Dokumen tersebut membahas tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus untuk mengadili pelanggaran HAM berat seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan HAM juga dapat mengadili pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Pengadilan HAM Ad Hoc."
1. PERADILAN HAM
Oleh
Drs. Sutan Syahrir Zabda, M.Hum
Prodi PPKn
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
12/12/13
1
2. Background : Menunjang wawasan teknis tentang
aspek kompetensi Guru PKn yang berkenaan dengan
Penegakan HAM
Kompetensi : Memahami mengenai implementasi
penegakan HAM melalui pelaksanaan pengadilan HAM
Prasyarat
: MK. Pendidikan Kewarganegaraan, dan
MK. Hak Asasi Manusia
12/12/13
2
3. Pengertian
Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya
disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus
terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
(UUNomor 26 Tahun 2000 )
Pengadilan HAM karena adanya pelanggaran HAM
Berat
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia (UUNomor 26 Tahun 2000 )
12/12/13
3
4.
Peradilan adalah lembaga yang menyelenggarakan
proses pengadilan. Tempat orang mendapat keadilan
Pengadilan (judiciary) HAM merupakan pengadilan
khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum
Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah
Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM meliputi :
kejahatan genosida;
kejahatan terhadap kemanusiaan
12/12/13
4
5. Pengadilan HAM Ad hok adalah Pengadilan terhadap
pelanggaran HAM berat yang dilakukan masa lalu.
Artinya: sebelum diberlakukannya ketentuan hukum ttg
HAM dan pengadilan HAM dalam wilayah kedaulatan
hukum berlakunya hukum ttg HAM dan pengadilan
HAM
Contoh kasus: Peristiwa TIM-TIM, Tanjung periuk, DOM
Aceh
12/12/13
5
6. Latar Belakang Lahirnya Pengadilan HAM
Orde baru yang berkuasa selama 33 tahun (1965-1998) telah
banyak dicatat melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM.
Orde baru yang memerintah secara otoriter selama lebih dari 30
tahun telah melakukan berbagai tindakan pelanggaran HAM
karena perilaku negara dan aparatnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam
laporan tahunnya menyatakan bahwa pemerintah perlu
menuntaskan segala bentuk pelanggaran HAM yang pernah
terjadi di tanah air Berbagai pelanggaran HAM yang terjadi
belum pernah terselesaikan secara tuntas
Sementara kecenderungan gejala pelanggaran HAM semakin
meningkat.
12/12/13
6
7. Penyelesaian kasus Tanjung Priok, DOM Aceh, Papua
dan kasus pelanggaran HAM berat di Timor-timur
selama pra dan pasca jajak pendapat belum
ada yang terselesaikan.
Atas kondisi ini sorotan dunia internasional terhadap
Indonesia sehubungan dengan maraknya pelanggaran
HAM yang terjadi kian menguat terlebih sorotan atas
pertanggungjawaban pelanggaran HAM yang terjadi di
Timor-timur selama proses jajak pendapat.
12/12/13
7
8.
Kasus pembumihangusan di Timor-timur telah
mendorong dunia internasional agar dibentuk peradilan
internasional (internasional tribunal) bagi para
pelakunya.
Desakan untuk adanya peradilan internasional
khususnya bagi pelanggaran HAM yang berat yang
terjadi di Timortimur semakin menguat bahkan komisi
Tinggi PBB untuk Hak-hak asasi manusia telah
mengeluarkan resolusi untuk mengungkapkan
kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM berat di
Timor-Timur.
12/12/13
8
9. Indonesia menolak resolusi Komisi HAM PBB tersebut
Indonesia
secara
tegas
menolak
dan
akan
menyelesaikan kasus pelanggaran HAM dengan
menggunakan ketentuan nasional karena konstitusi
Indonesia memungkinkan untuk menyelenggarakan
peradilan hak asasi manusia.
Atas penolakan tersebut, mempunyai konsekuensi
bahwa Indonesia harus melakukan proses peradilan
atas terjadinya pelanggaran HAM di Timor-Timur .
12/12/13
9
10. Peradilan = lembaga/court / judiciary
Pengadilan = judicial
Pelanggaran HAM ringan pengadilan Pidana biasa
Pelanggaran HAM Berat yang dilakukann pasca ratifikasi
ketentuan Internasional dan sistem hukum pengadilan
HAM Pengadilan HAM
Penlanggaan HAM BErat masa lalu (sebelum ketentuan
pengadilan HAM) Pengadilan HAM Ad Hok
12/12/13
10
11. Undang-undang No. 26 Tahun 2000 juga mengatur
tentang adanya pengadilan HAM ad hoc yang akan
berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM berat
yang terjadi di masa lalu.
