SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
RESUME ILMU UKUR TANAH PERTEMUAN KE – 2
SISTEM PROYEKSI UTM, POLYEDER, DAN RUPA BUMI
A. Proyeksi Polyeder
Ciri-ciri proyeksi
a. Kerucut
b. Konform
c. Normal
d. Tangent
Pengertian : Proyeksi Polyeder adalah proyeksi kerucut normal konform. Dalam proyeksi
polyeder, daerah yang akan dibuat petanya dibagi dalam daerah-daerah kecil
yang dibatasi oleh garis-garis parallel dan meridian. Di Indonesia, setiap daerah
kecil tersebut berukuran 20 x 20 atau sekitar 36 km x 36 km. Tiap daerah kecil′ ′
ini merupakan satuan proyeksi sendiri yang dinamakan bagian derajat.
Sebagian bidang proyeksi diambil bidang kerucut untuk tiap-tiap bagian derajat
yang menyinggung permukaan bumi (ellipsoid) pada garis parallel tengah
bagian derajat itu.
Titik origin salib sumbu diambil dari titik perpotongan garis parallel tengah dan
garis meridian tengah. Garis parallel diproyeksikan sebagai busur-busur
lingkaran yang mempunyai titik pusat di titik puncak kerucut. Garis parallel
tengah diproyeksikan ekuidistan, sedang proyeksi garis-gais parallel lainnya
dibuat sedemikian rupa sehingga proyeksi polyeder menjadi konform.
Wilayah Indonesia dibagi dalam 139 x 111 bagian derajat. Bidang kerucut
menyinggung pada garis parallel tengah (parallel standard, k = 1). Meridian
akan tergambar sebagai garis lurus yang konvergen ke arah kutub. Untuk
daerah di utara ekuator, konvergen ke kutub utara. Untuk daerah yang ada di
sebelah selatan konvergen ke kutub selatan.
Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan dua digit angka.
Digit pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis
parallel standar (φo) sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab
menunjukan garis meridian standarnya (λo).
Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :
• Paralel standar : dimulai dari I (ϕ0=6°50 LU) sampai LI (′ ϕ0=10°50 LU)′
• Meridian standar : dimulai dari 1 (λ0=11°50 BT) sampai 96 (λ′ 0=19°50 BT)′
Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol
Jakarta (λjakarta= 106°48 27 ,79 BT).′ ′′
Polyeder di Indonesia digunakan untuk peta topografi dengan cakupan
94˚.41’ BT - 141˚ BT, dan dibagi 20’ menjadi 139 bagian. Cara menghitung :
 (141˚ - 94˚.41’) = 46˚20’
Hasilnya dibagi 20’ :
 = 139 bagian
Keuntungan proyeksi polyeder :
Untuk daerah yang terletaak dalam satu bagian derajat (20 x 20 ) perubahan jarak dan sudut′ ′
praktis tidak ada, sehingga proyeksi seperti ini baik untuk peta-peta teknis berskala besar
dan peta-peta topografi.
Kerugian proyeksi polyeder :
1. Jika daerah yang dipetakan lebih luas dari 20 x 20 , maka harus selalu pindah bagian′ ′
derajat atau pindah stelsel koordinat yang memerlukan hitungan.
2. Grid dinyatakan dalam kilometer fiktif sehingga kurang praktis. Untuk tiap pulau
besar ada stelsel penomeran grid tersendiri, hal ini akan membingungkan.
3. Kurang praktis untuk penggambaran peta-peta skala 1:250.000 atau yang lebih kecil
lagi, karena akan terdiri dari banyak bagian derajat.
4. Kondisi konvergensi meridian yang belum diperhitungkan dapat menyebabkan
kesalahan arah maksimum 15 untuk jarak 15 km.
B. PROYEKSI UTM ( Universal Transverse Mercator )
Ciri-ciri proyeksi Transverse Mercator:
1. Silinder
2. Konform
3. Tangent
4. Transversal
Pengertian : Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator dengan sifat-sifat
khusus. UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant,
transversal.
Pada proyeksi ini secara geografis silindernya menyinggung bumi pada sebuah
meridian yang disebut meridian sentral. Pada meridian sentral, faktor skala (k)
adalah 1 (tidak terjadi distorsi). Perbesaran sepanjang meridian akan semakin
meningkat pada meridian yang semakin jauh dari meridian sentral kearah
timur maupun kearah barat. Perbesaran sepanjang paralel semakin akan
meningkat pada lingkaran paralel yang semakin mendekati equator. Dengan
adanya distorsi yang semakin membesar, maka perlu diusahakan untuk
memperkecil distorsi dengan membagi daerah dalam zone-zone yang sempit
(daerah pada muka bumi yang dibatasi oleh dua meridian).
Lebar zone proyeksi TM biasanya sebesar 3º. Setiap zone mempunyai
meridian sentral sendiri. Jadi seluruh permukaan bumi tidak dipetakan dalam
satu silinder. Pada system proyeksi UTM didefinisika posisi horizontal dua
dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan conform yang
memotong bumi pada dua meridian standart. Seluruh permukaan bumi dibagi
atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone dibatasi oleh dua
meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai contoh,
zone 1 dimulai dari 180° BB hingga 174° BB, zone 2 di mulai dari 174° BB
hingga 168° BB, terus kearah timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174° BT
sampai 180° BT. Batas lintang dalam system koordinat ini adalah 80° LS hingga
84° LU. Setiap bagian derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari
80° LS kearah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari
C,D,E,F, hingga X (huruf I dan O tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80° LS
hingga 72° LS diberi notasi C, 72° LS hingga 64° LS diberi notasi D, 64° LS
hingga 56° LS diberi notasi E, dan seterusnya.
Ciri proyeksi UTM adalah :
a) Proyeksi bekerja pada setiap bidang Ellipshoid yang dibatasi cakupan garis meridian
dengan lebar yang disebut zone.
b) Proyeksi garis meridian pusat (MC) merupakan garis vertikal pada bidang tengah
poyeksi.
c) Proyeksi garis lingkar equator merupakan garis lurus horizontal di tengah bidang
proyeksi.
d) Grid merupakan perpotongan garis-garis yang sejajar dengan dua garis proyeksi pada
butir dua dan tiga dengan interval sama. Jadi garis pembentukan gridn bukan hasil dari
garis Bujur atau Lintang Ellipshoide (kecuali garis Meridian Pusat dan Equator).
e) Penyimpangan arah garis meridian terhadap garis utara grid di Meridian Pusat = , atau
garis arah meridian yang melalui titik luar Meridian Pusat tidak sama dengan garis arah
Utara Grid Peta yang disebut Konvegerensi Meridian. Dalam luasan dan skala tertentu
tampilan simpangan ini dapat diabaikan karena kecil.
Gambar pembagian zona UTM Dunia dan Indonesia :
1. Dunia
2. Indonesia
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan:
a. Proyeksi simetris selebar 6° untuk setiap zone.
b. Transformasi koordinat dari zone ke zone dapat dikerjakan dengan rumus yang sama
untuk setiap zone di seluruh dunia.
c. Distorsi berkisar antara - 40 cm/ 1.000 m dan 70 cm/ 1.000 m.
Kerugian :
a. Karena pembesaran jarak dan konvergensi meridian, maka unsur ini harus diperhatikan
dalam perhitungan.
b. Walaupun satu derajat bagian meliputi daerah luas akan tetapi masih dibutuhkan
hitungan-hitungan pemindahan bagian derajat, menjadi tidak praktis.
c. Konvergensi meridian pada jarak 15 km maksimum dapat mencapai lebih kurang 150
meter.
Konvergensi adalah serangkaian garis searah yang menuju suatu titik pertemuan dan
