SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
EKSPOR TKI DIJADIKAN PRIMADONA NONMIGAS
JAKARTA -- Ekspor jasa tenaga kerja Indonesia tengah digarap serius.
Pemerintah, lewat Departemen Tenaga Kerja, mencanangkannya sebagai
primadona ekspor nonmigas dengan target perolehan devisa 12,5 milyar
dolar AS (lebih dari Rp 25 triliun) per tahun mulai tahun 2000.

Untuk mewujudkan itu berbagai kendala dalam bisnis pengiriman TKI
bakal dibahas dan dicarikan jalan keluar dalam Rakornas Program Ekspor
Jasa TKI. Acara ini, menurut rencana, dibuka Presiden Soeharto di
Istana Negara, hari ini.
Jumlah devisa tersebut diharapkan dari 2,5 juta TKI yang bekerja di
luar negeri pada tahun 2000. Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief
optimistis jumlah itu bisa dicapai mengingat TKI yang bekerja di luar
negeri saat ini kira-kira 1,5 juta orang. Mereka terdiri atas 800 TKI
di sektor formal dan sekitar 700 TKI sektor informal. "Artinya, hanya
diperlukan tambahan satu juta orang agar pada tahun 2000 nanti
mencapai 2,5 juta orang," ujar Latief kemarin.
Ia mengungkapkan selama ini konsep pengiriman TKI ke luar negeri
bersifat tradisional. Itu sebabnya, katanya, banyak timbul masalah
yang terkait dengan penempatan, perlindungan, maupun penanganan TKI
yang sudah habis kontrak kerjanya. Dengan menjadikannya sumber devisa
utama ekspor nonmigas, menurutnya, konsep yang diterapkan haruslah
mengacu pada ekspor jasa secara profesional.
"Perubahan ini menuntut adanya reposisi dan reorientasi dalam strategi
ekspor jasa TKI," ujar Latief. Orientasi yang cuma mengejar jumlah,
misalnya. Kini, menurutnya, ekspor TKI harus mengacu pada jasa
keterampilan tenaga kerja.
Pelaksana ekspor serta pelayanan instansi pemerintah yang terkait
dengan bisnis ini juga dituntut bekerja profesional. Latief menyebut
contoh kelancaran proses penempatan TKI ke luar negeri, yang meliputi
pelayanan administrasi, perizinan, serta kelengkapan surat-surat TKI.
Juga adanya jaminan perlindungan hukum dan keselamatan para TKI selama
bekerja di luar negeri sampai kembali ke Tanah Air.
Namun kalangan pengekspor TKI mengeluhkan sulitnya mendapatkan calon
TKI formal. Mereka menyebutkan indikasi adanya kemerosotan minat.
"Maret ini, misalnya, Malaysia minta 350 TKI formal tapi baru bisa
dipenuhi 100 orang. Itu pun lebih lambat dari waktu yang dijadwalkan,"
ungkap Direktur Utama PT Gunamandiri Paripurna E. Holiluddin seusai
melepas 54 TKI bidang tekstil ke Malaysia, Sabtu (23/3).
Diperkirakan menurunnya minat calon TKI terkait dengan buruknya citra
nasib TKI di luar negeri maupun perusahaan pengirimnya. Adanya kasus
balai latihan kerja swasta yang menyekap calon TKI beberapa waktu lalu
juga telah memperburuk situasi. "Padahal untuk TKI formal sangat
sedikit kasus yang terjadi karena aspek perlindungan maupun
kesejahteraannya lebih terjamin," ujar Holiluddin.
Citra buruk bisnis jasa TKI yang kerap diinformasikan kepada
masyarakat, menurut Holiluddin, menenggelamkan aspek positifnya.
Peminat disebutnya tetap saja minim bahkan ketika syarat pendidikan
untuk TKI formal diperlonggar menjadi minimal SLTP.
Direktur Utama PT Megahbuana, Mohammad Idris Laena, mengemukakan pula
perlunya sejumlah faktor pendukung agar bisnis pengekspor TKI bisa
menjadi andalan ekspor nasional serta profesional. Dari pemerintah,
katanya, diharapkan adanya bantuan informasi bursa pasar kerja serta
fasilitas kredit perbankan.
Fasilitas permodalan termasuk yang disebut Latief sebagai dukungan
yang diperlukan bagi bisnis ekspor TKI. Dukungan lain adalah
penanganan yang terkoordinasi setelah TKI habis kontrak kerjanya dan
kembali ke Tanah Air.
Untuk penanganan potensi TKI yang kembali ke Tanah Air, Latief
berencana menjadikan mereka pengusaha kecil atau mendorong mereka
berkiprah di koperasi. Mengingat keterkaitannya dengan instansi lain,
program ini bakal jadi program interdep. Sebagai langkah awal, kata
Latief, akan dicoba dulu memberikan pemahaman mengenai koperasi
sebelum TKI ditempatkan.
"Setelah kembali ke Tanah Air mereka sangat mungkin dikembangkan
menjadi pionir dalam mendirikan unit-unit usaha produktif. Mengingat
modal keterampilan, wawasan, maupun tabungan yang dimiliki," ujarnya.
•sri
CREATE EXPORT belle of non-oil workers
JAKARTA - Indonesian exports of labor services was wrought serious .
The Government , through the Department of Labor , reserved it as
belle of the non-oil export target of 12.5 billion in foreign exchange
U.S. dollar ( more than Rp 25 trillion ) per year starting in 2000 .
To realize the various constraints in the shipping business workers
will discuss and find a way out to Rakornas Export Program
Service workers . This event , according to the plan , opened by President Soeharto in
Presidential Palace , today .
The amount of foreign exchange is expected of 2.5 million workers who work in
overseas in 2000 . Manpower Minister Abdul Latief
optimistic that it could be achieved given the number of workers who work outside
country is currently approximately 1.5 million people . They consist of 800 workers
in the formal sector and the informal sector, about 700 workers . " That is, only
required an additional one million people in 2000 that later
reached 2.5 million people , "said Latif yesterday .
He expressed this concept for sending workers abroad
traditional in nature . That 's why , he said , many problems arise
associated with the placement , protection , and handling workers
his contract is up . By making it a source of income
The main non-oil exports , according to him , the concept is applied must
refers to the export of professional services .
" This change requires a repositioning and reorientation in strategy
export services workers , "said Latif . orientation is just chasing numbers,
for example . Now , he said , workers should refer to the export of services
workforce skills .
Implementing exports and services related government agencies
This business also charged with working professionals . Latif called
examples of smooth placement process workers abroad , which include
administrative services , licensing , and the completeness of TKI letters .
Also the guarantee of legal protection and safety of the workers during the
working abroad to return to the country .
However, the exporter workers complained about the difficulty getting candidates
Formal workers . They cited indications of deterioration interest .
" This March , for example , Malaysia requested 350 new formal sector but can
filled with 100 people . That was slower than the scheduled time , "
said Director of PT Gunamandiri Plenary E. Holiluddin after
off 54 workers textiles to Malaysia , Saturday ( 23/3 ) .
Predicted declining interest in prospective workers associated with poor image
the fate of migrant workers abroad and companies sender . of cases
private vocational training centers which confine potential workers some time ago
has also aggravated the situation . " And for the formal sector is very
few cases that occur because of the aspect of protection and
welfare is guaranteed , "said Holiluddin .
Bad image of business services that are often communicated to workers
society , according to Holiluddin , submerge the positive aspects .
Calls enthusiasts still minimal even when the education requirements
formal sector eased to a minimum junior .
President Director of PT Megahbuana , Mohammad Idris Laena , also suggests
the need for a number of contributing factors that exporting business workers can
become a mainstay of the nation's exports as well as professional . Of government ,
he said , is expected to help the labor market as well as the exchange of information
bank credit facility .
Capital facilities , including the so-called Latif as support
required for export business workers . Additional support is
coordinated treatment after his contract runs out workers and
returned to the country .
For the handling of potential workers who returned to the country , Latif
plans to make them small entrepreneurs or encourage them
work in the cooperative . Given its association with other agencies ,
This program will be inter-departmental program . As an initial step , the
Latif , will be tried first provide an understanding of the cooperative
before workers are placed .
" After returning to the country they are very likely developed
a pioneer in establishing productive business units . remember
capital skills , insights , and owned savings , " he said .
? sri

