SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership)
Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia
P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id
Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance
Kepada Jakarta, 23 Mei 2016
Yth. Menteri Komunikasi dan Informatika
Bapak Rudiantara
di Jakarta
Mengacu pada ajakan untuk menyampaikan tanggapan1
atas Rancangan Peraturan Menteri (RPM)
tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet2
, yang untuk selanjutnya
disebut sebagai RPM Over-the-Top (OTT), maka bersama ini kami dari ICT Watch menyampaikan 7
(tujuh) butir tanggapan sebagai berikut:
1) Deskripsi yang tertulis pada RPM OTT dapat mengakibatkan over-generalized
dan over-regulated pada implementasinya.
2) RPM OTT rentan mengulang permasalahan yang sama dengan keberadaan RPM
Konten Multimedia yang kontroversial.
3) RPM OTT memberi tugas (beban – Red.) kepada BRTI melebihi dari kapasitas,
kompetensi dan kewenangannya.
4) Indonesia belum memiliki regulasi yang komprehensif untuk jaminan hak privasi
dan/atau perlindungan data pribadi, sebagaimana disyaratkan di RPM OTT.
5) Pelaku startup digital, teknoprenuer dan pengusaha UMKM online lokal, dapat
menjadi target pembebanan pungutan PNBP, menurut RPM OTT.
6) RPM OTT ini memiliki kecenderungan ingin memiliki fungsi penyensoran dan
diskriminasi (trafik) konten.
7) Perlu tertulis ada perlindungan atas hak konsumen yang kuat dan persaingan
usaha yang sehat dalam RPM OTT.
Adapun penjelasan lebih lengkap berikut dengan saran terkait, adalah sebagai berikut:
1. Deskripsi yang tertulis pada RPM OTT dapat mengakibatkan over-generalized dan
over-regulated pada implementasinya.
Tertulis dalam pasal 1 RPM OTT, ada 3 (tiga) kategori layanan: 1). layanan aplikasi
melalui Internet, 2). layanan konten melalui Internet dan 3). layanan over-the-top (OTT).
Adapun layanan over-the-top, sebagaimana dideskripsikan, berupa layanan aplikasi
melalui Internet dan/atau layanan konten melalui Internet. Namun demikian, karena
memang keterbaruan dari perkembangan teknologi, kategorisasi ketiga layanan tersebut
belum ada dalam regulasi terkait, semisal pada Undang-undang (UU) no 36 tahun 1999
tentang “Telekomunikasi”3
dan peraturan-peraturan turunannya.
1
https://kominfo.go.id/content/detail/7398/siaran-pers-nomor-35pihkominfo42016-tentang-uji-publik-rpm-penyediaan-
layanan-aplikasi-danatau-konten-melalui-internet/0/siaran_pers
2
https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/4761/Draft%20Uji%20PUblik%20Rancangan%20Permen%20Kominfo
%20tentang%20Penyediaan%20Layanan%20Aplikasi.pdf
3
http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1999_36.pdf
ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership)
Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia
P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id
Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance
Kategorisasi penyelenggara telekomunikasi berdasarkan UU 36/1999 ada 3 (tiga), yaitu:
1). penyelenggara jaringan telekomunikasi, 2). penyelenggara jasa telekomunikasi dan
3). penyelenggara telekomunikasi khusus. Adapun yang disebut penyelenggara jasa
telekomunikasi berdasarkan PP 52/2000 tentang “Penyelenggaraan Telekomunikasi”4
dibagi lagi menjadi 3 (tiga) yaitu: 1). penyelenggara jasa teleponi dasar, 2).
penyelenggara jasa nilai tambah telepon dan 3). penyelenggara jasa multimedia.
Lantas yang dimaksud dengan penyelenggara jasa multimedia berdasarkan Kepmenhub
21/2001 tentang “Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi”5
dan perubahannya, terdiri
atas 4 (empat) jenis, yaitu: 1). jasa akses Internet (ISP), 2). jasa interkoneksi Internet
(NAP), 3). jasa Internet teleponi untuk keperluan publik dan 4). jasa sistem komunikasi
data. Adapun penyelenggara jasa multimedia selain sebagaimana 4 jenis di atas, tertulis
(akan) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Memang pada Kepmenhub 21/2001 yang belum diubah, penyelenggara jasa
multimedia terdiri atas 9 (sembilan) jenis, yaitu: 1). jasa televisi berbayar, 2). jasa akses
Internet (ISP), 3). jasa interkoneksi Internet (NAP), 4). jasa Internet teleponi untuk
keperluan publik, 5). jasa wireless access protocol, 6). jasa portal, 7). jasa small office
home office (SOHO), 8). jasa transaksi online dan 9). jasa aplikasi packet-switched.
Tampaknya RPM OTT tersebut mencoba melakukan pendekatan dengan memasukkan
layanan over-the-top dalam kategori penyelenggaraan jasa telekomunikasi, khususnya
penyelenggaraan jasa multimedia. Dan jika sejenak mengacu pada Kepmenhub yang
belum diubah tersebut, “layanan aplikasi melalui Internet” pada RPM OTT dapat
disetarakan sebagai “jasa transaksi online” sedangkan “layanan konten melalui Internet”
dapat disetarakan sebagai “jasa portal”.
Jika OTT tidak didefinisikan secara jelas dan memadai, maka akan terjadi generalisasi
berlebihan (over-generalized) dan pengaturan berlebihan (over-regulated), sehingga
segala yang ada di Internet dapat dianggap OTT dan dapat menjadi obyek (rencana)
keberadaan regulasi khusus OTT ini.
Saran:
Ketiga kategori layanan dan deskripsi yang tertulis pada RPM OTT sebaiknya lebih
dijelaskan secara komprehensif dan/atau dirujuk pada literatur yang ada. Walau
memang oleh badan International Telecommunication Union (ITU) sendiri, istilah OTT
belum didefinisikan secara baku6
. Kemungkinan pembakuan istilah dan definisi OTT akan
menjadi salah satu pembahasan dalam World Telecommunication Standardization
Assembly, Oktober-November 2016 nanti di Tunisia7
.
4
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/21/t/peraturan+pemerintah+republik+indonesia+nomor+52+tahun+
2000
5
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/525/t/keputusan+menteri+perhubungan+nomor++km+21+tahun+20
01+tanggal+31+mei+2001
6
http://www.internetsociety.org/doc/itu-world-telecommunication-standardization-assembly-2016-wtsa-16-background-
paper
7
http://www.itu.int/en/ITU-T/wtsa16/prepmeet/Pages/default.aspx
ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership)
Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia
P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id
Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance
Namun demikian, ITU pernah merilis artikel berjudul “Regulating Over-the-Top
Services”8
, juga mengulas tentang OTT dalam laporannya yang berjudul “Competition
and Regulation in a Converged Broadband World”9
. Juga tentunya terdapat sumber
rujukan lain yang tersedua untuk membantu menuliskan deskripsi tentang OTT lebih
baik lagi.
2. RPM OTT rentan mengulang permasalahan yang sama dengan keberadaan RPM
Konten Multimedia yang kontroversial.
Tertulis dalam pasal 1 (2) RPM OTT, definisi “layanan konten melalui Internet” yang
dimaksud adalah “penyediaan informasi digital dengan memanfaatkan jasa akses
Internet melalui penyelenggara jaringan telekomunikasi”. Penyediaan informasi digital
yang dimaksud tentu saja dapat berupa portal berita ataupun yang bersifat user-
generated content semisal forum online, file/foto/video sharing, blog dan media sosial.
Perlu diingat bahwa pada Februari 2010, Kementerian Kominfo pernah merilis RPM
Konten Multimedia10
yang langsung mendapatkan kritik dari praktisi media11
maupun
praktisi Internet12
. Pun pada RPM OTT edisi 2016 dengan RPM Konten Multimedia edisi
2010, memiliki benang merah (kesamaan) antara lain pada format kontennya (digital
dan/atau multimedia), medium yang digunakan (Internet), subyek penyelenggaranya
(publik) dan adanya larangan atas konten/informasi tertentu (dalam RPM OTT terdapat
16 jenis konten/informasi yang dilarang, sedangkan dalam RPM Konten Multimedia
terdapat setidaknya 9 jenis konten/informasi yang dilarang).
Saran:
RPM OTT sebaiknya tidak terlalu perlu masuk terlalu dalam dan detil mengatur soal
