SlideShare a Scribd company logo
Materi 1
Mata Kuliah Pancasila
Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP
Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
• Era Pra Kemerdekaan
• Era Kemerdekaan
• Era Orde Lama
• Era Orde Baru
• Era Reformasi
Era Pra Kemerdekaan
Munculnya Istilah “Indonesia”
Sumber: “Mohammad Hatta: Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1927-1977)”
Era Pra Kemerdekaan
Pancasila Menjadi Dasar Filsafat Negara
• Bangsa Indonesia sebagai Asal Mula
Bahan (causa materialis), terdiri atas
adat-kebiasaan, kebudayaan dan agama.
• Keberadaan Kerajaan-Kerajaan, seperti
Kutai Kartanegara, Sriwaya, Majapahit
juga menanamkan berbagai adat istiadat,
tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan,
agama dan kebudayaan pada umumnya
Era Pra Kemerdekaan
Masa Penjajahan Belanda
• Penjajahan yang dilakukan oleh Belanda
menimbulkan berbagai perlawanan diantaranya
di Maluku dipimpin oleh Pattimura (1817), di
Palembang dipimpin oleh Baharuddin (1819), di
Minangkabau dipimpin oleh Imam Bonjol (1821-
1837), di Jawa Tengah dipimpin oleh Pangeran
Diponegoro (1825 – 1830), di Aceh dipimpin
oleh Teuku Umar Teuku Tjik di Tiro, Panglima
Polim (1860), di Lombok dipimpin oleh Anak
Agung Made (1894-1895), di Tanah Batak
dipimpin oleh Sisingamangaraja (1900) dan di
berbagai tempat lainnya.
Era Pra Kemerdekaan
Momen Kebangkitan Nasional
• Kumpulan Pelajar Indonesia di Belanda
mendirikan Indische Vereeniging (IV) tahun
1908 merupakan pembuka jalan bagi
kebangkitan nasional (Latif, 2012). IV
kemudian berubah menjadi Perhimpunan
Indonesia (PI) pada 1924, salah satu
tokohnya yaitu Moh. Hatta. Tanggal 20 Mei
1908 lahir suatu Gerakan Kebangkitan
Nasional di tanah air yang dipelopori oleh dr.
Wahidin Sudirohusodo dengan organisasi
Budi Utomo.
Era Pra Kemerdekaan
Gema Sumpah Pemuda
• Moh. Yamin menyatakan dengan
tegas bahwa bangsa Indonesia
dilahirkan pada 28 Oktober 1928
(Ali, 2012). Puncak Gerakan
kebangkinat nasional adalah ketika
para pemuda dari berbagai
kelompok dan daerah
memunculkan Sumpah Pemuda
pada tanggal 28 Oktober 1928,
yang isinya yakni ikrar bertanah air
satu, berbangsa satu, berbahasa
satu: Indonesia. Sumpah Pemuda
tercetus dalam Kongres Pemuda II
tanggal 28 Oktober 1928.
Era Pra Kemerdekaan
Penjajahan Jepang
• Pendudukan Jepang dimulai pada bulan Januari
1942. Jepang hadir dengan mencitrakan diri
sebagai saudara tua, dan menjanjikan
kemerdekaan. Kesan tersebut ditampilkan
dengan membebaskan para tahanan politik,
membolehkan pengibaran bendera Merah Putih
dan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang
sebelumnya dilarang oleh Belanda.
• Ternyata Jepang lebih kejam, sehingga dibentuk
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu
Junbi Choosakai pada tanggal 29 April 1945,
untuk melakukan persiapan kemerdekaan.
Era Pra Kemerdekaan
Piagam Jakarta
• Piagam Jakarta (22 Juni 1945) yang berisi “tujuh kata”:
“…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa” .
• Peniadaan tujuh kata itu dilakukan dengan cepat dan
legowo demi kepentingan nasional oleh elit Muslim:
Moh. Hatta; Ki Bagus Hadikusumo, Teuku Moh. Hasan
dan tokoh muslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiri
tidak ingin republik yang dibentuk ini merupakan
negara berbasis agama
Era Kemerdekaan
Sidang BPUPKI 1, Lahirnya Pancasila
• Masa persidangan pertama, dilaksanakan mulai tanggal 29 Mei 1945 - 1
Juni 1945.
• Tokoh pertama yang tampil untuk menyampaikan konsep dasar negara
adalah Mr. Mohammad Yamin. Dalam pidatonya beliau telah
menyampaikan rumusan yang terdiri ata lima dasar, yaitu: 1). Peri
Kebangsaan, 2). Peri Kemanusiaan, 3). Peri Ketuhanan, 4). Peri
Kerakyatan, 5). Peri Kesejahteraan.
• Terbentuknya Panitia 9, dengan Ketua Ir. Soekarno. Panitia 9 ini berhasil
menyusun suatu “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”, yang
kemudian oleh Mr. Moh Yamin disebut dengan “Piagam Jakarta, (Jakarta
Charter)” pada 22 Juni 1945, dengan perumusan Dasar Negara yang
terdiri atas lima macam atau lima sila, yaitu: 1. KeTuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. 2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
• Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara
Era Kemerdekaan
• Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di
kota Hiroshima oleh Amerika Serikat yang mulai
menurunkan moral semangat tentara Jepang.
• Tanggal 9 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan oleh
Jepang, kemudian pada tanggal yang bersamaan
dibentuk pula sebuah kepanitiaan, yang diberi nama
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau
Dokuritzu Junbi Iinkai dengan ketuanya Ir. Soekarno
untuk menegaskan keinginan dan tujuan mencapai
kemerdekaan Indonesia.
Era Kemerdekaan
• Para tokoh muda mengamankan Soekarno dan
Moh. Hatta ke Rengasdengklok, Karawang
tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB dan
kemudian terjadinya kesepakatan antara
golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta
serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan
muda tentang kapan proklamasi akan
dilaksanakan. Penyusunan teks proklamasi pun
dilakukan oleh Soekarno, Hatta, Achmad
Soebardjo, dan disaksikan oleh Soekarni, BM
Diah, Sudiro, dan Sajuti Melik hingga sepakat.
• Puncak perjuangan bangsa Indonesia adalah
dideklarasikannya Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, hari Jumat
jam 10.00 WIB bertepatan dengan bulan
Ramadhan, bertempat di Jalan Pegangsaan
Timur No. 56 Jakarta.
Era Kemerdekaan
• Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan
perangkat dan kelengkapan kehidupan bernegara, seperti:
Dasar Negara, Undang-Undang Dasar, Pemimpin negara, dan
perangkat pendukung lainnya. Putusanputusan penting yang
dihasilkan mencakup hal-hal berikut:
1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45)
yang terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah
Pembukaan berasal dari Piagam Jakarta dengan sejumlah
perubahan. Batang Tubuh juga berasal dari rancangan
BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula.
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama
(Soekarno dan Hatta).
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
anggota intinya adalah mantan anggota PPKI ditambah
tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan. Komite ini
dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman
Singodimejo.
Era Kemerdekaan
• Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945
adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Era Orde Lama
• Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan yang kemudian diikuti
dengan pengesahaan Undang-Undang Dasar 1945, maka roda
pemerintahan yang seharusnya dapat berjalan dengan baik dan tertib,
ternyata menghadapi sejumlah tantangan yang mengancam
kemerdekaan negara dan eksistensi Pancasila. Salah satu bentuk
ancaman itu muncul dari pihak Belanda yang ingin menjajah kembali
Indonesia.
• Belanda ingin menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara.
Tindakan Belanda itu dilakukan dalam bentuk agresi selama kurang
lebih 4 tahun. Setelah pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia oleh
Belanda pada 27 Desember 1949, maka Indonesia pada 17 Agustus
1950 kembali ke negara kesatuan yang sebelumnya berbentuk Republik
Indonesia Serikat (RIS). Perubahan bentuk negara dari Negara Serikat ke
Negara Kesatuan tidak diikuti dengan penggunaan Undang-Undang
Dasar 1945, tetapi dibuatlah konstitusi baru yang dinamakan Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Permasalahannya ialah
ketika Indonesia kembali Negara Kesatuan, ternyata tidak menggunakan
Undang-Undang Dasar 1945 sehingga menimbulkan persoalan
kehidupan bernegara dikemudian hari.
Era Orde Lama
• Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah
Pemilu yang pertama pada 1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk
membentuk dua badan perwakilan, yaitu Badan Konstituante (yang
akan mengemban tugas membuat Konstitusi/Undang-Undang Dasar)
dan DPR (yang akan berperan sebagai parlemen). Pada 1956, Badan
Konstituante mulai bersidang di Bandung untuk membuat UUD yang
definitif sebagai pengganti UUDS 1950. Sebenarnya telah banyak pasal-
pasal yang dirumuskan, akan tetapi sidang menjadi berlarut-larut ketika
pembicaraan memasuki kawasan dasar negara. Sebagian anggota
menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara sebagian yang lain
tetap menghendaki Pancasila sebagai dasar negara.
• Kebuntuan ini diselesaikan lewat voting, tetapi selalu gagal mencapai
putusan karena selalu tidak memenuhi syarat voting yang ditetapkan.
Akibatnya, banyak anggota Konstituante yang menyatakan tidak akan
lagi menghadiri sidang. Keadaan ini memprihatinkan Soekarno sebagai
Kepala Negara.
• Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengambil langkah
“darurat” dengan mengeluarkan dekrit.
Era Orde Lama
Setelah Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959, seharusnya
pelaksanaan sistem pemerintahan negara didasarkan pada
Undang-Undang Dasar 1945. Karena pemberlakuan kembali
UUD 1945 menuntut konsekuensi sebagai berikut:
• Pertama, penulisan Pancasila sebagaimana termaktub dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
• Kedua, penyelenggaraan negara seharusnya dilaksanakan
sebagaimana amanat Batang Tubuh UUD ‘45.
• Ketiga, segera dibentuk MPRS dan DPAS.
Pada kenyataannya, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
terjadi beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan sila-
sila Pancasila yang tidak seragam
Era Orde Lama
• Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden
Soekarno, terjadi beberapa penyelewengan terhadap UUD
1945. Antara lain, Soekarno diangkat sebagai presiden
seumur hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960. Selain itu,
kekuasaan Presiden Soekarno berada di puncak piramida,
artinya berada pada posisi tertinggi yang membawahi ketua
MPRS, ketua DPR, dan ketua DPA yang pada waktu itu
diangkat Soekarno sebagai menteri dalam kabinetnya
sehingga mengakibatkan sejumlah intrik politik dan
perebutan pengaruh berbagai pihak dengan berbagai cara,
baik dengan mendekati maupun menjauhi presiden.
• Pertentangan antarpihak begitu keras, seperti yang terjadi
antara tokoh PKI dengan perwira Angkatan Darat (AD)
sehingga terjadilah penculikan dan pembunuhan sejumlah
perwira AD yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30
September (G30S PKI).
Era Orde Lama
• Peristiwa G30S PKI menimbulkan peralihan
kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Peralihan
kekuasan itu diawali dengan terbitnya Surat
Perintah dari Presiden Soekarno kepada Letnan
Jenderal Soeharto, yang di kemudian hari terkenal
dengan nama Supersemar (Surat Perintah Sebelas
Maret). Surat itu intinya berisi perintah presiden
kepada Soeharto agar “mengambil langkah-
langkah pengamanan untuk menyelamatkan
keadaan”. Supersemar ini dibuat di Istana Bogor
dan dijemput oleh Basuki Rahmat, Amir Mahmud,
dan M. Yusuf.
Era Orde Lama
• Supersemar ini pun juga menjadi kontroversial di belakang
hari. Supersemar yang diberikan oleh Presiden Soekarno
kepada Letjen Soeharto itu kemudian dikuatkan dengan TAP
No. IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966. Dengan demikian,
status supersemar menjadi berubah: Mula-mula hanya
sebuah surat perintah presiden kemudian menjadi ketetapan
MPRS. Jadi, yang memerintah Soeharto bukan lagi Presiden
Soekarno, melainkan MPRS. Hal ini merupakan fakta sejarah
terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.
Bulan berikutnya, tepatnya 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan
TAP No. XVIII/ MPRS/1966 yang isinya mencabut TAP No.
III/MPRS/1960 tentang Pengangkatan Soekarno sebagai
Presiden Seumur Hidup. Konsekuensinya, sejak saat itu
Soekarno bukan lagi berstatus sebagai presiden seumur
hidup.
Era Orde Baru
• Setelah menjadi presiden, Soeharto mengeluarkan Inpres No.
12/1968 tentang penulisan dan pembacaan Pancasila sesuai
dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
(ingatlah, dulu setelah Dekrit 5 Juli 1959 penulisan Pancasila
beraneka ragam). Ketika MPR mengadakan Sidang Umum
1978 Presiden Soeharto mengajukan usul kepada MPR
tentang Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila
(P-4). Usul ini diterima dan dijadikan TAP No. II/MPR/1978
tentang P-4 (Ekaprasetia Pancakarsa). Dalam TAP itu
diperintahkan supaya Pemerintah dan DPR menyebarluaskan
P-4. Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Inpres No.
10/1978 yang berisi Penataran bagi Pegawai Negeri Republik
Indonesia. Kemudian, dikeluarkan juga Keppres No. 10/1979
tentang pembentukan BP-7 dari tingkat Pusat hingga Dati II.
Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi orsospol
(tercantum dalam UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan
bagi ormas (tercantum dalam UU No. 8/1985 ttg. Ormas).
Era Orde Baru
• Pemerintahan yang tersentral dan lama, serta budaya yang
dibangun “Asal Bapak Senang” membuat lingkaran
kekuasaan dan kroni-kroninya serta sistem birokrasi banyak
yang terlibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Power tends to
corrupt, Absolute power corrupts absolutely (Lord Acton,
1833-1902). Kebijakan ekonomi lebih banyak berpihak
kepada swasta, dan memperkaya kelompok tertentu
sehingga kesenjangan sosial ekonomi makin lebar. Hal
lainnya, pemilihan umum yang kurang demokratis. Presiden
mengontrol perekrutan organisasi politik, pengisian jabatan
ketua umum partai politik harus mendapat persetujuan dari
presiden. Salah satu ciri dari negara yang menganut paham
demokrasi adalah adanya pengakuan dan perlindungan hak
asasi manusia. Dalam pemerintahan Orde Baru, dirasakan
perlindungan HAM masih kurang diperhatikan. Selain itu,
pengekangan kebebasan pers sebagai salah satu bentuk
kebijakan politik pada masa orde baru.
Era Reformasi
• Era Reformasi adalah era sejak bergulirnya roda
reformasi yang ditandai dengan kejatuhan Orde
Baru pada Mei 1998. Tepatnya tanggal 21 mei
1998, Soeharto mengumumkan mundur sebagai
presiden untuk menghindari perpecahan dan
meletusnya ketidakstabilan di Indonesia.
• Runtuhnya Orde Baru tidak serta merta melahirkan
sistem dan tatanan baru yang yang terbaik dan efektif
sebagai sandaran untuk menata kehidupan berbangsa
dan bernegara, karena ada banyak hal yang kemudian
menjadi masalah, termasuk euforia reformasi yang
ternyata belum menemukan bentuk idealnya.
Era Reformasi
• Pemerintahan orde reformasi dilanjutkan oleh
Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie.
Hal tersebut dilakukan berdasarkan Pasal 8 UUD
1945. Pemerintahan BJ Habibie berlangsung
selama 1 tahun 5 bulan. Pada masa
kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia melalui referendum
yang disponsori PBB. Pada Sidang Umum 1999, ia
memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah
laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.
Era Reformasi
• Pemilu yang terselenggara pasca reformasi adalah Pemilu 1999,
2004, 2009, 2014 dan 2019. Pemilu 1999, Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) diangkat sebagai presiden oleh MPR. Bulog Gate,
Brunei Gate dan berbagai permasalahan lainnya menerpa
pemerintahan, dan akhirnya Abdurrahman Wahid dilengserkan
dari jabatannya pada Juli 2001.
• Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Megawati. Di
antara berbagai kebijakan Megawati, privatisasi BUMN dianggap
kontroversial. Dikutip dari buku Problem Demokrasi dan Good
Governance di Era Reformasi (2013), BUMN dijual dengan alasan
untuk membayar utang negara. Megawati diwarisi utang negara
yang membengkak imbas dari krisis moneter pada 1998/1999.
Penjualan belasan BUMN yang nilainya mencapai Rp 18,5 triliun
berhasil menurunkan utang. Salah satu privatisasi yang paling
diperdebatkan ialah Indosat. Kala itu, Indosat dijual seharga Rp
4,6 triliun kepada Tamasek Holding Company, BUMN Singapura.
Lima tahun kemudian, Tamasek menjual saham Indosat kepada
Qatar Telecom dengan harga mencapai tiga kali lipat (Nailufar,
2019).
Era Reformasi
• Pemilu 2004 pertama kali dilakukan pemilihan langsung presiden dan
wakil presiden dan terpilih Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
Presiden, periode selanjutnya di tahun 2009 terpilih kembali.
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun lamanya
meninggalkan jejak yang cukup panjang. Terdapat banyak catatan
kebaikan dan kekurangan di masa jabatan dua periode tersebut,
demikian juga tentu di masa presiden-presiden sebelumnya. Presiden
SBY juga mengembalikan sense of stability di bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan konsisten, kurang lebih rata-rata
enam persen menjadi indikatornya. Indonesia pun menjadi anggota G-
20, yaitu kelompok negara-negara di dunia yang dianggap memiliki
kekuatan ekonomi signifikan. Pendapatan per kapita kita meningkat
kurang lebih tiga kali lipat dalam periode 2004-2012. Walaupun
demikian, di bidang ekonomi juga terdapat beberapa catatan penting
bahwa angka ketimpangan, yang direpresentasikan oleh Gini Index, di
beberapa tahun terakhir periode kedua SBY justru membesar. Demikian
pula angka kematian ibu melahirkan yang meningkat beberapa tahun
terakhir pemerintahan SBY (Anonim, 2014).
Era Reformasi
• Pemilu 2014 dan 2019 terpilih Presiden Joko Widodo. Visi Pemerintahan
Joko Widodo tahun 2019-2024; Terwujudnya Indonesia Maju Yang
Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong.
Misinya yaitu:
1. Peningkatan kualitas manusia Indonesia.
2. Struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing.
3. Pembangunan yang merata dan berkeadilan.
4. Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan.
5. Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa.
6. Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan
terpercaya.
7. Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
pada seluruh warga.
8. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya.
9. Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan.
Era Reformasi
• Tap MPR Nomor XVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan
bahwa “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara”.
• Tap MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang
menyebutkan :
“Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila
sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-
Undang Dasar 1945”.
Era Reformasi
• Diskursus tentang Pancasila kembali menghangat
dan meluas usai Simposium Peringatan Hari Lahir
Pancasila yang diselenggarakan FISIP-UI pada
tanggal 31 Mei 2006.
• Sekretariat Wapres Republik Indonesia, pada tahun
2008/2009 secara intensif melakukan diskusi-
diskusi untuk merevitalisasi sosialisasi nilai-nilai
Pancasila.
• Tahun 2009 Dirjen Dikti, membentuk Tim
Pengkajian Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi.
Era Reformasi
• Beberapa perguruan tinggi telah
menyelenggarakan kegiatan sejenis, yaitu antara
lain: Kongres Pancasila di Universitas Gadjah Mada,
Simposium Nasional Pancasila dan Wawasan
Kebangsaan di Universitas Pendidikan Indonesia,
dan Kongres Pancasila di Universitas Udayana
• MPR-RI melakukan kegiatan sosialisasi nilai-nilai
Pancasila yang dikenal dengan sebutan “Empat
Pilar Kebangsaan”, yang terdiri dari: Pancasila,
Undang-Undang Dasar tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal
Ika.
Materi 2
Mata Kuliah Pancasila
Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP
Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
Pancasila sebagai Dasar Negara
• Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
• Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD 1945
• Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan
Esensi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara menurut pasal 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, merupakan sumber dari
segala sumber hukum negara.
Di sisi lain, pada penjelasan pasal 2 tersebut
dinyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis
negara sehingga setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
Esensi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila adalah substansi esensial yang
mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena
itu, rumusan Pancasila sebagai dasar negara
adalah sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Perumusan
Pancasila yang menyimpang dari pembukaan
secara jelas merupakan perubahan secara tidak
sah atas Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Esensi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat
dirinci sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum
Indonesia yang dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
2. Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945.
3. Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun
tidak tertulis).
4. Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan
golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5. Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara, para
pelaksana pemerintahan. Hal tersebut dapat dipahami karena semangat tersebut
adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat
senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan
dinamika masyarakat (Kaelan, 2000: 198--199)
Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia secara
ringkas tetapi meyakinkan, sebagai berikut:
Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah
satu alat pemersatu bangsa yang juga pada hakikatnya satu alat
mempersatukan dalam perjuangan melenyapkan segala penyakit yang
telah dilawan berpuluh-puluh tahun, yaitu terutama imperialisme.
Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan imperialisme,
perjuangan mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu bangsa yang
membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara
berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara perjuangan
sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena itu, pada
hakikatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri.
Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kenyataannya,
dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain-lain sebagainya
(Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013:
94-95).
Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Untuk memahami urgensi Pancasila sebagai dasar negara, dapat menggunakan 2 (dua)
pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan human resourses (personal/sumber
daya manusia).
Pendekatan institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan negara yang
bersumber pada nilai-nilai Pancasila sehingga negara Indonesia memenuhi unsur-unsur
sebagai negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan negara atau terpenuhinya
kepentingan nasional (national interest), yang bermuara pada terwujudnya masyarakat
adil dan makmur.
Sementara, human resources terletak pada dua aspek, yaitu orang-orang yang
memegang jabatan dalam pemerintahan (aparatur negara) yang melaksanakan nilai-
nilai Pancasila secara murni dan konsekuen di dalam pemenuhan tugas dan tanggung
jawabnya sehingga formulasi kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang
mengejawantahkan kepentingan rakyat. Demikian pula halnya pada tahap
implementasi yang harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip good governance,
antara lain transparan, akuntabel, dan fairness sehingga akan terhindar dari KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme); dan warga negara yang berkiprah dalam bidang bisnis,
