BE & GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corporate Social ...Antoni Butarbutar
Â
Nama : Antoni Butarbutar (51116120011)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
BE & GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corporate Social Responsibility (CSR),
Universitas Mercu Buana,
2017
Be dan gg, ryan tantri andi, hapzi ali, implementasi csr di indonesia, umb, 2017Ryan Tantri Andi
Â
CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Corporate Social R...Rachmad Hidayat
Â
Judul : IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DI INDONESIA BERDASARKAN HARAPAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN
Tugas : Forum 5 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Judul : HUBUNGAN ANTARA BOARD OF DIRECTORS DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN NORMATIF IMPLEMENTASI DI INDONESIA
Tugas : Forum 5 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
BE & GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corporate Social ...Antoni Butarbutar
Â
Nama : Antoni Butarbutar (51116120011)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
BE & GG, Antoni Butarbutar, Hapzi Ali, Ethics and Business; Corporate Social Responsibility (CSR),
Universitas Mercu Buana,
2017
Be dan gg, ryan tantri andi, hapzi ali, implementasi csr di indonesia, umb, 2017Ryan Tantri Andi
Â
CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Corporate Social R...Rachmad Hidayat
Â
Judul : IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DI INDONESIA BERDASARKAN HARAPAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN
Tugas : Forum 5 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Judul : HUBUNGAN ANTARA BOARD OF DIRECTORS DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN NORMATIF IMPLEMENTASI DI INDONESIA
Tugas : Forum 5 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
CSR adalah bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat secara umum. perusahaan harus mengalokasikan dana untuk pemberdayaan masyarakat.
CSR (corporate sosial responbility) - riki ardoniRiki Ardoni
Â
CSR (Corporate Sosial Responbility) merupakan suatu mekanisme sebuah perusahaan yang mengintegrasikan perhatiannya terhadap lingkungan sosial ke dalam operasi. Dan juga pada interaksinya dengan stakeholder yang melampaui tanggung jawab sosial terhadap bidang hukum.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Â
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
BE & GG, Syifa Khoirudin, Hapzi Ali, Corporate Social Responsibility, Universitas Mercu Buana, 2017
1. FORUM 4 BE & GG
IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
DI INDONESIA
Sejarah Singkat
Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970an dan semakin
populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st
Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting
sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity,
yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam
Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari
profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi
belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan
kesejahteraan masyarakat (people).
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa
perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas
sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya
mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian”
perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan
“seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif
dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan
nasional.
Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan
perusahaan membawa dampak – for better or worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi
masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan
sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders,
yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat
sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah
selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan
lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004). Sebagai
2. contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan
sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala
prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-
nya.
Model dan Cakupan CSR
CSR bisa dilaksanakan secara langsung oleh perusahaan di bawah divisi human resource
development atau public relations. CSR bisa pula dilakukan oleh yayasan yang dibentuk terpisah
dari organisasi induk perusahaan namun tetap harus bertanggung jawab ke CEO atau ke dewan
direksi. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan
mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan. Beberapa perusahaan ada pula
yang bergabung dalam sebuah konsorsium untuk secara bersama-sama menjalankan CSR.
Beberapa perusahaan bahkan ada yang menjalankan kegiatan serupa CSR, meskipun tim dan
programnya tidak secara jelas berbendera CSR (Suharto, 2007a).
Pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum adalah pemberian bantuan
terhadap organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di negara-negara berkembang.
Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya
dilakukan secara ad-hoc, partial, dan tidak melembaga. CSR pada tataran ini hanya sekadar do
good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Perusahaan yang melakukannya termasuk
dalam kategori ”perusahaan impresif”, yang lebih mementingkan ”tebar pesona” (promosi)
ketimbang ”tebar karya” (pemberdayaan) (Suharto, 2008).
Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang kurang menyukai pendekatan karitatif
semacam itu, karena tidak mampu meningkatkan keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal.
