Remaja usia 12-15 tahun cenderung murung, tidak stabil emosinya, dan mudah marah. Mereka juga mulai menilai orang tua dan guru secara kritis. Remaja usia 15-18 tahun mengalami "pemberontakan" sebagai bagian dari transisi menuju dewasa, sering berkonflik dengan orang tua, dan banyak memikirkan masa depan. Perbedaan individu dalam perkembangan emosi disebabkan faktor fisik, intelektual, dan ling
1. • Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun
1. Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka
2. Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri
3. Kemarahan biasa terjadi
4. Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri
5. Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif
• Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun
1. “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa
kanak-kanak menuju dewasa
2. Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
3. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi Remaja
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lunak karena mereka
telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi
itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Adapun karena anak-anak
mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung berahan lebih lama
daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh kerena itu, ekspresi
emosional mereka menjadi berbeda-beda.
Dan perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf
kemampuan intelektualnya. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan
dengan anak yang kurang sehat. Jika dilihat sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang
pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan
anak yang kurang pandai bereaksi. Tetapi sebaliknya mereka lebih dapat mampu
mengendalikan emosi.
Dalam sebuah keluarga, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi
yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di
kalangan keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih umum terdapat di kalangan keluarga kecil.
Rasa cemburu dan ledakan kemarahan lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama
dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.
Cara mendidik yang otoriter mendorong perkembangan emosi kecemasan dan takut,
sedangkan cara mendidik yang permisif atau demokratis mendorong berkembangnya
semangat dan rasa kasih sayang. Anak-anak dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi
rendah cenderung lebih mengembangkan rasa takut dan cemas dibandingkan dengan anakanak yang berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi tinggi.
Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku
Rasa takut atau marah dapat menyebabkan seseorang gemetar. Dalam ketakutan, mulut
menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah atau tekanan darah, dan
sistem pencernaan mungkin berubah selama pemunculan emosi. Keadaan emosi yang
2. menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu untuk mencerna, sedangkan
perasaan tidak senang akan menghambat atau mengganggu proses pencernaan.
Peradangan di dalam perut atau lambung, diare, dan sembelit adalah keadaan-keadaan yang
dikenal karena terjadinya berhubungan dengan gangguan emosi. Keadaan emosi yang normal
sangat bermanfaat bagi kesehatan. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan
dalam berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang
gagap. Banyak situasi yang timbul di sekolah atau dalam suatu kelompok yang dapat
menyebabkan seseorang menjadi tenang.
Seorang siswa tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, namun bisa juga
disebabkan sesuatu yang terjadi pada saat sehubungan dengan situasi kelas. Penderitaan
emosional dan frustasi mempengaruhi efektivitas belajar. Anak sekolah akan belajar efektif
apabila ia termotivasi, karena ia perlu belajar. Setelah hal ini ada pada dirinya, selanjutnya ia
akan mengembangkan usahanya untuk dapat menguasai bahan yang ia pelajari.
Reaksi setiap pelajar tidak sama, oleh karena itu rangsangan untuk belajar yang diberikan
harus berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi anak. Dengan begitu, rangsanganrangsangan yang menhasilkan perasaan yang tidak menyenangkan akan mempengaruhi hasil
belajar dan demikian pula rangsangan yang menghasilkan perasaan yang menyenangkan akan
mempermudah siswa dalam belajar.