Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada persalinan secara sesar yang terlambat (serotinus). Secara ringkas, dokumen menjelaskan tentang konsep dasar serotinus, anatomi dan fisiologi sistem reproduksi wanita, etiologi, patofisiologi, serta tanda dan gejala kehamilan serotinus.
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
Selengkapnya bisa baca online atau download filenya di link berikut: http://gudangbuku.menantisenja.com/2016/12/laporan-pendahuluan-sc-sectio-caesaria.html
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
Selengkapnya bisa baca online atau download filenya di link berikut: http://gudangbuku.menantisenja.com/2016/12/laporan-pendahuluan-sc-sectio-caesaria.html
ini ppt, bacground nya anime Tales of Zestiria. maklum, klompok w itu otaku semua,, biar greget aja kesannya. nilai kami tertinggi,, karna menarik presentase nya vroh,, yok di sedot aja :v buat kls X (3 SMP)...
1. 12
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SECTIO
CAESAREA a/i SEROTINUS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Serotinus adalah persalinan melampaui umur hamil 42 minggu dan
pada janin terdapat tanda postmaturitas (Manuaba, 2007).
Serotinus menunjukkan kehamilan berlangsung sampai 42 minggu
(294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut
rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Prawirohardjo,
2008).
Serotinus adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari
42 minggu (Hidayat, 2004).
Serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama dari 42
minggu, dihitung berdasarkan rumus Neagele dengan siklus haid rata –
rata 28 hari (Mochtar, 2002).
2. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
a. Anatomi sistem reproduksi wanita
Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian, yaitu organ
reproduksi eksterna wanita (organ bagian luar) dan organ
reproduksi interna wanita (organ bagian dalam).
2. 13
1) Organ Reproduksi Eksterna Wanita
Gambar 1. Organ Reproduksi Eksterna Wanita (Wilson,2002)
Alat genetalia (reproduksi) wanita bagian luar :
a) Mons veneris
Di sebut juga gunung fenus merupakan bagian yang menonjol
di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit
jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang
bentuknya segitiga.
b) Bibir besar (Labia Mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong
kedua bibir ini di bagian bawah bertemu membentuk
perineum, permukaan terdiri dari:
3. 14
(1) Bagian luar :
Tertutup rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut
pada mons veneris.
(2) Bagian dalam
Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung
kelenjar sebasea (lemak).
c) Bibir kecil (Labia Minora)
Merupakan lipatan bagian dalam bibir besar tanpa rambut di
bagian atas klitoris bibir kecil bertemu membentuk prepusium
klitoridis dan di bagian bawahnya bertemu membentuk
prenulum klitoridis bibir ini mengeliling orivisium vagina.
d) Klitoris
(1) Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang
bersifat erektil.
(2) Mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf
sensoris sehingga sangat sensitif.
(3) Analok dengan penis pada laki-laki.
e) Vestibulum
Merupakan alat reproduksi yang di batasi oleh kedua bibir
kecil, bagian atas klitoris serta bagian belakang (bawah)
pertemuan kedua bibir kecil.
4. 15
Para vestibulum terdapat muara:
(1) Uretra
(2) Dua lubang saluran kelenjar bartholini
(3) Dua lubang saluran kelenjar skene
f) Hymen (Selaput Darah)
(1) Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat
rapuh dan mudah robek.
(2) Hymen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir
yang di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.
(3) Bila hymen tertutup menimbulkan gejala klinis setelah
mendapat menstruasi.
(4) Setelah persalinan sisanya disebut karukule hymenalis.
g) Kelenjar : bartholini, skene
(1) Kelenjar yang penting di daerah vulva dan vagina karena
dapat mengeluarkan lendir.
(2) Pengeluaran lendir meningkat saat hubungan seks.
5. 16
2) Organ Reproduksi Interna Wanita
Gambar 2. Organ Reproduksi Interna Wanita (Wilson,2002)
Alat genetalia (reproduksi) wanita bagian dalam :
a) Liang senggama (Vagina)
(1) Merupakan saluran muskulo membraneus yang
menghubungkan rahim dengan vulva.
(2) Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari
muskulus sfingter ani dan muskulus lefator ani oleh karena
itu dapat di kendalikan.
(3) Vagina terletak antara kandung kemih dan rectum.
(4) Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding
belakangnya sekitar 11 cm.
6. 17
(5) Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang
disebut rugae dan terutama di bagian bawah.
(6) Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks bagian dari
uterus.
(7) Bagian serviks yang menonjol kedalam vagina disebut
portio.
(8) Portio uteri membagi puncak vagina menjadi forniks
anterior, forniks posterior, forniks dekstra, dan forniks
sinistra.
(9) Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang
menghasilkan asam susu dengan ph 4,5. Keasaman vagina
memberikan proteksi terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina:
(a) Saluran untuk mengeluarkan lendir dan darah
menstruasi.
(b) Alat hubungan seksual.
(c) Jalan lahir pada waktu persalinan.
b) Rahim (Uterus)
(1) Merupakan jaringan otot yang kuat terletak di pelvis minor
di antara kandung kemih dan rectum.
(2) Dinding belakang dan dinding depan dan bagian atas
tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya
berhubungan dengan kandung kemih.
7. 18
(3) Bentuk uterus seperti bola lampu (buah pir) dan gepeng.
(4) Untuk mempertahankan posisinya uterus disangan
beberapa ligamentum, jaringan ikat, dan para metrium.
(5) Ukuran uterus tergantung dari usia wanita dan paritas
ukuran anak-anak 2-3 cm, nulipara 6-8 cm, dan multipara
9 cm.