Pendekatan community development kemudian semakin banyak diterapkan karena lebih
mendekati konsep empowerment dan sustainable development. Prinsip-prinsip good corporate
governance, seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility kemudian menjadi
pijakan untuk mengukur keberhasilan program CSR. Sebagai contoh, Shell Foundation di Flower
Valley, Afrika Selatan, membangun Early Learning Centre untuk membantu mendidik anak-anak
dan mengembangkan keterampilan-keterampilan baru bagi orang dewasa di komunitas itu. Di
Indonesia, perusahaan-perusahaan seperti Freeport, Rio Tinto, Inco, Riau Pulp, Kaltim Prima
Coal, Pertamina serta perusahaan BUMN lainnya telah cukup lama terlibat dalam menjalankan
CSR. Kegiatan CSR yang dilakukan saat ini juga sudah mulai beragam, disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan needs assessment. Mulai dari pembangunan
3. fasilitas pendidikan dan kesehatan, pemberian pinjaman modal bagi UKM, social forestry,
penakaran kupu-kupu, pemberian beasiswa, penyuluhan HIV/AIDS, penguatan kearifan lokal,
pengembangan skema perlindungan sosial berbasis masyarakat dan seterusnya. CSR pada
tataran ini tidak sekadar do good dan to look good, melainkan pula to make good, menciptakan
kebaikan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Undang-Undang CSR
Di Tanah Air, debut CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU
PT No.40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang
menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib
menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
UU PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan
untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4 hanya disebutkan bahwa
CSR ”dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. PT yang tidak melakukan CSR dikenakan
sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR
ini baru akan diatur oleh Peraturan Pemerintah, yang hingga kini sepengetahuan penulis, belum
dikeluarkan.
Peraturan lain yang menyentuh CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung
jawab sosial perusahaan.” Meskipun UU ini telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci
terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang mengabaikan CSR (Pasal 34), UU ini baru
mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi
perusahaan nasional. Jika dicermati, peraturan tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah
UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan
Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara
pelaksanaan CSR. Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL).
Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah
juga memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi
dan masyarakat. Selanjutnya, Permen Negara BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL
berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar 2 persen yang dapat digunakan untuk
Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan. Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-
4. pihak yang berhak mendapat pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta
atau beromset paling banyak Rp 1 miliar per tahun (lihat Majalah Bisnis dan CSR, 2007). Namun,
UU ini pun masih menyisakan pertanyaan. Selain hanya mengatur BUMN, program kemitraan
perlu dikritisi sebelum disebut sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008), kegiatan
kemitraan mirip dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan, namun di sini masih ada bau
bisnisnya. Masing-masing pihak harus memperoleh keuntungan.
Pertanyaannya: apakah kerjasama antara pengusaha besar dan pengusaha kecil yang
menguntungkan secara ekonomi kedua belah pihak, dan apalagi hanya menguntungkan pihak
pengusaha kuat (cenderung eksploitatif) bisa dikategorikan sebagai CSR? Meskipun CSR telah
diatur oleh UU, debat mengenai ”kewajiban” CSR masih bergaung. Bagi kelompok yang tidak
setuju, UU CSR dipandang dapat mengganggu iklim investasi. Program CSR adalah biaya
perusahaan. Di tengah negara yang masih diselimuti budaya KKN, CSR akan menjadi beban
perusahaan tambahan disamping biaya-biaya siluman yang selama ini sudah memberatkan
operasi bisnis.
Ada pula yang menyoal definisi dan singkatan CSR, terutama terkait hurup ”R”
(Responsibility). Dalam Bahasa Inggris, “responsibility” berasal dari kata ”response” (tindakan
untuk merespon suatu masalah atau isu) dan ”ability” (kemampuan). Maknanya, responsibility
merupakan tindakan yang bersifat sukarela, karena respon yang dilakukan disesuaikan dengan
ability yang bersangkutan. Menurut pandangan ini, kalau CSR bersifat wajib, maka singkatannya
harus diubah menjadi CSO (Corporate Social Obligation). Selain itu, kalangan yang kontra UU
CSR berpendapat bahwa core business perusahaan adalah mencari keuntungan. Oleh karena
itu, ketika perusahaan diwajibkan memerhatikan urusan lingkungan dan sosial, ini sama artinya
dengan mendesak Greenpeace dan Save The Children untuk berubah menjadi korporasi yang
mencari keuntungan ekonomi. Kelompok yang setuju dengan UU CSR umumnya berargumen
bahwa CSR memberi manfaat positif terhadap perusahaan, terutama dalam jangka panjang.
Selain menegaskan brand differentiation perusahaan, CSR juga berfungsi sebagai sarana untuk
memperoleh license to operate, baik dari pemerintah maupun masyarakat. CSR juga bisa
berfungsi sebagai strategi risk management perusahaan (Suharto, 2008).
Meskipun telah membayar pajak kepada pemerintah, perusahaan tidak boleh lepas
tangan terhadap permasalahan lingkungan dan sosial di sekitar perusahaan. Di Indonesia yang
masih menerapkan residual welfare state, manfaat pajak seringkali tidak dirasakan secara
langsung oleh masyarakat kelas bawah, orang miskin dan komunitas adat terpencil. Oleh karena
itu, bagi kalangan yang setuju UU CSR, CSR merupakan instrumen cash transfer dan sumplemen
5. system ”negara kesejahteraan residual” yang cenderung gagal mensejahterakan masyarakat
karena kebijakan dan program sosial negara bersifat fragmented dan tidak melembaga.
Definisi CSR
Definisi CSR sangat menentukan pendekatan audit program CSR. Sayangnya, belum ada
definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR di
bawah ini menunjukkan keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi (lihat Majalah
Bisnis dan CSR, 2007; Wikipedia, 2008; Sukada dan Jalal, 2008).World Business Council for
Sustainable Development: Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku
etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas
kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada
umumnya.
International Finance Corporation: Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi
terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga
mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui
cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.
Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan bahwa organisasi-
organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan,
seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.
Canadian Government: Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan
sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang
dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat
dan berkembang.
European Commission: Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan
perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya
dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan.
CSR Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan
prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para
stakeholders.
Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga memberikan
definisi CSR. Meskipun pedoman CSR standard internasional ini baru akan ditetapkan tahun
2010, draft pedoman ini bisa dijadikan rujukan. Menurut ISO 26000, CSR adalah: Tanggung
6. jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-
kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku
transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang
ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara
menyeluruh (draft 3, 2007).
Berdasarkan pedoman ini, CSR tidaklah sesederhana sebagaimana dipahami dan
dipraktikkan oleh kebanyakan perusahaan. CSR mencakup tujuh komponen utama, yaitu: the
environment, social development, human rights, organizational governance, labor practices, fair
operating practices, dan consumer issues (lihat Sukada dan Jalal, 2008). Jika dipetakan, menurut
saya, pendefinisian CSR yang relatif lebih mudah dipahami dan bisa dioperasionalkan untuk
kegiatan audit adalah dengan mengembangkan konsep Tripple Bottom Lines (Elkington, 1998)
dan menambahkannya dengan satu line tambahan, yakni procedure (lihat Suharto, 2007a).
Dengan demikian, CSR adalah: Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian
keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet)
secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional. Dalam
aplikasinya, konsep 4P ini bisa dipadukan dengan komponen dalam ISO 26000. Konsep planet
jelas berkaitan dengan aspek the environment. Konsep people di dalamnya bisa merujuk pada
konsep social development dan human rights yang tidak hanya menyangkut kesejahteraan
ekonomi masyarakat (seperti pemberian modal usaha, pelatihan keterampilan kerja). Melainkan
pula, kesejahteraan sosial (semisal pemberian jaminan sosial, penguatan aksesibilitas
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan pendididikan, penguatan kapasitas lembaga-
lembaga sosial dan kearifan lokal). Sedangkan konsep procedur bisa mencakup konsep
organizational governance, labor practices, fair operating practices, dan consumer issues.
Corporate Social Responsibility antara Tuntutan dan Kebutuhan
Dalam evolusi pemasaran terdapat lima konsep yang selalu mengalami perubahan dari
waktu ke waktu. Yang pertama adalah konsep produksi dimana konsumen akan membeli suatu
produk apabila harganya murah dan mudah didapat. Kedua, konsep produk yaitu konsumen akan
menyukai produk yang mempunyai mutu terbaik, kinerja terbaik dan sifat paling inovatif. Ketiga,
konsep penjualan dimana konsumen akan membeli produk apabila ada usaha penjualan
danpromosi dalam skala besar. Keempat, konsep pemasaran dimana pencapaian tujuan
organisasi tergantung penentuan kebutuhan dan keinginan konsumen dan memuaskannya lebih
7. efektif dan efisien dari pada saingan. Kelima, pemasaran berwawasan social dimana pencapaian
tujuan organisasi tergantung penentuan kebutuhan dan keinginan konsumen memenuhinya lebih
efisien dari pada saingan melalui peningkatan kesejahteraan konsumen dan masyarakat.
Pada saat sekarang ini konsep pemasaran sudah berada pada tahap kelima dimana
konsumen dalam membeli produk suatu perusahaan tidak hanya sekedar memperhatikan suatu
produk apakah bisa memenuhi kebutuhan mereka secara lebih efisisen dari pada saingan tapi
juga dengan kritis melihat apakah keberadaan perusahaan telah berkontribusi positif terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan juga apakah keberadaan perusahaan tidak menjadi
bencana di tengah masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan kritis
konsumen juga selektif melihat apakah suatu perusahaan tidak melakukan hal-hal tidak terpuji
seperti perusakan lingkungan, eksploitasi sumberdaya alam, manipulasi pajak dan penindasan
terhadap hak-hak buruh.Tekanan yang kuat dari masyarakat terutama di tengah masyarakat yang
kritis seperti Eropa mengharuskan perusahaan menata kembali konsep bisnis mereka tidak
sekedar berorientasi profit belaka tetapi juga harus memiliki tanggung jawab social atau yang
sekarang lebih dikenal sebagai Corporate Social Responsibility. Konsep dan praktek Corporate
Social Responsibility sudah menunjukan suatu keharusan, para pemilik modal tidak bisa lagi
menganggap sebagai suatu pemborosan hal ini berkaitan meningkatnya kesadaran social
kemanusiaan dan lingkungan. Tuntutan untuk melaksanakan program Corporate Social
Responsibility makin tinggi termasuk perusahaan di Indonesia terutama ketika hendak go
international atau sekedar menjalin kerjasama dengan perusahaan dari Negara maju. Biasanya
yang ditanyakan oleh calon mitra bisnis adalah apa saja program Corporate Social Responsibility
nya.
Jika kita perhatikan, masyarakat sekarang hidup dalam kondisi yang dipenuhi beragam
informasi dari berbagai bidang, serta dibekali kecanggihan ilmu dan teknologi. Pola seperti ini
mendorong terbentuknya cara berpikir, gaya hidup dan tuntutan masyarakat yang lebih tajam.
Seiring dengan perkembangan ini tumbuh gerakan konsumen yang kita kenal sebagai vigilante
consumerism yang kemudian berkembang menjadi ethical consumerism. Sehubungan dengan
adanya tuntutan dan kebutuhan akan CSR (Program Corporate Social Reponsibility) yang
merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi
pasal 74 Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang baru. Undang-undang ini disyahkan
dalam sidang paripurna DPR.
Dengan adanya Undang-undang ini, industri atau korporasi-korporasi wajib untuk
melaksanakannya, tetapi kewajiban ini bukan merupakan suatu beban yang memberatkan. Perlu
8. diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan industri saja,
tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan
kualitas hidup masyarakat. Industri dan korporasi berperan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan hidup. Kini dunia usaha
tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line),
melainkan sudah meliputi keuangan, sosial, dan aspek lingkungan biasa disebut (Triple bottom
line) sinergi tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan.
Kita telah menyinggung sebelumnya bahwa konsep tanggung jawab sosial perusahaan
telah dikenal sejak awal 1970, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan
praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum,
penghargaan masyarakat, lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam
pembangunan secara berkelanjutan (Corporate Social Reponsibility) CSR tidak hanya
merupakan kegiatan kreatif perusahaan dan tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum
semata. Masih banyak perusahaan tidak mau menjalankan program-program CSR karena
melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya (Cost Center). CSR tidak memberikan
hasil secara keuangan dalam jangka pendek. Namun CSR akan memberikan hasil baik langsung
maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Investor juga ingin
investasinya dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaannya memiliki citra yang baik di
mata masyarakat umum. Dengan demikian, apabila perusahaan melakukan program-program
CSR diharapkan keberlanjutan, sehingga perusahaan akan berjalan dengan baik. Oleh karena
itu, program CSR lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi
bisnis dari suatu perusahaan. Dalam proses perjalanan CSR banyak masalah yang dihadapinya,
di antaranya adalah :
1. Program CSR belum tersosialisasikan dengan baik di masyarakat.
2. Masih terjadi perbedaan pandangan antara departemen hukum dan HAM dengan
departemen perindustrian mengenai CSR dikalangan perusahaan dan Industri.
3. Belum adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan CSR dikalangan perusahaan.
Bila dianalisis permasalahan di atas yang menyangkut belum tersosialisasikannya dengan baik
program CSR di kalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan program CSR belum bergulir
sebagai mana mestinya, mengingat masyarakat umum belum mengerti apa itu program CSR.
Program CSR yang berkelanjutan diharapkan dapat membantu menciptakan kehidupan
dimasyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap kegiatan tersebut akan melibatkan
9. semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus membangun dan menciptakan
kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercifta kemandirian dari masyarakat yang terlibat dalam
program tersebut, sesuai dengan kemampuannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kingsley
Davis dan Wilbert Moore, menurut mereka bahwa didalalm masyarakat terdapat stratifikasi social
dimana stratifikasi social itu dibutuhkan masyarakat demi kelangsungan hidup yang
membutuhkan berbagai jenis pekerjaan. Tanpa adanya stratifikasi social, masyarakat tidak akan
terangsang untuk menekuni pekerjaan-pekerjaan sulit atau pekerjaan yang membutuhkan proses
berlajar yang lama dan mahal. Agar masyarakat dapat memiliki modal stimulus untuk merubah
stratifikasi, perlu ada pemberdayaan agar masyarakat sadar dan bangkit dari keterpurukan.
Kondisi ini dapat diatasi dengan program yang bersifat holistik sehingga dapat membangun
tingkat kepercayaan dalam diri masyarakat, untuk itu didukung oleh program CSR yang
berkelanjutan (sustainable).
