1. A .PENDAHULUAN
Segala puji hanya milik Allah swt yang telah mensyariatkan bagi hamba-hambanya suatu ibadah
yang berguna untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah puasa yang merupakan ibadah pokok yang
ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam. Karena itu kita benar-benar mengharap ibadah puasa kita
diterima oleh Allah SWT, maka kita harus menjalankan ibadah ini sesuai dengan pedoman dan tuntunan
yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.[1]
Sebagai seorang muslim tentunya kita ingin segala aktivitas yang dilakukan tidaklah mengganggu
puasa yang sedang kita jalani. Allah subhanallahu wata’ala telah memberikan keringanan untuk berbuka dari
shoumnya bagi siapa saja yang memiliki udzur syar’i. Yang menjadi permasalahan bagi kita sekarang ini
adalah apakah para pekerja berat yang menghabiskan banyak tenaganya, masih diwajibkan berpuasadi bulan
suci Ramadan! Tidakkah puasa itu memberatkan atau mengurangi produktivitas mereka? inilah yang
menjadi pembasan dalam makalah ini.
B. PEMBAHASAN
Puasa adalah amalan yang sangat utama. Di antara ganjaran puasa disebutkan dalam hadits berikut,
ُّلُكُُّّلََمعُُّّْنباَُُّّمَدآَُُُّّفعاَضُيُُُّّةَنَسَحْالُُُّّرْشَعُّاَهالَثْمَأُّىَلإُُّّةَئامْعبَسُُّّْفعضَُُّّلاَقُُُّّ ّاَللَُُّّّزعُُّّّلَج َوُُّّّلإَُُّّم ّْوصالُُُّّهّنإَفُّىلُّ
اَنَأ َوُّىجْزَأُُّّهبُُُّّعَدَيُُُّّهَت َْوهَشُُُّّهَامَعَط َوُُّّْنمُّىجْلَأُُّّمّائصللُُّّانَتَح ْرَفُُّّةَح ْرَفَُّدْنعُُّّهرْطفُُّّةَح ْرَف َوَُّدْنعُُّّاءَقلُّ.ِّهب َرُّ
ُُّوفُلُخَلَوُُّّيهفُُُّّبَيْطَأَُّدْنعُُّّّاَللُُّّْنمُُّّيحرُُّّْكسمْال
“Setiap amalan kebaikanyangdilakukan olehmanusia akandilipatgandakan dengansepuluh kebaikanyang
semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa.
Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah
meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua
kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.
Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi”
1. Pengertian Ibadah Puasa
a. Pengertian Ibadah
Ibadah merupakan perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah Swt yang didasari
mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[2] Ibadah secara bahasa (etimologi)
berarti “ta’at” menurut,mengikuti, tunduk yaitu tunduk yang setinggi-tingginya dengan
do’a.[3] Sedangkan secara terminologi, para ulama fiqh memberikan definisi ibadah sebagai
berikut: Yusuf Qardhawi memberikan definisi ibadah adalah puncakperendahan diri seseorang
yang berkaitan erat dengan puncak kecintaan kepada Allah Swt.[4] Abdullah Siddik
berpendapat bahwa ibadah adalah usaha manusia yang dipersembahkan kepada Allah SWT
2. yang Maha Esa demi keselamatan diri manusia masing-masing di dunia dan di akhirat dan
berpokok lima. Kelima ibadah itu disebut dalam syari’at dengan hokum Islam.[5]
Beberapa definisi tersebut, meskipun berbeda kalimatnya, akantetapi tidak berjauhan
maksudnya. Ibadah merupakan mengabdi, tunduk,taat kepada Allah Swt. Ibadah adalah
ketundukan kepada Allah Swtdengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya.Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian ibadah adalah usaha dan perbuatan
manusia yang dilakukan untuk memperolehkeselamatan bagi dirinya di dunia dan akhirat.
b. Pengertian Puasa
a. Pengertian puasa secara etimologi
Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebutkan arti dari al-Shaum dalam rukun
Islam keempat ini dalam Bahasa Arab disebut , صومyang berarti puasa.[6] Dalam Bahasa Arab
dan al-Qur’an puasa disebut shaum atau shiyam yang berarti menahan diri dari sesuatu dan
meninggalkan sesuatu atau mengendalikan diri.[7]
b. Pengertian puasa secara terminology.
