Guru TK bernama Dheandra Gunarti mengalami kesulitan dalam mengekspresikan gender identity-nya sebagai wanita. Ia tetap berjuang untuk hak-hak LGBT meski menghadapi berbagai tantangan, dengan harapan suatu hari waria dapat bekerja sesuai identitas gender mereka.
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Ov zine 2 2015
1. Pada saat awal masuk mengajar aku mendapat
cacian dan hinaan. Bahkan anak didikku
meneriaki aku, “Pak Guru Banci”. Aku tetap Sabar,
aku bimbing anak itu lebih baik lagi dan sekarang
Alhamdulilah dia sudah kelas 4 SD dan sudah
menghormati aku sebagai mantan Guru TK-nya
dulu.
Tapi ada yang mengganjal hatiku. Kapan aku bisa
dipanggil Bu Guru? Kapan aku bisa pakai rok
dan berhijab? Berpakaian sesuai dengan hatiku
? Kapan?
Biarlah hanya aku yang mengalami ini, dikenal
sebagai Guru TK dengan nama Pak Gun di siang
hari dan di malam hari dikenal sebagai waria
bernama Dheandra Gunarti.
Mungkin walau hanya sampai 50 tahun aku
perjuangkan hak-hak LGBT (lesbian, gay,
biseksual dan transgender) tapi nanti pada
saat usiaku ditutup, setidaknya aku bisa puas
mengetahui seluruh waria yang bekerja sebagai
seorang guru, perawat atau kantoran sudah bisa
berekspresi sesuai dengan keinginan sendiri.
Amin.
*Penulis adalah alumni Pelatihan Jurnalistik Komunitas
LGBT Sulawesi yang diadakan oleh Suara Kita. Sehari-
hari penulis berprofesi sebagai guru TK di Gorontalo.
Penulis juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Waria
Indonesia Gorontalo (IWIG).
Panggil Aku
Bu Guru
Oleh: Dheandra Gunarti*
Namaku Mohamad Dachary Lahmudin S.pd,
dengan nama kecil yang singkat Gun. Aku terlahir
sebagai seorang laki laki di Desa Huntu, Desa
kecil di ujung Provinsi Gorontalo, pada 8 Agustus
1983 dari keluarga sederhana.
Pada tahun 2005 aku masuk kuliah di Universitas
Negeri Gorontalo (UNG). Aku ambil jurusan D2
Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak (PGTK).
Awal kuliah, Aku kembali
menerima perlakuan buruk.
Karena aku memakai
pakaian wanita, berambut
panjang dan alis dicukur
rapi. Tapi aku tetap
bertahan demi Mama.
Demi membahagikan
beliau.
Alhamdulilah, aku
wisuda tahun
2008. Karena
pendidikan aku
cuma D2, aku
putuskan lanjut
kuliah , tambah
2 tahun lagi , tapi
jurusan beda
dari awal kuliah
lalu. Kali ini aku
ambil jurusan
S1 Bimbingan
Konseling (BK).
P a d a
pertengahan
kuliah , aku ikut
pendaftaran
Calon Pegawai
Negeri Sipil
( C P N S ) ,
t e p a t n y a
t a h u n
2009, dan
alhamdulilah
aku lulus!
INE
Volume 2/2015
ZO
OUR VOICEOUR VOICE
Dheandra Gunarti (Foto :
Facebook Dheandra)
Dheandra Gunarti Alias Pak Gun Mengajar Siswa-siswanya
(Foto: Facebook Dheandra)
2. Suarakita.org- Sabtu, 25 April 2015 Suara Kita
mengadakan diskusi buku novel berjudul Re.
Buku novel bercerita mengenai seorang lesbian
pekerja seks karangan Maman Suherman.
Novel itu sebenarnya adalah hasil sebuah skripsi
penulis ketika sedang kuliah di Universitas
Indonesia jurusan Kriminologi pada tahun 1989.
