bangsa semacam AS dan Inggris tidak meyakini bahwa konsep hukum internasional harus ditegakkan di atas kepentingan negara manapun. Karena itulah upaya pembenaran perang terhadap Irak dengan menggunakan argumentasi pelanggaran Irak terhadap hukum internasional, menemui kegagalan. Sangat jelas bahwa penyalahgunaan PBB oleh sekutu merupakan sebuah langkah taktis, bukan strategis, yang menjadi alasan mengapa mereka selalu bergerak di jalur unilateral sebagai sebuah opsi yang tetap ada. Karenanya, kecenderungan dan determinasi untuk beraksi secara unilateral merupakan sebuah ujung final dalam peti mati bagi mereka yang berpendapat bahwa perdebatan ini berkisar pada kedudukan PBB dan hukum internasional.
  • 22. 2
  • 23. 2
  • 24. 2
  • 25. 2 BAB 3 Barat dan Rezim Diktator Dokumen pemerintah Inggris berupaya keras menjustifikasi perang dengan menjadikan rezim represif Saddam Hussein sebagai alasan. Walau demikian, sedari dulu sudah ada hubungan buruk antara negara-negara Barat yang ‘terpilih secara demokratis’ dengan ‘rezim-rezim diktator’ di dunia. Ketika manfaat menjadi aksioma dijalankannya politik Barat, maka segala macam hukum internasional, prinsip-prinsip dan kebijakan ‘etis’ luar negeri dapat disingkirkan dengan mudah. Sehingga, bukan merupakan suatu kejutan bahwa Inggris dan AS berada di garis terdepan dalam membangun aliansi dengan berbagai rezim diktator paling brutal sepanjang abad yang lalu dan yang masih berlanjut hingga kini. Banyak contoh yang memperlihatkan bagaimana mereka mendudukkan, mendukung dan menjatuhkan pemimpin sebuah negara berdasarkan kepentingan nasional mereka. Aliansi mereka dengan berbagai rezim tercipta di bawah eufimisme yang berhubungan dengan strategi, geopolitik dan semacamnya. Bab ini mencoba menapaktilasi keterkaitan Barat dengan rezim-rezim diktator dan selanjutnya membuktikan bagaimana mereka berkolusi dan mendukung aktivitas despotisme yang brutal. Anda, sidang pembaca, harus menyadari sepenuhnya bahwa AS dan Inggris senantiasa memunculkan sejumlah premis kosong untuk memberlakukan berbagai hukum dan standar terhadap seluruh negara di dunia. Terrorists become any foreign people you don’t like (Kini teroris adalah setiap orang asing yang tidak Anda sukai). [Frank Furedi] If the Nurenberg laws were applied today, then every Post-War American President would have to be hanged (Andaikata hukum Nurenberg diberlakukan sekarang, maka setiap Presiden AS pasca perang harus digantung). [Noam Chomsky]
  • 26. 2 1. Daftar para diktator, di mana Barat turut membantu dan bersekongkol dengan mereka, sangatlah panjang dan terkenal. Bisa jadi kita perlu sebuah dokumen tersendiri jika ingin mengkaji semuanya secara utuh. Sekadar informasi saja, berikut ini daftar para dikatator yang kami buat. Sani Abacha Daniel Arap Moi Jerry Rawlings Yoweri Museveni Muammar Khaddafi Gamal Abdul Nasser Anwar Sadat Hosni Mubarak Islam Karimov Adeeb Shishkaly Hosni As Zaim Abdul Kareem Kassem Hafez Al Asad Jenderal Ayub Khan Jenderal Yahya Khan Jenderal Zia ul Haq Jenderal Pervaiz Musharraf Jenderal Suharto Ferdinand Marcos Pol Pot Josef Stalin Adolf Hitler Jenderal Augustine Pinochet Reza Pahlevi – Shah Iran Mobuto Sese Seko Laurent Kabila Robert Mugabe Saddam Hussein 2. Agaknya sejarah akan menempatkan Josef Stalin dan Adolf Hitler di antara para pembunuh massal dan tirani pada zaman kita. Jumlah orang yang mereka bunuh berada pada kisaran jutaan dan itupun baru perkiraan. Bagaimanapun, pihak Baratlah yang telah memberi mereka peluang untuk tampil ke pentas dunia sekaligus membantu kejahatan yang mereka lakukan. 