(6) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum,
lapisan otot dan endometrium.
Uterus ini sebenarnya terapung-apung dalam rongga
pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang
menyokongnya sehingga mengfiksasi dengan baik,
ligamentum yang mengfiksasi uterus adalah :
(1) Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum yakni
ligamentum yang terpenting mencegah uterus supaya
tidak turun terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan
dari serviks dan puncak vagina kearah lateral dinding
pelvis didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah
antara lain vena dan arteria uterine.
(2) Ligamentum sakro uterium sinistrum et dekstrum
yakni ligamentum yang menahan uterus supaya tidak
banyak bergerak.
8. 19
(3) Ligamentum potundum sinistrum et dekstrum yakni
ligamentum yang menahan uterus dalam ante fleksi
dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan
kedaerah inguinal kiri dan kanan.
(4) Ligamentum latum sinistrum et dekstrum yakni
ligamentum yang meliputi tuba berjalan dari uterus
kearah sisi tidak banyak mengandung jaringan ikat.
(5) Ligamentum infundibulo-pelvikum yakni ligamentum
yang menahan tuba fallopi berjalan dari arah
infundibulum ke dinding pelvis (Wiknjosastro, 2002).
c) Tuba fallopi
Tuba fallopi terdiri atas :
(1) Pars intertisialis bagian yang terdapat pada dinding uterus.
(2) Pars ismika merupakan bagian medial tuba yang sempit
seluruhnya.
(3) Pars ampularis bagian yang berbentuk sebagai saluran
agak lebar tempat konsepsi terjadi.
(4) Infundibulum bagian ujung tuba yang terbuka ke arah
abdomen dan mempunyai fimbria (Wiknjosastro, 2002).
d) Ovarium (Indung telur)
Ovarium terdapat dua buah yaitu kanan dan kiri ovarium ke
arah uterus tergantung pada ligamentum infundibulifeltikum
dan melekat pada ligamentum latum melalui mesofarium.
9. 20
e) Parametrium jaringan ikat penyangga
Jaringan ikat yang terdapat di antara kedua lembar ligamentum
latum disebut parametrium yang dibatasi oleh :
(1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalfing.
(2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri.
(3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
(4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovari proprium.
b. Fisiologi Alat Reproduksi Wanita
Fisiologi alat reproduksi wanita merupakan sistem yang
kompleks. Pada saat pubertas sekitar umur 13-16 tahun di mulai
pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan
hormon estrogen. Pengeluaran hormon ini menunjukan tanda seks
sekunder pada wanita misalnya pengeluaran darah menstruasi
pertama (menarche). Selanjutnya menarche di ikuti menstruasi
yang tidak teratur karena folikel graf belum melepaskan ovum yang
disebut ovulasi. Pada usia 17-18 tahun menstruasi sudah teratur
dengan interval 28-30 hari yang berlangsung lebih kurang 2-3 hari
disertai dengan ovulasi sebagai pertanda kematangan alat
reproduksi wanita. Sejak saat itu wanita memasuki masa reproduksi
aktif sampai mencapai mati haid pada umur sekitar 50 tahun.
10. 21
Kejadian menarche dan menstruasi di pengaruhi beberapa faktor
yang mempunyai sistem tersendiri, yaitu:
1) Sistem susunan saraf pusat dan panca indranya.
2) Sistem hormonal: aksishipotalamo-hipofisis-ovarial.
3) Perubahan yang terjadi pada ovarium.
4) Perubahan yang terjadi pada uterus sebagai organ akhir.
5) Rangsangan estrogen dan progesteron pada panca indra
langsung pada hipothalamus dan melalui perubahan emosi
(Manuaba, 2007).
3. Etiologi
Menurut Sarwono (2008) sampai saat ini sebab terjadinya
kehamilan serotinus belum jelas. Beberapa teori yang diajukan pada
umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan serotinus sebagai
akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori
diajukan antara lain sebagai berikut :
a. Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan serotinus adalah karena
masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
11. 22
b. Teori oksitosin
Pemakaian okitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
serotinus memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara
fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu
faktor penyebab kehamilan serotinus.
c. Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-
tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi
plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin
seperti anensefalus, hipoplasia adrenalin adrenal janin, dan tidak
adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol
janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat
berlangsung lewat bulan.
d. Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servilkalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat
12. 23
pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai
penyebab terjadinya kehamilan serotinus.
e. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan
lewat bulan pada kehamilan berikutnya.
4. Patofisiologi
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga
tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai
resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim (Manuaba, 2007).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan
terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang,
wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban
berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan.
Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta
sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak
mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun
tubuh anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan
distosia bahu.
13. 24
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejalanya menurut Prawihardjo, 2008 :
a. Terhadap Ibu
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus
tidak terkoordinir, maka akan sering dijumpai partus lama, dan
perdarahan postpartum.
b. Terhadap Bayi
Tanda postmatur dapat di bagi dalam 3 stadium:
1) Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi
berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2) Stadium II
Gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada
kulit.
3) Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
6. Pemeriksaan Penunjang
USG : untuk mengetahui usia kehamilan, dan melihat keadaan janin.
Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban
Uji oksitosin : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.
Kardiotokografi : untuk menilai ada tidaknya gawat janin.
14. 25
7. Penatalaksanaan Medik
a. Sectio Caesarea
1) Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut,
atau disebut juga histeretomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim (Mochtar 2002).
