MRPF-paradigma-riset kualtitatif kuantitatif dan pengembangan.pdfsayabilang71
Belajar selalu diasosiasikan dengan lingkungan dan pengaturan belajar secara formal, di ruang kelas, di laboratorium, di bawah bimbingan guru, dosen, instruktur atau tutor, namun seringkali belajar yang bermanfaat, juga terjadi secara nonformal dan informal dalam kehidupan sehari-hari.
UNESCO sudah lama mendorong beberapa negara untk mengembangkan kesetaraan antara capaian pembelajaran formal, nonformal dan informal dalam lingkup nasional. Rekognisi Pembelajaran Lampau yang selanjutnya disingkat RPL adalah pengakuan atas Capaian Pembelajaran (CP) seseorang yang diperoleh dari pendidikan formal, nonformal, informal, dan/atau pengalaman kerja sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan formal dan untuk melakukan penyetaraan dengan kualifikasi tertentu.
Sebagaimana dinyatakan pada pasal 2, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 41 Tahun 2021, penyelenggaraan RPL meliputi: a. RPL untuk melanjutkan pendidikan formal; dan b. RPL untuk melakukan Penyetaraan dengan Kualifikasi tertentu.
Selanjutnya, khusus RPL untuk melanjutkan pendidikan formal pada perguruan tinggi, dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Nomor 162/E/KPT/2022 disebut sebagai RPL Tipe A. Pengakuan Capaian Pembelajaran untuk RPL Tipe A ini dilakukan secara parsial, yaitu pengakuan hasil belajar yang diperoleh dari:
a. program studi pada Perguruan Tinggi sebelumnya;
b. pendidikan nonformal atau informal; dan/atau
c. pengalaman kerja setelah lulus jenjang pendidikan menengah atau bentuk lain yang sederajat. Apabila seseorang, selepas lulus dari Sekolah Menengah Atas kemudian bekerja, dan memperoleh pengalaman dari pekerjaannya itu, maka hasil belajar dari pengalamannya tersebut dapat diajukan untuk disetarakan (direkognisi) dengan hasil belajar formal beberapa Mata Kuliah yang ada di Program Studi di lingkungan Universitas/Sekolah Tinggi melalui asesmen. Pengakuan hasil asesmen dari pengalaman, belajar nonformal, dan atau nonformal tersebut adalah perolehan sks. Demikian pula apabila seseorang sedang/telah menempuh kuliah di Perguruan Tinggi kemudian pindah, maka hasil belajar formal pada Perguruan Tinggi sebelumnya tersebut dapat diajukan untuk disetarakan dengan Mata Kuliah pada Perguruan Tinggi yang dituju melalui asesmen untuk transfer kredit. Dengan demikian, individu tersebut, apabila akan melanjutkan kuliah di Universitas Bengkulu tidak perlu harus mengikuti seluruh Mata Kuliah pada Program Studi yang dituju. Hasil belajar dari pengalamannya, belajar non formal, informal, dan formal dapat disetarakan dengan hasil belajar dari beberapa Mata Kuliah yang relevan pada Perguruan Tinggi yang dituju. Mata Kuliah yang harus ditempuh adalah Mata Kuliah-Mata Kuliah sisanya. Tahapan untuk melaksanakan RPL tipe A sebagaimana diuraikan diatas secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah.
Penyelenggaraan RPL di Universitas Bengkulu ini merupakan bagian dari usaha pemerintah dalam memperluas akses kepada masyarakat
MRPF-paradigma-riset kualtitatif kuantitatif dan pengembangan.pdfsayabilang71
Belajar selalu diasosiasikan dengan lingkungan dan pengaturan belajar secara formal, di ruang kelas, di laboratorium, di bawah bimbingan guru, dosen, instruktur atau tutor, namun seringkali belajar yang bermanfaat, juga terjadi secara nonformal dan informal dalam kehidupan sehari-hari.
UNESCO sudah lama mendorong beberapa negara untk mengembangkan kesetaraan antara capaian pembelajaran formal, nonformal dan informal dalam lingkup nasional. Rekognisi Pembelajaran Lampau yang selanjutnya disingkat RPL adalah pengakuan atas Capaian Pembelajaran (CP) seseorang yang diperoleh dari pendidikan formal, nonformal, informal, dan/atau pengalaman kerja sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan formal dan untuk melakukan penyetaraan dengan kualifikasi tertentu.