Konvergensi Meridian adalah ukuran lembar peta dan cara menghitung titik sudut lembar
peta UTM .
Cara Menghitung proyeksi UTM :
 UTM = (Bujur˚/6˚) + 30
Ukuran lembar peta berdasarkan skala :
Skala Peta Ukuran Lintang (L) Ukuran Bujur (B)
1 : 1.000.000 4 ° 6 °
1 : 500.000 2 ° 3 °
1 : 250.000 1 ° 1 ° 30’
1 : 100.000 30‘ 30’
1 : 50.000 15’ 15’
1 : 25.000 7’ 30” 7’ 30”
1 : 10.000 2’ 30” 2’ 30”
Sistematika Ukuran Peta (dari skala 1:1.000.000 sampai 1:10.000)
Urutan Penomoran
Nomor NLP Keterangan
1209
Nomor lembar peta skala 1 : 250.000, format 1 ° x 1 ° 30’. Satu NLP
dibagi menjadi 6 NLP pada skala 1 : 100.000 masing-masing
berukuran 30’ x 30’
1209 - 1
Nomor lembar peta skala 1 : 100.000, format 30’ x 30’. Satu NLP
dibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 50.000 masing-masing
berukuran 15’ x 15’
1209 - 43
Nomor lembar peta skala 1 : 50.000, format 15’ x 15’. Satu NLP
dibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 25.000 masing-masing
berukuran 7’ 30” x 7’ 30”
1209 - 224
Nomor lembar peta skala 1 : 25.000, format 7’ 30” x 7’ 30”. Satu NLP
dibagi menjadi 9 NLP pada skala 1 : 10.000 masing-masing
berukuran 2’ 30” x 2’ 30”
1209 - 6229 Nomor lembar peta skala 1 : 10.000, format 2’ 30” x 2’ 30”
C. RUPA BUMI
Pengertian : Peta Rupabumi Indonesia (RBI) adalah peta topografi yang menampilkan
sebagian unsur-unsur alam dan buatan manusia di wilayah NKRI. Unsur-unsur
kenampakan rupabumi dapat dikelompokkan menjadi 7 tema, yaitu: Unsur-
unsur kenampakan rupabumi dapat dikelompokkan menjadi 7 tema, yaitu:
Tema 1: Penutup lahan: area tutupan lahan seperti hutan, sawah, pemukiman
dan sebagainya
Tema 2: Hidrografi: meliputi unsur perairan seperti sungai, danau, garis pantai
dan sebagainya
Tema 3: Hipsografi: data ketinggian seperti titik tinggi dan kontur
Tema 4: Bangunan: gedung, rumah dan bangunan perkantoran dan budaya
lainnya
Tema 5: Transportasi dan Utilitas: jaringan jalan, kereta api, kabel transmisi
dan jembatan
Tema 6: Batas administrasi: batas negara provinsi, kota/kabupaten,
kecamatan dan desa
Tema 7: Toponimi: nama-nama geografi seperti nama pulau, nama selat,
nama gunung dan sebagainya
Indeks data ketersediaan, dan tahun pembuatan peta RBI dalam skala :
1:250.000, 1:50.000, 1: 25.000, dan 1:10.000.
MANFAAT PETA RUPABUMI
Peta Rupabumi atau yang sering dikenal dengan Peta RBI memiliki berbagai macam-macam
kegunaan dari masing-masing atributnya, diantaranya:
1. Data Kontur, dapat digunakan untuk menunjukkan kenampakan suatu relief di suatu
permukaan bumi seperti gunung, bukit, lereng atas, lereng kaki, lereng bawah, dataran,
dan lembah (morphology). Dengan sedikit sentuhan SRTM 30 m, maka akan semakin
mudah dalam interpretasi.
2. Data tutupan lahan, menunjukkan jenis tutupan lahan secara keruangan (spasial) pada
lokasi tertentu.
3. Data sungai, dapat digunakan untuk asosiasi dalam interpretasi Peta Satuan
Geomorfologi.
4. Transportasi dan Utilitas, digunakan untuk keperluan sarana prasarana dan
pengembangan wilayah.
5. Batas Admin, menunjukan batas secara administrasi suatu daerah.
6. Toponimi, menunjukkan keterangan mengenai latar belakang penamaan suatu fenomena
geosfer, contoh: Pulau Komodo, (dasar penamaan karena pulau tersebut habitat hewan
komodo).
CONTOH PETA RUPA BUMI
RESUME : ILMU UKUR TANAH
PERTEMUAN KE-2
Nama : Gian Adrhyana Adiwinata
NIM : 111141005
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
PRODI TEKNIK GEOLOGI
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

