Dokumen tersebut membahas tentang pengembangan teknologi pengolahan biodiesel dari minyak goreng bekas dengan teknik mikrofiltrasi dan transesterifikasi sebagai alternatif bahan bakar mesin diesel. Teknologi pengolahan yang dikembangkan meliputi proses pretreatment menggunakan mikrofiltrasi, transesterifikasi satu tahap dengan NaOH sebagai katalis, dan pemurnian menggunakan dry washing. Hasil analisis menunjukkan kondisi optimum diper
Eksperimen membuat biodiesel dari minyak jelantah melalui proses transesterifikasi menggunakan metanol dan katalis basa NaOH. Hasil pengujian menunjukkan kadar asam lemak bebas dan densitas biodiesel sesuai standar, namun viskositas biodiesel terlalu tinggi karena metanol habis sebelum reaksi selesai.
Dokumen ini membahas pengaruh rasio reaktan dan jumlah katalis terhadap proses pembentukan metil ester dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal proses tersebut dengan variasi rasio mol minyak PFAD dan metanol serta persentase katalis asam sulfat (H2SO4) dan katalis basa kalium hidroksida (KOH) yang digunak
Dokumen tersebut membahas tentang pembentukan biodiesel melalui proses transesterifikasi menggunakan katalis abu tandan kosong kelapa sawit. Proses ini melibatkan esterifikasi minyak kelapa sawit untuk menurunkan kadar asam lemak bebas, diikuti dengan transesterifikasi menggunakan metanol dan variasi rasio abu tandan kosong sebagai katalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yield biodiesel tertinggi dicapai pada
Laporan ini membahas proses penepungan singkong untuk menghasilkan tepung singkong. Tahapan prosesnya meliputi sortasi, pencucian, reduksi ukuran, blanching, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Hasilnya adalah tepung singkong dengan berat 69 gram dan kadar air 34,5% yang memiliki warna putih kekuningan, rasa hambar, aroma khas singkong, dan tekstur kasar.
Penelitian ini menggunakan campuran minyak kelapa dan minyak jelantah sebagai bahan baku untuk membuat biodiesel melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi. Proses ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Proses Universitas Lambung Mangkurat dan Laboratorium Biofuel PT Adaro Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan limbah minyak jelantah serta meningkatkan nilai minyak kelapa menjadi bahan baku alternatif pembuatan
Dokumen tersebut membahas tentang pengembangan teknologi pengolahan biodiesel dari minyak goreng bekas dengan teknik mikrofiltrasi dan transesterifikasi sebagai alternatif bahan bakar mesin diesel. Teknologi pengolahan yang dikembangkan meliputi proses pretreatment menggunakan mikrofiltrasi, transesterifikasi satu tahap dengan NaOH sebagai katalis, dan pemurnian menggunakan dry washing. Hasil analisis menunjukkan kondisi optimum diper
Eksperimen membuat biodiesel dari minyak jelantah melalui proses transesterifikasi menggunakan metanol dan katalis basa NaOH. Hasil pengujian menunjukkan kadar asam lemak bebas dan densitas biodiesel sesuai standar, namun viskositas biodiesel terlalu tinggi karena metanol habis sebelum reaksi selesai.
Dokumen ini membahas pengaruh rasio reaktan dan jumlah katalis terhadap proses pembentukan metil ester dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal proses tersebut dengan variasi rasio mol minyak PFAD dan metanol serta persentase katalis asam sulfat (H2SO4) dan katalis basa kalium hidroksida (KOH) yang digunak
Dokumen tersebut membahas tentang pembentukan biodiesel melalui proses transesterifikasi menggunakan katalis abu tandan kosong kelapa sawit. Proses ini melibatkan esterifikasi minyak kelapa sawit untuk menurunkan kadar asam lemak bebas, diikuti dengan transesterifikasi menggunakan metanol dan variasi rasio abu tandan kosong sebagai katalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yield biodiesel tertinggi dicapai pada
Laporan ini membahas proses penepungan singkong untuk menghasilkan tepung singkong. Tahapan prosesnya meliputi sortasi, pencucian, reduksi ukuran, blanching, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Hasilnya adalah tepung singkong dengan berat 69 gram dan kadar air 34,5% yang memiliki warna putih kekuningan, rasa hambar, aroma khas singkong, dan tekstur kasar.
Penelitian ini menggunakan campuran minyak kelapa dan minyak jelantah sebagai bahan baku untuk membuat biodiesel melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi. Proses ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Proses Universitas Lambung Mangkurat dan Laboratorium Biofuel PT Adaro Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan limbah minyak jelantah serta meningkatkan nilai minyak kelapa menjadi bahan baku alternatif pembuatan
Dokumen tersebut membahas tentang pengaruh penggorengan berulang terhadap minyak dan produk yang digoreng. Secara garis besar, dokumen menjelaskan bahwa penggorengan berulang dapat menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia pada minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi, sehingga dapat mempengaruhi mutu produk yang digoreng. Dokumen juga menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
1. Penelitian ini mengkaji karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari transesterifikasi minyak jelantah menggunakan teknik kavitasi hidrodinamik dengan berbagai konsentrasi metanol.
2. Hasilnya menunjukkan konsentrasi metanol 99,9% menghasilkan biodiesel yang memenuhi standar SNI dengan yield tertinggi 92,93%.
3. Sedangkan konsentrasi metanol di bawah 99,9% belum mampu menghasilkan
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menguji penurunan angka peroksida dan asam lemak bebas pada proses pemurnian minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif dari polong buah kelor dengan aktivasi NaCl dan variasi suhu.
2. Hasil menunjukkan penurunan angka peroksida terbesar terjadi pada proses bleaching dengan karbon aktif yang diaktivasi NaCl 30% pada suhu 650°C, sedangkan
Dokumen ini membahas produksi biodiesel dari minyak biji karet dan minyak sawit menggunakan energi ultrasonik serta karakteristik campuran keduanya. Metode ini mampu mempersingkat waktu reaksi dibandingkan metode konvensional. Hasilnya menunjukkan transesterifikasi ultrasonik meningkatkan rendemen biodiesel sawit dan mampu menurunkan bilangan asam minyak biji karet. Campuran kedua biodiesel ini memenuhi standar karakteristik biod
Laporan Praktikum Minyak Kelapa Modern dan TradisionalErnalia Rosita
Laporan praktikum ini membahas tiga cara pembuatan minyak kelapa yaitu secara modern, tradisional dan kering. Cara modern melibatkan penambahan asam asetat untuk memisahkan minyak dan memberikan hasil sebesar 26,8%. Cara tradisional menggunakan bubur santan dan memberikan hasil 37,33%. Cara kering melibatkan proses pengeringan buah kelapa menjadi kopra terlebih dahulu.
