Cerpen "Hujan di Biara" karya Hans Hayon menceritakan kisah Grace, seorang biarawati yang meninggalkan panggilannya karena jatuh cinta pada seorang pria bernama Lukas Sabtu. Cerita ini mengangkat tema cinta dan pilihan, serta mempertanyakan apa sebenarnya cinta yang membahagiakan. Melalui imajinasi yang kuat, Hans membawa pembaca menelusuri perjalanan hidup dan akhir tragis Grace.
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
CerpenBiara
1. Dari Peristiwa ke Imajinasi
(Apresiasi atas Cerpen Hujan di Biara karya Hans Hayon)
Oleh Eto Kwuta
Mahasiswa STFK Ledalero
Sebuah cerpen kadang ditafsirkan memiliki bobot tertentu, mengandung pesan-pesan
yang setidaknya mengintensifkan cara pandang pembaca terhadap kenyataan. Seperti halnya
novel, cerpen terbagi dalam dua garis besar, yaitu cerpen fiktif dan faktual. Cerpen fiktif
harus benar-benar fiksi, khayalan, bahkan impian. Cerpen semacam ini paling sering
dijumpai di tabloid atau majalah hiburan. Sedangkan cerpen faktual berangkat dari kejadian
nyata atau realitas sosial. Cerpen faktual memang juga fiksi, tetapi tidak sepenuhnya fiksi
karena masih berpijak bahkan mengais-ngais kenyataan. Cerpen faktual biasanya hadir dalam
surat kabar (surat kabar yang sudah terpercaya, seperti Pos Kupang dan Flores Pos).
Menjadi soal, ketika cerpen dilihat sebagai bentuk bacaan hiburan (muncul setiap hari
Minggu). Dan Pos Kupang, Minggu, 2 Maret 2014 menurunkan sebuah cerpen dengan judul
Hujan di Biara (Surat Untuk Tuhannya Grace) karya Hans Hayon. Cerpen yang sangat
menarik. Setelah membaca cerpen ini, saya bangga dengan kecerdasan Hans membaca
peristiwa dan mengemasnya dalam imajinasi yang memukau. Sebuah pertanyaan, apakah
cerpen ini hanyalah sebuah hiburan saja?
Bertolak dari pertanyaan tersebut, saya mengajak kita melihat lebih jauh serentak
memaknai nilai apa saja dalam cerpennya tersebut. Sehingga, cerpen bukan sekedar hiburan,
tetapi mengantar pembaca kepada satu interpretasi dan juga apresiasi.
Hans mencipta cerpennya dalam alur atau plot yang unik. Pertama, Bagian awal.
Cerpen ini mempunyai dua bagian, yaitu eksposisi dan instabilitas (ketidakstabilan).
2. Eksposisi menjelaskan atau memberitahukan informasi yang diperlukan untuk memahami
cerita. Dalam hal ini, eksposisi yang ditampilkan berupa penjelasan tentang sisi Grace di
tahun 2000. Menarik sekali karena Hans membiarkan Grace (tokoh aku) berbicara terbuka
dan penuh keyakinan. Seolah-olah Hans adalah Grace. Artinya, Hans menyelami perasaan
perempuan, bahkan pelan-pelan menjadi perempuan yang menulis, MUNGKIN akulah wanita
pertama yang berani menangis karena sebuah biara. Kegeramanku memuncak saat
panggilanku makin sekarat hanya karena lilitan aturan hidup yang baku. Kaku. Aturan yang
membuatku terpaksa beranjak pergi,...dst. Hemat saya, eksposisi tersebut mengantar
pembaca seolah-olah menjadi Grace. Kita (baca: pembaca) adalah juga aku-nya Grace yang
bebas serentak nyata. Begitu juga dengan instabilitas (ketidakstabilan), yang mana terdapat
keterbukaan. Yang dimaksud di sini adalah cerita mulai bergerak dan terbuka dengan segala
persoalannya. Hans menulis: Sesudah menemukan kebuntuan atas pertanyaan-pertanyaan
eksistensial tersebut, aku putuskan untuk mengakhiri ziarah panggilanku sebagai seorang
biarawati. Hal yang lumrah bukan, jika seorang wanita sepertiku melakukan hal demikian
dalam situasi terjepit? Tampak jelas bahwa yang dimaksud cerita mulai bergerak dan tebuka
adalah karena informasi ini belum tuntas serentak menimbulkan pertanyaan, mengapa Grace
memutuskan untuk mengakhiri panggilannya? Maka, dari ketidakstabilan ini muncul
pengembangan cerita ke tahun 1999.
Kedua, bagian tengah (tahun 1999). Ketidakstabilan di atas menimbulkan suatu
pengembangan cerita, tetapi tidak dimulai dari ketidakstabilan itu. Hans justru memulai
dengan jawaban atas pertanyaan yang muncul, seperti yang disebutkan di atas. Jawaban itu
sedikitnya menggambarkan konflik, bahwa Grace berhenti dari panggilannya karena jatuh
cinta. Seperti apa Grace jatuh cinta? Hans menguraikan; Gerbang neraka seakan melebar
pada cinta jenis ini. Cinta yang diharamkan oleh agama, masyarakat, tradisi, dan mungkin
Tuhan juga. Apakah itu cinta sesungguhnya? Atau cinta yang diharamkan? Hal yang sangat
3. menarik ialah Hans menguraikan posisi Grace yang sadar, hidup, dan kritis itu saat
berhadapan dengan persoalan cinta juga sahabat karibnya, Ratih.
Ketiga, Bagian terakhir. Hans memberi kejutan (surprise) yang terletak pada kalimat:
"Maafkan aku, suamiku. Aku hanya sanggup menatapmu dari tempat ini tanpa berbuat
banyak untuk menolongmu," . Saya justru tidak menemukan Hans menguraikan bagaimana
kematian Grace, tetapi saat membaca kalimat ini, saya akhirnya paham kalau peristiwa
kematian itu sudah diuraikan pada bagian tengah cerpen, yaitu tampak dalam kalimat; Ketika
pagi belum terlalu dewasa, betapa kagetnya Ratih saat menemukan Grace tak ada..dst. Luar
biasa, Hans mengedepankan sisi "Grace" yang masih mencintai suaminya walaupun ia sendiri
mati karena suaminya, Lukas Sabtu. Dalam ceritanya, kita dihadapkan akan pertanyaan-pertanyaan
reflektif tentang cinta dan pilihan. Grace adalah sebuah keberanian dalam
mencintai. Setelah membaca kisah ini, bertanyalah kepada diri Anda sendiri: "Apakah cinta
yang membahagiakanmu?"
Dengan begitu, cerpen Hans sungguh berangkat dari peristiwa ke imajinasi. Hans
membaca peristiwa yang pernah terjadi dan meraciknya kepada imajinasi. Imajinasi memang
sifatnya begitu individualistik. Namun, kekuatan imajinasi membebaskan satu karya dari
keterikatan penulis dengan suatu peristiwa. Hans telah menunjukkannya bagi kita. Profisiat
untuk Hans Hayon!*