SlideShare a Scribd company logo
101
EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG DENGAN
Aphis craccivora Koch. DAN A. gossypii Glover.
Tri Asmira Damayanti*, Endah Muliarti*, Dewi Sartiami*
*Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB
Jl. Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680
triadys@yahoo.com
ABSTRACT
Yambean mosaic virus is the most
important virus infecting yam bean in Indonesia.
The virus were transmitted either mechanically or
via aphid. This study to test the transmission
efficiency of the virus via A. craccivora and A.
gossypii by using different number of aphid such
1, 3, 5, 7, and 10 for each treatment. To determine
the transmission efficiency, incubation period,
type of symptom and incidence were used as
parameter. Transmission of virus by A. craccivora
showed incidence range 90 to 100%, significant
differences in incubation time of 1 aphid
compared to other treatments and showed severe
leaf mosaic, vein-banding and severe leaf
malformation such as string. However, the
incidence of transmission of virus by A. gossypii
was range 70 to 100%, with longer incubation
period in compare with A. craccivora. There was
no significant differences of incubation period
among treatments by A. gossypii. The infected
plants showed leaf malformation, vein-banding,
wrinkle and blotch on the leaves. Based on these,
both aphids species could transmitted virus
efficiently, and among them A. craccivora
considerate has higher ability as efficient insect
vector to transmit the virus in compare with A.
gossypii.
Keywords : Yam bean mosaic virus,
Transmission, Aphid, Yam bean
ABSTRAK
Virus mosaik bengkuang (VMB)
merupakan virus penting pada bengkuang di
Indonesia. Selain dapat ditularkan secara mekanik,
VMB dapat ditularkan melalui kutudaun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efisiensi penularan VMB menggunakan Aphis
craccivora dan A. gossypii dengan menggunakan
1, 3, 5, 7 dan 10 ekor kutudaun. Peubah yang
diamati adalah masa inkubasi, tipe gejala, dan
kejadian penyakit. Penularan virus dengan kedua
spesies kutu daun dengan jumlah satu ekor sudah
cukup efisien untuk menularkan VMB. Penularan
dengan A. craccivora menunjukkan kejadian
penyakit sekitar 90-100%, menunjukkan
perbedaan masa inkubasi antara satu ekor dengan
3, 5, 7, dan 10 ekor, dan tipe gejala yang
ditimbulkan oleh A. craccivora adalah mosaik,
penebalan tulang daun dan malformasi daun yang
parah dengan bentuk daun mengecil dan
memanjang menyerupai tali. Penularan dengan
A.gossypii menunjukkan kejadian penyakit 70-
100%, tidak ada perbedaan masa inkubasi antar
perlakuan, namun lebih masa inkubasi lebih
panjang dibandingkan penularan dengan A.
craccivora. Tipe gejala hasil penularan dengan A.
gossypii adalah mosaik, penebalan tulang daun
dan malformasi daun dengan permukaan daun
berkerut dan seperti lepuhan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kedua spesies kutudaun
dapat menjadi vektor yang efisien dalam
menularkan VMB dan diantara keduanya A.
craccivora memiliki kemampuan sebagai
serangga vektor yang lebih efisien sebagai vektor
virus VMB dibandingkan dengan A. gossypii.
Kata Kunci : VMB, Penularan, Kutudaun,
Bengkuang
PENDAHULUAN
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus L.)
merupakan tanaman pertanian yang umbinya
dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan bahan
AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 2 SEPTEMBER 2010 ISSN 1979 - 5777
102
kosmetik, sedangkan biji bengkuang sebagai
bahan pestisida nabati untuk mengendalikan hama
tanaman. Bengkuang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi, tetapi perhatian terhadap tanaman ini
masih rendah. Padahal budidaya bengkuang bila
dilakukan dengan optimal akan memberikan
keuntungan yang tidak kecil bagi petani.
Pembudidayaan bengkuang tidak terlepas
dari adanya berbagai hambatan, baik faktor
abiotik maupun biotik. Faktor abiotik diantaranya
kondisi lahan, suhu, kelembaban udara, kesuburan
tanah, dan ketersediaan air. Faktor biotik salah
satunya adalah gangguan hama dan penyakit
tanaman. Penyakit yang menyerang bengkuang
umumnya adalah mosaik. Menurut Damayanti et
al. (2007) virus mosaik bengkuang sudah
menyebar tidak hanya di pertanaman bengkuang
di Jawa Barat, tetapi juga di Jawa Tengah
(Prembun) yang merupakan sentra produksi
bengkuang.
Virus mosaik bengkuang (VMB)
disebabkan oleh BCMV (Bean common mosaic
virus isolat Iybn) (Damayanti et al. 2008).
Bengkuang diperbanyak sendiri oleh petani tanpa
memperhatikan tanaman yang akan diambil
bijinya sehat atau tidak dan menganggap gejala
mosaik merupakan hal yang umum. Sehingga
tingginya intensitas serangan di lapang karena
VMB dapat terbawa melalui benih (Damayanti et
al 2007; Damayanti et al. 2008). Sorensen (1996)
melaporkan bahwa di Tonga, Costa Rica, Ekuador,
dan Thailand lima spesies tanaman bengkuang
dan satu spesies bengkuang liar dapat diinfeksi
oleh BCMV.
BCMV dapat ditularkan melalui benih, jika
tanaman induk terinfeksi pada saat tanaman masih
muda, dengan efisiensi mencapai 83%. BCMV
juga dapat ditularkan oleh beberapa spesies kutu
daun (Shukla et al., 1994; Agrios 2005). Menurut
Nurlaelah (2006), VMB dapat ditularkan oleh 3
spesies kutu daun (A. craccivora, A. gossypii, A.
glycines), namun demikian belum diketahui
efisiensi penularan dengan kutu daun ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efisiensi penularan virus mosaik bengkuang
(VMB) oleh dua spesies kutu daun yaitu Aphis
craccivora dan Aphis gossypii. Manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui jumlah kutu daun yang mampu
menularkan VMB secara efisien sebagai informasi
dasar penentuan waktu pengendalian dan
informasi yang bermanfaat dalam penelitian yang
berkaitan dengan virus ini.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan adalah
tanah, pupuk kandang, benih bengkuang varietas
lokal Cipondoh, kurungan serangga, sungkup
plastik, cawan petri, kuas, kapas, daun talas,
kutudaun Aphis craccivora dan Aphis gossypii,
tanaman cabai, tanaman kacang panjang, plate
ELISA, ELISA reader, dan antiserum Potyvirus,
bufer-bufer ELISA.
Metode Penelitian
Sumber Inokulum
Sumber inokulum tanaman sakit diambil
dari pertanaman bengkuang di Bubulak, Bogor.
Inokulum diperbanyak dengan cara menularkan
virus ke tanaman sehat menggunakan kutu daun A.
craccivora. Selanjutnya tanaman dipelihara di
rumah kaca sebagai sumber inokulum.
Identifikasi dan Pembiakan Kutu daun
Kutu daun yang digunakan adalah A.
craccivora dan A. gossypii stadia imago. Sebelum
dibiakkan pada masing-masing tanaman inang
(kacang panjang dan cabai), kutu daun
diidentifikasi menurut metode Blackman &
Eastop (2000). Identifikasi dilakukan berdasarkan
morfologi kutu daun yang tidak bersayap dengan
karakter yang diamati antara lain kepala, abdomen,
sifunkuli, kauda, dan jumlah rambut pada kauda.
Kedua imago kutu daun tersebut
diperbanyak pada masing-masing tanaman
inangnya yang ditanam pada polibag berukuran
15x15 cm dengan media tanah, dan dimasukkan
ke dalam kurungan serangga berukuran 2x1 m.
Pembebasan Kutu daun dari Virus dan
Perbanyakan Vektor
Imago kedua spesies kutu daun A.
craccivora dan A. gossypii sebelum digunakan
dibebasviruskan pada daun talas yang sehat. Daun
Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
103
talas dicuci, kemudian tangkainya dibalut kapas
basah dan diletakkan pada cawan petri.
Satu cawan petri berisi satu spesies kutu
daun, lalu kutu daun dipindahkan dengan kuas
gambar yang telah dibasahi sedikit air pada
permukaan daun talas bagian bawah yang berada
dalam cawan petri. Cawan petri ditutup dan
dibiarkan imago tersebut berkembang biak.
Kutu daun baru lahir (nimfa) berasal dari
imago yang dibebasviruskan pada daun talas
kemudian dipindahkan ke daun tanaman inang
sehat dan dibiarkan berkembang biak. Kutu daun
ini yang digunakan sebagai vektor.
Penularan Virus dengan Vektor Kutu daun
Benih bengkuang berasal dari daerah
Bojong Tengah, Bogor kultivar lokal Cipondoh
ditanam dalam polibag berukuran 20 x 20 cm
pada media tumbuh terdiri dari campuran tanah
dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1.
Tiap polibag ditanami empat benih bengkuang
dan setelah berumur 1 minggu, dipilih satu bibit
yang baik untuk dipakai dalam pengujian.
Imago kutu daun A. craccivora dan A.
gossypii dipuasakan selama 1 jam, kemudian
dipindahkan pada tanaman bengkuang sakit
(periode makan akuisisi) selama 2 jam. Efisiensi
penularan virus non-persisten oleh kutu daun
meningkat, jika kutu daun dilaparkan beberapa
saat sebelum periode makan akuisisi pada
tanaman yang terinfeksi virus. Kutudaun yang
dipuasakan terlebih dulu dapat dengan cepat
mengenal daun dibandingkan kutudaun yang tidak
dipuasakan sebelumnya (Matthews 1970; Walkey
