1. Indonesia memiliki contoh praktek pengelolaan lahan berkelanjutan seperti kesetaraan gender dan upaya masyarakat adat menjaga hutan untuk mencegah perubahan iklim.
2. Masyarakat adat diakui telah menjaga hutan adat dan perlu dilibatkan dalam upaya mengurangi emisi.
3. Model pemantauan perubahan tutupan lahan penting untuk kebijakan konservasi dan produksi serta mencapai kesepakatan multilateral so
Indonesia Praktek Pengelolaan Lahan Berkelanjutan di GLF Paris
1. Delegasi Republik Indonesia
Dari Indonesia untuk Dunia: Pengelolaan Lahan untuk Cegah Perubahan Iklim
Paris, 8 Desember 2015, Indonesia memiliki contoh praktek pengelolaan lahan
berkesinambungan sehingga bisa menjadi satu upaya mencegah perubahan iklim. Indonesia
telah mempraktekkan kesetaraan gender dalam pengelolaan lahan, dan masyarakat adat
Indonesia telah mempraktekkan upaya menjaga kelestarian hutan.
Di sela-sela acara COP 21 Paris, Perancis, digelar kegiatan Global Landscapes Forum (GLF)
pada Sabtu – Minggu, 5-6 Desember. Kegiatan GLF untuk membicarakan inisiatif-inisiatif
upaya mengatasi dan adaptasi perubahan iklim dari sektor pengunaan lahan. Alih fungsi
lahan dan pengelolaan lahan yang tidak berkesinambungan turut menjadi faktor pendorong
mempercepat perubahan iklim. Di GLF digelar beragam sesi diantaranya mengenai
kesetaraan gender dan sesi masyarakat adat.
Di sesi This Land is Our Land: Gender Perspectives on Tenure and Rights dibahas bahwa
keadilan gender dalam hak kepemilikan lahan menjadi faktor penting dalam upaya restorasi
lahan di negara-negara berkembang untuk turut mencegah perubahan iklim. Perempuan
memiliki keahlian untuk mengelola lahan secara berkelanjutan dan dapat memproduksi
banyak hasil pangan, tapi di banyak negara perempuan sedikit yang memiliki lahan.
Hadi Daryanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kementerian LHK, sebagai salah satu
pembicara di sesi tersebut mengatakan Indonesia telah mempraktekkan keadilan gender
dalam hak kepemilikan lahan. Misalnya di Sumatera Barat, perempuan lebih dominan
sebagai pemilik lahan. Hal sama juga ada di beberapa daerah lain.
Menurut Hadi Daryanto, pemerintah juga memberikan inisiatif distribusi lahan untuk
perhutanan sosial. Masyarakat lokal di sekitar wilayah hutan dapat meminta izin untuk
mengelola lahan hutan milik negara. Ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lokal sekaligus tetap menjaga kelestarian hutan.
Sementara itu di sesi Pixel perfection for carbon detection: How technologies and
communities can curb global emissions from land-use change, Sekretaris Jenderal Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan masyarakata adat di Indonesia telah
mempraktekan dan terbukti mampu menjaga kelestarian hutan adat. Jadi melibatkan
masyarakat adat merupakan langkah yg paling baik untuk dapat mengurangi emisi. Namun
selama ini masyarakat adat tidak terdata dalam statistik. Karena itu di dalam global map
selain memonitor emisi, harus ada keberadaan masyaràkat karena bisa membantu negara
menjaga hutan yang ada.
Pada tanggal 6 Desember, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Dirjen PPI),
Kementerian LHK diundang untuk menyampaikan closing remarks dalam acara di Global
Landscape Forum (GLF) CIFOR 'Uncertainty in tropical landscape : emerging data and
models as a bridge between the past and visions for tomorrow". Ada beberapa isu kunci
yang dibicarakan yaitu: 1. Bagaimana monitoring dan modelling perubahan tutupan lahan
2. membantu kebijakan untuk dapat menjaga keseimbangan antara konservasi dan produksi,
2. Bagaimana butir 1 tersebut menyediakan pilihan-pilihan untuk mencapai kesepakatan
multilateral, 3. Interaksi yang diperlukan antar pihak dan antar sektor, 4. Pembelajaran dari
beberapa regional, 5. Persyaratan untuk Lembaga MRV.
Dirjen PPI menyampaikan bahwa kekuatan models sebagai decision tools adalah baik dalam
formulasi maupun implementasi kebijakan terutama yang melibatkan kompleksitas tinggi.
Namun demikian, penggunaan model, modelling, dan hasilnya harus dilakukan dengan bijak
dan tahu kekuatan dan kelemahannya. Pengambil keputusan harus tahu seberapa jauh
tingkat kepercayaan dari angka yang dihasilkan dari modeling dan model. Sebagai contoh,
untuk emisi, melalui pemahaman terlebih dahulu dari mana angka diperoleh, data yang
dipakai, termasuk skala dan dimensi waktunya serta asumsi-asumsi yang dipakai. Pada
akhirnya yang terpenting pula adalah transparansi, kejelasan, konsistensi dan pemahaman
terhadap angka adalah krusial agar digunakan secara bijak dan dapat mendekati konidisi
senyatanya.
Penanggungjawab berita dan kontak:
1. Menteri LHK, Siti Nurbaya, +628121116061
2. Utusan Khusus Presiden Untuk Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar +6281282845494
3. Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Nur Masripatin, +628121970235
4. Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam, Agus Justianto, +628129199192