1. Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Mathis dan Jackson pengertian Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik
dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan dan kontrol terhadap pelaksanaan
tugas dari karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari
lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja.
Sedangkan Menurut WHO pengertian K3 adalah upaya yang bertujuan untuk
meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-
tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan
pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan.
Jadi dapat disimpulkan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen
untuk menjaga terciptanya kondisi kerja yang aman baik kesehatan fisik, mental dan sosial
pekerja, lingkungan dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. K3
bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).
Dalam K3 terdapat hukum dasar yang mengatur hak dan kewajiban bagi pekerja dan
pengusaha untuk dipatuhi dan untuk dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan. Beberapa
contoh hukum tentang K3 sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor I Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
Adanya ketetapan Undang-undang Nomor I Tahun 1970 tentang keselamatan
kerja merujuk pada Veiligheids Reglement 1910 (VR 1910, Stbl No. 406) yang
bersifat represif dan polisional yang digunakan pada saat jaman kolonialisme
sudah tidak sesuai lagi. Mengingat kondisi negara Indonesia yang sudah merdeka
dan kemajuan industrial yang pesat sehingga intensits kerja meningkat perlu
dibentuk landasan hukum baru tentang keselamatan kerja yang sesuai.
Dalam Undang-undang Nomor I Tahun 1970 memiliki 11 Bab dan 18 Pasal
dimana berisi tentang :
Bab I berisi tentang istilah – istilah unsur keselamatan kerja seperti tempat
kerja, pengurus (pemimpin), pengusaha, direktur, pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja.
Bab II membahas penjabaran ruang lingkup lebih detail yang diterangkan
dalam Bab I pasal 1 ayat 2 yaitu tentang ketentuan-ketentuan standar yang
harus dipenuhi lingkungan kerja yang aman.
Bab III membahasan pentingnya syarat – syarat keselamatan kerja dalam
lingkungan kerja.
Bab IV menerangkan status pengawasan yang dilakukan oleh direktur sebagai
pelaksana umum dan pegawai pengawas sebagai pengawas langsung. Dalam
bab ini juga menjelaskan wewenang dan kewajiban pengawas kesalamatan
kerja yang diatur peraturan perundangan.
Bab V membahas pembinaan yang harus dilaksanakan pengurus seperti
menjelaskan pentingnya K3 dalam lingkungan kerja.
2. Bab VI menjelaskan tentang pembentukan panitia pembina keselamatan dan
kesehatan kerja (P2K3) oleh Menteri Tenaga Kerja guna menjalin korelasi
yang bagus antara pemerintahan dan pengusaha.
Bab VII berisi kewajiban pengurus jika terjadi adanya kecelakaan pada panitia
pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3)
Bab VIII menerangkan tentang kewajiban dan hak tenaga kerja.
Bab IX berisi kewajiban bila memasuki tempat kerja.
Bab X menjelaskan kewajiban pengurus yang harus dilakukan.
Bab XI menerangkan ketentuan – ketentuan tentang Undang-undang Nomor I
Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
Dalam undang-undang Nomor I Tahun 1970 tentang keselamatan kerja lebih
mengutamakan standar yang harus dipenuhi oleh pengusaha sebagai pemilik
lingkungan kerja yang diharuskan menjadi tempat aman dan nyaman bagi pekerja
sebagai perwujudan dari menihilkan resiko
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan
Sesuai pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal
33 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
peranan dan kedudukan tenaga kerja sangat diperlukan pembangunan
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya
dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Tujuan dari terbentuknya
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 sebagai berikut:
Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi
Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan membahas lebih perindungan terhadap tenaga kerja yang
bertujuan: