1. KATOBA
Kata Katoba beradal dari kata toba. Kata toba ini sendiri dapat dipastikan berasal dari bahasa
Arab yakni taubah yang berarti menyesal. Secara harfiah taubah dapat berarti menyesali
semua perbuatan buruk yang pernah dilakukan dan berjanji untuk tidak mengulanginya
kembali. Dalam bahasa Indonesia, kata taubah diserap menjadi kata taubat. Orang yang sudah
bertaubat artinya akan kembali ke ajaran Islam dengan melaksanakan semua perintah Allah
dan menjauhi segala larangan Allah. Kata toba dalam masyarakat muna dapat berarti suci,
artinya mengembalikan sesuatu ke keadaan suci atau menjadikan sesuatu menjadi suci. Kata
katoba sendiri dapat berarti penyucian. Seorang anak yang „di-katoba‟ berarti mengembalikan
anak itu ke keadaan suci, untuk menjadi Islam sejati. Pada zaman dahulu, anak yang belum
„dikatoba‟ belum diperkenankan untuk menyentuh kitab Alqur‟an, masuk ke dalam mesjid
ataupun mendirikan sholat sebab anak tersebut belum suci. Namun saat ini seorang anak
walaupun belum „dikatoba‟ sudah dapat belajar membaca Al Qur‟an, belajar sholat, berpuasa
dan lain-lain. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa “dikatoba” berarti diislamkan.
Katoba dapat berarti pengislaman.
Proses Katoba (Pengislaman)
Sebelum masuk ke acara katoba, seorang anak yang berumur antara 6 – 12 tahun harus
dikhitan dahulu baik laki-laki maupun perempuan. Apabila anak sudah dikhitan, maka anak
tersebut sudah bisa diislamkan (dikatoba). Proses khitanan ini dapat dilakukan pada waktu
yang sama artinya setelah anak dikhitan, selanjutnya langsung „dikatoba‟ atau dapat juga
dikhitan saja dahulu sedangkan acara „katoba‟ dapat dilakukan lain waktu.
Hal-hal yang diajarkan dalam Katoba
Yang diajarkan kepada anak dalam katoba adalah sebagai berikut:
1. Mengucapkan dua kalimat syahadat sebagaimana orang yang baru masuk memeluk
agama islam.
2.
Seorang anak harus menghormati dan menghargai orang tua laki-laki karena orang tua
laki-laki itu sebagai pengganti Allah SWT. Orang tua laki-laki disini bukan hanya yang
menjadi ayahnya tetapi semua orang tua yang hampir seumur atau lebih tua dari ayahnya
harus dihormati dan dihargai.
2. 3.
Seorang anak harus menghormati dan menghargai orang tua perempuan karena orang tua
perempuan itu sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW. Orang tua perempuan disini
bukan hanya yang menjadi ibunya tetapi semua orang tua yang hampir seumur atau lebih
tua dari ibunya harus dihormati dan dihargai.
4.
Seorang anak harus menghormati dan menghargai kakak karena kakak sebagai pengganti
Malaikat Jibril. Kakak disini bukan hanya yang menjadi kakaknya tetapi semua orang
yang lebih tua darinya harus dihormati dan dihargai.
5.
Seorang anak harus menghargai dan menyayangi adik karena adik sebagai pengganti
semua kaum mukminin. Adik disini bukan hanya yang menjadi adiknya tetapi semua
orang yang lebih muda darinya harus dihargai dan disayangi
Setelah kelima hal di atas diajarkan kepada sang anak, selanjutnya sang anak diperkenalkan
jenis-jenis air yang dapat menyucikan. Air-air tersebut di antaranya adalah oeno ghuse (air
hujan), oeno kamparigi (air sumur), oeno tehi (air laut), oeno aloma (air embun), oeno saliji
(air salju/es), oeno laa (air telaga/sungai) dan oeno lede (air ledeng).
Selanjutnya seorang anak diajarkan bahwa ia harus menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangannya. Dalam tahap anak sangat ditekankan harus menjauhi larangan Allah misalnya
tidak boleh mencuri, tidak boleh berjudi, tidak boleh meminum minuman beralkohol dan
lain-lain. Selain itu sang anak juga diajarkan agar peduli terhadap lingkungan misalnya tidak
boleh merusak tanaman/pepohonan, kalau melihat batu di jalan raya sang anak harus
menyingkirkannya agar orang lain yang melewati jalan itu tidak tersandung batu tersebut, dan
lain-lain. Ditekankan pula bahwa apabila telah diislamkan maka sang anak tidak boleh lagi
memperlihatkan auratnya kepada yang bukan muhrimnya.
Setelah semua hal di atas selesai dilakukan maka selanjutnya adalah Imam membacakan doa
kepada anak-anak yang telah diislamkan, dalam acara pembacaan doa ini didahului dengan
acara bakar dupa dan tidak lupa pula “haroa” atau sesajian harus ada. Namun sesajian di sini
bukan berarti untuk menyembah berhala akan tetapi isi sesajian di sini adalah nasi, ayam
goreng, ayam gulai, cucur, wajik, kue srikaya, telur rebus, telur goreng, pisang goreng, pisang
masak yang belum dikupas dan aneka kue lainnya. Isi haroa ini tidak boleh diambil/dimakan
oleh orang lain dan hanya dapat dimakan oleh anak yang menjalani proses katoba, namun isi
haroa tadi jika tidak dapat dihabiskan oleh sang anak, maka dapat juga diberikan kepada
orang lain dan hanya anak tersebut yang dapat memberikannya, tidak boleh diwakili.