kebijakan konten/informasi yang dilayani oleh OTT. Aturan konten/informasi tersebut
cukup dengan merujuk saja pada kebijakan yang telah ada, sehingga tidak over-
regulated. Pun ini untuk menghindari terjadinya tumpang-tindih kewenangan antar
lembaga/institusi terkait dengan kebijakan konten.
3. RPM OTT memberi tugas (beban – Red.) kepada BRTI melebihi dari kapasitas,
kompetensi dan kewenangannya.
Tertulis dalam pasal 6 RPM OTT, terdapat 16 (enam belas) jenis muatan (konten /
informasi) yang dilarang disediakan oleh penyedia layanan OTT. Kemudian dalam pasal
11 RPM OTT, bahwa “pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan peraturan
menteri ini dilaksanakan oleh BRTI”. Walau memang tertulis bahwa BRTI dapat
berkoordinasi dengan pihak lain, namun BRTI bukan institusi yang tepat untuk diberi
tanggung-jawab atas (koordinasi) pengawasan dan pengendalian “konten/informasi”.
8
http://www.ictregulationtoolkit.org/sectionexport/pdf/2.5
9
http://www.itu.int/ITU-D/treg/publications/Competitionregulation.pdf
10
http://www.postel.go.id/content/ID/regulasi/telekomunikasi/kepmen/rpm%20konten%20multimedia.doc
11
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2010/02/100216_multimedialaw.shtml
12
http://inet.detik.com/read/2010/02/15/153529/1299891/398/6-masalah-di-rpm-konten-multimedia
ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership)
Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia
P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id
Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance
Sebagaimana tertulis dalam Permen Kominfo no 36 tahun 2008 tentang “Penetapan
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia”13
(BRTI), bahwa khusus untuk fungsi
pengawasan dan pengendalian oleh BRTI hanyalah terkait pada 5 (lima) hal, yaitu: 1).
kinerja operasi, 2). persaingan usaha, 3). penggunaan alat dan perangkat
telekomunikasi, 4). penyelesaian perselihan dan 5). penetapan standar kualitas layanan.
Ada sejumlah institusi yang lebih berkompeten dalam urusan konten/informasi, semisal
Dewan Pers14
untuk konten/informasi pada media massa berdasarkan UU 40/1999
tentang “Pers”15
dan Lembaga Sensor Film (LSF)16
untuk konten terkait perfilman
berdasarkan UU 33/2009 tentang “Perfilman”17
.
Sedangkan untuk konten yang berada di Internet, telah dibentuk Forum Penanganan
Situs Internet Bermuatan Negatif berdasarkan Kepmen Kominfo 290/201518
. Dengan
demikian RPM OTT jelas telah (berencana) memberikan tugas BRTI secara tidak
proporsional dan, juga akan berakibat pada terjadinya tumpang tindih tugas dan fungsi
institusi / organisasi lainnya yang telah ada.
Saran:
BRTI tidak selayaknya diberikan beban yang bukan tugas dan fungsinya. Penting agar
(rencana) regulasi OTT ini dapat lebih fokus ditujukan mendorong ekosistem industri
OTT dalam negeri agar dapat bersaing secara global. Sehingga akan lebih bijak apabila
regulasi OTT tidak latah ingin mengatur jenis muatan (konten / informasi) yang ada di
Internet. Hal tersebut cukup dirujuk kepada regulasi dan/atau institusi yang telah ada.
4. Indonesia belum memiliki regulasi yang komprehensif untuk jaminan hak privasi
dan/atau perlindungan data pribadi, sebagaimana disyaratkan di RPM OTT.
Tertulis dalam pasal 2 RPM OTT mengenai tujuan peraturan tersebut adalah
“memberikan perlindungan kepada masyarakat, pengguna dan/atau pelanggan layanan
OTT, meliputi hak privasi….”. Kemudian pada pasal 5 (b) disebutkan “melakukan
perlindungan data (data protection) dan kerahasiaan data pribadi “data privacy” sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Dalam hal ini, kami sepakat bahwa jaminan atas hak privasi dan perlindungan data
pribadi adalah mutlak diberikan oleh penyedia layanan aplikasi, layanan konten ataupun
layanan over-the-top, baik yang dari luar maupun dalam negeri. Namun perlu diingat
bahwa Indonesia belum memiliki regulasi khusus dan komprehensif dalam jaminan hak
privasi dan/atau perlindungan data pribadi.
13
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/439/t/peraturan+menteri+komunikasi+dan+informatika+nomor+36
permkominfo102008+tanggal++31+oktober+2008
14
http://dewanpers.or.id/
15
http://www.komisiinformasi.go.id/regulasi/download/id/140
16
http://lsf.go.id/
17
https://kejaksaan.go.id/upldoc/produkhkm/UU%2033%20Tahun%202009.pdf
18
https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/1536/SK%20MENKOMINFO%20NO%20290%20-
%202015%20TTG%20%20%20%20%20%20FORUM%20PENANGANAN%20SITUS%20%20INTERNET%20BERMUATAN%20%2
0NEGATIF.pdf
ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership)
Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia
P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id
Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance
Saat ini jaminan dan/atau perlindungan tersebut secara parsial tersebar di 30 (tiga)
puluh produk UU yang berlainan pun tidak komprehensif19
. Ke-30 UU tersebut pun
terpisah antara topik HAM, media dan telekomunikasi, pertahanan dan keamanan,
peradilan, kearsipan dan kependudukan, kesehatan, keuangan dan perbankan, serta
perdagangan dan perindustrian.
Saran:
Indonesia perlu segera memiliki regulasi yang memadai terkait dengan jaminan atas hak
privasi dan perlindungan data pribadi. Untuk itu RPM tentang Perlindungan Data Pribadi
dalam Sistem Elektronik20
(PDPSE) perlu segera disahkan, sembari memastikan seluruh
pemangku kepentingan terkait di Indonesia mendorong agar RUU Perlindungan Data
Pribadi21
dapat masuk sebagai salah satu prioritas dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) sesegera mungkin. Hanya dengan demikian maka salah satu tujuan regulasi
OTT untuk memberikan jaminan hak privasi dan perlindungan data pribadi dapat
memiliki pondasi kebijakan yang kuat.
5. Pelaku startup digital, teknoprenuer dan pengusaha UMKM online lokal, dapat
menjadi target pembebanan pungutan PNBP, menurut RPM OTT.
Tertulis dalam pasal 7 (2) RPM OTT ada 3 (tiga) opsi yang ditawarkan bagi penyedia OTT,
yaitu: 1). dapat bekerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi, 2). wajib
bekerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi, atau 3). menjadi penyelenggara
telekomunikasi. Berdasarkan hal di atas, berdasarkan UU 36/1999 dan turunannya
sebagaimana dijelaskan pada awal tulisan ini, yang dimaksud “penyelenggara
telekomunikasi” salah satunya adalah “penyelenggara jasa multimedia”. Jika penyedia
OTT adalah penyelenggara jasa multimedia, maka otomatis juga termasuk sebagai
penyelenggara telekomunikasi. Sehingga apapun opsi yang dipilih, tidak menjadi soal.
Namun bisa saja yang dimaksud dengan “penyelenggara telekomunikasi” di dalam RPM
OTT adalah “penyelenggara jasa multimedia” khususnya Internet Service Provider (ISP).
Atau bisa juga yang dimaksud adalah “penyelenggara jaringan telekomunikasi”
khususnya yang kita kenal dengan sebutan operator telekomunikasi. Hal ini akan
membawa konsekuensi lain, yang akan dibahas terpisah dalam dokumen ini.
Kemudian berdasarkan Kepmenhub 21/2001 (yang belum diubah – Red.) pasal 47 ayat 2
dan 3, disebutkan bahwa penyelenggara jasa multimedia (seperti jasa portal dan jasa
transaksi online) tidak memerlukan ijin (dari Direktur Jenderal), cukup (harus)
didaftarkan saja (pada Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi). Dalam Kepmenhub
tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut prosedur dan mekanisme pendaftaran tersebut.
Namun selanjutnya pasal 47 tersebut tersebut akhirnya telah dihapus total, berdasarkan
perubahan yang tertulis pada Permen Kominfo 31/PER/M.KOMINFO/09/200822
.
19
http://pusdok.elsam.or.id/repository/download/perlindungan-data-pribadi-di-indonesia-usulan-pelembagaan-kebijakan-
dari-perspektif-hak-asasi-manusia/
20
https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/1536/RPM%20Perlindungan%20Data%20Pribadi%20dalam%20SE%2