3. Pernyataan George W. Bush bahwa ‘Diktator Irak adalah murid Stalin,’ merupakan sesuatu yang ironis. Hal ini mengingat Baratlah, khususnya AS, yang menjalin dan menciptakan persekutuan dengan diktator – yang secara historis tidak diragukan lagi– paling brutal sepanjang Perang Dunia II itu. Nama Josef Stalin akan selalu dikenang dalam sejarah sebagai diktator terbrutal di zaman ini. Pada tahun 1932, ia memerintahkan untuk membuat bangsa Ukraina kelaparan agar mau menjalankan program kolektivisasi dan menanggalkan nasionalisme mereka. Setidaknya 8 juta orang Ukraina dibunuh, sementara yang lain terpaksa menjalankan praktek kanibalisme. Sejak tahun 1917 hingga kematian Stalin di tahun 1953, Uni Soviet telah menembaki, menyiksa, mengusir, membekukan dan semacamnya hingga menewaskan lebih dari 40 juta orang rakyatnya. Beberapa sejarawan Rusia bahkan mengklaim bahwa jumlah yang sebenarnya adalah lebih dari itu. Akan tetapi, hal itu tidak menghentikan Barat untuk tetap menjalin persahabatan dan memberikan bantuan sepanjang Perang Dunia II atas dasar ‘greater good’ (“kemaslahatan yang lebih besar”). 4. Fenomena tentang hubungan Presiden AS Roosevelt dengan Stalin telah dikenal luas. Dalam bukunya, ‘From Chronicles of Wasted Time: Number 2 The Infernal Grove’, penulis Inggris Malcolm Muggeridge di halaman 199 menulis: ‘Roosevelt… melakukan apapun yang dapat ia lakukan untuk memastikan bahwa, ketika Jerman kalah, Stalin dengan mudahnya menduduki dan menguasai berbagai negara bersama dengan sekutu-sekutunya…. Dan ahli spionase muda kita (semacam Kim Philby dan lain-lain) telah menunjukkan maksud yang sama dengan mengatur agar, di negara yang jauh, dia (Stalin) diberi pasukan dengan persenjataan yang lengkap, keuangan yang besar dan pasukan bawah tanah yang terorganisasi dengan baik’. AS melihat bahwa partisipasi Rusia sangat krusial untuk membentuk tatanan dunia pasca perang dan karenanya, menjalin perjanjian dengan Stalin dipandang sebagai strategi imperatif yang sangat esensial. Harry Hopkins, ajudan terdekat Roosevelt, merefleksikan pemikiran sang presiden itu dalam tulisan yang dibuatnya: ‘Kita tidak dapat mengatur dunia antara Inggris dan kita begitu
  • 27. 2 saja tanpa menyertakan Rusia sebagai mitra sejajar. Untuk itu, jika urusan dengan Chiang Kai Sek berjalan dengan baik, aku pun akan menyertakan Cina’. Di antara para pembesar Inggris pun ada yang cenderung mengagumi sang pembantai hampir 20 juta orang tersebut. ‘Bila aku harus menyusun sebuah tim negosiasi, Stalin akan menjadi pilihan pertamaku,’ ucap Anthony Eden, Menteri Luar Negeri Inggris. Dalam sebuah pertemuan di Teheran pada tahun 1943, Churchil berkata, ‘Marshal Stalin berhak mengambil tempat di antara tokoh-tokoh besar dalam sejarah Rusia, dan layak disebut sebagai ‘Stalin yang Agung’’ [Edward Radzinsky, ‘Stalin’]. 5. Alvin Finkel dan Clement Leibovitz mengupas keterlibatan Inggris dengan Nazi dalam karya tentang Nazi yang baru terbit, ‘The Chamberlain-Hitler Collusion’. Sang penulis menyodorkan berbagai bukti tertulis untuk meyakinkan bahwa pada kenyataannya para penguasa Inggris tidak menemukan sesuatu yang perlu dibenci dari Nazi. Ini bertentangan dengan kepercayaan yang lazim bahwa Inggris boleh berbangga hati dengan perannya saat Perang Dunia II di mana seluruh rakyat bersatu untuk mempertahankan demokrasi dan hak- hak negara-negara kecil, dan untuk mengalahkan tirani Fasisme. Penguasa Inggris justru menyambut baik rezim Hitler (seperti yang mereka lakukan terhadap rezim Franco dan Mussolini), mendukung Jerman untuk kembali mempersenjatai diri, dan sangat berharap untuk bersekutu dengan Jerman hingga tahun 1939. Buku tersebut menghapus anggapan