1. Dokumen ini menjelaskan proses pembentukan Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia, mulai dari penemuan Pancasila sebagai dasar negara hingga amandemen UUD 1945. 2. Proses pembentukan UUD 1945 sangat singkat dalam waktu 45 hari saja, menyebabkan distorsi antara Pembukaan dan pasal-pasal UUD. 3. Amandemen UUD 1945 selama 3 tahun mengembalikan makna Pancasila sebagai dasar negara demokrasi dan men
Sejarah lahirnya (proses perumusan) Pancasila dan UUD 45
Nilai-nilai Pancasila dalam konteks sejarah
Bentuk-bentuk Implementasi nilai Pancasila dalam konteks Perjuangan
Sejarah lahirnya (proses perumusan) Pancasila dan UUD 45
Nilai-nilai Pancasila dalam konteks sejarah
Bentuk-bentuk Implementasi nilai Pancasila dalam konteks Perjuangan
kelompok 2
Fredika aulia kimas
Axcellia theresa
Denia tamara v
Eka ananda laksana p
Nara safitri
Nathasya Kareen z
Sarah rahmadiani
Siti khalimatus s
Sekar anastry p
Winda
Neysha romantika
- 1 Juni 1945, dibentuk panitia kecil dari BPUPKI yang terdiri dari 9orang yaitu Panitia Sembilan guna mensistematikan gagasan dasar negara yang sebelumnya diproklamirkan
- Panitia Sembilan dibentuk setelah Ir. Soekarno memberikan rumusan Pancasila
- 22 juni 1945 Panitia 9 menghasilkan rumusan dasar Negara yang dikenal dengan nama “piagam Jakarta atau Jakarta Charter”
-tokoh panitia 9
Ir. Soekarno (ketua)
Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
Mr. Mohammad Yamin (anggota)
KH. Wahid Hasjim (anggota)
Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
H. Agus Salim (anggota)
Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Hal yang dibahas dan diubah dalam sidang tanggal 18 Agustus 1945, salah satunya yaitu
PPKI mengesahkan Pancasila didalam badan UUD 1945 yang diambil dari piagam charter dengan perubahan pada bunyi sila pertama yaitu "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi "ketuhanan yang maha esa“.
KENAPA DIUBAH? Untuk menjaga persatuan dan kesatuan,
karena tentunya akan ada keberatan oleh pihak lain yang tidak beragama Islam.
Pancasila diambil dari alinea ke-4 piagam Jakarta yang diubah pada sila pertamanya,
Yaitu "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi "ketuhanan yang maha esa“.
This article is to discuss the role of Islamic law in Indonesia. In particular, it will analyze the history of Jakarta Charter during the process of 1945 Constitution drafting. Jakarta Charter was a proposal from the subcommittee of the Investigating Committee for the Preparation of Indonesian Independence (BPUPKI) to resolve the controversies around Islam’s role in the state in1945. It proposed to add several additional words to the first principle of Pancasila “Belief in God,” namely “with the obligation for adherents of Islam to carry out Islamic law.” This addition made reference to the enforcement of Islamic law in Indonesia. The Jakarta Charter was intended to serve as the preamble of the 1945 Indonesian Constitution. Yet, since it comprised the crucial phrase the concept of unity of newly established Indonesia, which is very pluralistic in nature, the Jakarta Charter was dropped from the preamble of the Constitution in 1945.
kelompok 2
Fredika aulia kimas
Axcellia theresa
Denia tamara v
Eka ananda laksana p
Nara safitri
Nathasya Kareen z
Sarah rahmadiani
Siti khalimatus s
Sekar anastry p
Winda
Neysha romantika
- 1 Juni 1945, dibentuk panitia kecil dari BPUPKI yang terdiri dari 9orang yaitu Panitia Sembilan guna mensistematikan gagasan dasar negara yang sebelumnya diproklamirkan
- Panitia Sembilan dibentuk setelah Ir. Soekarno memberikan rumusan Pancasila
- 22 juni 1945 Panitia 9 menghasilkan rumusan dasar Negara yang dikenal dengan nama “piagam Jakarta atau Jakarta Charter”
-tokoh panitia 9
Ir. Soekarno (ketua)
Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
Mr. Mohammad Yamin (anggota)
KH. Wahid Hasjim (anggota)
Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
H. Agus Salim (anggota)
Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Hal yang dibahas dan diubah dalam sidang tanggal 18 Agustus 1945, salah satunya yaitu
PPKI mengesahkan Pancasila didalam badan UUD 1945 yang diambil dari piagam charter dengan perubahan pada bunyi sila pertama yaitu "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi "ketuhanan yang maha esa“.
