Dokumen tersebut membahas tentang pengembangan karakter dalam pembelajaran matematika SMP. Karakter didefinisikan sebagai ciri atau watak yang melekat pada seseorang dan diwujudkan dalam perilaku. Pembelajaran matematika diarahkan untuk membiasakan siswa mencari hubungan antar konsep dan struktur matematika melalui pengalaman. Pengembangan karakter dalam pendidikan bertujuan membantu siswa memahami dan melaksanakan nil
Kajian Teori Pengembangan Karakter dalam Pembelajaran Matematika
1. Nama : Ida Maryam Nurlailiyah
Asal sekolah : SMP Daarul Quran
Email : cahaya.lilinkecil@gmail.com
PENGEMBANGAN KARAKTER
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP
Kajian Teori
A. Karakter
Karakter atau watak menurut definisi wikipedia adalah sifat batin yang memengaruhi
segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk
hidup lainnya. Sedangkan para ahli mendefinisikan karakter berbeda-beda. Kevin Ryan dalam
(Sudrajat, 2011) mendefinisikan karakter sebagai beikut:
“Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave
(melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal.
Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau
ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah ‘pola
perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang’. Setelah melewati tahap
anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter
seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya”
Berbeda dengan Kevin, Wyne (Sudrajat, 2011) menyatakan bahwa “Pengertian karakter
menandai bagaimana teknis maupun cara yang digunakan dalam memfokuskan penerapan dari
nilai-nilai kebaikan ke dalam sebuah tingkah laku maupun tindakan.”
2. Di pihak lain, karakter, dalam pandangan filosof kontemporer seperti Michael Novak,
adalah campuran atau perpaduan dari semua kebaikan yang berasal dari tradisi keagamaan,
cerita, dan pendapat orang bijak, yang sampai kepada kita melalui sejarah. Menurut Novak, tak
seorang pun yang memiliki semua kebajikan itu, karena setiap orang memiliki kelemahan-
kelemahan. Seseorang dengan karakter terpuji dapat dibedakan dari yang lainnya. Lickona dalam
(Sudrajat, 2011)
Dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan ciri atau watak yang melekat pada
seseorang dan diwujudkan dalam bentuk perilaku. Karakter juga terbentuk dari lingkungan dan
pola asuh dari sejak lahir sampaia sekarang.
B. Pengembangan Karakter
Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan antara
komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat
dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan
nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia
internasional. (Sudrajat A. , 2010)
Lickona dalam (Sudrajat A. , 2010) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu
usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan,
dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Dengan kata lain melalui pengembangan karakter kita
membantu siswa untuk melakukan nilai-nilai etika baik terhadap diri sendiri, sesama, Tuhan,
Negara, dan bangsa.
Seanjutnya Sudrajat menyatakan bahwa dalam pendidikan karakter adanya proses
perkembangan yang melibatkan pengetahuan (moral knowing), perasaan (moral feeling), dan
tindakan (moral action), sekaligus juga memberikan dasar yang kuat untuk membangun
pendidikan karakter yang koheren dan komprehensif.
3. Gambar 1 Keterkaitan Komponen Moral dalam Pembentukan
(Sumber https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/12/26/pengembangan-karakter/)
Ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh FW Foerster dalam (Pendidikan Karakter,
2012):
1. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak
didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
2. Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak
didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan
tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
3. Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai
menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa
yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang
dipilih.
4. C. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran Matematika, menurut Bruner dalam (Abdullah, 2016)adalah belajar tentang
konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari
hubungan antara konsep dan struktur matematika di dalamnya. Erman Suherman dalam
(Abdullah, 2016) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran Matematika para siswa dibiasakan
untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang
tidak dimiliki dari sekumpulan objek.
Menurut Cobb (Abdullah, 2016) pembelajaran Matematika sebagai proses pembelajaran
yang melibatkan siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan Matematika. Menurut Rahayu
(Abdullah, 2016) hakikat pembelajaran Matematika adalah proses yang sengaja dirancang
dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang (si
pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan pembelajaran matematika harus
memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang
Matematika.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika merupakan usaha untuk
membiasakan siswa mencari hubungan antar konsep dan struktur Matematika dari pengalaman
yang dialaminya.
Beberapa teori tentang belajar yang dikutif (Abdullah, 2016) sebagai berikut:
Dalam NCTM Standar (1989) belajar bermakna merupakan landasan utama untuk
terbentuknya matematika connection. Pembelajaran matematika haruslah di arahkan 1.
menggunakan koneksi matematika antar ide matematik 2. memahami keterkaitan materi
yang satu dengan yang lain sehingga terbangun pemahaman yang menyeluruh dan 3.
memperhatikan serta menggunakan matematika dalam konteks di luar matematika.