2) Etiologi
Indikasi sectio caesarea :
a) Rupture uteri imminent
b) Fetal distress
c) Janin besar melebihi 400 gram
d) Perdarahan antepartum
Sedangkan indikasi lain yang menambah tingginya angka
persalinan sectio caesarea adalah :
a) Malpresentasi janin
(1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea
adalah jalan / cara yang terbaik dalam melahirkan janin
dengan segala letak lintang yang janinnya hidup atau
besarnya biasa.
15. 26
(2) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak
belakang bila panggul sempit, primigravida, janin
besar.
b) Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah
uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya,
sehingga ketika serviks membuka selama persalinan ibu
dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya
pada ibu maupun janin.
c) Partus lama
d) Preeklamsi dan eklamsi
e) Distosia serviks
3) Jenis-jenis operasi SC
a) Abdomen (SC Abdominalis)
(1) SC transperitonealis yaitu insisi yang dilakukan
menurut arah sayatan yaitu memanjang (vertical),
sayatan melintang (transversal) dan sayatan huruf T (T
inscision).
(2) SC ekstraperitonealis merupakan sectio caesarea tanpa
membuka peritoneum parietalis dengan tidak membuka
kavum abdominalis.
16. 27
b) Vagina (SC Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat
dilakukan apabila :
(1) Sayatan memanjang (longitudinal)
(2) Sayatan melintang (tranversal)
(3) Sayatan huruf T
c) Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
(1) Mengeluarkan janin lebih memanjang
(2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
(3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
(1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonial yang baik
(2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture
uteri spontan.
d) SC Ismika Profunda
Dilakuan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
17. 28
Kelebihan :
(1) Penjahitan luka lebih mudah
(2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
(3) Tumpang tindih dari peritonial flap baik sekali untuk
menahan isi uterus ke rongga perineum
(4) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan rupture
uteri spontan lebih kecil.
Kekurangan :
(1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah sehingga
dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan
menyebabkan perdarahan banyak
(2) Keluhan utama pada kandung kemih post operasi tinggi.
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin / Hematokrit ( hb / ht ) untuk mengkaji
perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek
kehilangan darah pada pembedahan
b) Leukosit mengidentifikasi adanya infeksi
5) Komplikasi
a) Perdarahan akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah
yang terputus dan terluka pada saat operasi.
b) Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang
terpotong saat melakukan sectio caesarea.
18. 29
c) Resiko rupture uteri pada kehamilan berikutnya karena jika
pernah mengalami pembedahan pada dinding rahim insisi
yang di buat menciptakan garis kelemahan yang sangat
beresiko untuk rupture pada persalinan berikutnya.
6) perawatan
Tindakan sectio caesarea atas indikasi serotinus
tetap menghadapkan ibu pada trias komplikasi, sehinggan
memerlukan observasi dengan tujuan agar dapat mendeteksi
kejadiannya lebih dini. Observasi trias komplikasi meliputi :
a) Kesadaran penderita
(1) Pada anastesi lumbal
Kesadaran penderita baik oleh karenya ibu dapat
mengetahui hampir semua operasi persalinan
(2) Pada anastesi umum
Pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan
memberika O2 menjelang akhir operasi
b) Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital
(1) Pengukuran :
(a) Tensi, nadi, suhu, dan pernapasan
(b) Keseimbangan cairan melalui produksi urine
(c) Pemberiam cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc
dengan perhitungan 20 tetes/menit (= 1cc/menit).
(d) Infus setelah operasi sekitar 2x24 jam.
19. 30
(2) Pemeriksaan
(a) Paru-paru
- Bersihan jalan napas
- Ronchi basal, unutk mengetahui adanya edema
paru
(b) Bising usus, menandakan berfungsinya usus
(dengan adanya flatus)
(c) Perdarahan local pada luka operasi
(d) Kontraksi rahim, untuk menutup pembuluh darah
(e) Perdarahan pervaginam : evaluasi pengeluaran
lochea.
c) Provilaksis antibiotika
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang
steril, infeksi asenden karena manipulasi vagina sehingga
pemberian antibiotika sangat penting untuk menghindari
terjadinya sepsis.
Pertimbangan pemberian antibiotika :
(1) Bersifat profilaksis, berpedoman pada hasil sensitivitas
(2) Bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi
(3) Kualitas antibiotika yang akan diberikan
(4) Cara pemberian antibiotika
20. 31
d) Mobilisasi penderita
Konsep mobilisasi dini tetap memberikan landasan dasar,
sehingga pulihnya fungsi alat vital dapat segera tercapai.
(1) Mobilisasi fisik
- Setelah sadar pasien boleh miring
- Berikutnya duduk, bahkan jalan dengan infus
- Infus dan kateter pada hari kedua atau ketiga boleh
dilepas
(2) Mobilisasi usus
- Setelah hari pertama dan keadaan baik oleh
penderita boleh minum
- Diikuti makan bubur saring dan pada hari kedua dan
ketiga makan bubur biasa.
8. Komplikasi
Komplikasi pada Ibu:
a. Morbiditas / mortalitas ibu: Dapat meningkat sebagai akibat dari
makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang
menyebabkan terjadi distosia persalinan, partus lama,
meningkatkan persalinan obstetric dan persalinan
traumatis/perdarahan post partum akibat bayi besar.
b. Aspek emosi: ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan
terus berlangsung melewati taksiran persalinan.
21. 32
Komplikasi pada Janin :
a. Oligohidramnion: air ketuban normal pada kehamilan 34-37
minggu adalah 1.000 cc, aterm 800 cc dan lebih dari 42 minggu
400 cc. Akibat oligohidramnion adalah amnion menjadi kental
karena mekonium (diaspirasi oleh janin), asfiksia intrauterine
(gawat janin), pada in partu (aspirasi air ketuban, nilai apgar
rendah, sindrom gawat paru, bronkus paru tersumbat sehingga
menimbulkan atelektasis).
b. Mekonium: mekonium keluar karena reflex vagus terhadap usus.