KENAPA DIUBAH? Untuk menjaga persatuan dan kesatuan,
karena tentunya akan ada keberatan oleh pihak lain yang tidak beragama Islam.
Pancasila diambil dari alinea ke-4 piagam Jakarta yang diubah pada sila pertamanya,
Yaitu "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi "ketuhanan yang maha esa“.
This article is to discuss the role of Islamic law in Indonesia. In particular, it will analyze the history of Jakarta Charter during the process of 1945 Constitution drafting. Jakarta Charter was a proposal from the subcommittee of the Investigating Committee for the Preparation of Indonesian Independence (BPUPKI) to resolve the controversies around Islam’s role in the state in1945. It proposed to add several additional words to the first principle of Pancasila “Belief in God,” namely “with the obligation for adherents of Islam to carry out Islamic law.” This addition made reference to the enforcement of Islamic law in Indonesia. The Jakarta Charter was intended to serve as the preamble of the 1945 Indonesian Constitution. Yet, since it comprised the crucial phrase the concept of unity of newly established Indonesia, which is very pluralistic in nature, the Jakarta Charter was dropped from the preamble of the Constitution in 1945.
Upaya Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Siska Enjelin Hulu
Hal-hal Yang Memecah Belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Upaya-upaya dalam Menjaga Keutuhan Wilayah NKRI, Sikap yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan tanah air, Peraturan Perundang-Undangan Pusat dan Daerah, Pentingnya Organisasi, Manfaat Organisasi, Macam-macam Organisasi di Sekolah, Organisasi di Lingkungan Masyarakat, Kebebasan Berorganisasi dan Peran Serta dalam Organisasi di Sekolah, Bentuk – Bentuk Keputusan Bersama.
1. 1
Memahami Konstitusi NKRI:
Kesatuan Organik Pancasila dan Perwujudannya dalam UUD 1945 Pasca Amandemen1
Jakob Tobing2
Pengantar.
Sekilas sejarah pembentukan UUD 45, penggalian dan penemuan Pancasila
sebagai dasar negara, diperlukan untuk membantu memahami Pancasila dalam
hubungannya dengan UUD 45 setelah mengalami perubahan melalui proses
amandemen tahun 1999 – 2002.
Ketua BPU-PKI (Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) Dr. Radjiman Wediodiningrat, pada pembukaan masa sidang
pertama3 rapat BPU-PKI tanggal 29 Mei 1945 mengajukan sebuah pertanyaan
penting kepada 62 anggota BPU-PKI : “Apakah yang akan menjadi dasar negara
Indonesia merdeka?”
Berusaha menjawab pertanyaan itu, anggota BPU-PKI terbelah menjadi 2
kelompok utama.4 Yaitu yang menghendaki Islam, agama yang dianut sebagian
besar masyarakat sebagai dasar negara, dan yang menghendaki dasar negara
sekular bagi Indonesia merdeka. Selama 3 hari perdebatan keras mengenai topik
itu sebenarnya sedang mempertaruhkan keutuhan Indonesia yang majemuk.
Bila Islam menjadi dasar negara maka negara baru tidak akan mampu merangkul
semua. Bila dasarnya sekuler maka tidak akan ada unsur pemersatu yang dapat
diterima oleh semua. Dengan demikian impian sebuah negeri Indonesia yang
utuh bersatu dan merdeka pupus sudah.
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno datang dengan usul Pancasila sebagai
dasar negara.5 Ringkasnya Bung Karno mengatakan bahwa negara Indonesia
bukan negara agama dan bukan pula negara sekuler, tetapi negara Pancasila.