Pada dasarnya, masyarakat indonesia memilih menjadi TKI dan meningglkan wilayah asalnya telah
didasarkan perbandingan untung rugi jika tetap berada di daerah asal dan berada di daerah tujuan.
Faktor pertimbangan untung rugi tersebut didasarkan pada 2 faktor yaitu karena adanya faktor
pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull faktor). Faktor pendorong yang mendasar adalah
banyaknya kemiskinan. Kemiskinan tersebut bisa dikarenakan karena rendahnya kualitas SDM yang
ada sehingga tidak bisa mendapatkan perkerjaan dengan pendapatan tinggi ataupun kurangnya
potensi di SDA di wilayah tersebut. Kurangnya SDM dikarenakan minimnya pendidikan dan tidak
adanya potensi SDA yang ada di wilayah tersebut mengakibatkan kurangnya lapangan pekerjaan di
daerah asal. Sedangkan untuk faktor penarik (pull factor) dari migrasi adalah peluang kerja yang
terbuka lebar di daerah tujuan sehingga memberi kesempatan bagi para TKI untuk memperbaiki
taraf hidup, serta lengkapnya sarana dan prasarana di daerah tujuan.
Selain adanya faktor pendorong dan penarik, menurut martin (2003) faktor yang mendorong
masyarakat melakukan migrasi dapat dibedakan lagi dalam tiga kategori, yaitu faktor demand pull,
supply push dan network. Demand pull merupakan faktor yang mendorong permintaan migran dari
daerah tujuan. Hal ini seperti terjadi pada kerjasama perekonomian amerika-meksiko yaitu
permintaan tenaga kerja dari meksiko untuk bekerja di sektor pertanian di amerika. Faktor supply
push merupakan keputusan melakukan migrasi karena sudah tidak adanya peluang pekerjaan di
daerah asal, sedangkan network factor merupakan adanya pengaruh dari orang-orang sekitar yang
memberikan informasi mengenai daerah tujuan.
Semua faktor tersebut merupakan alasan masyarakat indonesia memilih menjadi TKI. Banyaknya TKI
ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan wilayah. Pengaruh yang diberikan bisa dampak
positif ataupun negatif. Dampak positif dari banyaknya TKI di Indonesia, antara lain:
a. Memperbaiki taraf ekonomi individu yang melakukan migrasi.
b. Meningkatkan perekonomian keluarga yang ditinggalkan dengan adanya pengiriman uang
(remittances) dari para TKI.
c. Dapat meningkatkan siklus perekonomian wilayah. Hasil pengiriman uang (remittances) dari para
TKI bisa digunakan keluarga di daerah asal untuk membuka usaha kerja sehingga bisa meningkatkan
perekonomian wilayahnya.
d. Berkurangnya angka pengangguran dan kemiskinan di wilayah yang ditinggalkan.
e. Meningkatnya pembangunan di wilayah yang ditinggalkan
f. Membuka lapangan pekerjaan baru di wilayah yang ditinggalkan. Dari hasil pengiriman uang
(remmitance) bisa digunakan untuk membuka usaha baru yang bisa menarik tenaga kerja.
g. Meningkatnya taraf pendidikan, baik para TKI ataupun keluarga yang ditinggalkan. Hasil
pengiriman uang (remmitance) bisa digunakan keluarga untuk membiayai anggota keluarga yang
akan menempuh pendidikan sehingga bisa memiliki pendidikan yang baik.
Selain memberi dampak positif bagi wilayah yang ditinggalkan, dampak positif adanya TKI juga
dirasakan oleh negara. Selain mengurangi angka pengangguran di indonesia khususnya daerah asal,
TKI juga merupakan sumber devisa yang besar bagi negara. Devisa tersebut didapat dari pengiriman
uang (remittances) yang dilakukan oleh para TKI. Berdasarkan data Depnakertrans terlihat bahwa
peningkatan jumlah pengiriman uang (remittances) serta devisa yang didapatkan semakin
meningkat.

Sudah sering dikemukakan bahwa pemicu utama TKI bekerja di luar negeri ialah persoalan
kemiskinan dan kesulitan ekonomi yang menghimpit mereka.
Pandangan itu, diamini semua mantan TKI yang diwawancarai dalam penelitian “Studi
Kompleksitas Dinamika Permasalahan TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di
Kabupaten Sukabumi” yang dilaksanakan pada September 2012 di Sagaranten. Mereka
mengatakan bahwa pendorong utama mereka bekerja di luar negeri ialah ingin melepaskan
dari kemiskinan dan kesulitan ekonomi.
Yayat Nurhayati bt Aceng (28 tahun), yang dipanggil “Epi” di Kampung halamannya di
Cigodog, Sagaranten, yang sedang cuti dua bulan dari majikannya di Arab Saudi mengatakan
bahwa faktor kemiskinan dan kesulitan ekonomi menjadi pendorong utama dia bekerja di luar
negeri. Dengan bekerja di luar negeri, dia bisa melaksanakan hajatan “sunat” puteranya yang
sudah berusia 10 tahun. Dia juga dapat membeli tanah dilapangan seluas 200 Meter2 dari
hasil bekerja di Arab Saudi.
Sambil merokok, dia mengisahkan pengalamannya bekerja sebagai Penata Laksana Pembantu
Rumah (PLRT) di salah satu keluarga di Arab Saudi, yang menurut dia keluarga itu baik,
tidak pernah memarahi apalagi menyiksanya sebagaimana sering diberitakan media.
Hal yang sama diucapkan oleh Pipi bt Juanidi (45 tahun) yang di panggil “Ratna” di
Kampung halamannya. Dia menegaskan bahwa faktor kemiskinan dan ekonomi menjadi
pendorong bekerja di luar negeri. Pada tahun 2006-2010, dia bekerja di Suriah dengan gaji
Rp 1.200.0000 (satu juta dua ratus ribu rupiah) perbulan. Namun malangnya, yang diterima
hanya Rp 700.000 (tujuh ratus ribu rupiah) karena dipotong oleh perusahaan yang menjadi
sponsor dia bekerja di Suriah.
Dengan gaji sebesar itu, habis untuk biaya hidup keluarganya di Sagaranten, sehingga tidak
bisa menabung. Akibatnya, tidak dapat membeli tanah dan membangun rumah seperti yang
diimpikannya ketika pertama kali mau bekerja di luar negeri. Karena gagal mewujudkan
impiannya, maka kehidupan rumah tangganya terus dalam kesusahan.
Sambil menundukkan kepala, dia menceritakan kesulitan keluarganya yang sudah 11 kali
pindah rumah kontrak. Mereka sejengkal tanahpun tidak memiliki apalagi rumah. Niatnya
bekerja di luar negeri ingin membeli tanah dan bangun rumah gagal diwujudkan.
Pada awal 2012, Pipi kembali mengadu nasib bekerja di luar negeri yaitu di Qatar. Akan
tetapi hanya bertahan selama 2 bulan, karena pekerjaan terlalu berat (semuanya harus
dikerjakan), sementara majikan perempuan sering mengunci kulkas sehingga Pipi jarang
makan dan akhirnya jatuh sakit dan terpaksa berhenti dari pekerjaan.
Satu-satunya harapan dia dan suaminya yang buruh tani lepas, pemerintah bisa membantu
modal kepada para mantan TKI yang kurang beruntung seperti Pipi, supaya dapat berjualan
atau berdagang di Pasar Sagaranten guna mendapatkan penghasilan untuk menambah
penghasilan suami sebagai buruh tani yang tidak selamanya dapat pekerjaan.
Investasi ke Pendidikan
Kisah para TKI di Sagaranten, yang diutarakan dua orang mantan TKI, yang menegaskan
bahwa penyebab utama mereka bekerja di luar negeri, karena ingin melepaskan keluarga dari
lingkaran kemiskinan dan kesulitan ekonomi, menurut saya, akar masalahnya paling tidak
disebabkan beberapa faktor.
Pertama, pendidikan rendah. Sekitar 90 persen TKI yang bekerja di luar negeri, pendidikan
mereka hanya Sekolah Dasar (SD).
Kedua, TKI lebih utamakan beli tanah dan bangun rumah. Sementara investasi pada sumber
daya manusia melalui pendidikan anak, kurang mendapat perhatian. Dampaknya, pendidikan
anak-anak TKI tidak meningkat secara signifikan. Dampak lanjutannya, orang tuanya TKI
PLRT, kemudian anaknya juga menjadi TKI PLRT.
Pada hal, kalau hasil bekerja TKI di luar negeri diinvestasikan kepada pengembangan sumber
daya manusia, maka anak-anak TKI bisa membawa perubahan besar dalam meningkatkan
kehidupan keluarga TKI.
Basically , people choose to become workers and Indonesia meningglkan original area has
been based comparative profit and loss if it is left in the area are in the area of origin and
destination . Factors benefit considerations are based on 2 factors , which were the driving
factors ( push factor) and pull factors ( pull factors ) . The fundamental driving factor is the
number of poverty . Poverty can be caused due to the low quality of human resources that can
not get a job with a high income or lack of potential in natural resources in the region . Lack
of human resources due to lack of education and lack of potential existing resources in the
region resulted in a lack of job opportunities in the area of origin . As for the pull factors (
pull factor) of migration is a wide-open job opportunities in destination areas that provide
opportunities for workers to improve their quality of life , as well as complete facilities and
infrastructure at the destination .
In addition to the push and pull factors , according to Martin (2003 ) factors that encourage
people to migrate can be divided again into three categories , namely demand pull factors ,
push and supply network . Demand pull is a factor that drives demand for migrants from the
goal area . It is like going on the American - Mexican economic cooperation is demand for
labor from Mexico to work in the agricultural sector in America . Supply push factor was the
decision to migrate because it is not the job opportunities in the area of origin , while the
network factor is the influence of the people around that provide information about the
destination .
All of these factors are the reasons people choose to become Indonesian migrant workers .
The number of workers is very influential on the development of the region . Effect could be
given positive or negative impact . The positive impact of the number of migrant workers in
Indonesia , among others :
a. Improve the level of individual economic migration .
b . Improve the family economy with remittances ( remittances ) from the workers .
c . Can enhance regional economic cycles . Results remittances ( remittances ) from families
of migrant workers can be used in the area of origin to start a business so that work can
improve the region 's economy .
d . Reduction in unemployment and poverty in the region left behind .
e . Increased development in the area of the abandoned
f . Create new job opportunities in the area abandoned . From the results of remittances (
remmitance ) can be used to open a new business that could attract labor .
g . Rising education levels , either the workers or the families left behind . Results
remittances ( remmitance ) can be used to finance the family family members who will be
educated so they can have a good education .
In addition to positively impact the abandoned territory , a positive impact is also felt by state
workers . In addition to reducing the unemployment rate in Indonesia in particular areas of
origin , migrants are also a major source of foreign exchange for the country . The foreign
exchange obtained from remittances ( remittances ) are performed by the workers . Based on
data from Ministry shows that increasing the amount of money transfers ( remittances ) as
well as increasing foreign exchange earned .
It has often been argued that the main drivers of workers working abroad are the problems of
poverty and economic hardship that press them .
That view , echoed all former workers who were interviewed in the study " Study of
Complexity Dynamics Problems workers domestic helpers ( Housemaid ) in Sukabumi
District " which was held on September 2012 in Sagaranten . They say that their main driver
is working abroad want to break out of poverty and economic hardship .
Yayat Nurhayati ACENG bt ( 28 years ) , who were called " Epi " in His hometown in
Cigodog , Sagaranten , who was on leave two months of her employer in Saudi Arabia said
that poverty and economic hardship became the main driving force him to work abroad . By
working abroad , he can carry celebration " circumcision " son who is aged 10 years . He was
also able to purchase land in the field of 200 meter2 of results work in Saudi Arabia .
While smoking , he recounts his experiences working as helpers Helper ( Housemaid ) in one
family in Saudi Arabia , which according to him was a good family , never scold let alone
abused as often reported in the media .
The same thing said by bt Juanidi Cheek ( 45 years old ) who in calling " Ratna " in His
hometown . He asserted that poverty and economic factors to drive to work abroad . In 20062010 , he worked in Syria with a salary of Rp 1.200.0000 ( one million two hundred thousand
dollars) per month . Unfortunately, however , received only Rp 700,000 ( seven hundred
thousand dollars) due to be cut by companies that sponsor his work in Syria .
With that salary , cost of living family out for in Sagaranten , so it can not save . As a result ,
it can not buy land and build a house like a dream when I first wanted to work abroad .
Having failed to achieve their dreams , then the home life continues in distress .
He bowed his head , he told his family that had trouble moving house 11 times the contract .
They do not have a neck tanahpun let alone the house . His intention to work abroad want to
buy land and build a house fail to realize.
In early 2012 , Cheek returning speculate that working abroad in Qatar . But only lasted for 2
months , because the work is too heavy ( everything must be done ) , while employers often
locked the refrigerator so that women rarely eat Cheek and eventually fell ill and was forced
to quit the job .
The only hope she and her husband were separated Hodge , the government could help the
former capital to disadvantaged workers such as cheeks , in order to sell or trade in order to
earn an income Sagaranten market to supplement the husband's income as a laborer who did
not always work .
Investments into Education
The story of the workers in Sagaranten , uttered two former workers , who confirmed that the
main cause of their work overseas , because they want to release the family from poverty and
economic hardship , in my opinion , the root of the problem is not caused by several factors .
First , a low education . Approximately 90 percent of workers who work abroad , they only
primary school education ( SD ) .
The second , more preferred workers buy land and build a house . While investment in human
resources through education , received less attention . In effect, children's education workers
do not increase significantly . The impact is more , workers Housemaid parents , then his son
is also a migrant worker Housemaid .
In the case , if the results of work invested overseas workers to the development of human
resources , the children's workers could bring major changes to improve migrant workers'
family lives .
Di masa depan, pola investasi TKI dari hasil bekerja diluar negeri, harus diarahkan untuk
meningkatkan sumber daya putera-puteri mereka melalui pendidikan, sehingga mencapai
pendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Menengah Atas (SMA). Kalau rata-rata pendidikan
TKI sudah setingkat SMA, maka dengan mudah mereka diberi pendidikan ketrampilan
khusus, misalnya dilatih menjadi ahli memasak, perawat untuk anak, perawat orang tua
jompo, dan atau perawat di rumah sakit. Jika hal itu bisa diwujudkan, maka gaji para TKI di
perkirakan akan meningkat antara 3 sampai 5 kali lipat dari gaji sebagai TKI Penata Laksana
Rumah Tangga (PLRT).
Ketiga, wajib belajar 9 tanun belum berhasil. Pada hal pelaksanaan wajib belajar sudah lebih
dari 1 dasawarsa.
Pemerintah telah mencanangkan dan merealisasikan wajib belajar 9 tahun sebagai
pengejawantahan dari peningkatan anggaran pendidikan sebesar 20 persen, tetapi belum
membawa hasil sebagaimana yang diharapkan.
Cara memecahkan masalah kemiskinan ialah memberi pendidikan yang tinggi dan berkualitas
kepada anak-anak miskin. Untuk bisa mewujudkan hal itu, maka solusinya ialah memberi
beasiswa penuh kepada anak-anak miskin termasuk anak-anak TKI dan mantan TKI,
sehingga mereka bisa keluar dari kampung halamannya untuk belajar di daerah lain atau
negara lain.
Kesimpulan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berprofesi sebagai Penata Laksana Rumah
Tangga (PLRT) di luar negeri termasuk di Arab Saudi, tidak bisa dihentikan melalui
kebijakan moratorium seperti yang diberlakukan sekarang di Arab Saudi.
Oleh karena, pendorong utama para TKI bekerja di luar negeri adalah ingin melepaskan dari
kemiskinan dan kesulitan ekonomi, maka pemerintah harus menyediakan lapangan kerja di
dalam negeri, jika ingin menyetop pengiriman TKI ke luar negeri.
Akan tetapi, memberi lapangan pekerjaan kepada calon TKI yang sekitar 90 persen
berpendidikan Sekolah Dasar (SD), adalah tidak mudah. Untuk memecahkan persoalan
sumber daya manusia (SDM) yang rendah, pola investasi pada mantan TKI harus diarahkan
untuk meningkatkan SDM putera-puteri mereka dengan membiayai pendidikannya sampai ke
universitas.
Selain itu, sudah saatnya pemerintah didorong memberikan beasiswa penuh kepada puteraputeri mantan TKI terutama yang kurang beruntung selama bekerja di luar negeri.
Disampinmg itu, sangat penting dibentuk komisi beasiswa yang dipimpin dari pakar
pendidikan, sosial, tokoh agama dan masyarakat. Komisi ini dibentuk untuk mengelola
pemberian beasiswa bagi mantan TNI yang kurang beruntung. Sumber dana dari
APBN/APBD, BUMN/BUMD, perusahaan swasta dan perorangan dari dalam maupun luar
negeri.
Dengan meningkatkan SDM putera-puteri mantan TKI dan orang-orang miskin, maka
terbuka peluang yang lebih besar untuk mengentaskan kemiskinan dan keluar dari kesulitan
ekonomi.
Secara substansial ada 3 (tiga) faktor yang mendorong seseorang
menjadi TKI yaitu:
1. Motivasi
Salah satu alasan utama mengapa seseorang terobsesi menjadi
TKIadalah