Peristaltic usus dan terbentuknya sfingter ani membuat mekonium
keluar. Aspirasi air ketuban yang disertai mekonium dapat
menimbulkan gangguan pernafasan bayi/janin, gangguan sirkulasi
bayi setelah lahir dan hipoksia intrauterine sampai kematian janin.
c. Makrosomia: dengan plasenta yang masih baik, terjadi tumbuh
kembang janin dengan berat 4500 gram yang disebut makrosomia.
Akibatnya terhadap persalinan adalah perlu dilakukan tindakan
operatif seksio sesaria, dapat terjadi trauma persalinan karena
operasi vaginal, distosia bahu yang menimbulkan kematian bayi
atau trauma jalan lahir ibu.
d. Dismaturitas bayi: pada usia kehamilan 37 minggu, luas plasenta
11 m2
selanjutnya terjadi penurunan fungsi sehingga plasenta tidak
berkembang atau terjadi klasifikasi dan aterosklerosis pembuluh
darah. Penurunan kemampuan nutrisi plasenta menimbulkan
22. 33
perubahan metabolisme menuju anaerob sehingga terjadi
dismaturitas.
9. Dampak Masalah Terhadap Perubahan Fungsi Sistem Tubuh
a. Sistem Pernapasan
Enam jam pertama bisa terjadi akumulasi sekret dijalan napas
akibat pengaruh anastesi mensupresi pusat napas, menyebabkan
peningkatan mukus, bunyi napas ronchi atau vesikuler, frekuensi
napas 16-24 kali permenit.
b. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel atau perubahan
gelombang T, gelombang P tinggi dan distrithmia, vibrilasi atrium
dan ventrikel tachicardia. Perubahan aktivitas miocardial
mencakup peningkatan frekuensi jantung dan Central Venous
Pressure (CVP) abnormal. Dengan tidak adanya endogenous
stimulus saraf simpatis maka akan mempengaruhi penurunan
kontraktilitas ventrikel. Hal ini mengakibatkan terjadinya
penurunan CO2 dan peningkatan tekanan atrium kiri.
c. Sistem Pencernaan
Terjadi penurunan kerja peristaltik usus akibat efek anastesi, enam
jam pertama tidak diperbolehkan makan untuk mengurangi resiko
aspirasi, peristaltik lemah mempengaruhi kekuatan otot abdominal,
mual dan muntah post SC jarang ditemukan karena kemajuan
dibidang anastesi, 24 jam pertama klien dapat infus intravena untuk
23. 34
memenuhi kebutuhannya, klien dipuasakan sampai bising usus
positif, lakukan test feeding setelah bising usus positif.
d. Sistem Perkemihan
Anastesi dapat mengakibatkan hilangnya sensasi pada area bladder
sampai anastesi hilang, kateter dapat dilepas dari setelah 12 jam
operasi atau keesokan harinya.
e. Sistem Muskuloskeletal
Merasa tidak mampu mengerjakan sesuatu karena kelemahan fisik,
citra tubuh ibu menjadi rusak mengakibatkan ibu merasa sensitif
dan cepat tersinggung.
B. Tinjauan Teoritis tentang Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk
menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan
dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan
seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilakukan secara
berurutan, terus-menerus,saling berkaitan dan dinamis (Potter, 2005).
Tujuan proses keperawatan adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan
perawatan kesehatan klien, menentukan prioritas, menetapkan tujuan dan
hasil asuhan yang diperkirakan, menetapkan dan mengkomunikasikan
rencana asuhan yang berpusat pada klien, memberikan intervensi
keperawatan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan klien dan
mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan dalam mencapai hasil dan
tujuan klien yang diharapkan (Potter, 2005).
24. 35
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada. Data yang dikumpulkan
adalah data subjektif dan data objektif. Metode yang digunakan adalah
melalui wawancara, ispeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi (Hidayat,
2004).
Adapun langkah-langkah dari pengkajian adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
Merupakan upaya untuk mendapatkan data yang dapat
digunakan sebagai informasi tentang klien. Data yang dibutuhkan
tersebut mencakup data tentang bio-psiko-sosial dan spiritual dari
klien, data yang berhubungan dengan klien serta data tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan
klien seperti data tentang keluarga (Hidayat, 2004).
Data yang di kaji adalah sebagaoi berikut :
1) Identitas
a) Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, nomor medical record.
b) Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, serta hubungan dengan
klien.
25. 36
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Riwayat sebelum masuk rumah sakit
Biasanya klien masuk sudah pecah ketubah dari rumah.
b) Keluhan utama
Keluhan utama klien biasanya nyeri pada daerah bekas
operasi.
c) Riwayat keluhan utama
Menggambarkan keluhan saat dilakukan pengkajian serta
menggambarkan kejadian sampai terjadi penyakit saat ini,
dengan menggunakan metode P, Q, R, S, T.
(1) P (Paralatif) : apa yang menyebabkan terjadinya nyeri
pada daerah abdomen, faktor pencetusnya adalah post
op sectio caesarea a/i serotinus.
(2) Q (Qualitatif/quantitatif) : bagaimana bentuk atau
gambaran keluhan yang dirasakan dan sejauh mana
tingkat keluhannya. Pada kasus post op sectio
caesarea a/i serotinus nyeri yang dirasakan :
berdenyut, tumpul atau tusukan.
(3) R (Region) : lokasi keluhan dirasakan dan
penyebarannya. Pada kasus post op sectio caesarea a/i
serotinus nyeri terjadi pada daerah abdomen dan
menyebar disekitarnya.