Pengertian puasa secara terminology (makna istilah), ialah menahan diri dari segala yang
membatalkan, sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat karena Allah SWT.[8] Ulama fiqih
sepakat mendefinisikan puasa dengan menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan, yang
dilakukan oleh orang mukallaf pada siang hari mulai terbit fajar sampai terbenamnya mata hari. Firman
Allah Swt.:
Artinya“…Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…” (Al-
Baqarah:187)[9]
2. Dasar Hukum Puasa
Allah Swt. memerintahkan hambanya untuk beribadah kepada-Nya.Pada bulan Ramadhan Allah Swt.
mewajibkan pada umat-Nya yang beriman untuk menjalankan ibadah puasa. Sebagaimana dalam firman
Allah SWT. surat al-Baqarah ayat 183:
Artinya“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah:183)[10]
Pada awal ayat dipergunakan kata-kata panggilan kepada orang orang yang beriman
( )امنوا tentu hal ini mempunyai maksud-maksud yang terkandung didalamnya. Karena puasa
itu bukan suatu ibadah yang ringan,yakni harus menahan makan, minum, bersenggama dan
keinginan-keinginan lainnya. Sudah tentu yang dapat melaksanakan ibadah tersebut hanyalah
orang-orang yang beriman saja. Dalam hal ini Prof. Hamka menjelaskan:“Abdillah bin Mas’ud
pernah mengatakan, bahwa apabila sesuatu ayat telah dimulai dengan panggilan kepada orang-
3. orang yang percaya sebelum sampai ke akhirnya kita sudah tahu bahwa ayat ini
mengandung perihal yang penting ataupun suatu larangan yang berat. [11]
Berdasarkan ayat di atas tegas bahwa, Allah Swt. mewajibkan puasa kepada hamba-
hamba-Nya yang beriman, sebagaimana Dia telah mewajibkan
kepada para pemeluk agama sebelum mereka. Dia telah menerangkan
sebab diperintahkannya puasa dengan menerangkan sebab diperintahkannya puasa dengan
menjelaskan faedah-faedahnya yang besar dan hikmah-hikmahnya yang tinggi, yaitu
mempersiapkan jiwa orang yang berpuasa untuk mempercayai derajat yang takwa kepada
Allah Swt dengan meninggalkan keinginan-keinginan yang dibolehkan demi mematuhi
perintah-Nya dan demi mengharapkan pahala dari sisi-Nya, supaya orang mukmin termasuk
golongan orang-orang yang bertakwa kepada-Nya yang menjauhi laranganlarangan-
Nya.Perintah puasa bagi umat Islam diwajibkan oleh Allah SWT. pada bulan yang mulia yaitu
bulan Ramadhan karena di bulan Ramadhan itulah diturunkan al-Qur’an kepada umat manusia
melalui Nabi besar Muhammad Saw.
3. Syarat dan Rukun puasa.
Pada ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa atas:
a). Syarat wajib puasa yang meliputi:[12]
1. Berakal (‘aqli) Orang yang gila tidak diwajibkan puasa
2. Baligh (sampai umur) Oleh karena itu anak-anak belum wajib berpuasa
3. Kuat berpuasa , Orang yang tidak kuat untuk berpuasa baik karena tua atau sakit yang
tidak dapat diharapkan sembuhnya, tidak diwajibkan atasnya puasa, tapi wajib bayar fidyah.
b). Syarat syah puasa yang mencakup:[13]
1. Islam, Orang yang bukan Islam (kafir) tidak sah puasa
2. Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan yang baik denganyang baik)
3.Suci dari pada darah haid, nifas dan wiladah Wanita yang diwajibkan puasa
selama mereka tidak haid.Nifas dan wiladah disamakan dengan haid. Bedanya bila sang ibu
itu menyusui anaknya ia boleh membayar fidyah.Pada shalat, bagi orang haid lepas sama sekali
kewajiban shalat, sedangkan pada puasa tidak lepas, tetapi didenda untuk dibayar (diqadha)
pada waktu yang lain.