1991). Selanjutnya kutudaun dipindahkan pada
tanaman bengkuang sehat. Adapun perlakuan
jumlah kutudaun yang digunakan masing-masing
sebanyak 1, 3, 5, 7, dan 10 ekor. Tiap tanaman
disungkup dengan sungkup plastik dan kutudaun
dibiarkan pada tanaman uji tersebut selama 24
jam (periode makan inokulasi). Setelah 24 jam
kutudaun dimatikan dengan cara mekanis.
Peubah Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada hari ke-1
sampai hari ke-30 setelah inokulasi. Parameter
pengamatan adalah waktu inkubasi, tipe gejala,
dan kejadian penyakit. Waktu inkubasi dihitung
dari waktu inokulasi sampai munculnya gejala
pada daun diketahui dengan pengamatan gejala
setiap hari. Kejadian penyakit dihitung
menggunakan rumus :
KP = n/N
Keterangan: n : jumlah tanaman yang
bergejala
N : jumlah tanaman yang diamati
Deteksi Serologi dengan ELISA (Enzyme
Linked Immunosorbent Assay)
ELISA dilakukan terhadap tanaman hasil
penularan yang tidak menunjukkan gejala untuk
konfirmasi kejadian penyakit. ELISA
menggunakan metode ACP ELISA (Antigen
Coated Plate ELISA) menggunakan antiserum
universal untuk Potyvirus dengan prosedur sesuai
manual yang direkomendasikan pembuatnya
(DSMZ).
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan
dalam pengujian adalah RAL (Rancangan Acak
Lengkap) dengan satu faktor. Data yang diperoleh
dianalisis dengan program SAS versi 6.12.
Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut
dengan uji perbandingan berganda Duncan pada
selang kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Antara Jumlah Kutu daun dan
Masa Inkubasi VMB
Berdasarkan hasil penelitian pada
tanaman bengkuang, gejala awal yang muncul
terlihat jelas pada daun yaitu daun menjadi
melengkung keatas atau ke bawah, semakin hari
lekukannya semakin jelas, akhirnya daun
mengerut dan keriting pada bagian tengahnya.
Tanaman bengkuang belum menghasilkan bunga
dan polong hingga 4 minggu pengamatan.
Menurut Agrios (2005) gejala awal daun
yang terinfeksi BCMV adalah daun menjadi
bergelombang dan selanjutnya warna daun
menjadi berubah dan tidak merata, seiring dengan
Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
104
berjalannya waktu daun melengkung ke bawah
dan ke atas, selanjutnya daun terlihat mengerut
dan tahap selanjutnya terjadi mosaik, malformasi
daun, dan green vein banding (penebalan di
sekitar pertulangan daun berwarna hijau tua)
Efisiensi penularan VMB dengan jenis
dan jumlah vektor yang berbeda dapat dilihat dari
masa inkubasinya. Adapun data pengamatan masa
inkubasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hubungan antara Jumlah Vektor dan Masa Inkubasi VMB.
Jumlah Vektor (ekor)
Masa inkubasi VMB (hari)
Aphis craccivora Aphis gossypii
1 24.5 + 6.5 a*
27.1 + 2.3 a
3 18.7 + 7.0 b 23.7 + 5.8 a
5 14.4 + 1.1 bcd 20.0 + 7.5 a
7 17.1 + 5.1 bc 21.8 + 5.9 a
10 14.9 + 6.3 bcd 17.9 + 7.3 a
K - -
*
Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada
taraf nyata 5%.
Masa inkubasi adalah waktu yang
diperlukan patogen untuk memperbanyak diri
dalam tanaman sejak patogen tersebut
diinokulasikan hingga gejala pada tanaman
muncul (Bos, 1990). Penularan VMB dengan A.
craccivora satu ekor memberikan masa inkubasi
lebih panjang secara nyata dibandingkan dengan
perlakuan jumlah kutu daun lainnya, sedangkan
penularan dengan jumlah kutu daun 3, 5, 7 dan 10
ekor tidak menunjukkan masa inkubasi yang
berbeda. Hal ini menunjukkan konsentrasi virus
mencapai optimal setelah jumlah kutu daun
bertambah menjadi 3 ekor, dan peningkatan
jumlah kutu daun menjadi 5, 7, dan 10 ekor tidak
berpengaruh terhadap percepatan masa inkubasi
(Tabel 1).
Sebagian besar virus membutuhkan 2
sampai 5 hari atau lebih untuk mengekspresikan
gejala dari daun yang diinokulasi. Sekali virus
masuk ke dalam floem, maka akan sangat cepat
virus tersebut menuju daerah pertumbuhan
(meristem apikal) atau bagian penting lainnya.
Dalam floem, virus menyebar ke seluruh tanaman
secara sistemik dan masuk ke sel parenkim yang
berbatasan dengan floem melalui plasmodesmata
(Agrios, 2005). Berdasarkan analisis data,
penularan VMB dengan A.craccivora memiliki
rata-rata masa inkubasi lebih singkat
dibandingkan penularan dengan A. gossypii. Hal
ini sesuai dengan penelitian Nurlaelah (2006)
yang menyatakan bahwa pada penularan VMB,
gejala yang muncul pertama kali terlihat pada A.
craccivora, A. glycines, dan terakhir pada A.
gossypii pada perlakuan jumlah kutu daun 10
ekor. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara
virus dengan jenis vektornya.
Penularan VMB dengan A. gossypii dengan
jumlah 1, 3, 5, 7 dan 10 menunjukkan masa
inkubasi yang lebih panjang dibandingkan dengan
A. craccivora (Tabel 1). Penularan VMB dengan
jumlah kutu daun yang semakin sedikit
berkolerasi dengan waktu inkubasi yang lebih
panjang, walaupun secara statistik tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah kutu daun A. gossypii
dari 1 sampai 10 ekor tidak berpengaruh pada
masa inkubasi VMB. Jumlah kutudaun sebagai
vektor berhubungan dengan konsentrasi virus
yang ditularkan. Konsentrasi virus yang terdapat
pada stilet satu ekor kutu daun A. gossypii lebih
sedikit dibandingkan dengan konsentrasi virus
pada 3, 5, dan 10 ekor kutu daun, dengan asumsi
Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
105
setiap stilet mempunyai ukuran dan kapasitas
yang sama untuk menyimpan virus (Kusnadi,
1991).
Pada penelitian ini konsentrasi virus dari
satu ekor kutu daun A. gossypii diduga merupakan
konsentrasi optimal dalam pengaruhnya terhadap
masa inkubasi VMB sehingga peningkatan
konsentrasi virus yang dibawa vektor tidak
mempercepat masa inkubasinya. Hasil yang
berbeda dilaporkan oleh Fatmawati (2003) yang
menyatakan bahwa masa inkubasi penularan virus
mosaik kuning pada tanaman kabocha dengan satu
ekor A. gossypii relatif lebih lama dibandingkan
dengan penularan yang menggunakan 3, 5, dan 10
ekor kutudaun. Perbedaan hasil ini dimungkinkan
karena perbedaan jenis virus dan spesies tanaman
yang digunakan. Matthews (1970) mengatakan
bahwa tanaman akan menunjukkan adanya
perbedaan respon kerentanan terhadap infeksi
virus yang ditularkan satu spesies vektor kutudaun.
Hubungan antara jumlah kutu daun sebagai
vektor untuk menularkan virus mempunyai
hubungan yang cukup erat dengan masa inkubasi
(Fatmawati, 2003; Nurlaelah, 2006). Tetapi ada
kalanya hal itu tidak terjadi karena kemungkinan
adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
Menurut Hadidi et al. (1998) interaksi antara
tanaman inang, virus, vektor, dan lingkungannya
sangat rumit. Lingkungan berpengaruh terhadap
vektor dan virus. Sebagai contoh, temperatur tidak
hanya mempengaruhi kebiasaan vektor secara
langsung tetapi juga mempengaruhi penggandaan
virus dan translokasinya dalam tanaman. Pada
penelitian ini telah diupayakan kondisi lingkungan
yang seragam sehingga setiap tanaman
mendapatkan temperatur yang seragam di rumah
kaca.
Pengaruh Inokulasi VMB terhadap Kejadian
Penyakit dan Tipe Gejala
Kejadian penyakit pada bengkuang
dengan perlakuan vektor A. craccivora sebanyak
1 sampai 7 ekor menunjukkan hasil yang sama
yaitu sebesar 90%, dan pada perlakuan 10 ekor
kejadian penyakitnya mencapai 100%. Kejadian
penyakit dengan perlakuan A. gossypii lebih
bervariasi yaitu pada perlakuan satu ekor sebesar
80%, kemudian pada perlakuan 3 ekor kejadian
penyakit mencapai 90%, tetapi pada perlakuan 5
ekor hanya mencapai 70%, dan pada perlakuan 7
dan 10 ekor mencapai 100%. Adanya variasi
kejadian penyakit ini diduga disebabkan adanya
ketahanan individu tanaman yang berbeda.
Matthews (1991) menyatakan bahwa ada
beberapa tipe ketahanan dan imunitas terhadap
virus tertentu dengan berdasar pada
kekomplekkan populasi inang diantaranya
kekebalan yang melibatkan setiap individu dari
suatu spesies. Selain itu, pada perlakuan A.
gossypii dengan jumlah kutudaun 5 ekor diduga
mempengaruhi kejadian tersebut; (1) kondisi
kutudaun yang berbeda, dan (2) saat periode
makan akuisisi, pada perlakuan jumlah 5 ekor
terdapat kutudaun yang tidak menusukkan
stiletnya pada daun yang mengandung virus atau
menusukkan stiletnya pada bagian daun yang
mempunyai konsentrasi virus yang rendah.
Menurut Astier et al., (2007) vektor virus
memiliki keragaman dan spesifitas dalam
menularkan virus. Secara umum penularan virus
dengan vektor serangga melibatkan interaksi
molekuler yang sangat spesifik untuk tiap
kombinasi virus-vektor. Hal ini menunjukkan
bahwa secara umum suatu virus hanya ditularkan
oleh satu spesies vektor atau spesies yang secara
taksonomi berdekatan. Adanya variasi kejadian
penyakit dan masa inkubasi yang panjang dari
VMB yang ditularkan A. gossypii kemungkinan
karena interaksi virus-vektor yang kurang spesifik
dibandingkan interaksi VMB-A. craccivora. Hasil
