Studi ini menganalisis potensi imbal jasa lingkungan sebagai skema untuk menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan di Kawasan Cekungan Bandung, dimana kota-kota di kawasan tersebut belum dapat memenuhi standar minimum ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas wilayah. Penelitian ini mengidentifikasi karakteristik dan persoalan ruang terbuka hijau di perkotaan kawasan tersebut, serta menilai potensi jasa lingkun
1. POTENSI IMBAL JASA LINGKUNGAN TERHADAP
KEBUTUHAN RUANG TEBUKA HIJAU PERKOTAAN
(Studi Kasus : Kawasan Cekungan Bandung)
Wahyunal Yuriswan
25418008
Magister Perencanaan Wilayah dan Kota
Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung
Tahun 2019
3. LATAR BELAKANG
• Ketersediaan Ruang Terbuka (RTH) merupakan salah satu kebijakan pada
Rencana Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019 sebagai salah satu
strategi dalam pembangunan kota hijau yang berketahaan iklim dan
bencana.
• Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang, kebutuhan minimal RTH pada ruang kota adalah
sebesar 30 persen dari luas wilayah kota.
• Luas minimal ruang terbuka hijau di perkotaan menjadi patokan umum
dalam penataan ruang di perkotaan dalam menjamin keseimbangan
ekosistem perkotaan baik dari aspek hidrologi, mikroklimat serta fungsi
lainnya
• Penerapan RTH dengan luasan minimal 30% menjadi tantangan disetiap
perkotaan dimana permasalahan utama yang menjadi faktor sulit dipenuhi
luasan minimal ruang terbuka hijau tersebut adalah ketersediaan ruang
(Kurniawan dan Maulana, 2015).
• Untuk itu diperlukan sebuah skema yang dapat menjaga keseimbangan
ekosistem perkotaan walaupun RTH kota belum mencapai 30%
• Salah satu skema yang dapat dilakukan adalah menjaga keberadaan wilayah
yang memberikan jasa lingkungan terhadap kota-kota yang belum dapat
memenuhi luasan minimal RTH dalam mempertahankan keseimbangan
ekosistem perkotaan
4. 12.5
87.5
Ruang Terbuka Hijau
Kota Bandung (2015)
RTH Non RTH
13.6
86.4
Ruang Terbuka Hijau Kota
Cimahi (2019)
RTH Non RTH
Persentase RTH Perkotaan Inti Kawasan
Cekungan Bandung
Cekungan Bandung merupakan wilayah topografi berbentuk cekungan dengan luas kurang lebih
343.087 hektar. Bagian terendah Cekungan Bandung merupakan dataran dengan luas kurang lebih 75.000
hektar dan elevasi sekitar +650 m sampai +700 m di atas muka laut. Wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung secara administratif meliputi 5 (lima) wilayah administrasi, yaitu: Kabupaten Bandung
(176.812 Ha); Kabupaten Bandung Barat (130.577,40 Ha); sebagian Kabupaten Sumedang (Kecamatan
Cimanggung, Tanjungsari, Sukasari, Jatinangor, Rancakalong, dan Pamulihan) seluas 15.486 Ha; serta Kota
Cimahi seluas 4.023 Ha dan Kota Bandung seluas 16.729,65 Ha sebagai kota int
5. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembahasan diatas, permasalahan perkembangan
perkotaan dalam pemenuhan ruang terbuka hijau dapat dirumuskan
dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
• Bagaimana bentuk imbal jasa lingkungan yang harus dilakukan
antara kota sebagai penerima manfaat dengan wilayah penyedia
manfaat dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem
perkotaan
6. TUJUAN
Tujuan penelitian Potensi Imbal Jasa Lingkungan Terhadap
Kebutuhan Ruang Tebuka Hijau Perkotaan (Studi Kasus : Kawasan
Cekungan Bandung) adalah untuk memahami potensi imbal jasa
lingkungan sebagai sebagai bentuk skema dalam menjaga
keseimbangan ekosistem atas kurangnya ruang terbuka hijau di
perkotaan
7. SASARAN
1. Mengidentifikasi karakteristik dan persoalan pada perkotaan inti
Kawasan Cekungan Bandung dalam aspek pemenuhan dan
kebutuhan RTH perkotaan
2. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan, sosial dan ekonomi
kawasan Cekungan Bandung
3. Valuasi jasa lingkungan yang disediakan Kawasan Cekungan
Bandung
4. Merumuskan model penerapan imbal jasa lingkungan antara
wilayah penerima dan wilayah penyediaa jasa lingkungan
5. Menyusun kajian potensi penerapan imbal jasa lingkungan
terhadap kebutuhan ruang hijau perkotaan
8. Tinjauan Pustaka
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
~ Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/Prt/M/2008 Tentang Pedoman
Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan
Ruang hijau pada perkotaan memiliki kontribusi secara
positif dalam pembangunan perkotaan baik adari aspek sosial inklusif,
kesehatan, keberlanjutan dan pembaharuan kota.