Kesimpulan
Istilah CSR (Corporate Social Responsibility) mulai digunakan sejak tahun 1970a dan di
Indonesia istilah CSR baru digunakan sejak tahun 1990-an. Sebagian besar perusahaan di
Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi
atau lembaga konsultan. Dimana pengertian dari CSR (Corporate Social Responsibility) dapat
didefenisikan sebagai Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit)
bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan
berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional.
Undang-undang tentang CSR di Indonesia diatur dalam UU PT No.40 Tahun 2007 yang
menyebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan
sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap
penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Selajutnya
lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih
jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran
dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian
keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet)
secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional merupakan
wujud nyata dari pelaksanaan CSR di Indonesia dalam upaya penciptaan kesejahteraan bagi
masyarakat Indonesia.
10. QUIZ 4 BE & GG
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Eksistensi suatu perusahaan tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai
lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara perusahaan dengan
masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan
membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan
pembangunan bangsa. Dua aspek penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis
antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan
peningkatan taraf hidup masyarakat. Dari aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi
mendapatkan keuntungan (profit) dan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan
kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dan lingkungannya. Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang
berpijak pada perolehan keuntungan/laba perusahaan semata, tetapi juga harus memperhatikan
tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Jika masyarakat (terutama masyarakat sekitar)
menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya serta tidak
merasakan kontribusi secara langsung bahkan merasakan dampak negatif dari beroperasinya
sebuah perusahaan maka kondisi itu akan menimbulkan resistensi masyarakat atau gejolak
sosial seperti kasus yang mengenai PT Freeport dan PT Newmont. Komitmen perusahaan untuk
berkontribusi dalam pembangunan bangsa dengan memperhatikan aspek finansial atau ekonomi,
sosial, dan lingkungan itulah yang menjadi isu utama dari konsep Corporate Social
Responsibility(CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Implementasi CSR merupakan
perwujudan komitmen yang dibangun oleh perusahaan untuk memberikan kontribusi pada
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Adanya CSR di Indonesia diatur dalam Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 Undang-undang
tersebut menyebutkan bahwa ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/
atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan”. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15
(b) menyatakan bahwa ”setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan”.
Pengertian dan Jenis Corporate Social Responsibility
Bibit CSR berawal dari semangat filantropik (kedermawanan) perusahaan namun karena
adanya tekanan yang kuat dari masyarakat, terutama di tengah masyarakat yang kritis seperti
11. masyarakat Eropa, CSR menjadi seperti social license to operationbagi sebuah perusahaan. CSR
mengandung pengertian yang lebih luas daripada sekedar menyisihkan dana untuk kegiatan
sosial. Awalnya CSR memang lebih banyak diwujudkan dalam bentuk karitas dan filantropi
perusahaan. Kini mulai ada upaya untuk mendorong agar CSR bergeser dari filantropi menjadi
corporate citizenshipyang berarti terdapat rekonsiliasi dengan ketertiban sosial dan lebih
memberikan kontribusi kepada masyarakat. Dilihat dari asal katanya, CSR berasal dari literatur
etika bisnis di Amerika Serikat dikenal sebagai corporate social responsibility atau social
responsibility of corporation. Kata corporation atau perusahaan telah dipakai dalam bahasa
Indonesia yang dia rtikan sebagai perusahaan, khususnya perusahaan besar. Dilihat dari asal
katanya,”perusahaan” berasal dari bahasa Latin ”corpus/ corpora” yang berarti badan. Dalam
sejarah perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan itu merupakan suatu badan hukum yang
didirikan untuk melayani kepentingan umum (not for profit), namun dalam perkembangannya
justeru menumpuk keuntungan (for profit). (Isa Wahyudi & Busyra Azheri, vii). Konsep CSR
sendiri sebenarnya bukanlah baru sama sekali, dan pengertiannya tidaklah statis. CSR pertama
kali muncul dalam diskursus resmi akademik sejak Howard R Bowen menerbitkan bukunya
berjudul Social Responsibilitity of the Businessmanpada tahun 1953. Ide dasar CSR yang
dikemukakan Bowen mengacu pada kewajiban pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya
sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaannya
beroperasi. Ia menggunakan istilah sejalan dalam konteks itu untuk meyakinkan dunia usaha
tentang perlunya mereka memiliki visi yang melampaui kinerja finansial perusahaan. Ia menge-
mukakan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial perusahaan. Prinsip-prinsip yang
dikemukakannya mendapat pengakuan publik dan akademisi sehingga Howard R Bowen
dinobatkan sebagai”Bapak CSR”.
Ada beraneka ragam definisi Corporate Social Responsibilitydan sulit diseragamkan.