More Related Content

What's hot

Penginderaan Jauh : Klasifikasi Terselia
Penginderaan Jauh : Klasifikasi TerseliaPenginderaan Jauh : Klasifikasi Terselia
Penginderaan Jauh : Klasifikasi TerseliaWachidatin N C
 
Sistem sistem satelit di bidang geodesi satelit
Sistem sistem satelit di bidang geodesi satelitSistem sistem satelit di bidang geodesi satelit
Sistem sistem satelit di bidang geodesi satelitRetno Pratiwi
 
SOF Jaring Kontrol Geodesi
SOF Jaring Kontrol GeodesiSOF Jaring Kontrol Geodesi
SOF Jaring Kontrol GeodesiAvrilina Hadi
 
Tiga Cara Memotong file Raster Sesuai Batas Polygon Menggunakan ArcGIS
Tiga Cara Memotong file Raster Sesuai Batas Polygon Menggunakan ArcGISTiga Cara Memotong file Raster Sesuai Batas Polygon Menggunakan ArcGIS
Tiga Cara Memotong file Raster Sesuai Batas Polygon Menggunakan ArcGISbramantiyo marjuki
 
Makalah hidrografi (nabilla esa chotimah)
Makalah hidrografi (nabilla esa chotimah)Makalah hidrografi (nabilla esa chotimah)
Makalah hidrografi (nabilla esa chotimah)afifsalim12
 
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi Nur Hilaliyah
 
Tugas terjemahan survey hidrografi
Tugas terjemahan survey hidrografiTugas terjemahan survey hidrografi
Tugas terjemahan survey hidrografiAgita Herwanda
 
Pengantar survey-dan-pemetaan-1
Pengantar survey-dan-pemetaan-1Pengantar survey-dan-pemetaan-1
Pengantar survey-dan-pemetaan-1khalid munandar
 
Dasar dasar perpetaan
Dasar dasar perpetaanDasar dasar perpetaan
Dasar dasar perpetaanZia Ul Maksum
 
Laporan Praktikum Fotogrametri Dasar Pengamatan Paralaks Stereoskopis By Mega...
Laporan Praktikum Fotogrametri Dasar Pengamatan Paralaks Stereoskopis By Mega...Laporan Praktikum Fotogrametri Dasar Pengamatan Paralaks Stereoskopis By Mega...
Laporan Praktikum Fotogrametri Dasar Pengamatan Paralaks Stereoskopis By Mega...Mega Yasma Adha
 
Tutorial agisoft metashape - Edi Supriyanto
Tutorial agisoft metashape - Edi SupriyantoTutorial agisoft metashape - Edi Supriyanto
Tutorial agisoft metashape - Edi Supriyantoedisupriyanto123
 
Pengikatan ke muka & belakang
Pengikatan ke muka & belakangPengikatan ke muka & belakang
Pengikatan ke muka & belakangTutus Kusuma
 
Laporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lerengLaporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lerengandini rambe
 
Makalah Geodesi Geometri II terkait Jaring Kontrol dan datum Geodesi
Makalah Geodesi Geometri II terkait Jaring Kontrol dan datum GeodesiMakalah Geodesi Geometri II terkait Jaring Kontrol dan datum Geodesi
Makalah Geodesi Geometri II terkait Jaring Kontrol dan datum GeodesiMega Yasma Adha
 
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi) Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi) bramantiyo marjuki
 

What's hot (20)

Penginderaan Jauh : Klasifikasi Terselia
Penginderaan Jauh : Klasifikasi TerseliaPenginderaan Jauh : Klasifikasi Terselia
Penginderaan Jauh : Klasifikasi Terselia
 
Sistem sistem satelit di bidang geodesi satelit
Sistem sistem satelit di bidang geodesi satelitSistem sistem satelit di bidang geodesi satelit
Sistem sistem satelit di bidang geodesi satelit
 
Laporan kalibrasi kamera
Laporan kalibrasi kameraLaporan kalibrasi kamera
Laporan kalibrasi kamera
 
SOF Jaring Kontrol Geodesi
SOF Jaring Kontrol GeodesiSOF Jaring Kontrol Geodesi
SOF Jaring Kontrol Geodesi
 
Tiga Cara Memotong file Raster Sesuai Batas Polygon Menggunakan ArcGIS
Tiga Cara Memotong file Raster Sesuai Batas Polygon Menggunakan ArcGISTiga Cara Memotong file Raster Sesuai Batas Polygon Menggunakan ArcGIS
Tiga Cara Memotong file Raster Sesuai Batas Polygon Menggunakan ArcGIS
 
Makalah hidrografi (nabilla esa chotimah)
Makalah hidrografi (nabilla esa chotimah)Makalah hidrografi (nabilla esa chotimah)
Makalah hidrografi (nabilla esa chotimah)
 