ingin

merubah

nasib

yaitu

dari

serba

kekurangan

menjadiberkecukupan, baik papan, sandang dan pangan. Namun sayang apayang
mereka impikan tersebut belum 100% terealisasi karena banyaknyaprosedur
dan aturan yang harus mereka tempuh. Ironisnya hal tersebuttidak menjadikan
mereka putus asa, justru sebaliknya mereka semakingiat dan yakin bahwa mereka
akan berhasil.Namun sayang mereka (TKI) terutama yang ilegal padaumumnya
miskin pengetahuan dan keterampilan sehingga seringmenjadi masalah di
kemudian hari.
2. Pola pikir pragmatis
Dalam

bukunya

yang

berjudul

Pragmatism

(1907)

William

Jamesmengetengahkan bahwa inti ajaran prakmatisme adalah sesuatu itu
barudianggap bernilai bila ia bermanfaat. Asal bermanfaat untuk dirinya
danorang lain, apa saja bisa dilakukan termasuk menipu, menyuap,memanipulasi
dan sebagainya. Seperti yang dilakukan oleh sebagianbesar calon TKI
beserta beberapa instansi yang melindungi mereka. Jugatidak ketinggalan
para calonya. Mereka (para TKI) tidak segan-segan utang sana utang sini, jual ini
jual itu, bila perlu tipu sana tipu sinitermasuk memanipulasi identitas diri
dalam hal ini soal umur sebagaimana yang dilakukan Ruyati dan para TKI lainnya.
Mereka yakin dengan bekerja sebagai TKI hidup mereka akan bermanfaat tanpa
berpikir cara yang mereka tempuh yang penting sukses titik.
3. Persaingan yang ketat
Sebagai konsekuensi logis dari era globalisasi dan informasi,
individuharus pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan. Segalanya
serbacepat dan tepat termasuk dalam mencari lowongan kerja. Tidak cukup
mengandalkan ijazah SMA, SMK atau PT (Perguruan Tinggi) tetapimereka
(pencari kerja) harus memiliki ketrampilan tertentu yang bernilaitambah. Jika
tidak, mereka akan terlibas begitu saja oleh pesaing lain.Selanjutnya mereka
akan

jadi

pengangguran

abadi.