4.Dikerjakan dalam waktu atau hari yang dibolehkan puasa.
4. c). Rukun Puasa.
Rukun Puasa antara lain:
1.Niat.
Niat adalah azam (berketatapan) di dalam hati untuk mengerjakan puasa sebagai
bentuk pelaksanaan perintah Allah dan taqarrub (pendekatan diri) kepada-Nya.
Sabda Rasulullah :
)اَمَّنِإالَمْعَألْاِاتَّيِِّنالِبَوِإاَمَّنِِّلكِلئ ِرْاماَمََونى(…
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung dengan niatnya, dan setiap orang akan
mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya”(HR Al-Bukhari) [14]
Kedudukan niat ini menjadi sangat penting untuk puasa wajib. Karena harus sudah
diniatkan sebelum terbit fajar. Dan puasa wajib itu tidak syah bila tidak berniat sebelum waktu
fajar itu.
Sabda Rasulullah :
)ْنَمْمَلْتِيَبيَامَيِّ ِلصَاَلْبَقِرْجَفلْاَلَفَامَي ِصهَل([رواهُّ]الخمسة
“Barang siapa yang tidak berniat ash-shaum di malam hari sebelum terbitnya fajar maka
tidak ada shaum baginya.” [H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad][15]
2.Imsak (menahan).
Imsak artinya menahan dari makan, minum, hubungan seksual suami istri dan
semua hal yang membatalkan puasa, dari sejak fajar hingga terbenamnya matahari.
Artinya“…Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…”
(Al-Baqarah:187)[16]
4. Puasa Bagi Pekerja Berat
a. Keringanan Bagi Orang yang Puasa Ramadhan.
Puasa Ramadhan diwajibkan bagi tiap mukmin yang aqil (yang sudah dapat
membedakan sendiri antara yang baik dan buruk). Baligh (sudah dewasa dan qaddir dan sehat
jasmani).Wajib dijalankan selama hayat dikandung badan, dimanapun juga. Apabila seseorang
atau sekelompok orang-orang benar-benar tidak mampu atau sukar sekali untuk
menjalankannya, baru terbuka kelonggaran adalah mereka yang puasa itu menyiksa baginya.
Kalau diperinci orang-orang yang diberi kelonggaran adalah sebagai berikut:[17]
1). Orang sakit dan orang yang dalam perjalanan.
5. Golongan ini dibebaskan dan wajib puasa selama sakit atau selama musafir. Akan tetapi
mereka diwajibkan mengganti puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-hari lain.
2). Perempuan dalam haid (menstruasi), perempuan hamil dan perempuan yang menyusui anak.
Tapi mereka harus mengqodho lain-lain yang mereka tiada berpuasa atau mereka membayar
fidyah, bagi kedua golongan yang terakhir ini.
3). Orang tua yang sudah lanjut umur tiada kuasa lagi berpuasa.
4). Orang sakit yang tidak ada harapan lagi sembuh dari sakitnya
5).Mereka yang bekerja berat, dan karena berat kerjanya itu tidak kuasa puasa, seperti pekerja-
pekerja tombang, penarik becak, buruh-buruh kasar di pabrik-pabrik dan di pelabuhan-
pelabuhan dan sebagainya. Jadi bukan keinginan yang Allah SWT. tetapi keadaan yang benar
benar tidak memungkinkan Dia berpuasa. Apabila terhalang mengerjakan puasa boleh tidak
berpuasa di bulan itu, untuk mengerjakannya sesudah halangan itu lenyap. Atau mengganti
puasa tersebut dengan hari-hari lain. Tetapi kalau halangan itu terus menerus sehingga betul-
betul tidak mampu mengganti hari-hari tidak berpuasa itu dengan hari-hari lain, bolehlah ia
mengganti tiap hari wajib puasa dengan memberi sedekah makanan kepada orang miskin tiap-
tiap hari sebanyak ¾ liter beras satu dengan uang yang seharga dengan beras itu (fidyah) Puasa
itu wajib tetapi Islam tidaklah memberatkan dan menyaksikanpenganutnya, tapi untuk
mewujud jalan baginya, di dunia dan di akhirat.