bahwa Chamberlain mengharapkan sebuah kesepakatan dengan Hitler karena dia sangat naif atau ingin menghindari pertumpahan darah. Sir Neville Henderson, Duta Besar Inggris untuk Jerman periode 1937- 1939, pada bulan Oktober 1939 menulis, ‘ada banyak hal di dalam organisasi dan institusi sosial Nazi … yang harus kita pelajari dan terapkan terhadap bangsa kita dan demokrasi model lama’. Adapun tentang Hitler, ‘andai saja dia tahu kapan dan di mana dia harus berhenti: misalnya, setelah adanya dekrit Munich dan Nurenberg untuk Yahudi, dia akan dikenang sebagai pemimpin besar di dunia’. Bagi orang- orang Inggris, Nazi bebas melakukan apapun di Eropa Timur dan Eropa Tengah. Pemerintah Inggris dapat menerima aksi Hitler di Austria, Cekoslowakia, dan lain-lain. Dengan kata lain, Inggris dapat menerima semua tindakan Nazi sepanjang tidak mengganggu koloni dan pasar Inggris. 6. Finkel dan Leibovitz menyoroti bagaimana pemerintah Inggris sangat mendukung dipersenjatainya kembali Jerman karena mereka melihat Nazi sebagai sekutu alami dan potensi kuat yang dapat digunakan untuk melawan komunisme. Chamberlain menulis kepada Raja, mengemukakan gagasan bahwa Jerman dan Inggris akan menjadi ‘dua pilar perdamaian Eropa dan benteng perlawanan terhadap Komunisme’. Ketika pada tahun 1936 Rhineland di-remiliterisasi, kabinet Inggris secara gencar menentang rencana Perancis yang bermaksud menghentikan hal tersebut. Laporan kabinet memperlihatkan bahwa mereka merasa apabila rencana Perancis berhasil, maka Hitler akan terguling dan itu merupakan sebuah keuntungan bagi kaum komunis di Jerman. Argumentasi ini selalu diandalkan oleh pemerintahan Chamberlain. Inggris membenarkan invasi Jerman ke Austria di bulan Februari 1938 dengan alasan bahwa kedua negara itu telah memutuskan untuk bersatu secara damai. Hitler pun diberitahu bahwa mengingat banyaknya populasi suku Sudeten Jerman di Cekoslowakia, maka Inggris tidak akan menghalangi invasi terhadap ‘tujuan Jerman berikutnya (her next goal)’. Inggris bahkan menandatangani Anglo-German Naval Accord di tahun 1935, yang memungkinkan Hitler untuk mengembangkan mesin-mesin perang, sesuatu yang secara langsung bertentangan dengan Perjanjian Versailles dan LBB. Rencana tersebut akan membuat Hitler memiliki ‘kebebasan’ di Eropa Tengah dan Timur, sementara Kerajaan Inggris tidak diusik sama sekali. Inilah makna sebenarnya dari ungkapan Chamberlain tentang ‘peace in our time’ –yaitu stabilitas bagi pemerintahan dan untuk mengusir orang-orang Yahudi, Slavia, Rumania, dan bangsa atau kaum lain yang tidak dikehendaki, terutama Komunis. Keterlibatan AS dengan apa yang disebut sebagai ancaman
  • 28. 2 Nazi pun lebih tersembunyi daripada yang mereka akui. Antara tahun 1929 dan 1939, investasi perindustrian AS di Nazi-Jerman jauh lebih pesat ketimbang investasinya di negara manapun. 7. Baru-baru ini, keterkaitan AS dengan para diktator dan kelompok teroris telah melibatkan aktivitas pelatihan (training), pendanaan (funding) dan dukungan politis terhadap rezim-rezim paling brutal. Hal ini paling jelas terlihat di negara-negara Amerika Tengah dan Selatan. Sepanjang tahun 1981– 1985, sebuah pasukan teroris Amerika, Contra, yang dilatih, dipersenjatai dan didanai di Nikaragua oleh CIA, telah membunuh 3.346 orang anak dan remaja Nikaragua serta membunuh salah satu atau kedua orang tua dari 6.236 orang anak [Dianna Melrose., ‘Nicaragua: The Threat of a Good Example’., Oxfam, Oxford, 1985, hal. 26]. Mantan analis CIA, David Mac Michael, memberikan alasan untuk hal ini dalam bukti yang diajukan ke International Court of Justice (Mahkamah Keadilan Internasional). Ia