26. 37
(4) S (Skala) : intensitas keluhan apakah sampai
mengganggu atau tidak. Pada kasus post op sectio
caesarea a/i serotinus nyeri selalu mengganggu
dengan skala 6 (0-10).
(5) T (Timing) : kapan waktu mulai terjadi keluhan dan
berapa lama kejadian ini berlangsung. Pada kasus post
op sectio caesarea a/i serotinus biasanya nyeri setelah
operasi dan berlangsung terus-menerus sampai
keadaan luka membaik (Priharjo, 2002).
d) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien belum pernah menderita penyakit yang
sama atau klien tidak pernah mengalami penyakit yang
berat atau suatu penyakit tertentu yang memungkinkan
akan berpengaruh pada kesehatan sekarang.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada klien dengan sectio caesarea tidak
tergantung dari keturunan. Biasanya juga tidak ada
anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
27. 38
f) Riwayat Obstetri dan Ginekologi
(1) Riwayat Ginekologi
(a) Riwayat Menstruasi
Perlu dikaji usia pertama kali haid, siklus dan
lamanya haid, warna dan jumlah, HPHT dan
tafsiran kehamilan.
(b) Riwayat Perkawinan
Perlu dikaji usia saat menikah dan usia
pernikahan, pernikahan ke berapa bagi klien dan
suami.
(c) Riwayat Keluarga Berencana
Jenis kontrasepsi yang digunakan sebelum hamil,
waktu dan lamanya, apakah ada masalah, jenis
kontrasepsi yang akan digunakan.
(2) Riwayat Obstetri
Perlu dikaji riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
yang lalu yang terdiri dari tahun persalinan, tempat
persalinan, umur kehamilan, jenis kelamin anak, BB
anak, keluhan saat hamil, dan keadaan anak sekarang.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : kilen dengan sectio caesarea akan
mengalami kelemahan.
b) Kesadaran : pada umumnya Compos Mentis
28. 39
c) Tanda-tanda vital : Hal-hal yang dilakukan pada
pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien post op sectio
caesarea biasanya tekanan darah menurun, suhu
meningkat, nadi meningkat, dan pernapasan meningkat.
d) Sistem Pernapasan
Pada klien dengan post op sectio caesarea biasanya
bentuk hidung simetris, tidak adanya secret pada lubang
hidung, pergerakan cuping hidung waktu bernapas baik,
gerakan dada saat bernapas simetris, ronchi (-), wheezing
(-), frekuensi dalam batas normal.
e) Sistem Indera
(1) Mata : pada klien post op sectio caesarea tidak ada
radang dan udema pada palpebra, sklera tidak ikterus,
konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, pergerakan
bola mata baik, tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri
tekan serta tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
(2) Hidung : pada klien postop sectio caesarea hidung
simetris kiri dan kanan tidak ada sekret dan tanda-
tanda radang, tidak ada benjolan dan tidak terdapat
nyeri tekan.
(3) Telinga : pada klien post op sectio caesarea tidak
terdapat pemasangan alat bantu pendengaran,
29. 40
pendengarannya baik, tidak ada benjolan serta tidak
ada nyeri tekan.
f) Sistem Kardiovaskuler
Biasanya pada klien post op sectio caesarea konjungtiva
pucat, warna bibir pucat, ada tidaknya peninggian vena
jugularis, auskultasi bunyi jantung pada daerah dada
normal dan pengukuran tekanan darah menurun.
g) Sistem Pencernaan
Biasanya pada klien dengan post sectio caesarea keadaan
mulut, gigi dan bibir kotor, peristaltik usus menurun,
adanya nyeri tekan.
h) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya pada klien post sectio caesarea derajat Range Of
Montion pada tungkai bawah lemah , ketidaknyamanan
atau nyeri yang pada waktu bergerak, akibat adanya luka
post operasi, biasanya tonus dan kekuatan ototnya
menurun.
i) Sistem Persyarafan
(1) Kesadaran : Compos Mentis
(2) Status mental
(a) Klien dapat berorientasi terhadap orang, tempat,
dan waktu.
(b) Klien berbicara dengan jelas.
30. 41
(3) Tes fungsi kranial
(a) Nervus I (Olfaktorius)
Dapat membedakan bau.
(b) Nervus II (optikus)
Dapat membaca papan nama dalam jarak 30 cm.
(c) Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, Troclearis,
dan Abdusen)
Fungsi koordinasi gerakan mata baik, dapat
menggerakkan bola mata ke arah sesuai petunjuk
pemeriksa, kontraksi pupil terhadap cahaya ada,
pupil mengecil saat terkena cahaya.
(d) Nervus V (Trigemius)
Dapat merasakan sentuhan dan dapat membuka
mulut dan mengunyah.
(e) Nervus VII (Facialis)
Dapat membuka mulut dan menjulurkan lidahnya,
dan dapat membedakan rasa.
(f) Nervus VIII (Akustikus)
Dapat mendengar dengan baik.
(g) Nervus IX (Glossofaringeus)
Dapat melakukan gerakan menelan.
31. 42
(h) Nervus X (Vagus)
Saat mengucapkan kata “ah” uvula tertarik ke atas
dan terlihat simetris.
(i) Nervus XI (Assesorius)
Mampu mengangkat bahu.
(j) Nervus XI (Hipoglosus)
Dapat menggerakakan lidahnya ke segala arah.
j) Sistem Perkemihan
Biasanya pada klien dengan post sectio caesarea tidak
terjadi pembengkakan pada kandung kemih karena
terpasang kateter, warna urine kuning pekat.
k) Sisrtem Reproduksi
(1) Payudara
Terlihat simetris antara kiri dan kanan, tampak
hiperpigmentasi pada areola mammae, puting susu
baik, konsistensi lembek.