pengamatan terhadap kejadian penyakit dan tipe
gejala pada tanaman bengkuang dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
106
Tabel 2 Kejadian penyakit (KP)1)
dan tipe gejala2)
hasil penularan VMB dengan A. craccivora dan A.
gossypii
Perlakuan
(ekor)
KP
A. craccivora
Tipe gejala KP
A. gossypii
Tipe gejala
1 9/10 Mo, Md 8/10 Mo
3 9/10 Mo, Md 9/10 Mo
5 9/10 Mo, Md 7/10 Mo, Md
7 9/10 Mo, Md, Vb 10/10 Mo, Vb
10 10/10 Mo, Md, Vb 10/10 Mo, Md, Vb
K 0/10 - 0/10 -
1)
KP = n/N (∑ tanaman bergejala/∑tanaman uji), berdasarkan gejala & ELISA untuk yang tidak bergejala
2)
Mo: mosaik, Md: malformasi daun, Vb: vein banding (penebalan tulang daun)
Matthews (1970) menyatakan bahwa
konsentrasi virus pada infeksi tanaman secara
sistemik kemungkinan berbeda pada seluruh
bagian jaringan tanaman bahkan pada jaringan
yang berdekatan. Hal ini dapat mempengaruhi
efisiensi kutu daun memperoleh virus. Djikstra &
Jager (1998) juga menyatakan bahwa
ketidakberhasilan proses penularan dipengaruhi
beberapa faktor diantaranya kemungkinan
kutudaun tidak menghisap jaringan tanaman dan
beberapa kutu daun jatuh ke tanah dan hilang.
Adapun Agrios (2005) menyatakan bahwa dalam
penularan virus tular stilet, virus akan mudah
hilang melalui gesekan yang terjadi selama kutu
daun melakukan proses pengenalan pada sel
tanaman inang.
Kejadian penyakit VMB yang ditularkan
oleh vektor A. craccivora cenderung lebih tinggi
dibanding kejadian penyakit yang ditularkan oleh
A. gossypii. Selain itu waktu inkubasi penularan
dengan A. craccivora lebih singkat dibandingkan
dengan penularan A. gossypii. Hal ini
menunjukkan bahwa A. craccivora lebih efisien
dan efektif sebagai vektor virus tersebut.
Walaupun penularan dengan A. gossypii
menyebabkan masa inkubasi lebih panjang,
namun satu ekor kutu daun A. gossypii atau A.
craccivora sudah efisien menularkan VMB pada
bengkuang. Uji efisiensi penularan virus penyebab
penyakit mosaik kuning menunjukkan bahwa satu
ekor A. gossypii mampu menularkan virus-virus
penyebab penyakit mosaik kuning pada tanaman
kabocha walaupun efisiensinya relatif rendah
(Fatmawati 2003). Efisiensi penularan oleh kutu
daun dapat memberikan informasi dalam rangka
mencari strategi pengendalian yang tepat untuk
pengendalian VMB. Dengan mengetahui jumlah
minimal kutu daun yang efisien untuk menularkan
VMB, maka populasi kutu daun dapat
dikendalikan pada saat yang tepat, atau waktu
penanaman bengkuang dapat diatur agar saat
tanaman rentan terhadap serangan kutu daun
bertepatan dengan saat populasi vektor kutu daun
rendah atau tidak ada.
Pada Tabel 2 dan Gambar 1 terlihat
bahwa tipe gejala VMB pada bengkuang yang
ditularkan A. craccivora dan A. gossypii
menunjukkan gejala yang hampir sama yaitu
mosaik, malformasi daun, dan vein banding. Pada
A. craccivora perlakuan 1, 3, dan 5 ekor gejala
yang muncul didominasi oleh tipe mosaik dan
malformasi daun, dan pada perlakuan kutudaun 7
dan 10 ekor tipe gejala yang muncul adalah
mosaik, malformasi daun yang parah seperti tali,
dan vein banding. Pada penularan VMB dengan A.
gossypii 1 dan 3 ekor, tipe gejala yang
ditimbulkan adalah mosaik. Perlakuan dengan
jumlah 5 ekor tipe gejalanya adalah mosaik dan
malformasi daun, dan dengan jumlah vektor 7
ekor didominasi oleh mosaik dan vein banding.
Pada perlakuan jumlah 10 ekor gejala yang
muncul adalah mosaik, malformasi daun, dan vein
banding.
Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
107
Gambar 1 Variasi gejala VMB pada bengkuang. Daun sehat (A), hasil penularan A. craccivora: malformasi
daun parah, malformasi daun, dan mosaik (B1-B3) dan hasil penularan A. gossypii: malformasi
daun, mosaik, green vein banding (C1-C3)
Penularan VMB dengan A. craccivora
menunjukkan gejala yang lebih parah
dibandingkan penularan dengan A. gossypii
(Gambar 3). Jika dibandingkan dengan penularan
VMB secara mekanis, penularan dengan kutudaun
menunjukkan gejala yang lebih parah dan
efisiensinya lebih tinggi (Desmiarti 2006).
Menurut Matthews (1991) gejala yang
berkembang pada tanaman yang tidak resisten
maupun toleran akan dipengaruhi oleh genotipe
inang dengan berbagai cara. Kemunculan dan
(C2)
(C1)
(C3)(B3)
(B2)
(B1)
(A)
Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
108
keparahan gejala tergantung pada strain virus,
varietas tanaman, waktu infeksi, dan kondisi
lingkungan. Strain yang berbeda pada virus yang
sama memiliki perbedaan efisiensi dalam proses
penularan yang hanya ditularkan oleh sebagian
spesies kutudaun dan setiap varietas tanaman yang
berbeda mempunyai ketahanan yang berbeda pula.
Waktu infeksi mempengaruhi
keberhasilan proses infeksi virus pada jaringan
tanaman. Biasanya waktu yang tepat untuk
inokulasi adalah pagi atau sore hari. Kondisi
lingkungan diantaranya temperatur, kelembaban,
dan angin dapat mempengaruhi pergerakan dan
aktivitas makan kutudaun (Matthews 1991).
VMB dapat ditularkan ke tanaman kacang
panjang, buncis, dan kapri. Umumnya di lapang
bengkuang ditanam tumpang sari dengan tanaman
kacang panjang. Mengingat BCMV menginfeksi
kacang-kacangan, maka penanaman tumpang sari
seperti ini sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini
untuk menghindari penularan virus antar jenis
tanaman yang dapat terjadi via kutudaun
(Desmiarti, 2006; Damayanti et al., 2008).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan masa inkubasi dan kejadian
penyakit, kutu daun A. craccivora lebih efisien
sebagai vektor VMB dibanding A. gossypii.
Kedua spesies kutudaun pada perlakuan satu ekor
sudah cukup efisien untuk menularkan VMB.
Peningkatan jumlah kutudaun A. craccivora yang
digunakan untuk menularkan VMB
mempersingkat masa inkubasi, namun penularan
dengan A. gossypii tidak berpengaruh pada masa
inkubasi. Kejadian penyakit pada A. gossypii dan
A. craccivora berturut-turut sebesar 70-100% dan
90-100%.
Saran
Oleh karena kedua spesies kutudaun
merupakan vektor yang efisien menularkan VMB,
maka perlu dilakukan penelitian berkaitan dengan
upaya pengendalian kutudaun A. gossypii dan A.
craccivora secara non-kimiawi. Bagi virus yang
ditularkan vektor secara non-persisten,
pengendalian kimiawi kurang efektif karena
dalam waktu singkat kutudaun dapat menularkan
virus sebelum mati.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, GN. 2005. Plant Pathology. Ed.ke-5. New
York : Academic Press.
Astier, S, Albouy, J, Maury, Y, Robaglia, C,
Lecoq, H. 2007. Principles of Plant
Virology, Science Publisher.
Blackman, R.L, Eastop, V.F. 2000. Aphids on the
World’s Crops : An Identification and
Information Guide. Ed. ke-2. John Wiley &
Sons. Chicester, New York, Toronto.
Weinhem . Brisbane and Singapore.
Bos, L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan.
Triharso, Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. Terjemahan dari:
Introduction to Plant Virology.
Damayanti, T.A, Desmiarti, Nurlaelah, S. 2007.
Kajian Sifat Bio-Ekologi dan Bio-
Molekuler Virus Mosaik Bengkuang di
Indonesia [Laporan hasil penelitian].
Departemen Proteksi Tanaman IPB.
Damayanti, T.A, Desmiarti, Nurlaelah, S, Dewi, S,
Tetsuro, O, Kazuyuki, M. 2008. First
Report of Bean Common Mosaic Virus in
Yambean [Pachyrrizus erosus (L.) Urban]
in Indonesia. J Gen Plant Pathol (2008)
74:438-442.
Desmiarti, 2006. Uji Kisaran Inang dan Deteksi
Virus Penyebab Mosaik pada Tanaman
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus L. Urban)
[Skripsi]. DPT IPB.
Djikstra, J and Jagger, D. 1998. Practical Plant
Virology: Protocol and Exercise. Boston:
Springer..
Fatmawati, D. 2003. Penularan Virus Penyebab
Penyakit Mosaik Kuning pada Tanaman
Kabocha (Cucurbita maxima Duch.) dengan
Vektor Aphis. gossypii Glov. (Homoptera:
Aphididae) [Skripsi]. Program studi HPT
IPB.
Hadidi, A, Khetarphal, R.K, Koganezawa, H.
1998. Plant Virus Diseases Control.
Amerika: APS Press.
Kusnadi, D. 1991. Pengaruh Jumlah Aphis
craccivora Koch. terhadap Keberhasilan
Penularan Cowpea aphid-borne mosaic
virus pada Kacang Panjang (Vigna sinensis
Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
109
Endl.) [Skripsi]. Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan, IPB.
Matthews, REF. 1970. Student Edition Plant
Virology. London: Academic Press.
. 1991. Plant Virology. Ed ke-3.
London: Academic Press.
Nurlaelah, S. 2006. Deteksi Benih dan Penularan
Virus Mosaik Bengkuang oleh Tiga Spesies
Kutu daun [Skripsi]. Program studi HPT
IPB.
Shukla, D.D, Ward, C.W, Brunt, A.A. 1994. The
Potyviridae. CAB INTERNATIONAL.
United Kingdom.
Sorensen, M. 1996. Yam bean (Pachyrrizus DC).
Promoting the Conservation and Use of
Underutilized and Neglected Crops. 2.
Institute of Plant Genetic and Crop Plant
Research, Gatersleben/ International Plant
Genetic Resource Institute, Rome.
Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang

More Related Content

What's hot

Lap plaque adz
Lap plaque adzLap plaque adz
Lap plaque adz
Dickdick Maulana
 
02.mariam nurfadilah
02.mariam nurfadilah02.mariam nurfadilah
02.mariam nurfadilah
mariamnurfadilah
 
Virologi
VirologiVirologi
Virologi. bag 1
Virologi.  bag 1Virologi.  bag 1
Virologi. bag 1
tristyanto
 
Powerpoint virus
Powerpoint virusPowerpoint virus
Powerpoint virus
Ayashira Desely
 
Bab virus kelas 1
Bab virus kelas 1Bab virus kelas 1
Bab virus kelas 1
Dewiayu Dewang
 
Presentasi virus 1
Presentasi virus 1Presentasi virus 1
Presentasi virus 1
Rizki Cahyani
 
Laporan praktikum bakteriologi pertanian
Laporan praktikum bakteriologi pertanianLaporan praktikum bakteriologi pertanian
Laporan praktikum bakteriologi pertanian
fahmiganteng
 
Bab 2 virus by poslen simbolon,S.Pd
Bab 2 virus by poslen simbolon,S.PdBab 2 virus by poslen simbolon,S.Pd
Bab 2 virus by poslen simbolon,S.Pd
Poslen Simbolon Peabank
 
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabacixie_yeuw_jack
 
Perkembangan Penularan COVID-19 dari Manusia ke Hewan - Ditkesmavet, Jakarta,...
Perkembangan Penularan COVID-19 dari Manusia ke Hewan - Ditkesmavet, Jakarta,...Perkembangan Penularan COVID-19 dari Manusia ke Hewan - Ditkesmavet, Jakarta,...
Perkembangan Penularan COVID-19 dari Manusia ke Hewan - Ditkesmavet, Jakarta,...
Tata Naipospos
 
Powerpoint virology
Powerpoint virologyPowerpoint virology
Powerpoint virology
Asrika Putri
 
Mkrobiologi dan parasitologi
Mkrobiologi dan parasitologiMkrobiologi dan parasitologi
Mkrobiologi dan parasitologiUmmu Kalsum
 
Ppt Virus
Ppt VirusPpt Virus
Ppt Virus
Fredy Talebong
 
ppt virus
ppt virusppt virus
ppt virus
yantowiyulyanto
 
Virus
VirusVirus
Virus
VirusVirus
Artikel Ilmiah: Efektivitas SpltMNPV Terhadap Ulat Grayak (Spodopera litura)
Artikel Ilmiah: Efektivitas SpltMNPV Terhadap Ulat Grayak (Spodopera litura)Artikel Ilmiah: Efektivitas SpltMNPV Terhadap Ulat Grayak (Spodopera litura)
Artikel Ilmiah: Efektivitas SpltMNPV Terhadap Ulat Grayak (Spodopera litura)
UNESA
 

What's hot (20)

Lap plaque adz
Lap plaque adzLap plaque adz
Lap plaque adz
 
02.mariam nurfadilah
02.mariam nurfadilah02.mariam nurfadilah
02.mariam nurfadilah
 
Virologi
VirologiVirologi
Virologi
 
Virologi. bag 1
Virologi.  bag 1Virologi.  bag 1
Virologi. bag 1
 
Powerpoint virus
Powerpoint virusPowerpoint virus
Powerpoint virus
 
Bab virus kelas 1
Bab virus kelas 1Bab virus kelas 1
Bab virus kelas 1
 
Presentasi virus 1
Presentasi virus 1Presentasi virus 1
Presentasi virus 1
 
Laporan praktikum bakteriologi pertanian
Laporan praktikum bakteriologi pertanianLaporan praktikum bakteriologi pertanian
Laporan praktikum bakteriologi pertanian
 
Pathogen Tanaman
Pathogen TanamanPathogen Tanaman
Pathogen Tanaman
 
Bab 2 virus by poslen simbolon,S.Pd
Bab 2 virus by poslen simbolon,S.PdBab 2 virus by poslen simbolon,S.Pd
Bab 2 virus by poslen simbolon,S.Pd
 
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
 
Perkembangan Penularan COVID-19 dari Manusia ke Hewan - Ditkesmavet, Jakarta,...
Perkembangan Penularan COVID-19 dari Manusia ke Hewan - Ditkesmavet, Jakarta,...Perkembangan Penularan COVID-19 dari Manusia ke Hewan - Ditkesmavet, Jakarta,...
Perkembangan Penularan COVID-19 dari Manusia ke Hewan - Ditkesmavet, Jakarta,...
 
Powerpoint virology
Powerpoint virologyPowerpoint virology
Powerpoint virology
 
Mkrobiologi dan parasitologi
Mkrobiologi dan parasitologiMkrobiologi dan parasitologi
Mkrobiologi dan parasitologi
 
Ppt Virus
Ppt VirusPpt Virus
Ppt Virus
 
ppt virus
ppt virusppt virus
ppt virus
 
Virus 5
Virus 5Virus 5
Virus 5
 
Virus
VirusVirus
Virus
 
Virus
VirusVirus
Virus
 
Artikel Ilmiah: Efektivitas SpltMNPV Terhadap Ulat Grayak (Spodopera litura)
Artikel Ilmiah: Efektivitas SpltMNPV Terhadap Ulat Grayak (Spodopera litura)Artikel Ilmiah: Efektivitas SpltMNPV Terhadap Ulat Grayak (Spodopera litura)
Artikel Ilmiah: Efektivitas SpltMNPV Terhadap Ulat Grayak (Spodopera litura)
 

Viewers also liked

Bakteri patogen ppoa pdf
Bakteri patogen ppoa pdfBakteri patogen ppoa pdf
Bakteri patogen ppoa pdf
Atam Budidaya Perairan Unila
 
Trinity Kings World Leadership: Humility: The Mark of Leaders Who Finishes Well
Trinity Kings World Leadership: Humility: The Mark of Leaders Who Finishes WellTrinity Kings World Leadership: Humility: The Mark of Leaders Who Finishes Well
Trinity Kings World Leadership: Humility: The Mark of Leaders Who Finishes Well
Terrell Patillo
 
12th Mark sheet
12th Mark sheet12th Mark sheet
12th Mark sheet
Karamveer Singh Deol
 
Flyer olio per esame di Graphic design di Sara
Flyer olio per esame di Graphic design di SaraFlyer olio per esame di Graphic design di Sara
Flyer olio per esame di Graphic design di Sara
NAD Nuova Accademia del Design
 
카지노싸이트//FUN7。ASIA//생중계바카라 싸이트
카지노싸이트//FUN7。ASIA//생중계바카라 싸이트카지노싸이트//FUN7。ASIA//생중계바카라 싸이트
카지노싸이트//FUN7。ASIA//생중계바카라 싸이트
qasdhkjas
 
Trinity Kings World Leadership: The Law of the Picture: God Holds His People ...
Trinity Kings World Leadership: The Law of the Picture: God Holds His People ...Trinity Kings World Leadership: The Law of the Picture: God Holds His People ...
Trinity Kings World Leadership: The Law of the Picture: God Holds His People ...
Terrell Patillo
 
Trinity Kings World Leadership: Correct Christian Confrontation
Trinity Kings World Leadership: Correct Christian ConfrontationTrinity Kings World Leadership: Correct Christian Confrontation
Trinity Kings World Leadership: Correct Christian Confrontation
Terrell Patillo
 
Making Workflows Work for You
Making Workflows Work for YouMaking Workflows Work for You
Making Workflows Work for You
Stephan Richter
 
Trinity Kings World Leadership: Rec'd by Acting Western District Attorney Gen...
Trinity Kings World Leadership: Rec'd by Acting Western District Attorney Gen...Trinity Kings World Leadership: Rec'd by Acting Western District Attorney Gen...
Trinity Kings World Leadership: Rec'd by Acting Western District Attorney Gen...
Terrell Patillo
 
Trinity Kings World Leadership: A Leader's Heart Devotional(*Leadership Playb...
Trinity Kings World Leadership: A Leader's Heart Devotional(*Leadership Playb...Trinity Kings World Leadership: A Leader's Heart Devotional(*Leadership Playb...
Trinity Kings World Leadership: A Leader's Heart Devotional(*Leadership Playb...
Terrell Patillo
 
Alejamacro1
Alejamacro1Alejamacro1
Alejamacro1
Alejandra Ortiz
 
(former) attorney Milton Raiford committs mail fraud against Veterans and the...
(former) attorney Milton Raiford committs mail fraud against Veterans and the...(former) attorney Milton Raiford committs mail fraud against Veterans and the...
(former) attorney Milton Raiford committs mail fraud against Veterans and the...
Terrell Patillo
 
My sugar superdefinitivo esame corso visual design 300 h
My sugar superdefinitivo esame corso visual design 300 hMy sugar superdefinitivo esame corso visual design 300 h
My sugar superdefinitivo esame corso visual design 300 h
NAD Nuova Accademia del Design
 
LEID PORTFOLIO
LEID PORTFOLIOLEID PORTFOLIO
LEID PORTFOLIO
LEID Technical works llc
 
Hello media.
Hello media.Hello media.
Hello media.
Iulia Trandella
 
shivani chauhan 1
shivani chauhan 1shivani chauhan 1
shivani chauhan 1
shivani chauhan
 
Postulat koch
Postulat kochPostulat koch
Postulat koch
ailuaan25
 

Viewers also liked (17)

Bakteri patogen ppoa pdf
Bakteri patogen ppoa pdfBakteri patogen ppoa pdf
Bakteri patogen ppoa pdf
 
Trinity Kings World Leadership: Humility: The Mark of Leaders Who Finishes Well
Trinity Kings World Leadership: Humility: The Mark of Leaders Who Finishes WellTrinity Kings World Leadership: Humility: The Mark of Leaders Who Finishes Well
Trinity Kings World Leadership: Humility: The Mark of Leaders Who Finishes Well
 
12th Mark sheet
12th Mark sheet12th Mark sheet
12th Mark sheet
 
Flyer olio per esame di Graphic design di Sara
Flyer olio per esame di Graphic design di SaraFlyer olio per esame di Graphic design di Sara
Flyer olio per esame di Graphic design di Sara
 
카지노싸이트//FUN7。ASIA//생중계바카라 싸이트
카지노싸이트//FUN7。ASIA//생중계바카라 싸이트카지노싸이트//FUN7。ASIA//생중계바카라 싸이트
카지노싸이트//FUN7。ASIA//생중계바카라 싸이트
 
Trinity Kings World Leadership: The Law of the Picture: God Holds His People ...
Trinity Kings World Leadership: The Law of the Picture: God Holds His People ...Trinity Kings World Leadership: The Law of the Picture: God Holds His People ...
Trinity Kings World Leadership: The Law of the Picture: God Holds His People ...
 
Trinity Kings World Leadership: Correct Christian Confrontation
Trinity Kings World Leadership: Correct Christian ConfrontationTrinity Kings World Leadership: Correct Christian Confrontation
Trinity Kings World Leadership: Correct Christian Confrontation
 
Making Workflows Work for You
Making Workflows Work for YouMaking Workflows Work for You
Making Workflows Work for You
 
Trinity Kings World Leadership: Rec'd by Acting Western District Attorney Gen...
Trinity Kings World Leadership: Rec'd by Acting Western District Attorney Gen...Trinity Kings World Leadership: Rec'd by Acting Western District Attorney Gen...
Trinity Kings World Leadership: Rec'd by Acting Western District Attorney Gen...
 
Trinity Kings World Leadership: A Leader's Heart Devotional(*Leadership Playb...
Trinity Kings World Leadership: A Leader's Heart Devotional(*Leadership Playb...Trinity Kings World Leadership: A Leader's Heart Devotional(*Leadership Playb...
Trinity Kings World Leadership: A Leader's Heart Devotional(*Leadership Playb...
 
Alejamacro1
Alejamacro1Alejamacro1
Alejamacro1
 
(former) attorney Milton Raiford committs mail fraud against Veterans and the...
(former) attorney Milton Raiford committs mail fraud against Veterans and the...(former) attorney Milton Raiford committs mail fraud against Veterans and the...
(former) attorney Milton Raiford committs mail fraud against Veterans and the...
 
My sugar superdefinitivo esame corso visual design 300 h
My sugar superdefinitivo esame corso visual design 300 hMy sugar superdefinitivo esame corso visual design 300 h
My sugar superdefinitivo esame corso visual design 300 h
 
LEID PORTFOLIO
LEID PORTFOLIOLEID PORTFOLIO
LEID PORTFOLIO
 
Hello media.
Hello media.Hello media.
Hello media.
 
shivani chauhan 1
shivani chauhan 1shivani chauhan 1
shivani chauhan 1
 
Postulat koch
Postulat kochPostulat koch
Postulat koch
 

Similar to 3. agrovigor-sept-2010-vol-3-no-2-efisiensi-penularan-virus-mozaik-tri-asmira-

virus pada tanaman padi Virus tungro
virus pada tanaman padi Virus tungrovirus pada tanaman padi Virus tungro
virus pada tanaman padi Virus tungro
Luthfi Dhani
 
Identifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakitIdentifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakitNugroho Tristyanto
 
Identifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakitIdentifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakitNugroho Tristyanto
 
Identifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakitIdentifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakit
Nugroho Tristyanto
 
Jurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawanJurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawanAbd Wahid
 
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Andrew Hutabarat
 
Hama jahe-dan-pengendaliannya
Hama jahe-dan-pengendaliannyaHama jahe-dan-pengendaliannya
Hama jahe-dan-pengendaliannya
Sigit Rimba Atmojo
 
Juknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newJuknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newBPA_ADMIN
 
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklimTungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Khairullah Khairullah
 
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabaiidentifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
Dian Lestari
 
CMV.pptx
CMV.pptxCMV.pptx
CMV.pptx
AylaIskandar
 
SOSIALISASI SI WOLLY.pptx
SOSIALISASI SI WOLLY.pptxSOSIALISASI SI WOLLY.pptx
SOSIALISASI SI WOLLY.pptx
PutriArumSholekhati
 
Parasitologi. Nematoda
Parasitologi. NematodaParasitologi. Nematoda
Parasitologi. Nematoda
Poltekes TNI AU
 
2. aras-meilin (1)
2. aras-meilin (1)2. aras-meilin (1)
2. aras-meilin (1)
Sandy As
 
DBD Nastiti.pptx
DBD Nastiti.pptxDBD Nastiti.pptx
DBD Nastiti.pptx
CdmaNastitiFatimah
 
Ilmu hama tumbuhan
Ilmu hama tumbuhanIlmu hama tumbuhan
Ilmu hama tumbuhan
Abdul Wahid
 
8 9. hama & penyakit pada tanaman
8 9. hama & penyakit pada tanaman8 9. hama & penyakit pada tanaman
8 9. hama & penyakit pada tanamanAlfie Kesturi
 
Kuliah Perlintan.pdf
Kuliah Perlintan.pdfKuliah Perlintan.pdf
Kuliah Perlintan.pdf
ElwinDakNgepelelagi
 

Similar to 3. agrovigor-sept-2010-vol-3-no-2-efisiensi-penularan-virus-mozaik-tri-asmira- (20)

Cacing
CacingCacing
Cacing
 
virus pada tanaman padi Virus tungro
virus pada tanaman padi Virus tungrovirus pada tanaman padi Virus tungro
virus pada tanaman padi Virus tungro
 
Identifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakitIdentifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakit
 
Identifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakitIdentifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakit
 
Identifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakitIdentifikasi cacing penyabab penyakit
Identifikasi cacing penyabab penyakit
 
Jurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawanJurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawan
 
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
 
Hama jahe-dan-pengendaliannya
Hama jahe-dan-pengendaliannyaHama jahe-dan-pengendaliannya
Hama jahe-dan-pengendaliannya
 
Juknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newJuknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat new
 
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklimTungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
 
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabaiidentifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
 
CMV.pptx
CMV.pptxCMV.pptx
CMV.pptx
 
Makalah_6 Makalah laporan praktikum perlintan
Makalah_6 Makalah laporan praktikum perlintanMakalah_6 Makalah laporan praktikum perlintan
Makalah_6 Makalah laporan praktikum perlintan
 
SOSIALISASI SI WOLLY.pptx
SOSIALISASI SI WOLLY.pptxSOSIALISASI SI WOLLY.pptx
SOSIALISASI SI WOLLY.pptx
 
Parasitologi. Nematoda
Parasitologi. NematodaParasitologi. Nematoda
Parasitologi. Nematoda
 
2. aras-meilin (1)
2. aras-meilin (1)2. aras-meilin (1)
2. aras-meilin (1)
 
DBD Nastiti.pptx
DBD Nastiti.pptxDBD Nastiti.pptx
DBD Nastiti.pptx
 
Ilmu hama tumbuhan
Ilmu hama tumbuhanIlmu hama tumbuhan
Ilmu hama tumbuhan
 
8 9. hama & penyakit pada tanaman
8 9. hama & penyakit pada tanaman8 9. hama & penyakit pada tanaman
8 9. hama & penyakit pada tanaman
 
Kuliah Perlintan.pdf
Kuliah Perlintan.pdfKuliah Perlintan.pdf
Kuliah Perlintan.pdf
 