Diantaranya adalah definisi yang dikemukakan oleh Magnan & Farrel (2004) yang mendefinisikan
CSR sebagai ”a business acts in socially responsible manner when its decisions and actions
account for and balance diversestakeholder interest”. Definisi ini menekankan pada perlunya
memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholdersyang
beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil pelaku bisnis melalui perilaku yang
secara sosial bertanggungjawab. Komisi Eropa mende-finisikan CSR sebagai ”essentially a
concept whereby companies decide voluntary to contribute to better society and a cleaner
environment”. Definisi ini menekankan bahwa CSR adalah suatu konsep yang menunjukkan
bagaimana perusahaan secara sukarela memberi kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang
lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. Sedangkan Elkington (1997) mengemukakan bahwa
12. sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggungjawab sosialnya akan memberikan perhatian
kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit), masyarakat, khususnya komunitas sekitar
(people) serta lingkungan hidup (planet). (Hendrik Budi Untung, 2008 dan A.B Susanto, 2007).
Makna Ani Marlia (2008) mendefinisikan CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai
kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan
pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan
prosedur (procedure) yang tepat dan profesional. Menurut Achda (2006), CSR dapat diartikan
sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan dampak operasinya dalam
dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta terus-menerus menjaga agar dampak tersebut
menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibiliy (CSR),
muncul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap
perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan
kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya
kesadaran dan kepekaan dari stakeholders perusahaan maka konsep tanggung jawab sosial
muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di
masa yang akan datang. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat didefinisikan secara
sederhana sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan
memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan.
Stakeholder yang dimaksud diantaranya adalah para shareholder, karyawan (buruh), pelanggan,
komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan lain sebagainya.
(Jonathan Sofian Lusa, 2007). Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan
sebagai timbal balik perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena
perusahaan telah mengambil keuntungan atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dimana
dalam proses pengambilan keuntungan tersebut seringkali perusahaan menimbulkan kerusakan
lingkungan ataupun dampak sosial lainnya.
Manfaat Corporate Social ResponsibilityBagi Perusahaan
Dalam menjalankan tanggungjawab sosialnya, perusahaan memfokuskan perhatiannya
kepada tiga hal yaitu (profit), masyarakat (people), dan lingkungan (planet). Perusahaan harus
memiliki tingkat profitabilitas yang memadai sebab laba merupakan fondasi bagi perusahaan
untuk dapat berkembang danmempertahankan eksistensinya Dengan perolehan laba yang
memadai, perusahaan dapat membagi deviden kepada pemegang saham, memberi imbalan
yang layak kepada karyawan, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh untuk pertumbuhan
13. dan pengembangan usaha di masa depan, membayar pajak kepada pemerintah, dan
memberikan multiplier effectyang diharapkan kepada masyarakat. Dengan memperhatikan
masyarakat, perusahaan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Perhatian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan cara perusahaan melakukan aktivitas-
aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan, kualitas
hidup dan kompetensi masyarakat diberbagai bidang. Dengan memperhatikan lingkungan,
perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya
kualitas hidup umat manusia dalam jangka panjang. Keterlibatan perusahaan dalam
pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi dalam usaha
mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana yang diakibatkan oleh
kerusakan lingkungan. Dengan menjalankan tanggungjawab sosial, perusahaan diharapkan tidak
hanya mengejar laba jangka pendek, tetapi juga ikut berkontribusi terhadap peningkatan kualitas
hidup masyarakat dan lingkungan (terutama lingkungan sekitar) dalam jangka panjang.
Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dipandang sebagai aset strategis dan kompetitif
bagi perusahaan di tengah iklim bisnis yang makin sarat kompetisi. CSR dapat memberi banyak
keuntungan yaitu :
1. Peningkatan profitabilitas bagi perusahaan dan kinerja finansial yang lebih baik. Banyak
perusahaan-perusahaan besar yang mengimplementasikan program CSR menunjukan
keuntungan yang nyata terhadap peningkatan nilai saham;
2. Menurunkan risiko benturan dengan komunitas masyarakat sekitar, karena
sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat
keberlanjutan perusahaan itu sendiri disebuah kawasan, dengan jalan membangun
kerjasama antar stakeholderyang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun
program-program pengembangan masyarakat sekitar atau dalam pengertian kemampuan
perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan
stakeholderyang terkait;
3. Mampu meningkatkan reputasi perusahaan yang dapat dipandang sebagai social
marketing bagi perusahaan tersebut yang juga merupakan bagian dari pembangunan
citra perusahaan (corporate image building). Social Marketingakan dapat memberikan
manfaat dalam pembentukan brand image suatu perusahaan dalam kaitannya dengan
kemampuan perusahaan terhadap komitmen yang tinggi terhadap lingkungan selain
memiliki produk yang berkualitas tinggi. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif
terhadap volume unit produksi yang terserap pasar yang akhirnya akan mendatangkan
keuntungan yang besar terhadap peningkatan laba perusahaan.