Beliau menjelaskan bahwa Pancasila adalah himpunan dari nilai-nilai utama
yang telah hidup dalam masyarakat Nusantara sejak dahulu dan mampu
mempersatukan dan membangun kerjasama ditengah masyarakat-masyarakat
itu walaupun pada masanya masyarakat-masyarakat Nusantara itu masing-
masing juga majemuk. Sila-sila yang diusulkan beliau adalah Kebangsaan
Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi,
Kesejahteraan Sosial, dan prinsip Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada
1
Disampaikan pada Pendidikan Kader Kebangsaan, Bandung, 5 Maret 2011; Seminar dan Workshop Pimpinan
Gereja. Manado, 10 Januari 2011; Policy Analysis Training-6, Institut Leimena. Bandung 19-20 November 2010.
2
Presiden Institut Leimena; Ketua PAH I BP-MPR, Amandemen UUD 45, 1999 – 2004.
3
Masa sidang pertama 29 Mei – 1 Juni 1945.
4
Dengan beberapa pengecualian anggota yang tidak tergolong pada pengelompokan itu.
5
Pidato Bung Karno 1 Juni 1945: Lahirnya Pancasila.
2. 2
Tuhan Yang Maha Esa.6 Pidato Bung Karno itu disambut dengan antusias oleh
segenap anggota BPU-PKI.
Paripurna BPU-PKI selanjutnya memutuskan pembentukan Panitia Ad-Hoc
(Panitia Kecil)7 dipimpin oleh Ir. Soekarno untuk pertama, merumuskan kembali
Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato Bung Karno 1 Juni 1945 dan
kedua, untuk merumuskan rancangan naskah deklarasi kemerdekaan.
Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Ad-Hoc menyelesaikan tugasnya dan
menandatangani dokumen yang bermuatan rancangan deklarasi kemerdekaan
dan dasar negara Pancasila. Dokumen ini dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Sila-sila Pancasila dalam Piagam Jakarta merupakan pengembangan dan berbeda
dalam urutan dan peng-kalimatan-nya dengan sila-sila yang diusulkan oleh Bung
Karno.
Sila-sila Pancasila Piagam Jakarta adalah:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya, 2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, 3) Persatuan Indonesia, 4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan
perwakilan, 5) Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada masa persidangan ke-28, BPU-PKI membentuk Panitia Penyusun
Rancangan UUD yang terdiri dari 19 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia
ini kemudian membentuk Panitia Kecil (panitia perumus) penyusun rancangan
UUD yang diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo dan terdiri dari 7 orang anggota,
termasuk ketua. Panitia ini bekerja menggunakan Piagam Jakarta sebagai
rujukan. Panitia kecil merampungkan tugasnya pada tanggal 13 Juli 1945.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan9.
Naskah Piagam Jakarta yang telah dipersiapkan sebagai deklarasi kemerdekaan
tidak jadi dipergunakan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 Piagam Jakarta disempurnakan dengan
menghilangkan “7 kata” pada rancangan sila pertama Pancasila sebagaimana
terdapat pada Piagam Jakarta. Naskah yang sudah diperbaiki itu selanjutnya
dijadikan sebagai Pembukaan pada naskah UUD.
Kemudian, pada hari yang sama, tanggal 18 Agustus 1945, naskah tersebut
disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai Undang-
6
Moh. Yamin juga mengusulkan 5 asas sebagai dasar negara: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri
Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejaheraan Rakyat.
7
Anggota Pan-AdHoc: Moh. Hatta, Muhd. Yamin, Subardjo, Maramis, Moezakkir, Wachid Hasjim, Soekarno,
Abikusno Tjokrosujoso, dan Haji Agus Salim.
8
Masa sidang kedua BPU-PKI: 10 – 17 Juli 1943.
9
Para pemuda pejuang yang sudah tidak sabar, Sukarni, Chaerul Saleh, dkk, menculik Bung Karno, Bung Hatta,
dkk (peristiwa Rengasdengklok) dan memaksa mereka segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
tanpa perlu menunggu persetujuan Jepang, yang telah kalah perang, atau persetujuan pihak manapun.