Apabila suatu kewajiban yang dibebankan Islam benar-benar tidak terpikat (sehingga
benar-benar bersifat menyiksa) dengan sendirinya datang kelonggaran. Disebutlah firman
Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 286:
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Q.S.
al-Baqarah: 286).32[18]
Pada ayat terakhir S. Al Baqarah ialah lanjutan dan gambaran orang yang beriman
bersama Rasul itu. Dan mengandung pula sambutan Tuhan atas permohonan ampun mereka
jika terdapat kekurangan pada amal mereka. Allah berfirman: memang tidaklah ada suatu
perintah dan didatangkan oleh Tuhan yang tidak akan terpikul oleh tiap-tiap diri. Tidak ada
perintah yang berat, apalagi kalau iman telah ada. Seumpama perintah sembahyang tidak
sanggup berdiri boleh duduk atau tidak sanggup duduk, boleh tidur. Tidak ada air bolehlah
tayamun. Puasa di dalam musafir dan sakit, boleh diganti di hari yang lain.[19] Dengan
demikian puasa itu ialah untuk melindungi mu’min dan kejahatan bukan untuk menyiksa atau
memasukkannya. Karena itu anak juga belum diwajibkannya puasa, namun demikian ia sudah
6. dibiasakan sebagai persiapan dan latihan untuk ketika aqil baligh, yang nantinya puasa sudah
menjadi kebiasaannya.
b. Beberapa argumen tentang puasa bagi pekerja berat.
1).Menurut Sayyid Rasyid Ridha dalam Al-Manar
menyatakan bahwa orang tua usia dan lemah, orang yang sakit berbulan bulan atau
bertahun tahun yang tidak dapat diharap sembuh lagi,perempuan yang sedang hamil dan
perempuan yang sedang menyusui anak,orang yang mencari penghidupan dengan bekerja
berat,apabila mereka tidak sanggup berpuasa,dan membayar fidyah. Syaikh Muhammad
Abduh dan Syaikh Abdul Fatah menambahkan kelompok yuthiiqun ini dengan para pekerja
berat, yaitu orang yang mencari penghidupan dengan jalan bekerja berat (buruh
kasar).Contohnya, pekerja tambang, buruh pemecah batu, penggali tanah, dan narapidana yang
dihukum kerja paksa secara terus menerus. Artinya, orang-orang yang mencari kehidupan
dengan menguras tenaga sehingga tidak kuat bekerja boleh untuk tidak berpuasa dengan
membayar fidyah.[20]
Hal yang senada juga diutarakan oleh M,Quresy Shihab,[21] Jika anda sangat
membutuhkan pekerjaan itu, dan Anda sangat merasa letih bila berpuasa sambil bekerja, Anda
tidak wajib berpuasa. Tetapi Anda wajib membayar fidyah sekitar setengah liter beras setiap
hari selama Anda tidak berpuasa.
2).Ulama Arab Saudi dan Iran mewajibkan puasa bagi para pekerja berat.
Ada pun tidak ada yang tidak puasa karena pekerjaan. Jika pekerjaan itu berat, sebaiknya cari pekerjaan
lain yang tidak berat. Atau gunakan alat yang meringankan misalnya seorang penarik becak, bisa
menggunakan becak listrik/motor, atau pekerja bangunan bisa memakai bor listrik, gergaji listrik, crane, dsb.
