1. Narasumber 1
Nama : Ibu Unah
Anak : Yuyun
Cucu : Yudi dan Syahrul
Umur : 60 tahun
Alamat : Guji Baru
Pekerjaan : Buruh cuci/ibu rumah tangga
Kondisi Fisik :
Kondisi ibu Unah sangat memprihatinkan karena kakinya yang sakit sejak tujuh tahun yang
lalu serta matanya mengalami katarak yang mengganggu penglihatan ibu Unah sehingga dia
tidak bisa melihat dengan jelas. Ibu Unah sudah pernah memeriksakan keadaannya ke dokter
dan kata dokter tulang kaki Ibu Unah terjepit. Selain itu, katarak yang dialami ibu Unah
menurut dokter sudah cukup parah dan jika di operasi bisa terkena urat syaraf.
Bagaimana perasaan mengenai kondisi tersebut?
Sedih, karena kondisi fisiknya terkadang menghalanginya untuk mencari nafkah dengan
bekerja sebagai tukang cuci. Walau begitu, Ibu Unah seringkali memaksakan diri untuk
bekerja. Menurutnya, bila dia tidak bekerja untuk hari ini, siapa yang akan membayar uang
kontrakan? Siapa yang akan memenuhi biaya hidup keluarganya
Kondisi sosial saat ini?
Ibu Unah baru meninggali kontrakan yang dia diami sekarang sekitar 1 tahun. Sebelumnya
dia tinggal di daerah Kalibata. Tetapi karena tanah yang mereka tinggali akan dibangun,
mereka dipaksa untuk pindah dan mencari kontrakan yang baru.
Kondisi kontrakan cukup memprihatinkan karena dalam satu rumah terdapat empat kamar
dan mereka berempat hanya mendiami satu kamar. Kamar keluarga Ibu Unah bersebelahan
dengan kamar mandi umum sehingga selam sesi wawancara tercium aroma yang kurang
sedap. Selain itu, peneranganpun tidak layak dan luas kamar tidak memadai untuk ditinggali
empat jiwa sekaligus. Kira-kira ukuran kamar tersebut 4x3 meter dan Ibu Unah harus
2. membayar perbulannya sebesar Rp 300.000. Kontrakan yang dihuni ibu Unah sekeluarga bila
musim hujan tiba, air selokan akan menggenang dan meluap dalam kamar kontrakan. Oleh
sebab itu kamar tempat ibu Unah dan keluarganya tinggal dibuatkan bale (tempat tidur dari
papan) agak tinggi tempat tidurnya agar supaya bila banjir tiba mereka bisa tetap mendiami
kamar tersebut.
Rencana selanjutnya?
Dengan segala keterbatasan yang dia miliki, Ibu Unah hanya berharap agar kedua cucunya
dapat sekolah setinggi-tingginya dan mencari pekerjaan yang lebih layak dari yang dia
lakukan saat ini.
Tindakannya?
Ibu Unah berjuang bersama anak perempuannya, Ibu Yuyun, untuk membiayai segala
kebutuhan rumah tangga maupun pendidikan kedua cucunya. Walau harus bekerja siang dan
malam menjadi tukang cuci serta Ibu Yuyun yang bekerja sepanjang hari membantu
membersihkan bagian kantin Universitas Esa Unggul, namun hal itu tidak memadamkan
semangat mereka dalam menghadapi tantangan-tantangan kehidupan. Ibu Unah selalu pasrah
dan berdoa pada yang Maha Kuasa bila memikirkan masa-masa sulit yang terus mereka
lewati.
Riwayat hidupnya ?
Ibu Unah berasal dari Bogor dan bersuku Sunda, yang datang merantau ke Jakarta pada
tahun 1975, mempunyai anak 7 tetapi yang masih ada hanya 3. Suaminya telah meninggal
sekitar 7 tahun yang lalu. Ibu Unah tidak pernah merasakan bangku pendidikan karena dari
kecil tidak mempunyai ayah dan ibu sehingga akhirnya dia buta huruf. Sekarang Ibu Unah
tinggal bersama seorang anak perempuannya dan 2 cucu lelaki. Anak perempuannya
ditinggal suaminya yang menikah lagi. Untuk menghidupi anak dan cucunya, Ibu Unah terus
bekerja sebagai tukang cuci walau dalam keterbatasan fisik yang dia alami.
Kesimpulan : Ibu Unah seorang ibu bahkan nenek yang tidak pantang menyerah dengan
keadaan yang ia hadapi, walaupun kakinya sakit sejak 7 tahun lalu dan matanya katarak dia
tetap semangat bekerja demi keluarga yang ia cintai. Ibu Unah di bantu oleh salah seorang
anaknya untuk mencari nafkah keluarga, anak ibu Unah ditinggal menikah lagi oleh
3. suaminya. Namun ibu Unah dan anak serta cucunya tidak pernah patah semangat untuk
menjalani hidup. Pemerintah seharusnya memperhatikan nasib orang kecil seperti ibu Unah,
ibu Unah tidak sanggup membuat kartu BPJS karena tidak sanggup membayar biaya
pembuatan BPJS, seharusnya pemerintah lebih mempermudah cara pembuatan kartu BPJS
agar mudah diakses dan terjangkau oleh semua kalangan.
Kesan : Dalam kunjungan kami ke rumah ibu Unah kami mendapatkan banyak pelajaran
hidup yang sangat berharga serta bagaimana berkomunikasi secara empati. Ibu Unah
mengajar kami untuk tidak pernah menyerah akan apa yang kita hadapi, tetap optimis,
berjuang dan berdoa ada untuk menghadapi hidup. Lewat ibu Unah juga kami belajar bahwa
keluarga adalah harta yang paling berharga yang di titipkan Tuhan kepada kita. Semua akan
terasa ringan dan mudah bila kita mau mengerjakannya secara bersama-sama dan saling
melengkapi satu dengan yang lainnya.