Carys Swanwick, Nigel Dunnett And Helen Woolley (2003)
Perlu adanya strategi pembangunan ruang terbuka hijau kota
yang lebih mengarah terhadap jaringan yang terpadu antara setiap
ruang terbuka hijau dalam komponen utama penyusunan ruang
perkotaan . Moniaga dan Takumansang (2016)
9. Tinjauan Pustaka
Infrastruktur hijau digambarkan sebagai istilah dalam
melihat ruang hijau fungsional dan area alami di perkotaan yang mana
infrastruktur hijau tersebut memberikan kontribusi terhadap aktivtias
dari pergerakan dan perkembangan perkotaan.
Tsegaye dkk (2018)
Pinsip Infrastruktur Hijau
1. Infrastruktur hijau harus berfungsi sebagai kerangka kerja untuk
konservasi dan pembangunan perkotaan
2. Harus ada desain dan rencana hijau infrastruktur sebelum
pembangunan dilaksanakan
3. Link antar area hijau merupakan inti
4. Infrastruktur hijau fungsi lintas yurisdiksi dan di skala yang berbeda.
5. Infrastruktur hijau didasarkan pada teori dan praktik perencanaan
6. Infrastruktur hijau harus menjadi investasi publik
7. Infrastruktur hijau melibatkan mitra kunci dan melibatkan pemangku
kepentingan yang beragam.
Benedict dan McMahon (2002)
10. Tinjauan Pustaka
Jasa lingkungan merupakan sebagai manfaat yang diperoleh
masyarakat dari hubungan timbal-balik yang dinamis yang terjadi di
dalam lingkungan hidup, antara tumbuhan, binatang, dan jasa renik
dan lingkungan non-hayati
Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (2009)
Bentuk jasa lingkungan sebagai berikut :
• Jasa penyediaan
• Jasa pengaturan
• Jasa penunjang
• Jasa budaya
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2017 Tentang
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Imbal jasa lingkungan dikenal dengan transaksi sukarela
dalam pengelolaan jasa lingkungan yang telah didefinisikan secara
jelas (atau penggunaan lahan yang dapat menjamin jasa tersebut),
dibeli oleh sedikit-dikitnya seorang pembeli jasa lingkungan dari
sedikit-dikitnya seorang penyedia jasa lingkungan, dan hanya jika
penyedia jasa lingkungan tersebut memenuhi persyaratan dalam
perjanjian dan menjamin penyediaan jasa lingkungan.
Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (2009)
11. METODOLOGI
❏ Pendekatan yang digunakan :
● Eksplorasi
● Deskriptif
❏ Metode :
Mix Method (Kuantitatif dan Kualitatif)
● Kuantitatif: Analisis Data Kuantitatif (Valuasi jasa lingkungan dan
Analisis Sekunder lainnya)
● Kualitatif : Mencari persoalaan penyediaan RTH