Yang

lebihmenyedihkan

lagi

jumlah

perusahaan di sektor industri saat ini semakinkecil. Sebagaimana harian
Kompas tulis dalam tajuk rencananya berjudul “Bahaya Deindustrialisasi”
(Kompas, 21 Mei 2011).
Dilihat dari ketiga faktor tersebut maka disimpulkan faktor penyebab TKI
keluar negeri adalah karena faktor ekonomi atau kemiskinan. Kemiskinan
menjadi penyebab utama pemicu tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk bekerja di
luar negeri. Derita TKI juga mencerminkan kegagalan program pemerintah
dalam menyediakan lapangan kerja di dalam negeri, kemiskinan menjadi faktor
utama lemahnya daya saing bangsa, selain kesempatan bekerja di dalam
negeri yang terbatas serta rendahnya tingkat pendidikan yang juga sangat
berpengaruh. Sekitar 90% TKI yang bekerja di luar negeri mereka hanya
berpendidikan SD. Mencari pekerjaan dengan gaji tinggi di negeri ini sangatlah
susah apalagi hanya bermodalkan ijazah SD. Oleh karena itu hal ini yang
mendorong mereka bekerja di luar negeri berharap mendapatkan gaji yang
besar dengan skill yang rendah. Sehingga kebanyakan mereka yang bekerja
disana hanya menjadi pembantu rumah tangga ataupun buruh. Selain itu TKI
ini juga menyumbangkan devisa bagi negara. Data dari berbagai sumber,
jumlah TKI kita di luar negeri mencapai angka sekitar 8 juta orang, dengan
penghasilan minimal Rp10 juta – Rp20 juta setahun per orang. Artinya mereka
seharusnya mampu menghasilkan devisa minimal 160 trilyun setahun. Nilai
Devisa TKI ini menempati posisi nomor dua setelah Migas, itupun merupakan
kontribusi devisa hanya dari TKI legal. Jika dihitung juga kontribusi devisa
dari seluruh TKI baik legal maupun TKI Ilegal, dengan disertai pembenahan
dan peningkatan penanganan TKI dimasa mendatang, bukan mustahil sektor
ini akan menjadi nomor satu penghasil devisa Negara kita. Devisa TKI, yang
menghasilkan nomor dua itu, saat ini sebagian besar atau 90% nya merupakan
devisa dari TKI non skill atau TKI Pembantu Rurnah Tangga (PRT ), dengan
kondisi bahwa permintaan pasar dunia TKI PRT baru bisa kita penuhi 30%,
sedangkan 70% sisanya dipenuhi oleh negara lain seperti Filipina, India dll.
Dibandingkan dengan negara lain, menurut laporan World Bank, perolehan
devisa (Remittance) tenaga kerja Indonesia di luar negeri masih jauh lebih
rendah. Filipina sudah mencapai lebih dari USD 10 milyar, India mencapai
lebih dari USD 20 milyar, sedangkan Indonesia masih di bawah USD 5 milyar.
Gambaran ini menunjukkan bahwa Negara kita masih belum mengoptimalkan
potensi kekuatan SDMnya sebagaimana yang dilakukan oleh Negara lain. Di
lain pihak gambatan ini merupakan pendorong semangat untuk meningkatkan
kinerja ketenagakerjaan kita di dunia internasional. Dengan tidak menjadi
pengangguran berarti mereka telah mengurangi angka kemiskinan di negara
kita.
In the future , the investment pattern of results migrants working abroad , should be directed to
increase the resources their daughters through education , so as to achieve minimum education of
high school ( SMA ) . If the average education level of workers has high school , then they could
easily be educated in special skills , for example, are trained to be an expert cook , nurse for children
, elderly nursing nurses , and hospital or nursing . If it can be realized , then the salaries of workers in
the estimate will increase between 3 to 5 times the salary of the workers domestic helpers (
Housemaid ) .
Third , compulsory 9 tanun not been successful . In the case of compulsory implementation of
already more than 1 decade .
The Government has launched and realize compulsory 9 years as the embodiment of the education
budget increased by 20 percent , but it has not brought the results as expected .
How to solve the problem of poverty is to provide high -quality education to poor children . To be
able to make that happen , then the solution is to give full scholarships to poor children including
children, workers and former workers , so that they can get out of his hometown to study in other
regions or other countries .
conclusion
Placement of Indonesian Workers ( TKI ) who work as domestic helpers ( Housemaid ) in foreign
countries including Saudi Arabia , could not be stopped by a policy like that imposed moratorium
now in Saudi Arabia .
Therefore , the main driver of the workers are working abroad want to break out of poverty and
economic hardship , the government should provide job opportunities in the country , if you want to
stop sending workers abroad .
However , giving employment to prospective migrants about 90 per cent of elementary education (
SD ) , is not easy . To solve the problem of human resources ( HR ) is low , the pattern of investment
in the former workers should aim to increase their daughters HR with finance his education up to the
university .
In addition , it is time the government encouraged gives full scholarships to the sons of former
workers who are less fortunate , especially while working abroad .
Disampinmg , it is very important that the scholarship committee formed of experts led educational ,
social , religious and community leaders . The Commission was established to administer
scholarships for former military who are less fortunate . Source of funds from the state budget /
budget , state / local enterprises , private enterprises and individuals from within and outside the
country .
By increasing the sons of former human resources workers and poor people , then open greater
opportunities to alleviate poverty and out of economic difficulties .
Substantially there are 3 ( three ) factors that encourage a person is a migrant worker , namely :
1 . motivation
One of the main reasons why a person becomes obsessed TKIadalah want to change the fate of
underprivileged menjadiberkecukupan , good shelter, clothing and food . But unfortunately what
they dreamed of is not 100 % achievable because banyaknyaprosedur and rules that they should
take. Ironically it tersebuttidak make them desperate , on the contrary they semakingiat and
confident that they will love their berhasil.Namun ( TKI ) , especially illegal ones Padaumumnya poor
knowledge and skills so seringmenjadi problems later on .
2 . Pragmatic mindset
In his book Pragmatism (1907 ) William Jamesmengetengahkan that the core teachings
barudianggap prakmatisme is something that is worth when it is beneficial . Originally beneficial to
other danorang himself , what can be done including cheating, bribing , manipulating , and so on . As
performed by sebagianbesar prospective migrants with several agencies to protect them . Alsocan
not miss the calonya . They ( the workers ) did not hesitate to there debt debt here , sell it sell it , if
necessary, there Hankey Hankey sinitermasuk manipulate their identity in this matter of age , as was
done Ruyati and other migrant workers . They are sure to work as migrant workers will benefit their
lives without thinking the way that they run a successful critical point .
3 . Intense competition
As a logical consequence of globalization and information era , individuharus well-adjusted to the
environment . Everything is fast-paced and appropriately included in the job search . Not enough to
rely on a high school diploma , vocational or PT ( Higher Education ) tetapimereka ( job seekers )
must have certain skills that bernilaitambah . If not , they will terlibas gone unnoticed by competitors
lain.Selanjutnya they will be unemployed forever. Lebihmenyedihkan again that the number of firms
in the industry today semakinkecil . Kompas daily as written in an editorial titled " Danger
Deindustrialization " ( Reuters , May 21, 2011 ) .
Views of these three factors , we conclude the causes workers out of the country is due to economic
factors or poverty . Poverty is a major cause of trigger Indonesian workers ( TKI ) to work abroad .
Suffering workers also reflects the failure of government programs to provide employment in the
country , poverty is a major factor in the lack of competitiveness of the nation, in addition to the
opportunity to work in a limited domestic as well as low levels of education were also very
influential . About 90% of workers who work abroad they only had elementary . Looking for high
paying jobs in this country is hard let alone only with elementary school diploma . Hence it is that
drives them to work abroad hoping to get a high salary with low skills . So most of those who work
there, just became laborers or domestic servants . Besides these workers also contributed foreign
exchange for the country . Data from various sources , the number of our workers abroad reached
about 8 million people , with a minimum income of Rp10 million - 20 million a year per person . It
means that they should be able to produce at least 160 trillion of foreign exchange a year . Foreign
exchange value of these workers occupy a position second only to oil and gas , and even then a
foreign contribution only from legal workers . If the foreign contribution is also calculated from all
workers , both legal and illegal migrants , along with improvements and improved treatment of
migrant workers in the future , is not impossible that this sector will be the number one foreign
exchange earner of our Country . Foreign workers , who produced the number two , this time most
or 90 % of them are foreign exchange from non- skill workers or workers Rurnah Domestic Helper (
PRT ) , with the condition that the world market demand for domestic workers can only be fulfilled
30 % , whereas 70 % the rest is filled by other countries such as the Philippines , India etc. .
Compared with other countries , according to World Bank reports , foreign exchange earnings (
Remittance ) Indonesian workers abroad are much lower . Philippines has reached more than USD
10 billion , India reached more than USD 20 billion , while Indonesia was still under $ 5 billion . This
picture shows that our country is still not optimizing the potential of its investment in its power , as
was done by other countries . On the other hand this gambatan an encouragement to improve the
performance of our labor in the international world . With unemployment not mean they have to
reduce poverty in our country .

More Related Content

Viewers also liked (12)

Makalah sistem operasi elna ningsi
Makalah sistem operasi elna ningsiMakalah sistem operasi elna ningsi
Makalah sistem operasi elna ningsi
 
ELT resume
ELT resumeELT resume
ELT resume
 
Consultoria eficiente y exitosa
Consultoria eficiente y exitosaConsultoria eficiente y exitosa
Consultoria eficiente y exitosa
 
L'Interdépendance
L'InterdépendanceL'Interdépendance
L'Interdépendance
 
Wolf brand
Wolf brandWolf brand
Wolf brand
 
Is Your Network PDF
Is Your Network PDFIs Your Network PDF
Is Your Network PDF
 
Makalah tik
Makalah tikMakalah tik
Makalah tik
 
Viviendas domoticas
Viviendas domoticasViviendas domoticas
Viviendas domoticas
 
History 2 report
History 2 reportHistory 2 report
History 2 report
 
"Enchanted Queens" Mordekai LookBook
"Enchanted Queens" Mordekai LookBook"Enchanted Queens" Mordekai LookBook
"Enchanted Queens" Mordekai LookBook
 
The Future is Not a Screen You Can Touch
The Future is Not a Screen You Can TouchThe Future is Not a Screen You Can Touch
The Future is Not a Screen You Can Touch
 
Puntos de vista
Puntos de vistaPuntos de vista
Puntos de vista
 

Similar to EKSPOR TKI

SKKNI 2013-389.pdf
SKKNI 2013-389.pdfSKKNI 2013-389.pdf
SKKNI 2013-389.pdfxink2
 
6, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Ethical Issues In ...
6, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Ethical Issues In ...6, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Ethical Issues In ...
6, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Ethical Issues In ...rianafitri1
 
Badan pusat statistik tenaga kerja asing
Badan pusat statistik tenaga kerja asingBadan pusat statistik tenaga kerja asing
Badan pusat statistik tenaga kerja asingLusi Sulistiani
 
strategi sdm dalam menghadapi persaingan global.
 strategi sdm dalam menghadapi persaingan global. strategi sdm dalam menghadapi persaingan global.
strategi sdm dalam menghadapi persaingan global.Immawan Awaluddin
 
KELOMPOK 1 ASPEK SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN DALAM PERENCANAAN (1).pptx
KELOMPOK 1 ASPEK SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN DALAM PERENCANAAN (1).pptxKELOMPOK 1 ASPEK SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN DALAM PERENCANAAN (1).pptx
KELOMPOK 1 ASPEK SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN DALAM PERENCANAAN (1).pptxTristantoAnto
 
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasionalPeran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasionalIffa Tabahati
 
Industrialisasi dan perekonomian di indonesia
Industrialisasi dan perekonomian di indonesiaIndustrialisasi dan perekonomian di indonesia
Industrialisasi dan perekonomian di indonesiaDwyce Munthe
 
MATERI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN 2023.ppt
MATERI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN 2023.pptMATERI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN 2023.ppt
MATERI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN 2023.pptPengelolaTKI
 
Langkah membina negara maju dan sejahtera
Langkah membina negara maju dan sejahteraLangkah membina negara maju dan sejahtera
Langkah membina negara maju dan sejahteraJANGAN TINGGAL DAKU
 
Strategi Menarik Investor dalam Rangka Peningkatan PAD
Strategi Menarik Investor dalam Rangka Peningkatan PADStrategi Menarik Investor dalam Rangka Peningkatan PAD
Strategi Menarik Investor dalam Rangka Peningkatan PADDadang Solihin
 
Majalah-Proksi.pdf
Majalah-Proksi.pdfMajalah-Proksi.pdf
Majalah-Proksi.pdfAkuhuruf
 
HBL,7,Giri Yogo,Hapzi Ali,Hukum perburuhan,Universitas Mercu Buana,2018
HBL,7,Giri Yogo,Hapzi Ali,Hukum perburuhan,Universitas Mercu Buana,2018HBL,7,Giri Yogo,Hapzi Ali,Hukum perburuhan,Universitas Mercu Buana,2018
HBL,7,Giri Yogo,Hapzi Ali,Hukum perburuhan,Universitas Mercu Buana,2018Giriyogodwis
 

Similar to EKSPOR TKI (20)

SKKNI 2013-389.pdf
SKKNI 2013-389.pdfSKKNI 2013-389.pdf
SKKNI 2013-389.pdf
 
6, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Ethical Issues In ...
6, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Ethical Issues In ...6, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Ethical Issues In ...
6, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Ethical Issues In ...
 