3. 3
Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai
dasar negara ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan sila-silanya adalah:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, 3)
Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh himat kebijaksanaan dan
permusyawaratan perwakilan, 5) Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Catatan atas proses pembentukan UUD 45.
Beberapa hal perlu dicatat dari proses penyusunan UUD 45 tersebut.
Pembentukan BPU-PKI tidak lepas dari kebijaksanaan pemerintah militer
kolonial Jepang untuk mengkonsolidasikan kekuatannya yang telah mulai surut
dengan berbagai kekalahan perang menghadapi Sekutu waktu itu. Jepang masih
sangat berpengaruh dan para pejuang kemerdekaan kita sedikit banyak juga
merasa perlu menghindari konfrontasi terhadap kekuasaan Jepang. Walaupun
demikian ada juga yang memang bersimpati pada konsepsi sistim fasis Jepang.
Jumlah hari dari terbentuknya Panitia Ad-Hoc Penyusunan Deklarasi
Kemerdekaan sampai dengan penyelesaian rancangan UUD amat pendek, hanya
45 hari, yaitu dari tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945.
Bahkan masa persidangan hanya 11 hari, termasuk hari Minggu. Catatan lain
adalah bahwa masa itu bulan puasa.
Amat perlu dicatat bahwa Proklamasi Kemerdekaan sudah terjadi pada tanggal
17 Agustus 1945 sementara UUD belum disahkan. Dengan “tergesa-gesa”
rancangan UUD dibahas untuk disahkan agar negara yang baru merdeka
mempunyai konstitusi10. Rapat Paripurna PPKI penetapan Pembukaan tanggal
18 Agustus 1945 berlangsung amat singkat, kurang dari 2 jam. Demikian pula
rapat paripurna pengesahan batang tubuh UUD berlangsung kurang dari 2 jam.
Anggota Panitia Perumus rancangan UUD berbeda dengan anggota Panitia Ad-
Hoc yang menyusun rancangan Piagam Jakarta. Prof. Dr. Soepomo misalnya,
tidak terlibat pada penyusunan naskah Piagam tersebut. Kemungkinan besar
juga tidak terjadi interaksi yang memadai diantara (anggota) Panitia tersebut
karena cara kerja yang ditempuh dan karena sempitnya waktu.
Kenyataan diatas dapat menerangkan terjadinya jarak antara paham yang
menguasai naskah Pembukaan dengan yang menguasai pasal dan ayat UUD.
Mereka yang berkiblat kepada paham totaliter-integralistik (nasional-sosialis)
menguasai pembentukan ayat-ayat UUD. Notulasi perdebatan antara Moh Hatta
10
Pada tanggal 20 Agustus 1945 PPKI juga memutuskan pembentukan tentara Badan Keamanan Rakyat (BKR)
dan Partai Nasional Indonesia sebagai satu-satunya partai poliitk (partai negara).
4. 4
dkk dengan Soepomo menampilkan pertarungan paham demokrasi disatu pihak
dengan paham totaliter di lain pihak. Beberapa gagasan demokrasi, seperti
kemerdekaan berserikat, sempat masuk menjadi bagian UUD, tetapi usul Moh
Hatta agar anggota DPR dipilih rakyat telah ditolak. Pada dasarnya batang tubuh
UUD telah dikuasai oleh pikiran nasional-sosialis (totaliter-integralistik)11.
Proses penguraian dan eksiplitasi nilai-nilai Pembukaan UUD 45, yang tidak lain
adalah nilai-nilai Pancasila, menjadi pasal dan ayat UUD telah mengalami distorsi
yang serius dan tidak sempat diluruskan kembali. Telah terjadi hybrid yang
janggal antara pemikiran Pancasila yang menjunjung kedaulatan rakyat
sebagaimana digariskan di dalam Pembukaan dengan paham kedaulatan negara
yang diyakini oleh paham totaliter-integralistik.
Tetapi tuntutan perjuangan menghendaki agar negara muda Indonesia segera
mempunyai UUD.