Tapi Allah juga tidak mau mempersulit ummatnya. Jadi berusahalah untuk mencari pekerjaan yg ringan,
atau alat untuk meringankan pekerjaan. Coba puasa sekuat mungkin. Jika tidak kuat, ganti puasa di lain hari
atau membayar fidyah. Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 185:
للادْي ِريمكِبدْي ِري ََلَو َرْسيْالمكِبَرْسعْال
“…Allah Menghendaki kemudahan bagimu, dan tidakmenghendaki kesukaran bagimu…”
Pekerjaan tidaklah menyebabkan bolehnya berbuka di bulan Ramadhan, karena berbuka hanya boleh
bagi orang yang sakit dan musafir, haid, hamil dan menyusui jika keduanya (hamil dan menyusui, -pent)
takut kepada dirinya (mudharat) atau terhadap anaknya.
7. Adapun pekerjaan maka hal tersebut tidak menyebabkan bolehnya berbuka. Orang yang bekerja tetap
bekerja dan berpuasa. Jika dia tidak kuat untuk bekerja dalam keadaan berpuasa maka dia tinggalkan
pekerjaan tersebut dan mencari pekerjaan yang lain yang bisa dia kerjakan sambil berpuasa. Dan pekerjaan
itu banyak. Orang yang bekerja tidak boleh berbuka karena dia mukim, tidak safar, dan juga dia sehat tidak
sakit, dan dia tidak mempunyai udzur dari udzur-udzur yang disyariatkan yang diberi keringanan bagi
orang yang berpuasa untuk berbuka. Maka wajib bagi dia untuk bekerja dan berpuasa dan wajib bagi dia
untuk smencari pekerjaan yang tidak bertentangan dengan puasanya . Barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah maka Allah akan memberikan jalan keluar dan memberi rizki padanya dari arah yang dia tidak
sangka-sangka. Dan kaum muslimin tetap berpuasa semenjak Allah wajibkan puasa, mereka bekerja dan
berpuasa, mereka tidak meninggalkan puasa karena pekerjaan walaupun diketahui mereka melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang berat dan sangat melelahkan, walaupun demikian tidak dikenal dalam sejarah
Islam atau dari Salafus Shalih bahwasanya mereka berbuka karena pekerjaan sementara mereka sedang
mukim dan sehat. [22]
Fatwa Fadhilatus Syaikh Muhammad ibnu Shalih ‘Utsaimin nomor 395[23] Ia
berpendapat dalam permasalahan ini adalah tidak berpuasanya dia dengan alasan pekerjaan
adalah sesuatu yang diharamkan dan tidak diperbolehkan. Jika tidak memungkinkan baginya
untuk menggabungkan antara pekerjaan dan puasa (berpuasa sambil bekerja). Maka hendaknya
dia meminta cuti selama bulan Ramadhan, sebab puasa Ramadhan salah satu rukun dari rukun-
rukun Islam yang tidak boleh dilalaikan.
3).Imam Abu Bakar Al-Ajiri :
mengatakan bahwa jika ia mengkhawatirkan kondisinya karena pekerjaan berat yang
ia lakukan maka dia boleh tidak berpuasa dan wajib mengqadha’nya. Namun, mayoritas
ulama mengatakan bahwa mereka tetap wajib berpuasa dan jika ternyata ditengah hari
dia tidak mampu lagi melanjutkan puasanya, barulah ia membatalkannya dan wajib
mengqadha’ nya. Sebagaimana firman Allah:
PenyayangMahaadalahAllahSesungguhnyadirimu;membunuhkamujanganlahdan“
29]Annisa[Surat.”kepadamu.”
Jika memang dalam kondisi yang membahayakan jiwanya, maka kepada mereka diberi
keringanan untuk berbuka puasa dengan kewajiban menggantinya di hari lain. Tetapi mereka
harus berniat dahulu untuk puasa serta makan sahur seperti biasanya. Pada siang hari bila
ternyata masih kuat untuk meneruskan puasa, wajib untuk meneruskan puasa. Sedangkan bila
8. tidak kuat dalam arti yang sesungguhnya, maka boleh berbuka. Namun wajib menngganti di
hari lain serta tetap menjaga kehormatan bulan puasa dengan tidak makan di tempat umum.