(2) Abdomen (Uterus)
Pada klien pos op sectio caesraea konsistensi keras,
biasanya klirn meringis saat bergerak dan merubah
posisi, dan terdapat luka jahitan.
32. 43
(3) Vulva
Biasanya daerah vulva banyak darah, terdapat loche
rubra, tidak terdapat oedema pada labia mayora dan
minora.
l) Sistem Integumen
Biasanya pada klien dengan post sectio caesarea keadaan
kulit lembab, rambut dan kuku kotor.
m) Sistem Endokrin
Biasanya pada klien dengan post sectio caesarea tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, peneluaran ASI lancar dan
kontraksi uterus baik.
n) Sistem Imun
Biasanya pada klien dengan sectio caesarea tidak terdapat
pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar limfe.
4) Pola Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah sakit dan
pola aktivitas klien selama di rumah, terdiri atas :
a) Nutrisi : kaji adanya perubahan dan masalah dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi karena kurangnya nafsu
makan, kehilangan sensasi kecap, menelan, mual dan
muntah.
33. 44
b) Eliminasi (BAB dan BAK) : bagaimana pola eliminasi
BAK dan BAB, apakah ada perubahan selama sakit atau
tidak.
c) Istrahat tidur : kesulitan tidur dan istrahat karena adanya
nyeri dan kejang otot.
d) Personal hygiene : klien biasanya memerlukan bantuan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.
e) Aktivitas gerak : kaji adanya kehilangan sensasi atau
paralise dan kerusakan dalam memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-harinya karena adanya kelemahan.
5) Data Psikologi
Menurut Zaidin (2002), data psikologis mencakup :
a) Status emosi
Klien menjadi iritable atau emosi yang labil terjadi secara
tiba-tiba klien menjadi mudah tersinggung.
b) Konsep diri
(1) Body image : klien memiliki persepsi dan merasa
bahwa bentuk tubuh dan penampilan sekarang
mengalami penurunan, berbeda dengan keadaan
sebelumnya.
(2) Ideal diri : klien merasa tidak dapat mewujudkan cita-
cita yang diinginkan.
34. 45
(3) Harga diri : klien merasa tidak berharga, lain dengan
kondisinya yang sekarang, klien merasa tidak mampu
dan tidak berguna serta cemas dirinya akan selalu
memerlukan bantuan orang lain.
(4) Peran : klien merasa dengan kondisinya yang
sekarang, tidak dapat melakukan peran yang
dimilkinya baik sebagai orang tua, suami / istri
ataupun seorang pekerja.
(5) Identitas diri : klien memandang dirinya berbeda
dengan orang lain karena kondisi badannya yang
disebabkan oleh penyakitnya.
c) Pola koping
Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau menjadi
tertutup.
6) Data Sosial
Klien dengan sectio caesarea cenderung tidak mau
bersosialisasi dengan orang lain yang disebabkan oleh rasa
malu terhadap keadaannya.
7) Data Spiritual
Perlu dikaji keyakinan klien tentang kesembuhannya
dihubungkan dengan agama yang dianut klien, dan
bagaimana persepsi klien tentang penyakitnya. Bagaimana
aktivitas spiritual klien selama menjalani perawatan di rumah
35. 46
sakit, dan siapa yang menjadi pendorong dan memotivasi
bagi kesembuhan klien.
8) Pemeriksaan penunjang
Kaji pemeriksaan darah hb, hematokrit, leukosit dan USG.
b. Pengelompokan Data
Pengelompokan data adalah mengelompakkan data-data
klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami
permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria
permasalahannya. Setelah dapat dikelompokkan, maka perawat
dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dengan
merumuskannya. Adapun data-data yang muncul diklasifikasikan
dalan data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah kata
yang diungkapkan atau dikeluhkan klien sedangkan data obyektif
adalah data yang diperoleh dari hasil observasi atau pengukuran
(Nursalam, 2002).
c. Analisa Data
Analisa data adalah proses intelektual yaitu kegiatan
mentabulasi, menyelidiki, mengklasifikasi dan mengelompkkan
data serta mengkaitkannya untuk menentukan kesimpulan dalam
bentuk diagnosa keperawatan, biasanya ditemukan data subjektif
dan objektif (Carpenito, 2002).
36. 47
Dalam analisa data mengandung 3 komponen utama yaitu :
1) Problem (P / masalah), merupakan gambaran keadaan dimana
tindakan keperawatan dapat diberikan.
2) Etiologi (E / penyebab), keadaan ini menunjukan penyebab
keadaan atau masalah kesehatan yang memberikan arah
terhadap terapi keperawatan.
3) Sign dan symptom (S / tanda dan gejala), adalah ciri tanda
dan gejala, yang merupakan suatu informasi yang diperlukan
untuk dapat merumuskan suatu diagnosis keperawatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan
respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang
perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya.
Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar
pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien lalu
dan konsultasi dengan profesional lain, yang kesemuanya
dikumpulkan selama pengkajian (Potter, 2005).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
sectio caesarea a/i serotinus adalah :
a. Nyeri yang berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
pada dinding abdomen.
b. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya proses
pembedahan
37. 48
c. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan tindakan
anastesi.
d. Gangguan pemenuhan ADL : defisit perawatan diri berhubungan
dengan penurunan ketahanan dan kekuatan.
e. Kurangnya pengetahuan mengenai periode pemulihan dan
kebutuhan perawatan bayi yang berhubungan dengan kurangnya
informasi dan tidak mengenal sumber-sumber.
f. Kecemasan berhubungan dengan ancaman konsep diri, perubahan
status kesehatan.
g. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis,
efek-efek anastesi.