04 Dasar-dasar QGIS dan Plugin
04 Dasar-dasar QGIS dan Plugin04 Dasar-dasar QGIS dan Plugin
04 Dasar-dasar QGIS dan Plugin
 
Ib acc 17 juni 2017 (1)
Ib acc 17 juni 2017 (1)Ib acc 17 juni 2017 (1)
Ib acc 17 juni 2017 (1)
 
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
 
Tugas terjemahan survey hidrografi
Tugas terjemahan survey hidrografiTugas terjemahan survey hidrografi
Tugas terjemahan survey hidrografi
 
Pengantar survey-dan-pemetaan-1
Pengantar survey-dan-pemetaan-1Pengantar survey-dan-pemetaan-1
Pengantar survey-dan-pemetaan-1
 
Kesalahan Bias Ionosfer dan Troposfer
Kesalahan Bias Ionosfer dan TroposferKesalahan Bias Ionosfer dan Troposfer
Kesalahan Bias Ionosfer dan Troposfer
 
Dasar dasar perpetaan
Dasar dasar perpetaanDasar dasar perpetaan
Dasar dasar perpetaan
 
Laporan Praktikum Fotogrametri Dasar Pengamatan Paralaks Stereoskopis By Mega...
Laporan Praktikum Fotogrametri Dasar Pengamatan Paralaks Stereoskopis By Mega...Laporan Praktikum Fotogrametri Dasar Pengamatan Paralaks Stereoskopis By Mega...
Laporan Praktikum Fotogrametri Dasar Pengamatan Paralaks Stereoskopis By Mega...
 
Tutorial agisoft metashape - Edi Supriyanto
Tutorial agisoft metashape - Edi SupriyantoTutorial agisoft metashape - Edi Supriyanto
Tutorial agisoft metashape - Edi Supriyanto
 
Pengikatan ke muka & belakang
Pengikatan ke muka & belakangPengikatan ke muka & belakang
Pengikatan ke muka & belakang
 
Laporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lerengLaporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lereng
 
Makalah Geodesi Geometri II terkait Jaring Kontrol dan datum Geodesi
Makalah Geodesi Geometri II terkait Jaring Kontrol dan datum GeodesiMakalah Geodesi Geometri II terkait Jaring Kontrol dan datum Geodesi
Makalah Geodesi Geometri II terkait Jaring Kontrol dan datum Geodesi
 
LAYOUT PADA ARCGIS 10.0
LAYOUT PADA ARCGIS 10.0LAYOUT PADA ARCGIS 10.0
LAYOUT PADA ARCGIS 10.0
 
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi) Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
 

Similar to UTM PROYEKSI

Similar to UTM PROYEKSI (20)

Bab 4 proyeksi peta
Bab 4 proyeksi petaBab 4 proyeksi peta
Bab 4 proyeksi peta
 
Navigasi Tutorial
Navigasi TutorialNavigasi Tutorial
Navigasi Tutorial
 
C_KELOMPOK 2_SISTEM PROYEKSI.pptx
C_KELOMPOK 2_SISTEM PROYEKSI.pptxC_KELOMPOK 2_SISTEM PROYEKSI.pptx
C_KELOMPOK 2_SISTEM PROYEKSI.pptx
 
Skala peta
Skala petaSkala peta
Skala peta
 
Prinsip dasar pemetaan
Prinsip dasar pemetaanPrinsip dasar pemetaan
Prinsip dasar pemetaan
 
Pengantar kartografi
Pengantar kartografiPengantar kartografi
Pengantar kartografi
 
Navigasi darat
Navigasi darat Navigasi darat
Navigasi darat
 
Pengukuran sudut
Pengukuran sudutPengukuran sudut
Pengukuran sudut
 
Ilmu ukur-tanah1
Ilmu ukur-tanah1Ilmu ukur-tanah1
Ilmu ukur-tanah1
 
Seminar perpetaan
Seminar perpetaanSeminar perpetaan
Seminar perpetaan
 
Navigasi
NavigasiNavigasi
Navigasi
 
ilmu ukur tambang
ilmu ukur tambangilmu ukur tambang
ilmu ukur tambang
 
Ilmu ukur tambang
Ilmu ukur tambangIlmu ukur tambang
Ilmu ukur tambang
 
PENGETAHUAN PETA 1..ppt
PENGETAHUAN PETA 1..pptPENGETAHUAN PETA 1..ppt
PENGETAHUAN PETA 1..ppt
 
Peta
PetaPeta
Peta
 
Handout kartografi
Handout kartografiHandout kartografi
Handout kartografi
 
PENGETAHUAN_DASAR_PEMETAAN.pptx
PENGETAHUAN_DASAR_PEMETAAN.pptxPENGETAHUAN_DASAR_PEMETAAN.pptx
PENGETAHUAN_DASAR_PEMETAAN.pptx
 