.Vygotsky (1978), proses peningkatan pemahaman pada diri siswa terjadi sebagai
akibat adanya pembelajaran. Diskusi yang dilakukan antara guru dan siswa dalam
pembelajaran, mengilustrasikan bahwa interaksi sosial yang berupa diskusi ternyata
5. mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk mengoptimalkan proses belajarnya.
Interkasi seperti itu memungkinkan guru dan siswa untuk berbagi dan memodifikasi cara
berfikir masing-masing. Selain itu terdapat juga kemungkinan bagi sebagian siswa untuk
menampilkan argumentasi mereka sendiri serta bagi siswa lainnya memperoleh
kesempatan untuk mencoba menangkap pola fikir siswa lainnya. Rangkaian di atas
diyakini akan membimbing siswa untuk berpikir menuju ke tahapan yang lebih tinggi.
Proses ini menurut Vygotsky disebut zone of proximal development (ZPD).
Menurut Vygotsky belajar dapat membangkitkan berbagai proses mental tersimpan
yang hanya bisa dioperasikan manakala orang berinteraksi dengan orang dewasa atau
berkolaboras sesama teman. Pengembangan kemampuan yang diperoleh melalui proses
belajar sendiri pada saat melakukan pemecahan disebut actual development, sedangkan
perkembangan yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi dengan guru atau siswa lain
yang mempunyai kesempatan lebih tinggi disebut potential development.
D. Perkembangan Anak Usia SMP
Wedan dalam artikelnya (Wedan, 2016) memapaparkan bahwa perkembangan anak usia
SMP terbagi beberapa aspek, yaitu:
1. Perkembangan aspek kognitif
Arajoon T.V (1986) menyatakan bahwa aspek kognitif meliputi fungsi intelektual seperti
pemahaman, pengetahuan dan keterampilan berfikir. Untuk siswa SMP perkembangan
kognitif utama yang dialami adalah formal operasional yang mampu berpikir abstak dengan
menggunakan symbol-simbol tertentu atau mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal
yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit, seperti peningkatan
kemampuan analisis, kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua
atau lebih kemungkinan yang ada, kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dari
berbagai kategori objek yang beragam. Selain itu ada peningkatan fungsi intelektual,
kapabilitas memori dalam bahasa dan perkembangan konseptual.
2. Perkembangan aspek afektif
Menurut Arajoo T.V (1986) ranah afektif menyangkut perasaan, modal, dan emosi.
Perkembangan afektif siswa SMP mencangkup proses belajar perilaku dengan orang lain
6. atau sosialisai. Sebagian besar sosialisai berlangsung lewat pemodelan dan peniruan orang
lain.
3. Perkembangan psikomotorik
Wuest dan Combardo (1974) menyatakan bahwa perkembangan aspek psikomotorik seusia
SMP ditandai dengan perubahana jasmani dan fisiologis sex yang luar biasa. Slah satu
perubahan luar biasa tersebut adalah perubahan tinggi badan dan berat badan, sering
menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak
memikirkan akibat” perbuatan mereka, dan kadang mengalami proses pencarian jati diri.
7. Daftar Pustaka
Pendidikan Karakter. (2012, April 9). Retrieved Desember 7, 2017, from Pendidikan Karakter:
https://pndkarakter.wordpress.com/2012/04/09/pendidikan-karakter/
Abdullah, F. Y. (2016, Maret 21). Hakikat Matematika, Pembelajaran Matematika,dan teori
Belajar. Retrieved Desember 7, 2017, from Yuriniky:
https://yuriniky.wordpress.com/2016/03/21/hakikat-matematika-pembelajaran-
matematika-dan-teori-belajar/
Sudrajat, A. (2010, Desember 26). Pengembangan Karakter. Retrieved Desember 7, 2017, from
Tentang Pendidikan (better eduction, better life):
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/12/26/pengembangan-karakter/
Sudrajat, A. (2011, Oktober 1). Mengapa Pendidikan karakter? Jurnal Pendidikan Karakter, pp.
47-58. https://journal.uny.ac.id/index.php/jpka
Wedan, M. (2016, Oktober 28). Perkembangan Psikologi,Karakteristik Anak Usia Menengah
(SMP). Retrieved Desember 7, 2017, from Silabus media Pendidikan Indonesia:
https://silabus.org/perkembangan-psikologi/