1. KEGAGALAN PASAR DAN CAMPUR
TANGAN PEMERINTAH
1. COMMON GOODS
2. KETIDAKSEMPURNAAN PASAR
3. BARANG PUBLIK
4. EKSTERNALITAS
5. INCOMPLETE MARKET
6. KEGAGALAN INFORMASI
7. PENGANGGURAN
8. UNCERTAINTY

2. 2. COMMON GOODS
TRAGEDY OF COMMON
• INDIVISIBILITY
• JUMLAH KELOMPOK
• TIDAK ADA PROPERTY RIGHTS UTK INDIVIDU
• PROPERTY RIGHT UNTUK KELOMPOK
• FREE RIDERS
• DILEMA TUJUAN KONSUMSI JANGKA PENDEK &
JANGKA PANJANG
• DILEMA TUJUAN KONSUMSI INDIVIDU DAN
KELOMPOK
• TIDAK ADA KOORDINASI

3. SUPPLY OF
COMMON
GOODS
DEMAND FOR
COMMON
GOODS
TRAGEDY OF
COMMON
NO PROPERTY
RIGHT FOR
INDIVIDU
INDIVISIBILITY
FREE RIDERS
NUMBER OF
GROUPS
DILEMA TUJUAN KONSUMSI
(JANGKA PENDEK VS JANGKA
PANJANG; INDIVIDU VS
KELOMPOK)
TIDAK ADA
KOORDINASI DALAM
KONSUMSI
VERSUS

4. 3. KETIDAKSEMPURNAAN PASAR
(KASUS MONOPOLI)
Q
0
AC
MC
MR
AR=D = P
P
AC1
Q1 Q2
P2
P1
AC2
Laba monopolis
P1AC1BA
A
DB
E
Laba persh. Persaingan
sempurna P2AC2DE
P1 > P2
Q1 < Q2
monopoli Pers. semp
P > MC P = MC
P tinggi P rendah
Q rendah Q tinggi
inefisien efisien

5. Q
0
AC
MC
MR AR=D=`P
P
AC1
Q1 Q2
P2
P1
AC2
A
D
C
E
MONOPOLI ALAMIAH
F
Alasan incompetitive market increasing
return to scale  only 1 firm  natural monopoly, misalnya air
(biaya utama: pipa)
Profit maximizing quantity for monopolist  Q1
Efficiency  competitive market  P = MC  Q2
Tapi timbul masalah  subsidi atau P = AC (zero
profit point)
•Sunk costs dpt berfungsi sbg barrier to entry shg
monopolist tdk peduli dg new entry dan membebankan P
yg max. Profit pd MR = MC
B

6. Rugi monopolis
swasta P2AC2DE
Laba monopolis
swasta P1AC1BA
Penetapan Harga
Oleh Pemerintah;
Monopolis BEP/laba
normal
Q
0
AC
MC
MR
AR=D=`P
P
AC1
Q1 Q2
P2
P1
AC2
A
D
C
E
MONOPOLI ALAMIAH
F
P3
Q3
Tingkat Produksi yg
Efisien (P = MC)
B

7. Rugi monopolis; swasta
akan mau beroperasi
hanya dengan subsidi
atau BUMN dengan/ tanpa
subsidi (P < AC)
Tingkat Produksi yg Efisien
(P = MC)
Laba maksimum
monopolis (P >
AC), harga tinggi,
kuantitas sedikit,
Penetapan Harga
Oleh Pemerintah;
Monopolis menikmati
BEP/laba normal (P =
AC)
Q
0
AC
MC
MR
AR=D=`P
P
AC1
Q1 Q2
P2
P1
AC2
A
D
C
E
MONOPOLI ALAMIAH
F
P3
Q3
C

8. MULTIPRODUCT NATURAL MONOPOLY
• P bisa seragam  cross subsidy, atau
• Tdk seragam  P lebih tinggi pd demand
elasticity rendah dan P yg rendah pd
demand elasticity tinggi (lih. Figure 8.2)

9. 9
REGULATION AND TAXATION (SUBSIDY)
Masalah produksi brg publik: • Pemerintah
• Swasta?
Dg swasta  regulation and subsidy (tax):
• Kebijakan nasional yg konsisten & efisien
• Dg pajak dan subsidi dpt memberikan
estimasi yg jelas ttg biaya utk mencapai
st tujuan.
• Swasta lbh efisien dibanding pemerintah

10. Q0
MC=0
MR
AR=D=`P
P
Q1
INDUSTRI DENGAN MC = 0

11. 4. BARANG PUBLIK
NON-EXCLUSIONNON-RIVALRY
PUBLIC PROPERTY
UNREVEALED
PREFERENCE
BARANG
PUBLIK
EKSEKUSI
VOTING
PEMERINTAH LEGISLATIF