Kajian produktiivitas dan perluasan kesempatan kerja
Kajian produktiivitas dan perluasan kesempatan kerjaKajian produktiivitas dan perluasan kesempatan kerja
Kajian produktiivitas dan perluasan kesempatan kerja
 
Pert 7 PIEB.pptx
Pert 7 PIEB.pptxPert 7 PIEB.pptx
Pert 7 PIEB.pptx
 
Badan pusat statistik tenaga kerja asing
Badan pusat statistik tenaga kerja asingBadan pusat statistik tenaga kerja asing
Badan pusat statistik tenaga kerja asing
 
Perkuat Pasar Modal Butuh Dukungan Seluruh Pihak
Perkuat Pasar Modal Butuh Dukungan Seluruh PihakPerkuat Pasar Modal Butuh Dukungan Seluruh Pihak
Perkuat Pasar Modal Butuh Dukungan Seluruh Pihak
 
strategi sdm dalam menghadapi persaingan global.
 strategi sdm dalam menghadapi persaingan global. strategi sdm dalam menghadapi persaingan global.
strategi sdm dalam menghadapi persaingan global.
 
KELOMPOK 1 ASPEK SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN DALAM PERENCANAAN (1).pptx
KELOMPOK 1 ASPEK SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN DALAM PERENCANAAN (1).pptxKELOMPOK 1 ASPEK SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN DALAM PERENCANAAN (1).pptx
KELOMPOK 1 ASPEK SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN DALAM PERENCANAAN (1).pptx
 
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasionalPeran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
Peran investasi dalam pembangunan ekonomi nasional
 
Industrialisasi dan perekonomian di indonesia
Industrialisasi dan perekonomian di indonesiaIndustrialisasi dan perekonomian di indonesia
Industrialisasi dan perekonomian di indonesia
 
MATERI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN 2023.ppt
MATERI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN 2023.pptMATERI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN 2023.ppt
MATERI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN 2023.ppt
 
He
HeHe
He
 
Ketenagakerjaan
KetenagakerjaanKetenagakerjaan
Ketenagakerjaan
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Langkah membina negara maju dan sejahtera
Langkah membina negara maju dan sejahteraLangkah membina negara maju dan sejahtera
Langkah membina negara maju dan sejahtera
 
Strategi Menarik Investor dalam Rangka Peningkatan PAD
Strategi Menarik Investor dalam Rangka Peningkatan PADStrategi Menarik Investor dalam Rangka Peningkatan PAD
Strategi Menarik Investor dalam Rangka Peningkatan PAD
 
Majalah-Proksi.pdf
Majalah-Proksi.pdfMajalah-Proksi.pdf
Majalah-Proksi.pdf
 
HBL,7,Giri Yogo,Hapzi Ali,Hukum perburuhan,Universitas Mercu Buana,2018
HBL,7,Giri Yogo,Hapzi Ali,Hukum perburuhan,Universitas Mercu Buana,2018HBL,7,Giri Yogo,Hapzi Ali,Hukum perburuhan,Universitas Mercu Buana,2018
HBL,7,Giri Yogo,Hapzi Ali,Hukum perburuhan,Universitas Mercu Buana,2018
 
Prencanaan SDM
Prencanaan SDMPrencanaan SDM
Prencanaan SDM
 
Perkuat pasar modal butuh dukungan seluruh pihak
Perkuat pasar modal butuh dukungan seluruh pihakPerkuat pasar modal butuh dukungan seluruh pihak
Perkuat pasar modal butuh dukungan seluruh pihak
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