0-%2028%20Maret%202015_nando_bersih.pdf
21
http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt561f752b12783/parent/lt561f74edf3260
22
http://www.postel.go.id/downloads/40/20120202093355-regulasi-telekomunikasi-kepmen-permen_31.pdf
ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership)
Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia
P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id
Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance
Namun secara kontradiktif, menyamakan penyedia OTT sebagai penyelenggara
telekomunikasi pun membawa konsekuensi yang tak ringan. Karena berdasarkan
Kepmenhub 21/2001 pasal 12, disebutkan bahwa “setiap penyelenggara jasa
telekomunikasi (termasuk penyelenggara jasa multimedia – Red) wajib membayar biaya
hak penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP)”. Tanpa penjelasan lebih lanjut, maka pasal ini tentu saja menjadikan
“penyelenggara jasa multimedia”, termasuk pelaku startup, teknoprenuer dan
pengusaha digital UMKM lokal, dapat menjadi target pungutan PNBP.
Saran:
Dalam RPM OTT, sangat mutlak untuk dijelaskan terlebih dahulu mengenai posisi
penyedia (layanan) OTT dalam konteks dan tataran penyelenggaraan telekomunikasi di
Indonesia. Dengan demikian, tidak akan menimbulkan multitafsir yang kemudian justru
dapat menurunkan daya saing pelaku OTT nasional. Jika memang penyedia OTT pada
kondisi dan/atau tingkat tertentu menurut regulasi dapat dikenakan kewajiban atas
pungutan PNBP, maka perlu ada instrumen kebijakan tambahan agar pungutan tersebut
tidak dikenakan kepada penyedia OTT nasional pada masa “inkubasi” tertentu. Pun alih-
alih mengenakan pungutan, pada masa inkubasi tersebut penyedia OTT nasional justru
perlu diberikan beragam untuk mendorong daya saingnya secara global.
6. RPM OTT ini memiliki kecenderungan ingin memiliki fungsi penyensoran dan
diskriminasi (trafik) konten
Tertulis dalam pasal 13 RPM OTT bahwa penyedia layanan OTT yang melakukan
pelanggaran dapat dikenakan sanksi berupa bandwidth management yang diberikan
oleh Direktur Jenderal berdasarkan evaluasi dari BRTI (dan masukan dari masyarakat).
Adapun pelaksana sanksi tersebut adalah penyelenggara telekomunikasi.
Dari sejumlah rujukan, yang dimaksud dengan bandwidth management pada intinya
adalah proses mengatur, membatasi ataupun mendistribusikan lalu-lintas dan paket
komunikasi (data) atapun tautan jaringan komunikasi tersebut23
. Dalam konteks ini,
melakukan filtering, blocking ataupun mendiskriminasi trafik (misal: membuat suatu
layanan online dari dan/atau ke titik tertentu menjadi lebih lambat ataupun lebih cepat
ketimbang layanan yang lain) juga masuk dalam bandwidth management.
Jika ini yang terjadi, maka RPM OTT ini memiliki kecenderungan ingin memiliki fungsi
penyensoran dan diskriminasi (trafik) konten. Pun BRTI yang bukanlah institusi yang
tepat untuk mendapatkan mandate evaluasi atas konten (baca butir 3 di atas – Red.).
RPM OTT ini pun rentan mendorong tata-kelola konten yang tumpang tindih dengan
peraturan yang ada, semisal Permen Kominfo 19/2014 tentang Penanganan Situs
Internet Bermuatan Negatif24
dan Kepmen Kominfo 290/2015 tentang Forum
Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif25
.
23
http://net.educause.edu/ir/library/pdf/DEC0202.pdf
24
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/215/t/peraturan+menteri+komunikasi+dan+informatika+nomor+19
+tahun+2014+tanggal+17+juli+2014
25
https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/1536/SK%20MENKOMINFO%20NO%20290%20-
%202015%20TTG%20%20%20%20%20%20FORUM%20PENANGANAN%20SITUS%20%20INTERNET%20BERMUATAN%20%2
0NEGATIF.pdf
ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership)
Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia
P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id
Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance
Saran:
Dalam RPM OTT ini sebaiknya menyediakan bentuk sanksi lain / alternatif, ketimbang
hanya mengandalkan (satu-satunya) mekanisme bandwidth management. Namun jika
sanksi secara bandwidth management tersebut adalah yang paling memungkinkan saat
ini ataupun menjadi salah satu mekanisme yang disiapkan, maka harus dipastikan bahwa
pihak yang berwenang untuk memberikan rekomendasi, melaksanakan dan melakukan
evaluasi atas pelaksanaan sanksi tersebut adalah pihak yang berkompeten, tidak berada
di tangan satu pihak saja, memiliki mandat yang sah berdasarkan undang-undang dan
dilengkapi dengan prosedur yang transparan dan akuntabel. Namun tak cukup hanya
itu, aturan atas sanksi tersebut haruslah tidak tumpang-tindih dengan regulasi yang
telah ada ataupun terjadi pengaturan yang berlebihan (over-regulated).
7. Perlu tertulis ada perlindungan atas hak konsumen yang kuat dan persaingan usaha
yang sehat dalam RPM OTT.
Tertulis dalam RPM OTT ini, baik di dalam hal “Menimbang” maupun pada pasal 2 (c)
dan (d), salah satu tujuan yang perlu dikedepankan dalam regulasi ini adalah
memberikan perlindungan kepada konsumen pengguna layanan OTT dan sekaligus
bertujuan mendorong kesetaraan dalam kompetisi / persaingan usaha yang sehat.
Maksud dan tujuan tersebut adalah penting dan sepatutnya memang menjadi salah satu
pilar utama yang diprioritaskan dalam regulasi terkait OTT ini. Namun demikian, belum
tertulis ada acuan UU yang terkait dengan perlindungan konsumen maupun persaingan
usaha dalam RPM OTT ini. Pun belum ada pasal yang tertulis secara tegas di dalam RPM
OTT terkait atas dua hal tersebut.
Saran:
Dalam RPM OTT, perlu ditambahkan sejumlah hal sebagai berikut:
a. Memasukkan UU No. 5 tahun 1999 tentang “Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat”26
ke dalam bagian “Mengingat”.
b. Memasukkan UU No. 8 tahun 1999 tentang “Perlindungan Konsumen”27
ke dalam
bagian “Mengingat”.
c. Memasukkan pasal yang pada intinya: “mengharuskan penyedia layanan OTT untuk
menyediakan halaman informasi khusus di situs dan/atau aplikasi mereka” terkait 2
(dua hal), yaitu i). kebijakan privasi, ii) dan informasi penggunaan layanan.
Informasi tersebut haruslah tertulis secara komprehensif dalam bahasa Indonesia
serta mudah dipahami. Hal ini selaras dengan aturan UU 8/1999, pasal 7 dan
seterusnya terkait kewajiban pelaku.
d. Memasukkan pasal yang pada intinya: “melarang penyelenggara telekomunikasi
untuk melakukan tindakan yang dapat dianggap sebagai bentuk persaingan usaha
tidak sehat”. Hal ini selaras dengan aturan UU 5/1999.
26
http://dittel.kominfo.go.id/wp-content/uploads/2013/06/5-TAHUN-1999.pdf
27
http://ylki.or.id/wp-content/uploads/2015/04/UNDANG-UNDANG.pdf
ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership)
Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia
P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id
Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance
e. Memasukkan pasal yang pada intinya: “menyatakan sebagai tindakan pelanggaran
hukum, jika melakukan bandwidth management” oleh penyelenggara
telekomunikasi (khususnya yang memiliki posisi dominan – Red.) kepada penyedia /
layanan konten/aplikasi OTT tertentu, jika tidak mengacu pada regulasi OTT yang
resmi berlaku. Hal ini selaras dengan aturan UU 5/1999, khususnya pasal 25 yang
“melarang pelaku usaha menggunakan posisi dominannya, baik secara langsung
mupun tidak langsung” untuk: i). membatasi pasar dan pengembangan teknologi;
atau ii). menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk
memasuki pasar bersangkutan.
Demikian tanggapan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penyediaan Layanan Aplikasi
dan/atau Konten Melalui Internet ini kami sampaikan. Terimakasih atas perhatiannya,
Hormat kami,
Donny B.U.
Direktur Eksekutif - ICT Watch
Tembusan:
- Menteri Komunikasi dan Informatika RI
- Kepala Pusat Informasi & Humas, Kemkominfo
- Arsip terbuka (online)