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan
keperawatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan
terpenuhinya kebutuhan pasien.
a. Nyeri yang berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
pada dinding abdomen.
Tujuan : rasa nyaman terpenuhi dan tidak terasa nyeri.
38. 49
Kriteria :
1) Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk
mengatasi nyeri / ketidaknyamanan nyeri dengan tepat.
2) Mengungkapkan berkurangnya nyeri
3) Tampak rileks, mampu tidur / istrahat dengan tepat.
Tabel 2. Intervensi dan rasional nyeri
Intervensi Rasional
1. Tentukan karakteristik dan lokasi
ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat
verbal dan nonverbal seperti
meringis, kaku dan gerakan
melindungi atau terbatas.
2. Berikan informasi dan petunjuk
antisipasi mengenai penyebab
ketidaknyamanan dan intervensi
yang tepat.
3. Observasi tanda-tanda vital.
4. Perhatikan nyeri tekan uterus dan
adanya karakteristik nyeri klien :
perhatikan infus oksitosin pasca
operasi.
1. Klien mungkin tidak secara
verbal melaporkan nyeri dan
ketidaknyamanan secara
langsung. Membedakan
karakteristik khusus dari nyeri,
membantu membedakan nyeri
pasca operasi dari terjadinya
komplikasi.
2. Meningkatkan pemecahan
masalah, membantu
mengurangi nyeri berkenaan
dengan ansietas dan ketakutan.
3. Pada banyak klien, nyeri dapat
menyebabkan gelisah serta
dapat meningkatkan TD dan
nadi.
4. Selama 12 jam pertama pasca
partum kondisi uterus kuat dan
teratur dan ini berlanjut selama
2 sampai tiga 3 hari berikutnya,
meskipun frekuensi dan
intesitasnya dikurangi.
b. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya proses
pembedahan.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
39. 50
Kriteria :
1) Menunjukkan luka bebas dari drainage purulen dengan tanda
awal penyembuhan, uterus lunak / tidak nyeri tekan, dengan
aliran dan karakter lochea normal.
2) Bebas dari infeksi, dan tidak demam.
Tabel 3. Intervensi dan rasional resiko infeksi
Intervensi Rasional
1. Anjurkan dan gunakan tekhnik
mencuci tangan dengan cermat dan
pembuangan pengalas kotoran,
pembalut perineal, dan linen
terkontaminasi dengan tepat.
2. Tinjau ulang Hb / Ht prenatal :
perhatikan adanya kondisi yang
mempredisposisikan klien pada
infeksi pasca operasi.
3. Observasi suhu tubuh.
4. Memberikan obat antibiotik
1. Membantu mencegah dan
membatasi penyebaran infeksi.
2. Anemia dan persalinan yang
lama sebelum kelahiran caesarea
meningkatkan resiko infeksi dan
perlambatan penyembuhan.
3. Dengan peningkatan suhu tubuh
dapat diketahui adanya proses
infeksi.
4. Antibiotik efektif untuk
mencegah infeksi.
c. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan tindakan
anastesi.
Tujuan : konstipasi tidak terjadi
Kriteria :
1) Mendemonstrasikan kembali motilitas usus dibuktikan oleh
bising usus aktif dan keluarnya flatus.
2) Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya / optimal dalam
empat hari pasca partum.
40. 51
Tabel 4. Intervensi dan rasional gangguan eliminasi : konstipasi
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bising usus setiap 4 jam
setelah kelahiran caesarea.
2. Palpasi abdomen, perhatikan distensi
atau ketidaknyamanan.
3. Anjurkan cairan oral yang adekuat.
Anjurkan vdiet makanan kasar dan
buah-buahan dan sayuran dengan
bijinya.
4. Anjurkan latihan kaki dan
pengencangan abdominal, tingkatkan
ambulasi dini.
5. Kolaborasi pemberian pelunak feses
1. Menentukan kesiapan terhadap
pemberian makan peroral dan
kemungkinan terjadinya
komplikasi.
2. Menandakan pembentukan gas
dan akumulasi atau
kemungkinan ileus paralitik.
3. Makanan kasar (buah, sayur
khususnya kulit dan bijinya) dan
meningkatnya cairan,
merangsang eliminasi dan
mencegah terjadinya konstipasi.
4. Latihan kaki mengencangkan
otot-otot abdomen dan
memperbaiki motolitas
abdomen. Ambulasi progresif
setelah 24 jam meningkatkan
peristaltik dan pengeluaran gas
dan menghilangkan atau
mencegah nyeri karena gas.
5. Melunakkan feses, merangsang
peristaltik dan membantu
mengembalikan fungsi usus.
d. Gangguan pemenuhan ADL : defisit perawatan diri berhubungan
dengan keterbatasan gerak akibat nyeri.
Tujuan : perawatan diri klien teratasi
Kriteria : Penampilan klien rapi
Tabel 5. Intervensi dan rasional defisit perawatan diri
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien untuk
merawat diri.
2. Bantu klien untuk memenuhi
personah hygiene dengan cara
memandikan
3. Beri HE pada klien dan
keluarga tentang pentingnya
perawatan diri
1.Untuk mengetahui tingkat kemampuan
klien dalam melakukan perawatan diri.
2.Memberikan rasa nyaman kepada
klien dan mempertahankan kebersihan
diri.
3.Agar klien dan keluarga dapat
memahami tentang pentingnhya
perawatan diri.