EKSPOR TKI

  • 1. EKSPOR TKI DIJADIKAN PRIMADONA NONMIGAS JAKARTA -- Ekspor jasa tenaga kerja Indonesia tengah digarap serius. Pemerintah, lewat Departemen Tenaga Kerja, mencanangkannya sebagai primadona ekspor nonmigas dengan target perolehan devisa 12,5 milyar dolar AS (lebih dari Rp 25 triliun) per tahun mulai tahun 2000. Untuk mewujudkan itu berbagai kendala dalam bisnis pengiriman TKI bakal dibahas dan dicarikan jalan keluar dalam Rakornas Program Ekspor Jasa TKI. Acara ini, menurut rencana, dibuka Presiden Soeharto di Istana Negara, hari ini. Jumlah devisa tersebut diharapkan dari 2,5 juta TKI yang bekerja di luar negeri pada tahun 2000. Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief optimistis jumlah itu bisa dicapai mengingat TKI yang bekerja di luar negeri saat ini kira-kira 1,5 juta orang. Mereka terdiri atas 800 TKI di sektor formal dan sekitar 700 TKI sektor informal. "Artinya, hanya diperlukan tambahan satu juta orang agar pada tahun 2000 nanti mencapai 2,5 juta orang," ujar Latief kemarin. Ia mengungkapkan selama ini konsep pengiriman TKI ke luar negeri bersifat tradisional. Itu sebabnya, katanya, banyak timbul masalah yang terkait dengan penempatan, perlindungan, maupun penanganan TKI yang sudah habis kontrak kerjanya. Dengan menjadikannya sumber devisa utama ekspor nonmigas, menurutnya, konsep yang diterapkan haruslah mengacu pada ekspor jasa secara profesional. "Perubahan ini menuntut adanya reposisi dan reorientasi dalam strategi ekspor jasa TKI," ujar Latief. Orientasi yang cuma mengejar jumlah, misalnya. Kini, menurutnya, ekspor TKI harus mengacu pada jasa keterampilan tenaga kerja. Pelaksana ekspor serta pelayanan instansi pemerintah yang terkait dengan bisnis ini juga dituntut bekerja profesional. Latief menyebut contoh kelancaran proses penempatan TKI ke luar negeri, yang meliputi pelayanan administrasi, perizinan, serta kelengkapan surat-surat TKI. Juga adanya jaminan perlindungan hukum dan keselamatan para TKI selama bekerja di luar negeri sampai kembali ke Tanah Air. Namun kalangan pengekspor TKI mengeluhkan sulitnya mendapatkan calon TKI formal. Mereka menyebutkan indikasi adanya kemerosotan minat. "Maret ini, misalnya, Malaysia minta 350 TKI formal tapi baru bisa dipenuhi 100 orang. Itu pun lebih lambat dari waktu yang dijadwalkan,"
  • 2. ungkap Direktur Utama PT Gunamandiri Paripurna E. Holiluddin seusai melepas 54 TKI bidang tekstil ke Malaysia, Sabtu (23/3). Diperkirakan menurunnya minat calon TKI terkait dengan buruknya citra nasib TKI di luar negeri maupun perusahaan pengirimnya. Adanya kasus balai latihan kerja swasta yang menyekap calon TKI beberapa waktu lalu juga telah memperburuk situasi. "Padahal untuk TKI formal sangat sedikit kasus yang terjadi karena aspek perlindungan maupun kesejahteraannya lebih terjamin," ujar Holiluddin. Citra buruk bisnis jasa TKI yang kerap diinformasikan kepada masyarakat, menurut Holiluddin, menenggelamkan aspek positifnya. Peminat disebutnya tetap saja minim bahkan ketika syarat pendidikan untuk TKI formal diperlonggar menjadi minimal SLTP. Direktur Utama PT Megahbuana, Mohammad Idris Laena, mengemukakan pula perlunya sejumlah faktor pendukung agar bisnis pengekspor TKI bisa menjadi andalan ekspor nasional serta profesional. Dari pemerintah, katanya, diharapkan adanya bantuan informasi bursa pasar kerja serta fasilitas kredit perbankan. Fasilitas permodalan termasuk yang disebut Latief sebagai dukungan yang diperlukan bagi bisnis ekspor TKI. Dukungan lain adalah penanganan yang terkoordinasi setelah TKI habis kontrak kerjanya dan kembali ke Tanah Air. Untuk penanganan potensi TKI yang kembali ke Tanah Air, Latief berencana menjadikan mereka pengusaha kecil atau mendorong mereka berkiprah di koperasi. Mengingat keterkaitannya dengan instansi lain, program ini bakal jadi program interdep. Sebagai langkah awal, kata Latief, akan dicoba dulu memberikan pemahaman mengenai koperasi sebelum TKI ditempatkan. "Setelah kembali ke Tanah Air mereka sangat mungkin dikembangkan menjadi pionir dalam mendirikan unit-unit usaha produktif. Mengingat modal keterampilan, wawasan, maupun tabungan yang dimiliki," ujarnya. •sri CREATE EXPORT belle of non-oil workers JAKARTA - Indonesian exports of labor services was wrought serious . The Government , through the Department of Labor , reserved it as belle of the non-oil export target of 12.5 billion in foreign exchange U.S. dollar ( more than Rp 25 trillion ) per year starting in 2000 .
  • 3. To realize the various constraints in the shipping business workers will discuss and find a way out to Rakornas Export Program Service workers . This event , according to the plan , opened by President Soeharto in Presidential Palace , today . The amount of foreign exchange is expected of 2.5 million workers who work in overseas in 2000 . Manpower Minister Abdul Latief optimistic that it could be achieved given the number of workers who work outside country is currently approximately 1.5 million people . They consist of 800 workers in the formal sector and the informal sector, about 700 workers . " That is, only required an additional one million people in 2000 that later reached 2.5 million people , "said Latif yesterday . He expressed this concept for sending workers abroad traditional in nature . That 's why , he said , many problems arise associated with the placement , protection , and handling workers his contract is up . By making it a source of income The main non-oil exports , according to him , the concept is applied must refers to the export of professional services . " This change requires a repositioning and reorientation in strategy export services workers , "said Latif . orientation is just chasing numbers, for example . Now , he said , workers should refer to the export of services workforce skills . Implementing exports and services related government agencies This business also charged with working professionals . Latif called examples of smooth placement process workers abroad , which include administrative services , licensing , and the completeness of TKI letters . Also the guarantee of legal protection and safety of the workers during the working abroad to return to the country . However, the exporter workers complained about the difficulty getting candidates Formal workers . They cited indications of deterioration interest . " This March , for example , Malaysia requested 350 new formal sector but can filled with 100 people . That was slower than the scheduled time , " said Director of PT Gunamandiri Plenary E. Holiluddin after off 54 workers textiles to Malaysia , Saturday ( 23/3 ) . Predicted declining interest in prospective workers associated with poor image the fate of migrant workers abroad and companies sender . of cases private vocational training centers which confine potential workers some time ago has also aggravated the situation . " And for the formal sector is very few cases that occur because of the aspect of protection and
  • 4. welfare is guaranteed , "said Holiluddin . Bad image of business services that are often communicated to workers society , according to Holiluddin , submerge the positive aspects . Calls enthusiasts still minimal even when the education requirements formal sector eased to a minimum junior . President Director of PT Megahbuana , Mohammad Idris Laena , also suggests the need for a number of contributing factors that exporting business workers can become a mainstay of the nation's exports as well as professional . Of government , he said , is expected to help the labor market as well as the exchange of information bank credit facility . Capital facilities , including the so-called Latif as support required for export business workers . Additional support is coordinated treatment after his contract runs out workers and returned to the country . For the handling of potential workers who returned to the country , Latif plans to make them small entrepreneurs or encourage them work in the cooperative . Given its association with other agencies , This program will be inter-departmental program . As an initial step , the Latif , will be tried first provide an understanding of the cooperative before workers are placed . " After returning to the country they are very likely developed a pioneer in establishing productive business units . remember capital skills , insights , and owned savings , " he said . ? sri Pada dasarnya, masyarakat indonesia memilih menjadi TKI dan meningglkan wilayah asalnya telah didasarkan perbandingan untung rugi jika tetap berada di daerah asal dan berada di daerah tujuan. Faktor pertimbangan untung rugi tersebut didasarkan pada 2 faktor yaitu karena adanya faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull faktor). Faktor pendorong yang mendasar adalah banyaknya kemiskinan. Kemiskinan tersebut bisa dikarenakan karena rendahnya kualitas SDM yang ada sehingga tidak bisa mendapatkan perkerjaan dengan pendapatan tinggi ataupun kurangnya potensi di SDA di wilayah tersebut. Kurangnya SDM dikarenakan minimnya pendidikan dan tidak adanya potensi SDA yang ada di wilayah tersebut mengakibatkan kurangnya lapangan pekerjaan di daerah asal. Sedangkan untuk faktor penarik (pull factor) dari migrasi adalah peluang kerja yang terbuka lebar di daerah tujuan sehingga memberi kesempatan bagi para TKI untuk memperbaiki taraf hidup, serta lengkapnya sarana dan prasarana di daerah tujuan. Selain adanya faktor pendorong dan penarik, menurut martin (2003) faktor yang mendorong masyarakat melakukan migrasi dapat dibedakan lagi dalam tiga kategori, yaitu faktor demand pull,
  • 5. supply push dan network. Demand pull merupakan faktor yang mendorong permintaan migran dari daerah tujuan. Hal ini seperti terjadi pada kerjasama perekonomian amerika-meksiko yaitu permintaan tenaga kerja dari meksiko untuk bekerja di sektor pertanian di amerika. Faktor supply push merupakan keputusan melakukan migrasi karena sudah tidak adanya peluang pekerjaan di daerah asal, sedangkan network factor merupakan adanya pengaruh dari orang-orang sekitar yang memberikan informasi mengenai daerah tujuan. Semua faktor tersebut merupakan alasan masyarakat indonesia memilih menjadi TKI. Banyaknya TKI ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan wilayah. Pengaruh yang diberikan bisa dampak positif ataupun negatif. Dampak positif dari banyaknya TKI di Indonesia, antara lain: a. Memperbaiki taraf ekonomi individu yang melakukan migrasi. b. Meningkatkan perekonomian keluarga yang ditinggalkan dengan adanya pengiriman uang (remittances) dari para TKI. c. Dapat meningkatkan siklus perekonomian wilayah. Hasil pengiriman uang (remittances) dari para TKI bisa digunakan keluarga di daerah asal untuk membuka usaha kerja sehingga bisa meningkatkan perekonomian wilayahnya. d. Berkurangnya angka pengangguran dan kemiskinan di wilayah yang ditinggalkan. e. Meningkatnya pembangunan di wilayah yang ditinggalkan f. Membuka lapangan pekerjaan baru di wilayah yang ditinggalkan. Dari hasil pengiriman uang (remmitance) bisa digunakan untuk membuka usaha baru yang bisa menarik tenaga kerja. g. Meningkatnya taraf pendidikan, baik para TKI ataupun keluarga yang ditinggalkan. Hasil pengiriman uang (remmitance) bisa digunakan keluarga untuk membiayai anggota keluarga yang akan menempuh pendidikan sehingga bisa memiliki pendidikan yang baik. Selain memberi dampak positif bagi wilayah yang ditinggalkan, dampak positif adanya TKI juga dirasakan oleh negara. Selain mengurangi angka pengangguran di indonesia khususnya daerah asal, TKI juga merupakan sumber devisa yang besar bagi negara. Devisa tersebut didapat dari pengiriman uang (remittances) yang dilakukan oleh para TKI. Berdasarkan data Depnakertrans terlihat bahwa peningkatan jumlah pengiriman uang (remittances) serta devisa yang didapatkan semakin meningkat. Sudah sering dikemukakan bahwa pemicu utama TKI bekerja di luar negeri ialah persoalan kemiskinan dan kesulitan ekonomi yang menghimpit mereka. Pandangan itu, diamini semua mantan TKI yang diwawancarai dalam penelitian “Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di Kabupaten Sukabumi” yang dilaksanakan pada September 2012 di Sagaranten. Mereka mengatakan bahwa pendorong utama mereka bekerja di luar negeri ialah ingin melepaskan dari kemiskinan dan kesulitan ekonomi. Yayat Nurhayati bt Aceng (28 tahun), yang dipanggil “Epi” di Kampung halamannya di Cigodog, Sagaranten, yang sedang cuti dua bulan dari majikannya di Arab Saudi mengatakan bahwa faktor kemiskinan dan kesulitan ekonomi menjadi pendorong utama dia bekerja di luar negeri. Dengan bekerja di luar negeri, dia bisa melaksanakan hajatan “sunat” puteranya yang sudah berusia 10 tahun. Dia juga dapat membeli tanah dilapangan seluas 200 Meter2 dari hasil bekerja di Arab Saudi.