mengatakan bahwa teror Amerika dirancang, ‘untuk memprovokasi serangan lintas perbatasan oleh pasukan Nikaragua sehingga memperlihatkan sikap agresif Nikaragua’, dalam rangka menekan pemerintah Nikaragua ‘agar mengawasi kebebasan sipil di Nikaragua, menahan para penentang kebebasan sipil, menunjukkan sifat totalitarian mereka sehingga meningkatkan pertentangan di negara tersebut’. Adapun tujuan sebenarnya adalah untuk menghancurkan perekonomian Nikaragua. Pada tahun 1986, World Court mengutuk AS atas ‘penggunaan pasukan tanpa landasan hukum’ dan tekanan ekonomi ilegal terhadap Nikaragua. Menanggapi hal itu, AS memveto resolusi PBB yang menyerukan seluruh pemerintah agar menghormati hukum internasional pada tahun 1986 [Noam Chomsky., ‘Western State Terorism’., hal.19]. 8. Menurut United States Commission on Human Rights (Komisi HAM AS), dalam waktu lima belas bulan, lebih dari 20.000 warga sipil di El Salvador tewas oleh pasukan tempur yang tergabung atau berhubungan dengan pasukan keamanan yang dilatih AS dan didanai sebesar US$ 532 juta dalam bentuk ‘hibah’ [Memo Central for International Policy Aid, Washington, April 1981. Lihat New York Times, 1 April 1981]. Di Amerika Tengah, selama tahun 1980-an, setelah Kongres AS menyangkal pendanaannya, AS terbukti telah merestui pendanaan dari obat terlarang dalam ‘Perang Rahasia (Secret War)’ CIA terhadap kaum Sandanista. Dalam acara dengar pendapat (hearing) Kongres oleh subkomisi Terorisme, Narkotika, dan Hubungan Internasional pimpinan Senator John Kerry, terungkap bahwa, ‘berdasarkan bukti yang ditemukan, jelas diketahui bahwa Contra menerima bantuan finansial dan material dari penyelundup obat bius… Apapun itu, salah satu badan pemerintah AS memiliki informasi tentang keterlibatan itu… Meski demikian, para pembuat kebijakan AS tidak mengharamkan uang dari narkotika sebagai sebuah solusi bagi masalah keuangan Contra’ [Laporan dari Sub Committee on Terrorism, Narcotics, and International Operations of the Committee on Foreign Relations, US Senate, Drugs, Law Enforcement and Foreign Policy, Desember 1986, hal.36]. 9. ‘Saya tidak melihat alasan mengapa kita harus berpangku tangan dan menyaksikan sebuah negara menjadi komunis karena rakyatnya sendiri yang tidak bertanggungjawab’, ujar Henry Kissinger, Menteri Luar Negeri dan Penasehat Keamanan Nasional AS. Pada bulan September 1970, kandidat dari sayap kiri, Salvadore Allende meraih tampuk kekuasaan dengan 36,2% suara dalam pemilihan Presiden Chili. Banyak dokumen yang kemudian membuktikan bahwa pengambilalihan kekuasaan oleh Jenderal Augustine Pinochet adalah berkat keterlibatan dan dukungan finansial AS. Jenderal Pinochet yang muncul mewakili rezim militer dikenal sering menyingkirkan lawan politiknya. Kudeta yang terjadi ketika Jenderal Augusto Pinochet merebut kekuasaan pada tahun 1973 adalah kudeta paling berdarah selama abad 20 di Amerika Selatan. Lebih dari 3.000 orang tewas dalam serangan gencar militer di bulan September, yang diawali dengan pemboman jet-jet tempur terhadap Istana Kepresidenan,
  • 29. 2 padahal Salvador Allende, Presiden yang terpilih secara demokratis, masih di dalam istana. Itulah awal dari pemerintahan Jenderal Pinochet yang berlangsung selama 17 tahun. Banyak bukti tertulis yang mengarah pada keterlibatan AS dalam naiknya Jenderal Pinochet. Beberapa dari dokumen itu dapat dilihat secara lebih rinci berikut ini. 10. CIA, Catatan Pertemuan dengan Presiden di Chili, 15 September 1970: di dalam catatan yang dibuat oleh tulisan tangan direktur CIA, Richard Helms ini terdapat perintah Presiden AS, Richard Nixon, untuk membantu kudeta di Chili. Catatan Helms menggambarkan perintah Nixon: kesempatan mungkin hanya satu per sepuluh, namun selamatkan Chile; pengeluaran yang sepadan; tidak perlu diperhatikan; tanpa keterlibatan kedutaan; tersedia dana US$ 10.000.000, bisa ditambah jika diperlukan; pekerjaan penuh (full time job) –orang-orang terbaik yang kita miliki; rencana aksi; ciptakan kesulitan ekonomi; 48 jam untuk waktu aksi. Perintah langsung dari sang presiden mengawali covert operations untuk menghalangi Allende memasuki kantor barunya dan menciptakan kudeta di Chili. 