harus menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai-nilai etika bisnis yang menghindarkan
warga negara melakukan free fight liberalism, tidak terjadi monopoli dan monopsoni;
serta warga negara yang bergerak dalam bidang organisasi kemasyarakatan dan bidang
politik (infrastruktur politik).
Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa
nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan dan pedoman
dalam membentuk dan menyelenggarakan negara, termasuk
menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti perilaku para
penyelenggara negara dalam pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintah negara, harus sesuai dengan perundang-
undangan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Apabila nilai-nilai Pancasila diamalkan secara konsisten, baik
oleh penyelenggara negara maupun seluruh warga negara,
maka akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik.
Pada gilirannya, cita-cita dan tujuan negara dapat
diwujudkan secara bertahap dan berkesinambungan.
Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
Notonagoro (1982:24-26) menegaskan bahwa Undang-Undang Dasar tidak merupakan peraturan
hukum yang tertinggi. Di atasnya, masih ada dasar-dasar pokok bagi Undang-Undang Dasar, yang
dinamakan pokok kaidah negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm).
Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
Berdasarkan paradigma berpikir tersebut, maka Pembukaan UUD 1945
memenuhi syarat unsur mutlak staatsfundamentalnorm, yang tergambar
dalam skema berikut ini:
Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai
berikut:
1. Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak sebagai
staatsfundamentalnorm. Oleh karena itu, kedudukan Pembukaan
merupakan peraturan hukum yang tertinggi di atas Undang-Undang
Dasar. Implikasinya, semua peraturan perundang-undangan dimulai
dari pasal-pasal dalam UUD 1945 sampai dengan Peraturan Daerah
harus sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.
2. Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945
sebagai staatsfundamentalnorm. Secara ilmiah-akademis,
Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm mempunyai
hakikat kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara
yang dibentuk, dengan perkataan lain, jalan hukum tidak lagi dapat
diubah (Notonagoro, 1982: 25)
Penjabaran Pancasila dengan Batang Tubuh UUD 1945
Terkait dengan penjabaran Pancasila dalam pasal-
pasal UUD 1945, silahkan Anda simak bunyi
penjelasan UUD 1945, sebagai berikut.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana
kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan
cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai
hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang
tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan
pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.”
Penjabaran Pancasila dengan Batang Tubuh UUD 1945
Pola pemikiran dalam pokok-pokok pikiran Penjelasan UUD 1945
tersebut, merupakan penjelmaan dari Pembukaan UUD 1945,
Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945
sebagai staatsfundamentalnorm.
Apabila disederhanakan, maka pola pemikiran tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD
1945 sebagai staatsfundamentalnorm.
2. Pembukaan UUD 1945 dikristalisasikan dalam wujud Pokok-
pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar.
3. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945 terjelma dalam pasal-pasal UUD 1945.
Penjabaran Pancasila dengan Batang Tubuh UUD 1945
No. Nilai Dasar (Pancasila) Nilai Instrumental
(Pasal-Pasal dalam UUD 1945)
1. Nilai Sila 1 Pasal 28E Ayat (1):
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali
2. Nilai Sila 2 Pasal 28D Ayat (1):
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum.
3. Nilai Sila 3 Pasal 30 Ayat (1):
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.
4. Nilai Sila 4 Pasal 22 Ayat (1):
Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun Sekali.
5. Nilai Sila 5 Pasal 31 Ayat (1):
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan
Bidang Politik:
1) Sektor Suprastruktur Politik
Adapun yang dimaksud suprastruktur politik adalah
semua lembaga-lembaga pemerintahan, seperti
legislatif, eksekutif, yudikatif, dan lembaga pemerintah
lainnya baik di pusat maupun di daerah. Semua lembaga
pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai
batas kewenangan yang ditentukan dalam UUD dan
peraturan perundang-undangan lainnya. Lembaga-
lembaga pemerintah tersebut berfungsi
memformulasikan, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi kebijakan publik dalam batas kewenangan
masing-masing. Kebijakan publik tersebut harus
mengakomodasi input atau aspirasi masyarakat
(melalui infrastruktur politik) sesuai mekanisme atau
prosedur yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.
Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan
Bidang Politik:
2) Sektor Masyarakat
Masyarakat secara umum maupun melalui lembaga-
lembaga sosial politik, seperti oganisasi
kemasyarakatan, partai politik, dan media massa,
berfungsi memberikan masukan kepada suprastruktur
politik dalam menghasilkan kebijakan publik yang
menyangkut kepentingan umum. Fungsi memberikan
masukan tersebut mendorong infrastruktur berperan
sebagai interest group dan/atau pressure group. Dapat
dibayangkan apabila dalam proses tersebut tidak ada
aturan main, maka akan timbul chaos atau kekacauan di
masyarakat. Dalam kondisi seperti itulah, diperlukan
kaidah penuntun yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
agar dalam proses tersebut tetap terjaga semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan
Bidang Ekonomi:
Mubyarto dalam Oesman dan Alfian (1993: 240--241) menjelasan 5 prinsip
pembangunan ekonomi yang mengacu kepada nilai Pancasila, yaitu sebagai
berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa, roda perekonomian digerakkan oleh
rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, ada kehendak kuat dari seluruh
masyarakat untuk mewujudkan pemerataan sosial (egalitarian), sesuai
asas-asas kemanusiaan;
3. Persatuan Indonesia, prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan
perekonomian nasional yang tangguh. Hal ini berarti nasionalisme
menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, koperasi merupakan soko guru
perekonomian dan merupakan bentuk saling konkrit dari usaha bersama;
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adanya imbangan yang
jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi
dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai keadilan
ekonomi dan keadilan sosial.
Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan
Bidang Sosial Budaya:
Strategi yang harus dilaksanakan pemerintah dalam memperkokoh kesatuan dan
persatuan melalui pembangunan sosial-budaya, ditentukan dalam Pasal 31 ayat
(5) dan Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Berdasarkan ketentuan dalam
Pasal 31 ayat (5) UUD 1945, disebutkan bahwa “ Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.
Di sisi lain, menurut Pasal 32 ayat (1) UUD 1945, dinyatakan bahwa “Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-
nilai budayanya.” Sejalan dengan hal itu, menurut Pasal 32 ayat (3) UUD 1945,
ditentukan bahwa “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan budaya nasional.”
Dengan demikian, semua kebijakan sosial budaya yang harus dikembangkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia harus
menekankan rasa kebersamaan dan semangat kegotongroyongan karena gotong
royong merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang konstruktif sehingga
budaya tersebut harus dikembangkan dalam konteks kekinian.
Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan
Bidang Pertahanan dan Keamanan:
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945, “Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Bagi Anda sebagai
warga negara yang baik, bela negara bukan hanya dilihat sebagai kewajiban,
melainkan juga merupakan kehormatan dari negara. Bela negara dapat
didefinisikan sebagai segala sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada tanah air dan bangsa, dalam menjaga kelangsungan hidup
bangsa dan negara berdasarkan Pancasila guna mewujudkan tujuan nasional.
Wujud keikutsertaan warga negara dalam bela negara dalam keadaan damai
banyak bentuknya, aplikasi jiwa pengabdian sesuai profesi pun termasuk bela
negara. Semua profesi merupakan medan juang bagi warga negara dalam bela
negara sepanjang dijiwai semangat pengabdian dengan dasar kecintaan kepada
tanah air dan bangsa. Hal ini berarti pahlawan tidak hanya dapat lahir melalui
perjuangan fisik dalam peperangan membela kehormatan bangsa dan negara,
tetapi juga pahlawan dapat lahir dari segala kegiatan profesional warga negara.
Misalnya, dalam bidang pendidikan dapat lahir pahlawan pendidikan, dalam
bidang olah raga dikenal istilah pahlawan olah raga, demikian pula dalam bidang
ekonomi, teknologi, kedokteran, pertanian, dan lain-lain dapat lahir pahlawan-
pahlawan nasional.
Materi 3
Mata Kuliah Pancasila
Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP
Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
Pancasila Dalam UUD 1945
• Pengertian UUD 1945
• Kedudukan dan Sifat UUD 1945
• Pokok Pikiran UUD 1945
• Prinsip dalam batang tubuh UUD 1945
• Sistem Ketatanegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
• Sejarah Penyusunan dan Perumusan UUD 1945
• Penyimpangan dan Penyelewengan terhadap UUD 1945
Pengertian UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 adalah suatu hukum dasar tertulis
atau konstitusi negara yang mejadi dasar dan sumber dari
peraturan-peraturan lain atau perundang-udangan lain yang
berlaku di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Undang-
Undang Dasar 1945 merupakan sebuah naskah yang meliputi:
• Pembukaan
• Terdiri dari 4 Alinea, dimana pada Aline ke-4 terdapat rumusan
Sila-sila dari Pancasila
• Batang Tubuh, terdiri atas 16 Bab, 37 pasal, 4 pasal Aturan
Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan dan penjelasan, yang
terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
• Ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
• Disiarkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No.7
Tanggal 15 Februari 1946
Pengertian UUD 1945
Makna Alinea dalam Pembukaan UUD 1945:
• Alinea Pertama:
 mengungkapkan suatu dalil obyektif, bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikeadilan
dan perikemanusiaan.
 mengungkapkan pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia untuk
membebaskan diri dari penjajah.
• Alinea Kedua:
 mengungkapkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, yaitu negara Indonesia yang
berdaulat, adil dan makmur.
 menunjukkan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian.
• Alinea Ketiga:
 memuat motivasi spiritual yang luhur dan merupakan pengukuhan atas proklamasi
kemerdekaan.
 menunjukkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
• Alinea Keempat:
 menegaskan tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai tujuan nasional.
 menegaskan bahwa bangsa Indonesia menpunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuan.
 menegaskan bahwa negara Indonesia berbentuk Republik.
 menegaskan bahwa negara Indonesia mempunyai dasar Falsafah Pancasila.
Kedudukan dan Sifat UUD 1945
Produk-produk hukum seperti undang-undang,
peraturan pemerintah, atau peraturan presiden,
dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau
kebijakan pemerintah harus dilandasi dan
bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang
pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Sekarang yang
menjadi pertanyaan adalah: dalam kedudukannya
yang demikian, dimanakah letak UUD 1945 dalam
tata urutan peraturan perundangan kita atau
secara hierarki dimanakah kedudukan UUD 1945
dalam tata urutan perundangan Republik
Indonesia?
Kedudukan dan Sifat UUD 1945
Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali diatur dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian diperbaharui
dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan terakhir diatur dengan
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
yang mengatur jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu).
4. Peraturan Pemerintah.
5. Peraturan Presiden.
6. Peraturan Daerah Provinsi.
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kedudukan dan Sifat UUD 1945
Kedudukan UUD 1945 adalah:
Hukum dasar yang tertulis (di samping itu masih ada hukum dasar
yang tidak tertulis, yaitu Konvensi), yang terdiri atas:
1.Sebagai (norma) hukum:
a.UUD bersifat mengikat terhadap: Pemerintah, setiap Lembaga
Negara/Masyarakat, setiap WNRI dan penduduk di RI.
b.Berisi norma-norma: sebagai dasar dan garis besar hukum
dalam penyelenggaraan negara harus dilaksanakan dan ditaati.
2.Sebagai hukum dasar:
a.UUD merupakan sumber hukum tertulis (tertinggi) Setiap
produk hukum (seperti UU, PP, Perpres, Perda) dan setiap
kebijaksanaan Pemerintah berlandaskan UUD 1945.
b.Sebagai Alat Kontrol Yaitu mengecek apakah norma hukum yang
lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
Kedudukan dan Sifat UUD 1945
Sifat UUD 1945:
1.Singkat:
a. UUD 1945 hanya memuat sebanyak 37 pasal.
b.UUD 1945 memuat aturan-aturan pokok saja.
2.Supel (elastis):
a. Dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman.
b.Aturan yang menyelanggarakan aturan pokok
diserahkan kepada UU yang lebih mudah cara
membuat, merubah dan mencabutnya.
Pokok Pikiran UUD 1945
Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk
mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus
mempelajari juga bagaimana terjadinya teks Itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga
harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.
A. Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
1. “Negara” - melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan
meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi
segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian "pembukaan" itu menghendaki
persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak
boleh dilupakan.
2. Negara hendaknya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
3. Pokok yang ketiga yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara yang berkedaulatan
Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistem
negara Yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan Rakyat dan
berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat
Indonesia.
4. Pokok pikiran Yang keempat Yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan Yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
Undang-Undang Dasar harus mengandung isi Yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
Pokok Pikiran UUD 1945
Undang-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya:
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok
pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Reichtsidee) Yang
menguasai hukum dasar negara, baik hukum Yang tertulis
(Undang-Undang, Dasar) maupun hukum Yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini
dalam pasal-pasalnya.
Prinsip yang Terkandung dalam Batang Tubuh UUD 1945
Adapun yang menjadi prinsip-prinsip yang terkandung dalam Batang Tubuh Undang-
Undang Dasar 1945 dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sesuai dengan Pasal 1 UUD 1945, negara kita ialah negara kesatuan yang
berbentuk Republik. Bagi negara kita tiada lain bentuk negara yang paling tepat
adalah negara Kesatuan yang bernafaskan demokrasi, yaitu Demokrasi Pancasila.
2. Pengakuan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Pancasila
Negara pancasila menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah
hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia. Hak asasi manusia meliputi hak hidup,
hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik dan lain-lain.
Disamping itu, terdapat kewajiban asasi. Kalau dalam masyarakat yang
individualistis, tuntutan pelaksanaan hak-hak asasi manusia sedikit berlebih-
lebihan sehingga merugikan masyarakat, maka dalam masyarakat pancasila
dilaksanakan secara seimbang sebagai manusia yang bersifat kekeluargaan.
Contoh-contoh perwujudan hak-hak asasi manusia berdasarkan Pancasila ini
tertuang secara tegas dalam Pasal 27, 28, 29, 30, 31 dan 34 UUD 1945.
Prinsip yang Terkandung dalam Batang Tubuh UUD 1945
3. Sistem Kebudayaan Nasional
Dalam Pasal 32 UUD 1945 disebutkan bahwa
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional.
Ini berarti bahwa bangsa Indonesia
mengutamakan pembinaan dan pembangunan
kebudayaan Indonesia.
Unsur-unsur kebudayaan asing dapat diterima
ke dalam kebudayaan nasional dengan syarat
lebih mengembangkan kebudayaan nasional
dan tidak bertentangan dengan Pancasila.
Prinsip yang Terkandung dalam Batang Tubuh UUD 1945
4. Pembelaan Negara
Seperti yang telah tertuang dalam Pasal 30 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta didalam pembelaan negara. Letak kepulauan
Nusantara yang strategis dan berbeda menjadi suatu
kesatuan pertahanan dan keamanan, dan juga menjadi
sebuah ancaman terhadap segi kehidupan bangsa
Indonesia secara keseluruhan. Oleh karenanya, Bangsa
Indonesia sebagai warga negara mempunyai kewajiban
untuk membela keutuhan negara dan Bangsa Indonesia,
dengan terus mengembangkan prinsip wawasan nusantara
dan ketahanan nasional.
Sistem Ketatanegaraan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Perubahan UUD 1945 mempertegas prinsip negara hukum dan
mencantumkannya pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang berbunyi
‘Negara Indonesia adalah negara hukum’. Negara hukum yang
dimaksud adalah negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman
sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia
dan prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman
yang merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16
ayat.
Penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi semakin
menegaskan letak kedaulatan yang sebenarnya di tangan rakyat. UUD
1945 memberikan kedudukan yang mutlak kepada rakyat sebagai
pemegang kekuasaan sesungguhnya. Kekuasaan bahkan idealnya
diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat. Dalam sistem UUD
1945, pelaksanaan kedaulatan rakyat itu disalurkan dan
diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan
dalam hukum dan konstitusi.
Sistem Ketatanegaraan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Setiap kebijakan negara dan pemerintah dapat digugat oleh
setiap orang atau warga negara manakala terjadi
penyimpangan atau pelanggaran hukum terhadap hak-hak
warga negara yang dijamin konstitusi. Hal-hal tersebut pada
akhirnya turut berimplikasi kepada perubahan sistem
pemerintahan secara keseluruhan. Perubahan tersebut
menyebabkan tiga hal yaitu:
a. Penegasan karakter presidensil dalam sistem
pemerintahan Indonesia dengan menempatkan Presiden
sebagai pembuat kebijakan.
b. Perubahan kedudukan MPR dari lembaga tertinggi negara
menjadi lembaga tinggi negara, dengan kewenangan yang
sangat terbatas.
c. penguatan peran dan kewenangan DPR dalam bidang
legislasi dan pengawasan terhadap eksekutif.
Sistem Ketatanegaraan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk
mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara,
mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya
berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang
hendak dibangun adalah sistem ‘check and balances’, yaitu pembatasan kekuasaan setiap
lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang
rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan
dari ‘Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR’, menjadi ‘Kedaulatan di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar’. Ini berarti bahwa kedaulatan
rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan
berdasarkan undang-undang dasar oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan
kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang dasar.
Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan
wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan
kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.
Sistem yang dibangun berdasarkan perubahan ini adalah mempertegas dan merumuskan
secara lebih jelas sistem konstitusional yang telah disebutkan dalam penjelasan UUD 1945
sebelum perubahan, yaitu penyelenggaraan kekuasaan negara berdasar konstitusi atau
Undang-Undang Dasar
Sejarah Penyusunan UUD 1945
UUD 1945 pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi Negara Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah kemerdekaan negara Republik Indonesia
diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Naskah UUD 1945 ini pertama
kali dipersiapkan oleh satu badan bentukan pemerintah bala tentara Jepang yang diberi nama Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai yang dalam bahasa Indonesia disebut Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI).
Pimpinan dan anggota badan ini dilantik oleh Pemerintah Balatentara Jepang pada tanggal 28 Mei 1945 dalam rangka
memenuhi janji Pemerintah Jepang di depan parlemen (Diet) untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa
Indonesia . Namun, setelah pembentukannya, badan ini tidak hanya melakukan usaha-usaha persiapan kemerdekaan
sesuai dengan tujuan pembentukannya, tetapi malah mempersiapkan naskah Undang-Undang Dasar sebagai dasar
untuk mendirikan Negara Indonesia merdeka.
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ini beranggotakan 62 orang, diketuai oleh
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, serta Itibangase Yosio dan Raden Panji Suroso, masing-masing sebagai Wakil Ketua.
Persidangan badan ini dibagi dalam dua periode, yaitu masa sidang pertama dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1
Juni 1945, dan masa sidang kedua dari tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945. Dalam kedua masa sidang itu,
fokus pembicaraan dalam sidang-sidang BPUPKI langsung tertuju pada upaya mempersiapkan pembentukan sebuah
negara merdeka. Hal ini terlihat selama masa persidangan pertama, pembicaraan tertuju pada soal ‘philosoische
grondslag’, dasar falsafah yang harus dipersiapkan dalam rangka negara Indonesia merdeka. Pembahasan mengenai
hal-hal teknis tentang bentuk negara dan pemerintahan baru dilakukan dalam masa persidangan kedua dari tanggal
10 Juli sampai dengan 17 Agustus 1945 .
Dalam masa persidangan kedua itulah dibentuk Panitia Hukum Dasar dengan anggota terdiri atas 19 orang, diketuai
oleh Ir. Soekarno. Panitia ini membentuk Panitia Kecil yang diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo, dengan anggota yang
terdiri atas Wongsonegoro, R. Soekardjo, A.A. Maramis, Panji Singgih, Haji Agus Salim, dan Sukiman. Pada tanggal 13
Juli 1945, Panitia Kecil berhasil menyelesaikan tugasnya, dan BPUPKI menyetujui hasil kerjanya sebagai rancangan
Undang-Undang Dasar pada tanggal 16 Agustus 1945. Setelah BPUPKI berhasil menyelesaikan tugasnya, Pemerintah
Balatentara Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang,
termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua.
Sejarah Penyusunan UUD 1945
Setelah mendengarkan laporan hasil kerja BPUPKI yang telah menyelesaikan
naskah rancangan Undang-Undang Dasar, pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus
1945, beberapa anggota masih ingin mengajukan usul-usul perbaikan disana-sini
terhadap rancangan yang telah dihasilkan, tetapi akhirnya dengan aklamasi
rancangan UUD itu secara resmi disahkan menjadi UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia. Namun demikian, setelah resmi disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945.
Penyimpangan dan Penyelewengan terhadap UUD 1945
Bentuk-bentuk Penyimpangan Terhadap UUD 1945:
1. Masa Awal Kemerdekaan
a. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi
KNIP dari pembantu menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislative dan ikut serta
menetapkan GBHN sebelum terbentuknya DPR, MPR, dan DPA.
b. Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang mengubah sistem
pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer.
2. Masa Orde Lama
a. Kekuasaan Presiden dijalankan secara sewenang-wenang, hal ini terjadi karena kekuasaan MPR,
DPR, dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh Presiden.
b. MPRS menetapkan Presiden menjadi Presiden seumur hidup, hal ini tidak sesuai dengan
ketentuan mengenai masa jabatan Presiden.
c. Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai menteri, dengan demikian, MPR dan DPR berada
dibawah Presiden.
d. Pimpinan MA diberi status menteri, ini merupakan penyelewengan terhadap prinsip bahwa
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka.
e. Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya diatur dengan undang-undang (yang harus
dibuat bersama DPR), dengan demikian Presiden melampaui kewenangannya.
f. Pembentukan lembaga negara yang tidak diatur dalam konstitusi, yaitu, Front Nasional.
g. Presiden membubarkan DPR; padahal menurut konstitusi, Presiden tidak bisa membuabarkan
DPR.
Penyimpangan dan Penyelewengan terhadap UUD 1945
3. Periode 1959-1966
a. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi
Menteri Negara.
b.MPRS menetapkan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
c. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia
4. Periode 1966-1998
a. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
b. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lainmenyatakan bahwa
bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat
melalui referendum.
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP
MPR Nomor IV/MPR/1983.
TUGAS
SEBUTKAN DAN JELASKAN
PENYIMPANGAN DAN PENYELEWENGAN
TERHADAP UUD 45, SEJAK MASA
REFORMASI!
Diketik pada Kertas A4, Font Times New Roman 12, Spasi 1.5, Minimal 2 Halaman
Maksimal 10 Halaman, Dikirimkan dalam bentuk PDF (tuliskan Nama, NIM, Kelas,
dan TTD) , Pengumpulan Tugas pada 27Oktober 2023
Materi 4
Mata Kuliah Pancasila
Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP
Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
Pancasila Sebagai Ideologi Negara
• Pengertian Ideologi
• Pancasila dan Ideologi Dunia
• Pancasila dan Agama
Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan,
konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang berarti
ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide
(the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar
(Kaelan, 2013: 60-61).
Dalam pengertian tersebut, kita dapat menangkap beberapa
komponen penting dalam sebuah ideologi, yaitu sistem, arah,
tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan politik.
Pengertian Ideologi
Definisi ideologi menurut beberapa ahli:
1. Sastrapratedja (2001: 43): ”Ideologi adalah seperangkat
gagasan/pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan
diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”.
2. Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi
manusia berkat kemampuannya menjaga jarak dengan
dunia kehidupannya”.
3. Mubyarto (1991: 239): ”Ideologi adalah sejumlah
doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok
masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan
dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai
tujuan masyarakat atau bangsa itu”.
Pemikiran-pemikiran tentang Ideologi
a. Martin Seliger: Ideologi sebagai sistem kepercayaan
Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan
dalam bentuk pernyataan yang bernilai yang dirancang untuk melayani dasar-
dasar permanen yang bersifat relatif bagi sekelompok orang. Ideologi
dipergunakan untuk membenarkan kepercayaan yang didasarkan atas norma-
norma moral dan sejumlah kecil pembuktian faktual dan koherensi legitimasi
yang rasional dari penerapan preskripsi teknik.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan tindakan yang
disetujui bersama untuk pemeliharaan, pembentukan kembali, destruksi atau
rekonstruksi dari suatu tatanan yang telah tersedia.
Martin Seliger, lebih lanjut menjelaskankan bahwa ideologi sebagai sistem
kepercayaan didasarkan pada dua hal, yaitu ideologi fundamental dan ideologi
operatif (Thompson, 1984: 79). Ideologi fundamental meletakkan preskripsi
moral pada posisi sentral yang didukung oleh beberapa unsur, yang meliputi:
deskripsi, analisis, preskripsi teknis, pelaksanaan, dan penolakan. Ideologi
operatif meletakkan preskripsi teknis pada posisi sentral dengan unsur-unsur
pendukung, meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi moral, pelaksanaan, dan
penolakan.
Pemikiran-pemikiran tentang Ideologi
b. Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional
Gouldner mengatakan bahwa ideologi merupakan sesuatu yang
muncul dari suatu cara baru dalam wacana politis. Wacana tersebut
melibatkan otoritas atau tradisi atau retorika emosi. Lebih lanjut,
Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari
kesadaran mitis dan religius, sebab ideologi itu merupakan suatu
tindakan yang didukung nilai-nilai logis dan dibuktikan berdasarkan
kepentingan sosial. Gouldner juga mengatakan bahwa kemunculan
ideologi itu tidak hanya dihubungkan dengan revolusi komunikasi,
tetapi juga dihubungkan dengan revolusi industri yang pada gilirannya
melahirkan kapitalisme (Thompson, 1984: 85-86).
Fungsi Ideologi
a. Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan
untuk memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadian-kejadian di
lingkungan sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta
menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati
serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma
yang terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991: 48).
Pancasila dan Ideologi Dunia
Untuk mengetahui posisi ideologi Pancasila di antara ideologi besar
dunia, maka Anda perlu mengenal beberapa jenis ideologi dunia sebagai
berikut.
a. Marxisme-Leninisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam
perspektif evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip; pertama,
penentu akhir dari perubahan sosial adalah perubahan dari cara
produksi; kedua, proses perubahan sosial bersifat dialektis.
b. Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
kebebasan individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu.
c. Sosialisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
kepentingan masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan
seluruh masyarakat atau yang dikenal dengan kosep welfare state.
d. Kapitalisme; suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap
individu untuk menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan
modal yang ia miliki (Sastrapratedja, 2001: 50 – 69).
Pancasila dan Ideologi Dunia
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara
Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya
diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi pada ideologi-
ideologi lain di dunia, namun terbentuknya Pancasila melalui proses
yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Secara kausalitas Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat
negara nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri
yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius.
Kemudian para pendiri negara Indonesia mengangkat nilai-nilai tersebut
dan dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral yang
luhur.
Dengan demikian Pancasila pada hakikatnya adalah sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia, yang jauh sebelum bangsa Indonesia
membentuk negara, nilai-nilai tersebut telah tercermin dan teramalkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila dan Ideologi Dunia
Pancasila sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi, yaitu:
1. Dimensi Realita, artinya nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
ideologi itu secara riil berakar dan hidup dalam masyarakatatau
bangsanya, yaitu mencerminkan kenyataan hidup yang ada di dalam
masyarakat di mana ideologi itu muncul untuk pertama kalinya.
2. Dimensi Idealisme, artinya kualitas ideologi yang terkandung dalam
nilai dasar itu mampu memberikan harapan kepada berbagai
kelompok dan masyarakat tentang masa depan yang lebih baik.
3. Dimensi Fleksibilitas, atau dimensi pengembangan artinya
kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan menyesuaikan diri
dengan perkembangan masyarakatnya.
Pancasila dan Ideologi Dunia
Keunggulan dan Kelemahan Ideologi Pancasila.
Keunggulan:
• Memiliki sikap-sikap positif yang dimiliki ideology-ideologi lain yang ada di dunia
• Membela rakyat
• Peran serta negara tidak membuat rakyat menderita (seharusnya)
• Seluruh komponen masyarakat saling memiliki keterikatan
• Bersifat terbuka
• Memberi kebebasan kepada rakyat (dalam berpolitik dan beragama)
• Menjunjung tinggi hak asasi manusia tanpa menghilangkan hak orang lain, dll.
Kelemahan:
Terlalu ditinggi-tinggikan (berlebihan)
Kelemahan Pancasila dibandingkan ideology-ideologi lain sangatlah sulit untuk dicari.
Karena Pancasila sendiri mengambil segala hal-hal positif yang ada dalam setiap
ideology yang ada. Untuk bangsa Indonesia Pancasila memang sudah tepat apabila
dijadikan sebagai ideology bangsa, hanya saja cara pengamalan bangsa kita saat ini
terhadap Pancasila sudah salah kaprah. Segala sesuatu yang menjadi makna atau nilai
Pancasila tersebut seakan-akan sudah tidak ada lagi. Dan pratek untuk mengamalkan
nilai-nilai Pancasila lama-kelamaan mulai memudar.
Pancasila dan Agama
Hubungan Negara/ Pancasila dan agama seringkali menjadi
”rumit”. Agama seringkali dipergunakan untuk bertentangan
dengan pemerintahan atau pemerintahan sering dijadikan
kekuatan untuk menekan agama. Dalam diskursus politik dan
ketatanegaraan serta agama jalinan tersebut masih
diperdebatkan dan dikaji baik di (negara) Barat maupun di
(negara) Timur.
Agar hubungan antar agama dan negara tetap harmonis di
tengah-tengah dinamika kehidupan politik, ekonomi, dan
budaya kita perlu mendiskusikannya terus menerus, sehingga
kita sampai pada pemahaman bahwa agama dan negara
bagai dua sisi mata uang, di mana keduanya bisa dibedakan,
namun tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena keduanya
saling membutuhkan.
Pancasila dan Agama
Begitu pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila, maka
Pancasila pun mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya
Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan
menurut termiologi Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa,
yang tak terbagi yang maknanya sejalan dengan agama Islam,
Kristen, Budha dan bahkan juga Animisme (Chaidar,1998:36).
Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, Materialis) yang
menyatakan bahwa “Bangsa Indonesia adalah sebagai asal
dari nilai-nilai Pancasila, yang digali dari bangsa Indonesia
yang berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-
nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia”.
Pancasila dan Agama
Kuatnya faham keagamaan dalam formasi kebangsaan Indonesia membuat
arus besar pendiri bangsa tidak dapat membayangkan ruang publik hampa
Tuhan. Sejak dekade 1920-an, ketika Indonesia mulai dibayangkan sebagai
komunitas politik bersama, mengatasi komunitas kultural dari ragam etnis
dan agama, ide kebangsaan tidak terlepas dari Ketuhanan etnis (Latif, 2011 :
67). Secara lengkap pentingnya dasar ketuhanan ketika dirumuskan oleh
founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno pada 1
Juni 1945 ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag)
yang menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-
Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya berTuhan.
Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al
Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w, orang Budha
menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi
marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah Negara
yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa.
Seganap dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat
hendaknya ber-Tuhan.
Pancasila dan Agama
Hubungan Negara dengan agama menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah
sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang berKetuhanan yang Maha Esa.
Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama masing masing.
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya manusia
berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter
pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil
paksaan bagi siapapun juga.
f. Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam
negara.
g. Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggarakan Negara harus sesuai
dengan nilai nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif
maupun norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara
negara.
h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Tuhan yang Maha
Pancasila dan Agama
Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini, secara
filosofis merupakan nilai fundamental yang meneguhkan eksistensi Negara Indonesia
sebagai negara yang berKetuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan dasar kerohanian bangsa dan menjadi penopang utama bagi persatuan dan
kesatuan bangsa dalam rangka menjamin keutuhan NKRI. Karena itu, agar terjalin
hubungan selaras dan harmonis antara agama dan negara, maka negara sesuai dengan
Dasar Negara Pancasila wajib memberikan perlindungan kepada agama-agama di
Indonesia.
Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang
tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk
agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.
Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang
menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan
sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi
negara atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula
memperkenankan pemisahan negara dari agama, apalagi sampai mengakui tidak
tunduk pada agama manapun. Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua
penduduk untuk tunduk pada agamanya.
Pancasila dan Agama
Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara
Pancasila adalah dimungkinkan. Semangat pluralisme dan
ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap mengadopsi
kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun
kecemburuan apapun, karena hukum-hukum agama hanya
berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara agama-
agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama
lainnya. Tak ada lagi asumsi mayoritas – minoritas. Bahkan
pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara damai dan
sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam negara
Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara Pancasila,
prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Materi 6
Mata Kuliah Pancasila
Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP
Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
Fungsi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara
• Pancasila sebagai Filsafat Bangsa Indonesia
• Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum
• Hak dan Kewajiban warga negara
Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Indonesia
Pancasila Sebagai Filsafat adalah suatu kesatuan yang saling
berhubungan dengan satu tujuan tertentu, dan saling berkualifikasi yang
tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi, pada hakikatnya
Pancasila merupakan satu bagian yang saling berhubungan satu dengan
yang lainnya, dan fungsi serta tugas masing-masing.
1. Pengertian Filsafat
Istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, (philosophia), tersusun
dari kata philos yang berarti cinta atau philia yang berarti
persahabatan, tertarik kepada dan kata sophos yang berarti
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
inteligensi (Barata, 2011). Dengan demikian philosophia secara
harfiah berarti mencintai kebijaksanaan. Kata kebijaksanaan juga
dikenal dalam bahasa Inggris, wisdom. Berdasarkan makna kata
tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia
untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi
konsep yang bermanfaat bagi peradaban manusia (Kamilah, 2012).
Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Indonesia
2. Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan
Negara:
Filsafat Pancasila adalah semua aturan kehidupan hukum
kegiatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
berpedoman pada Pancasila. Karena pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum bangsa dan negara
republik Indonesia. Orang yang berfikir filsafat adalah
orang yang tidak meremehkan terhadap orang yang lebih
rendah derajatnya dan tidak menyepelekan masalah yang
kecil, selalu berpikiran positif, kritis, bersifat arif bijaksana,
universal, dan selalu optimis.
Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Indonesia
3. Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
Pancasila sebagai sistem flsafat dapat dilakukan dengan
cara deduktif dan induktif.
a. Deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta
menganalisis dan menyusun secara sistematis menjadi
keutuhan pandangan yang komprehensif.
b. Induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial
budaya masyarakat, merefleksikan dan menarik arti dan
makna yang hakiki dari gejala-gejala itu. Pancasila yang
terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem
filsafat.
Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Indonesia
Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung pemikiran
tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan,
dengan diri sendiri, dengan
sesama, dengan masyarakat bangsa yang semua itu
dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Ciri khas nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila
berkembang dalam budaya dan peradaban Indonesia,
terutama sebagai jiwa dan asas kerohanian bangsa dalam
perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya
nilai filsafat Pancasila,baik sebagai pandangan hidup atau
filsafat hidup (Weltanschauung) bangsa maupun sebagai
jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist) nasional, memberikan
identitas dan integritas serta martabat bangsa dalam
menghadapi budaya dan peradaban dunia.
Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum
1. Landasan Pancasila Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum
Dalam kedudukannya sebagai ideologi bangsa Indonesia, Pancasila menjadi sumber dari
segala sumber hukum. Landasan terhadap konsep tersebut dapat kita lihat dengan
mengacu pada Teori Norma yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dan Nawiasky.
Teori tersebut bertajuk die Stufenordnung der Rechtsnormen. Di dalamnya dipaparkan
tingkatan peraturan dalam suatu negara, yaitu:
a. Staatsfundamentalnorm, yaitu seperangkat norma fundamental negara yang bersifat
abstrak dan menjadi sumber hukum
b. Staatsgrundgesetz, meliputi aturan dasar, aturan pokok, atau konstitusi negara
c. Formell Gesetz, yaitu undang-undang
d. Verordnung & Autonome Satzung, yaitu aturan pelaksana peraturan pemerintah dan
peraturan daerah.
Berdasarkan teori Hans Kelsen dan Nawiasky di atas, Pancasila dikategorikan ke dalam
staatsfundamentalnorm. Hal tersebut pun kemudian ditetapkan dengan dokumen resmi
kenegaraan berwujud undang-undang.
Tap MPRS Nomor XX/MPRS/1966 adalah peraturan pertama yang menetapkan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum. Peraturan tersebut disempurnakan dengan Tap
MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan.
Ketetapan tersebut kemudian diperkuat lagi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang tersebut kemudian
populer dengan sebutan UU PPPU.
Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum
Kembali pada konteks Pancasila, Pasal 2 UU PPPU tersebut
menyebutkan, “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
negara.” Dengan demikian, secara yuridis Pancasila memiliki landasan
konstitusional dalam kedudukannya sebagai sumber hukum di
Indonesia.
Pancasila yang diposisikan sebagai sumber dari segala sumber hukum
tersebut sejalan pula dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Hal tersebut tersurat dengan jelas pada alinea keempat, sebagai berikut:
“… maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.”
Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum
2. Makna Pancasila Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum
Terminologi “sumber hukum” sendiri dimaknai sebagai sumber dari suatu
hukum. Hal tersebut meliputi nilai-nilai, kaidah, ataupun norma hukum.
Sementara Pancasila merupakan refleksi dari seluruh nilai yang hidup, tumbuh,
dan berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Pancasila yang menjadi dasar filsafat negara dan filsafat hidup bangsa Indonesia
mengandung nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental, dan menyeluruh.
Karena itu, “Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum” merupakan
norma yang fundamental sebagai dasar dari terbentuknya konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, seluruh nilai Pancasila haruslah
tercermin dan menjadi ruh dalam seluruh isi hukum atau Peraturan Perundang-
undangan di Indonesia. Atau dengan kata lain, seluruh konstitusi yang mengatur
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila.
Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum
Sebagai sumber hukum, Pancasila secara konstitusional mengatur
penyelenggaraan negara Republik Indonesia. Hal tersebut tak terkecuali
seluruh unsur-unsur negara Indonesia, yaitu, rakyat, wilayah, serta
pemerintah. Berbagai masalah bangsa Indonesia seperti ancaman terhadap
demokrasi, keberagaman dan masih banyak lagi di atur dalam nilai Pancasila.
Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila juga merupakan asas
kerohanian, di dalamnya meliputi cita-cita hukum. Dengan demikian,
Pancasila menjadi sumber nilai, kaidah, serta norma, baik moral maupun
hukum positif di negara Indonesia.
Pada konteks tersebut, Pancasila menguasai hukum dasar, baik yang tertulis
berupa UUD 1945 maupun yang tidak tertulis. Karena itulah, dalam posisinya
sebagai dasar negara tersebut, Pancasila memiliki kekuatan yang mengikat
secara hukum.
Nilai-nilai dalam Pancasila pun kemudian dijabarkan lebih lanjut pada pokok-
pokok pikiran UUD 1945. Karena UUD 1945 berkedudukan sebagai dasar
hukum maka nilai-nilai Pancasila pun akhirnya menjiwai hukum-hukum
positif di Indonesia.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
1. Definisi Warga Negara
Warga negara merupakan orang-orang yang menjadi bagian dari suatu
penduduk yang menjadi unsur negara. A.S. Hikam mendefinisikan bahwa warga
negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah
komunitas yang membentuk negara.
Secara singkat, Koerniatmo S. juga mendefinisikan warga negara sebagai
anggota negara. Sebagai anggota negara, warga negara memiliki kedudukan
khusus terhadap negara. Mereka memiliki hubungan hak dan kewajiban yang
bersifat timbal balik terhadap negaranya. Dalam konteks Indonesia, istilah
warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) yang dimaksudkan untuk
bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai
warga negara.
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa warga
negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-
undangan, perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak
proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Setiap negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas
kewarganegaraan seseorang. Dalam menerapakan asas kewarganegaraan ada dua
pedoman, yaitu asas kewarganegaraan yang berdasarkan kelahiran dan asas
kewarganegaraan yang berdasarkan perkawinan.
Namun, sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga negara,
negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali, sebagaimana diatur dalam pasal 28 E
ayat (1) UUD 1945.
Pernyataan ini berarti bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara
dapat diklafikasikan sebagai berikut:
a. Warga negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
b. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat
sementara sesuai dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan
tinggal sementara, yang diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang
diberikan negara melalui kantor imigrasi.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
2. Hak dan Kewajiban Warga Negara Berdasarkan Pancasila.
a. Berdasarkan Sila Pertama
Sila pertama Pancasila berbunyi, “ketuhanan yang Maha Esa”.
Dalam sila ini, kita memiliki hak dan kewajiban sebagai warga
negara, sebagai berikut:
1) Berhak memeluk agama dan kepercayaan sesuai pilihan dan
keyakinan masing-masing.
2) Berhak beribadah sesuai agama dan kepercayaan yang dipilih.
3) Wajib memberikan orang lain kebebasan dalam memilih agama
dan kepercayaannya.
4) Wajib memberikan kebebasan orang lain untuk beribadah.
5) Wajib menghormati kepercayaan agama lain.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
b. Berdasarkan Sila Kedua
Sila kedua Pancasila berbunyi, “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dalam
sila ini, kita memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara, sebagai berikut:
1) Berhak mendapatkan keadilan di mata hukum.
2) Berhak mendapatkan kehidupan yang layak dan diperlakukan secara adil
di masyarakat.
3) Wajib bersikap adil dan membela kebenaran.
4) Wajib menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan tenggang rasa.
c. Berdasarkan Sila Ketiga
Sila ketiga Pancasila berbunyi, “persatuan Indonesia”. Dalam sila ini, kita
memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara, sebagai berikut:
1) Berhak ikut serta dalam bela negara.
2) Berhak untuk menjadi abdi negara.
3) Wajib memupuk persatuan berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika.
4) Wajib menghargai dan menghormati segala perbedaan yang ada di
Indonesia.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
d. Berdasarkan Sila Keempat
Sila keempat berbunyi, “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”. Dalam sila ini, kita memiliki hak dan
kewajiban sebagai warga negara, sebagai berikut:
1) Berhak mengeluarkan pendapat.
2) Berhak mengikuti pemilihan umum jika sudah memenuhi syarat.
3) Wajib menghargai pendapat dan masukan dari orang lain.
4) Wajib menghormati hasil keputusan yang sudah diambil dalam musyawarah.
e. Berdasarkan Sila Kelima
Sila kelima berbunyi, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam sila
ini, kita memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara, sebagai berikut:
1)Berhak mendapatkan pengayoman dari orang lain dan pemerintah.
2)Berhak mendapatkan kesejahteraan di berbagai hal.
3)Wajib mengikuti kegiatan gotong royong di masyarakat.
4)Wajib mengikuti kegiatan negara dalam rangka mewujudkan keadilan sosial.
Materi 7
Mata Kuliah Pancasila
Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP
Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
Pembangunan Kesehatan sebagai Bagian dari
Pembangunan Nasional
• Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan
• Kebijaksanaan Pemerintah tentang Pembangunan
Kesehatan
• Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
• Peran dan Tugas Tenaga Kesehatan dalam
Pengamalan Pancasila
Pembangunan Kesehatan sebagai bagian dari
Pembangunan Nasional
Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan
nasional 2020- 2024 merupakan bagian dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK) 2005-
2025. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.
Kondisi ini akan tercapai apabila penduduknya hidup
dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, adil dan merata, serta didukung sistem kesehatan
yang kuat dan tangguh.
Pembangunan Kesehatan sebagai bagian dari
Pembangunan Nasional
Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai
pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat
kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh
meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka
kematian ibu, menurunnya angka kematian bayi, dan
menurunnya prevalensi undernutrisi pada balita.
Dalam RPJMN 2020-2024, sasaran yang ingin dicapai
adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan
kesehatan.
Indikator Pembangunan Kesehatan RPJMN 2020-2024
Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan
1. Arah Kebijakan Nasional Pembangunan Kesehatan
Guna tercapainya lima belas indikator sasaran strategis
nasional tersebut, arah kebijakan pembangunan kesehatan
nasional adalah meningkatkan pelayanan kesehatan menuju
cakupan kesehatan semesta dengan penguatan pelayanan
kesehatan dasar (primary health care) dan mendorong
peningkatan upaya promotif dan preventif, didukung oleh
inovasi dan pemanfaatan teknologi. Arah kebijakan nasional
tersebut dicapai melalui lima strategi, yaitu peningkatan
kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi; percepatan
perbaikan gizi masyarakat untuk pencegahan dan
penanggulangan permasalahan gizi ganda; peningkatan
pencegahan dan pengendalian penyakit; pembudayaan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS); dan penguatan
sistem kesehatan.
Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan
2. Tujuan Pembangunan Kesehatan
Menurut Pasal 3, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional adalah Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
dan ekonomis.
Agar bisa mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional
tersebut, maka pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui
peningkatan:
a. Upaya kesehatan,
b. Pembiayaan kesehatan,
c. Sumber daya manusia kesehatan,
d. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan,
e. Manajemen dan informasi kesehatan,
f. Pemberdayaan masyarakat.
Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan
3. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan
a. Meningkatkan kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi
Mencakup:
1) Peningkatan pelayanan maternal dan neonatal
berkesinambungan di fasilitas pelayanan kesehatan publik
dan swasta dengan mendorong seluruh persalinan di
fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu menangani
pelayanan emergensi komprehensi.
2) Perluasan dan pengembangan imunisasi dasar lengkap,
termasuk vaksin untuk pneumonia;
3) Peningkatan gizi remaja putri dan ibu hamil;
4) Peningkatan pengetahuan, pemahaman dan akses layanan
kesehatan reproduksi remaja secara lintas sektor yang
responsif gender.
Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan
b. Percepatan perbaikan gizi masyarakat untuk pencegahan dan penanggulangan
permasalahan gizi ganda Mencakup:
1) Penguatan komitmen, kampanye, pemantauan dan evaluasi upaya
perbaikan gizi masyarakat;
2) Pengembangan sistem jaminan gizi dan tumbuh kembang anak dengan
pemberian jaminan asupan gizi sejak dalam kandungan, perbaikan pola
asuh keluarga, dan perbaikan fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan;
3) Percepatan penurunan stunting dengan peningkatan efektivitas intervensi
spesifik, perluasan dan penajaman intervensi sensitif secara terintegrasi;
4) Peningkatan intervensi yang bersifat life saving dengan didukung bukti
(evidence based policy) termasuk fortifikasi pangan;
5) Penguatan advokasi dan komunikasi perubahan perilaku terutama
mendorong pemenuhan gizi seimbang berbasis konsumsi pangan (food
based approach);
6) Penguatan sistem surveilans gizi;
7) Peningkatan komitmen dan pendampingan bagi daerah dalam intervensi
perbaikan gizi dengan strategi sesuai kondisi setempat;
8) Respon cepat perbaikan gizi dalam kondisi darurat.
Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan
c. Peningkatan pengendalian penyakit
Peningkatan pengendalian penyakit dengan perhatian khusus pada
jantung, stroke, hipertensi, diabetes, kanker, tuberkulosis, malaria,
HIV/AIDS, emerging diseases, penyakit yang berpotensi menimbulkan
kejadian luar biasa, penyakit tropis terabaikan (kusta, filariasis,
schistosomiasis), gangguan jiwa, cedera, gangguan penglihatan, dan
penyakit gigi dan mulut. Mencakup:
1) Pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit termasuk
perluasan cakupan deteksi dini, penguatan surveilans real time,
pengendalian vektor, dan perluasan layanan berhenti merokok;
2) Penguatan health security terutama peningkatan kapasitas untuk
pencegahan, deteksi, dan respons cepat terhadap ancaman penyakit
termasuk penguatan alert system kejadian luar biasa dan karantina
kesehatan;
3) Peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan serta
penguatan tata laksana penanganan penyakit dan cedera;
4) Pengendalian resistensi antimikroba;
5) Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan
penguatan sanitasi total berbasis masyarakat.
Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan
d. Pembudayaan perilaku hidup sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
Mencakup:
1) Pengembangan kawasan sehat antara lain kabupaten/kota sehat, pasar sehat,
Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) dan lingkungan kerja sehat;
2) Penyediaan lingkungan yang mendorong aktivitas fisik seperti penyediaan ruang
terbuka publik, transportasi masal dan konektivitas antar moda, lingkungan sehat,
dan penurunan polusi udara;
3) Regulasi yang mendorong pemerintah pusat dan daerah serta swasta untuk
menerapkan pembangunan berwawasan kesehatan dan mendorong hidup sehat
termasuk pengembangan standar dan pedoman untuk sektor non kesehatan,
peningkatan cukai hasil tembakau secara bertahap dengan mitigasi dampak bagi
petani tembakau dan pekerja industri hasil tembakau, pelarangan total iklan dan
promosi rokok, perbesaran pencantuman peringatan bergambar bahaya merokok,
perluasan pengenaan cukai pada produk pangan yang berisiko tinggi terhadap
kesehatan dan pengaturan produk makanan dengan kandungan gula, garam dan
lemak;
4) Promosi perubahan perilaku hidup sehat yang inovatif dan pembudayaan olahraga,
pemberdayaan masyarakat dan penggerakan masyarakat madani untuk hidup
sehat;
5) Peningkatan penyediaan pilihan pangan sehat termasuk penerapan label pangan,
perluasan akses terhadap buah dan sayur, dan perluasan gerakan
memasyarakatkan makan ikan;
Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan
e.Penguatan Sistem Kesehatan
1)Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan
2)Pemenuhan dan peningkatan kompetensi
tenaga kesehatan
3)Pemenuhan dan peningkatan daya saing
farmasi dan alat Kesehatan
4)Penguatan tata kelola, pembiayaan
kesehatan dan penelitian Kesehatan
5) Penguatan pelaksanaan JKN
Kebijakan Pemerintah tentang Pembangunan Kesehatan
Implementasi kebijakan menurut Van Mater dan Van Horn dapat dijelaskan
sebagai berbagai tindakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok baik
pemerintah ataupun swasta untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan
dalam keputusan kebijakan.
Model implementasi kebijakan bidang kesehatan adalah pola yang tersistem
terkait nilai-nilai dan kepercayaan yang disepakati (the shared value and beliefs)
yang dipelajari, diterapkan secara berkesinambungan yang menjadi karakteristik
inti mengenai proses pemunculan, pembentukan, sosialisasi, internalisasi dan
penerapan nilai-nilai Integritas, Profesional dan Akuntabel sehingga memberi
makna serta pedoman bagi petugas kesehatan untuk bersikap dan berperilaku.
Model tersebut sangat erat dengan kerangka pikir sistem kesehatan daerah
yang mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat kehidupan
masyarakat di daerah, maka pemerintah daerah berupaya menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Maka perlu dikembangkan sistem
kesehatan di masing-masing daerah yang menghimpun berbagai upaya
pemerintah, masyarakat, dan swasta di daerah yang secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Kebijakan Pemerintah tentang Pembangunan Kesehatan
Berdasarkan pendekatan dan analisis strategi baik dengan pendekatan
SWOT maupun ASOCA, ditemukan upaya strategis dalam bentuk model
untuk perwujudan kebijakan penanganan masalah kesehatan.
Unsur model dimaksud meliputi, unsur Natural, Agility, Opportunity,
Managerial dan Indigenous, yaitu:
1. Natural
Natural berkaitan erat dengan budaya setempat. Suradinata
mengatakan culture atau budaya berarti pikiran, akal budaya, hasil,
adat istiadat, dan sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang (beradab, maju) atau sesuatu yang menjadi kebiasaan
yang sulit diubah karena kesepakatan dalam lingkungan tertentu yang
terus menerus dipelihara. Dengan budaya orang akan maju dan
modern serta selalu hidup pada zamannya.
Kebijakan Pemerintah tentang Pembangunan Kesehatan
2. Agility
Agility (kecerdasan) berasal dari kata ‘cerdas’ yang berarti sempurna
perkembangan akal budi, tajam pikiran, kesempurnaan dalam
pertumbuhannya, kesempurnaan akal budinya, ketajaman pikiran dan
kepandaian. Kemampuan saja tidak cukup, harus dengan kecerdasan dalam
mengolah pikir, menganalisis suatu informasi untuk dijadikan bahan putusan.
Kecerdasan diperlukan dalam upaya mengoordinasikan, mengharmoniskan
atau menyerasikan seluruh kegiatan sehingga dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan memerlukan kecerdasan untuk
berinovasi dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk memecahkan
permasalahan bidang kesehatan.
3. Opportunity
Opportunity (peluang) berarti ruang gerak, baik yang bersifat konkret maupun
Abstrak dan memberikan kesempatan, kemungkinan untuk melakukan
kegiatan yang bermanfaat bagi usaha untuk mencapai cita-cita tujuan dan
program. Pemerintah harus dapat menumbuhkan kesan positif, sehingga para
investor tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Kebijakan Pemerintah tentang Pembangunan Kesehatan
4. Managerial
Salah satu faktor yang membuat organisasi dapat berkembang adalah
kompetensi manajernya. Anthony mengatakan para pemimpin organisasi
disebut manajer, sedangkan secara kolektif mereka disebut manajemen.
Manajemen pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang baik
tentu saja akan mendukung usaha pemerintah dalam peningkatan layanan
kesehatan di masyarakat, dan tak lepas pula proses administrasi yang berjalan
dengan baik akan memberikan persepsi positif di masyarakat terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan.
5. Indigenous
Kebijakan otonomi daerah memiliki peluang untuk melibatkan nilai-nilai
igneous yang meletakkan kualitas urusan khusus (budaya) lebih besar
dibanding urusan yang selama ini dikerjakan pemerintah. Hal ini akan
meningkatkan partisipasi elit dan masyarakat dalam implementasi kebijakan
bidang kesehatan yang dianggap masih kurang.
Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Pengawasan Fasilitas Kesehatan dibedakan menjadi dua, yaitu pengawasan internal
dan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh Fasilitas
Kesehatan itu sendiri, baik oleh Kepala Fasilitas Kesehatan , tim audit internal
maupun setiap penanggung jawab dan pengelola/pelaksana program. Adapun
pengawasan eksternal dilakukan oleh instansi dari luar Fasilitas Kesehatan antara
lain dinas kesehatan kabupaten/kota, institusi lain selain Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan/atau masyarakat.
Pengawasan yang dilakukan mencakup aspek administratif, sumber daya,
pencapaian kinerja program, dan teknis pelayanan. Apabila ditemukan adanya
ketidaksesuaian baik terhadap rencana, standar, peraturan perundangan maupun
berbagai kewajiban yang berlaku perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pengawasan dilakukan melalui kegiatan supervisi yang
dapat dilakukan secara terjadwal atau sewaktu-waktu.
Pengendalian adalah serangkaian aktivitas untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan
kegiatan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dengan cara
membandingkan capaian saat ini dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jika terdapat ketidaksesuaian, maka harus dilakukan upaya perbaikan (corrective
action). Kegiatan pengendalian ini harus dilakukan secara terus menerus.
Pengendalian dapat dilakukan secara berjenjang oleh Dinas kesehatan
kabupaten/kota, Kepala Puskesmas, maupun penanggung jawab program.
Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Tujuan dari pengawasan dan pengendalian adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan pelayanan kesehatan, apakah sesuai
dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber daya telah ada dan
digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
2. Mengetahui adanya kendala, hambatan/tantangan dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan, sehingga dapat ditetapkan pemecahan masalah sedini
mungkin.
3. Mengetahui adanya penyimpangan pada pelaksanaan pelayanan kesehatan
sehingga dapat segera dilakukan klarifikasi.
4. Memberikan informasi kepada pengambil keputusan tentang adanya
penyimpangan dan penyebabnya, sehingga dapat mengambil keputusan untuk
melakukan koreksi pada pelaksanaan kegiatan atau program terkait, baik yang
sedang berjalan maupun pengembangannya di masa mendatang.
5. Memberikan informasi/laporan kepada pengambil keputusan tentang adanya
perubahan-perubahan lingkungan yang harus ditindaklanjuti dengan
penyesuaian kegiatan.
6. Memberikan informasi tentang akuntabilitas pelaksanaan dan hasil kinerja
program/kegiatan kepada pihak yang berkepentingan, secara kontinyu dan dari
waktu ke waktu.
Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Penilaian Kinerja adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis dalam
mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan informasi untuk menentukan
seberapa efektif dan efisien pelayanan Fasilitas Kesehatan disediakan, serta sasaran
yang dicapai sebagai penilaian hasil kerja/prestasi Fasilitas Kesehatan.
Tujuan dilaksanakannya penilaian kinerja adalah:
1. Mendapatkan gambaran tingkat kinerja Fasilitas Kesehatan (hasil cakupan
kegiatan, mutu kegiatan, dan manajemen Fasilitas Kesehatan) pada akhir tahun
kegiatan.
2. Mendapatkan masukan untuk penyusunan rencana kegiatan di tahun yang akan
datang.
3. Dapat melakukan identifikasi dan analisis masalah, mencari penyebab dan latar
belakang serta hambatan masalah kesehatan di wilayah kerjanya berdasarkan
adanya kesenjangan pencapaian kinerja.
4. Mengetahui dan sekaligus dapat melengkapi dokumen untuk persyaratan
akreditasi Fasilitas Kesehatan.
5. Dapat menetapkan tingkat urgensi suatu kegiatan untuk dilaksanakan segera
pada tahun yang akan datang berdasarkan prioritasnya.
Peran dan Tugas Tenaga Kesehatan dalam Pengamalan Pancasila
Tenaga Kesehatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan. Seorang Tenaga
Kesehatan mengabdikan dirinya untuk menjaga dan merawat klien tanpa membeda-bedakan
mereka dari segi apapun. Setiap tindakan dan intervensi yang tepat yang dilakukan oleh seorang
Tenaga Kesehatan , akan sangat berharga bagi nyawa orang lain. Seorang Tenaga Kesehatan juga
mengembangkan fungsi dan peran yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan
secara holistik kepada klien (Masruroh, 2014).
Menurut Suhaemi (2004), perkembangan dunia kesehatan yang semakin pesat kian membuka
pengetahuan masyarakat mengenai dunia kesehatan dan keperawatan. Hal ini ditandai dengan
banyaknya masyarakat yang mulai menyoroti kinerja tenaga-tenaga kesehatan dan mengkritisi
berbagai aspek yang terdapat dalam pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat yang
semakin meningkat, berpengaruh terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, citra seorang perawat
kian menjadi sorotan (Blais,2007)
Hal ini tentu saja merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan
profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas agar citra perawat senantiasa baik
dimata masyarakat. Menjadi seorang perawat yang ideal bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi
untuk membangun citra perawat ideal dimata masyarakat. Hal ini dikarenakan kebanyakan
masyarakat telah didekatkan dengan citra perawat yang identik dengan sikap sombong, tidak
ramah, genit, tidak pintar seperti dokter dan sebagainya. Seorang perawat professional
seharusnya dapat menjadi sosok perawat ideal yang senantiasa menjadi role model bagi perawat
vokasional dalam memberikan asuhan keperawatan. Masyarakat ternyata sangat mengharapkan
perawat dapat bersikap baik, dalam arti lembut, sabar, penyayang, ramah, sopan santun,
menghormati saat memberikan asuhan keperawatan (Blais,2007).
Peran dan Tugas Tenaga Kesehatan dalam Pengamalan Pancasila
Untuk menjadi perawat ideal dimata masyarakat, diperlukan kompetensi yang baik dalam hal
menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat yang bisa memberikan kualitas terbaik dalam
hal pemberian asuhan keperawatan. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan
komitmen yang kuat dengan basis pada nilai etika dan moral yang tinggi. Sikap etis profesional
yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan
diri, perilaku serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul disekitarnya.
Bagi profesi keperawatan penerapan nilai etika dan moral dalam memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan profesionalitas perawat
dalam memberikan asuhan kepada masyarakat, tanpa memandang latar belakangnya
(Masruroh,2014).
Dalam melaksanakan peran dan tugasnya secara profesional, tenaga kesehatan juga harus
mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Penerapan nilai-nilai Pancasila tersebut, antara lain:
1. Sila Ketuhanan yang Maha Esa.
a. Manusia indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, sesuai dengan
Agama dan kepercayaan masing-masing berdasarkan kemanusiaan yang adil dan
beradab.
b. Hormat menghormati antara tenaga kesehatan dan masyarakat sehingga terbina
kerukunan hidup antar Agama.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-
masing.
d. Tidak membeda-bedakan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat walaupun
terdapat perbedaan agama.
Materi Pembelajaran Pancasila (UTS) - TA 2023-2024.pdf
Materi Pembelajaran Pancasila (UTS) - TA 2023-2024.pdf
Materi Pembelajaran Pancasila (UTS) - TA 2023-2024.pdf