Ketika turun di lapangan, ia banyak melihat
Di sinilah titik awal penulis (Maman Suherman)
berkenalan dengan Re di sebuah hotel di daerah
Matraman. Sehingga novel ini adalah sebuah
cerita nyata penulis dalam rangka menyelesaikan
studinya.
Re bukanlah hanya sekedar nama dalam novel
tersebut, namun sebenarnya penulis hendak
memberikan pesan moral kepada pembacanya
Maman Suherman:
Wartawan Mesti Mencerahkan
bagaimana manusia dibedakan hanya karena
orientasi seksualnya berbeda.
Re sebagai tokoh sentral dalam buku tersebut
adalah seorang wanita yang hamil di luar nikah.
Keadaanya semakin tertekan dengan statusnya
sebagai anak ‘haram’. Sejak kecil ia tidak
pernah tahu siapa ayah kandungnya karena ia
lahir dari seorang ibu yang juga mengandung
dan melahirkannya di luar pernikahan. Identitas
Re sebagai anak ‘haram’ dan lahir dari seorang
ibu yang dicap sebagai pelacur membuat Re
melakukan pemberontakan. Re kemudian
memilih melahirkan anak tersebut karena baginya
yangg bersalah adalah dirinya bukan anak dalam
kandungannya. Sehingga ia merasa mempunyai
tanggung jawab moral kepada anak tersebut.
Lagi- lagi kemalangan menimpa Re. Orang
yang membantunya hingga akhirnya melahirkan
anak tersebut adalah seorang mafia (germo)
pelacuran untuk lesbian. Mau tidak mau Re tidak
kuasa menolak suratan takdir, ibarat peribahasa
mengatakan sudah jatuh tertimpa tangga pula.
bahwasanya sudah saatnya kita melakukan Re–
interpretasi, Re–thingking terhadap nilai, makna,
dan moral yang telah tumbuh dan berkembang
sejak lama di dalam masyarakat tanpa bermaksud
membenturkan agama dengan ilmu pengetahuan.
Jane sebagai moderator kemudian memper-
tanyakan mengenai bagaimana wartawan atau
jurnalisme dalam membuat berita yang sangat
membuat stigma negatif terhadap homoseksual.
Bagi Maman Suherman hal tersebut menjadi
pekerjaan rumah bagi teman- teman Suara Kita
untuk membangun jurnalistik berprespektif gender
dan orientasi seksual. Karena tidak semua orang
memahami hal tersebut . “Opinion is free but data
is sacral”, kata Maman. Itulah yang seharusnya
dipahami oleh semua jurnalis, jangan mencampur
aduk antara opini yang berkembang di masyarakat
dan fakta yang sebenarnya. “Masih banyak
wartawan yang belum bisa membedakan antara
orientasi berbeda dan penyimpangan. Sehingga
tugas wartawan yang semestinya mencerahkan
tidak terpenuhi”, ungkap Maman. (Eddy)
3. Judul Film : ROME IN ROME
Sutradara : Julio Medem
Pemeran : Elena Anaya, Natasha Yarovenko
Durasi : 109 min
Subtitle: Indonesia
Genre: Drama/Lesbian Movie
Sinopsis: Dasha (Natasha Yarovenko) , seorang perempuan muda
Rusia berlibur di Roma bertemu dengan Alba (Elena Anaya),
seorang perempuan muda Spanyol. Dasha dan Alba kebetulan
bertemu disebuah bar di Roma. Mereka menghabiskan malam
bersama sambil bercerita tentang kisah mereka. Dasha mengaku
bahwa dia adalah pemain tenis profesional dan akan menikah
minggu berikutnya di Rusia. Alba juga awalnya menceritakan
cerita bohong tentang dirinya sendiri, tetapi kemudian mengaku
bahwa dia adalah seorang insinyur mekanik.