Dalam hubungan itulah Bung Karno menegaskan bahwa UUD 45 adalah UUD
kilat, UUD revolusi, yang pada waktunya nanti akan disempurnakan.
Pada Oktober 1945 Menteri Kehakiman Prof. Dr. Soepomo mengeluarkan naskah
Penjelasan UUD 45. Naskah ini ditulis dengan maksud membantu memahami
UUD 45. Walaupun naskah ini tidak pernah dibahas oleh PPKI, naskah kemudian
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari UUD 45. Pada dasarnya naskah ini
telah memperkokoh dominasi paham totaliter terhadap UUD 45. Paham
kedaulatan rakyat telah dikalahkan oleh paham kedaulatan negara.
Makna perubahan UUD 45.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa perubahan terhadap pasal dan ayat UUD
45 melalui proses panjang selama 3 tahun amandemen UUD 45 adalah untuk
mengembalikan Pembukaan sebagai satu-satunya sumber inspirasi penyusunan
pasal dan ayat UUD.
Berbagai pasal dan ayat yang memuat gagasan yang bersumber pada paham
totaliter-integralistik telah diamandemen sedemikian sehingga pasal dan ayat
menjadi sesuai dengan sila-sila Pancasila.
Pancasila tidak lagi diperalat menjadi alat pembenar sistim totaliter.
Sesuai dengan alinea IV Pembukaan UUD 45 :
“....., maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia Indonesia itu dalam
suatuUUD Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh himat kebijaksanaan dan
11
Tahun 1940, pada masa jaya Nazi Jerman, Bung Karno menulis bahwa paham totaliter tidak cocok dengan
masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. “Dibawah Bendera Revolusi”,Jilid I,
Indonesia versus Fasisme. Hlmn 459 – 467,
5. 5
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”,
negara Indonesia adalah negara demokrasi dan Pancasila memberi makna pada
asas kedaulatan rakyat itu.
Demikianlah Indonesia telah menemukan kembali jati dirinya, menjadi negara
demokrasi.
Demokrasi kita adalah demokrasi konstitusional sebagaimana dinyatakan
didalam ayat (2) Pasal 1 UUD 45 :
“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.”
Sejalan dengan itu prinsip tersebut telah ditubuhkan didalam pasal dan ayat
UUD sehinggak sistim pemerintahan kita menghormati supremasi hukum,
memiliki mekanisme check and balance, menghormati hak-hak asasi manusia,
menghormati kebebasan menyatakan pendapat, menghendaki keadilan dan
kesejahteraan, dan seterusnya.
Sejalan dengan itu pula pada dasarnya demokrasi kita mengutamakan
musyawarah dan tidak bertumpu pada prinsip majority rules.
Pancasila.
Pancasila amat sentral posisinya didalam keberadaan dan kehidupan bangsa dan
negara Indonesia.
Pancasila ialah intisari daripada perjuangan dan cita-cita bangsa yang diuraikan
kedalam UUD 45 sebagai rujukan penerapannya.
Pancasila mempunyai sejarah kehadiran yang panjang dan telah terbukti daya
hidup dan daya perekatnya pada era pasca kemerdekaan.
Pada setiap era Pancasila tetap diakui dan diterima sebagai dasar negara yang
mempersatukan. Meskipun dalam perumusan yang berbeda, Pancasila tetap
diterima dan diakui sebagai dasar negara pada masa Indonesia sebagai negara
serikat, pada masa Indonesia menggunakan UUD Sementara dan pada masa orde
lama dan orde baru.
Bahkan pada era reformasi semenjak akhir tahun 1990-an, dimana kebebasan
dijunjung tinggi, lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan
umum yang paling demokratis sepanjang sejarah12, menghasilkan kesepakatan
ikhlas dan resmi semua kekuatan sosial politik untuk tetap mempertahankan
dan tidak hendak mengubah Pembukaan UUD 45 dimana terkandung Pancasila
sebagai dasar negara.
Persoalan kita selanjutnya adalah bagaimana memahaminya.