Ad hoc di sini bersifat menorobos asas hukum yang
yang melarang hukum berlaku surut (asas retroaktif)
Pelanggaran HAM Berat masa lalu Indonesia seperti:
peristiwa 1965, tanjung periuk, kasus timor Timur, DOM
Aceh,
12/12/13
11
12.
Pasal 4
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pasal 5
Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik
Indonesia oleh warga negara Indonesia.
Pasal 6
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan
belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan.
12/12/13
12
13. 1. kejahatan genosida adalah:
setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara :
◦ Membunuh anggota kelompok;
◦ mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat
terhadap anggota-anggota kelompok;
12/12/13
13
14. menciptakan kondisi kehidupan kelompok
yang akan mengakibatkan kemusnahan
secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
memaksakan tindakan-tindakan yang
bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok; atau
memindahkan secara paksa anak-anak dari
kelompok tertentu ke kelompok lain.
12/12/13
14
15.
Kasus pembumi hangusan di Timor-timur telah
mendorong dunia internasional agar dibentuk peradilan
internasional (international tribunal) bagi para
pelakunya.
Desakan untuk adanya peradilan internasional
khususnya bagi pelanggaran HAM yang berat yang
terjadi di Timor timur
semakin menguat bahkan komisi Tinggi PBB untuk
Hak-hak asasi manusia telah mengeluarkan resolusi
untuk
mengungkapkan
kemungkinan
terjadinya
pelanggaran HAM berat di Timor-Timur.
12/12/13
15
16. 2. Kejahatan
terhadap kemanusiaan adalah salah
satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
12/12/13
16
17. d.
e.
f.
g.
pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan
fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar
(asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
penyiksaan;
perkosaan, perbudakan seksual, palacuran secara
paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan
seksual lain yang setara;
12/12/13
17
18. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu
atau perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
i.
penghilangan orang secara paksa; atau
j.
kejahatan apartheid.
(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM)
h.
12/12/13
18
19. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit
atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun
rohani, pada seseoarang untuk memperoleh
pengakuan atau keterangan dari seseorang dari
orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu
perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah
dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, (berlanjut ke
hal berikut)
12/12/13
19
20. atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang
ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan
pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit
atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas
hasutan
dari,
dengan
persetujuan,
atau
sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik
(Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM)
12/12/13
20
21. Penghilangan orang secara paksa adalah
tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang
menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan
dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
(the right from want) = penculikan
12/12/13
21
22. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia
Sifat Derogable dan Nonderogable
12/12/13
22
23. Tanggung jawab perlindungan dan pemenuhan HAM
ICCPR adalah di pundak negara, khususnya yang
menjadi Negara Pihak ICCPR.
Ditegaskan pada Pasal 2 (1) yang menyatakan, NegaraNegara Pihak diwajibkan untuk “menghormati dan
menjamin hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini, yang
diperuntukkan bagi semua individu yang berada di
dalam wilayah dan tunduk pada yurisdiksinya” tanpa
diskriminasi macam apapun.
12/12/13
23
24.
Kalau hak dan kebebasan yang terdapat
di dalam Kovenan ini belum dijamin
dalam yurisdiksi suatu negara, maka
negara tersebut diharuskan untuk
mengambil tindakan legislatif atau
tindakan lainnya yang perlu guna
mengefektifkan perlindungan hak-hak itu
(Pasal 2 (2)).
12/12/13
24
25. Tanggung jawab negara dalam konteks memenuhi
kewajiban yang terbit dari ICCPR ini, adalah bersifat
mutlak dan harus segera dijalankan (immediately) dan
bersifat justiciable (pengadilan).
Berbeda dengan tanggung jawab negara dalam konteks
memenuhi kewajiban yang terbit dari ICESCR, yang
tidak harus segera dijalankan pemenuhannya. Tetapi
secara bertahap (progressive realization), dan karena itu
bersifat non-justiciable.
12/12/13
25
26. 1.