Sebagaimana dinyatakan pada pasal 2, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 41 Tahun 2021, penyelenggaraan RPL meliputi: a. RPL untuk melanjutkan pendidikan formal; dan b. RPL untuk melakukan Penyetaraan dengan Kualifikasi tertentu.
Selanjutnya, khusus RPL untuk melanjutkan pendidikan formal pada perguruan tinggi, dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Nomor 162/E/KPT/2022 disebut sebagai RPL Tipe A. Pengakuan Capaian Pembelajaran untuk RPL Tipe A ini dilakukan secara parsial, yaitu pengakuan hasil belajar yang diperoleh dari:
a. program studi pada Perguruan Tinggi sebelumnya;
b. pendidikan nonformal atau informal; dan/atau
c. pengalaman kerja setelah lulus jenjang pendidikan menengah atau bentuk lain yang sederajat. Apabila seseorang, selepas lulus dari Sekolah Menengah Atas kemudian bekerja, dan memperoleh pengalaman dari pekerjaannya itu, maka hasil belajar dari pengalamannya tersebut dapat diajukan untuk disetarakan (direkognisi) dengan hasil belajar formal beberapa Mata Kuliah yang ada di Program Studi di lingkungan Universitas/Sekolah Tinggi melalui asesmen. Pengakuan hasil asesmen dari pengalaman, belajar nonformal, dan atau nonformal tersebut adalah perolehan sks. Demikian pula apabila seseorang sedang/telah menempuh kuliah di Perguruan Tinggi kemudian pindah, maka hasil belajar formal pada Perguruan Tinggi sebelumnya tersebut dapat diajukan untuk disetarakan dengan Mata Kuliah pada Perguruan Tinggi yang dituju melalui asesmen untuk transfer kredit. Dengan demikian, individu tersebut, apabila akan melanjutkan kuliah di Universitas Bengkulu tidak perlu harus mengikuti seluruh Mata Kuliah pada Program Studi yang dituju. Hasil belajar dari pengalamannya, belajar non formal, informal, dan formal dapat disetarakan dengan hasil belajar dari beberapa Mata Kuliah yang relevan pada Perguruan Tinggi yang dituju. Mata Kuliah yang harus ditempuh adalah Mata Kuliah-Mata Kuliah sisanya. Tahapan untuk melaksanakan RPL tipe A sebagaimana diuraikan diatas secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah.
Penyelenggaraan RPL di Universitas Bengkulu ini merupakan bagian dari usaha pemerintah dalam memperluas akses kepada masyarakat
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Bagas Cahya Nuziarta_3EA23_10220298.docx
1. Bagas Cahya Nuziarta
3EA23
10220298
Metode Riset
a. Judul Penelitian
PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X SMAN 71 JAKARTA
b. Bentuk paradigmanya adalah sebagai berikut:
X = Kecerdasan Intelektual
Y = Hasil belajar Siswa
Berdasarkan paradigma tersebut terlihat bahwa, untuk judul penelitian yang terdiri
atas satu variabel independen dan satu dependen, terdapat dua rumusan masalah deskriptif,
dan satu masalah asosiatif. Dengan demikian juga terdapat deskriptif, dan satu masalah
asosiatif. Dengan demikian juga terdapat dua hipotesis deskriptif dan satu hipotesis
asosiatif. (Bila terdapat kesulitan dalam merumuskan hipotesis deskriptif, maka hipotesis
X Y
2. itu tidak perlu dirumuskan, tetapi rumusan masalahnya saja yang harus dijawab dengan
perhitungan statistik). Dua hipotesis deskriptif diuji dengan statistik yang sama.
Untuk mencari pengaruh (varians) variabel dapat digunakan untuk teknik statistik
dengan menghitung besarnya koefisien determinasi. Koefisien determinasi dihitung dengan
mengkuadratkan koefisien korelasi yang telah ditemukan, dan selanjutnya dikalikan dengan
100%. Koefisien determinasi (penentu) dinyatakan dalam persen. Jadi untuk besarnya
pengaruh kecerdasan intelektual terhadap hasil belajar siswa pertama-tama dihitung
koefisien korelasinya. Misalnya ditemukan korelasi positif dan signifikan antara pendek
kecerdasan intelektual dengan hasil belajar siswa sebesar 0,80. Hal tersebut berarti koefisien
determinasinya = 0,802
= 0,64.