41. 52
e. Kurangnya pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode
pemulihan dan kebutuhan perawatan bayi yang berhubungan
dengan kurangnya informasi dan tidak mengenal sumber-sumber.
Tujuan : tidak terjadi kesalahan interpretasi terhadap perubahan
fisiologis.
Krtiteria :
1) Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis,
kebutuhan-kebutuhan individu.
2) Melakukan aktivitas-aktivitas / prosedur yang perlu dengan
benar dan penjelasan untuk alasan tindakan.
Tabel 6. Intervensi dan rasional kurang pengetahuan
Intervensi Rasional
1. Kaji kesiapan dan motivasi klien
untuk belajar. Bantu klien dalam
mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhan.
2. Berikan rencana penyuluhan
tertulis.
3. Berikan informasi yang
berhubungan dengan perubahan
fisiologis dan psikologis yang
normal berkenaan dengan
kelahiran caesarea dan kebutuhan
berkenaan dengan periode paska
partum.
4. Demonstrasikan teknik-teknik
perawatan bayi.
1. Periode paska partum dapat
menjadi pengalaman postif bila
kesempatan penyuluhan diberikan
untuk membantu mengembangkan
pertumbuhan ibu, maturasi dan
kompetensi.
2. Membantu menjamin kelengkapan
informasi yang diterima orang tua
dan menurunkan konfusi klien yang
disebabkan oleh desiminasi nasihat
atau informasi yang menimbulkan
konflik.
3. Membantu klien mengenali
perubahan normal dari respon-
respon abnormal yang mungkin
memerlukan tindakan.
4. Membantu orang tua dalam
penguasaan tugas-tugas baru.
42. 53
f. Kecemasan berhubungan dengan ancaman konsep diri, perubahan
status kesehatan.
Tujuan : rasa aman klien terpenuhi dengan cenas hilang
Kriteria :
1) Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas.
2) Kelihatan rileks, dapat tidur / istrahat dengan benar.
Tabel 7. Intervensi dan rasional kecemasan
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien.
2. Dorong klien atau pasangan untuk
mengungkapkan perasaan.
3. Bantu klien atau pasangan dalam
mengidentifikasi mekanisme koping
yang lazim dan perkembangan strategi
koping baru jika dibutuhkan.
4. Berikan informasi yang akurat tentang
keadaan klien dan bayi.
5. Mulai kontak antara klien / pasangan
dengan bayi segera mungkin.
1. Untuk mengetahui tingkat
kecemasan ringan, sedang,
berat sehingga
memudahkan untuk
menentukan intervensi.
2. Klien akan merasa lega
setelah mengungkapkan
perasaannya.
3. Membantu memfasilitasi
adaptasi positif terhadap
peran baru : mengurangi
perasaan ansietas.
4. Khayalan yang disebabkan
oleh kurangnya informasi
atau kesalah pahaman dapat
meningkatkan tingkat
kecemasan.
5. Mengurangi ansietas yang
mungkin berhubungan
dengan penanganan bayi.
g. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis,
efek-efek anastesi.
Tujuan : perubahan eliminasi urine teratasi.
Kriteria :
1) Mendapatkan pola berkemih yang biasa / optimal setelah
pengangkatan kateter.
2) Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih.
43. 54
Tabel 8. Intervensi dan rasional perubahan pola elimiasi urine
Intervensi Rasional
1. Perhatikan pola berkemih dan
awasi keluaran urine.
2. Kaji karakteristik urine, perhatikan
warna, kejernihan bau.
3. Palpasi kandung kemih, selidiki
keluhan ketidaknyamanan
kemampuan berkemih.
4.Berikan perawatan kebersihan
perineal dan perawatan kateter bila
ada.
5.Berikan tindakan berkemih rutin,
contoh privasi, posisi normal,
aliran air pada baskom, penyiraman
air hangat pada perineum.
1. Dapat mengindikasikan retensi
urine bila berkemih dengan sering
dalam jumlah sedikit / kurang
(<100ml).
2. Retensi urine, drainase vaginal dan
kemungkinan adanya kateter
intermiten / tak menetep
meningkatkan resiko infeksi,
khusunya bila pasien mempunyai
jahitan perineal.
3. Persepsi kandung kemih penuh,
distensi kandung kemih diatas
simphisis pubis menunjukkan
retensi urine.
4. Meningkatkan kebersihan
menurunkan resiko ISK..
5. Meningkatkan relaksai otot
perineal dan dapat mempermudah
upaya berkemih.
4. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada perawat
untuk membuat klien dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan (Nursalam, 2002).
44. 55
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati
dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Dalam
evaluasi, proses perkembangan klien dinilai selama 24 jam terus-
menerus yang ditulis dalam bentuk catatan atau laporan keperawatan
yang ditulis oleh perawat jaga sebelum mengakhiri jam dinasnya
(Hidayat, 2004).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir yaitu sebagai berikut :
S : Respon subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
A : Analiasa ulang atas data subyektif dan data obyektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau ada masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa data pada
respon.
45. 56
Oleh karena itu perlu diadakan pengkajian ulang dengan
mengajukan pertanyaan yang berdasarkan tujuan rencana keperawatan
yaitu:
a. Apakah kebutuhan rasa nyaman nyeri teratasi ?
b. Apakah terdapat tanda-tanda infeksi ?
c. Apakah gangguan pola eliminasi BAB tetasi ?
d. Apakah kebutuhan perawatan klien terpenuhi ?
e. Apakah kurang pengetahuan klien teratasi ?
f. Apakah kecemasan klien teratasi ?
g. Apakah perubahan eliminasi urine teratasi ?