More Related Content

What's hot

Article 19 ict watch - navigating - bahasa
Article 19   ict watch - navigating - bahasaArticle 19   ict watch - navigating - bahasa
Article 19 ict watch - navigating - bahasa
ICT Watch
 

What's hot (20)

Dinamika Etika dan Regulasi Internet Indonesia Pasca Revisi UU ITE
Dinamika Etika dan Regulasi Internet Indonesia Pasca Revisi UU ITEDinamika Etika dan Regulasi Internet Indonesia Pasca Revisi UU ITE
Dinamika Etika dan Regulasi Internet Indonesia Pasca Revisi UU ITE
 
Usulan RT RW Net oleh ICT Watch
Usulan RT RW Net oleh ICT WatchUsulan RT RW Net oleh ICT Watch
Usulan RT RW Net oleh ICT Watch
 
Cyberlaw
CyberlawCyberlaw
Cyberlaw
 
Cyberlaw
CyberlawCyberlaw
Cyberlaw
 
ID IGF 2016 - Infrastruktur 1 - Peraturan Netralitas Jaringan
ID IGF 2016 - Infrastruktur 1 - Peraturan Netralitas JaringanID IGF 2016 - Infrastruktur 1 - Peraturan Netralitas Jaringan
ID IGF 2016 - Infrastruktur 1 - Peraturan Netralitas Jaringan
 
Revisi UU ITE Nafas Lama
Revisi UU ITE Nafas LamaRevisi UU ITE Nafas Lama
Revisi UU ITE Nafas Lama
 
Article 19 ict watch - navigating - bahasa
Article 19   ict watch - navigating - bahasaArticle 19   ict watch - navigating - bahasa
Article 19 ict watch - navigating - bahasa
 
Surat Permohonan Informasi Trust Positif
Surat Permohonan Informasi Trust PositifSurat Permohonan Informasi Trust Positif
Surat Permohonan Informasi Trust Positif
 
Surat Keberatan Informasi Publik Trust Positif
Surat Keberatan Informasi Publik Trust PositifSurat Keberatan Informasi Publik Trust Positif
Surat Keberatan Informasi Publik Trust Positif
 
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)
 
Cyberlaw 2
Cyberlaw 2Cyberlaw 2
Cyberlaw 2
 
H
HH
H
 
Digital right dan free trade_ firdaus cahyadi
Digital right dan free trade_ firdaus cahyadiDigital right dan free trade_ firdaus cahyadi
Digital right dan free trade_ firdaus cahyadi
 
Privasi Online, Mitos?
Privasi Online, Mitos?Privasi Online, Mitos?
Privasi Online, Mitos?
 
ID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan Laporan
ID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan LaporanID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan Laporan
ID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan Laporan
 
Internet dan fta firdaus cahyadi
Internet dan fta firdaus cahyadiInternet dan fta firdaus cahyadi
Internet dan fta firdaus cahyadi
 
Privasi Online dan Perlindungan Data Pribadi
Privasi Online dan Perlindungan Data PribadiPrivasi Online dan Perlindungan Data Pribadi
Privasi Online dan Perlindungan Data Pribadi
 
Masukan ICT Watch pada FGD Kominfo tentang Pembahasan Aplikasi yang Mengandun...
Masukan ICT Watch pada FGD Kominfo tentang Pembahasan Aplikasi yang Mengandun...Masukan ICT Watch pada FGD Kominfo tentang Pembahasan Aplikasi yang Mengandun...
Masukan ICT Watch pada FGD Kominfo tentang Pembahasan Aplikasi yang Mengandun...
 
Uu ite
Uu iteUu ite
Uu ite
 
D new 1
D new 1D new 1
D new 1
 

Viewers also liked

Viewers also liked (20)

Masukan ict watch pd FGD Tayangan bermuatan SARA dan Terorisme, 21 september ...
Masukan ict watch pd FGD Tayangan bermuatan SARA dan Terorisme, 21 september ...Masukan ict watch pd FGD Tayangan bermuatan SARA dan Terorisme, 21 september ...
Masukan ict watch pd FGD Tayangan bermuatan SARA dan Terorisme, 21 september ...
 
Hasil Survei Privasi Online Indonesia 2016
Hasil Survei Privasi Online Indonesia 2016Hasil Survei Privasi Online Indonesia 2016
Hasil Survei Privasi Online Indonesia 2016
 
Indonesia Netizen Facts (October - December 2016)
Indonesia Netizen Facts (October - December 2016) Indonesia Netizen Facts (October - December 2016)
Indonesia Netizen Facts (October - December 2016)
 
Master Plan ASEAN Connectivity 2025
Master Plan ASEAN Connectivity 2025Master Plan ASEAN Connectivity 2025
Master Plan ASEAN Connectivity 2025
 
Indonesia Netizen Facts (July - September 2016)
Indonesia Netizen Facts (July - September 2016)Indonesia Netizen Facts (July - September 2016)
Indonesia Netizen Facts (July - September 2016)
 
Netizen Indonesia Kini (Oktober - Desember 2016)
 Netizen Indonesia Kini (Oktober - Desember 2016)  Netizen Indonesia Kini (Oktober - Desember 2016)
Netizen Indonesia Kini (Oktober - Desember 2016)
 
National ID-IGF Dialogue 2016 Summary
National ID-IGF Dialogue 2016 SummaryNational ID-IGF Dialogue 2016 Summary
National ID-IGF Dialogue 2016 Summary
 
Handbook Internet BAIK
Handbook Internet BAIKHandbook Internet BAIK
Handbook Internet BAIK
 
UU 19 tahun 2016 - Revisi UU ITE
UU 19 tahun 2016 - Revisi UU ITEUU 19 tahun 2016 - Revisi UU ITE
UU 19 tahun 2016 - Revisi UU ITE
 
Revisi ITE (RDPU DPR RI)
Revisi ITE (RDPU DPR RI)Revisi ITE (RDPU DPR RI)
Revisi ITE (RDPU DPR RI)
 
SK Menkominfo Forum Tim Panel Konten 2015
SK Menkominfo Forum Tim Panel Konten 2015SK Menkominfo Forum Tim Panel Konten 2015
SK Menkominfo Forum Tim Panel Konten 2015
 
Pemblokiran dan Penapisan yang Sah
Pemblokiran dan Penapisan yang SahPemblokiran dan Penapisan yang Sah
Pemblokiran dan Penapisan yang Sah
 
Draft SOP Konten Negatif
Draft SOP Konten NegatifDraft SOP Konten Negatif
Draft SOP Konten Negatif
 
Tata Kelola Internet dan HAM - ELSAM
Tata Kelola Internet dan HAM - ELSAMTata Kelola Internet dan HAM - ELSAM
Tata Kelola Internet dan HAM - ELSAM
 
Pengantar Tata Kelola Internet - ICT Watch
Pengantar Tata Kelola Internet - ICT WatchPengantar Tata Kelola Internet - ICT Watch
Pengantar Tata Kelola Internet - ICT Watch
 
Internet Governance
Internet GovernanceInternet Governance
Internet Governance
 
Modul Tata Kelola Internet - APCICT
Modul Tata Kelola Internet - APCICTModul Tata Kelola Internet - APCICT
Modul Tata Kelola Internet - APCICT
 
Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)
Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)
Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)
 
Ular Tangga Internet Sehat
Ular Tangga Internet SehatUlar Tangga Internet Sehat
Ular Tangga Internet Sehat
 
Inovasi Daerah dan Daya Saing Nasional
Inovasi Daerah dan Daya Saing NasionalInovasi Daerah dan Daya Saing Nasional
Inovasi Daerah dan Daya Saing Nasional
 

Similar to Tanggapan ICT Watch atas RPM OTT

Jawaban Kemkominfo atas Tanggapan Keberatan tentang Trust Positif
Jawaban Kemkominfo atas Tanggapan Keberatan tentang Trust PositifJawaban Kemkominfo atas Tanggapan Keberatan tentang Trust Positif
Jawaban Kemkominfo atas Tanggapan Keberatan tentang Trust Positif
ICT Watch
 