Laporan praktikum ini membahas tentang teknologi pengolahan pengeringan dan penepungan umbi ubi jalar menjadi tepung. Terdapat tiga metode yang digunakan yaitu blanching, perendaman air biasa, dan perendaman Na2S2O5. Hasilnya berupa tepung ubi jalar dengan berat dan persentase produk berbeda untuk setiap metode. Proses pembuatannya meliputi sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, pengeringan
Penelitian ini bertujuan untuk memproses minyak jelantah menjadi biodiesel sebagai bahan bakar alternatif melalui proses transesterifikasi menggunakan teknik kavitasi hidrodinamik untuk mengurangi limbah minyak. Metode penelitian meliputi pemurnian minyak jelantah, degumming, esterifikasi, dan transesterifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak jelantah dapat diubah menjadi biodiesel
Studi kualitas minyak_goreng_dengan_parameter_viskositas_dan_indeks_biasbrawijaya university
Studi ini menganalisis kualitas minyak goreng yang belum pernah dipakai, satu kali pakai, dan dua kali pakai dengan mengukur viskositas dan indeks biasnya. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa minyak goreng yang belum pernah dipakai memiliki nilai viskositas dan indeks bias tertinggi, sedangkan minyak goreng yang sudah dipakai dua kali memiliki nilai terendah.
Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan sorbet dari buah melon. Sorbet dibuat dengan mencampur bubur buah melon dengan gula dan air lalu dimasak dan dibekukan menggunakan ice cream maker. Hasil pengamatan menunjukkan sorbet yang dihasilkan memiliki warna hijau, rasa manis, aroma khas melon, tekstur lembut, dan kenampakan yang menarik dengan persentase overrun sebesar 11,76%.
absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebuYoga Firmansyah
Absorpsi, Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Serat Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan minuman serbuk jahe dengan metode ko-kristalisasi menggunakan bahan baku jahe dan gula.
2. Hasilnya berupa serbuk minuman dengan berat 153,04 gram dan persentase 76,52% dari basis 200 gram, dengan sifat organoleptik yang menarik.
3. Metode ko-kristalisasi memanfaatkan sifat kristalisasi gula untuk menghasilkan ser
Dokumen tersebut membahas pengaruh modifikasi enzimatis menggunakan enzim α-amilase dari kecambah kacang hijau terhadap karakteristik tepung biji nangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inkubasi optimum adalah dua hari dengan kadar protein tertinggi 14,57% dan konsentrasi enzim optimum adalah 35% dengan kadar protein 17,59%.
1. Karbon aktif dari ampas tebu dapat menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bekas dengan maksimal pada konsentrasi 3 gram dan waktu 80 menit.
2. Kadar asam lemak bebas terendah yang diperoleh adalah 0,2723% memenuhi standar kualitas minyak goreng.
3. Saran lanjutan termasuk penelitian struktur karbon aktif dan kemampuan adsorbsinya terhadap zat lain.
Ringkasan artikel ilmiah ini adalah:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perengkahan termal campuran oli bekas dan minyak jelantah dapat menghasilkan bahan bakar minyak.
2. Perengkahan dilakukan pada tiga rasio campuran (0,5:1, 1:1, 1,5:1) dan tiga suhu (4000C, 4500C, 5000C) menggunakan reaktor semibatch.
3. Hasil analisis menunjuk
Dokumen tersebut membahas tentang pengaruh penggorengan berulang terhadap minyak dan produk yang digoreng. Secara garis besar, dokumen menjelaskan bahwa penggorengan berulang dapat menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia pada minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi, sehingga dapat mempengaruhi mutu produk yang digoreng. Dokumen juga menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
1. Penelitian ini mengkaji karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari transesterifikasi minyak jelantah menggunakan teknik kavitasi hidrodinamik dengan berbagai konsentrasi metanol.
2. Hasilnya menunjukkan konsentrasi metanol 99,9% menghasilkan biodiesel yang memenuhi standar SNI dengan yield tertinggi 92,93%.
3. Sedangkan konsentrasi metanol di bawah 99,9% belum mampu menghasilkan
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menguji penurunan angka peroksida dan asam lemak bebas pada proses pemurnian minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif dari polong buah kelor dengan aktivasi NaCl dan variasi suhu.
2. Hasil menunjukkan penurunan angka peroksida terbesar terjadi pada proses bleaching dengan karbon aktif yang diaktivasi NaCl 30% pada suhu 650°C, sedangkan
Dokumen ini membahas produksi biodiesel dari minyak biji karet dan minyak sawit menggunakan energi ultrasonik serta karakteristik campuran keduanya. Metode ini mampu mempersingkat waktu reaksi dibandingkan metode konvensional. Hasilnya menunjukkan transesterifikasi ultrasonik meningkatkan rendemen biodiesel sawit dan mampu menurunkan bilangan asam minyak biji karet. Campuran kedua biodiesel ini memenuhi standar karakteristik biod
Laporan Praktikum Minyak Kelapa Modern dan TradisionalErnalia Rosita
Laporan praktikum ini membahas tiga cara pembuatan minyak kelapa yaitu secara modern, tradisional dan kering. Cara modern melibatkan penambahan asam asetat untuk memisahkan minyak dan memberikan hasil sebesar 26,8%. Cara tradisional menggunakan bubur santan dan memberikan hasil 37,33%. Cara kering melibatkan proses pengeringan buah kelapa menjadi kopra terlebih dahulu.
Laporan praktikum ini membahas tentang teknologi pengolahan pengeringan dan penepungan umbi ubi jalar menjadi tepung. Terdapat tiga metode yang digunakan yaitu blanching, perendaman air biasa, dan perendaman Na2S2O5. Hasilnya berupa tepung ubi jalar dengan berat dan persentase produk berbeda untuk setiap metode. Proses pembuatannya meliputi sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, pengeringan
Penelitian ini bertujuan untuk memproses minyak jelantah menjadi biodiesel sebagai bahan bakar alternatif melalui proses transesterifikasi menggunakan teknik kavitasi hidrodinamik untuk mengurangi limbah minyak. Metode penelitian meliputi pemurnian minyak jelantah, degumming, esterifikasi, dan transesterifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak jelantah dapat diubah menjadi biodiesel
Studi kualitas minyak_goreng_dengan_parameter_viskositas_dan_indeks_biasbrawijaya university
Studi ini menganalisis kualitas minyak goreng yang belum pernah dipakai, satu kali pakai, dan dua kali pakai dengan mengukur viskositas dan indeks biasnya. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa minyak goreng yang belum pernah dipakai memiliki nilai viskositas dan indeks bias tertinggi, sedangkan minyak goreng yang sudah dipakai dua kali memiliki nilai terendah.
Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan sorbet dari buah melon. Sorbet dibuat dengan mencampur bubur buah melon dengan gula dan air lalu dimasak dan dibekukan menggunakan ice cream maker. Hasil pengamatan menunjukkan sorbet yang dihasilkan memiliki warna hijau, rasa manis, aroma khas melon, tekstur lembut, dan kenampakan yang menarik dengan persentase overrun sebesar 11,76%.
absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebuYoga Firmansyah
Absorpsi, Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Serat Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pembuatan minuman serbuk jahe dengan metode ko-kristalisasi menggunakan bahan baku jahe dan gula.
2. Hasilnya berupa serbuk minuman dengan berat 153,04 gram dan persentase 76,52% dari basis 200 gram, dengan sifat organoleptik yang menarik.
3. Metode ko-kristalisasi memanfaatkan sifat kristalisasi gula untuk menghasilkan ser
Dokumen tersebut membahas pengaruh modifikasi enzimatis menggunakan enzim α-amilase dari kecambah kacang hijau terhadap karakteristik tepung biji nangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inkubasi optimum adalah dua hari dengan kadar protein tertinggi 14,57% dan konsentrasi enzim optimum adalah 35% dengan kadar protein 17,59%.
1. Karbon aktif dari ampas tebu dapat menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bekas dengan maksimal pada konsentrasi 3 gram dan waktu 80 menit.
2. Kadar asam lemak bebas terendah yang diperoleh adalah 0,2723% memenuhi standar kualitas minyak goreng.
3. Saran lanjutan termasuk penelitian struktur karbon aktif dan kemampuan adsorbsinya terhadap zat lain.
Ringkasan artikel ilmiah ini adalah:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perengkahan termal campuran oli bekas dan minyak jelantah dapat menghasilkan bahan bakar minyak.
2. Perengkahan dilakukan pada tiga rasio campuran (0,5:1, 1:1, 1,5:1) dan tiga suhu (4000C, 4500C, 5000C) menggunakan reaktor semibatch.
3. Hasil analisis menunjuk
Ringkasan artikel ilmiah ini adalah:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perengkahan termal campuran oli bekas dan minyak jelantah dapat menghasilkan bahan bakar minyak.
2. Perengkahan dilakukan pada tiga rasio campuran (0,5:1, 1:1, 1,5:1) dan tiga suhu (4000C, 4500C, 5000C) menggunakan reaktor semibatch.
3. Hasil analisis menunjuk
Pengembangan produksi minyak serai wangi sebagai bioaditif pada bahan bakar ...Hendro Baskoro
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Penelitian mengkaji potensi minyak serai wangi sebagai bioaditif pada bahan bakar minyak melalui proses ekstraksi gelombang mikro
2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak minyak serai wangi mengandung sitronellal, geraniol, dan sitronellol yang berpotensi meningkatkan pembakaran bahan bakar
3) Penambahan ekstrak minyak serai wangi 3% p
Dokumen tersebut membahas tentang minyak kelapa sawit dan kualitasnya, khususnya kadar asam lemak bebas. Tujuan penelitian adalah mengetahui kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit curah sebelum dan sesudah digunakan untuk menggoreng dan membandingkannya dengan standar.
ACARA IV PENETAPAN KONVERSI MENTAH MASAK DAN PENYERAPAN MINYAKMelina Eka
Dokumen ini membahas tentang penetapan konversi bahan makanan mentah menjadi masak dan penyerapan minyak selama proses memasak. Terdapat penjelasan mengenai tujuan, tinjauan pustaka, metodologi, hasil dan pembahasan percobaan yang dilakukan untuk mengukur konversi dan penyerapan minyak pada beberapa bahan makanan seperti tempe, beras, dan minyak selama proses penggorengan."
Dokumen tersebut membahas tentang berbagai cara daur ulang minyak goreng jelantah menjadi produk yang bermanfaat lainnya seperti sabun, biodiesel, atau penyerapan kotoran menggunakan bahan alami seperti arang kelapa, tepung beras, mengkudu, lidah buaya dan bawang merah. Dokumen juga menjelaskan bahaya dari penggunaan minyak goreng jelantah dan cara untuk memperlambat proses kerusakan
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk minyak sereh sebagai bahan pembasmi kuman dan menentukan formulasi terbaik dengan menggunakan bahan aktif rivanol dan formaldehida. Hasil penelitian menunjukkan formulasi dengan 0,25 gram rivanol dan 0,5 gram formaldehida mampu membunuh 100% kuman.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kelarutan lemak terhadap pelarut dan terjadinya emulsi, menguji ketidakjenuhan minyak dan asam lemak, serta mendeteksi kehadiran kolesterol. Hasilnya menunjukkan bahwa lemak hanya larut dalam pelarut organik nonpolar seperti kloroform dan eter, tetapi tidak dalam air. Lemak juga larut dalam Na2CO3 karena terjadi reaksi penyabunan."
Minyak sawit merah (RPO) dihasilkan dari proses pengolahan buah kelapa sawit mentah menjadi minyak kelapa sawit mentah (CPO), dengan mempertahankan kandungan karotenoid terutama beta karoten. RPO memiliki berbagai pemanfaatan seperti pewarna alami, bahan fortifikasi pangan, dan minyak makan. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan dapat didaur ulang menjadi biogas, pupuk, atau bahan bakar.
01 fix artikel 01 juli 09 - brg - dekomposisi tongkol jagung secara termoki...Eka Novitasari
Dokumen ini meneliti dekomposisi tongkol jagung secara termokimia dalam air panas bertekanan untuk menentukan waktu pemanasan optimum yang menghasilkan volume minyak terbanyak. Hasilnya menunjukkan bahwa pemanasan selama 75 menit pada suhu 280°C dan tekanan 6,4 MPa menghasilkan volume minyak tertinggi."