12. 5. EKSTERNALITAS
KONSUMENKONSUMEN
PRODUSEN PRODUSEN
HUBUNGAN SUBJEK – OBJEK
TINDAKAN DI LUAR PASAR (+/-)

13. 5. EKSTERNALITAS
EKSTERNALITAS P ≠ MC
INEFISIENSI
ALOKASI
SUMBER DAYAR
SOCIAL COSTS = PRIVATE COSTS + EXTERNAL COSTS
PC < EC EKSTERNALITAS (-)
PC > EC EKSTERNALITAS (+)
PRODUKSI TERLALU
BANYAK
PRODUKSI TERLALU
SEDIKIT

14. PAJAK (PIGOUVIAN TAX) SEBAGAI
SOLUSI UNTUK EKSTERNALITAS
NEGATIF DALAM PRODUKSI
Px
Qx
P2
S1
D1
S2
E2
E1
P1
Q2 Q1
PAJAK
PC < EC
Eksternalitas
negatif
Menyamakan PC dg.
EC; (perusahaan
dipaksa
memperhitungkan
biaya sosial)
Produksi
berkurang
Pajak dialokasikan
untuk program
perbaikan
lingkungan
Harga
naik

15. 6. INCOMPLETE MARKET
 Kegagalan informasi
 Kegagalan pemerintah
1. Informasi yang terbatas
2. Pengawasan yang terbatas atas reaksi swasta
3. Pengawasan yang terbatas pada perilaku birokrat
4. Hambatan dalam proses politik

16. Masalah pada informasi:
• Environmental impact: kebijakan yang
mengakibatkan kondisi lingkungan hidup makin
memburuk.
• Imperfect imformation: informasi yang diperlukan
tidak cukup dalam menghasilkan suatu kebijakan.
• Market Distortion (tax structures, regulatory
ordering, subsidization, risk assumption)

17. Masalah pada tingkat legislatif :
• Crowding out: peningkatan peran pemerintah dalam
intervensi mengakibatkan penurunan peran swasta
dalam investasi.
• Logrolling: anggota legislatif bekerja sama
meng”gol”kan proyek yang kurang bermanfaat untuk
umum.
• Pork barrel spending: Kemampuan anggota
legislatif memperoleh proyek bagi daerah “asal”nya.
• Rent seeking: memaksimukan manfaat suatu proyek
bagi kepentingan grupnya saja, dengan
mengorbankan pihak (grup) yang lain.

18. Masalah pada tingkat eksekutif:
• Regulatory arbitrage: Lembaga pengatur memetik
manfaat dari perbedaan antara resiko riil dan posisi
pengaturan
• Regulatory capture: Adanya rent seeking.
• Regulatory failure: pengaturan malah menimbulkan
tambahan biaya
• Regulatory Risk: resiko yang timbul akibat adanya
peraturan baru dari regulator
• Rent seeking( lihat sebelumnya)

19. 7. ANALISIS EKONOMI TTG
BIROKRASI (ANALISIS NISKANEN)
Px
Qx
P2
D1
B
F
P1
Q2Q1
C
Q3
A
LAC = LMC
Welfare loss
akibat monopoli
Welfare loss
akibat birokrasi
MR

20. 7. ANALISIS NISKANEN TTG EFISIENSI
ALOKASI OLEH BIROKRATPx
Qx
MC
S
TC
TB
D = AR = MB
2
bQaQTB −=
2
dQcQTC +=
TCTB = )(
)(
)2(
db
ca
Q
+
−
=
bQadQdTBMB 2/ −==
dQcdQdTCMC 2/ +==
MCMB =
)(2
)(
)1(
db
ca
Q
+
−
=
)1(Q )2(Q
TR)3(Q
b
a
Q
2
)3( =Qx
$
MR
Unit Q sesungguhnya yg
disediakan oleh pemerintah
Unit Q
optimal yg
seharusnya

21. 21
SUMBER INEFISIENSI SEKTOR PUBLIK
• Organizational incentives
- Personnel restrictions: sulit di PHK
- Not driven by profit motive
- Procurement restrictions:
Pesanan pem. sering ber-tele2
• Individual differences
- Bureucratic behaviour
- Principle-agent problems
• Bureucratic procedures & risk
aversion

22. 22
CORPORATIZION
• Government corporation
• Performance-based organization
A GROWING CONCENSUS ON
GOVERNMEN ROLE IN PRODUCTION
 Government should not be involved
in the production of ordinary private
goods