Ibnu Hajar al-Haitami Mengatakan,”Dibolehkan meninggalkan puasa bagi pekerja berat
seperti,tukang tuai padi atau kuli bangunan,baik untuk dirinya atau untuk orang lain,baik untuk
ia kerjakan itu dengan member bantuan,ataupuan dengan jalan menerima upah,jika tidak
diselesaikandalam bulan puasa,ia memperoleh kerugian.mereka harus mengqadhanya. [25]
9. C: . KESIMPULAN
Dari pemakaran pemakalah diatas dapat kami ambil kesmpulan:
Para Fuqoha’ (ahli fikih) memperbolehkan meninggalkan puasa bagi para pekerja keras
yang terpaksa harus bekerja di siang hari Ramadhan demi mencukupi kebutuhannya serta
keluarganya. Dengan ketentuan dimalam hari ia harus berniat dahulu untuk puasa serta makan
sahur seperti biasanya, Namun ia harus (wajib) mengqadha’ puasa yang ditinggalkannya di lain
hari, setelah terlepas dari kesibukan yang melelahkan demikian itu. Apabila ia tidak
menemukan hari luang hingga ia meninggal dunia, maka ia tidak terkena hukum wajib qodha’
dan juga tidak terkena hukum wajib memberi wasiat bayar fidyah. Apabila ia yakin atau
mempunyai prediksi yang sangat kuat, bahwa ia tidak akan punya kesempatan untuk
mengqadha’ puasa di lain hari, maka ia dihukumi sebagaimana orang tua renta (boleh
meninggalkan puasa dan harus mengganti setiap harinya 1/2 sha’ bahan makan atau nilai
tukarnya [membayar fidyah).
Catatan: satu sha’ = 4 (empat) mud. 1 (satu) mud = 675 gram atau 688 liter (pen). Lihat Glosari Zakat
10. DAFTAR PUSTAKA
1. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Jakarta: CV Haji Masangung,1994.
2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai
Pustaka, 1997
3. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Jakarta: Bulan Bintang, 1985
4. Yusuf Qardhawi, Konsep Kaidah dalam Islam, Surabaya: Central Media, 1993.
5. H. Abdillah Siddik, SH., Azas-azas Hukum Islam, Jakarta: Wijaya, 1982
6. K.H.Adib Bisri dan K.H. Munawar Al-Fatah, Kamus Indonesia Arab, Arab Indonesia,
Surabaya: Pusaka Progesifme, 1999
7. Muhammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1998
8. Sulaiman Rasid Fiqih Islam ,Bandung.PT Sinar Baru Algensindo,1994
9. Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemah perkata,Yayasan Penyeleng gara Penerjemah
/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran , Bandung:PT. Syaa mil cipta madya, 2007
10 .Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid II, Jakarta: PT. Pustaka, Panji Mas, 1994
Team penyusun texk book ilmu fiqih I, Ilmu Fiqih, Jilid I Jakarta: Proyekpembinaan prasaran
dan sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1983
11. TM. Hasby Ash-Shuddiqie, Pedoman Puasa, Semarang: PT. Pustaka RizkiPutra, 1997
12.Muhammad Zuhri,Terjemah Hadits Shahih Bukhari I Semarang,PT,Karya Toha Putra Semarang,2007
13. Abu Daud Kitabush Shiyaam, bab 71, hadits no. 2454, Shohih Sunan Abi Daud hadits no.
2454
14. Nazaruddin Razak, Dienul Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid. IV,Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve
15.http://ramadan.detik.com/read/2010/08/12/085840/1418691/971/puasa-bagi-pekerja-
bangunan
16. (Fatwa Fadhilatus Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hal 137/no, 210)
17. Majalah An-Nashihah vol. 07 / 1425 H, hlm 11 & 12