Produksi Biodiesel dari Tanaman Jarak PagarNur Haida
Dokumen tersebut membahas tentang produksi biodiesel dari minyak jarak pagar melalui proses transesterifikasi. Teknik produksi biodiesel meliputi beberapa tahap seperti degumming, esterifikasi, transesterifikasi, pencucian dan pengeringan. Hasil uji coba menunjukkan nilai asam lemak bebas minyak jarak pagar kelas A sebesar 0,0512%, kelas B 0,0341% dan kelas C 0,0256%. Semakin tinggi kadar minyak
Kadar air dan bilangan asam dari minyak kelapaSeptian Putra
Minyak merupakan sumber energi penting bagi manusia dan pengolahan makanan. Penelitian menunjukkan bahwa minyak kelapa yang dihasilkan melalui fermentasi memiliki kadar air dan bilangan asam yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode tradisional, karena proses pemisahan minyak menjadi lebih sempurna dengan bantuan mikroorganisme.
1. ANALISIS KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN TIGA KALI
PEMAKAIAN MENGGORENG AYAM
Kadek Anggra Suprapta, Frieda Nurlita, Siti Maryam
Jurusan Pendidikan Kimia
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: adekanggra5@gmail.com, friedanurlita1952@gmail.com,
titik_maryam@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis kualitas minyak goreng serta senyawa yang
terbentuk setelah penggorengan ketiga dalam menggoreng ayam. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah minyak goreng curah yang dijual di pasar-pasar
tradisional. Ada dua perlakuan terhadap minyak goreng, yaitu tanpa penyimpanan
(setelah penggorengan I dilanjutkan penggorengan II dan penggorengan III) dan dengan
penyimpanan (setelah penggorengan I disimpan 1 hari lalu dilanjutkan penggorengan II,
disimpan 1 hari , dilanjutkan penggorengan III setelah itu disimpan selama 1 hari lagi).
Hasil penelitian setelah penggorengan III tanpa penyimpanan untuk bilangan peroksida
10,15 mek O2/kg, bilangan asam 1,40 mg KOH/g, kadar air 43,53% dan absorbansi
untuk uji warna 0,713, senyawa yang terbentuk adalah asam pentadekanoat (metil-
ester), asam heksadekanoat, asam 8,11-oktadekadienoat (metil-ester), asam-9-
oktadekenoat (metil-ester), asam heptadekanoat (metil-ester) dan asam-9-oktadekenoat.
Hasil penelitian setelah penggorengan III dengan penyimpanan untuk bilangan
peroksida 12,04 mek O2/kg, bilangan asam 1,44 mg KOH/g, kadar air 54,40% dan
absorbansi untuk uji warna 0,931, senyawa yang terbentuk adalah asam pentadekanoat
(metil-ester), asam heksadekanoat, asam-9-oktadekenoat (metil-ester), asam
heptadekanoat (metil-ester) dan asam-9-oktadekenoat. Dapat disimpulkan, jika
dibandingkan dengan standar SNI 3741:2013 tentang standar mutu minyak goreng,
bahwa minyak goreng setelah penggorengan III sudah tidak sesuai standar.
Kata kunci: minyak goreng, bilangan peroksida, bilangan asam, kadar air, warna.
Abstract
This research aims to analyze the quality of cooking oil and compounds formed after the
third frying chicken. The sample used in this research is the cooking oil sold in traditional
markets. There are two treatment of cooking oil, that is without saving (after first frying
continue second frying and third frying) and saving (after first frying, saved one day and
then continue second frying, saved one day, followed third frying, after that it was saved
for one day again). Results of the research of cooking oil after third frying without saving
for peroxide value is 10,15 meq O2/kg, acid value 1.40 mg KOH/g, the water content
43.53% and absorbance to colour test 0.713, the compound formed is pentadecanoic
acid (methyl-ester), n-hexadecanoic acid, 8,11-octadecadienoic acid (methyl-ester), 9-
octadecenoic acid (methyl-ester), Heptadecanoic acid (methyl-ester) and 9-octadecenoic
acid. Results of the research of cooking oil after third frying with saving for peroxide
value is 12,04 meq O2/kg, acid value 1,44 mg KOH/g, the water content 54.40% and
absorbance to colour test 0,931, the compounds formed is pentadecanoic acid (methyl-
ester), n-hexadecanoic acid, 9-octadecenoic acid (methyl-ster), heptadecanoic acid
(methyl ester), and 9-octadecenoic acid. It can be concluded, if compared with the
standard SNI 3741: 2013 about quality standards of cooking oil, that the cooking oil after
third frying has not according with standards.
Key words: cooking oil, peroxide value, acid value, water content, colour.
2. PENDAHULUAN
Pemanfaatan minyak di masyarakat,
paling umum digunakan sebagai bahan
dalam proses penggorengan pengolahan
pangan, yang berfungsi sebagai medium
penghantar panas, penambah rasa gurih
dan penambah nilai gizi. Di dalam tubuh,
lipida atau lemak memiliki peranan yang
cukup penting. Beberapa peranan lemak di
dalam tubuh adalah: sebagai sumber
energi, sebagai pelarut vitamin, sebagai
penjaga suhu tubuh, sebagai pelindung
organ tubuh. Selain manfaat positif, lemak
juga memberikan dampak yang negatif bagi
kesehatan tubuh jika kualitas minyak
goreng yang dikonsumsi kurang baik. Oleh
karena itu, minyak goreng yang dikonsumsi
sehari-hari sangat erat kaitannya dengan
kesehatan tubuh.
Masyarakat kita sangat majemuk
dengan tingkat ekonomi dan pengetahuan
yang berbeda-beda. Ada masyarakat yang
menggunakan minyak goreng hanya untuk
dua kali pakai, namun ada juga
masyarakat yang menggunakan minyak
goreng untuk berkali-kali pakai.
Penggunaan minyak goreng berulang kali
akan mengakibatkan kerusakan pada
minyak. Menurut BPOM RI menyatakan
bahwa minyak goreng sebaiknya dgunakan
maksimal tiga kali (suaramerdeka.com). Ibu
rumah tangga memegang peranan yang
sangat penting dalam pemenuhan makan
keluarga. Seluruh asupan makanan
anggota keluarga diolah oleh ibu rumah
tangga. Mengolah makanan dengan cara
menggoreng lebih digemari oleh ibu rumah
tangga, karena caranya mudah dan produk
yang dihasilkan juga lebih gurih, renyah dan
enak. Salah satu makanan gorengan yang
saat ini mulai digemari adalah ayam goreng.