Jadi, dapat bahwa varians yang terjadi pada variabel hasil berpikir siswa 64 % dapat
dijelaskan melalui varians pada variabel kecerdasan intelektual. Atau dapat dinyatakan
bahwa pengaruh kecerdasan intelektual terhadap tinggi rendahnya hasil belajar siswa sama
dengan 64 %, sedangkan sisanya 36 % ditentukan oleh faktor diluar variabel kecerdasan
emosional, misalnya SQ, EQ, kedisiplinan, dan lain-lain. Korelasi positif dan signifikan
antara kecerdasan intelektual dengan hasil belajar siswa sebesar 0,64 yang artinya makin
tinggi kecerdasan intelektual yang dimiliki seorang siswa, maka akan semakin tinggi
kemampuan berpikir siswa. Kesimpulan ini dapat berlaku untuk populasi dimana sampel
3. tersebut diambil.
c. Rumusan masalah, hipotesis, dan teknik statistik untuk analisis data (ketiganya
sangat berkaitan)
Pada tabel 1.1 berikut diberikan contoh, rumusan masalah penelitian, rumusan
hipotesis dan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis, berdasarkan judul
penelitian pada contoh 1 diatas, yaitu pengaruh kecerdasan intelektual terhadap hasil
berpikir siswa dalam pembelajaran fisika kelas x SMAN 71 JAKARTA.
TABEL 1.1
PENGGUNAAN STATISTIK PARAMETRIS DAN
NON PARAMETRIS UNTUK MENGUJI HIPOTESIS
MACAM
DATA
BENTUK HIPOTESIS
Deskriptif
(satu variabel
atau satu
sampel)**
Komparatif
(dua sampel)
Komparatif
(lebih dari dua sampel)
Asosiatif
(hubungan)
Related Independen Related Independen
4. Nominal Binomial
χ2
satu
sampel
Mc nemar Fisher exact
probability
χ2
dua
sampel
Cochran Q χ2
untuk
k sample
Contigency
Coeficent C
Ordinal Run test Sign test
Wilcoxon
Matched
pairs
Median Test
Mann-
Whitney Utest
Kolomogorov
Smirnov
Wald-
Woldfowitz
Friedman
Two-Way
Anova
Median
Extension
Kruskal
Wallis One-
Way Anova
Sperman
Rank
Correlation
Kendall Tau
Interval Rasio t-test** t-test of
related
t-test*
Independent
One-Way
Anova*
Two-Way
Anova*
One-Way
Anova*
Two-Way
Anova*
Korelasi
Product
Moment*
Korelasi
Parsial*
5. Korelasi
ganda*
Regersi,
Sederhana &
Ganda*
TABEL 1.2
CONTOH JUDUL PENELITIAN, RUMUSAN MASALAH, HIPOTESIS DAN
TEKNIK ANALISIS DATAYANG DIGUNAKAN (SATU VARIABELINDEPEDEN)
Rumusan Masalah Hipotesis Statistik untuk uji hipotesis
Berapakah rata-
rata kecerdasan intelektual di
SMAN 71 JAKARTA?
Kecerdasan intelektual di
SMA N 1 JAKARTA
paling tinggi yaitu 135
Teknik statistik yang digunakan
untuk menguji hipotesis dapat
dilihat pada tabel 1.1. Data yang
terkumpul adalah ratio. Bentuk
hipotesisnya maka teknik uji
untuk hipotesis no. 1 dan 2
adalah sama yaitu t-test (untuk
satu sampel)
6. Berapakah rata-rata hasil
belajar siswa SMAN 71
JAKARTA?
Hasil belajar siswa SMAN 71
JAKARTA paling tinggi 160
atau 80 % dari kriteria yang
diharapkan. (kriteria hasil
belajar siswa paling tinggi
misalnya 200)
t-test satu sampel
Adakah hubungan yang positif
dan signifikan antara
kecerdasan intelektual dengan
hasil belajar siswa?
Terdapat hubungan yang positif
dan signifikansi antara
kecerdasan intelektual dengan
hasil belajar siswa
Data ke dua variabel adalah
data ratio, oleh karena itu
teknik statistic yang digunakan
untuk menguji hipotesis
adalah: Korelasi Pearson
Product Moment
Bagaimanakah pengaruh
kecerdasan intelektual
terhadap hasil belajar siswa di
SMAN 71 JAKARTA?
Kecerdasan emosional
berpengaruh positif terhadap
hasil belajar siswa
Koefisien diterminasi dan
analisis regresi sederhana