11. CIA, Laporan Aktivitas Satuan Tugas CIA di Chili, 15 September sampai 3 November 1970, 18 November 1970: CIA mempersiapkan ikhtisar rencana mereka untuk mencegah pelantikan Allende sebagai presiden dan menciptakan kudeta di Chili –track I and track II covert operations. Ikhtisar tersebut merinci komposisi satuan tugas, dikepalai oleh David Atlee Phillips, tim operasi rahasia ‘yang disusupkan ke Chili secara perseorangan’, dan kontak mereka dengan Kol. Paul Winert, atase militer AS yang diperbantukan kepada CIA untuk operasi tersebut. Laporan itu mengulang operasi propaganda yang dirancang untuk menekan Presiden Chili Eduardo Frei agar mendukung ‘kudeta militer yang akan mencegah Allende memasuki kantornya tanggal 3 November’. 12. CIA, Memorandum Percakapan dari Pertemuan dengan Henry Kissinger, Thomas Karamessines dan Alexander Haig, 15 Oktober 1970: Di dalam memo ini terdapat catatan diskusi yang membahas upaya kudeta di Chili, dikenal sebagai ‘track II of covert operations’ guna menghalangi Allende. Ketiga pejabat itu membahas kemungkinan seandainya komplotan Roberto Viaux, salah seorang pejabat militer Chili, mengalami ‘kegagalan yang tidak diharapkan’ dalam upayanya mencapai tujuan AS. 13. Dewan Keamanan Nasional, Memorandum 93 Keputusan Keamanan Nasional, Kebijakan Menyangkut Chili, 9 November 1970: Memorandum ini merangkum keputusan presiden perihal perubahan kebijakan pemerintah AS terhadap Chili sehubungan dengan kemenangan Allende dalam pemilihan. Ditulis oleh Henry Kissinger dan dikirimkan kepada Menteri Luar Negeri, Pertahanan, Direktur Kantor Siaga Darurat (The Office of Emergency Preparedness) dan Direktur CIA. Dokumen ini memberi arahan kepada agen-agen Amerika untuk mengambil sikap ‘dingin’ terhadap pemerintahan Presiden Allende, untuk menghalangi upaya konsolidasi kekuatan oleh Allende dan ‘membatasi kemampuannya dalam menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan AS dan Barat’. Memo tersebut menyebutkan bahwa bantuan dan investasi AS yang ada di Chili harus dikurangi dan hendaknya tidak dibuat komitmen baru. Lebih jauh lagi, berdasarkan memo Kissinger, ‘hubungan baik’ dengan para pemimpin militer se-Amerika Latin harus dijalin dan dipelihara demi mengkoordinir tekanan dan upaya oposisi yang lain. 14. Departemen Luar Negeri, Memorandum untuk Henry Kissinger di Chili, 4 Desember 1970: Untuk menindaklanjuti perintah Kissinger tertanggal 27 November, Kelompok Kerja Ad- Hoc antar-agensi di Chili mempersiapkan rencana ini secara tertulis, meliputi sejumlah sanksi dan tekanan yang memungkinkan untuk melawan pemerintahan Allende. Termasuk pula di dalamnya sebuah upaya diplomatis untuk menekan Chili agar mengundurkan diri atau dikeluarkan dari Organizaton of American States, serta sejumlah konsultasi dengan negara Amerika Latin lain tentang bagaimana ‘meminta saran mereka seputar kepedulian kita
