SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok.Salah satu
yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD).
Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian mencapai 6%
dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada
tahun 1976 ditemukan 1,5 juta kasus baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK
sebanyak 45.000, termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985). Menurut
National Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta penderita emfisema, tahun 1986
di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di
rumah sakit. The Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh karena
PPOK, merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima kematian di Amerika (Muray
F.J.,1988). Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di Amerika
dengan angka kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas 55 tahun (Redline S, 1991
dikutip dari Amin 1966). Pada tahun 1992 Thoracic Society of the Republic of China (ROC)
menemukan 16% penderita PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus
kematian 16,6% per 100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6 kematian di Taiwan
(Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998).
Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK.Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan angka kematian emfisema,
bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia (Hadiarto, 1998). Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan
angka kesakitan 13,5%, emfisema paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma 7,7% (Aji
Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita PPOK yang rawat Inap di RSUP Persahabatan
sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2003 ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444
(15%), dan rawat jalan 2368 (14%).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian PPOK tahun 2010
diperkirakan menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade mendatang menjadi peringkat ke-
Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi
perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan konsumsi rokok tahun
1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para
perokok remaja yang mencapai 12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan
konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi
rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun,
Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar
batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan
perhatian semua fihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu
bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien Emfisema.Sehingga
diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori dari emfisema?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi emfisema.
2. Mengetahui dan memahami etiologi emfisema.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi emfisema.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan
emfisema.
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema.
6. Mengetahui dan memahami WOC dari emfisema.
7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari emfisema.
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan emfisema.
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan pada kasus emfisema.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Emfisema
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada
jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah
penyempitan(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara
berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The American Thorack society:
1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus
terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).
2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang
udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253).
3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).
4. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The American
Thorack society 1962).
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran
ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan.Sesuai dengan definisi tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa
disertai adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”.Namun, keadaan
tersebut hanya sebagai „overinflation‟.
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada
kantung udara (alveoli) di paru-paru.Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang
diperlukan.Emfisema membuat penderita sulit bernafas.Penderita mengalami batuk kronis dan
sesak napas.Penyebab paling umum adalah merokok.
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus.Alveolus sendiri adalah
gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru.Pada penderita emfisema, volume paru-
paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya
dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya.Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-
antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini
Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang
terjadi dalam paru-paru :
1. PLE (Panlobular Emphysema/panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-paru bagian
bawah.Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli.Merupakan bentuk
morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis
mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata.PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu
tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita
emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis
kronik.
Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi
enzim alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease.Diperkirakan alfa-antitripsin sangat
penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan
cherniack, 1983).Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit
penyakit inflamasi.Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea
saat aktivitas, dan penurunan berat badan.Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering
kali timbul pada perokok.
2. CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)
Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus
tetap baik.Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus,
biasanya pada daerah paru-paru atas.Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya
kantung alveolus tetap bersisa.CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus
respiratorius.Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung
menjadi satu ruang.
Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung
menyebar tidak merata.Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan
hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal
jantung sebelah kanan.Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.CLE
lebih banyak ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok
(Sylvia A. Price 1995).
3. Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam
alveoli) sepanjang perifer paru-paru.Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari
pneumotorak spontan.
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya
bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus.Pada waktu inspirasi lumen
bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan
banyaknya mukus.Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit,
sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.
2.2 Etiologi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya
adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E
(IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga,
dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik
paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru.Rokok secara patologis dapat
menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag
alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel
skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya
lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma
bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya emfisema.Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan
infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.Bakteri yang di isolasi
paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka
kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi
udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat
fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar
pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena
perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek.
7. Pengaruh usia
2.3 Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang
akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat
dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan
paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema
merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps
sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum
kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim
paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada „dead
space‟ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan
destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi.
Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien
yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru.Yaitu penyempitan saluran nafas
ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang.Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu
defiensi Alfa 1-anti tripsin.Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru.Dengan
demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik.Didalam
paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak
terjadi kerusakan.Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru.
Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah
pankreas.Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang
aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa
-1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti
elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan
pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar
yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang
menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan
paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien
emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya
saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi
yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran
darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-
alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian
atau seluruh paru.Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi
sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam
alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya.Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan
udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.
2.4.Penyimpangan KDM
2.5 Komplikasi
Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
Daya tahan tubuh kurang sempurna
Tingkat kerusakan paru semakin parah
Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
Pneumonia
Atelaktasis
Pneumothoraks
Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
2.6 Manifestasi Klinis
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-
bertahun.Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun.Pada umur 25-35 tahun
mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru.Umur 35-45 tahun timbul batuk
yang produktif.Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan
spirometri.Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan
nafas dan meninggal dunia.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:
1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal
yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal
harus dilakukan
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada
pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang
berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza
dan infeksi pneumokokus.
3.Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih
mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan
memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-
15mg/L.
Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama
adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
b.Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan
berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba
pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu.Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning
pucat.Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium
klorida.Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan
sputum.Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas
fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan
vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.
b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
5.Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi
latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu
latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari
pada pemberian 12 jam/hari.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk
kelainan, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arter
Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf.
Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema
sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2. Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh
pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir
mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.
a) Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma;
peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan
tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
b) Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan
apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi
dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
c) TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan
emfisema.
d) Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
e) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
f) FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada
bronkitis dan asma.
g) GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram: dapat
menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat
(emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
h) JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil
(asma).
i) Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa
emfisema primer.
j)Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
k) EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis),
peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS
(emfisema).
l) EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi
keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.
BAB III
KONSEP ASKEP
3.1.Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
Keletihan, gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot
Sirkulasi
Gejala :
pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia,
distensi vena leher
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
Pucat dapat menunjukkan anemia
3. Makanan/Cairan
Gejala :
Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan
edema (bronkitis)
Tanda :
Turgor kulit buruk, edema dependen
Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)
4.Hygiene
Gejala :
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda :
Kebersihan, buruk, bau badan
5. Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa
dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
“Lapar udara” kronis
Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau,
putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)
Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat
terjadi produktif (emfisema)
Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka
panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk
gergaji)
Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda :
Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal
Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau
krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
Perkusi: hiperesonan pada area paru
Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.
6. Keamanan
Gejala :
Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
Adanya/berulangnya infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
7. Seksualitas
Gejala :
Penurunan libido
9. Interaksi sosial
Gejala :
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan
membaik/penyakit lama
Tanda :
Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu.
9. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok,
penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
3.2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
2. Kelebihan volume cairan berhubungan edema pulmo
3.3. Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas
yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
 Bunyi paru bersih
 Warna kulit normal
 Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
 Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
 Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan
dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
 Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP
atau PEEP.
 Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
 Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau
penyimpangan
 Pantau irama jantung
 Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
 Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
 Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
 TTV normal
 Balance cairan dalam batas normal
 Tidak terjadi edema
Intervensi :
 Timbang BB tiap hari
 Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
 Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
 Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
 Monitor parameter hemodinamik
 Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai
berikut :
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada
jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya.Gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas.
Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan
yang terjadi dalam paru-paru : PLE (Panlobular Emphysema/panacinar), CLE (Sentrilobular
Emphysema/sentroacinar), Emfisema Paraseptal.
Asuhan keperawatan pada penderita emfisema secara garis besar adalah membantu menjaga
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen klien.
3.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap
penderita emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini
melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal
yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35528-Kep%20Respirasi-
Askep%20Emfisema.html
http://faisalnyaanna.blogspot.com/2010/07/askep-emfisema.html