  • 6. Sambil merokok, dia mengisahkan pengalamannya bekerja sebagai Penata Laksana Pembantu Rumah (PLRT) di salah satu keluarga di Arab Saudi, yang menurut dia keluarga itu baik, tidak pernah memarahi apalagi menyiksanya sebagaimana sering diberitakan media. Hal yang sama diucapkan oleh Pipi bt Juanidi (45 tahun) yang di panggil “Ratna” di Kampung halamannya. Dia menegaskan bahwa faktor kemiskinan dan ekonomi menjadi pendorong bekerja di luar negeri. Pada tahun 2006-2010, dia bekerja di Suriah dengan gaji Rp 1.200.0000 (satu juta dua ratus ribu rupiah) perbulan. Namun malangnya, yang diterima hanya Rp 700.000 (tujuh ratus ribu rupiah) karena dipotong oleh perusahaan yang menjadi sponsor dia bekerja di Suriah. Dengan gaji sebesar itu, habis untuk biaya hidup keluarganya di Sagaranten, sehingga tidak bisa menabung. Akibatnya, tidak dapat membeli tanah dan membangun rumah seperti yang diimpikannya ketika pertama kali mau bekerja di luar negeri. Karena gagal mewujudkan impiannya, maka kehidupan rumah tangganya terus dalam kesusahan. Sambil menundukkan kepala, dia menceritakan kesulitan keluarganya yang sudah 11 kali pindah rumah kontrak. Mereka sejengkal tanahpun tidak memiliki apalagi rumah. Niatnya bekerja di luar negeri ingin membeli tanah dan bangun rumah gagal diwujudkan. Pada awal 2012, Pipi kembali mengadu nasib bekerja di luar negeri yaitu di Qatar. Akan tetapi hanya bertahan selama 2 bulan, karena pekerjaan terlalu berat (semuanya harus dikerjakan), sementara majikan perempuan sering mengunci kulkas sehingga Pipi jarang makan dan akhirnya jatuh sakit dan terpaksa berhenti dari pekerjaan. Satu-satunya harapan dia dan suaminya yang buruh tani lepas, pemerintah bisa membantu modal kepada para mantan TKI yang kurang beruntung seperti Pipi, supaya dapat berjualan atau berdagang di Pasar Sagaranten guna mendapatkan penghasilan untuk menambah penghasilan suami sebagai buruh tani yang tidak selamanya dapat pekerjaan. Investasi ke Pendidikan Kisah para TKI di Sagaranten, yang diutarakan dua orang mantan TKI, yang menegaskan bahwa penyebab utama mereka bekerja di luar negeri, karena ingin melepaskan keluarga dari lingkaran kemiskinan dan kesulitan ekonomi, menurut saya, akar masalahnya paling tidak disebabkan beberapa faktor. Pertama, pendidikan rendah. Sekitar 90 persen TKI yang bekerja di luar negeri, pendidikan mereka hanya Sekolah Dasar (SD). Kedua, TKI lebih utamakan beli tanah dan bangun rumah. Sementara investasi pada sumber daya manusia melalui pendidikan anak, kurang mendapat perhatian. Dampaknya, pendidikan anak-anak TKI tidak meningkat secara signifikan. Dampak lanjutannya, orang tuanya TKI PLRT, kemudian anaknya juga menjadi TKI PLRT. Pada hal, kalau hasil bekerja TKI di luar negeri diinvestasikan kepada pengembangan sumber daya manusia, maka anak-anak TKI bisa membawa perubahan besar dalam meningkatkan kehidupan keluarga TKI.
  • 7. Basically , people choose to become workers and Indonesia meningglkan original area has been based comparative profit and loss if it is left in the area are in the area of origin and destination . Factors benefit considerations are based on 2 factors , which were the driving factors ( push factor) and pull factors ( pull factors ) . The fundamental driving factor is the number of poverty . Poverty can be caused due to the low quality of human resources that can not get a job with a high income or lack of potential in natural resources in the region . Lack of human resources due to lack of education and lack of potential existing resources in the region resulted in a lack of job opportunities in the area of origin . As for the pull factors ( pull factor) of migration is a wide-open job opportunities in destination areas that provide opportunities for workers to improve their quality of life , as well as complete facilities and infrastructure at the destination . In addition to the push and pull factors , according to Martin (2003 ) factors that encourage people to migrate can be divided again into three categories , namely demand pull factors , push and supply network . Demand pull is a factor that drives demand for migrants from the goal area . It is like going on the American - Mexican economic cooperation is demand for labor from Mexico to work in the agricultural sector in America . Supply push factor was the decision to migrate because it is not the job opportunities in the area of origin , while the network factor is the influence of the people around that provide information about the destination . All of these factors are the reasons people choose to become Indonesian migrant workers . The number of workers is very influential on the development of the region . Effect could be given positive or negative impact . The positive impact of the number of migrant workers in Indonesia , among others : a. Improve the level of individual economic migration . b . Improve the family economy with remittances ( remittances ) from the workers . c . Can enhance regional economic cycles . Results remittances ( remittances ) from families of migrant workers can be used in the area of origin to start a business so that work can improve the region 's economy . d . Reduction in unemployment and poverty in the region left behind . e . Increased development in the area of the abandoned f . Create new job opportunities in the area abandoned . From the results of remittances ( remmitance ) can be used to open a new business that could attract labor . g . Rising education levels , either the workers or the families left behind . Results remittances ( remmitance ) can be used to finance the family family members who will be educated so they can have a good education . In addition to positively impact the abandoned territory , a positive impact is also felt by state workers . In addition to reducing the unemployment rate in Indonesia in particular areas of origin , migrants are also a major source of foreign exchange for the country . The foreign exchange obtained from remittances ( remittances ) are performed by the workers . Based on data from Ministry shows that increasing the amount of money transfers ( remittances ) as well as increasing foreign exchange earned . It has often been argued that the main drivers of workers working abroad are the problems of poverty and economic hardship that press them . That view , echoed all former workers who were interviewed in the study " Study of Complexity Dynamics Problems workers domestic helpers ( Housemaid ) in Sukabumi District " which was held on September 2012 in Sagaranten . They say that their main driver is working abroad want to break out of poverty and economic hardship . Yayat Nurhayati ACENG bt ( 28 years ) , who were called " Epi " in His hometown in Cigodog , Sagaranten , who was on leave two months of her employer in Saudi Arabia said that poverty and economic hardship became the main driving force him to work abroad . By
  • 8. working abroad , he can carry celebration " circumcision " son who is aged 10 years . He was also able to purchase land in the field of 200 meter2 of results work in Saudi Arabia . While smoking , he recounts his experiences working as helpers Helper ( Housemaid ) in one family in Saudi Arabia , which according to him was a good family , never scold let alone abused as often reported in the media . The same thing said by bt Juanidi Cheek ( 45 years old ) who in calling " Ratna " in His hometown . He asserted that poverty and economic factors to drive to work abroad . In 20062010 , he worked in Syria with a salary of Rp 1.200.0000 ( one million two hundred thousand dollars) per month . Unfortunately, however , received only Rp 700,000 ( seven hundred thousand dollars) due to be cut by companies that sponsor his work in Syria . With that salary , cost of living family out for in Sagaranten , so it can not save . As a result , it can not buy land and build a house like a dream when I first wanted to work abroad . Having failed to achieve their dreams , then the home life continues in distress . He bowed his head , he told his family that had trouble moving house 11 times the contract . They do not have a neck tanahpun let alone the house . His intention to work abroad want to buy land and build a house fail to realize. In early 2012 , Cheek returning speculate that working abroad in Qatar . But only lasted for 2 months , because the work is too heavy ( everything must be done ) , while employers often locked the refrigerator so that women rarely eat Cheek and eventually fell ill and was forced to quit the job . The only hope she and her husband were separated Hodge , the government could help the former capital to disadvantaged workers such as cheeks , in order to sell or trade in order to earn an income Sagaranten market to supplement the husband's income as a laborer who did not always work . Investments into Education The story of the workers in Sagaranten , uttered two former workers , who confirmed that the main cause of their work overseas , because they want to release the family from poverty and economic hardship , in my opinion , the root of the problem is not caused by several factors . First , a low education . Approximately 90 percent of workers who work abroad , they only primary school education ( SD ) . The second , more preferred workers buy land and build a house . While investment in human resources through education , received less attention . In effect, children's education workers do not increase significantly . The impact is more , workers Housemaid parents , then his son is also a migrant worker Housemaid . In the case , if the results of work invested overseas workers to the development of human resources , the children's workers could bring major changes to improve migrant workers' family lives . Di masa depan, pola investasi TKI dari hasil bekerja diluar negeri, harus diarahkan untuk meningkatkan sumber daya putera-puteri mereka melalui pendidikan, sehingga mencapai pendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Menengah Atas (SMA). Kalau rata-rata pendidikan TKI sudah setingkat SMA, maka dengan mudah mereka diberi pendidikan ketrampilan khusus, misalnya dilatih menjadi ahli memasak, perawat untuk anak, perawat orang tua jompo, dan atau perawat di rumah sakit. Jika hal itu bisa diwujudkan, maka gaji para TKI di perkirakan akan meningkat antara 3 sampai 5 kali lipat dari gaji sebagai TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Ketiga, wajib belajar 9 tanun belum berhasil. Pada hal pelaksanaan wajib belajar sudah lebih dari 1 dasawarsa.
  • 9. Pemerintah telah mencanangkan dan merealisasikan wajib belajar 9 tahun sebagai pengejawantahan dari peningkatan anggaran pendidikan sebesar 20 persen, tetapi belum membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Cara memecahkan masalah kemiskinan ialah memberi pendidikan yang tinggi dan berkualitas kepada anak-anak miskin. Untuk bisa mewujudkan hal itu, maka solusinya ialah memberi beasiswa penuh kepada anak-anak miskin termasuk anak-anak TKI dan mantan TKI, sehingga mereka bisa keluar dari kampung halamannya untuk belajar di daerah lain atau negara lain. Kesimpulan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berprofesi sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di luar negeri termasuk di Arab Saudi, tidak bisa dihentikan melalui kebijakan moratorium seperti yang diberlakukan sekarang di Arab Saudi. Oleh karena, pendorong utama para TKI bekerja di luar negeri adalah ingin melepaskan dari kemiskinan dan kesulitan ekonomi, maka pemerintah harus menyediakan lapangan kerja di dalam negeri, jika ingin menyetop pengiriman TKI ke luar negeri. Akan tetapi, memberi lapangan pekerjaan kepada calon TKI yang sekitar 90 persen berpendidikan Sekolah Dasar (SD), adalah tidak mudah. Untuk memecahkan persoalan sumber daya manusia (SDM) yang rendah, pola investasi pada mantan TKI harus diarahkan untuk meningkatkan SDM putera-puteri mereka dengan membiayai pendidikannya sampai ke universitas. Selain itu, sudah saatnya pemerintah didorong memberikan beasiswa penuh kepada puteraputeri mantan TKI terutama yang kurang beruntung selama bekerja di luar negeri. Disampinmg itu, sangat penting dibentuk komisi beasiswa yang dipimpin dari pakar pendidikan, sosial, tokoh agama dan masyarakat. Komisi ini dibentuk untuk mengelola pemberian beasiswa bagi mantan TNI yang kurang beruntung. Sumber dana dari APBN/APBD, BUMN/BUMD, perusahaan swasta dan perorangan dari dalam maupun luar negeri. Dengan meningkatkan SDM putera-puteri mantan TKI dan orang-orang miskin, maka terbuka peluang yang lebih besar untuk mengentaskan kemiskinan dan keluar dari kesulitan ekonomi. Secara substansial ada 3 (tiga) faktor yang mendorong seseorang menjadi TKI yaitu: 1. Motivasi Salah satu alasan utama mengapa seseorang terobsesi menjadi TKIadalah ingin merubah nasib yaitu dari serba kekurangan menjadiberkecukupan, baik papan, sandang dan pangan. Namun sayang apayang mereka impikan tersebut belum 100% terealisasi karena banyaknyaprosedur