3. agrovigor-sept-2010-vol-3-no-2-efisiensi-penularan-virus-mozaik-tri-asmira-

  • 1. 101 EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG DENGAN Aphis craccivora Koch. DAN A. gossypii Glover. Tri Asmira Damayanti*, Endah Muliarti*, Dewi Sartiami* *Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB Jl. Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 triadys@yahoo.com ABSTRACT Yambean mosaic virus is the most important virus infecting yam bean in Indonesia. The virus were transmitted either mechanically or via aphid. This study to test the transmission efficiency of the virus via A. craccivora and A. gossypii by using different number of aphid such 1, 3, 5, 7, and 10 for each treatment. To determine the transmission efficiency, incubation period, type of symptom and incidence were used as parameter. Transmission of virus by A. craccivora showed incidence range 90 to 100%, significant differences in incubation time of 1 aphid compared to other treatments and showed severe leaf mosaic, vein-banding and severe leaf malformation such as string. However, the incidence of transmission of virus by A. gossypii was range 70 to 100%, with longer incubation period in compare with A. craccivora. There was no significant differences of incubation period among treatments by A. gossypii. The infected plants showed leaf malformation, vein-banding, wrinkle and blotch on the leaves. Based on these, both aphids species could transmitted virus efficiently, and among them A. craccivora considerate has higher ability as efficient insect vector to transmit the virus in compare with A. gossypii. Keywords : Yam bean mosaic virus, Transmission, Aphid, Yam bean ABSTRAK Virus mosaik bengkuang (VMB) merupakan virus penting pada bengkuang di Indonesia. Selain dapat ditularkan secara mekanik, VMB dapat ditularkan melalui kutudaun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi penularan VMB menggunakan Aphis craccivora dan A. gossypii dengan menggunakan 1, 3, 5, 7 dan 10 ekor kutudaun. Peubah yang diamati adalah masa inkubasi, tipe gejala, dan kejadian penyakit. Penularan virus dengan kedua spesies kutu daun dengan jumlah satu ekor sudah cukup efisien untuk menularkan VMB. Penularan dengan A. craccivora menunjukkan kejadian penyakit sekitar 90-100%, menunjukkan perbedaan masa inkubasi antara satu ekor dengan 3, 5, 7, dan 10 ekor, dan tipe gejala yang ditimbulkan oleh A. craccivora adalah mosaik, penebalan tulang daun dan malformasi daun yang parah dengan bentuk daun mengecil dan memanjang menyerupai tali. Penularan dengan A.gossypii menunjukkan kejadian penyakit 70- 100%, tidak ada perbedaan masa inkubasi antar perlakuan, namun lebih masa inkubasi lebih panjang dibandingkan penularan dengan A. craccivora. Tipe gejala hasil penularan dengan A. gossypii adalah mosaik, penebalan tulang daun dan malformasi daun dengan permukaan daun berkerut dan seperti lepuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua spesies kutudaun dapat menjadi vektor yang efisien dalam menularkan VMB dan diantara keduanya A. craccivora memiliki kemampuan sebagai serangga vektor yang lebih efisien sebagai vektor virus VMB dibandingkan dengan A. gossypii. Kata Kunci : VMB, Penularan, Kutudaun, Bengkuang PENDAHULUAN Bengkuang (Pachyrrhizus erosus L.) merupakan tanaman pertanian yang umbinya dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan bahan AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 2 SEPTEMBER 2010 ISSN 1979 - 5777
  • 2. 102 kosmetik, sedangkan biji bengkuang sebagai bahan pestisida nabati untuk mengendalikan hama tanaman. Bengkuang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, tetapi perhatian terhadap tanaman ini masih rendah. Padahal budidaya bengkuang bila dilakukan dengan optimal akan memberikan keuntungan yang tidak kecil bagi petani. Pembudidayaan bengkuang tidak terlepas dari adanya berbagai hambatan, baik faktor abiotik maupun biotik. Faktor abiotik diantaranya kondisi lahan, suhu, kelembaban udara, kesuburan tanah, dan ketersediaan air. Faktor biotik salah satunya adalah gangguan hama dan penyakit tanaman. Penyakit yang menyerang bengkuang umumnya adalah mosaik. Menurut Damayanti et al. (2007) virus mosaik bengkuang sudah menyebar tidak hanya di pertanaman bengkuang di Jawa Barat, tetapi juga di Jawa Tengah (Prembun) yang merupakan sentra produksi bengkuang. Virus mosaik bengkuang (VMB) disebabkan oleh BCMV (Bean common mosaic virus isolat Iybn) (Damayanti et al. 2008). Bengkuang diperbanyak sendiri oleh petani tanpa memperhatikan tanaman yang akan diambil bijinya sehat atau tidak dan menganggap gejala mosaik merupakan hal yang umum. Sehingga tingginya intensitas serangan di lapang karena VMB dapat terbawa melalui benih (Damayanti et al 2007; Damayanti et al. 2008). Sorensen (1996) melaporkan bahwa di Tonga, Costa Rica, Ekuador, dan Thailand lima spesies tanaman bengkuang dan satu spesies bengkuang liar dapat diinfeksi oleh BCMV. BCMV dapat ditularkan melalui benih, jika tanaman induk terinfeksi pada saat tanaman masih muda, dengan efisiensi mencapai 83%. BCMV juga dapat ditularkan oleh beberapa spesies kutu daun (Shukla et al., 1994; Agrios 2005). Menurut Nurlaelah (2006), VMB dapat ditularkan oleh 3 spesies kutu daun (A. craccivora, A. gossypii, A. glycines), namun demikian belum diketahui efisiensi penularan dengan kutu daun ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi penularan virus mosaik bengkuang (VMB) oleh dua spesies kutu daun yaitu Aphis craccivora dan Aphis gossypii. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah kutu daun yang mampu menularkan VMB secara efisien sebagai informasi dasar penentuan waktu pengendalian dan informasi yang bermanfaat dalam penelitian yang berkaitan dengan virus ini. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan adalah tanah, pupuk kandang, benih bengkuang varietas lokal Cipondoh, kurungan serangga, sungkup plastik, cawan petri, kuas, kapas, daun talas, kutudaun Aphis craccivora dan Aphis gossypii, tanaman cabai, tanaman kacang panjang, plate ELISA, ELISA reader, dan antiserum Potyvirus, bufer-bufer ELISA. Metode Penelitian Sumber Inokulum Sumber inokulum tanaman sakit diambil dari pertanaman bengkuang di Bubulak, Bogor. Inokulum diperbanyak dengan cara menularkan virus ke tanaman sehat menggunakan kutu daun A. craccivora. Selanjutnya tanaman dipelihara di rumah kaca sebagai sumber inokulum. Identifikasi dan Pembiakan Kutu daun Kutu daun yang digunakan adalah A. craccivora dan A. gossypii stadia imago. Sebelum dibiakkan pada masing-masing tanaman inang (kacang panjang dan cabai), kutu daun diidentifikasi menurut metode Blackman & Eastop (2000). Identifikasi dilakukan berdasarkan morfologi kutu daun yang tidak bersayap dengan karakter yang diamati antara lain kepala, abdomen, sifunkuli, kauda, dan jumlah rambut pada kauda. Kedua imago kutu daun tersebut diperbanyak pada masing-masing tanaman inangnya yang ditanam pada polibag berukuran 15x15 cm dengan media tanah, dan dimasukkan ke dalam kurungan serangga berukuran 2x1 m. Pembebasan Kutu daun dari Virus dan Perbanyakan Vektor Imago kedua spesies kutu daun A. craccivora dan A. gossypii sebelum digunakan dibebasviruskan pada daun talas yang sehat. Daun Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
  • 3. 103 talas dicuci, kemudian tangkainya dibalut kapas basah dan diletakkan pada cawan petri. Satu cawan petri berisi satu spesies kutu daun, lalu kutu daun dipindahkan dengan kuas gambar yang telah dibasahi sedikit air pada permukaan daun talas bagian bawah yang berada dalam cawan petri. Cawan petri ditutup dan dibiarkan imago tersebut berkembang biak. Kutu daun baru lahir (nimfa) berasal dari imago yang dibebasviruskan pada daun talas kemudian dipindahkan ke daun tanaman inang sehat dan dibiarkan berkembang biak. Kutu daun ini yang digunakan sebagai vektor. Penularan Virus dengan Vektor Kutu daun Benih bengkuang berasal dari daerah Bojong Tengah, Bogor kultivar lokal Cipondoh ditanam dalam polibag berukuran 20 x 20 cm pada media tumbuh terdiri dari campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Tiap polibag ditanami empat benih bengkuang dan setelah berumur 1 minggu, dipilih satu bibit yang baik untuk dipakai dalam pengujian. Imago kutu daun A. craccivora dan A. gossypii dipuasakan selama 1 jam, kemudian dipindahkan pada tanaman bengkuang sakit (periode makan akuisisi) selama 2 jam. Efisiensi penularan virus non-persisten oleh kutu daun meningkat, jika kutu daun dilaparkan beberapa saat sebelum periode makan akuisisi pada tanaman yang terinfeksi virus. Kutudaun yang dipuasakan terlebih dulu dapat dengan cepat mengenal daun dibandingkan kutudaun yang tidak dipuasakan sebelumnya (Matthews 1970; Walkey 1991). Selanjutnya kutudaun dipindahkan pada tanaman bengkuang sehat. Adapun perlakuan jumlah kutudaun yang digunakan masing-masing sebanyak 1, 3, 5, 7, dan 10 ekor. Tiap tanaman disungkup dengan sungkup plastik dan kutudaun dibiarkan pada tanaman uji tersebut selama 24 jam (periode makan inokulasi). Setelah 24 jam kutudaun dimatikan dengan cara mekanis. Peubah Pengamatan Pengamatan dilakukan pada hari ke-1 sampai hari ke-30 setelah inokulasi. Parameter pengamatan adalah waktu inkubasi, tipe gejala, dan kejadian penyakit. Waktu inkubasi dihitung dari waktu inokulasi sampai munculnya gejala pada daun diketahui dengan pengamatan gejala setiap hari. Kejadian penyakit dihitung menggunakan rumus : KP = n/N Keterangan: n : jumlah tanaman yang bergejala N : jumlah tanaman yang diamati Deteksi Serologi dengan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) ELISA dilakukan terhadap tanaman hasil penularan yang tidak menunjukkan gejala untuk konfirmasi kejadian penyakit. ELISA menggunakan metode ACP ELISA (Antigen Coated Plate ELISA) menggunakan antiserum universal untuk Potyvirus dengan prosedur sesuai manual yang direkomendasikan pembuatnya (DSMZ). Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengujian adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan satu faktor. Data yang diperoleh dianalisis dengan program SAS versi 6.12. Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji perbandingan berganda Duncan pada selang kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Antara Jumlah Kutu daun dan Masa Inkubasi VMB Berdasarkan hasil penelitian pada tanaman bengkuang, gejala awal yang muncul terlihat jelas pada daun yaitu daun menjadi melengkung keatas atau ke bawah, semakin hari lekukannya semakin jelas, akhirnya daun mengerut dan keriting pada bagian tengahnya. Tanaman bengkuang belum menghasilkan bunga dan polong hingga 4 minggu pengamatan. Menurut Agrios (2005) gejala awal daun yang terinfeksi BCMV adalah daun menjadi bergelombang dan selanjutnya warna daun menjadi berubah dan tidak merata, seiring dengan Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
  • 4. 104 berjalannya waktu daun melengkung ke bawah dan ke atas, selanjutnya daun terlihat mengerut dan tahap selanjutnya terjadi mosaik, malformasi daun, dan green vein banding (penebalan di sekitar pertulangan daun berwarna hijau tua) Efisiensi penularan VMB dengan jenis dan jumlah vektor yang berbeda dapat dilihat dari masa inkubasinya. Adapun data pengamatan masa inkubasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hubungan antara Jumlah Vektor dan Masa Inkubasi VMB. Jumlah Vektor (ekor) Masa inkubasi VMB (hari) Aphis craccivora Aphis gossypii 1 24.5 + 6.5 a* 27.1 + 2.3 a 3 18.7 + 7.0 b 23.7 + 5.8 a 5 14.4 + 1.1 bcd 20.0 + 7.5 a 7 17.1 + 5.1 bc 21.8 + 5.9 a 10 14.9 + 6.3 bcd 17.9 + 7.3 a K - - * Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan patogen untuk memperbanyak diri dalam tanaman sejak patogen tersebut diinokulasikan hingga gejala pada tanaman muncul (Bos, 1990). Penularan VMB dengan A. craccivora satu ekor memberikan masa inkubasi lebih panjang secara nyata dibandingkan dengan perlakuan jumlah kutu daun lainnya, sedangkan penularan dengan jumlah kutu daun 3, 5, 7 dan 10 ekor tidak menunjukkan masa inkubasi yang berbeda. Hal ini menunjukkan konsentrasi virus mencapai optimal setelah jumlah kutu daun bertambah menjadi 3 ekor, dan peningkatan jumlah kutu daun menjadi 5, 7, dan 10 ekor tidak berpengaruh terhadap percepatan masa inkubasi (Tabel 1). Sebagian besar virus membutuhkan 2 sampai 5 hari atau lebih untuk mengekspresikan gejala dari daun yang diinokulasi. Sekali virus masuk ke dalam floem, maka akan sangat cepat virus tersebut menuju daerah pertumbuhan (meristem apikal) atau bagian penting lainnya. Dalam floem, virus menyebar ke seluruh tanaman secara sistemik dan masuk ke sel parenkim yang berbatasan dengan floem melalui plasmodesmata (Agrios, 2005). Berdasarkan analisis data, penularan VMB dengan A.craccivora memiliki rata-rata masa inkubasi lebih singkat dibandingkan penularan dengan A. gossypii. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurlaelah (2006) yang menyatakan bahwa pada penularan VMB, gejala yang muncul pertama kali terlihat pada A. craccivora, A. glycines, dan terakhir pada A. gossypii pada perlakuan jumlah kutu daun 10 ekor. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara virus dengan jenis vektornya. Penularan VMB dengan A. gossypii dengan jumlah 1, 3, 5, 7 dan 10 menunjukkan masa inkubasi yang lebih panjang dibandingkan dengan A. craccivora (Tabel 1). Penularan VMB dengan jumlah kutu daun yang semakin sedikit berkolerasi dengan waktu inkubasi yang lebih panjang, walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kutu daun A. gossypii dari 1 sampai 10 ekor tidak berpengaruh pada masa inkubasi VMB. Jumlah kutudaun sebagai vektor berhubungan dengan konsentrasi virus yang ditularkan. Konsentrasi virus yang terdapat pada stilet satu ekor kutu daun A. gossypii lebih sedikit dibandingkan dengan konsentrasi virus pada 3, 5, dan 10 ekor kutu daun, dengan asumsi Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
  • 5. 105 setiap stilet mempunyai ukuran dan kapasitas yang sama untuk menyimpan virus (Kusnadi, 1991). Pada penelitian ini konsentrasi virus dari satu ekor kutu daun A. gossypii diduga merupakan konsentrasi optimal dalam pengaruhnya terhadap masa inkubasi VMB sehingga peningkatan konsentrasi virus yang dibawa vektor tidak mempercepat masa inkubasinya. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Fatmawati (2003) yang menyatakan bahwa masa inkubasi penularan virus mosaik kuning pada tanaman kabocha dengan satu ekor A. gossypii relatif lebih lama dibandingkan dengan penularan yang menggunakan 3, 5, dan 10 ekor kutudaun. Perbedaan hasil ini dimungkinkan karena perbedaan jenis virus dan spesies tanaman yang digunakan. Matthews (1970) mengatakan bahwa tanaman akan menunjukkan adanya perbedaan respon kerentanan terhadap infeksi virus yang ditularkan satu spesies vektor kutudaun. Hubungan antara jumlah kutu daun sebagai vektor untuk menularkan virus mempunyai hubungan yang cukup erat dengan masa inkubasi (Fatmawati, 2003; Nurlaelah, 2006). Tetapi ada kalanya hal itu tidak terjadi karena kemungkinan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Hadidi et al. (1998) interaksi antara tanaman inang, virus, vektor, dan lingkungannya sangat rumit. Lingkungan berpengaruh terhadap vektor dan virus. Sebagai contoh, temperatur tidak hanya mempengaruhi kebiasaan vektor secara langsung tetapi juga mempengaruhi penggandaan virus dan translokasinya dalam tanaman. Pada penelitian ini telah diupayakan kondisi lingkungan yang seragam sehingga setiap tanaman mendapatkan temperatur yang seragam di rumah kaca. Pengaruh Inokulasi VMB terhadap Kejadian Penyakit dan Tipe Gejala Kejadian penyakit pada bengkuang dengan perlakuan vektor A. craccivora sebanyak 1 sampai 7 ekor menunjukkan hasil yang sama yaitu sebesar 90%, dan pada perlakuan 10 ekor kejadian penyakitnya mencapai 100%. Kejadian penyakit dengan perlakuan A. gossypii lebih bervariasi yaitu pada perlakuan satu ekor sebesar 80%, kemudian pada perlakuan 3 ekor kejadian penyakit mencapai 90%, tetapi pada perlakuan 5 ekor hanya mencapai 70%, dan pada perlakuan 7 dan 10 ekor mencapai 100%. Adanya variasi kejadian penyakit ini diduga disebabkan adanya ketahanan individu tanaman yang berbeda. Matthews (1991) menyatakan bahwa ada beberapa tipe ketahanan dan imunitas terhadap virus tertentu dengan berdasar pada kekomplekkan populasi inang diantaranya kekebalan yang melibatkan setiap individu dari suatu spesies. Selain itu, pada perlakuan A. gossypii dengan jumlah kutudaun 5 ekor diduga mempengaruhi kejadian tersebut; (1) kondisi kutudaun yang berbeda, dan (2) saat periode makan akuisisi, pada perlakuan jumlah 5 ekor terdapat kutudaun yang tidak menusukkan stiletnya pada daun yang mengandung virus atau menusukkan stiletnya pada bagian daun yang mempunyai konsentrasi virus yang rendah. Menurut Astier et al., (2007) vektor virus memiliki keragaman dan spesifitas dalam menularkan virus. Secara umum penularan virus dengan vektor serangga melibatkan interaksi molekuler yang sangat spesifik untuk tiap kombinasi virus-vektor. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum suatu virus hanya ditularkan oleh satu spesies vektor atau spesies yang secara taksonomi berdekatan. Adanya variasi kejadian penyakit dan masa inkubasi yang panjang dari VMB yang ditularkan A. gossypii kemungkinan karena interaksi virus-vektor yang kurang spesifik dibandingkan interaksi VMB-A. craccivora. Hasil pengamatan terhadap kejadian penyakit dan tipe gejala pada tanaman bengkuang dapat dilihat pada Tabel 2. Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