More Related Content

What's hot (14)

"Emfisema.ppt"
"Emfisema.ppt""Emfisema.ppt"
"Emfisema.ppt"
 
Gangguan organ pernafasan
Gangguan organ pernafasanGangguan organ pernafasan
Gangguan organ pernafasan
 
Materi ppok
Materi ppokMateri ppok
Materi ppok
 
Laporan Pendahuluan PPOK
Laporan Pendahuluan PPOKLaporan Pendahuluan PPOK
Laporan Pendahuluan PPOK
 
Ppt PPOM
Ppt PPOMPpt PPOM
Ppt PPOM
 
PPOK
PPOKPPOK
PPOK
 
Ppt emfisema
Ppt emfisemaPpt emfisema
Ppt emfisema
 
Copd
CopdCopd
Copd
 
Askep pada pasien ppok AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada pasien ppok AKPER PEMKAB MUNA Askep pada pasien ppok AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada pasien ppok AKPER PEMKAB MUNA
 
Systema digestivus
Systema  digestivusSystema  digestivus
Systema digestivus
 
Laporan pendahuluan dan askep ppok
Laporan pendahuluan dan askep ppokLaporan pendahuluan dan askep ppok
Laporan pendahuluan dan askep ppok
 
ppok
ppokppok
ppok
 
1620 3030-1-sm
1620 3030-1-sm1620 3030-1-sm
1620 3030-1-sm
 
Penyakit paru obstruksi menahun
Penyakit paru obstruksi menahunPenyakit paru obstruksi menahun
Penyakit paru obstruksi menahun
 

Similar to Askep emfisema. AKPER PEMKAB MUNA (20)

Makalah anvis "enfisema"
Makalah anvis "enfisema"Makalah anvis "enfisema"
Makalah anvis "enfisema"
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
Kelaianan dan penyakit pada paru paru by Sherara
Kelaianan dan penyakit pada paru paru by SheraraKelaianan dan penyakit pada paru paru by Sherara
Kelaianan dan penyakit pada paru paru by Sherara
 
Emfisema
EmfisemaEmfisema
Emfisema
 
Penyakit Pada Sistem Eksresi Manusia
Penyakit Pada Sistem Eksresi ManusiaPenyakit Pada Sistem Eksresi Manusia
Penyakit Pada Sistem Eksresi Manusia
 
Emfisema AKPER PEMKAB MUNA
Emfisema AKPER PEMKAB MUNAEmfisema AKPER PEMKAB MUNA
Emfisema AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah sistem pernapasan
Makalah sistem pernapasanMakalah sistem pernapasan
Makalah sistem pernapasan
 
Dok surya
Dok suryaDok surya
Dok surya
 
Makalah sistem pernapasan
Makalah sistem pernapasanMakalah sistem pernapasan
Makalah sistem pernapasan
 
Penyakit paru obstruktif
Penyakit paru obstruktifPenyakit paru obstruktif
Penyakit paru obstruktif
 
Emphysema paru
Emphysema paruEmphysema paru
Emphysema paru
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
Askep pada pasien ppok Akper pemkab muna
Askep pada pasien ppok   Akper pemkab munaAskep pada pasien ppok   Akper pemkab muna
Askep pada pasien ppok Akper pemkab muna
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
3. asuhan keperawatan copd, tugas kuliah
3. asuhan keperawatan copd, tugas kuliah3. asuhan keperawatan copd, tugas kuliah
3. asuhan keperawatan copd, tugas kuliah
 
Copd Akper pemkab muna
Copd  Akper pemkab munaCopd  Akper pemkab muna
Copd Akper pemkab muna
 
Copd
Copd Copd
Copd
 
Ppok AKPER PEMKAB MUNA
Ppok AKPER PEMKAB MUNA Ppok AKPER PEMKAB MUNA
Ppok AKPER PEMKAB MUNA
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Askep emfisema. AKPER PEMKAB MUNA