More Related Content

Similar to Materi Pembelajaran Pancasila (UTS) - TA 2023-2024.pdf

BAB 1 menggali ide gagasan pendiri bangsa.pptx
BAB 1 menggali ide gagasan pendiri bangsa.pptxBAB 1 menggali ide gagasan pendiri bangsa.pptx
BAB 1 menggali ide gagasan pendiri bangsa.pptx
ChiiaaPunyaCerita
 
Pancasila Dalam Sejarah Bangsa Indonesia
Pancasila Dalam Sejarah Bangsa IndonesiaPancasila Dalam Sejarah Bangsa Indonesia
Pancasila Dalam Sejarah Bangsa Indonesia
pjj_kemenkes
 
Power point PPKn XI menggali gagasan pendiri bangsa 2023.pptx
Power point PPKn XI menggali gagasan pendiri bangsa 2023.pptxPower point PPKn XI menggali gagasan pendiri bangsa 2023.pptx
Power point PPKn XI menggali gagasan pendiri bangsa 2023.pptx
MuhamadSidik24
 
3. Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia.pptx
3. Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia.pptx3. Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia.pptx
3. Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia.pptx
YogiNugraha36
 
Pancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbukaPancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbuka
Agung Prastiyo
 
Makalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasilaMakalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasila
Safitrisymsr
 
Makalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasilaMakalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasila
ratnadilamjd
 
Makalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasilaMakalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasila
RetnoAsriani
 
Makalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasilaMakalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasila
Safitrisymsr
 
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
HafidMuhammadRafdi
 
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
rosnitanita3
 
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
HafidMuhammadRafdi
 
PANCAMARGA.ppt
PANCAMARGA.pptPANCAMARGA.ppt
PANCAMARGA.ppt
BambangRbl
 
PANCASILA BAMBANG SUKOCO.ppt
PANCASILA BAMBANG SUKOCO.pptPANCASILA BAMBANG SUKOCO.ppt
PANCASILA BAMBANG SUKOCO.ppt
BambangRbl
 
bangsaaqaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
bangsaaqaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaabangsaaqaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
bangsaaqaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
satriothoriqlazuardi
 
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PutriSoniaAyu
 
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesiaPancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
sunnysidemochi
 
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia zaman kerajaan ke...
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia zaman kerajaan ke...Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia zaman kerajaan ke...
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia zaman kerajaan ke...
aceng iskandar
 
SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945) [Autosaved]...
SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945) [Autosaved]...SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945) [Autosaved]...
SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945) [Autosaved]...
HafidMuhammadRafdi
 
SEJARAH PANCASILA
SEJARAH PANCASILASEJARAH PANCASILA
SEJARAH PANCASILA
January Yenike
 

Similar to Materi Pembelajaran Pancasila (UTS) - TA 2023-2024.pdf (20)

BAB 1 menggali ide gagasan pendiri bangsa.pptx
BAB 1 menggali ide gagasan pendiri bangsa.pptxBAB 1 menggali ide gagasan pendiri bangsa.pptx
BAB 1 menggali ide gagasan pendiri bangsa.pptx
 
Pancasila Dalam Sejarah Bangsa Indonesia
Pancasila Dalam Sejarah Bangsa IndonesiaPancasila Dalam Sejarah Bangsa Indonesia
Pancasila Dalam Sejarah Bangsa Indonesia
 
Power point PPKn XI menggali gagasan pendiri bangsa 2023.pptx
Power point PPKn XI menggali gagasan pendiri bangsa 2023.pptxPower point PPKn XI menggali gagasan pendiri bangsa 2023.pptx
Power point PPKn XI menggali gagasan pendiri bangsa 2023.pptx
 
3. Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia.pptx
3. Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia.pptx3. Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia.pptx
3. Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia.pptx
 
Pancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbukaPancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbuka
 
Makalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasilaMakalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasila
 
Makalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasilaMakalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasila
 
Makalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasilaMakalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasila
 
Makalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasilaMakalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasila
 
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
 
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
 
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
 
PANCAMARGA.ppt
PANCAMARGA.pptPANCAMARGA.ppt
PANCAMARGA.ppt
 
PANCASILA BAMBANG SUKOCO.ppt
PANCASILA BAMBANG SUKOCO.pptPANCASILA BAMBANG SUKOCO.ppt
PANCASILA BAMBANG SUKOCO.ppt
 
bangsaaqaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
bangsaaqaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaabangsaaqaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
bangsaaqaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1...
 
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesiaPancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
 
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia zaman kerajaan ke...
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia zaman kerajaan ke...Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia zaman kerajaan ke...
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia zaman kerajaan ke...
 
SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945) [Autosaved]...
SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945) [Autosaved]...SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945) [Autosaved]...
SEJARAH BANGSA INDONESIA (PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945) [Autosaved]...
 
SEJARAH PANCASILA
SEJARAH PANCASILASEJARAH PANCASILA
SEJARAH PANCASILA
 

Recently uploaded

template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docxtemplate undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
ansproduction72
 
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdfMINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
AlmaDani8
 
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.pptPPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
WewikAyuPrimaDewi
 
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahirPPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
yardsport
 
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptxBahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
dwiagus41
 
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipaMateri pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
sarahshintia630
 
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptxUji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
NurlinaAbdullah1
 
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay..."Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
Muhammad Nur Hadi
 
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docxCONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
WagKuza
 
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptxTugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
SunakonSulistya
 
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdfpemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
fuji226200
 
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
TeguhWinarno6
 

Recently uploaded (12)

template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docxtemplate undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
 
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdfMINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
 
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.pptPPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
 
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahirPPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
 
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptxBahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
 
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipaMateri pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
 
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptxUji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
 
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay..."Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
 
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docxCONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
 
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptxTugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
 
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdfpemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
 