Surat Keberatan atas Tanggapan Permohonan Informasi Trust Positif
Surat Keberatan atas Tanggapan Permohonan Informasi Trust PositifSurat Keberatan atas Tanggapan Permohonan Informasi Trust Positif
Surat Keberatan atas Tanggapan Permohonan Informasi Trust Positif
ICT Watch
 
M 001 -a1-catatan rdp komisi-1 dpr-ri dengan mastel - 10 nov 2014
M 001 -a1-catatan rdp komisi-1 dpr-ri dengan mastel - 10 nov 2014M 001 -a1-catatan rdp komisi-1 dpr-ri dengan mastel - 10 nov 2014
M 001 -a1-catatan rdp komisi-1 dpr-ri dengan mastel - 10 nov 2014
fraksi balkon
 
Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (Caatan Ringkas)
Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (Caatan Ringkas)Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (Caatan Ringkas)
Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (Caatan Ringkas)
ICT Watch
 
Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014) ...
Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014) ...Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014) ...
Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014) ...
Mahadiputra S
 
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
fraksi balkon
 

Similar to Tanggapan ICT Watch atas RPM OTT (20)

Tanggapan atas RPM KPU/USO
Tanggapan atas RPM KPU/USOTanggapan atas RPM KPU/USO
Tanggapan atas RPM KPU/USO
 
Seminar TIK Indosat - 17/12/'14 - Presentasi APMI - Agus Mulyanto
Seminar TIK Indosat - 17/12/'14 - Presentasi APMI - Agus MulyantoSeminar TIK Indosat - 17/12/'14 - Presentasi APMI - Agus Mulyanto
Seminar TIK Indosat - 17/12/'14 - Presentasi APMI - Agus Mulyanto
 
ID IGF 2016 - Ekonomi 2 - Perkembangan Industri Telematika di era OTT
ID IGF 2016 - Ekonomi 2 - Perkembangan Industri Telematika di era OTTID IGF 2016 - Ekonomi 2 - Perkembangan Industri Telematika di era OTT
ID IGF 2016 - Ekonomi 2 - Perkembangan Industri Telematika di era OTT
 
Presentasi RKK
Presentasi RKKPresentasi RKK
Presentasi RKK
 
Surat Terbuka untuk Mark Zuckerberg tentang Internet.org
Surat Terbuka untuk Mark Zuckerberg tentang Internet.orgSurat Terbuka untuk Mark Zuckerberg tentang Internet.org
Surat Terbuka untuk Mark Zuckerberg tentang Internet.org
 
Jawaban Kemkominfo atas Tanggapan Keberatan tentang Trust Positif
Jawaban Kemkominfo atas Tanggapan Keberatan tentang Trust PositifJawaban Kemkominfo atas Tanggapan Keberatan tentang Trust Positif
Jawaban Kemkominfo atas Tanggapan Keberatan tentang Trust Positif
 
Surat Keberatan atas Tanggapan Permohonan Informasi Trust Positif
Surat Keberatan atas Tanggapan Permohonan Informasi Trust PositifSurat Keberatan atas Tanggapan Permohonan Informasi Trust Positif
Surat Keberatan atas Tanggapan Permohonan Informasi Trust Positif
 
M 001 -a1-catatan rdp komisi-1 dpr-ri dengan mastel - 10 nov 2014
M 001 -a1-catatan rdp komisi-1 dpr-ri dengan mastel - 10 nov 2014M 001 -a1-catatan rdp komisi-1 dpr-ri dengan mastel - 10 nov 2014
M 001 -a1-catatan rdp komisi-1 dpr-ri dengan mastel - 10 nov 2014
 
Salinan SE Menkominfo No. 3 Tahun 2016 ttg Penyediaan Layanan Aplikasi dan at...
Salinan SE Menkominfo No. 3 Tahun 2016 ttg Penyediaan Layanan Aplikasi dan at...Salinan SE Menkominfo No. 3 Tahun 2016 ttg Penyediaan Layanan Aplikasi dan at...
Salinan SE Menkominfo No. 3 Tahun 2016 ttg Penyediaan Layanan Aplikasi dan at...
 
Pengantar Tata Kelola Internet
Pengantar Tata Kelola InternetPengantar Tata Kelola Internet
Pengantar Tata Kelola Internet
 
Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014)
Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014)Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014)
Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014)
 
Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (Caatan Ringkas)
Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (Caatan Ringkas)Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (Caatan Ringkas)
Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (Caatan Ringkas)
 
Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014) ...
Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014) ...Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014) ...
Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet Indonesia (ver. April 2014) ...
 
1.etika pengunaan internet
1.etika pengunaan internet1.etika pengunaan internet
1.etika pengunaan internet
 
Etika Penggunaan Internet
Etika Penggunaan InternetEtika Penggunaan Internet
Etika Penggunaan Internet
 
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
M 001 -a1- risalah kata pengantar rdpu 10 nopember 2014 2
 
Materi Kuliah Kapita Selekta 3 : OTT
Materi Kuliah Kapita Selekta 3 : OTTMateri Kuliah Kapita Selekta 3 : OTT
Materi Kuliah Kapita Selekta 3 : OTT
 
03 tinjauan industri(1)
03 tinjauan industri(1)03 tinjauan industri(1)
03 tinjauan industri(1)
 
Pokja roadmap industri
Pokja roadmap industriPokja roadmap industri
Pokja roadmap industri
 
MASTEL - Pokja Roadmap Industri TIK
MASTEL - Pokja Roadmap Industri TIKMASTEL - Pokja Roadmap Industri TIK
MASTEL - Pokja Roadmap Industri TIK
 

More from ICT Watch

Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
ICT Watch
 

More from ICT Watch (18)

Aktivasi 2FA di Media Sosial Lewat Ponsel
Aktivasi 2FA di Media Sosial Lewat PonselAktivasi 2FA di Media Sosial Lewat Ponsel
Aktivasi 2FA di Media Sosial Lewat Ponsel
 
Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi - Final
Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi - FinalRancangan UU Perlindungan Data Pribadi - Final
Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi - Final
 
Melihat RUU Pelindungan Data Pribadi
Melihat RUU Pelindungan Data PribadiMelihat RUU Pelindungan Data Pribadi
Melihat RUU Pelindungan Data Pribadi
 
RUU PDP APRIL 2019
RUU PDP APRIL 2019RUU PDP APRIL 2019
RUU PDP APRIL 2019
 
Tantangan Perlindungan Privasi dan Keterbukaan Informasi
Tantangan Perlindungan Privasi dan Keterbukaan InformasiTantangan Perlindungan Privasi dan Keterbukaan Informasi
Tantangan Perlindungan Privasi dan Keterbukaan Informasi
 
Perlindungan Hak Atas Privasi di Internet
Perlindungan Hak Atas Privasi di InternetPerlindungan Hak Atas Privasi di Internet
Perlindungan Hak Atas Privasi di Internet
 
Perlindungan Data Pribadi di Indonesia
Perlindungan Data Pribadi di IndonesiaPerlindungan Data Pribadi di Indonesia
Perlindungan Data Pribadi di Indonesia
 
Privasi dan Keamanan Internet
Privasi dan Keamanan InternetPrivasi dan Keamanan Internet
Privasi dan Keamanan Internet
 
Privasi dan Perlindungan Data Pribadi
Privasi dan Perlindungan Data PribadiPrivasi dan Perlindungan Data Pribadi
Privasi dan Perlindungan Data Pribadi
 
Privasi 101 Panduan Memahami Privasi dan Perlindungan Data
Privasi 101 Panduan Memahami Privasi dan Perlindungan DataPrivasi 101 Panduan Memahami Privasi dan Perlindungan Data
Privasi 101 Panduan Memahami Privasi dan Perlindungan Data
 
Panduan 1 2 3 Menjadi Netizen Cerdas
Panduan 1 2 3 Menjadi Netizen CerdasPanduan 1 2 3 Menjadi Netizen Cerdas
Panduan 1 2 3 Menjadi Netizen Cerdas
 
Ular Tangga Internet Sehat Anak
Ular Tangga Internet Sehat AnakUlar Tangga Internet Sehat Anak
Ular Tangga Internet Sehat Anak
 