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok.Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun 1976 ditemukan 1,5 juta kasus baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK sebanyak 45.000, termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985). Menurut National Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit. The Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh karena PPOK, merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima kematian di Amerika (Muray F.J.,1988). Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di Amerika dengan angka kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas 55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin 1966). Pada tahun 1992 Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16% penderita PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus kematian 16,6% per 100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6 kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998). Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK.Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto, 1998). Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka kesakitan 13,5%, emfisema paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma 7,7% (Aji Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita PPOK yang rawat Inap di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di
  • 2. RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2003 ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444 (15%), dan rawat jalan 2368 (14%). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade mendatang menjadi peringkat ke- Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai 12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua fihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien Emfisema.Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep teori dari emfisema? 2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema?
  • 3. 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan memahami definisi emfisema. 2. Mengetahui dan memahami etiologi emfisema. 3. Mengetahui dan memahami patofisiologi emfisema. 4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan emfisema. 5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema. 6. Mengetahui dan memahami WOC dari emfisema. 7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari emfisema. 8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan emfisema. 1.4 Manfaat Mahasiswa mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan pada kasus emfisema.
  • 4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Emfisema Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The American Thorack society: 1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216). 2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253). 3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435). 4. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The American Thorack society 1962). Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan.Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”.Namun, keadaan tersebut hanya sebagai „overinflation‟. Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru.Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan.Emfisema membuat penderita sulit bernafas.Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas.Penyebab paling umum adalah merokok.
  • 5. Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus.Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru.Pada penderita emfisema, volume paru- paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya.Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1- antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru : 1. PLE (Panlobular Emphysema/panacinar) Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-paru bagian bawah.Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli.Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata.PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease.Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan cherniack, 1983).Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi.Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok. 2. CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar) Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik.Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas.Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap bersisa.CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius.Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.
  • 6. Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata.Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan.Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.CLE lebih banyak ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995). 3. Emfisema Paraseptal Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru.Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan. PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus.Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus.Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. 2.2 Etiologi 1. Faktor Genetik Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin. 2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
  • 7. 3. Rokok Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru.Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan. 4. Infeksi Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae. 5. Polusi Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. 6. Faktor Sosial Ekonomi Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek. 7. Pengaruh usia
  • 8. 2.3 Patofisiologi Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada „dead space‟ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok. Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru.Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang.Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin.Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru.Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik.Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan.Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas.Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien
  • 9. emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas. Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus- alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya.Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus. 2.4.Penyimpangan KDM
  • 10. 2.5 Komplikasi Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan Daya tahan tubuh kurang sempurna Tingkat kerusakan paru semakin parah Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas Pneumonia Atelaktasis Pneumothoraks Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien. Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan 2.6 Manifestasi Klinis Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun- bertahun.Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun.Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru.Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif.Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri.Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia. 2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas: 1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik. 2. Pencegahan a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
  • 11. c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus. 3.Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan: a. Pemberian Bronkodilator, Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10- 15mg/L. Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama. b.Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu.Kalau tidak ada respon baru dihentikan. c. Mengurangi sekresi mukus Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat.Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida.Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum.Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin. 4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk : a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas. b. Memperbaiki efisiensi ventilasi. c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis 5.Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu
  • 12. latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu: a. Gambaran defisiensi arter Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal. b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat. 2. Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang. 3. Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi. 4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1. a) Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma). b) Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
  • 13. c) TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema. d) Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema. e) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma. f) FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma. g) GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis. h) JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma). i) Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer. j)Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi. k) EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema). l) EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.
  • 14. BAB III KONSEP ASKEP 3.1.Pengkajian 1. Aktivitas/Istirahat Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia Kelemahan umum/kehilangan massa otot Sirkulasi Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada) Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis Pucat dapat menunjukkan anemia 3. Makanan/Cairan Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
  • 15. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis) Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema) Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis) 4.Hygiene Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari Tanda : Kebersihan, buruk, bau badan 5. Pernafasan Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma) “Lapar udara” kronis Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis) Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema) Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji) Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
  • 16. Tanda : Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru. Perkusi: hiperesonan pada area paru Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. 6. Keamanan Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan Adanya/berulangnya infeksi Kemerahan/berkeringat (asma) 7. Seksualitas Gejala : Penurunan libido 9. Interaksi sosial Gejala : Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit lama Tanda : Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu. 9. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
  • 17. 3.2. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi 2. Kelebihan volume cairan berhubungan edema pulmo 3.3. Intervensi 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan :  Bunyi paru bersih  Warna kulit normal  Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan Intervensi :  Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia  Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2  Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.  Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam  Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan  Pantau irama jantung  Berikan cairan parenteral sesuai pesanan  Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.  Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
  • 18. 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pulmo Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan :  TTV normal  Balance cairan dalam batas normal  Tidak terjadi edema Intervensi :  Timbang BB tiap hari  Monitor input dan output pasien tiap 1 jam  Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung  Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP  Monitor parameter hemodinamik  Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit
  • 19. BAB IV PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut : Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya.Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru : PLE (Panlobular Emphysema/panacinar), CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar), Emfisema Paraseptal. Asuhan keperawatan pada penderita emfisema secara garis besar adalah membantu menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen klien. 3.2 Saran Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.