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
 

Materi Pembelajaran Pancasila (UTS) - TA 2023-2024.pdf

  • 1. Materi 1 Mata Kuliah Pancasila Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
  • 2. Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia • Era Pra Kemerdekaan • Era Kemerdekaan • Era Orde Lama • Era Orde Baru • Era Reformasi
  • 3. Era Pra Kemerdekaan Munculnya Istilah “Indonesia” Sumber: “Mohammad Hatta: Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1927-1977)”
  • 4. Era Pra Kemerdekaan Pancasila Menjadi Dasar Filsafat Negara • Bangsa Indonesia sebagai Asal Mula Bahan (causa materialis), terdiri atas adat-kebiasaan, kebudayaan dan agama. • Keberadaan Kerajaan-Kerajaan, seperti Kutai Kartanegara, Sriwaya, Majapahit juga menanamkan berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya
  • 5. Era Pra Kemerdekaan Masa Penjajahan Belanda • Penjajahan yang dilakukan oleh Belanda menimbulkan berbagai perlawanan diantaranya di Maluku dipimpin oleh Pattimura (1817), di Palembang dipimpin oleh Baharuddin (1819), di Minangkabau dipimpin oleh Imam Bonjol (1821- 1837), di Jawa Tengah dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (1825 – 1830), di Aceh dipimpin oleh Teuku Umar Teuku Tjik di Tiro, Panglima Polim (1860), di Lombok dipimpin oleh Anak Agung Made (1894-1895), di Tanah Batak dipimpin oleh Sisingamangaraja (1900) dan di berbagai tempat lainnya.
  • 6. Era Pra Kemerdekaan Momen Kebangkitan Nasional • Kumpulan Pelajar Indonesia di Belanda mendirikan Indische Vereeniging (IV) tahun 1908 merupakan pembuka jalan bagi kebangkitan nasional (Latif, 2012). IV kemudian berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) pada 1924, salah satu tokohnya yaitu Moh. Hatta. Tanggal 20 Mei 1908 lahir suatu Gerakan Kebangkitan Nasional di tanah air yang dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan organisasi Budi Utomo.
  • 7. Era Pra Kemerdekaan Gema Sumpah Pemuda • Moh. Yamin menyatakan dengan tegas bahwa bangsa Indonesia dilahirkan pada 28 Oktober 1928 (Ali, 2012). Puncak Gerakan kebangkinat nasional adalah ketika para pemuda dari berbagai kelompok dan daerah memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang isinya yakni ikrar bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu: Indonesia. Sumpah Pemuda tercetus dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928.
  • 8. Era Pra Kemerdekaan Penjajahan Jepang • Pendudukan Jepang dimulai pada bulan Januari 1942. Jepang hadir dengan mencitrakan diri sebagai saudara tua, dan menjanjikan kemerdekaan. Kesan tersebut ditampilkan dengan membebaskan para tahanan politik, membolehkan pengibaran bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang sebelumnya dilarang oleh Belanda. • Ternyata Jepang lebih kejam, sehingga dibentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Choosakai pada tanggal 29 April 1945, untuk melakukan persiapan kemerdekaan.
  • 9. Era Pra Kemerdekaan Piagam Jakarta • Piagam Jakarta (22 Juni 1945) yang berisi “tujuh kata”: “…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” . • Peniadaan tujuh kata itu dilakukan dengan cepat dan legowo demi kepentingan nasional oleh elit Muslim: Moh. Hatta; Ki Bagus Hadikusumo, Teuku Moh. Hasan dan tokoh muslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiri tidak ingin republik yang dibentuk ini merupakan negara berbasis agama
  • 10. Era Kemerdekaan Sidang BPUPKI 1, Lahirnya Pancasila • Masa persidangan pertama, dilaksanakan mulai tanggal 29 Mei 1945 - 1 Juni 1945. • Tokoh pertama yang tampil untuk menyampaikan konsep dasar negara adalah Mr. Mohammad Yamin. Dalam pidatonya beliau telah menyampaikan rumusan yang terdiri ata lima dasar, yaitu: 1). Peri Kebangsaan, 2). Peri Kemanusiaan, 3). Peri Ketuhanan, 4). Peri Kerakyatan, 5). Peri Kesejahteraan. • Terbentuknya Panitia 9, dengan Ketua Ir. Soekarno. Panitia 9 ini berhasil menyusun suatu “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”, yang kemudian oleh Mr. Moh Yamin disebut dengan “Piagam Jakarta, (Jakarta Charter)” pada 22 Juni 1945, dengan perumusan Dasar Negara yang terdiri atas lima macam atau lima sila, yaitu: 1. KeTuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. • Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara
  • 11. Era Kemerdekaan • Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. • Tanggal 9 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan oleh Jepang, kemudian pada tanggal yang bersamaan dibentuk pula sebuah kepanitiaan, yang diberi nama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritzu Junbi Iinkai dengan ketuanya Ir. Soekarno untuk menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
  • 12. Era Kemerdekaan • Para tokoh muda mengamankan Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok, Karawang tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB dan kemudian terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan. Penyusunan teks proklamasi pun dilakukan oleh Soekarno, Hatta, Achmad Soebardjo, dan disaksikan oleh Soekarni, BM Diah, Sudiro, dan Sajuti Melik hingga sepakat. • Puncak perjuangan bangsa Indonesia adalah dideklarasikannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, hari Jumat jam 10.00 WIB bertepatan dengan bulan Ramadhan, bertempat di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
  • 13. Era Kemerdekaan • Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan kelengkapan kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang Dasar, Pemimpin negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusanputusan penting yang dihasilkan mencakup hal-hal berikut: 1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45) yang terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari Piagam Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga berasal dari rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula. 2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta). 3. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI ditambah tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan. Komite ini dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.
  • 14. Era Kemerdekaan • Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  • 15. Era Orde Lama • Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan yang kemudian diikuti dengan pengesahaan Undang-Undang Dasar 1945, maka roda pemerintahan yang seharusnya dapat berjalan dengan baik dan tertib, ternyata menghadapi sejumlah tantangan yang mengancam kemerdekaan negara dan eksistensi Pancasila. Salah satu bentuk ancaman itu muncul dari pihak Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia. • Belanda ingin menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara. Tindakan Belanda itu dilakukan dalam bentuk agresi selama kurang lebih 4 tahun. Setelah pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, maka Indonesia pada 17 Agustus 1950 kembali ke negara kesatuan yang sebelumnya berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Perubahan bentuk negara dari Negara Serikat ke Negara Kesatuan tidak diikuti dengan penggunaan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi dibuatlah konstitusi baru yang dinamakan Undang- Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Permasalahannya ialah ketika Indonesia kembali Negara Kesatuan, ternyata tidak menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga menimbulkan persoalan kehidupan bernegara dikemudian hari.
  • 16. Era Orde Lama • Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah Pemilu yang pertama pada 1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk dua badan perwakilan, yaitu Badan Konstituante (yang akan mengemban tugas membuat Konstitusi/Undang-Undang Dasar) dan DPR (yang akan berperan sebagai parlemen). Pada 1956, Badan Konstituante mulai bersidang di Bandung untuk membuat UUD yang definitif sebagai pengganti UUDS 1950. Sebenarnya telah banyak pasal- pasal yang dirumuskan, akan tetapi sidang menjadi berlarut-larut ketika pembicaraan memasuki kawasan dasar negara. Sebagian anggota menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara sebagian yang lain tetap menghendaki Pancasila sebagai dasar negara. • Kebuntuan ini diselesaikan lewat voting, tetapi selalu gagal mencapai putusan karena selalu tidak memenuhi syarat voting yang ditetapkan. Akibatnya, banyak anggota Konstituante yang menyatakan tidak akan lagi menghadiri sidang. Keadaan ini memprihatinkan Soekarno sebagai Kepala Negara. • Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengambil langkah “darurat” dengan mengeluarkan dekrit.
  • 17. Era Orde Lama Setelah Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959, seharusnya pelaksanaan sistem pemerintahan negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Karena pemberlakuan kembali UUD 1945 menuntut konsekuensi sebagai berikut: • Pertama, penulisan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. • Kedua, penyelenggaraan negara seharusnya dilaksanakan sebagaimana amanat Batang Tubuh UUD ‘45. • Ketiga, segera dibentuk MPRS dan DPAS. Pada kenyataannya, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 terjadi beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan sila- sila Pancasila yang tidak seragam
  • 18. Era Orde Lama • Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi beberapa penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat sebagai presiden seumur hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960. Selain itu, kekuasaan Presiden Soekarno berada di puncak piramida, artinya berada pada posisi tertinggi yang membawahi ketua MPRS, ketua DPR, dan ketua DPA yang pada waktu itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam kabinetnya sehingga mengakibatkan sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh berbagai pihak dengan berbagai cara, baik dengan mendekati maupun menjauhi presiden. • Pertentangan antarpihak begitu keras, seperti yang terjadi antara tokoh PKI dengan perwira Angkatan Darat (AD) sehingga terjadilah penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira AD yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI).
  • 19. Era Orde Lama • Peristiwa G30S PKI menimbulkan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Peralihan kekuasan itu diawali dengan terbitnya Surat Perintah dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto, yang di kemudian hari terkenal dengan nama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Surat itu intinya berisi perintah presiden kepada Soeharto agar “mengambil langkah- langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan”. Supersemar ini dibuat di Istana Bogor dan dijemput oleh Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf.
  • 20. Era Orde Lama • Supersemar ini pun juga menjadi kontroversial di belakang hari. Supersemar yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto itu kemudian dikuatkan dengan TAP No. IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966. Dengan demikian, status supersemar menjadi berubah: Mula-mula hanya sebuah surat perintah presiden kemudian menjadi ketetapan MPRS. Jadi, yang memerintah Soeharto bukan lagi Presiden Soekarno, melainkan MPRS. Hal ini merupakan fakta sejarah terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Bulan berikutnya, tepatnya 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan TAP No. XVIII/ MPRS/1966 yang isinya mencabut TAP No. III/MPRS/1960 tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Konsekuensinya, sejak saat itu Soekarno bukan lagi berstatus sebagai presiden seumur hidup.
  • 21. Era Orde Baru • Setelah menjadi presiden, Soeharto mengeluarkan Inpres No. 12/1968 tentang penulisan dan pembacaan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 (ingatlah, dulu setelah Dekrit 5 Juli 1959 penulisan Pancasila beraneka ragam). Ketika MPR mengadakan Sidang Umum 1978 Presiden Soeharto mengajukan usul kepada MPR tentang Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P-4). Usul ini diterima dan dijadikan TAP No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Ekaprasetia Pancakarsa). Dalam TAP itu diperintahkan supaya Pemerintah dan DPR menyebarluaskan P-4. Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Inpres No. 10/1978 yang berisi Penataran bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia. Kemudian, dikeluarkan juga Keppres No. 10/1979 tentang pembentukan BP-7 dari tingkat Pusat hingga Dati II. Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi orsospol (tercantum dalam UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan bagi ormas (tercantum dalam UU No. 8/1985 ttg. Ormas).
  • 22. Era Orde Baru • Pemerintahan yang tersentral dan lama, serta budaya yang dibangun “Asal Bapak Senang” membuat lingkaran kekuasaan dan kroni-kroninya serta sistem birokrasi banyak yang terlibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Power tends to corrupt, Absolute power corrupts absolutely (Lord Acton, 1833-1902). Kebijakan ekonomi lebih banyak berpihak kepada swasta, dan memperkaya kelompok tertentu sehingga kesenjangan sosial ekonomi makin lebar. Hal lainnya, pemilihan umum yang kurang demokratis. Presiden mengontrol perekrutan organisasi politik, pengisian jabatan ketua umum partai politik harus mendapat persetujuan dari presiden. Salah satu ciri dari negara yang menganut paham demokrasi adalah adanya pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Dalam pemerintahan Orde Baru, dirasakan perlindungan HAM masih kurang diperhatikan. Selain itu, pengekangan kebebasan pers sebagai salah satu bentuk kebijakan politik pada masa orde baru.
  • 23. Era Reformasi • Era Reformasi adalah era sejak bergulirnya roda reformasi yang ditandai dengan kejatuhan Orde Baru pada Mei 1998. Tepatnya tanggal 21 mei 1998, Soeharto mengumumkan mundur sebagai presiden untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. • Runtuhnya Orde Baru tidak serta merta melahirkan sistem dan tatanan baru yang yang terbaik dan efektif sebagai sandaran untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara, karena ada banyak hal yang kemudian menjadi masalah, termasuk euforia reformasi yang ternyata belum menemukan bentuk idealnya.
  • 24. Era Reformasi • Pemerintahan orde reformasi dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie. Hal tersebut dilakukan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Pemerintahan BJ Habibie berlangsung selama 1 tahun 5 bulan. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui referendum yang disponsori PBB. Pada Sidang Umum 1999, ia memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.
  • 25. Era Reformasi • Pemilu yang terselenggara pasca reformasi adalah Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019. Pemilu 1999, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) diangkat sebagai presiden oleh MPR. Bulog Gate, Brunei Gate dan berbagai permasalahan lainnya menerpa pemerintahan, dan akhirnya Abdurrahman Wahid dilengserkan dari jabatannya pada Juli 2001. • Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Megawati. Di antara berbagai kebijakan Megawati, privatisasi BUMN dianggap kontroversial. Dikutip dari buku Problem Demokrasi dan Good Governance di Era Reformasi (2013), BUMN dijual dengan alasan untuk membayar utang negara. Megawati diwarisi utang negara yang membengkak imbas dari krisis moneter pada 1998/1999. Penjualan belasan BUMN yang nilainya mencapai Rp 18,5 triliun berhasil menurunkan utang. Salah satu privatisasi yang paling diperdebatkan ialah Indosat. Kala itu, Indosat dijual seharga Rp 4,6 triliun kepada Tamasek Holding Company, BUMN Singapura. Lima tahun kemudian, Tamasek menjual saham Indosat kepada Qatar Telecom dengan harga mencapai tiga kali lipat (Nailufar, 2019).
  • 26. Era Reformasi • Pemilu 2004 pertama kali dilakukan pemilihan langsung presiden dan wakil presiden dan terpilih Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden, periode selanjutnya di tahun 2009 terpilih kembali. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun lamanya meninggalkan jejak yang cukup panjang. Terdapat banyak catatan kebaikan dan kekurangan di masa jabatan dua periode tersebut, demikian juga tentu di masa presiden-presiden sebelumnya. Presiden SBY juga mengembalikan sense of stability di bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan konsisten, kurang lebih rata-rata enam persen menjadi indikatornya. Indonesia pun menjadi anggota G- 20, yaitu kelompok negara-negara di dunia yang dianggap memiliki kekuatan ekonomi signifikan. Pendapatan per kapita kita meningkat kurang lebih tiga kali lipat dalam periode 2004-2012. Walaupun demikian, di bidang ekonomi juga terdapat beberapa catatan penting bahwa angka ketimpangan, yang direpresentasikan oleh Gini Index, di beberapa tahun terakhir periode kedua SBY justru membesar. Demikian pula angka kematian ibu melahirkan yang meningkat beberapa tahun terakhir pemerintahan SBY (Anonim, 2014).
  • 27. Era Reformasi • Pemilu 2014 dan 2019 terpilih Presiden Joko Widodo. Visi Pemerintahan Joko Widodo tahun 2019-2024; Terwujudnya Indonesia Maju Yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong. Misinya yaitu: 1. Peningkatan kualitas manusia Indonesia. 2. Struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing. 3. Pembangunan yang merata dan berkeadilan. 4. Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan. 5. Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa. 6. Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 7. Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga. 8. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya. 9. Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan.
  • 28. Era Reformasi • Tap MPR Nomor XVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara”. • Tap MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang menyebutkan : “Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang- Undang Dasar 1945”.
  • 29. Era Reformasi • Diskursus tentang Pancasila kembali menghangat dan meluas usai Simposium Peringatan Hari Lahir Pancasila yang diselenggarakan FISIP-UI pada tanggal 31 Mei 2006. • Sekretariat Wapres Republik Indonesia, pada tahun 2008/2009 secara intensif melakukan diskusi- diskusi untuk merevitalisasi sosialisasi nilai-nilai Pancasila. • Tahun 2009 Dirjen Dikti, membentuk Tim Pengkajian Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.
  • 30. Era Reformasi • Beberapa perguruan tinggi telah menyelenggarakan kegiatan sejenis, yaitu antara lain: Kongres Pancasila di Universitas Gadjah Mada, Simposium Nasional Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di Universitas Pendidikan Indonesia, dan Kongres Pancasila di Universitas Udayana • MPR-RI melakukan kegiatan sosialisasi nilai-nilai Pancasila yang dikenal dengan sebutan “Empat Pilar Kebangsaan”, yang terdiri dari: Pancasila, Undang-Undang Dasar tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.
  • 31.
  • 32. Materi 2 Mata Kuliah Pancasila Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
  • 33. Pancasila sebagai Dasar Negara • Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 • Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD 1945 • Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan
  • 34. Esensi Pancasila Sebagai Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara menurut pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan, merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Di sisi lain, pada penjelasan pasal 2 tersebut dinyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
  • 35. Esensi Pancasila Sebagai Dasar Negara Pancasila adalah substansi esensial yang mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, rumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perumusan Pancasila yang menyimpang dari pembukaan secara jelas merupakan perubahan secara tidak sah atas Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • 36. Esensi Pancasila Sebagai Dasar Negara Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut: 1. Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum Indonesia yang dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran. 2. Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945. 3. Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis). 4. Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. 5. Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara, para pelaksana pemerintahan. Hal tersebut dapat dipahami karena semangat tersebut adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat (Kaelan, 2000: 198--199)
  • 37. Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia secara ringkas tetapi meyakinkan, sebagai berikut: Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat pemersatu bangsa yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan melenyapkan segala penyakit yang telah dilawan berpuluh-puluh tahun, yaitu terutama imperialisme. Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan imperialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu bangsa yang membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara perjuangan sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena itu, pada hakikatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kenyataannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain-lain sebagainya (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 94-95).
  • 38. Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara Untuk memahami urgensi Pancasila sebagai dasar negara, dapat menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan human resourses (personal/sumber daya manusia). Pendekatan institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan negara yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila sehingga negara Indonesia memenuhi unsur-unsur sebagai negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan negara atau terpenuhinya kepentingan nasional (national interest), yang bermuara pada terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Sementara, human resources terletak pada dua aspek, yaitu orang-orang yang memegang jabatan dalam pemerintahan (aparatur negara) yang melaksanakan nilai- nilai Pancasila secara murni dan konsekuen di dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya sehingga formulasi kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang mengejawantahkan kepentingan rakyat. Demikian pula halnya pada tahap implementasi yang harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip good governance, antara lain transparan, akuntabel, dan fairness sehingga akan terhindar dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme); dan warga negara yang berkiprah dalam bidang bisnis, harus menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai-nilai etika bisnis yang menghindarkan warga negara melakukan free fight liberalism, tidak terjadi monopoli dan monopsoni; serta warga negara yang bergerak dalam bidang organisasi kemasyarakatan dan bidang politik (infrastruktur politik).
  • 39. Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan dan pedoman dalam membentuk dan menyelenggarakan negara, termasuk menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti perilaku para penyelenggara negara dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara, harus sesuai dengan perundang- undangan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Apabila nilai-nilai Pancasila diamalkan secara konsisten, baik oleh penyelenggara negara maupun seluruh warga negara, maka akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik. Pada gilirannya, cita-cita dan tujuan negara dapat diwujudkan secara bertahap dan berkesinambungan.
  • 40. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 Notonagoro (1982:24-26) menegaskan bahwa Undang-Undang Dasar tidak merupakan peraturan hukum yang tertinggi. Di atasnya, masih ada dasar-dasar pokok bagi Undang-Undang Dasar, yang dinamakan pokok kaidah negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm).
  • 41. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 Berdasarkan paradigma berpikir tersebut, maka Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak staatsfundamentalnorm, yang tergambar dalam skema berikut ini:
  • 42. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut: 1. Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak sebagai staatsfundamentalnorm. Oleh karena itu, kedudukan Pembukaan merupakan peraturan hukum yang tertinggi di atas Undang-Undang Dasar. Implikasinya, semua peraturan perundang-undangan dimulai dari pasal-pasal dalam UUD 1945 sampai dengan Peraturan Daerah harus sesuai dengan Pembukaan UUD 1945. 2. Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm. Secara ilmiah-akademis, Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm mempunyai hakikat kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, dengan perkataan lain, jalan hukum tidak lagi dapat diubah (Notonagoro, 1982: 25)
  • 43. Penjabaran Pancasila dengan Batang Tubuh UUD 1945 Terkait dengan penjabaran Pancasila dalam pasal- pasal UUD 1945, silahkan Anda simak bunyi penjelasan UUD 1945, sebagai berikut. Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.”
  • 44. Penjabaran Pancasila dengan Batang Tubuh UUD 1945 Pola pemikiran dalam pokok-pokok pikiran Penjelasan UUD 1945 tersebut, merupakan penjelmaan dari Pembukaan UUD 1945, Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm. Apabila disederhanakan, maka pola pemikiran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm. 2. Pembukaan UUD 1945 dikristalisasikan dalam wujud Pokok- pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar. 3. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 terjelma dalam pasal-pasal UUD 1945.
  • 45. Penjabaran Pancasila dengan Batang Tubuh UUD 1945 No. Nilai Dasar (Pancasila) Nilai Instrumental (Pasal-Pasal dalam UUD 1945) 1. Nilai Sila 1 Pasal 28E Ayat (1): Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali 2. Nilai Sila 2 Pasal 28D Ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 3. Nilai Sila 3 Pasal 30 Ayat (1): Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. 4. Nilai Sila 4 Pasal 22 Ayat (1): Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun Sekali. 5. Nilai Sila 5 Pasal 31 Ayat (1): Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
  • 46. Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan Bidang Politik: 1) Sektor Suprastruktur Politik Adapun yang dimaksud suprastruktur politik adalah semua lembaga-lembaga pemerintahan, seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, dan lembaga pemerintah lainnya baik di pusat maupun di daerah. Semua lembaga pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai batas kewenangan yang ditentukan dalam UUD dan peraturan perundang-undangan lainnya. Lembaga- lembaga pemerintah tersebut berfungsi memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kebijakan publik dalam batas kewenangan masing-masing. Kebijakan publik tersebut harus mengakomodasi input atau aspirasi masyarakat (melalui infrastruktur politik) sesuai mekanisme atau prosedur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
  • 47. Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan Bidang Politik: 2) Sektor Masyarakat Masyarakat secara umum maupun melalui lembaga- lembaga sosial politik, seperti oganisasi kemasyarakatan, partai politik, dan media massa, berfungsi memberikan masukan kepada suprastruktur politik dalam menghasilkan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan umum. Fungsi memberikan masukan tersebut mendorong infrastruktur berperan sebagai interest group dan/atau pressure group. Dapat dibayangkan apabila dalam proses tersebut tidak ada aturan main, maka akan timbul chaos atau kekacauan di masyarakat. Dalam kondisi seperti itulah, diperlukan kaidah penuntun yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila agar dalam proses tersebut tetap terjaga semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  • 48. Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan Bidang Ekonomi: Mubyarto dalam Oesman dan Alfian (1993: 240--241) menjelasan 5 prinsip pembangunan ekonomi yang mengacu kepada nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa, roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan moral; 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan pemerataan sosial (egalitarian), sesuai asas-asas kemanusiaan; 3. Persatuan Indonesia, prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh. Hal ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, koperasi merupakan soko guru perekonomian dan merupakan bentuk saling konkrit dari usaha bersama; 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial.