Peta topografi and
Peta topografi andPeta topografi and
Peta topografi and
 
21 peta
21 peta21 peta
21 peta
 
4_Sistem Koordinat UTM.pptx
4_Sistem Koordinat UTM.pptx4_Sistem Koordinat UTM.pptx
4_Sistem Koordinat UTM.pptx
 

UTM PROYEKSI

  • 1. RESUME ILMU UKUR TANAH PERTEMUAN KE – 2 SISTEM PROYEKSI UTM, POLYEDER, DAN RUPA BUMI A. Proyeksi Polyeder Ciri-ciri proyeksi a. Kerucut b. Konform c. Normal d. Tangent Pengertian : Proyeksi Polyeder adalah proyeksi kerucut normal konform. Dalam proyeksi polyeder, daerah yang akan dibuat petanya dibagi dalam daerah-daerah kecil yang dibatasi oleh garis-garis parallel dan meridian. Di Indonesia, setiap daerah kecil tersebut berukuran 20 x 20 atau sekitar 36 km x 36 km. Tiap daerah kecil′ ′ ini merupakan satuan proyeksi sendiri yang dinamakan bagian derajat. Sebagian bidang proyeksi diambil bidang kerucut untuk tiap-tiap bagian derajat yang menyinggung permukaan bumi (ellipsoid) pada garis parallel tengah bagian derajat itu. Titik origin salib sumbu diambil dari titik perpotongan garis parallel tengah dan garis meridian tengah. Garis parallel diproyeksikan sebagai busur-busur lingkaran yang mempunyai titik pusat di titik puncak kerucut. Garis parallel tengah diproyeksikan ekuidistan, sedang proyeksi garis-gais parallel lainnya dibuat sedemikian rupa sehingga proyeksi polyeder menjadi konform. Wilayah Indonesia dibagi dalam 139 x 111 bagian derajat. Bidang kerucut menyinggung pada garis parallel tengah (parallel standard, k = 1). Meridian akan tergambar sebagai garis lurus yang konvergen ke arah kutub. Untuk daerah di utara ekuator, konvergen ke kutub utara. Untuk daerah yang ada di sebelah selatan konvergen ke kutub selatan.
  • 2. Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan dua digit angka. Digit pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis parallel standar (φo) sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukan garis meridian standarnya (λo). Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah : • Paralel standar : dimulai dari I (ϕ0=6°50 LU) sampai LI (′ ϕ0=10°50 LU)′ • Meridian standar : dimulai dari 1 (λ0=11°50 BT) sampai 96 (λ′ 0=19°50 BT)′ Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta (λjakarta= 106°48 27 ,79 BT).′ ′′ Polyeder di Indonesia digunakan untuk peta topografi dengan cakupan 94˚.41’ BT - 141˚ BT, dan dibagi 20’ menjadi 139 bagian. Cara menghitung :  (141˚ - 94˚.41’) = 46˚20’ Hasilnya dibagi 20’ :  = 139 bagian
  • 3. Keuntungan proyeksi polyeder : Untuk daerah yang terletaak dalam satu bagian derajat (20 x 20 ) perubahan jarak dan sudut′ ′ praktis tidak ada, sehingga proyeksi seperti ini baik untuk peta-peta teknis berskala besar dan peta-peta topografi. Kerugian proyeksi polyeder : 1. Jika daerah yang dipetakan lebih luas dari 20 x 20 , maka harus selalu pindah bagian′ ′ derajat atau pindah stelsel koordinat yang memerlukan hitungan. 2. Grid dinyatakan dalam kilometer fiktif sehingga kurang praktis. Untuk tiap pulau besar ada stelsel penomeran grid tersendiri, hal ini akan membingungkan. 3. Kurang praktis untuk penggambaran peta-peta skala 1:250.000 atau yang lebih kecil lagi, karena akan terdiri dari banyak bagian derajat. 4. Kondisi konvergensi meridian yang belum diperhitungkan dapat menyebabkan kesalahan arah maksimum 15 untuk jarak 15 km. B. PROYEKSI UTM ( Universal Transverse Mercator ) Ciri-ciri proyeksi Transverse Mercator: 1. Silinder 2. Konform 3. Tangent 4. Transversal