  • 6. 106 Tabel 2 Kejadian penyakit (KP)1) dan tipe gejala2) hasil penularan VMB dengan A. craccivora dan A. gossypii Perlakuan (ekor) KP A. craccivora Tipe gejala KP A. gossypii Tipe gejala 1 9/10 Mo, Md 8/10 Mo 3 9/10 Mo, Md 9/10 Mo 5 9/10 Mo, Md 7/10 Mo, Md 7 9/10 Mo, Md, Vb 10/10 Mo, Vb 10 10/10 Mo, Md, Vb 10/10 Mo, Md, Vb K 0/10 - 0/10 - 1) KP = n/N (∑ tanaman bergejala/∑tanaman uji), berdasarkan gejala & ELISA untuk yang tidak bergejala 2) Mo: mosaik, Md: malformasi daun, Vb: vein banding (penebalan tulang daun) Matthews (1970) menyatakan bahwa konsentrasi virus pada infeksi tanaman secara sistemik kemungkinan berbeda pada seluruh bagian jaringan tanaman bahkan pada jaringan yang berdekatan. Hal ini dapat mempengaruhi efisiensi kutu daun memperoleh virus. Djikstra & Jager (1998) juga menyatakan bahwa ketidakberhasilan proses penularan dipengaruhi beberapa faktor diantaranya kemungkinan kutudaun tidak menghisap jaringan tanaman dan beberapa kutu daun jatuh ke tanah dan hilang. Adapun Agrios (2005) menyatakan bahwa dalam penularan virus tular stilet, virus akan mudah hilang melalui gesekan yang terjadi selama kutu daun melakukan proses pengenalan pada sel tanaman inang. Kejadian penyakit VMB yang ditularkan oleh vektor A. craccivora cenderung lebih tinggi dibanding kejadian penyakit yang ditularkan oleh A. gossypii. Selain itu waktu inkubasi penularan dengan A. craccivora lebih singkat dibandingkan dengan penularan A. gossypii. Hal ini menunjukkan bahwa A. craccivora lebih efisien dan efektif sebagai vektor virus tersebut. Walaupun penularan dengan A. gossypii menyebabkan masa inkubasi lebih panjang, namun satu ekor kutu daun A. gossypii atau A. craccivora sudah efisien menularkan VMB pada bengkuang. Uji efisiensi penularan virus penyebab penyakit mosaik kuning menunjukkan bahwa satu ekor A. gossypii mampu menularkan virus-virus penyebab penyakit mosaik kuning pada tanaman kabocha walaupun efisiensinya relatif rendah (Fatmawati 2003). Efisiensi penularan oleh kutu daun dapat memberikan informasi dalam rangka mencari strategi pengendalian yang tepat untuk pengendalian VMB. Dengan mengetahui jumlah minimal kutu daun yang efisien untuk menularkan VMB, maka populasi kutu daun dapat dikendalikan pada saat yang tepat, atau waktu penanaman bengkuang dapat diatur agar saat tanaman rentan terhadap serangan kutu daun bertepatan dengan saat populasi vektor kutu daun rendah atau tidak ada. Pada Tabel 2 dan Gambar 1 terlihat bahwa tipe gejala VMB pada bengkuang yang ditularkan A. craccivora dan A. gossypii menunjukkan gejala yang hampir sama yaitu mosaik, malformasi daun, dan vein banding. Pada A. craccivora perlakuan 1, 3, dan 5 ekor gejala yang muncul didominasi oleh tipe mosaik dan malformasi daun, dan pada perlakuan kutudaun 7 dan 10 ekor tipe gejala yang muncul adalah mosaik, malformasi daun yang parah seperti tali, dan vein banding. Pada penularan VMB dengan A. gossypii 1 dan 3 ekor, tipe gejala yang ditimbulkan adalah mosaik. Perlakuan dengan jumlah 5 ekor tipe gejalanya adalah mosaik dan malformasi daun, dan dengan jumlah vektor 7 ekor didominasi oleh mosaik dan vein banding. Pada perlakuan jumlah 10 ekor gejala yang muncul adalah mosaik, malformasi daun, dan vein banding. Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
  • 7. 107 Gambar 1 Variasi gejala VMB pada bengkuang. Daun sehat (A), hasil penularan A. craccivora: malformasi daun parah, malformasi daun, dan mosaik (B1-B3) dan hasil penularan A. gossypii: malformasi daun, mosaik, green vein banding (C1-C3) Penularan VMB dengan A. craccivora menunjukkan gejala yang lebih parah dibandingkan penularan dengan A. gossypii (Gambar 3). Jika dibandingkan dengan penularan VMB secara mekanis, penularan dengan kutudaun menunjukkan gejala yang lebih parah dan efisiensinya lebih tinggi (Desmiarti 2006). Menurut Matthews (1991) gejala yang berkembang pada tanaman yang tidak resisten maupun toleran akan dipengaruhi oleh genotipe inang dengan berbagai cara. Kemunculan dan (C2) (C1) (C3)(B3) (B2) (B1) (A) Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
  • 8. 108 keparahan gejala tergantung pada strain virus, varietas tanaman, waktu infeksi, dan kondisi lingkungan. Strain yang berbeda pada virus yang sama memiliki perbedaan efisiensi dalam proses penularan yang hanya ditularkan oleh sebagian spesies kutudaun dan setiap varietas tanaman yang berbeda mempunyai ketahanan yang berbeda pula. Waktu infeksi mempengaruhi keberhasilan proses infeksi virus pada jaringan tanaman. Biasanya waktu yang tepat untuk inokulasi adalah pagi atau sore hari. Kondisi lingkungan diantaranya temperatur, kelembaban, dan angin dapat mempengaruhi pergerakan dan aktivitas makan kutudaun (Matthews 1991). VMB dapat ditularkan ke tanaman kacang panjang, buncis, dan kapri. Umumnya di lapang bengkuang ditanam tumpang sari dengan tanaman kacang panjang. Mengingat BCMV menginfeksi kacang-kacangan, maka penanaman tumpang sari seperti ini sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini untuk menghindari penularan virus antar jenis tanaman yang dapat terjadi via kutudaun (Desmiarti, 2006; Damayanti et al., 2008). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan masa inkubasi dan kejadian penyakit, kutu daun A. craccivora lebih efisien sebagai vektor VMB dibanding A. gossypii. Kedua spesies kutudaun pada perlakuan satu ekor sudah cukup efisien untuk menularkan VMB. Peningkatan jumlah kutudaun A. craccivora yang digunakan untuk menularkan VMB mempersingkat masa inkubasi, namun penularan dengan A. gossypii tidak berpengaruh pada masa inkubasi. Kejadian penyakit pada A. gossypii dan A. craccivora berturut-turut sebesar 70-100% dan 90-100%. Saran Oleh karena kedua spesies kutudaun merupakan vektor yang efisien menularkan VMB, maka perlu dilakukan penelitian berkaitan dengan upaya pengendalian kutudaun A. gossypii dan A. craccivora secara non-kimiawi. Bagi virus yang ditularkan vektor secara non-persisten, pengendalian kimiawi kurang efektif karena dalam waktu singkat kutudaun dapat menularkan virus sebelum mati. DAFTAR PUSTAKA Agrios, GN. 2005. Plant Pathology. Ed.ke-5. New York : Academic Press. Astier, S, Albouy, J, Maury, Y, Robaglia, C, Lecoq, H. 2007. Principles of Plant Virology, Science Publisher. Blackman, R.L, Eastop, V.F. 2000. Aphids on the World’s Crops : An Identification and Information Guide. Ed. ke-2. John Wiley & Sons. Chicester, New York, Toronto. Weinhem . Brisbane and Singapore. Bos, L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan. Triharso, Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant Virology. Damayanti, T.A, Desmiarti, Nurlaelah, S. 2007. Kajian Sifat Bio-Ekologi dan Bio- Molekuler Virus Mosaik Bengkuang di Indonesia [Laporan hasil penelitian]. Departemen Proteksi Tanaman IPB. Damayanti, T.A, Desmiarti, Nurlaelah, S, Dewi, S, Tetsuro, O, Kazuyuki, M. 2008. First Report of Bean Common Mosaic Virus in Yambean [Pachyrrizus erosus (L.) Urban] in Indonesia. J Gen Plant Pathol (2008) 74:438-442. Desmiarti, 2006. Uji Kisaran Inang dan Deteksi Virus Penyebab Mosaik pada Tanaman Bengkuang (Pachyrrhizus erosus L. Urban) [Skripsi]. DPT IPB. Djikstra, J and Jagger, D. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise. Boston: Springer.. Fatmawati, D. 2003. Penularan Virus Penyebab Penyakit Mosaik Kuning pada Tanaman Kabocha (Cucurbita maxima Duch.) dengan Vektor Aphis. gossypii Glov. (Homoptera: Aphididae) [Skripsi]. Program studi HPT IPB. Hadidi, A, Khetarphal, R.K, Koganezawa, H. 1998. Plant Virus Diseases Control. Amerika: APS Press. Kusnadi, D. 1991. Pengaruh Jumlah Aphis craccivora Koch. terhadap Keberhasilan Penularan Cowpea aphid-borne mosaic virus pada Kacang Panjang (Vigna sinensis Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang
  • 9. 109 Endl.) [Skripsi]. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, IPB. Matthews, REF. 1970. Student Edition Plant Virology. London: Academic Press. . 1991. Plant Virology. Ed ke-3. London: Academic Press. Nurlaelah, S. 2006. Deteksi Benih dan Penularan Virus Mosaik Bengkuang oleh Tiga Spesies Kutu daun [Skripsi]. Program studi HPT IPB. Shukla, D.D, Ward, C.W, Brunt, A.A. 1994. The Potyviridae. CAB INTERNATIONAL. United Kingdom. Sorensen, M. 1996. Yam bean (Pachyrrizus DC). Promoting the Conservation and Use of Underutilized and Neglected Crops. 2. Institute of Plant Genetic and Crop Plant Research, Gatersleben/ International Plant Genetic Resource Institute, Rome. Tri Asmira Damayanti, Endah M, Dewi S : Efisiensi Penularan Virus Mozaik Bengkoang