Literasi Digital ICT Watch
Literasi Digital ICT WatchLiterasi Digital ICT Watch
Literasi Digital ICT Watch
 
Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2016
Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2016Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2016
Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2016
 
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
 
Revisi UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu
Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau MembelenguRevisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu
Revisi UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu
 
Kartu status
Kartu statusKartu status
Kartu status
 
Indonesia Internet Sehat on Child Online Protection
Indonesia Internet Sehat on Child Online ProtectionIndonesia Internet Sehat on Child Online Protection
Indonesia Internet Sehat on Child Online Protection
 

Tanggapan ICT Watch atas RPM OTT

  • 1. ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership) Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance Kepada Jakarta, 23 Mei 2016 Yth. Menteri Komunikasi dan Informatika Bapak Rudiantara di Jakarta Mengacu pada ajakan untuk menyampaikan tanggapan1 atas Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet2 , yang untuk selanjutnya disebut sebagai RPM Over-the-Top (OTT), maka bersama ini kami dari ICT Watch menyampaikan 7 (tujuh) butir tanggapan sebagai berikut: 1) Deskripsi yang tertulis pada RPM OTT dapat mengakibatkan over-generalized dan over-regulated pada implementasinya. 2) RPM OTT rentan mengulang permasalahan yang sama dengan keberadaan RPM Konten Multimedia yang kontroversial. 3) RPM OTT memberi tugas (beban – Red.) kepada BRTI melebihi dari kapasitas, kompetensi dan kewenangannya. 4) Indonesia belum memiliki regulasi yang komprehensif untuk jaminan hak privasi dan/atau perlindungan data pribadi, sebagaimana disyaratkan di RPM OTT. 5) Pelaku startup digital, teknoprenuer dan pengusaha UMKM online lokal, dapat menjadi target pembebanan pungutan PNBP, menurut RPM OTT. 6) RPM OTT ini memiliki kecenderungan ingin memiliki fungsi penyensoran dan diskriminasi (trafik) konten. 7) Perlu tertulis ada perlindungan atas hak konsumen yang kuat dan persaingan usaha yang sehat dalam RPM OTT. Adapun penjelasan lebih lengkap berikut dengan saran terkait, adalah sebagai berikut: 1. Deskripsi yang tertulis pada RPM OTT dapat mengakibatkan over-generalized dan over-regulated pada implementasinya. Tertulis dalam pasal 1 RPM OTT, ada 3 (tiga) kategori layanan: 1). layanan aplikasi melalui Internet, 2). layanan konten melalui Internet dan 3). layanan over-the-top (OTT). Adapun layanan over-the-top, sebagaimana dideskripsikan, berupa layanan aplikasi melalui Internet dan/atau layanan konten melalui Internet. Namun demikian, karena memang keterbaruan dari perkembangan teknologi, kategorisasi ketiga layanan tersebut belum ada dalam regulasi terkait, semisal pada Undang-undang (UU) no 36 tahun 1999 tentang “Telekomunikasi”3 dan peraturan-peraturan turunannya. 1 https://kominfo.go.id/content/detail/7398/siaran-pers-nomor-35pihkominfo42016-tentang-uji-publik-rpm-penyediaan- layanan-aplikasi-danatau-konten-melalui-internet/0/siaran_pers 2 https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/4761/Draft%20Uji%20PUblik%20Rancangan%20Permen%20Kominfo %20tentang%20Penyediaan%20Layanan%20Aplikasi.pdf 3 http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1999_36.pdf
  • 2. ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership) Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance Kategorisasi penyelenggara telekomunikasi berdasarkan UU 36/1999 ada 3 (tiga), yaitu: 1). penyelenggara jaringan telekomunikasi, 2). penyelenggara jasa telekomunikasi dan 3). penyelenggara telekomunikasi khusus. Adapun yang disebut penyelenggara jasa telekomunikasi berdasarkan PP 52/2000 tentang “Penyelenggaraan Telekomunikasi”4 dibagi lagi menjadi 3 (tiga) yaitu: 1). penyelenggara jasa teleponi dasar, 2). penyelenggara jasa nilai tambah telepon dan 3). penyelenggara jasa multimedia. Lantas yang dimaksud dengan penyelenggara jasa multimedia berdasarkan Kepmenhub 21/2001 tentang “Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi”5 dan perubahannya, terdiri atas 4 (empat) jenis, yaitu: 1). jasa akses Internet (ISP), 2). jasa interkoneksi Internet (NAP), 3). jasa Internet teleponi untuk keperluan publik dan 4). jasa sistem komunikasi data. Adapun penyelenggara jasa multimedia selain sebagaimana 4 jenis di atas, tertulis (akan) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Memang pada Kepmenhub 21/2001 yang belum diubah, penyelenggara jasa multimedia terdiri atas 9 (sembilan) jenis, yaitu: 1). jasa televisi berbayar, 2). jasa akses Internet (ISP), 3). jasa interkoneksi Internet (NAP), 4). jasa Internet teleponi untuk keperluan publik, 5). jasa wireless access protocol, 6). jasa portal, 7). jasa small office home office (SOHO), 8). jasa transaksi online dan 9). jasa aplikasi packet-switched. Tampaknya RPM OTT tersebut mencoba melakukan pendekatan dengan memasukkan layanan over-the-top dalam kategori penyelenggaraan jasa telekomunikasi, khususnya penyelenggaraan jasa multimedia. Dan jika sejenak mengacu pada Kepmenhub yang belum diubah tersebut, “layanan aplikasi melalui Internet” pada RPM OTT dapat disetarakan sebagai “jasa transaksi online” sedangkan “layanan konten melalui Internet” dapat disetarakan sebagai “jasa portal”. Jika OTT tidak didefinisikan secara jelas dan memadai, maka akan terjadi generalisasi berlebihan (over-generalized) dan pengaturan berlebihan (over-regulated), sehingga segala yang ada di Internet dapat dianggap OTT dan dapat menjadi obyek (rencana) keberadaan regulasi khusus OTT ini. Saran: Ketiga kategori layanan dan deskripsi yang tertulis pada RPM OTT sebaiknya lebih dijelaskan secara komprehensif dan/atau dirujuk pada literatur yang ada. Walau memang oleh badan International Telecommunication Union (ITU) sendiri, istilah OTT belum didefinisikan secara baku6 . Kemungkinan pembakuan istilah dan definisi OTT akan menjadi salah satu pembahasan dalam World Telecommunication Standardization Assembly, Oktober-November 2016 nanti di Tunisia7 . 4 https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/21/t/peraturan+pemerintah+republik+indonesia+nomor+52+tahun+ 2000 5 https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/525/t/keputusan+menteri+perhubungan+nomor++km+21+tahun+20 01+tanggal+31+mei+2001 6 http://www.internetsociety.org/doc/itu-world-telecommunication-standardization-assembly-2016-wtsa-16-background- paper 7 http://www.itu.int/en/ITU-T/wtsa16/prepmeet/Pages/default.aspx