14. Kegiatan CSR yang diarahkan memperbaiki konteks korporat inilah yang memungkinkan
alignmentantara manfaat sosial dan bisnis yang muaranya untuk meraih keuntungan materi dan
sosial dalam jangka panjang. A.B. Susanto (2007) mengemukakan bahwa dari sisi perusahaan
terdapat 6 (enam) manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR. Pertama, mengurangi risiko
dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang
menjalankan CSR secara konsisten akan mendapat dukungan luas dari komunitas yang
merasakan manfaat dariaktivitas yang dijalankannya. CSR akan mengangkat citra perusahaan,
yang dalam rentang waktu yang panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan. Kedua, CSR
dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk
yang diakibatkan suatu krisis. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan produsen consumer
goods yang beberapa waktu yang lalu dilanda isu adanya kandungan bahan berbahaya dalam
produknya. Namun karena perusahaan tersebut dianggap konsisten dalam menjalankan CSR-
nya maka masyarakat menyikapinya dengan tenang sehingga relatif tidak mempengaruhi
aktivitas dan kinerjanya. Ketiga, keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa
bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten
melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Kebanggaan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas sehingga mereka merasa
lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Keempat, CSR yang
dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara
perusahaan dengan para stakeholdersnya. Pelaksanaan CSR secara konsisten menunjukkan
bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang berkontribusi terhadap
lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih. Kelima, meningkatnya penjualan.
Konsumen akan lebih menyukai produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang secara konsisten
menjalankan CSRnya sehingga memiliki reputasi yang baik. Keenam, insentif-insentif lainnya
seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. Menurut Y. Wibisono sebagaimana
dikemukakan Ronny Irawan (2008), perusahaan memperoleh beberapa keuntungan karena
menerapkan tanggungjawab sosialnya antara lain : untuk mempertahankan dan mendongkrak
reputasi dan brand image perusahaan; layak mendapatkan ijin untuk beroperasi (social license
to operate), mereduksi risiko bisnis perusahaan; melebarkan akses ke sumber daya;
membentangkan akses menuju market; mereduksi biaya; memperbaiki hubungan dengan
stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator; dan meningkatkan semangat dan
produktivitas karyawan.
15. Implementasi dan Model atau Pola Corporate Social Responsibility
Dalam menjalankan aktivitas CSR tidak ada standar atau praktik-praktik tertentu yang
dianggap terbaik. Setiap perusahaan memiliki karakteritik dan situasi yang unik yang
berpengaruh terhadap bagaimana mereka memandang tanggung jawab sosial. Dan setiap
perusahaan memiliki kondisi yang beragam dalam hal kesadaran akan isu berkaitan dengan CSR
serta beberapa banyak hal yang telah dilakukan dalam hal mengimplementasikan pendekatan
CSR. Implementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung
kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko, serta kondisi operasional masing-masing
perusahaan. Pelaksanaan CSR dapat dilaksanakan menurut prioritas yang didasarkan pada
ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Meskipun tidak terdapat standar atau
praktik-praktik tertentu yang dianggap terbaik dalam pelaksanaan CSR, namun kerangka kerja
(framework) yang luas dalam pengim-plemantasian CSR masih dapat dirumuskan, yang
didasarkan pada pengalaman dan juga pengetahuan dalam bidang seperti
manajemenlingkungan. Kerangka kerja yang disodorkan oleh industri Kanada dapat dijadikan
panduan. Kerangka kerja ini mengikuti model ”plan, do, check, improve” dan bersifat fleksibel,
artinya dapat disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan. (A.B.
Susanto, 2007) Model atau pola CSR yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di
Indonesia sebagai berikut :
1. CSR bisa dilaksanakan secara langsung oleh perusahaan. Perusahaan menjalankan
program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau
menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini,
perusahaan bisa menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary
atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas divisi human resource
developmentatau public relations.
2. CSR bisa pula dilaksanakan oleh yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan atau
groupnya. Perusahaan mendirikan yayasan atau organisasi sosial sendiri di bawah
perusahaan atau groupnya yang dibentuk terpisah dari organisasi induk perusahaan
namun tetap harus bertanggung jawab ke CEO atau ke dewan direksi. Model ini
merupakan adopsi yang lazim dilakukan di negara maju. Disini perusahaan menyediakan
dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan.
3. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama atau
bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama
16. dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, LSM, atau lembaga konsultan baik dalam
mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
4. Beberapa perusahaan bergabung dalam sebuah konsorsium untuk secara bersama-
sama menjalankan CSR. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung
suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pihak konsorsium yang
dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya akan secara proaktif
mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan kemudian mengembangkan program
yang telah disepakati.
Pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum adalah pemberian bantuan
terhadap organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di negara-negara berkembang.
Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya
dilakukan secara ad-hoc, parsial, dan tidak melembaga. CSR pada tataran ini hanya sekadar do
good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Dewasa ini semakin banyak perusahaan
yang kurang menyukai pendekatan karitatif semacam itu, karena tidak mampu meningkatkan
keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal. Pendekatan community developmentkemudian
semakin banyak diterapkan karena lebih mendekati konsep empowermentdan sustainable
development. Prinsip-prinsip good corporate governance,seperti fairness, transparency,
accountability,dan responsibility kemudian menjadi pijakan untuk mengukur keberhasilan
program CSR. Di Indonesia, perusahaan-perusahaan seperti Unilever, PT Telkom, PLN,
Pertamina, Bank BNI, serta perusahaan BUMN lainnya telah cukup lama terlibat dalam
menjalankan CSR.Kegiatan CSR yang dilakukan saat ini juga sudah mulai beragam, disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan needs assessment. Mulai dari
pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, program pencegahan penyakit melalui
pendidikan kesehatan masyarakat, membangun fasilitas MCK untuk masyarakat sekitar,
memberikan kesempatan bekerja secara produktif bagi penyandang cacat, pelatihan untuk
penyandang cacat, pemberian bantuan/pinjaman modal bagi UKM, social forestry, pemberian
beasiswa, bantuan sosial, penyuluhan dan pencegahan HIV/AIDS, penguatan kearifan lokal,
pengembangan skema perlindungan sosial berbasis masyarakat, pengobatan gratis bagi
masyarakat, dan sebagainya. CSR pada tataran ini tidak sekadar do gooddan to look good,
melainkan pula to make good, menciptakan kebaikan atau meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. (Makna Ani Marlia, 2008).
17. Penutup
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility (CSR)
merupakan komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan dengan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Secara akademik diskursus CSR untuk pertama
kali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1953 namun sampai sekarang definisi CSR masih
kabur dan sulit diseragamkan. Pada 2007 pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang di salah satu pasalnya mencantumkan
kewajiban perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau yang berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-
undang ini menimbulkan sikap pro kontra tergantung siapa yang mendapat manfaat dan siapa
yang dirugikan, serta apa konsekuensi dan implikasi dari undang-undang ini. Undang-undang ini
menetapkan bahwa CSR adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan
(mandatory) bukan sebuah kegiatan sukarela (voluntary). Yang menjadi pertanyaan mengapa
hanya perusahaan yang mengelola sumber daya alam saja. Untuk merangsang pertumbuhan
CSR yang mampu berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan diperlukan
adanya model CSR yang efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan, adanya sumber daya
manusia dan institusi yang memiliki kapasitas untuk melaksanakan CSR, adanya peraturan dan
kode etik yang jelas dalam dunia usaha serta adanya dukungan sektor publik untuk menjamin
pelaksanaan CSR oleh perusahaan sejalan dengan tujuan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat.
Dalam proses perjalanan CSR di Indonesia banyak masalah dan kendala yang
dihadapinya, di antaranya CSR belum tersosialisasikan dengan baik di masyarakat. Hal ini
menyebabkan program CSR belum bergulir sebagai mana mestinya, mengingat masyarakat
umum belum mengerti apa itu program CSR, apa saja yang dapat dilakukannya dan bagaimana
masyarakat dapat berkolaborasi dengan prosedur perusahaan. Kendala dalam implementasi
CSR antara lain adanya gangguan keamanan, kurangnya kreativitas dan inovasi, timbulnya
ketergantungan masyarakat, korupsi, peraturan yang membingungkan, dan pemerintah masih
kurang memberikan situasi yang kondusif bagi perusahaan dalam menjalankan CSR.Program
CSR yang berkelanjutan diharapkan dapat memberikan alternatif terobosan baru untuk
memberdayakan masyarakat dalam mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan yang
semakin kompleks dan rumit dalam dekade terakhir. Adanya sinergi antara dunia usaha,
masyarakat, dan pemerintah untuk secara terus menerus membangun dan menciptakan
18. kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan lingkungan yang berkualitas akan menentukan
keberhasilan pembangunan bangsa.
Daftar Pustaka :
Anonim 1, 2008, https://mamrh.wordpress.com/2008/07/21/53/ (2 Oktober 2017, 20.15)
Susiloadi, Priyanto, 2008, http://webfisip.fisip.uns.ac.id/journal/sp4_2_priyanto.pdf (2 Oktober
2017, 22.15)