  • 49. Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan Bidang Sosial Budaya: Strategi yang harus dilaksanakan pemerintah dalam memperkokoh kesatuan dan persatuan melalui pembangunan sosial-budaya, ditentukan dalam Pasal 31 ayat (5) dan Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 31 ayat (5) UUD 1945, disebutkan bahwa “ Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Di sisi lain, menurut Pasal 32 ayat (1) UUD 1945, dinyatakan bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai- nilai budayanya.” Sejalan dengan hal itu, menurut Pasal 32 ayat (3) UUD 1945, ditentukan bahwa “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” Dengan demikian, semua kebijakan sosial budaya yang harus dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia harus menekankan rasa kebersamaan dan semangat kegotongroyongan karena gotong royong merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang konstruktif sehingga budaya tersebut harus dikembangkan dalam konteks kekinian.
  • 50. Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan Bidang Pertahanan dan Keamanan: Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945, “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Bagi Anda sebagai warga negara yang baik, bela negara bukan hanya dilihat sebagai kewajiban, melainkan juga merupakan kehormatan dari negara. Bela negara dapat didefinisikan sebagai segala sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada tanah air dan bangsa, dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila guna mewujudkan tujuan nasional. Wujud keikutsertaan warga negara dalam bela negara dalam keadaan damai banyak bentuknya, aplikasi jiwa pengabdian sesuai profesi pun termasuk bela negara. Semua profesi merupakan medan juang bagi warga negara dalam bela negara sepanjang dijiwai semangat pengabdian dengan dasar kecintaan kepada tanah air dan bangsa. Hal ini berarti pahlawan tidak hanya dapat lahir melalui perjuangan fisik dalam peperangan membela kehormatan bangsa dan negara, tetapi juga pahlawan dapat lahir dari segala kegiatan profesional warga negara. Misalnya, dalam bidang pendidikan dapat lahir pahlawan pendidikan, dalam bidang olah raga dikenal istilah pahlawan olah raga, demikian pula dalam bidang ekonomi, teknologi, kedokteran, pertanian, dan lain-lain dapat lahir pahlawan- pahlawan nasional.
  • 51.
  • 52. Materi 3 Mata Kuliah Pancasila Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
  • 53. Pancasila Dalam UUD 1945 • Pengertian UUD 1945 • Kedudukan dan Sifat UUD 1945 • Pokok Pikiran UUD 1945 • Prinsip dalam batang tubuh UUD 1945 • Sistem Ketatanegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 • Sejarah Penyusunan dan Perumusan UUD 1945 • Penyimpangan dan Penyelewengan terhadap UUD 1945
  • 54. Pengertian UUD 1945 Undang-Undang Dasar 1945 adalah suatu hukum dasar tertulis atau konstitusi negara yang mejadi dasar dan sumber dari peraturan-peraturan lain atau perundang-udangan lain yang berlaku di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Undang- Undang Dasar 1945 merupakan sebuah naskah yang meliputi: • Pembukaan • Terdiri dari 4 Alinea, dimana pada Aline ke-4 terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila • Batang Tubuh, terdiri atas 16 Bab, 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan dan penjelasan, yang terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. • Ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 • Disiarkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No.7 Tanggal 15 Februari 1946
  • 55. Pengertian UUD 1945 Makna Alinea dalam Pembukaan UUD 1945: • Alinea Pertama:  mengungkapkan suatu dalil obyektif, bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikeadilan dan perikemanusiaan.  mengungkapkan pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajah. • Alinea Kedua:  mengungkapkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, yaitu negara Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur.  menunjukkan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian. • Alinea Ketiga:  memuat motivasi spiritual yang luhur dan merupakan pengukuhan atas proklamasi kemerdekaan.  menunjukkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. • Alinea Keempat:  menegaskan tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai tujuan nasional.  menegaskan bahwa bangsa Indonesia menpunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuan.  menegaskan bahwa negara Indonesia berbentuk Republik.  menegaskan bahwa negara Indonesia mempunyai dasar Falsafah Pancasila.
  • 56. Kedudukan dan Sifat UUD 1945 Produk-produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah: dalam kedudukannya yang demikian, dimanakah letak UUD 1945 dalam tata urutan peraturan perundangan kita atau secara hierarki dimanakah kedudukan UUD 1945 dalam tata urutan perundangan Republik Indonesia?
  • 57. Kedudukan dan Sifat UUD 1945 Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian diperbaharui dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan terakhir diatur dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mengatur jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). 4. Peraturan Pemerintah. 5. Peraturan Presiden. 6. Peraturan Daerah Provinsi. 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
  • 58. Kedudukan dan Sifat UUD 1945 Kedudukan UUD 1945 adalah: Hukum dasar yang tertulis (di samping itu masih ada hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu Konvensi), yang terdiri atas: 1.Sebagai (norma) hukum: a.UUD bersifat mengikat terhadap: Pemerintah, setiap Lembaga Negara/Masyarakat, setiap WNRI dan penduduk di RI. b.Berisi norma-norma: sebagai dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara harus dilaksanakan dan ditaati. 2.Sebagai hukum dasar: a.UUD merupakan sumber hukum tertulis (tertinggi) Setiap produk hukum (seperti UU, PP, Perpres, Perda) dan setiap kebijaksanaan Pemerintah berlandaskan UUD 1945. b.Sebagai Alat Kontrol Yaitu mengecek apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
  • 59. Kedudukan dan Sifat UUD 1945 Sifat UUD 1945: 1.Singkat: a. UUD 1945 hanya memuat sebanyak 37 pasal. b.UUD 1945 memuat aturan-aturan pokok saja. 2.Supel (elastis): a. Dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. b.Aturan yang menyelanggarakan aturan pokok diserahkan kepada UU yang lebih mudah cara membuat, merubah dan mencabutnya.
  • 60. Pokok Pikiran UUD 1945 Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks Itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. A. Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 1. “Negara” - melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian "pembukaan" itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan. 2. Negara hendaknya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. 3. Pokok yang ketiga yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara yang berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistem negara Yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. 4. Pokok pikiran Yang keempat Yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan Yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi Yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
  • 61. Pokok Pikiran UUD 1945 Undang-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya: Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Reichtsidee) Yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum Yang tertulis (Undang-Undang, Dasar) maupun hukum Yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.
  • 62. Prinsip yang Terkandung dalam Batang Tubuh UUD 1945 Adapun yang menjadi prinsip-prinsip yang terkandung dalam Batang Tubuh Undang- Undang Dasar 1945 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia Sesuai dengan Pasal 1 UUD 1945, negara kita ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Bagi negara kita tiada lain bentuk negara yang paling tepat adalah negara Kesatuan yang bernafaskan demokrasi, yaitu Demokrasi Pancasila. 2. Pengakuan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Pancasila Negara pancasila menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia. Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik dan lain-lain. Disamping itu, terdapat kewajiban asasi. Kalau dalam masyarakat yang individualistis, tuntutan pelaksanaan hak-hak asasi manusia sedikit berlebih- lebihan sehingga merugikan masyarakat, maka dalam masyarakat pancasila dilaksanakan secara seimbang sebagai manusia yang bersifat kekeluargaan. Contoh-contoh perwujudan hak-hak asasi manusia berdasarkan Pancasila ini tertuang secara tegas dalam Pasal 27, 28, 29, 30, 31 dan 34 UUD 1945.
  • 63. Prinsip yang Terkandung dalam Batang Tubuh UUD 1945 3. Sistem Kebudayaan Nasional Dalam Pasal 32 UUD 1945 disebutkan bahwa Pemerintah memajukan kebudayaan nasional. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia mengutamakan pembinaan dan pembangunan kebudayaan Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan asing dapat diterima ke dalam kebudayaan nasional dengan syarat lebih mengembangkan kebudayaan nasional dan tidak bertentangan dengan Pancasila.
  • 64. Prinsip yang Terkandung dalam Batang Tubuh UUD 1945 4. Pembelaan Negara Seperti yang telah tertuang dalam Pasal 30 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta didalam pembelaan negara. Letak kepulauan Nusantara yang strategis dan berbeda menjadi suatu kesatuan pertahanan dan keamanan, dan juga menjadi sebuah ancaman terhadap segi kehidupan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Oleh karenanya, Bangsa Indonesia sebagai warga negara mempunyai kewajiban untuk membela keutuhan negara dan Bangsa Indonesia, dengan terus mengembangkan prinsip wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
  • 65. Sistem Ketatanegaraan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 Perubahan UUD 1945 mempertegas prinsip negara hukum dan mencantumkannya pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang berbunyi ‘Negara Indonesia adalah negara hukum’. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. Penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi semakin menegaskan letak kedaulatan yang sebenarnya di tangan rakyat. UUD 1945 memberikan kedudukan yang mutlak kepada rakyat sebagai pemegang kekuasaan sesungguhnya. Kekuasaan bahkan idealnya diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat. Dalam sistem UUD 1945, pelaksanaan kedaulatan rakyat itu disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi.
  • 66. Sistem Ketatanegaraan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 Setiap kebijakan negara dan pemerintah dapat digugat oleh setiap orang atau warga negara manakala terjadi penyimpangan atau pelanggaran hukum terhadap hak-hak warga negara yang dijamin konstitusi. Hal-hal tersebut pada akhirnya turut berimplikasi kepada perubahan sistem pemerintahan secara keseluruhan. Perubahan tersebut menyebabkan tiga hal yaitu: a. Penegasan karakter presidensil dalam sistem pemerintahan Indonesia dengan menempatkan Presiden sebagai pembuat kebijakan. b. Perubahan kedudukan MPR dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara, dengan kewenangan yang sangat terbatas. c. penguatan peran dan kewenangan DPR dalam bidang legislasi dan pengawasan terhadap eksekutif.
  • 67. Sistem Ketatanegaraan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem ‘check and balances’, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing. Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari ‘Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR’, menjadi ‘Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar’. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum. Sistem yang dibangun berdasarkan perubahan ini adalah mempertegas dan merumuskan secara lebih jelas sistem konstitusional yang telah disebutkan dalam penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan, yaitu penyelenggaraan kekuasaan negara berdasar konstitusi atau Undang-Undang Dasar
  • 68. Sejarah Penyusunan UUD 1945 UUD 1945 pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi Negara Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah kemerdekaan negara Republik Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Naskah UUD 1945 ini pertama kali dipersiapkan oleh satu badan bentukan pemerintah bala tentara Jepang yang diberi nama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang dalam bahasa Indonesia disebut Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pimpinan dan anggota badan ini dilantik oleh Pemerintah Balatentara Jepang pada tanggal 28 Mei 1945 dalam rangka memenuhi janji Pemerintah Jepang di depan parlemen (Diet) untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia . Namun, setelah pembentukannya, badan ini tidak hanya melakukan usaha-usaha persiapan kemerdekaan sesuai dengan tujuan pembentukannya, tetapi malah mempersiapkan naskah Undang-Undang Dasar sebagai dasar untuk mendirikan Negara Indonesia merdeka. Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ini beranggotakan 62 orang, diketuai oleh K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, serta Itibangase Yosio dan Raden Panji Suroso, masing-masing sebagai Wakil Ketua. Persidangan badan ini dibagi dalam dua periode, yaitu masa sidang pertama dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, dan masa sidang kedua dari tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945. Dalam kedua masa sidang itu, fokus pembicaraan dalam sidang-sidang BPUPKI langsung tertuju pada upaya mempersiapkan pembentukan sebuah negara merdeka. Hal ini terlihat selama masa persidangan pertama, pembicaraan tertuju pada soal ‘philosoische grondslag’, dasar falsafah yang harus dipersiapkan dalam rangka negara Indonesia merdeka. Pembahasan mengenai hal-hal teknis tentang bentuk negara dan pemerintahan baru dilakukan dalam masa persidangan kedua dari tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Agustus 1945 . Dalam masa persidangan kedua itulah dibentuk Panitia Hukum Dasar dengan anggota terdiri atas 19 orang, diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini membentuk Panitia Kecil yang diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo, dengan anggota yang terdiri atas Wongsonegoro, R. Soekardjo, A.A. Maramis, Panji Singgih, Haji Agus Salim, dan Sukiman. Pada tanggal 13 Juli 1945, Panitia Kecil berhasil menyelesaikan tugasnya, dan BPUPKI menyetujui hasil kerjanya sebagai rancangan Undang-Undang Dasar pada tanggal 16 Agustus 1945. Setelah BPUPKI berhasil menyelesaikan tugasnya, Pemerintah Balatentara Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang, termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua.
  • 69. Sejarah Penyusunan UUD 1945 Setelah mendengarkan laporan hasil kerja BPUPKI yang telah menyelesaikan naskah rancangan Undang-Undang Dasar, pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, beberapa anggota masih ingin mengajukan usul-usul perbaikan disana-sini terhadap rancangan yang telah dihasilkan, tetapi akhirnya dengan aklamasi rancangan UUD itu secara resmi disahkan menjadi UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia. Namun demikian, setelah resmi disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
  • 70. Penyimpangan dan Penyelewengan terhadap UUD 1945 Bentuk-bentuk Penyimpangan Terhadap UUD 1945: 1. Masa Awal Kemerdekaan a. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislative dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum terbentuknya DPR, MPR, dan DPA. b. Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. 2. Masa Orde Lama a. Kekuasaan Presiden dijalankan secara sewenang-wenang, hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR, dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh Presiden. b. MPRS menetapkan Presiden menjadi Presiden seumur hidup, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan mengenai masa jabatan Presiden. c. Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai menteri, dengan demikian, MPR dan DPR berada dibawah Presiden. d. Pimpinan MA diberi status menteri, ini merupakan penyelewengan terhadap prinsip bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka. e. Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya diatur dengan undang-undang (yang harus dibuat bersama DPR), dengan demikian Presiden melampaui kewenangannya. f. Pembentukan lembaga negara yang tidak diatur dalam konstitusi, yaitu, Front Nasional. g. Presiden membubarkan DPR; padahal menurut konstitusi, Presiden tidak bisa membuabarkan DPR.
  • 71. Penyimpangan dan Penyelewengan terhadap UUD 1945 3. Periode 1959-1966 a. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara. b.MPRS menetapkan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. c. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia 4. Periode 1966-1998 a. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya. b. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lainmenyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum. c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
  • 72. TUGAS SEBUTKAN DAN JELASKAN PENYIMPANGAN DAN PENYELEWENGAN TERHADAP UUD 45, SEJAK MASA REFORMASI! Diketik pada Kertas A4, Font Times New Roman 12, Spasi 1.5, Minimal 2 Halaman Maksimal 10 Halaman, Dikirimkan dalam bentuk PDF (tuliskan Nama, NIM, Kelas, dan TTD) , Pengumpulan Tugas pada 27Oktober 2023
  • 73.
  • 74. Materi 4 Mata Kuliah Pancasila Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
  • 75. Pancasila Sebagai Ideologi Negara • Pengertian Ideologi • Pancasila dan Ideologi Dunia • Pancasila dan Agama
  • 76. Pengertian Ideologi Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60-61). Dalam pengertian tersebut, kita dapat menangkap beberapa komponen penting dalam sebuah ideologi, yaitu sistem, arah, tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan politik.
  • 77. Pengertian Ideologi Definisi ideologi menurut beberapa ahli: 1. Sastrapratedja (2001: 43): ”Ideologi adalah seperangkat gagasan/pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”. 2. Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya menjaga jarak dengan dunia kehidupannya”. 3. Mubyarto (1991: 239): ”Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu”.
  • 78. Pemikiran-pemikiran tentang Ideologi a. Martin Seliger: Ideologi sebagai sistem kepercayaan Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang bernilai yang dirancang untuk melayani dasar- dasar permanen yang bersifat relatif bagi sekelompok orang. Ideologi dipergunakan untuk membenarkan kepercayaan yang didasarkan atas norma- norma moral dan sejumlah kecil pembuktian faktual dan koherensi legitimasi yang rasional dari penerapan preskripsi teknik. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan tindakan yang disetujui bersama untuk pemeliharaan, pembentukan kembali, destruksi atau rekonstruksi dari suatu tatanan yang telah tersedia. Martin Seliger, lebih lanjut menjelaskankan bahwa ideologi sebagai sistem kepercayaan didasarkan pada dua hal, yaitu ideologi fundamental dan ideologi operatif (Thompson, 1984: 79). Ideologi fundamental meletakkan preskripsi moral pada posisi sentral yang didukung oleh beberapa unsur, yang meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi teknis, pelaksanaan, dan penolakan. Ideologi operatif meletakkan preskripsi teknis pada posisi sentral dengan unsur-unsur pendukung, meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi moral, pelaksanaan, dan penolakan.
  • 79. Pemikiran-pemikiran tentang Ideologi b. Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional Gouldner mengatakan bahwa ideologi merupakan sesuatu yang muncul dari suatu cara baru dalam wacana politis. Wacana tersebut melibatkan otoritas atau tradisi atau retorika emosi. Lebih lanjut, Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari kesadaran mitis dan religius, sebab ideologi itu merupakan suatu tindakan yang didukung nilai-nilai logis dan dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial. Gouldner juga mengatakan bahwa kemunculan ideologi itu tidak hanya dihubungkan dengan revolusi komunikasi, tetapi juga dihubungkan dengan revolusi industri yang pada gilirannya melahirkan kapitalisme (Thompson, 1984: 85-86).
  • 80. Fungsi Ideologi a. Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadian-kejadian di lingkungan sekitarnya. b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia. c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak. d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan. f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991: 48).
  • 81. Pancasila dan Ideologi Dunia Untuk mengetahui posisi ideologi Pancasila di antara ideologi besar dunia, maka Anda perlu mengenal beberapa jenis ideologi dunia sebagai berikut. a. Marxisme-Leninisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip; pertama, penentu akhir dari perubahan sosial adalah perubahan dari cara produksi; kedua, proses perubahan sosial bersifat dialektis. b. Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kebebasan individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu. c. Sosialisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kepentingan masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan seluruh masyarakat atau yang dikenal dengan kosep welfare state. d. Kapitalisme; suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu untuk menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan modal yang ia miliki (Sastrapratedja, 2001: 50 – 69).
  • 82. Pancasila dan Ideologi Dunia Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi pada ideologi- ideologi lain di dunia, namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Secara kausalitas Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat negara nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri negara Indonesia mengangkat nilai-nilai tersebut dan dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral yang luhur. Dengan demikian Pancasila pada hakikatnya adalah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, yang jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk negara, nilai-nilai tersebut telah tercermin dan teramalkan dalam kehidupan sehari-hari.
  • 83. Pancasila dan Ideologi Dunia Pancasila sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi, yaitu: 1. Dimensi Realita, artinya nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi itu secara riil berakar dan hidup dalam masyarakatatau bangsanya, yaitu mencerminkan kenyataan hidup yang ada di dalam masyarakat di mana ideologi itu muncul untuk pertama kalinya. 2. Dimensi Idealisme, artinya kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai dasar itu mampu memberikan harapan kepada berbagai kelompok dan masyarakat tentang masa depan yang lebih baik. 3. Dimensi Fleksibilitas, atau dimensi pengembangan artinya kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakatnya.
  • 84. Pancasila dan Ideologi Dunia Keunggulan dan Kelemahan Ideologi Pancasila. Keunggulan: • Memiliki sikap-sikap positif yang dimiliki ideology-ideologi lain yang ada di dunia • Membela rakyat • Peran serta negara tidak membuat rakyat menderita (seharusnya) • Seluruh komponen masyarakat saling memiliki keterikatan • Bersifat terbuka • Memberi kebebasan kepada rakyat (dalam berpolitik dan beragama) • Menjunjung tinggi hak asasi manusia tanpa menghilangkan hak orang lain, dll. Kelemahan: Terlalu ditinggi-tinggikan (berlebihan) Kelemahan Pancasila dibandingkan ideology-ideologi lain sangatlah sulit untuk dicari. Karena Pancasila sendiri mengambil segala hal-hal positif yang ada dalam setiap ideology yang ada. Untuk bangsa Indonesia Pancasila memang sudah tepat apabila dijadikan sebagai ideology bangsa, hanya saja cara pengamalan bangsa kita saat ini terhadap Pancasila sudah salah kaprah. Segala sesuatu yang menjadi makna atau nilai Pancasila tersebut seakan-akan sudah tidak ada lagi. Dan pratek untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila lama-kelamaan mulai memudar.
  • 85. Pancasila dan Agama Hubungan Negara/ Pancasila dan agama seringkali menjadi ”rumit”. Agama seringkali dipergunakan untuk bertentangan dengan pemerintahan atau pemerintahan sering dijadikan kekuatan untuk menekan agama. Dalam diskursus politik dan ketatanegaraan serta agama jalinan tersebut masih diperdebatkan dan dikaji baik di (negara) Barat maupun di (negara) Timur. Agar hubungan antar agama dan negara tetap harmonis di tengah-tengah dinamika kehidupan politik, ekonomi, dan budaya kita perlu mendiskusikannya terus menerus, sehingga kita sampai pada pemahaman bahwa agama dan negara bagai dua sisi mata uang, di mana keduanya bisa dibedakan, namun tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena keduanya saling membutuhkan.
  • 86. Pancasila dan Agama Begitu pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila, maka Pancasila pun mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut termiologi Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tak terbagi yang maknanya sejalan dengan agama Islam, Kristen, Budha dan bahkan juga Animisme (Chaidar,1998:36). Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, Materialis) yang menyatakan bahwa “Bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pancasila, yang digali dari bangsa Indonesia yang berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai- nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia”.
  • 87. Pancasila dan Agama Kuatnya faham keagamaan dalam formasi kebangsaan Indonesia membuat arus besar pendiri bangsa tidak dapat membayangkan ruang publik hampa Tuhan. Sejak dekade 1920-an, ketika Indonesia mulai dibayangkan sebagai komunitas politik bersama, mengatasi komunitas kultural dari ragam etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepas dari Ketuhanan etnis (Latif, 2011 : 67). Secara lengkap pentingnya dasar ketuhanan ketika dirumuskan oleh founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag) yang menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber- Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya berTuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah Negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Seganap dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan.
  • 88. Pancasila dan Agama Hubungan Negara dengan agama menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216): a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang berKetuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing masing. c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan. d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama. e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun juga. f. Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara. g. Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggarakan Negara harus sesuai dengan nilai nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara. h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Tuhan yang Maha
  • 89. Pancasila dan Agama Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini, secara filosofis merupakan nilai fundamental yang meneguhkan eksistensi Negara Indonesia sebagai negara yang berKetuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar kerohanian bangsa dan menjadi penopang utama bagi persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka menjamin keutuhan NKRI. Karena itu, agar terjalin hubungan selaras dan harmonis antara agama dan negara, maka negara sesuai dengan Dasar Negara Pancasila wajib memberikan perlindungan kepada agama-agama di Indonesia. Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka. Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi negara atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula memperkenankan pemisahan negara dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun. Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada agamanya.
  • 90. Pancasila dan Agama Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah dimungkinkan. Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap mengadopsi kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun, karena hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara agama- agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak ada lagi asumsi mayoritas – minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara damai dan sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
  • 91.
  • 92. Materi 6 Mata Kuliah Pancasila Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
  • 93. Fungsi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara • Pancasila sebagai Filsafat Bangsa Indonesia • Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum • Hak dan Kewajiban warga negara
  • 94. Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Indonesia Pancasila Sebagai Filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan dengan satu tujuan tertentu, dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi, pada hakikatnya Pancasila merupakan satu bagian yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dan fungsi serta tugas masing-masing. 1. Pengertian Filsafat Istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, (philosophia), tersusun dari kata philos yang berarti cinta atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dan kata sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi (Barata, 2011). Dengan demikian philosophia secara harfiah berarti mencintai kebijaksanaan. Kata kebijaksanaan juga dikenal dalam bahasa Inggris, wisdom. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep yang bermanfaat bagi peradaban manusia (Kamilah, 2012).