12
Bersama pemilihan umum pertama tahun 1955.
6. 6
Ada masa dimana Pancasila itu telah dijadikan pembenar terhadap sistim
otoriter. Pancasila diperlakukan sebagai ideologi yang tertutup, komprehensif
dan doktriner. Pancasila hanya dapat ditafsir oleh (pucuk pimpinan) penguasa.
Pada era orde baru pernah juga dinyatakan Pancasila sebagai ideologi terbuka,
sebuah pernyataan yang melegakan, namun sayangnya dalam prakteknya
Pancasila tetap diperlakukan sebagai ideologi tertutup dan doktriner.
Ada juga yang memahami Pancasila sebagai daftar sila-sila yang tersusun
hierarkis dengan sila pertama sebagai yang tertinggi. Dapat dimengerti
pemahaman seperti ini menimbulkan pergeseran pengertian nilai pada sila
Ketuhanan itu menjadi pengertian praxis, praktek ajaran agama dan pada
gilirannya pada pengartian agama (-agama) tertentu sebagai agama utama.
Ada juga yang memahami kehidupan kebangsaan dan kenegaraan tidak ada
hubungannya dengan masalah moral, etika, dan spiritual, yang merupakan nilai-
nilai yang memancar dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pemahaman-pemahaman seperti itu akan menyebabkan Pancasila gagal sebagai
payung besar yang menaungi bangsa yang besar dan majemuk dan tidak akan
bisa menjadi dasar kesepakatan bekerjasama masyarakatnya.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai fungsi-fungsi ideologis untuk
mempersatukan bangsa, sebagai pemersatu nilai (value integration), pemberi
semangat dan ispirasi ke masa depan.
Sila-silanya merupakan satu kesatuan organis yang saling memberi makna. Di
tengan lingkungan masyarakat yang majemuk dan bersatu, penerimaan makna
setiap sila akan dinyatakan dalam penampilan yang berbeda-beda, dipengaruhi
oleh budaya dan adat-istiadat yang dihidupi.
Oleh karena itu adalah bijaksana untuk memahami sila-sila itu sebagai satu
kesatuan yang utuh dan saling memberi makna dan tidak memisah serta
membuatnya linier dalam urutan hierarkis yang kaku.
Pancasila adalah sebuah ideologi yang bersifat terbuka dan mengalir dinamis ke
masa depan dalam koridor sila-silanya. Pancasila tidak tergolong pada ideologi
yang komprehensif, doktriner dan dogmatik. Tidak tersedia formula-formula
penerapannya sebagai resep untuk mejawab semua permasalahan. Sejalan
dengan itu juga tidak ada sejenis politibiro sebagai penafsir tunggal ideologi
sebagaimana dikenal dalam penggunaan ideologi seperti itu dinegara komunis
dan sejenisnya.
Pancasila tidak netral. Pancasila mempunyai pendirian terhadap masalah
manusia, warga, bangsa, negara, dan dunia.
Pertama, Pancasila berpusat pada penghargaan pada keutuhan kemanusiaan
sebagai mahluk ciptaan Tuhan.
Karena itulah jelas keberpihakannya kepada segala sesuatu yang menghargai
kemanusiaan, seperti keadilan, kesejahteraan, kemajuan, kebersamaan dalam
7. 7
kemajemukan, dan sebagainya dan berseberangan dengan keterbelakangan,
kemiskinan, ketidak adilan, penindasan, dan sebagainya.
Penerapannya dilakukan dengan merujuk kepada UUD 45 dan formulasi
kebijakan implementasi itu dicapai melalui dialog yang demokratis-partisipatif,
baik dalam bentuk peraturan perundangan, maupun sebagai kebijakan, program
dan proyek.
Sebagai indikasi dapat dikemukakan rujukan sila-sila sebagai berikut :
Sila 1: KETUHANAN YANG MAHA ESA.
o Pasal 28E : Bebas memeluk agama dan beribadat. Hak meyakini
kepercayaan.
o Pasal 28I : Hak beragama itu non-derogable right.
o Pasal 29 : Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dan Jaminan Kemerdekaan
Beragama.
o Pasal 31 : Peran iman, takwa dan akhlak mulia dalam Sisdiknas.