  • 30. 2 terhadap Chili’. Dokumen tersebut menunjukkan bahwa pemerintahan Nixon pun terlibat dalam sebuah blokade ekonomi terbuka terhadap Allende, mengintervensi Bank Dunia, IDB, dan Bank Ekspor-Impor untuk membatasi atau menghapuskan kredit dan pinjaman bagi Chili sebelum Allende bertugas selama satu bulan. Salah satu sekutunya saat itu adalah mantan Perdana Menteri Margaret Thatcher yang menjadi kawan baik bagi pemerintahan yang lalim itu. Dalam sebuah surat yang dikirim sehubungan dengan ditahannya Pinochet pada tahun 1998 di Inggris, Thatcher menulis, ‘banyak hal terjadi setelah itu –dan tidak ada yang mengarah pada kebaikan. Hari ini saya menarik kembali kebijakan penyangkalan diri yang saya buat dan untuk sebuah alasan yang bagus –untuk mengekspresikan kebodohan saya menyangkut kekejaman dan ketidakadilan yang dilakukan oleh Senator Pinochet’. Keterkaitan dengan Suharto 15. Saat Suharto mengunjungi Washington di tahun 1995, seorang pejabat pemerintahan Clinton –dikutip dari New York Times– mengatakan bahwa Suharto adalah ‘orang kita (our kind of guy)’. Pada tahun 1965, saat Suharto menjatuhkan Sukarno, presiden RI ketika itu, diperkirakan lebih dari setengah juta orang Indonesia terbunuh. Jumlah sebesar itu merupakan salah satu pembantaian terhebat dalam sejarah modern. Di Timor Timur, diyakini bahwa keputusan pemerintahan Jenderal Suharto memicu kematian sekitar 200.000 orang atau kira-kira sepertiga penduduk Timor Timur. Pada tahun 1990, beberapa orang mantan diplomat AS dan pejabat CIA, termasuk juga mantan Duta Besar untuk Indonesia, Marshall Green, memberikan pengakuan tentang adanya bantuan bagi pembunuhan massal yang diatur oleh pihak militer Indonesia. Berdasarkan sebuah laporan dari States News Service yang dimuat di Washington Post tanggal 21 Mei 1991, pejabat Departemen Luar Negeri dan CIA di kedutaan besar AS di Jakarta secara pribadi memberikan nama ribuan pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk tingkat lokal, regional dan nasional, kepada angkatan bersenjata Indonesia, yang lantas membunuh atau menahan nama-nama tersebut. 16. Seorang mantan pejabat politik di kantor kedutaan besar AS di Jakarta, Robert Martens, mengatakan, ‘mereka mungkin membunuh begitu banyak orang dan saya mungkin memiliki lumuran darah di tangan saya, namun tidak semuanya buruk. Ada saat di mana kita harus bertindak keras dalam waktu yang mendesak’. Martens mengatakan bahwa ia memberikan daftar nama tersebut kepada salah seorang ajudan Adam Malik, Menteri Luar Negeri Indonesia yang memainkan peran sangat penting dalam rencana kudeta militer. Sang ajudan, Tirta Kentjana Adhyatman, yang diwawancarai di Jakarta, membenarkan bahwa dia menerima daftar ribuan nama dari Martens kemudian menyerahkannya kepada Adam Malik yang lantas memberikan daftar tersebut ke kantor Suharto. Beberapa orang mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS dan CIA yang diwawancarai oleh States News Service pada tahun 1990, secara terbuka mengakui bahwa tujuan dibuatnya daftar nama pemimpin PKI adalah untuk rencana pembunuhan massal. ‘Takkan ada seorang pun yang peduli mereka dibantai, selama mereka adalah komunis’, ujar Howard Federspeil, seorang ahli Indonesia yang bekerja di Departemen Luar Negeri AS saat Suharto menyusun rencana anti-komunis. ‘Tidak ada seorang pun yang benar-benar serius mengurusi masalah ini’. 17. Jutaan orang sekaligus dibunuh atau dipenjarakan di kamp penahanan, di mana mereka meninggal karena penyiksaan, ditelantarkan dan kerja paksa. Bahkan menurut sebuah laporan internal CIA, yang bocor kepada pers pada tahun 1968, pasukan keamanan Indonesia membunuh 250.000 orang dalam ‘salah satu pembantaian terbesar di abad duapuluh’. Selain itu, AS pun telah mendukung rezim Ferdinand Marcos di Filipina dan secara tidak langsung ikut membantu naiknya Pol Pot sang penjagal di Kamboja.