Non Derogable Rights yaitu hak-hak yang bersifat absolut yang
tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh Negara-Negara Pihak
(negara yang telah meratifikasi HAM) walaupun dalam keadaan
darurat sekalipun. Seperti:
a. hak atas hidup (rights to life);
b. hak bebas dari penyiksaan (rights to be free from torture);
c. hak bebas dari perbudakan (rights to be free from slavery);
d. hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian
(utang);
e. hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut; (Retroaktif)
f. hak sebagai subjek hukum; (asas equality before the law)
g. Hak atas kebebasan berpikir (freedom of thought),
h. Hak atas kebebasan beragama (freedom of religion)
i. Hak atas kebebasan dari penculikan (freedom from want)
12/12/13
26
27.
Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak
dalam jenis ini, seringkali akan mendapat kecaman
sebagai negara yang telah melakukan pelanggaran
serius hak asasi manusia (gross violation of human
rights).
Pelanggaran HAM Berat adalah pelanggaran terhadap hak azasi
yang non derogable rights seperti:
12/12/13
27
28. 2. Derogable adalah HAM yang dapat dialihkan/ditunda
seperti:
a. hak atas kebebasan berkumpul secara damai;
b. hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk
dan menjadi anggota serikat buruh; dan
c. hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau
berekpresi, termasuk kebebasan mencari, menerima
dan memberikan informasi dan segala macam gagasan
tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan atau
tilisan).
12/12/13
28
29.
Pasal 23
(1) Penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat dilakukan oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad
hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan atau masyarakat.
(3) Sebelum melaksanakan tugasnya penuntut umum ad hoc
mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masingmasing.
(4) Untuk dapat diangkat menjadi penuntut umum ad hoc harus
memenuhi syarat
12/12/13
29
32. (2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut
umum ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan
atau masyarakat.
(3) Sebelum melaksanakan tugasnya penuntut umum ad
hoc mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya
masing-masing.
(4) Untuk dapat diangkat menjadi penuntut umum ad hoc
harus memenuhi syarat :
12/12/13
32
33. Syarat Penuntut Umum
warga negara Republik Indonesia;
berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan
paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun;
berpendidikan sarjana hukum dan berpengalaman sebagai
penuntut umum;
sehat jasmani dan rohani;
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan
memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi
manusia
12/12/13
33
34. Pasal 24
Penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (1) dan ayat (2) wajib dilaksanakan paling lambat
70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal hasil
penyidikan diterima.
Pasal 25
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sewaktu-waktu
dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa
Agung mengenai perkembangan penyidikan dan
penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat.
12/12/13
34
35. Material jurisdiction (rationale materiale):
jenis pelanggaran HAM berat yang bisa diadili oleh pengadilan HAM, meliputi:
Kejahatan genosida dan Kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal4 jo. Pasal 7 UU
No. 26 Tahun 2000),
• Temporal jurisdiction (rationale temporis).
UU No. 26 Tahun 2000 berlaku sejak diundangkan,
pada 23 Nopember 2000. Namun, pasal 43 ayat (1),
Pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum
diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.
Sutan Syahrir Zabda Dosen MK
Pengadilan HAM
12/12/13
35
36.
Personal jurisdiction (rationalepersonae)
Berdasarkan Pasal 6, pengadilan HAM tidak berwenang
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang
berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat
kejahatan dilakukan.
Territorial jurisdiction (rationaleloci) .
Pasal 5 UU No. 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pengadilan
HAM berwenang juga memeriksa danmemutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan
diluar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh
warganegara Indonesia.
Sutan Syahrir Zabda Dosen MK
Pengadilan HAM
12/12/13
36
37. BabIV
Pasal
10-33 UU No. 26 Tahun 2000.
Namun, prinsip secara umum, hukum
acara yang berlaku dalam pengadilan
HAM masih dominan bersandarkan pada
KUHAP atau Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (vide: Pasal 10 UU
No. 26 Tahun 2000)
Sutan Syahrir Zabda Dosen MK
Pengadilan HAM
12/12/13
37
40. dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 20
(dua puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai
dengan daerah hukumnya.
Penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang
Pengadilan HAM dapat dilakukan paling lama 90
(sembilan puluh) hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga
puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan
daerah hukumnya.
12/12/13
40
42.
Penyidikanperkarapelanggaranhakasasimanusiayang
beratdilakukanolehJaksaAgung(Pasal21 ayat1)
Penyidikan wajib diselesaikan paling lambat 90 (sembilan
puluh) hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima
dan dinyatakan lengkap oleh penyidik (Pasal 22 ayat1), dan
dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilanpuluh)
hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah
hukumnya. Bila dalam batas waktu tersebut penyidikan belum
dapat diselesaikan, penyidikan dapat diperpanjang paling lama
60 (enampuluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai
dengan daerah hukumnya(Pasal22 ayat3).
Sutan Syahrir Zabda Dosen MK
Pengadilan HAM
12/12/13
42
44. Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM, dengan
jumlah 5 (lima) orang anggota majelis hakim Pengadilan
HAM, yang terdiri atas 2 (dua) orang hakim pada
Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 (tiga) orang
hakim ad hoc (Pasal27 ayat1-2).
Tabel komposisi hakimad hoc di Pengadilan HAM (hal.
8)
Sutan Syahrir Zabda Dosen MK
Pengadilan HAM
12/12/13
44
49. Pasal 34
(1) Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi
manusia yang berat berhak atas perlindungan fisik dan
mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan
dari pihak manapun.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan
aparat keamanan secara cuma-cuma.
(3) Ketentuan mengenai tata cara perlindungan terhadap
korban dan saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
12/12/13
49
50. Pasal 35
(1) Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang
berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh
kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
(2) Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar
putusan Pengadilan HAM.
(3) Ketentuan mengenai kompensasi, restitusi, dan
rahabilitasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
12/12/13
50
51. Pasal 43
(1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi
sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.
(2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan
Presiden.
(3) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berada di lingkungan Peradilan Umum.
Pasal 44
Pemeriksaan di Pengadilan HAM ad hoc dan upaya hukumnya
dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
12/12/13
51
52.
Pasal 46
Untuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini
tidak berlaku ketentuan mengenai kadaluarsa.
Pasal 47
(1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
terjadi sebelum berlakunya Undang-undang ini tidak
menutup kemungkinan penyelesaiannya dilakukan
oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
(2) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk
dengan Undang-undang.
12/12/13
52
53. Pasal 48
Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang sudah atau sedang dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini.
12/12/13
53
54. Pasal 50
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ini, maka
Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 191, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3911) dengan ini dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
12/12/13
54
55. Tidak ada kejelasan mengenai unsur meluas
(widespread), sistematik (systematic) dan diketahui
(intension), hal ini akan berakibat adanya berbagai
macam interpretasi atas pengertian di atas.
Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Statuta
Roma yang menjelaskan secara tegas mengenai
intension.12
12/12/13
55
56.
Penerjemahan directed against any civillian population
menjadi ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil,
yang seharusnya ditujukan kepada populasi sipil.
Kata “langsung” ini bisa berimplikasi pada seolah-olah hanya
pelaku di lapangan saja yang dapat dikenakan pasal ini
sedangkan pelaku diatasnya yang membuat kebijakan tidak
tercakup dalam pasal ini.
Istilah “penduduk” untuk menterjemahkan kata “population”
telah menyempitkan subyek hukum dengan menggunakan
batasan-batasan wilayah yang akan menyempitkan targettarget potensial korban kejahatan terhadap kemanusiaan
hanya kepada warga negara dimana kejahatan tersebut
berlangsung.13
12/12/13
56
57. 3. Penerjemahan istilah “prosecution” menjadi
penganiayaan. Prosecution mempunyai arti yang lebih
luas merujuk pada perlakuan diskriminatif yang
menghasilkan kerugian mental maupun fisik atau
ekonomis.
Dengan digunakan istilah penganiayaan ini maka
tindakan teror dan intimidasi atas seseorang atau
kelompok sipil tertentu berdasarkan kepercayaan
politik menjadi tidak termasuk dalam kategori
tersebut.14
12/12/13
57
58.
UU No. 26 Tahun 2000 tidak memasukkan tentang
kejahatan yang termasuk rumusan kejahatan
terhadap kemanusiaan seperti dalam huruf k Pasal 7
Statuta Roma yaitu perbuatan tidak manusiawi lain
dengan
sifat
yang
sama
secara
sengaja
menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius
terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik.
Alasan tidak dimasukkan rumusan ketentuan ini
dalam UU No. 26 Tahun 2000 adalah adanya
pengertian bahwa ketentuan ini tidak memberikan
kepastian hukum dan memiliki penafsiran yang luas
12/12/13
58