Hampir semua kalangan masyarakat suka
dengan makanan ini. . Kenaikan harga
bahan sembako setiap tahunnya membuat
pedagang gorengan maupun ibu rumah
tangga berpikir ulang untuk mengelola
keuangan keluarga. Harga minyak goreng
yang semakin membumbung tinggi
membuat mereka untuk menghemat
pemakaian minyak goreng. Salah satu cara
yang mereka gunakan adalah dengan
meggunakan minyak goreng berulang kali
tanpa mengetahui akibat yang akan
ditimbulkan. mereka gunakan adalah
dengan meggunakan minyak goreng
berulang kali tanpa mengetahui akibat
yang akan ditimbulkan. Perilaku lain yang
sering ditemukan di masyarakat adalah
menyimpan minyak goreng dengan kondisi
terbuka yang nantinya akan digunakan
pada keeseokan harinya. Penggunaan
minyak goreng seperti itu tidak hanya
dilakukan oleh ibu rumah tangga, tetapi
pedagang jajanan gorengan juga
melakukan hal yang serupa. Minyak yang
digunakan secara terputus-putus, artinya
minyak yang sudah terpakai didinginkan
dan kemudian digunakan lagi untuk
menggoreng. Penggorengan terputus ini
mengakibatkan kerusakan minyak semakin
cepat karena terjadi penambahan peroksida
(oksidasi) selama pendinginan yang diikuti
dekomposisi jika minyak dipanaskan lagi
(Khomsan, 2010). Minyak goreng yang
dipakai berulang kali sering disebut dengan
minyak jelantah. Menurut Ketaren (2008),
minyak jelantah adalah minyak goreng yang
dipanaskan atau digunakan berulang kali
dan mengalami perubahan baik secara fisik
atau kimia yakni dengan adanya perubahan
warna menjadi gelap dan berbau tengik,
serta secara kimiawi mengalami reaksi
hidrolisis dan oksidasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Yudika
Putra (2014) mengenai pengetahuan
produsen jajanan gorengan di Padang
mengatakan bahwa 82,5% produsen
memakai minyak goreng ≥3 kali,
sedangkan produsen yang memakai minyak
goreng 2 kali hanya 12,5%. Lilik (2014),
juga mengemukakan hasil yang serupa,
bahwa minyak goreng yang digunakan
pedagang ayam goreng kaki lima di Kota
Singaraja memiliki kualitas yang rendah.
Hal ini disebabkan karena pedagang ayam
goreng tersebut menggunakan minyak
goreng berulang kali serta menambahkan
minyak baru tanpa membuang minyak
sebelumnya.
Minyak goreng yang dipanaskan
dengan kandungan air berlebih akan
mengakibatkan terjadinya proses hidrolisis,
yang akan mengubah trigliserida menjadi
asam lemak dan gliserol. Gliserol dapat
melepaskan molekul air akibat pemanasan
membentuk akrolein. Akrolein adalah
senyawa berbahaya yang dapat
menyebabkan kanker. Penggorengan
3. berulang kali menggunakan minyak yang
sama akan menyebabkan jumlah asam
lemak maupun akroleinnya semakin
meningkat sebagai akibat terjadi proses
oksidasi maupun hidrolisis.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian
ini bertujuan untuk menguji kualitas minyak
goreng dengan tiga kali pemakaian
menggoreng ayam, pengujian kualitas
menggunakan parameter pengamatan
terhadap bilangan peroksida, bilangan
asam, kadar air dan warna. Serta
menganalisis senyawa-senyawa yang
terdapat pada minyak goreng sebelum
penggorengan dan sesudah penggorengan
sebagai tanda terjadinya kerusakan pada
minyak goreng.
METODE PENELITIAN
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah buret, Erlenmeyer,
gelas kimia, corong, corong Buchner, gelas
ukur, labu ukur, thermometer, spatula, kaca
arloji, batang pengaduk, pipet tetes, statif
dan klem, ring, pemanas, kertas saring,
neraca analitik, oven, instrument UV-VIS
dan GC-MS. Bahan-bahan yang digunakan
antara lain minyak goreng curah, asam
asetat glasial, kloroform, KI, larutan
Na2S2O3, amilum, aquades, KOH, alkohol,
K2Cr2O7, larutan HCl, etanol, indikator
fenolftalein.
CARA KERJA
Penyiapan Sampel
Sampel yang digunakan adalah minyak
goreng curah yang dijual di pasar-pasar
tradisional. Sebanyak 500 mL minyak
goreng digunakan untuk menggoreng ayam
dengan suhu sekitar 165-170 o
C,
sedangkan massa ayam yang digunakan
dalam setiap proses menggoreng adalah
sama yaitu 300 gr. Dalam proses
penggorengan ada dua perlakuan, yaitu
tanpa penyimpanan dan dengan
penyimpanan. Proses menggoreng tanpa
penyimpanan maksudnya adalah
menggoreng ayam sebanyak 3 kali berturut-
turut tanpa jeda. Sedangkan proses
menggoreng dengan penyimpanan,
maksudnya adalah menggoreng ayam
sebanyak 3 kali dengan waktu jeda (minyak
disimpan selama satu hari setiap setelah
selesai menggoreng). Proses
penggorengan dilakukan selama 12 menit
Uji Bilangan Peroksida
Pengujian bilangan peroksida
dilakukan dengan metode titrasi iodometri. 5
gram minyak goreng ditambahkan dengan
30 mL larutan asetat glasial + kloroform
dengan perbandingan 3:2, selanjutnya
tambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh dan di
tutup rapat sambil dikocok. Kemudian
sampel ditambahkan larutan amilum 1%
sebagai indikator, selanjutnya dititrasi
dengan larutan Na2S2O3 0,01 N. Titrasi
dihentikan sampai warna biru hilang.
Bilangan peroksida dihitung dengan rumus
1000
)(
)( 10322
x
gramsampelmassa
VVxOSNaN
peroksidaBilangan
Keterangan :
N Na2S2O3 = normalitas lrutan standar
Na2S2O3 0,01 N
V0= volume volume Na2S2O3 0,01 N pada
penitaran sampel
V1= volume larutan Na2S2O3 0,1 N yang
diperlukan pada penitaran blanko.
Uji Bilangan Asam
Pengujian bilangan peroksida
dilakukan dengan metode titrasi alkalimetri.