  • 3. ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership) Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance Namun demikian, ITU pernah merilis artikel berjudul “Regulating Over-the-Top Services”8 , juga mengulas tentang OTT dalam laporannya yang berjudul “Competition and Regulation in a Converged Broadband World”9 . Juga tentunya terdapat sumber rujukan lain yang tersedua untuk membantu menuliskan deskripsi tentang OTT lebih baik lagi. 2. RPM OTT rentan mengulang permasalahan yang sama dengan keberadaan RPM Konten Multimedia yang kontroversial. Tertulis dalam pasal 1 (2) RPM OTT, definisi “layanan konten melalui Internet” yang dimaksud adalah “penyediaan informasi digital dengan memanfaatkan jasa akses Internet melalui penyelenggara jaringan telekomunikasi”. Penyediaan informasi digital yang dimaksud tentu saja dapat berupa portal berita ataupun yang bersifat user- generated content semisal forum online, file/foto/video sharing, blog dan media sosial. Perlu diingat bahwa pada Februari 2010, Kementerian Kominfo pernah merilis RPM Konten Multimedia10 yang langsung mendapatkan kritik dari praktisi media11 maupun praktisi Internet12 . Pun pada RPM OTT edisi 2016 dengan RPM Konten Multimedia edisi 2010, memiliki benang merah (kesamaan) antara lain pada format kontennya (digital dan/atau multimedia), medium yang digunakan (Internet), subyek penyelenggaranya (publik) dan adanya larangan atas konten/informasi tertentu (dalam RPM OTT terdapat 16 jenis konten/informasi yang dilarang, sedangkan dalam RPM Konten Multimedia terdapat setidaknya 9 jenis konten/informasi yang dilarang). Saran: RPM OTT sebaiknya tidak terlalu perlu masuk terlalu dalam dan detil mengatur soal kebijakan konten/informasi yang dilayani oleh OTT. Aturan konten/informasi tersebut cukup dengan merujuk saja pada kebijakan yang telah ada, sehingga tidak over- regulated. Pun ini untuk menghindari terjadinya tumpang-tindih kewenangan antar lembaga/institusi terkait dengan kebijakan konten. 3. RPM OTT memberi tugas (beban – Red.) kepada BRTI melebihi dari kapasitas, kompetensi dan kewenangannya. Tertulis dalam pasal 6 RPM OTT, terdapat 16 (enam belas) jenis muatan (konten / informasi) yang dilarang disediakan oleh penyedia layanan OTT. Kemudian dalam pasal 11 RPM OTT, bahwa “pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan peraturan menteri ini dilaksanakan oleh BRTI”. Walau memang tertulis bahwa BRTI dapat berkoordinasi dengan pihak lain, namun BRTI bukan institusi yang tepat untuk diberi tanggung-jawab atas (koordinasi) pengawasan dan pengendalian “konten/informasi”. 8 http://www.ictregulationtoolkit.org/sectionexport/pdf/2.5 9 http://www.itu.int/ITU-D/treg/publications/Competitionregulation.pdf 10 http://www.postel.go.id/content/ID/regulasi/telekomunikasi/kepmen/rpm%20konten%20multimedia.doc 11 http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2010/02/100216_multimedialaw.shtml 12 http://inet.detik.com/read/2010/02/15/153529/1299891/398/6-masalah-di-rpm-konten-multimedia
  • 4. ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership) Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance Sebagaimana tertulis dalam Permen Kominfo no 36 tahun 2008 tentang “Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia”13 (BRTI), bahwa khusus untuk fungsi pengawasan dan pengendalian oleh BRTI hanyalah terkait pada 5 (lima) hal, yaitu: 1). kinerja operasi, 2). persaingan usaha, 3). penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi, 4). penyelesaian perselihan dan 5). penetapan standar kualitas layanan. Ada sejumlah institusi yang lebih berkompeten dalam urusan konten/informasi, semisal Dewan Pers14 untuk konten/informasi pada media massa berdasarkan UU 40/1999 tentang “Pers”15 dan Lembaga Sensor Film (LSF)16 untuk konten terkait perfilman berdasarkan UU 33/2009 tentang “Perfilman”17 . Sedangkan untuk konten yang berada di Internet, telah dibentuk Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif berdasarkan Kepmen Kominfo 290/201518 . Dengan demikian RPM OTT jelas telah (berencana) memberikan tugas BRTI secara tidak proporsional dan, juga akan berakibat pada terjadinya tumpang tindih tugas dan fungsi institusi / organisasi lainnya yang telah ada. Saran: BRTI tidak selayaknya diberikan beban yang bukan tugas dan fungsinya. Penting agar (rencana) regulasi OTT ini dapat lebih fokus ditujukan mendorong ekosistem industri OTT dalam negeri agar dapat bersaing secara global. Sehingga akan lebih bijak apabila regulasi OTT tidak latah ingin mengatur jenis muatan (konten / informasi) yang ada di Internet. Hal tersebut cukup dirujuk kepada regulasi dan/atau institusi yang telah ada. 4. Indonesia belum memiliki regulasi yang komprehensif untuk jaminan hak privasi dan/atau perlindungan data pribadi, sebagaimana disyaratkan di RPM OTT. Tertulis dalam pasal 2 RPM OTT mengenai tujuan peraturan tersebut adalah “memberikan perlindungan kepada masyarakat, pengguna dan/atau pelanggan layanan OTT, meliputi hak privasi….”. Kemudian pada pasal 5 (b) disebutkan “melakukan perlindungan data (data protection) dan kerahasiaan data pribadi “data privacy” sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam hal ini, kami sepakat bahwa jaminan atas hak privasi dan perlindungan data pribadi adalah mutlak diberikan oleh penyedia layanan aplikasi, layanan konten ataupun layanan over-the-top, baik yang dari luar maupun dalam negeri. Namun perlu diingat bahwa Indonesia belum memiliki regulasi khusus dan komprehensif dalam jaminan hak privasi dan/atau perlindungan data pribadi. 13 https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/439/t/peraturan+menteri+komunikasi+dan+informatika+nomor+36 permkominfo102008+tanggal++31+oktober+2008 14 http://dewanpers.or.id/ 15 http://www.komisiinformasi.go.id/regulasi/download/id/140 16 http://lsf.go.id/ 17 https://kejaksaan.go.id/upldoc/produkhkm/UU%2033%20Tahun%202009.pdf 18 https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/1536/SK%20MENKOMINFO%20NO%20290%20- %202015%20TTG%20%20%20%20%20%20FORUM%20PENANGANAN%20SITUS%20%20INTERNET%20BERMUATAN%20%2 0NEGATIF.pdf
  • 5. ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership) Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance Saat ini jaminan dan/atau perlindungan tersebut secara parsial tersebar di 30 (tiga) puluh produk UU yang berlainan pun tidak komprehensif19 . Ke-30 UU tersebut pun terpisah antara topik HAM, media dan telekomunikasi, pertahanan dan keamanan, peradilan, kearsipan dan kependudukan, kesehatan, keuangan dan perbankan, serta perdagangan dan perindustrian. Saran: Indonesia perlu segera memiliki regulasi yang memadai terkait dengan jaminan atas hak privasi dan perlindungan data pribadi. Untuk itu RPM tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik20 (PDPSE) perlu segera disahkan, sembari memastikan seluruh pemangku kepentingan terkait di Indonesia mendorong agar RUU Perlindungan Data Pribadi21 dapat masuk sebagai salah satu prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sesegera mungkin. Hanya dengan demikian maka salah satu tujuan regulasi OTT untuk memberikan jaminan hak privasi dan perlindungan data pribadi dapat memiliki pondasi kebijakan yang kuat. 5. Pelaku startup digital, teknoprenuer dan pengusaha UMKM online lokal, dapat menjadi target pembebanan pungutan PNBP, menurut RPM OTT. Tertulis dalam pasal 7 (2) RPM OTT ada 3 (tiga) opsi yang ditawarkan bagi penyedia OTT, yaitu: 1). dapat bekerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi, 2). wajib bekerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi, atau 3). menjadi penyelenggara telekomunikasi. Berdasarkan hal di atas, berdasarkan UU 36/1999 dan turunannya sebagaimana dijelaskan pada awal tulisan ini, yang dimaksud “penyelenggara telekomunikasi” salah satunya adalah “penyelenggara jasa multimedia”. Jika penyedia OTT adalah penyelenggara jasa multimedia, maka otomatis juga termasuk sebagai penyelenggara telekomunikasi. Sehingga apapun opsi yang dipilih, tidak menjadi soal. Namun bisa saja yang dimaksud dengan “penyelenggara telekomunikasi” di dalam RPM OTT adalah “penyelenggara jasa multimedia” khususnya Internet Service Provider (ISP). Atau bisa juga yang dimaksud adalah “penyelenggara jaringan telekomunikasi” khususnya yang kita kenal dengan sebutan operator telekomunikasi. Hal ini akan membawa konsekuensi lain, yang akan dibahas terpisah dalam dokumen ini. Kemudian berdasarkan Kepmenhub 21/2001 (yang belum diubah – Red.) pasal 47 ayat 2 dan 3, disebutkan bahwa penyelenggara jasa multimedia (seperti jasa portal dan jasa transaksi online) tidak memerlukan ijin (dari Direktur Jenderal), cukup (harus) didaftarkan saja (pada Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi). Dalam Kepmenhub tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut prosedur dan mekanisme pendaftaran tersebut. Namun selanjutnya pasal 47 tersebut tersebut akhirnya telah dihapus total, berdasarkan perubahan yang tertulis pada Permen Kominfo 31/PER/M.KOMINFO/09/200822 . 19 http://pusdok.elsam.or.id/repository/download/perlindungan-data-pribadi-di-indonesia-usulan-pelembagaan-kebijakan- dari-perspektif-hak-asasi-manusia/ 20 https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/1536/RPM%20Perlindungan%20Data%20Pribadi%20dalam%20SE%2 0-%2028%20Maret%202015_nando_bersih.pdf 21 http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt561f752b12783/parent/lt561f74edf3260 22 http://www.postel.go.id/downloads/40/20120202093355-regulasi-telekomunikasi-kepmen-permen_31.pdf