Dasha dan Alba sarapan bersama pada waktu fajar. Mereka
membahas meninggalkan pasangan mereka dan hidup bersama
di Roma, tetapi keduanya tampaknya menyadari bahwa hal ini
tidak mungkin . Mereka meninggalkan kamar hotel bersama-sama
dan mengucapkan selamat tinggal di depan hotel .
F i l m
Oleh : Yatna Pelangi*
Aku dan kau pernah berjalan untuk satu tujuan
Tak perduli hantaman gelombang dan hujatan orang
Karena kita berdua saling cinta
Kau pernah tinggalkan aku,
Aku terguncang
Kehilangan arah
Seperti layang-layang putus dari benang
Tapi itu tak lama
Kau kembali datang
Gelapku sirna seketika
Ruang batin terang siang dan malam
Sejuta mimpi terukir kembali
Hingga pada suatu ketika
Kubuka sebuah “surat cinta”
Berisi huruf bertabur MATAHARI
Sukmaku bergetar
Aku menyerah pasrah
Satu hari berlalu
Dikamar tanpa jendela
Kau membisikan kata
Pelan … dan penuh kelembutan
‘Sayang ada MATAHARI didalam darahku”
Setelah berbisik kau hilang tanpa berita
Dua tahun berlalu
Sebuah kabar datang bersama halilintar
Aku bersandar gemetar
Kamar dan hatiku basah
Mendengarmu bersandar dipelukan bumi
“Kasihku damailah dalam tidur panjangmu,
bantu kuatkan hatiku menjalani hidup yang
sementara ini”.
Teruntuk, sahabat, kekasih dan belahan
jiwaku.
Kalibata 09/10/2013.
*Yatna Pelangi, Staf Publikasi dan Kampanye Suara Kita
Matahari didalam Tubuhku
4. Narasi foto
Suarakita.org– Ketika syair terakhir lagu Nyiur Melambai diselesaikan oleh 15 waria yang tergabung
dalam pondok pesantren (Ponpes) waria Al Fatah Yogyakarta, Sontak riuh tepuk tangan memenuhi
Pendapa Kabupaten Jepara.
Siang itu, Nyiur Melambai menjadi lagu terakhir dari tiga lagu yang dibawakan dengan kompak oleh
kelompok waria yang berkebaya serba hijau. Latihan keras beberapa minggu yang dilakukan berbuah
juga, mereka mampu menuai decak kagum para peserta yang hadir. Bait demi bait dari tiga lagu yang
mereka siapkan mampu mereka tampilkan dengan baik.Apresiasi yang positif datang dari masyarakat,
mahasiswa dan perangkat kabupaten yang datang dalam rangka menghadiri Seminar Nasional Figh
Indonesia, 31 Maret 2015.
Perjalanan jauh para waria Ponpes Waria Al Fatah Yogyakarta, menembus malam selama 5 jam
dari kota Gudeg, serta melawan lelah dan kantuk terbayar sudah. Meski di awal penampilan mereka
sedikit grogi, tetapi semangat juang tetap mereka tunjukkan. Kini masyarakat mengerti bahwa banyak
potensi yang waria miliki, sama dengan kebanyakan orang. Keberadaan waria memberi warna dalam
kehidupan beragama dan bernegara. Sekaligus mengajak umat beragama untuk berpikir terbuka
serta bijaksana menghadapi keberagaman.
Foto dan teks : NICO*
*NICO, Freelance photographer dan travel writer yang pernah mendapat award dari Unesco Bangkok tentang
Promoting Gender Equality in Education tahun 2008 dan 2010. Berkontribusi dalam buku Traditional Visual Motifs
& Patterns: Auspicious Symbols of Asia, APCEIU Unesco Korea. Kini banyak belajar dengan komunitas Pesantren
Waria di Yogyakarta.
ourvoice.lgbtiq@gmail.com Suara Kita @suarakita_ov
SuaraKita juga menerima tulisan berupa artikel, cerpen, puisi dan segala bentuk tulisan lainnya.Tulisan bisa dikirim ke E-mail redaksi SuaraKita:suarakitaredaksi@gmail.com.