5 gram minyak goreng ditambahkan dengan
5 mL alkohol 95% dalam kondisi panas
dngan suhu 50-75o
C. Selanjutnya
ditambahkan indikator PP 1% dan dititrasi
dengan KOH, titrasi dihentikan sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak
hilang selam 30 detik. Bilangan asam
dihitung dengan menggunakan rumus
sampelmassa
KOHNxKOHVx
gKOHmgasamBilangan
1,56
)/(
Keterangan:
V KOH = Volume KOH yang digunakan
pada saat titrasi.
N KOH= Normalitas larutan KOH
Uji Kadar Air
Krusibel sebagai tempat wadah minyak
dipanaskan terlebih dahulu dan ditimbang
untuk mengetahui massanya. Penentuan
kadar air pada minyak goreng dilakukan
dengan mengeringkan 5 gram minyak
goreng di dalam oven pada suhu 130 o
C
selama 30 menit sampai diperoleh massa
4. yang tetap. Kadar air ditentukan
menggunakan rumus
%100
01
21
x
WW
WW
airkadar
Keterangan :
W0 = massa krusibel kosong dan
tutupnya.
W1 = massa krusibel, tutupnya dan
sampel sebelum dioven.
W2 = massa krusibel, tutupnya dan
sampel yang sudah dioven
Uji Warna
Warna minyak diukur dengan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS
pada panjang gelombang 470 nm.
Uji Kromatografi Gas-Spektroskopi
Massa
Minyak goreng sampel disaring
menggunakan corong Buchner untuk
menghilangkan pengotor di dalam minyak,
selanjutnya diuji dengan instrumen GC-MS
untuk menganalisis senyawa-senyawa yang
terdapat pada minyak goreng.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Kualitas Minyak Goreng Setelah Tiga
Kali Pemakaian Menggoreng Ayam
Kualitas minyak goreng setelah tiga kali
pemakaian menggoreng ayam, dianalisis
melalui beberapa parameter pengamatan
antara lain: bilangan peroksida, bilangan
asam, kadar air dan warna. lebih lanjut, diuji
dengan instrumen GC-MS untuk
menganalisis senyawa-senyawa yang
terdapat pada minyak goreng sebelum
penggorengan dan sesudah penggorengan.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, diperoleh data kualitas minyak
goreng sampel seperti yang diperlihatkan
pada tabel 1.
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa terjadi
penurunan kualitas minyak goreng setelah
penggorengan III. Selain itu, minyak goreng
setelah penggorengan III dengan
penyimpanan mengalami penurunan
kualitas yang lebih besar. Jika dibandingkan
dengan standar SNI 3741:2013 tentang
standar mutu minyak goreng, maka minyak
gorengan setelah penggorengan III sudah
tidak memenuhi standar.
Tabel 1. Kualitas Minyak Goreng Sampel
Parameter pengamatan
Minyak
goreng
awal
(Blanko)
Minyak goreng penggorengan
III SNI
Tanpa
penyimpanan
Dengan
penyimpanan
Bilangan peroksida
(meq O2/kg)
6,01 10,15 12,04 Maks 10
Bilangan asam (mg
KOH/g)
0,84 1,40 1,44 Maks 0,6
Kadar air (%) 14,20 43,53 54,57 Maks 0,15
Absorbansi (uji warna) 0,116 0,713 0,931 -
Analisis Senyawa pada sampel dengan
Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa
Berdasarkan hasil uji kromatografi
gas, kromatogram hasil analisis sampel
minyak goreng awal sebelum digunakan
menggoreng (blanko) terdapat 16 peak
yang terdeteksi seperti gambar 1.
Kromatogram hasil analisis sampel minyak
setelah penggorengan III tanpa
penyimpanan terdapat 13 peak yang
terdeteksi seperti gambar 2. Sedangkan
kromatogram hasil analisis sampel minyak
goreng setelah penggorengan III dengan
penyimpanan terdapat 17 peak yang
terdeteksi seperti gambar 3.
Hasil analisis analisis senyawa pada
sampel dengan detektor spektroskopi
massa dapat dilihat pada Tabel 2
5. Gambar 1. Kromatogram Hasil Analisis Sampel Minyak Goreng Awal Sebelum Digunakan
Menggoreng (blanko)
Gambar 2. Kromatogram Hasil Analisis Sampel Minyak Setelah Penggorengan III Tanpa
Penyimpanan
Gambar 3, Kromatogram Hasil Analisis Sampel Minyak SetelahPenggorengan III dengan
Penyimpanan
6. Tabel 2. Analisis Senyawa pada Minyak Goreng Sampel
Nama senyawa
Minyak goreng
awal (Blanko)
Minyak goreng penggorengan III
Tanpa
penyimpanan
Dengan
penyimpanan
RT Area RT Area RT Area
Asam pentadekanoat
(metil-ester)
- - 19,81 11,86 19,82 7,62
Asam heksadekanoat 20,29 2,85 20,23 6,72 20,20 8,74
Asam 8,11-
oktadekadienoat (metil-
ester)
- - 21,44 3,67 - -
Asam 9 oktadekenoat
(metil-ester)
- - 21,49 20,94 21,49 20,94
Asam 6-oktadekenoat 21,51 10,39 - - - -
Asam Heptadekanoat
(metil-ester)
- - 21,71 1,61 21,71 1,03
Asam 9-oktadekenoat 24,83 14,62 24,83 16,91 24,83 16,91
Catatan : RT = Waktu retensi (menit)
Area = Kelimpahan (%)
Berdasarkan hasil uji GC-MS
didapatkan bahwa minyak goreng setelah
penggorengan III sudah mengalami
penurunan kualitas. Hal ini dilihat dari
kromatogram hasil uji GC, kelimpahan
asam lemak pada penggorengan III lebih
tinggi daripada minyak goreng awal
(blanko). Jika dilihat dari hasil detektor MS,
senyawa hasil degradasi minyak
(trigliserida) pada minyak goreng
penggorengan III lebih banyak
dibandingkan dengan minyak goreng awal
(blanko).
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, dilihat
dari bilangan peroksida, minyak goreng
curah pada keadaan awal (blanko) sudah
memenuhi standar dengan bilangan
peroksida sebesar 6,02 mek O2/kg.
Sedangkan bilangan peroksida minyak
goreng setelah penggorengan III tanpa
penyimpanan 10,15 mek O2/kg dan minyak
goreng setelah penggorengan III dengan
penyimpanan 12,04 mek O2/kg. Pada
minyak goreng setelah penggorengan III
terjadi peningkatan jumlah senyawa
peroksida yang terbukti dari bilangan
peroksidanya yang semakin meningkat.