  • 6. ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership) Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance Namun secara kontradiktif, menyamakan penyedia OTT sebagai penyelenggara telekomunikasi pun membawa konsekuensi yang tak ringan. Karena berdasarkan Kepmenhub 21/2001 pasal 12, disebutkan bahwa “setiap penyelenggara jasa telekomunikasi (termasuk penyelenggara jasa multimedia – Red) wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)”. Tanpa penjelasan lebih lanjut, maka pasal ini tentu saja menjadikan “penyelenggara jasa multimedia”, termasuk pelaku startup, teknoprenuer dan pengusaha digital UMKM lokal, dapat menjadi target pungutan PNBP. Saran: Dalam RPM OTT, sangat mutlak untuk dijelaskan terlebih dahulu mengenai posisi penyedia (layanan) OTT dalam konteks dan tataran penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Dengan demikian, tidak akan menimbulkan multitafsir yang kemudian justru dapat menurunkan daya saing pelaku OTT nasional. Jika memang penyedia OTT pada kondisi dan/atau tingkat tertentu menurut regulasi dapat dikenakan kewajiban atas pungutan PNBP, maka perlu ada instrumen kebijakan tambahan agar pungutan tersebut tidak dikenakan kepada penyedia OTT nasional pada masa “inkubasi” tertentu. Pun alih- alih mengenakan pungutan, pada masa inkubasi tersebut penyedia OTT nasional justru perlu diberikan beragam untuk mendorong daya saingnya secara global. 6. RPM OTT ini memiliki kecenderungan ingin memiliki fungsi penyensoran dan diskriminasi (trafik) konten Tertulis dalam pasal 13 RPM OTT bahwa penyedia layanan OTT yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi berupa bandwidth management yang diberikan oleh Direktur Jenderal berdasarkan evaluasi dari BRTI (dan masukan dari masyarakat). Adapun pelaksana sanksi tersebut adalah penyelenggara telekomunikasi. Dari sejumlah rujukan, yang dimaksud dengan bandwidth management pada intinya adalah proses mengatur, membatasi ataupun mendistribusikan lalu-lintas dan paket komunikasi (data) atapun tautan jaringan komunikasi tersebut23 . Dalam konteks ini, melakukan filtering, blocking ataupun mendiskriminasi trafik (misal: membuat suatu layanan online dari dan/atau ke titik tertentu menjadi lebih lambat ataupun lebih cepat ketimbang layanan yang lain) juga masuk dalam bandwidth management. Jika ini yang terjadi, maka RPM OTT ini memiliki kecenderungan ingin memiliki fungsi penyensoran dan diskriminasi (trafik) konten. Pun BRTI yang bukanlah institusi yang tepat untuk mendapatkan mandate evaluasi atas konten (baca butir 3 di atas – Red.). RPM OTT ini pun rentan mendorong tata-kelola konten yang tumpang tindih dengan peraturan yang ada, semisal Permen Kominfo 19/2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif24 dan Kepmen Kominfo 290/2015 tentang Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif25 . 23 http://net.educause.edu/ir/library/pdf/DEC0202.pdf 24 https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/215/t/peraturan+menteri+komunikasi+dan+informatika+nomor+19 +tahun+2014+tanggal+17+juli+2014 25 https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/1536/SK%20MENKOMINFO%20NO%20290%20- %202015%20TTG%20%20%20%20%20%20FORUM%20PENANGANAN%20SITUS%20%20INTERNET%20BERMUATAN%20%2 0NEGATIF.pdf
  • 7. ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership) Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance Saran: Dalam RPM OTT ini sebaiknya menyediakan bentuk sanksi lain / alternatif, ketimbang hanya mengandalkan (satu-satunya) mekanisme bandwidth management. Namun jika sanksi secara bandwidth management tersebut adalah yang paling memungkinkan saat ini ataupun menjadi salah satu mekanisme yang disiapkan, maka harus dipastikan bahwa pihak yang berwenang untuk memberikan rekomendasi, melaksanakan dan melakukan evaluasi atas pelaksanaan sanksi tersebut adalah pihak yang berkompeten, tidak berada di tangan satu pihak saja, memiliki mandat yang sah berdasarkan undang-undang dan dilengkapi dengan prosedur yang transparan dan akuntabel. Namun tak cukup hanya itu, aturan atas sanksi tersebut haruslah tidak tumpang-tindih dengan regulasi yang telah ada ataupun terjadi pengaturan yang berlebihan (over-regulated). 7. Perlu tertulis ada perlindungan atas hak konsumen yang kuat dan persaingan usaha yang sehat dalam RPM OTT. Tertulis dalam RPM OTT ini, baik di dalam hal “Menimbang” maupun pada pasal 2 (c) dan (d), salah satu tujuan yang perlu dikedepankan dalam regulasi ini adalah memberikan perlindungan kepada konsumen pengguna layanan OTT dan sekaligus bertujuan mendorong kesetaraan dalam kompetisi / persaingan usaha yang sehat. Maksud dan tujuan tersebut adalah penting dan sepatutnya memang menjadi salah satu pilar utama yang diprioritaskan dalam regulasi terkait OTT ini. Namun demikian, belum tertulis ada acuan UU yang terkait dengan perlindungan konsumen maupun persaingan usaha dalam RPM OTT ini. Pun belum ada pasal yang tertulis secara tegas di dalam RPM OTT terkait atas dua hal tersebut. Saran: Dalam RPM OTT, perlu ditambahkan sejumlah hal sebagai berikut: a. Memasukkan UU No. 5 tahun 1999 tentang “Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”26 ke dalam bagian “Mengingat”. b. Memasukkan UU No. 8 tahun 1999 tentang “Perlindungan Konsumen”27 ke dalam bagian “Mengingat”. c. Memasukkan pasal yang pada intinya: “mengharuskan penyedia layanan OTT untuk menyediakan halaman informasi khusus di situs dan/atau aplikasi mereka” terkait 2 (dua hal), yaitu i). kebijakan privasi, ii) dan informasi penggunaan layanan. Informasi tersebut haruslah tertulis secara komprehensif dalam bahasa Indonesia serta mudah dipahami. Hal ini selaras dengan aturan UU 8/1999, pasal 7 dan seterusnya terkait kewajiban pelaku. d. Memasukkan pasal yang pada intinya: “melarang penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan tindakan yang dapat dianggap sebagai bentuk persaingan usaha tidak sehat”. Hal ini selaras dengan aturan UU 5/1999. 26 http://dittel.kominfo.go.id/wp-content/uploads/2013/06/5-TAHUN-1999.pdf 27 http://ylki.or.id/wp-content/uploads/2015/04/UNDANG-UNDANG.pdf
  • 8. ICT Watch – Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (Indonesian ICT Partnership) Jl. Tebet Barat Dalam 6H no.16A, Jakarta 12810, Indonesia P: (021) 98495770 | F: (021) 8292428 | E: info@ictwatch.id | W: ictwatch.id Internet Safety | Internet Rights | Internet Governance e. Memasukkan pasal yang pada intinya: “menyatakan sebagai tindakan pelanggaran hukum, jika melakukan bandwidth management” oleh penyelenggara telekomunikasi (khususnya yang memiliki posisi dominan – Red.) kepada penyedia / layanan konten/aplikasi OTT tertentu, jika tidak mengacu pada regulasi OTT yang resmi berlaku. Hal ini selaras dengan aturan UU 5/1999, khususnya pasal 25 yang “melarang pelaku usaha menggunakan posisi dominannya, baik secara langsung mupun tidak langsung” untuk: i). membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau ii). menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan. Demikian tanggapan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet ini kami sampaikan. Terimakasih atas perhatiannya, Hormat kami, Donny B.U. Direktur Eksekutif - ICT Watch Tembusan: - Menteri Komunikasi dan Informatika RI - Kepala Pusat Informasi & Humas, Kemkominfo - Arsip terbuka (online)