  • 4. Pengertian : Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator dengan sifat-sifat khusus. UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant, transversal. Pada proyeksi ini secara geografis silindernya menyinggung bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral. Pada meridian sentral, faktor skala (k) adalah 1 (tidak terjadi distorsi). Perbesaran sepanjang meridian akan semakin meningkat pada meridian yang semakin jauh dari meridian sentral kearah timur maupun kearah barat. Perbesaran sepanjang paralel semakin akan meningkat pada lingkaran paralel yang semakin mendekati equator. Dengan adanya distorsi yang semakin membesar, maka perlu diusahakan untuk memperkecil distorsi dengan membagi daerah dalam zone-zone yang sempit (daerah pada muka bumi yang dibatasi oleh dua meridian). Lebar zone proyeksi TM biasanya sebesar 3º. Setiap zone mempunyai meridian sentral sendiri. Jadi seluruh permukaan bumi tidak dipetakan dalam satu silinder. Pada system proyeksi UTM didefinisika posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan conform yang memotong bumi pada dua meridian standart. Seluruh permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai contoh, zone 1 dimulai dari 180° BB hingga 174° BB, zone 2 di mulai dari 174° BB hingga 168° BB, terus kearah timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174° BT sampai 180° BT. Batas lintang dalam system koordinat ini adalah 80° LS hingga 84° LU. Setiap bagian derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80° LS kearah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (huruf I dan O tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80° LS
  • 5. hingga 72° LS diberi notasi C, 72° LS hingga 64° LS diberi notasi D, 64° LS hingga 56° LS diberi notasi E, dan seterusnya. Ciri proyeksi UTM adalah : a) Proyeksi bekerja pada setiap bidang Ellipshoid yang dibatasi cakupan garis meridian dengan lebar yang disebut zone. b) Proyeksi garis meridian pusat (MC) merupakan garis vertikal pada bidang tengah poyeksi. c) Proyeksi garis lingkar equator merupakan garis lurus horizontal di tengah bidang proyeksi. d) Grid merupakan perpotongan garis-garis yang sejajar dengan dua garis proyeksi pada butir dua dan tiga dengan interval sama. Jadi garis pembentukan gridn bukan hasil dari garis Bujur atau Lintang Ellipshoide (kecuali garis Meridian Pusat dan Equator). e) Penyimpangan arah garis meridian terhadap garis utara grid di Meridian Pusat = , atau garis arah meridian yang melalui titik luar Meridian Pusat tidak sama dengan garis arah Utara Grid Peta yang disebut Konvegerensi Meridian. Dalam luasan dan skala tertentu tampilan simpangan ini dapat diabaikan karena kecil.
  • 6. Gambar pembagian zona UTM Dunia dan Indonesia : 1. Dunia 2. Indonesia
  • 7. Keuntungan dan Kerugian Keuntungan: a. Proyeksi simetris selebar 6° untuk setiap zone. b. Transformasi koordinat dari zone ke zone dapat dikerjakan dengan rumus yang sama untuk setiap zone di seluruh dunia. c. Distorsi berkisar antara - 40 cm/ 1.000 m dan 70 cm/ 1.000 m. Kerugian : a. Karena pembesaran jarak dan konvergensi meridian, maka unsur ini harus diperhatikan dalam perhitungan. b. Walaupun satu derajat bagian meliputi daerah luas akan tetapi masih dibutuhkan hitungan-hitungan pemindahan bagian derajat, menjadi tidak praktis. c. Konvergensi meridian pada jarak 15 km maksimum dapat mencapai lebih kurang 150 meter. Konvergensi adalah serangkaian garis searah yang menuju suatu titik pertemuan dan Konvergensi Meridian adalah ukuran lembar peta dan cara menghitung titik sudut lembar peta UTM . Cara Menghitung proyeksi UTM :  UTM = (Bujur˚/6˚) + 30