Berdasarkan SNI 3741-2013 tentang
standar mutu minyak goreng, bahwa
bilangan peroksida maksimal pada minyak
goreng adalah 10 mek O2/kg. Hal ini berarti
pada minyak goreng setelah penggorengan
III sudah tidak memenuhi standar.
Pengukuran angka peroksida pada
dasarnya adalah mengukur kadar peroksida
atau hidroperoksida yang terbentuk pada
tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan
peroksida yang tinggi mengindikasikan
lemak atau minyak sudah mengalami
oksidasi. Seperti yang diperlihatkan pada
tabel 4.1, bilangan peroksida dari minyak
goreng dengan penyimpanan lebih tinggi
daripada minyak tanpa penyimpanan, ini
menunjukkan bahwa minyak dengan
penyimpanan mengalami lebih banyak
kerusakan sebagai akibat asam lemak
teroksidasi dengan oksigen di udara pada
saat penyimpanan membentuk peroksida.
Dikaji dari bilangan asamnya,
menunjukkan bahwa bilangan asam minyak
goreng awal adalah 0,84 mg KOH/g, pada
minyak goreng setelah penggorengan III
tanpa penyimpanan 1,40 mg KOH/g dan
minyak goreng setelah penggorengan III
dengan penyimpanan 1,44 mg KOH/g.
Berdasarkan SNI 3741:2013 tentang
standar mutu minyak goreng, bahwa
bilangan asam maksimal pada minyak
goreng adalah 0,6 mg KOH/g. Hal ini berarti
bahwa semua sampel, baik minyak goreng
awal (blanko) maupun minyak goreng
setelah penggorengan III memiliki nilai yang
tidak sesuai standar. Dilihat dari hubungan
peningkatan bilangan asam dengan
7. frekuensi penggunaan menggoreng adalah
berbanding lurus. Peningkatan kadar
asam lemak bebas disebabkan karena
pemanasan dan adanya air pada minyak
sehingga terjadi reaksi hidrolisis yang
mengubah gliserida menjadi gliserol dan
asam lemak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Andarwulan (1997), bahwa
minyak goreng yang digunakan dalam
proses penggorengan yang dengan kondisi
bahan pangan yang terendam dan
digunakan secara kontinu akan
menghasilkan asam lemak bebas pada
minyak goreng tersebut. Andi Reski, (2012)
juga menyampaikan hal yang serupa,
bahwa kadar air dalam minyak awal belum
terlalu banyak, tetapi pada proses
penggorengan selanjutnya kadar air pada
minyak semakin bertambah. Keberadaan air
pada minyak akan mempercepat proses
hidrolisis dari minyak goreng. Semakin
sering minyak digunakan untuk
menggoreng, maka semakin tinggi pula
kandungan asam lemak bebas yang
terbentuk.
Dikaji dari segi warnanya, secara
kualitatif warna minyak goreng setelah
penggorengan III memiliki kondisi warna
yang lebih cokelat dan lebih gelap daripada
minyak goreng awal yang memiliki kondisi
warna kuning dan jernih. Berdasarkan hasil
uji absorbansi, menunjukkan bahwa nilai
absorbansi minyak goreng awal (blanko)
adalah 0,116, minyak goreng setelah
penggorengan III tanpa penyimpanan 0,713
dan minyak goreng setelah penggorengan
III dengan penyimpanan 0,931. Jika minyak
goreng awal digunakan sebagai acuan,
selisih nilai absorbansi minyak goreng awal
dengan minyak goreng pada penggorengan
III cukup tinggi. Perbedaan kualitas minyak
goreng awal dengan minyak goreng pada
penggorengan III dilihat dari degradasi
warna cukup tinggi atau bisa dikatakan
bahwa minyak goreng pada penggorengan
III sudah mengalami kerusakan yang cukup
besar. Hal ini sesuai dengan Przybylski
(2000), bahwa absorbansi yang semakin
besar pada panjang gelombang ini
mengindikasikan warna minyak semakin
gelap yang berarti semakin banyak
poduk-produk hasil degradasi minyak.
Warna minyak paling gelap adalah minyak
dengan penyimpanan pada penggorengan
III yang ditunjukkan dengan absorbansi
paling tinggi, yaitu 0,931. Jika minyak
dengan penyimpanan dan tanpa
penyimpanan setelah penggorengan III
dibandingkan, absorbansi minyak dengan
penyimpanan lebih besar. Hal ini
menunjukkan bahwa minyak goreng dengan
penyimpanan mengalami kerusakan lebih
besar, ini disebabkan karena pada saat
penyimpanan minyak goreng mengalami
oksidasi terhadap udara. Warna gelap pada
minyak disebabkan oleh proses oksidasi
terhadap tokoferol yang terjadi selama
proses pengolahan dan penyimpanan.
Uji Kualitas minyak goreng lebih lanjut
adalah dengan menggunakan intrumen GC-
MS. Berdasarkan hasil uji GC-MS
didapatkan bahwa minyak goreng setelah
penggorengan III sudah mengalami
penurunan kualitas. Hal ini dilihat dari
kromatogram hasil uji GC, kelimpahan
asam lemak pada penggorengan III lebih
tinggi daripada minyak goreng awal
(blanko). Jika dilihat dari hasil detektor MS,
senyawa hasil degradasi minyak
(trigliserida) pada minyak goreng
penggorengan III lebih banyak
dibandingkan dengan minyak goreng awal
(blanko).
Secara teoritis minyak (trigliserida)
terhidrolisis membentuk senyawa gliserol
dan asam lemak. Gliserol dapat kehilangan
molekul air membentuk akrolein.. namun
dari hasil uji GC-MS tidak ada peak untuk
senyawa akrolein. Kemungkinan senyawa
akrolein ini menempel pada bahan
makanan yang digoreng.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa kualitas minyak goreng
setelah penggorengan III baik dengan tanpa
penyimpanan dan dengan penyimpanan
tidak sesuai dengan standar SNI 3741:2013
tentang mutu minyak goreng. Senyawa
yang teridentifikasi pada minyak goreng
setelah penggorengan III tanpa
penyimpanan adalah asam pentadekanoat
(metil-ester), asam heksadekanoat, asam
8,11-oktadekadienoat (metil-ester), asam-9-
oktadekenoat (metil-ester), asam
heptadekanoat (metil-ester) dan asam-9-
oktadekenoat. Sedangkan pada minyak
goreng setelah penggorengan III dengan
8. penyimpanan, senyawa yang teridentifkasi
adalah asam pentadekanoat (metil-ester),
asam heksadekanoat, asam-9-
oktadekenoat (metil-ester), asam
heptadekanoat (metil-ester) dan asam-9-
oktadekenoat. Saran yang dapat diberikan
oleh peneliti adalah kepada pemerintah
khususnya BPOM RI, perlu diadakan
pengecekan lebih intensif terhadap minyak
goreng curah sebelum dipasarkan pada
distributor. Kepada peneliti lain, perlu diteliti
lebih lanjut mengenai pengaruh bahan
gorengan terhadap kualitas minyak goreng
serta menganalisis keberadaan senyawa
akrolein pada makanan hasil
penggorengan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2007. Pengaruh Gorengan dan
Intensitas Penggorengan terhadap
Kualitas Minyak Goreng. Universitas
Riau. Pekan Baru.