  • 95. Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Indonesia 2. Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Negara: Filsafat Pancasila adalah semua aturan kehidupan hukum kegiatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berpedoman pada Pancasila. Karena pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum bangsa dan negara republik Indonesia. Orang yang berfikir filsafat adalah orang yang tidak meremehkan terhadap orang yang lebih rendah derajatnya dan tidak menyepelekan masalah yang kecil, selalu berpikiran positif, kritis, bersifat arif bijaksana, universal, dan selalu optimis.
  • 96. Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Indonesia 3. Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat Pancasila sebagai sistem flsafat dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif. a. Deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusun secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif. b. Induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikan dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
  • 97. Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Indonesia Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat bangsa yang semua itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Ciri khas nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila berkembang dalam budaya dan peradaban Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas kerohanian bangsa dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai filsafat Pancasila,baik sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup (Weltanschauung) bangsa maupun sebagai jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist) nasional, memberikan identitas dan integritas serta martabat bangsa dalam menghadapi budaya dan peradaban dunia.
  • 98. Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum 1. Landasan Pancasila Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum Dalam kedudukannya sebagai ideologi bangsa Indonesia, Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum. Landasan terhadap konsep tersebut dapat kita lihat dengan mengacu pada Teori Norma yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dan Nawiasky. Teori tersebut bertajuk die Stufenordnung der Rechtsnormen. Di dalamnya dipaparkan tingkatan peraturan dalam suatu negara, yaitu: a. Staatsfundamentalnorm, yaitu seperangkat norma fundamental negara yang bersifat abstrak dan menjadi sumber hukum b. Staatsgrundgesetz, meliputi aturan dasar, aturan pokok, atau konstitusi negara c. Formell Gesetz, yaitu undang-undang d. Verordnung & Autonome Satzung, yaitu aturan pelaksana peraturan pemerintah dan peraturan daerah. Berdasarkan teori Hans Kelsen dan Nawiasky di atas, Pancasila dikategorikan ke dalam staatsfundamentalnorm. Hal tersebut pun kemudian ditetapkan dengan dokumen resmi kenegaraan berwujud undang-undang. Tap MPRS Nomor XX/MPRS/1966 adalah peraturan pertama yang menetapkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Peraturan tersebut disempurnakan dengan Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan. Ketetapan tersebut kemudian diperkuat lagi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang tersebut kemudian populer dengan sebutan UU PPPU.
  • 99. Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum Kembali pada konteks Pancasila, Pasal 2 UU PPPU tersebut menyebutkan, “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.” Dengan demikian, secara yuridis Pancasila memiliki landasan konstitusional dalam kedudukannya sebagai sumber hukum di Indonesia. Pancasila yang diposisikan sebagai sumber dari segala sumber hukum tersebut sejalan pula dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut tersurat dengan jelas pada alinea keempat, sebagai berikut: “… maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
  • 100. Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum 2. Makna Pancasila Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum Terminologi “sumber hukum” sendiri dimaknai sebagai sumber dari suatu hukum. Hal tersebut meliputi nilai-nilai, kaidah, ataupun norma hukum. Sementara Pancasila merupakan refleksi dari seluruh nilai yang hidup, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pancasila yang menjadi dasar filsafat negara dan filsafat hidup bangsa Indonesia mengandung nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental, dan menyeluruh. Karena itu, “Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum” merupakan norma yang fundamental sebagai dasar dari terbentuknya konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, seluruh nilai Pancasila haruslah tercermin dan menjadi ruh dalam seluruh isi hukum atau Peraturan Perundang- undangan di Indonesia. Atau dengan kata lain, seluruh konstitusi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
  • 101. Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum Sebagai sumber hukum, Pancasila secara konstitusional mengatur penyelenggaraan negara Republik Indonesia. Hal tersebut tak terkecuali seluruh unsur-unsur negara Indonesia, yaitu, rakyat, wilayah, serta pemerintah. Berbagai masalah bangsa Indonesia seperti ancaman terhadap demokrasi, keberagaman dan masih banyak lagi di atur dalam nilai Pancasila. Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila juga merupakan asas kerohanian, di dalamnya meliputi cita-cita hukum. Dengan demikian, Pancasila menjadi sumber nilai, kaidah, serta norma, baik moral maupun hukum positif di negara Indonesia. Pada konteks tersebut, Pancasila menguasai hukum dasar, baik yang tertulis berupa UUD 1945 maupun yang tidak tertulis. Karena itulah, dalam posisinya sebagai dasar negara tersebut, Pancasila memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum. Nilai-nilai dalam Pancasila pun kemudian dijabarkan lebih lanjut pada pokok- pokok pikiran UUD 1945. Karena UUD 1945 berkedudukan sebagai dasar hukum maka nilai-nilai Pancasila pun akhirnya menjiwai hukum-hukum positif di Indonesia.
  • 102. Hak dan Kewajiban Warga Negara 1. Definisi Warga Negara Warga negara merupakan orang-orang yang menjadi bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. A.S. Hikam mendefinisikan bahwa warga negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara. Secara singkat, Koerniatmo S. juga mendefinisikan warga negara sebagai anggota negara. Sebagai anggota negara, warga negara memiliki kedudukan khusus terhadap negara. Mereka memiliki hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) yang dimaksudkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara. Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang- undangan, perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
  • 103. Hak dan Kewajiban Warga Negara Setiap negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas kewarganegaraan seseorang. Dalam menerapakan asas kewarganegaraan ada dua pedoman, yaitu asas kewarganegaraan yang berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan yang berdasarkan perkawinan. Namun, sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga negara, negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali, sebagaimana diatur dalam pasal 28 E ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini berarti bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklafikasikan sebagai berikut: a. Warga negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang- orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. b. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan tinggal sementara, yang diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang diberikan negara melalui kantor imigrasi.
  • 104. Hak dan Kewajiban Warga Negara 2. Hak dan Kewajiban Warga Negara Berdasarkan Pancasila. a. Berdasarkan Sila Pertama Sila pertama Pancasila berbunyi, “ketuhanan yang Maha Esa”. Dalam sila ini, kita memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara, sebagai berikut: 1) Berhak memeluk agama dan kepercayaan sesuai pilihan dan keyakinan masing-masing. 2) Berhak beribadah sesuai agama dan kepercayaan yang dipilih. 3) Wajib memberikan orang lain kebebasan dalam memilih agama dan kepercayaannya. 4) Wajib memberikan kebebasan orang lain untuk beribadah. 5) Wajib menghormati kepercayaan agama lain.
  • 105. Hak dan Kewajiban Warga Negara b. Berdasarkan Sila Kedua Sila kedua Pancasila berbunyi, “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dalam sila ini, kita memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara, sebagai berikut: 1) Berhak mendapatkan keadilan di mata hukum. 2) Berhak mendapatkan kehidupan yang layak dan diperlakukan secara adil di masyarakat. 3) Wajib bersikap adil dan membela kebenaran. 4) Wajib menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan tenggang rasa. c. Berdasarkan Sila Ketiga Sila ketiga Pancasila berbunyi, “persatuan Indonesia”. Dalam sila ini, kita memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara, sebagai berikut: 1) Berhak ikut serta dalam bela negara. 2) Berhak untuk menjadi abdi negara. 3) Wajib memupuk persatuan berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika. 4) Wajib menghargai dan menghormati segala perbedaan yang ada di Indonesia.
  • 106. Hak dan Kewajiban Warga Negara d. Berdasarkan Sila Keempat Sila keempat berbunyi, “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dalam sila ini, kita memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara, sebagai berikut: 1) Berhak mengeluarkan pendapat. 2) Berhak mengikuti pemilihan umum jika sudah memenuhi syarat. 3) Wajib menghargai pendapat dan masukan dari orang lain. 4) Wajib menghormati hasil keputusan yang sudah diambil dalam musyawarah. e. Berdasarkan Sila Kelima Sila kelima berbunyi, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam sila ini, kita memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara, sebagai berikut: 1)Berhak mendapatkan pengayoman dari orang lain dan pemerintah. 2)Berhak mendapatkan kesejahteraan di berbagai hal. 3)Wajib mengikuti kegiatan gotong royong di masyarakat. 4)Wajib mengikuti kegiatan negara dalam rangka mewujudkan keadilan sosial.
  • 107.
  • 108. Materi 7 Mata Kuliah Pancasila Prodi S1 Keperawatan STIKES EKA HARAP Semester Ganjil, T.A. 2023/2024
  • 109. Pembangunan Kesehatan sebagai Bagian dari Pembangunan Nasional • Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan • Kebijaksanaan Pemerintah tentang Pembangunan Kesehatan • Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian • Peran dan Tugas Tenaga Kesehatan dalam Pengamalan Pancasila
  • 110. Pembangunan Kesehatan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2020- 2024 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK) 2005- 2025. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Kondisi ini akan tercapai apabila penduduknya hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, serta didukung sistem kesehatan yang kuat dan tangguh.
  • 111. Pembangunan Kesehatan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu, menurunnya angka kematian bayi, dan menurunnya prevalensi undernutrisi pada balita. Dalam RPJMN 2020-2024, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
  • 113. Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan 1. Arah Kebijakan Nasional Pembangunan Kesehatan Guna tercapainya lima belas indikator sasaran strategis nasional tersebut, arah kebijakan pembangunan kesehatan nasional adalah meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta dengan penguatan pelayanan kesehatan dasar (primary health care) dan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif, didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi. Arah kebijakan nasional tersebut dicapai melalui lima strategi, yaitu peningkatan kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi; percepatan perbaikan gizi masyarakat untuk pencegahan dan penanggulangan permasalahan gizi ganda; peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit; pembudayaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS); dan penguatan sistem kesehatan.
  • 114. Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan 2. Tujuan Pembangunan Kesehatan Menurut Pasal 3, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional adalah Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Agar bisa mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional tersebut, maka pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan: a. Upaya kesehatan, b. Pembiayaan kesehatan, c. Sumber daya manusia kesehatan, d. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, e. Manajemen dan informasi kesehatan, f. Pemberdayaan masyarakat.
  • 115. Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan 3. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan a. Meningkatkan kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi Mencakup: 1) Peningkatan pelayanan maternal dan neonatal berkesinambungan di fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta dengan mendorong seluruh persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu menangani pelayanan emergensi komprehensi. 2) Perluasan dan pengembangan imunisasi dasar lengkap, termasuk vaksin untuk pneumonia; 3) Peningkatan gizi remaja putri dan ibu hamil; 4) Peningkatan pengetahuan, pemahaman dan akses layanan kesehatan reproduksi remaja secara lintas sektor yang responsif gender.
  • 116. Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan b. Percepatan perbaikan gizi masyarakat untuk pencegahan dan penanggulangan permasalahan gizi ganda Mencakup: 1) Penguatan komitmen, kampanye, pemantauan dan evaluasi upaya perbaikan gizi masyarakat; 2) Pengembangan sistem jaminan gizi dan tumbuh kembang anak dengan pemberian jaminan asupan gizi sejak dalam kandungan, perbaikan pola asuh keluarga, dan perbaikan fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan; 3) Percepatan penurunan stunting dengan peningkatan efektivitas intervensi spesifik, perluasan dan penajaman intervensi sensitif secara terintegrasi; 4) Peningkatan intervensi yang bersifat life saving dengan didukung bukti (evidence based policy) termasuk fortifikasi pangan; 5) Penguatan advokasi dan komunikasi perubahan perilaku terutama mendorong pemenuhan gizi seimbang berbasis konsumsi pangan (food based approach); 6) Penguatan sistem surveilans gizi; 7) Peningkatan komitmen dan pendampingan bagi daerah dalam intervensi perbaikan gizi dengan strategi sesuai kondisi setempat; 8) Respon cepat perbaikan gizi dalam kondisi darurat.
  • 117. Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan c. Peningkatan pengendalian penyakit Peningkatan pengendalian penyakit dengan perhatian khusus pada jantung, stroke, hipertensi, diabetes, kanker, tuberkulosis, malaria, HIV/AIDS, emerging diseases, penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa, penyakit tropis terabaikan (kusta, filariasis, schistosomiasis), gangguan jiwa, cedera, gangguan penglihatan, dan penyakit gigi dan mulut. Mencakup: 1) Pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit termasuk perluasan cakupan deteksi dini, penguatan surveilans real time, pengendalian vektor, dan perluasan layanan berhenti merokok; 2) Penguatan health security terutama peningkatan kapasitas untuk pencegahan, deteksi, dan respons cepat terhadap ancaman penyakit termasuk penguatan alert system kejadian luar biasa dan karantina kesehatan; 3) Peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan serta penguatan tata laksana penanganan penyakit dan cedera; 4) Pengendalian resistensi antimikroba; 5) Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penguatan sanitasi total berbasis masyarakat.
  • 118. Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan d. Pembudayaan perilaku hidup sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat Mencakup: 1) Pengembangan kawasan sehat antara lain kabupaten/kota sehat, pasar sehat, Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) dan lingkungan kerja sehat; 2) Penyediaan lingkungan yang mendorong aktivitas fisik seperti penyediaan ruang terbuka publik, transportasi masal dan konektivitas antar moda, lingkungan sehat, dan penurunan polusi udara; 3) Regulasi yang mendorong pemerintah pusat dan daerah serta swasta untuk menerapkan pembangunan berwawasan kesehatan dan mendorong hidup sehat termasuk pengembangan standar dan pedoman untuk sektor non kesehatan, peningkatan cukai hasil tembakau secara bertahap dengan mitigasi dampak bagi petani tembakau dan pekerja industri hasil tembakau, pelarangan total iklan dan promosi rokok, perbesaran pencantuman peringatan bergambar bahaya merokok, perluasan pengenaan cukai pada produk pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dan pengaturan produk makanan dengan kandungan gula, garam dan lemak; 4) Promosi perubahan perilaku hidup sehat yang inovatif dan pembudayaan olahraga, pemberdayaan masyarakat dan penggerakan masyarakat madani untuk hidup sehat; 5) Peningkatan penyediaan pilihan pangan sehat termasuk penerapan label pangan, perluasan akses terhadap buah dan sayur, dan perluasan gerakan memasyarakatkan makan ikan;
  • 119. Arah, Tujuan dan Strategi Pembangunan Kesehatan e.Penguatan Sistem Kesehatan 1)Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan 2)Pemenuhan dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan 3)Pemenuhan dan peningkatan daya saing farmasi dan alat Kesehatan 4)Penguatan tata kelola, pembiayaan kesehatan dan penelitian Kesehatan 5) Penguatan pelaksanaan JKN
  • 120. Kebijakan Pemerintah tentang Pembangunan Kesehatan Implementasi kebijakan menurut Van Mater dan Van Horn dapat dijelaskan sebagai berbagai tindakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok baik pemerintah ataupun swasta untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Model implementasi kebijakan bidang kesehatan adalah pola yang tersistem terkait nilai-nilai dan kepercayaan yang disepakati (the shared value and beliefs) yang dipelajari, diterapkan secara berkesinambungan yang menjadi karakteristik inti mengenai proses pemunculan, pembentukan, sosialisasi, internalisasi dan penerapan nilai-nilai Integritas, Profesional dan Akuntabel sehingga memberi makna serta pedoman bagi petugas kesehatan untuk bersikap dan berperilaku. Model tersebut sangat erat dengan kerangka pikir sistem kesehatan daerah yang mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat kehidupan masyarakat di daerah, maka pemerintah daerah berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Maka perlu dikembangkan sistem kesehatan di masing-masing daerah yang menghimpun berbagai upaya pemerintah, masyarakat, dan swasta di daerah yang secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.
  • 121. Kebijakan Pemerintah tentang Pembangunan Kesehatan Berdasarkan pendekatan dan analisis strategi baik dengan pendekatan SWOT maupun ASOCA, ditemukan upaya strategis dalam bentuk model untuk perwujudan kebijakan penanganan masalah kesehatan. Unsur model dimaksud meliputi, unsur Natural, Agility, Opportunity, Managerial dan Indigenous, yaitu: 1. Natural Natural berkaitan erat dengan budaya setempat. Suradinata mengatakan culture atau budaya berarti pikiran, akal budaya, hasil, adat istiadat, dan sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju) atau sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sulit diubah karena kesepakatan dalam lingkungan tertentu yang terus menerus dipelihara. Dengan budaya orang akan maju dan modern serta selalu hidup pada zamannya.
  • 122. Kebijakan Pemerintah tentang Pembangunan Kesehatan 2. Agility Agility (kecerdasan) berasal dari kata ‘cerdas’ yang berarti sempurna perkembangan akal budi, tajam pikiran, kesempurnaan dalam pertumbuhannya, kesempurnaan akal budinya, ketajaman pikiran dan kepandaian. Kemampuan saja tidak cukup, harus dengan kecerdasan dalam mengolah pikir, menganalisis suatu informasi untuk dijadikan bahan putusan. Kecerdasan diperlukan dalam upaya mengoordinasikan, mengharmoniskan atau menyerasikan seluruh kegiatan sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan memerlukan kecerdasan untuk berinovasi dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk memecahkan permasalahan bidang kesehatan. 3. Opportunity Opportunity (peluang) berarti ruang gerak, baik yang bersifat konkret maupun Abstrak dan memberikan kesempatan, kemungkinan untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi usaha untuk mencapai cita-cita tujuan dan program. Pemerintah harus dapat menumbuhkan kesan positif, sehingga para investor tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
  • 123. Kebijakan Pemerintah tentang Pembangunan Kesehatan 4. Managerial Salah satu faktor yang membuat organisasi dapat berkembang adalah kompetensi manajernya. Anthony mengatakan para pemimpin organisasi disebut manajer, sedangkan secara kolektif mereka disebut manajemen. Manajemen pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang baik tentu saja akan mendukung usaha pemerintah dalam peningkatan layanan kesehatan di masyarakat, dan tak lepas pula proses administrasi yang berjalan dengan baik akan memberikan persepsi positif di masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. 5. Indigenous Kebijakan otonomi daerah memiliki peluang untuk melibatkan nilai-nilai igneous yang meletakkan kualitas urusan khusus (budaya) lebih besar dibanding urusan yang selama ini dikerjakan pemerintah. Hal ini akan meningkatkan partisipasi elit dan masyarakat dalam implementasi kebijakan bidang kesehatan yang dianggap masih kurang.
  • 124. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Pengawasan Fasilitas Kesehatan dibedakan menjadi dua, yaitu pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan itu sendiri, baik oleh Kepala Fasilitas Kesehatan , tim audit internal maupun setiap penanggung jawab dan pengelola/pelaksana program. Adapun pengawasan eksternal dilakukan oleh instansi dari luar Fasilitas Kesehatan antara lain dinas kesehatan kabupaten/kota, institusi lain selain Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan/atau masyarakat. Pengawasan yang dilakukan mencakup aspek administratif, sumber daya, pencapaian kinerja program, dan teknis pelayanan. Apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian baik terhadap rencana, standar, peraturan perundangan maupun berbagai kewajiban yang berlaku perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan dilakukan melalui kegiatan supervisi yang dapat dilakukan secara terjadwal atau sewaktu-waktu. Pengendalian adalah serangkaian aktivitas untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dengan cara membandingkan capaian saat ini dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika terdapat ketidaksesuaian, maka harus dilakukan upaya perbaikan (corrective action). Kegiatan pengendalian ini harus dilakukan secara terus menerus. Pengendalian dapat dilakukan secara berjenjang oleh Dinas kesehatan kabupaten/kota, Kepala Puskesmas, maupun penanggung jawab program.
  • 125. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Tujuan dari pengawasan dan pengendalian adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan pelayanan kesehatan, apakah sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber daya telah ada dan digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. 2. Mengetahui adanya kendala, hambatan/tantangan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, sehingga dapat ditetapkan pemecahan masalah sedini mungkin. 3. Mengetahui adanya penyimpangan pada pelaksanaan pelayanan kesehatan sehingga dapat segera dilakukan klarifikasi. 4. Memberikan informasi kepada pengambil keputusan tentang adanya penyimpangan dan penyebabnya, sehingga dapat mengambil keputusan untuk melakukan koreksi pada pelaksanaan kegiatan atau program terkait, baik yang sedang berjalan maupun pengembangannya di masa mendatang. 5. Memberikan informasi/laporan kepada pengambil keputusan tentang adanya perubahan-perubahan lingkungan yang harus ditindaklanjuti dengan penyesuaian kegiatan. 6. Memberikan informasi tentang akuntabilitas pelaksanaan dan hasil kinerja program/kegiatan kepada pihak yang berkepentingan, secara kontinyu dan dari waktu ke waktu.
  • 126. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Penilaian Kinerja adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan informasi untuk menentukan seberapa efektif dan efisien pelayanan Fasilitas Kesehatan disediakan, serta sasaran yang dicapai sebagai penilaian hasil kerja/prestasi Fasilitas Kesehatan. Tujuan dilaksanakannya penilaian kinerja adalah: 1. Mendapatkan gambaran tingkat kinerja Fasilitas Kesehatan (hasil cakupan kegiatan, mutu kegiatan, dan manajemen Fasilitas Kesehatan) pada akhir tahun kegiatan. 2. Mendapatkan masukan untuk penyusunan rencana kegiatan di tahun yang akan datang. 3. Dapat melakukan identifikasi dan analisis masalah, mencari penyebab dan latar belakang serta hambatan masalah kesehatan di wilayah kerjanya berdasarkan adanya kesenjangan pencapaian kinerja. 4. Mengetahui dan sekaligus dapat melengkapi dokumen untuk persyaratan akreditasi Fasilitas Kesehatan. 5. Dapat menetapkan tingkat urgensi suatu kegiatan untuk dilaksanakan segera pada tahun yang akan datang berdasarkan prioritasnya.
  • 127. Peran dan Tugas Tenaga Kesehatan dalam Pengamalan Pancasila Tenaga Kesehatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan. Seorang Tenaga Kesehatan mengabdikan dirinya untuk menjaga dan merawat klien tanpa membeda-bedakan mereka dari segi apapun. Setiap tindakan dan intervensi yang tepat yang dilakukan oleh seorang Tenaga Kesehatan , akan sangat berharga bagi nyawa orang lain. Seorang Tenaga Kesehatan juga mengembangkan fungsi dan peran yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik kepada klien (Masruroh, 2014). Menurut Suhaemi (2004), perkembangan dunia kesehatan yang semakin pesat kian membuka pengetahuan masyarakat mengenai dunia kesehatan dan keperawatan. Hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang mulai menyoroti kinerja tenaga-tenaga kesehatan dan mengkritisi berbagai aspek yang terdapat dalam pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat, berpengaruh terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, citra seorang perawat kian menjadi sorotan (Blais,2007) Hal ini tentu saja merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas agar citra perawat senantiasa baik dimata masyarakat. Menjadi seorang perawat yang ideal bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi untuk membangun citra perawat ideal dimata masyarakat. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat telah didekatkan dengan citra perawat yang identik dengan sikap sombong, tidak ramah, genit, tidak pintar seperti dokter dan sebagainya. Seorang perawat professional seharusnya dapat menjadi sosok perawat ideal yang senantiasa menjadi role model bagi perawat vokasional dalam memberikan asuhan keperawatan. Masyarakat ternyata sangat mengharapkan perawat dapat bersikap baik, dalam arti lembut, sabar, penyayang, ramah, sopan santun, menghormati saat memberikan asuhan keperawatan (Blais,2007).
  • 128. Peran dan Tugas Tenaga Kesehatan dalam Pengamalan Pancasila Untuk menjadi perawat ideal dimata masyarakat, diperlukan kompetensi yang baik dalam hal menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat yang bisa memberikan kualitas terbaik dalam hal pemberian asuhan keperawatan. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada nilai etika dan moral yang tinggi. Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri, perilaku serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul disekitarnya. Bagi profesi keperawatan penerapan nilai etika dan moral dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan profesionalitas perawat dalam memberikan asuhan kepada masyarakat, tanpa memandang latar belakangnya (Masruroh,2014). Dalam melaksanakan peran dan tugasnya secara profesional, tenaga kesehatan juga harus mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Penerapan nilai-nilai Pancasila tersebut, antara lain: 1. Sila Ketuhanan yang Maha Esa. a. Manusia indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, sesuai dengan Agama dan kepercayaan masing-masing berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab. b. Hormat menghormati antara tenaga kesehatan dan masyarakat sehingga terbina kerukunan hidup antar Agama. c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing- masing. d. Tidak membeda-bedakan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat walaupun terdapat perbedaan agama.