  • 8. Ukuran lembar peta berdasarkan skala : Skala Peta Ukuran Lintang (L) Ukuran Bujur (B) 1 : 1.000.000 4 ° 6 ° 1 : 500.000 2 ° 3 ° 1 : 250.000 1 ° 1 ° 30’ 1 : 100.000 30‘ 30’ 1 : 50.000 15’ 15’ 1 : 25.000 7’ 30” 7’ 30” 1 : 10.000 2’ 30” 2’ 30” Sistematika Ukuran Peta (dari skala 1:1.000.000 sampai 1:10.000)
  • 9. Urutan Penomoran Nomor NLP Keterangan 1209 Nomor lembar peta skala 1 : 250.000, format 1 ° x 1 ° 30’. Satu NLP dibagi menjadi 6 NLP pada skala 1 : 100.000 masing-masing berukuran 30’ x 30’ 1209 - 1 Nomor lembar peta skala 1 : 100.000, format 30’ x 30’. Satu NLP dibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 50.000 masing-masing berukuran 15’ x 15’ 1209 - 43 Nomor lembar peta skala 1 : 50.000, format 15’ x 15’. Satu NLP dibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 25.000 masing-masing berukuran 7’ 30” x 7’ 30” 1209 - 224 Nomor lembar peta skala 1 : 25.000, format 7’ 30” x 7’ 30”. Satu NLP dibagi menjadi 9 NLP pada skala 1 : 10.000 masing-masing berukuran 2’ 30” x 2’ 30”
  • 10. 1209 - 6229 Nomor lembar peta skala 1 : 10.000, format 2’ 30” x 2’ 30” C. RUPA BUMI Pengertian : Peta Rupabumi Indonesia (RBI) adalah peta topografi yang menampilkan sebagian unsur-unsur alam dan buatan manusia di wilayah NKRI. Unsur-unsur kenampakan rupabumi dapat dikelompokkan menjadi 7 tema, yaitu: Unsur- unsur kenampakan rupabumi dapat dikelompokkan menjadi 7 tema, yaitu: Tema 1: Penutup lahan: area tutupan lahan seperti hutan, sawah, pemukiman dan sebagainya Tema 2: Hidrografi: meliputi unsur perairan seperti sungai, danau, garis pantai dan sebagainya Tema 3: Hipsografi: data ketinggian seperti titik tinggi dan kontur Tema 4: Bangunan: gedung, rumah dan bangunan perkantoran dan budaya lainnya Tema 5: Transportasi dan Utilitas: jaringan jalan, kereta api, kabel transmisi dan jembatan Tema 6: Batas administrasi: batas negara provinsi, kota/kabupaten, kecamatan dan desa Tema 7: Toponimi: nama-nama geografi seperti nama pulau, nama selat, nama gunung dan sebagainya Indeks data ketersediaan, dan tahun pembuatan peta RBI dalam skala : 1:250.000, 1:50.000, 1: 25.000, dan 1:10.000.
  • 11. MANFAAT PETA RUPABUMI Peta Rupabumi atau yang sering dikenal dengan Peta RBI memiliki berbagai macam-macam kegunaan dari masing-masing atributnya, diantaranya: 1. Data Kontur, dapat digunakan untuk menunjukkan kenampakan suatu relief di suatu permukaan bumi seperti gunung, bukit, lereng atas, lereng kaki, lereng bawah, dataran, dan lembah (morphology). Dengan sedikit sentuhan SRTM 30 m, maka akan semakin mudah dalam interpretasi. 2. Data tutupan lahan, menunjukkan jenis tutupan lahan secara keruangan (spasial) pada lokasi tertentu. 3. Data sungai, dapat digunakan untuk asosiasi dalam interpretasi Peta Satuan Geomorfologi. 4. Transportasi dan Utilitas, digunakan untuk keperluan sarana prasarana dan pengembangan wilayah. 5. Batas Admin, menunjukan batas secara administrasi suatu daerah. 6. Toponimi, menunjukkan keterangan mengenai latar belakang penamaan suatu fenomena geosfer, contoh: Pulau Komodo, (dasar penamaan karena pulau tersebut habitat hewan komodo). CONTOH PETA RUPA BUMI
  • 12. RESUME : ILMU UKUR TANAH PERTEMUAN KE-2 Nama : Gian Adrhyana Adiwinata NIM : 111141005
  • 13. FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL PRODI TEKNIK GEOLOGI UPN “VETERAN” YOGYAKARTA