  • 10. dan aturan yang harus mereka tempuh. Ironisnya hal tersebuttidak menjadikan mereka putus asa, justru sebaliknya mereka semakingiat dan yakin bahwa mereka akan berhasil.Namun sayang mereka (TKI) terutama yang ilegal padaumumnya miskin pengetahuan dan keterampilan sehingga seringmenjadi masalah di kemudian hari. 2. Pola pikir pragmatis Dalam bukunya yang berjudul Pragmatism (1907) William Jamesmengetengahkan bahwa inti ajaran prakmatisme adalah sesuatu itu barudianggap bernilai bila ia bermanfaat. Asal bermanfaat untuk dirinya danorang lain, apa saja bisa dilakukan termasuk menipu, menyuap,memanipulasi dan sebagainya. Seperti yang dilakukan oleh sebagianbesar calon TKI beserta beberapa instansi yang melindungi mereka. Jugatidak ketinggalan para calonya. Mereka (para TKI) tidak segan-segan utang sana utang sini, jual ini jual itu, bila perlu tipu sana tipu sinitermasuk memanipulasi identitas diri dalam hal ini soal umur sebagaimana yang dilakukan Ruyati dan para TKI lainnya. Mereka yakin dengan bekerja sebagai TKI hidup mereka akan bermanfaat tanpa berpikir cara yang mereka tempuh yang penting sukses titik. 3. Persaingan yang ketat Sebagai konsekuensi logis dari era globalisasi dan informasi, individuharus pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan. Segalanya serbacepat dan tepat termasuk dalam mencari lowongan kerja. Tidak cukup mengandalkan ijazah SMA, SMK atau PT (Perguruan Tinggi) tetapimereka (pencari kerja) harus memiliki ketrampilan tertentu yang bernilaitambah. Jika tidak, mereka akan terlibas begitu saja oleh pesaing lain.Selanjutnya mereka akan jadi pengangguran abadi. Yang lebihmenyedihkan lagi jumlah perusahaan di sektor industri saat ini semakinkecil. Sebagaimana harian Kompas tulis dalam tajuk rencananya berjudul “Bahaya Deindustrialisasi” (Kompas, 21 Mei 2011). Dilihat dari ketiga faktor tersebut maka disimpulkan faktor penyebab TKI keluar negeri adalah karena faktor ekonomi atau kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab utama pemicu tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk bekerja di luar negeri. Derita TKI juga mencerminkan kegagalan program pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja di dalam negeri, kemiskinan menjadi faktor utama lemahnya daya saing bangsa, selain kesempatan bekerja di dalam
  • 11. negeri yang terbatas serta rendahnya tingkat pendidikan yang juga sangat berpengaruh. Sekitar 90% TKI yang bekerja di luar negeri mereka hanya berpendidikan SD. Mencari pekerjaan dengan gaji tinggi di negeri ini sangatlah susah apalagi hanya bermodalkan ijazah SD. Oleh karena itu hal ini yang mendorong mereka bekerja di luar negeri berharap mendapatkan gaji yang besar dengan skill yang rendah. Sehingga kebanyakan mereka yang bekerja disana hanya menjadi pembantu rumah tangga ataupun buruh. Selain itu TKI ini juga menyumbangkan devisa bagi negara. Data dari berbagai sumber, jumlah TKI kita di luar negeri mencapai angka sekitar 8 juta orang, dengan penghasilan minimal Rp10 juta – Rp20 juta setahun per orang. Artinya mereka seharusnya mampu menghasilkan devisa minimal 160 trilyun setahun. Nilai Devisa TKI ini menempati posisi nomor dua setelah Migas, itupun merupakan kontribusi devisa hanya dari TKI legal. Jika dihitung juga kontribusi devisa dari seluruh TKI baik legal maupun TKI Ilegal, dengan disertai pembenahan dan peningkatan penanganan TKI dimasa mendatang, bukan mustahil sektor ini akan menjadi nomor satu penghasil devisa Negara kita. Devisa TKI, yang menghasilkan nomor dua itu, saat ini sebagian besar atau 90% nya merupakan devisa dari TKI non skill atau TKI Pembantu Rurnah Tangga (PRT ), dengan kondisi bahwa permintaan pasar dunia TKI PRT baru bisa kita penuhi 30%, sedangkan 70% sisanya dipenuhi oleh negara lain seperti Filipina, India dll. Dibandingkan dengan negara lain, menurut laporan World Bank, perolehan devisa (Remittance) tenaga kerja Indonesia di luar negeri masih jauh lebih rendah. Filipina sudah mencapai lebih dari USD 10 milyar, India mencapai lebih dari USD 20 milyar, sedangkan Indonesia masih di bawah USD 5 milyar. Gambaran ini menunjukkan bahwa Negara kita masih belum mengoptimalkan potensi kekuatan SDMnya sebagaimana yang dilakukan oleh Negara lain. Di lain pihak gambatan ini merupakan pendorong semangat untuk meningkatkan kinerja ketenagakerjaan kita di dunia internasional. Dengan tidak menjadi pengangguran berarti mereka telah mengurangi angka kemiskinan di negara kita. In the future , the investment pattern of results migrants working abroad , should be directed to increase the resources their daughters through education , so as to achieve minimum education of high school ( SMA ) . If the average education level of workers has high school , then they could easily be educated in special skills , for example, are trained to be an expert cook , nurse for children , elderly nursing nurses , and hospital or nursing . If it can be realized , then the salaries of workers in
  • 12. the estimate will increase between 3 to 5 times the salary of the workers domestic helpers ( Housemaid ) . Third , compulsory 9 tanun not been successful . In the case of compulsory implementation of already more than 1 decade . The Government has launched and realize compulsory 9 years as the embodiment of the education budget increased by 20 percent , but it has not brought the results as expected . How to solve the problem of poverty is to provide high -quality education to poor children . To be able to make that happen , then the solution is to give full scholarships to poor children including children, workers and former workers , so that they can get out of his hometown to study in other regions or other countries . conclusion Placement of Indonesian Workers ( TKI ) who work as domestic helpers ( Housemaid ) in foreign countries including Saudi Arabia , could not be stopped by a policy like that imposed moratorium now in Saudi Arabia . Therefore , the main driver of the workers are working abroad want to break out of poverty and economic hardship , the government should provide job opportunities in the country , if you want to stop sending workers abroad . However , giving employment to prospective migrants about 90 per cent of elementary education ( SD ) , is not easy . To solve the problem of human resources ( HR ) is low , the pattern of investment in the former workers should aim to increase their daughters HR with finance his education up to the university . In addition , it is time the government encouraged gives full scholarships to the sons of former workers who are less fortunate , especially while working abroad . Disampinmg , it is very important that the scholarship committee formed of experts led educational , social , religious and community leaders . The Commission was established to administer scholarships for former military who are less fortunate . Source of funds from the state budget / budget , state / local enterprises , private enterprises and individuals from within and outside the country . By increasing the sons of former human resources workers and poor people , then open greater opportunities to alleviate poverty and out of economic difficulties . Substantially there are 3 ( three ) factors that encourage a person is a migrant worker , namely : 1 . motivation One of the main reasons why a person becomes obsessed TKIadalah want to change the fate of underprivileged menjadiberkecukupan , good shelter, clothing and food . But unfortunately what they dreamed of is not 100 % achievable because banyaknyaprosedur and rules that they should take. Ironically it tersebuttidak make them desperate , on the contrary they semakingiat and confident that they will love their berhasil.Namun ( TKI ) , especially illegal ones Padaumumnya poor knowledge and skills so seringmenjadi problems later on . 2 . Pragmatic mindset In his book Pragmatism (1907 ) William Jamesmengetengahkan that the core teachings barudianggap prakmatisme is something that is worth when it is beneficial . Originally beneficial to other danorang himself , what can be done including cheating, bribing , manipulating , and so on . As performed by sebagianbesar prospective migrants with several agencies to protect them . Alsocan not miss the calonya . They ( the workers ) did not hesitate to there debt debt here , sell it sell it , if necessary, there Hankey Hankey sinitermasuk manipulate their identity in this matter of age , as was
  • 13. done Ruyati and other migrant workers . They are sure to work as migrant workers will benefit their lives without thinking the way that they run a successful critical point . 3 . Intense competition As a logical consequence of globalization and information era , individuharus well-adjusted to the environment . Everything is fast-paced and appropriately included in the job search . Not enough to rely on a high school diploma , vocational or PT ( Higher Education ) tetapimereka ( job seekers ) must have certain skills that bernilaitambah . If not , they will terlibas gone unnoticed by competitors lain.Selanjutnya they will be unemployed forever. Lebihmenyedihkan again that the number of firms in the industry today semakinkecil . Kompas daily as written in an editorial titled " Danger Deindustrialization " ( Reuters , May 21, 2011 ) . Views of these three factors , we conclude the causes workers out of the country is due to economic factors or poverty . Poverty is a major cause of trigger Indonesian workers ( TKI ) to work abroad . Suffering workers also reflects the failure of government programs to provide employment in the country , poverty is a major factor in the lack of competitiveness of the nation, in addition to the opportunity to work in a limited domestic as well as low levels of education were also very influential . About 90% of workers who work abroad they only had elementary . Looking for high paying jobs in this country is hard let alone only with elementary school diploma . Hence it is that drives them to work abroad hoping to get a high salary with low skills . So most of those who work there, just became laborers or domestic servants . Besides these workers also contributed foreign exchange for the country . Data from various sources , the number of our workers abroad reached about 8 million people , with a minimum income of Rp10 million - 20 million a year per person . It means that they should be able to produce at least 160 trillion of foreign exchange a year . Foreign exchange value of these workers occupy a position second only to oil and gas , and even then a foreign contribution only from legal workers . If the foreign contribution is also calculated from all workers , both legal and illegal migrants , along with improvements and improved treatment of migrant workers in the future , is not impossible that this sector will be the number one foreign exchange earner of our Country . Foreign workers , who produced the number two , this time most or 90 % of them are foreign exchange from non- skill workers or workers Rurnah Domestic Helper ( PRT ) , with the condition that the world market demand for domestic workers can only be fulfilled 30 % , whereas 70 % the rest is filled by other countries such as the Philippines , India etc. . Compared with other countries , according to World Bank reports , foreign exchange earnings ( Remittance ) Indonesian workers abroad are much lower . Philippines has reached more than USD 10 billion , India reached more than USD 20 billion , while Indonesia was still under $ 5 billion . This picture shows that our country is still not optimizing the potential of its investment in its power , as was done by other countries . On the other hand this gambatan an encouragement to improve the performance of our labor in the international world . With unemployment not mean they have to reduce poverty in our country .