Sila 2: KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB.
o Pasal 27 : Persamaan hak.
o BAB XA : Penghargaan atas hak-hak asasi manusia.
o Pasal 31 : Pendidikan dasar wajib.
o Pasal 33 : Negara kesejahteraan.
o Pasal 34 : Negara aktif membantu yang kurang beruntung.
Sila 3: PERSATUAN INDONESIA.
o Pasal 18A : Menghargai keragaman.
o Pasal 26 : Warga yang majemuk.
o Pasal 27 : Warga yang setara.
o Pasal 28A-J : Penghargaan atas HAM.
o Pasal 32 : Kebudayaan yang beragam dan berkembang.
o Pasal 37 : NKRI final.
o Pasal 6A : Faktor keragaman dalam pilpres.
Sila 4: KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT DALAM PERMUSYA-
WARATAN/PERWAKILAN.
o Pasal 1 : Kedaulatan ditangan rakyat. Demokrasi konstitusional.
Supremasi hukum. Demokrasi seiring Nomokrasi.
o Pasal 2 : Anggota MPR dipilih rakyat.
o Pasal 6A : Presiden/Wk Presiden dipilih rakyat.
o Pasal 19 : Anggota DPR dipilih rakyat.
o Pasal 20 : UU dibahas dan disetujui bersama oleh DPR dan
Presiden (musyawarah-mufakat).
8. 8
Sila 5: KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT.
o Pasal 28A-J : HAM.
o Pasal 33 : Ekonomi kerakyatan; negara kesejahteraan;
pemerataan pembangunan.
o Pasal 34 : Negara aktif mengatasi kemiskinan.
Dengan demikian setiap kebijakan seharusnya mempunyai ciri-ciri :
1. Sesuai dengan salah satu atau lebih sila dan tidak bertentangan dengan (salah
satu) sila lainnya.
2. Dapat dirujuk dan tidak bertentangan dengan pasal dan ayat UUD 45.
3. Positif terhadap moral, etika, dan spiritual, hak-hak asasi manusia.
4. Positif terhadap kemajemukan, toleransi, kerjasama, dan persatuan.
5. Positif terhadap penghapusan ketidak adilan, keterbelakangan, kemiskinan.
6. Positif terhadap integritas bangsa dan negara.
7. Positif terhadap perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan
keadilan.
Persoalan kita.
Persoalan kita sebenarnya adalah terletak pada kurangnya kreatifitas dan
kemampuan untuk menerjemahkan nilai-nilai Pancasila itu ke tingkat
intrumental-pelaksanaan.
Bangsa ini mengalami kekosongan pemahaman atas nilai-nilai perjuangan
bangsa secara utuh dan terlalu dikuasai oleh ilmu dan seni profesi serta
terjadinya intrusi keyakinan subyektif kelompok.
Konstitusi tidak mempunyai makna dan peran dalam tindakan kaum profesi
sewaktu merumuskan kebijakan operasional.
Kita juga tidak menutup mata atas kehadiran ideologi berbeda di tengah
masyarakat. Ini adalah kenyataan yang selalu akan ada dan hanya bisa diatasi
bila bisa dibuktikan bahwa Pancasila mampu menghadirkan kebaikan yang
dicita-citakan.
Faktor-faktor tersebut berperan menimbulkan kurang taat asas dalam
pembentukan kebijakan terhadap Pancasila dan UUD 45.
Harus diakui bahwa dewasa ini masih terasa kurang upaya utuk membangun
kebersamaan lintas kelompok untuk menumbuhkan kreatifitas menterjemahkan
bersama nilai-nilai Pancasila kedalam tingkat instrumental.
Secara khusus perhatian perlu diberikan kepada upaya bersama
menterjemahkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa untuk menemukan titik dan
garis keseimbangan hubungan agama(-agama) dengan negara.
Dalam rangka itulah Institut Leimena memandang penting melakukan
pertemuan seperti ini dan juga pelatihan pembentukan kebijakan dan advokasi.