Abdullah. 2007. Pengaruh Gorengan dan
Intensitas Penggorengan terhadap
Kualitas Minyak Goreng. Universitas
Riau. Pekan Baru.
Andarwulan, A. Sadikin, Y.T., & Winarno,
F.G. 1997. Pengaruh Lama
Penggorengan dan Penggunaan
Adsorben Terhadap Mutu Minyak
Goreng Bekas Penggorengan Tahu-
tempe. Buletin Teknologi dan Industri
Pangan. 8 (1) : 40-45.
Anwar, W. R. 2012. Studi Pengaruh Suhu
dan Jenis Bahan Pangan Terhadap
Stabilitas Minyak Kelapa selama
Proses Penggorengan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Badan POM RI. 2009. “Minyak Jelantah
Bahaya Dikonsumsi”. Tersedia pada
Suara Komunitas.com (diakses
tanggal 4 Januari 2015)
Bahl B. S. & Bahl Arun. 1980. Advanced
Organic Chemistry. New Delhi: Chand
& Company Ltd.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H.
& Wootton, M. 2010. Ilmu Pangan.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press).
deMan, M.J. 1997. Kimia Makanan.
Terjemahan K. Padmawinata.
Bandung: ITB-Press.
Departemen Perindustrian Republik
Indonesia (SNI 3741:2013) Tentang
Standar Mutu Minyak Goreng
Dewi, M. T. I. & Hidajati, N. 2012.
Peningkatan Mutu Minyak Goreng
Curah Menggunakan Adsorben
Bentonit Teraktivasi. UNESA Journal
of Chemistry, 1, 47-53.
Febriansyah, R. 2007. Mempelajari
Pengaruh Penggunaan Berulang dan
Aplikasi Adsorben Terhadap
Kualitas Minyak dan Tingkat
Penyerapan Minyak pada Kacang
Sulut. Skripsi (tidak diterbitkan).
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Harvey, D. (2000). Modern Analytical
Chemistry. Boston: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Haryono. Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Bekas Menjadi Biodiesel Studi Kasus:
Minyak Goreng Bekas dari KFC Dago
Bandung,Pengembangan Teknologi
Kimia untuk Pengolahan Sumber
Daya Alam Indonesia, Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”: Yogyakarta, 26 Jan
2010.
Astutik, I. A. P. 2010. Pengaruh Suhu
Interaksi Minyak Goreng Bekas
dengan Menggunakan Karbon Aktif
Biji Kelor (Moringa Oleifera. Lamk)
Terhadap Angka Iodin dan Angka
Peroksida. Skripsi (tidak diterbitkan).
Universitas Islam Negeri (Uin)
Maulana. Malang.
Ketaren. 2008. Minyak dan Lemak Pangan.
Jakarta: UI Pres.
Keijbebets, B.V. H., Aviko, & Steenderen
2001. The Manucfature Of Pre- Fried
Potato Product. di dalam :Rossell, J.B.
9. (Ed.). Frying : Improving Quality. New
York: CRC Press. pp. 197-213.
Khomsan, A. 2010. Pangan dan Gizi Untuk
Kesehatan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Liputan6.com. “Permintaan Daging Ayam
Meningkat”. Tersedia pada
http://www.liputan6.com/tag/harga-
bahan-pokok (diakses tanggal 4
Januari 2015)
Muchtadi, D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi.
Bandung: CV. Alfabeta.
Nur Indah Sari, L. 2014. Analisis Kualitas
Minyak Goreng yang Digunakan
Pedagang Ayam Goreng Kaki Lima Di
Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan).
Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas
Pendidikan Ganesha.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa
Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya
Putra, Y. 2014. Studi Kualitas Minyak
Goreng Yang Dipakai Pedagang
Gorengan Di Kecamatan Pauh Kota
Padang. Universitas Andalas,
Padang.
Przybylski, R. 2000. Effect of Oils and Fats
Composition on Their Frying. Tersedia
pada www.gov.mb.ca (diakses
tanggal 4 Januari 2015)
Przybylski, R. 2009. Degradation and
Nutritional Quality Changes of Oil
During Frying. J Am Oil Chem Soc
(2009) 86:149–156.
Raharjo, S. 2008. Melindungi Kerusakan
Oksidasi pada Minyak Selama
Penggorengan dengan Antioksidan.
Food review Indonesia Vol.III. No.4.
April 2008.
Reski, A. A. 2012. Studi Kualitas Minyak
Makanan Gorengan pada
Penggunaan Minyak Berulang. Skripsi
(tidak diterbitkan). Jurusan Teknologi
Pertanian, Universitas Hasanudin.
Rustika. 2005. Asupan Asam Lemak Jenuh
dari Makanan Gorengan dan
Resikonya Terhadap Kadar Lipid
Plasma Pada Kelompok Usia
Dewasa. Disertasi. Universitas
Indonesia.
Sartika, R. A. D. 2009. Pengaruh Suhu dan
Lama Proses Menggoreng (Deep
Frying) Terhadap Pembentukan Asam
Lemak Trans. Skripsi (tidak
diterbitkan). Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia,
Depok.
Suaramerdeka.com ”Minyak Goreng Tak
Layak Konsumsi”. Tersedia pada
http://www.suaramerdeka.com/harian/
(diakses tanggal 4 Januari 2015)
Sudarmaji, S. 2007. Analisa untuk Bahan
Pangan dan Pertanian. Yogyakarta:
Liberty.
Wijana, S. Arif, H. & Nur H. 2005.
Teknopangan: Mengolah Minyak
Goreng Bekas.Surabaya: Trubus
Agrisarana
Winarno, F. G 2004. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama