SlideShare a Scribd company logo
1 of 45
HUKUM ACARA
PENGADILAN HAM
Dr. Mualimin Abdi, SH, MH
Direktur Jenderal HAM
Kementerian Hukum dan HAM
Pelanggaran HAM:
Adalah: “Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.”
PENGERTIAN PELANGGARAN HAM YANG BERAT
 Sebuah tindak pidana atau kejahatan yang bersifat luar biasa (extraordinary crimes),
dan bersifat sistemik atau meluas (systemic or widespread).
 Umumnya, tindakan tersebut dilakukan oleh suatu kekuasaan atau kelompok yang
ditunjukan kepada perorangan tertentu atau kelompok berdasarkan asal-usul, etnik
dan agama, dengan tujuan untuk menghilangkan nyawa secara sistematis atau
meluas.
 Kata sistemik dan meluas merupakan kata kunci yang membedakan pelanggaran ini
dengan tindak pidana biasa dalam KUHP atau perundang-undangan pidana lainnya.
 Dalam Hukum Internasional, ada 4 Kejahatan yang termasuk Pelanggaran HAM yang
Berat: 1)genosida; 2) kejahatan terhadap kemanusiaan; 3)kejahatan perang; dan 4)
Kejatan agresi. Sebagaimana diatur di dalam ‘Rome Statute of The International
Criminal Court’ (ICC).
 Dalam Hukum Indonesia, ada 2 Kejahatan yang termasuk Pelanggaran HAM yang
berat: 1) Genosida, dan 2) Kejahatan terhadap Kemanusiaan. Sebagaimana diatur di
dalam UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Kejahatan genosida (Psl 8 UU 26/2000)
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok
bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok.
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yg berat terhadap
anggota-2 kelompok
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan fisik baik seluruh atau sebagiannya
d. memaksakan tindakan-2 yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok, atau
e. memindahkan secara paksa anak-2 dari kelompok tertentu ke
kelompok lain
Kejahatan terhadap kemanusiaan (Psl 9 UU 26/2000)
Adalah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa :
a. Pembunuhan;
b. Pemusnahan;
c. Perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-
wenang yg melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f. Penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa, atau bentuk-2 kekerasan seksual lain yang
setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
i. penghilangan orang secara paksa, atau;
j. kejahatan apartheid
Kejahatan perang:
Adalah: “Suatu tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum internasional,
terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun
sipil.”
Kejahatan perang meliputi semua pelanggaran terhadap perlindungan yang
telah ditentukan oleh hukum perang, dan juga mencakup kegagalan untuk
tunduk pada norma prosedur dan aturan pertempuran, seperti menyerang
pihak yang telah mengibarkan bendera putih, atau sebaliknya,
menggunakan bendera perdamaian itu sebagai taktik perang untuk
mengecoh pihak lawan sebelum menyerang. Perlakuan semena-mena
terhadap tawanan perang atau penduduk sipil juga bisa dianggap sebagai
kejahatan perang.
Kejahatan Agresi:
Kejahatan Agresi: “Penggunaan pasukan bersenjata oleh suatu
negara terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau
kemerdekaan politik negara lain.”
Kejahatan Agresi:
Perencanaan, persiapan, prakarsa atau keikutsertaan dalam
menyerang kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan
politik negara lain.
PERBEDAAN ANTARA PELANGGARAN HAM YANG
BERAT DENGAN PELANGGARAN HAM
Pelanggaran HAM yang Berat Pelanggaran HAM
Harus memenuhi ada atau tidaknya
unsur meluas dan/atau sistimatis
Tidak melihat ada atau tidaknya unsur
meluas dan/atau sistimatis
Hanya terhadap kejahatan yang telah
dirumuskan oleh Hukum Internasional
(Kejahatan Genosida dan Kejahatan
terhadap kemanusiaan)
Hanya terhadap kejahatan yang telah
dirumuskan oleh UU HAM (10
Kelompok Hak)
8
PERBEDAAN UU PENGADILAN HAM DENGAN ICC
UU PENGADILAN HAM ICC
Tidak menganut prinsip legalitas secara
penuh yaitu yang melarang pemberlakuan
surut atau retroaktif
menganut prinsip legalitas secara penuh yaitu yang
melarang pemberlakuan surut atau retroaktif
menganut prinsip Ne Bis in Idem Tidak menganut prinsip Ne Bis in Idem
Dua jenis pelanggaran HAM yaitu:Genosida,
dan Kejahatan atas Kemanusiaan,
empat jenis pelanggaran HAM yaitu:Genosida,
Kejahatan atas Kemanusiaan,Kejahatan Perang dan
Agresi;
Komnas HAM melakukan penyelidikan, dan
pihak Kejaksaan penyidikan.
hanya mengakui Instansi penyelidikan dan
penyidikan dilakukan oleh pihak Kejaksaan
hanya mengakui seluruh ketentuan dalam UU
Pengadilan HAM dan ketentuan peraturan
perundang-undangan hukum acara pidana
nasional.
mengakui hukum internasional dan putusan-
putusan ICC menjadi acuan dalam mengadili kasus
pelanggaran HAM
pengangkatan Hakim non karir dan Jaksa
PenuntutUmum non-karir yang berasal dari
unsur masyarakat.
mengangkat dan menempatkan Hakim tetap yang
berasal dari beberapa negara
9
Latar Belakang dibentuknya
Pengadilan HAM di Indonesia
 Pelanggaran HAM berat itu sendiri merupakan extra-ordinary crimes yang mempunyai
perumusan dan sebab timbulnya kejahatan yang berbeda dengan kejahatan atau
tindak pidana umum;
 Perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai salah satu anggota PBB dalam
menjunjung tinggi dan melaksanakan Universal Declaration on Human Rights;
 Dalam rangka melaksanakan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM dan sebagai
tindak lanjut dari Pasal 104 ayat 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999;
 Untuk mengatasi keadaan yang tidak menentu di bidang keamanan dan ketertiban
umum, termasuk perekonomian nasional. Keberadaan pengadilan HAM ini sekaligus
diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional
terhadap penegakan hukum dan jaminan kepastian hukum mengenai penegakan
HAM di Indonesia;
Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran HAM
yang Berat di Indonesia
(UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
1. Mekanisme Yudisial
1) Pertama adalah pengadilan HAM yang sifatnya permanen terhadap
kasus setelah terbentuknya UU No. 26 Tahun 2000;
2) Kedua adalah mekanisme pengadilan HAM ad hoc untuk pelanggaran
HAM masa lalu sebelum adanya undang-undang ini;
2. Mekanisme Non Yudisial
Dengan pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi
HUKUM ACARA PENGADILAN HAM
 Pembentukan Pengadilan HAM didasarkan pada ketentuan Pasal 104 UU Nomor
39 Tahun 1999 tentang HAM, bahwa yang berwenang untuk mengadili kasus
pelanggaran berat HAM adalah Pengadilan HAM dan berada di bawah
Pengadilan Umum.
 Pengadilan HAM bukan merupakan peradilan yang berdiri sendiri, karena Pasal
24 UUD 1945 dan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman telah
menegaskan bahwa hanya ada empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan
umum, Agama, Militer dan Tata Usaha Negara.
 Proses hukum, dan Hukum acara bagi pelanggaran HAM yang berat masih tetap
mengunakan KUHAP, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10 Undang-Undang
Pengadilan HAM, “Dalam hal tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini,
hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan
berdasarkan ketentuan hukum acara pidana”.
Kekhususan Pengadilan HAM
1. Diperlukan penyelidik dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad hoc,
penuntut ad hoc, dan hakim ad hoc;
2. Diperlukan penegasan bahwa penyelidik hanya dilakukan oleh komisi
nasional hak asasi manusia sedangkan penyidik tidak berwenang
menerima laporan atau pengaduan sebagai mana diatur dalam KUHAP;
3. Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk
melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dipengadilan;
4. Diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi;
5. Diperlukan ketentuan mengenai tidak ada kedaluarsa pelanggaran
HAM yang berat.
MEKANISME /PROSEDUR PENGADILAN HAM
(untuk kejahatan setelah tahun 2000)
14
KOMNAS HAM
Menerima Pengaduan
Dugaan Pelanggaran
HAM (yang Berat)
Penyelidikan oleh
Komnas HAM, hasil
penyelidikan
diserahkan kepada
penyidik
Pemeriksaan berkas
penyelidikan, jika
tidak lengkap
dikembalikan ke
Penyelidik
Penangkapan,
Penyidikan oleh
Kejaksaan
Penuntutan
(jika diperoleh
cukup bukti, Jika
tidak cukup bukti,
dikeluarkan SP3.)
Pemeriksaan
dan Putusan
Pengadilan
b
a
n
d
i
n
g
k
a
s
a
s
i
Penangkapan
Kewenangan untuk melakukan penangkapan di tingkat penyidikan
dalam pengadilan HAM ini adalah Jaksa Agung terhadap seseorang
yang diduga keras melakukan pelanggaran HAM berat berdasarkan
bukti permulaan yang cukup;
Pelaku pelanggaran HAM berat yang tertangkap tangan,
penangkapannya dilakukan tanpa surat perintah tetapi dengan segera
bahwa orang yang menangkap harus segera menyerahkannya kepada
penyidik. Lama penangkapan paling lama 1 hari dan masa
penangkapan ini dapat dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan;
Yang membedakan adalah yang melakukan/pelaksanaan tugas
penangkapan adalah Jaksa Agung sedangkan dalam KUHAP yang
melakukan penangkapan adalah petugas kepolisian Republik Indonesia
Prosedur Pengadilan HAM
 PENAHANAN
Penyelidikan
 Penyelidikan hanya dilakukan oleh Komnas HAM (tim ad hoc yang
terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat) sedangkan penyidik
tidak berwenang menerima laporan atau pengaduan;
 Penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM ini merupakan
penyelidikan yang sifatnya pro justitia;
 Komnas HAM mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan-
tindakan dalam rangka melaksanakan penyelidikan;
 Komnas HAM juga mempunyai kewenangan untuk meminta keterangan
secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan
penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat.
Penyidikan
 Pihak yang berhak melakukan penyidikan kasus pelanggaran HAM berat adalah Jaksa
Agung;
 Dalam upaya penyidikan ini Jaksa Agung dapat mengangkat penyelidik ad hoc dari
unsur masyarakat dan pemerintah;
 Penyidikan yang dilakukan wajib diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak
tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik;
 Perpanjangan dapat dilakukuan selama 90 hari berikutnya jika selama 90 hari pertama
penyidikan belum dapat diselesaikan;
 Perpanjangan yang kedua selama 60 hari, baik perpanjangan yang pertama maupun
kedua dilakukan oleh ketua pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya masing-
masing;
 Jaksa Agung wajib mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika
dalam waktu yang telah ditentukan tidak diperoleh bukti yang cukup.
Penuntutan
 Penuntutan mengenai pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung dan
dalam melakukan penuntutan. Jaksa Agung dapat mengangkat jaksa penuntut umum ad
hoc.;
 Jangka waktu penuntuan yaitu selama 70 hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan
diterima;
 Penyidikan yang dilakukan wajib diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak
tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik;
 Perpanjangan dapat dilakukuan selama 90 hari berikutnya jika selama 90 hari pertama
penyidikan belum dapat diselesaikan;
 Perpanjangan yang kedua selama 60 hari, baik perpanjangan yang pertama maupun
kedua dilakukan oleh ketua pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya masing-
masing;
 Jaksa Agung wajib mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika dalam
waktu yang telah ditentukan tidak diperoleh bukti yang cukup.
Komposisi Hakim dan Hakim Ad Hoc
Jangka Waktu
Proses Penyelidikan-Kasasi
Prosedur Pembuktian
 Mekanisme pembuktian di sidang pengadilan HAM menggunakan mekanisme
yang diatur dalam KUHAP;
 Proses pemeriksaan saksi dpat dilakukan dengan tanpa hadirnya terdakwa.
Ketentuan ini terdapat dalam PP No. 2 Tahun 2002 tentang perlindungan
terhadap korban dan saksi pelanggaran HAM yang berat;
 Berkenaan dengan alat bukti yang dapat diterima juga mengacu pada alat bukti
yang sesuai dengan KUHAP yaitu Pasal 184.
Ketentuan Pemidanaan (1)
Ketentuan Pemidanaan (2)
Delik Tanggung Jawab
Komando atau Atasan
 Pasal 42 ayat (1) dan (2) UU 26/2000
1. Unsur Komandan Militer
Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai
komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak
pidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM .
2. Unsur atasan Polisi atau Sipil
Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab
secara pidana terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawah kekuasaan dan
pengendaliannya yang efektif.
Analisa Pelaksanaan Pengadilan HAM (1)
 UU No. 26 Tahun 2000 ternyata belum memberikan aturan yang jelas dan
lengkap tentang tindak pidana yang diatur dan tidak adanya mekanisme
hukum acara secara khusus;
 UU Pengadilan HAM belum secara lengkap disertai dengan penjelasan
unsur-unsur tindak pidana (elements of crimes) terhadap kejahatan
terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida;
 UU ini juga tidak mengatur tentang prosedur pembuktian secara khusus
untuk mengadili kejahatan yang sifatnya “extra-ordinary crimes”.
Analisa Pelaksanaan Pengadilan
HAM (2)
 Pemahaman atau penerapan tentang UU No. 26 Tahun 2000 lebih banyak
didasarkan atas penafsiran hakim ketika melakukan pemeriksaan di
pengadilan ;
 Pengadopsian atas konsep kejahatan terhadap kemanusiaan dan tentang
delik tanggung jawab komando tidak memadai sehingga banyak
menimbulkan interpretasi dalam aplikasinya;
 Alat bukti yang dapat diterima mengacu pada alat bukti yang sesuai
dengan KUHAP. Namun, hal-hal yang dapat dijadikan alat bukti dalam
KUHAP ini dianggap tidak memadai jika dikomparasikan dengan praktek
peradilan HAM internasional.
Kasus Pelanggaran HAM
yang Ditangani
Sejak diterbitkannya UU Pengadilan HAM pada 2000 s.d. 2015,
Komnas HAM telah melakukan penyelidikan terhadap 12 kasus
peristiwa pelanggaran HAM yang berat (baik yang masa lalu,
maupun setelah tahun 2000)
Pada 2015 tahun, masih ada 3 (tiga) tim penyelidikan yang masih
berjalan hingga saat ini, yaitu mengenai kasus pelanggaran HAM
berat di Prov. Aceh, peristiwa kekerasan di Paniai (Papua) yang
terjadi pada Desember 2014, dan peristiwa pembunuhan orang
yang diduga dukun santet pada tahun 1998
Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran HAM
yang Berat Masa Lalu
 Pasal 43 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000, berbunyi: “Pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-
undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.”
 Pada ayat (2) disebutkan: “Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan
Presiden.”dalam penjelasan ayat (2) dijelaskan bahwa dalam hal Dewan
Perwakilan Rakyat RI mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM adhoc,
Dewan Perwakilan Rakyat RI mendasarkan pada dugaan telah terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada locus dan
tempos delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-
undang ini.
Mekanisme pengadilan HAM
(Untuk Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu) dengan
pembentukan pengadilan HAM ad hoc
Penyelidikan
Komnas HAM
Penyidikan
Kejagung
Pelimpahan
Tidak Terjadi
Pelanggaran
HAM Berat
SP3
Hasil
Usul Pembentukan
Pengadilan HAM ad hoc
DPR
Usul Pembentukan
Pengadilan HAM ad hoc
Presiden
Keputusan Presiden
Pembentukan
Pengadilan
HAM ad hoc
Kasus pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
1. Peristiwa 1965
2. Peristiwa Priok 1984
3. Peristiwa Talangsari 1989
4. Peristiwa Trisakti (1998)
5. Peristiwa Semanggi I (1998)
6. Peristiwa kerusuhan Mei 1998
7. Peristiwa Semanggi II (1999)
8. Peristiwa kerusuhan Timor-Timur 1999
9. Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
10. Rumoh Geudong, Aceh 1989-1998
11. Simpang KKA, Aceh1999
Kasus Pelanggaran HAM yang telah dilakukan
penyelidikan
No. Kasus Penyelidikan Tindak Lanjut
1. Kasus Timor Timur
1999
Laporan hasil penyelidikan
telah diserahkan kepada
Kejagung pada 31 Januari
2000
Kasus ini telah disidik oleh Kejagung
dan diperiksa pengadilan HAM dan
telah sampai tingkat Kasasi. Satu
terdakwa dinyatakan bersalah.
2. Kasus Tanjung Priok
1984
Laporan hasil penyelidikan
telah disampaikan
kepada Kejagung pada 7
Juli 2000
Telah dilakukan penyidikan dan
diperiksa pengadilan HAM dan telah
sampai tingkat Kasasi. Semua
terdakwa dinyatakan bebas.
3. Kasus Abepura
(Papua)
Laporan dikirimkan ke
Kejagung pada 17
Mei 2001
Kasus telah disidik dan ditetapkan 2
terdakwa. Dua terdakwa telah
diperiksa oleh Pengadilan HAM.
Keduanya dibebaskan.
No. Kasus Penyelidikan Tindak Lanjut
4. Kasus Trisaksi,
Semanggi I dan
Semanggi II
Laporan penyelidikan
telah disampaikan ke Kejagung
pada 29 April 2002
Kejagung belum melakukan
penyidikan dan penuntutan
5. Kasus Mei 1998 Laporan penyelidikan telah
disampaikan ke Kejagung pada
19 September 2003
Kejagung belum melakukan
penyidikan dan penuntutan
6. Kasus Wasior (Juni
2001-Oktober 2002)-
Wamena (2003).
Laporan penyelidikan telah
disampaikan ke Kejagung pada
3 September 2004
Kejagung belum melakukan
penyidikan dan penuntutan
7. Kasus Penghilangan
Paksa 1997-1998
Laporan penyelidikan telah
disampaikan ke Kejagung pada
3 September 2006.
Kejagung belum melakukan
penyidikan dan penuntutan
8. Kasus Talangsari 1989 Laporan penyelidikan telah
disampaikan ke Kejagung pada
16 September 2008
Kejagung belum melakukan
penyidikan dan penuntutan
No. Kasus Penyelidikan Tindak Lanjut
9. Kasus Penembakan
Misterius 1982-1985
Laporan penyelidikan telah
disampaikan ke Kejagung
pada 20 Juli September 2012
Kejagung belum melakukan
penyidikan dan penuntutan
10. Kasus Tragedi 1965-
1966
Laporan penyelidikan telah
disampaikan ke Kejagung
pada 20 Juli 2012
Kejagung belum melakukan
penyidikan dan penuntutan
11. Kasus Lapindo Hasil penyelidikan Komnas
HAM menyatakan tidak
terjadi pelanggaran HAM
yang berat
-
12. Kasus Pelanggaran
HAM yang berat di
Provinsi Aceh
Tim dibentuk pada 2014
dan hingga saat ini masih
melakukan penyelidikan
-
Kasus Pelanggaran HAM yang telah
diproses di Pengadilan HAM
No. Kasus Penyelidikan Tindak Lanjut
1. Kasus Timor Timur
1999
Laporan hasil penyelidikan
telah diserahkan kepada
Kejagung pada 31 Januari
2000
Kasus ini telah disidik oleh Kejagung
dan diperiksa pengadilan HAM dan
telah sampai tingkat Kasasi. Satu
terdakwa dinyatakan bersalah.
2. Kasus Tanjung
Priok 1984
Laporan hasil penyelidikan
telah disampaikan
kepada Kejagung pada 7 Juli
2000
Telah dilakukan penyidikan dan
diperiksa pengadilan HAM dan telah
sampai tingkat Kasasi. Semua
terdakwa dinyatakan bebas.
3. Kasus Abepura
(Papua)
Laporan dikirimkan ke
Kejagung pada 17
Mei 2001
Kasus telah disidik dan ditetapkan 2
terdakwa. Dua terdakwa telah
diperiksa oleh Pengadilan HAM.
Keduanya dibebaskan.
Perdebatan UU No. 26 Tahun 2000
Apakah Pasal 43 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000 bertentangan
dengan prinsip non retroaktif (ps. 28 I ayat (1) UUD NKRI 1945
Apakah Pengadilan HAM ad hoc harus dibentuk terlebih dahulu
sebelum dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM dan
penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
Mengapa penyelesaian pelanggaran HAM tidak berjalan.
Pasal 43 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000 tidak bertentangan
dengan prinsip non retroaktif (ps. 28 I ayat (1) UUD NKRI
1945
 Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Perkara No. 065/PUU-II/2004, yang diajukan oleh
Abilio Jose Osorio Soares, menyatakan bahwa Pasal 43 UU No.26 Tahun 2000 tidak
terbukti bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945.
 Pengadilan tersebut merupakan pengesampingan terhadap asas non-retroaktif yang
dilakukan dengan sangat hati-hati, dengan pertimbangan:
 pembentukannya hanya terhadap peristiwa-peristiwa tertentu dengan locus delicti
dan tempus delicti yang terbatas, bukan untuk semua peristiwa secara umum; dan
 Pengadilan HAM ad hoc hanya dapat dibentuk atas usul DPR karena menurut UUD
1945 DPR adalah representasi rakyat Indonesia, yang berarti bahwa pada dasarnya
rakyatlah yang menentukan kapan pelanggaran HAM yang berat sebelum
pembentukan UU Pengadilan HAM telah terjadi yang penyelesaiannya
membutuhkan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.
Apakah pembentukan Pengadilan HAM ad hoc
dibentuk sebelum atau sesudah penyelidikan dan
penyidikan?
 Putusan MK Nomor 18/PUU-V/2007. Putusan tersebut menyatakan bahwa Penjelasan
Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sepanjang mengenai
kata “dugaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat.
 Putusan tersebut tidak terkait dengan keterlibatan DPR, tetapi terkait dengan dasar
pertimbangan DPR dalam mengambil keputusan. Sebagai akibat hukum dari putusan
tersebut, maka usul DPR untuk pembentukan Pengadilan HAM ad hoc adalah setelah
dan berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM dan penyidikan Kejaksaan Agung.
 Dengan demikian, penyelesaian pelanggaran HAM yang berat di masa lalu melalui
Pengadilan HAM ad hoc mekanismenya dimulai dari penyelidikan oleh Komnas HAM,
dilanjutkan dengan penyidikan oleh Kejaksaan Agung, dan berdasarkan hasil
penyelidikan dan penyidikan tersebut DPR memberikan usul pembentukan Pengadilan
HAM ad hoc kepada Presiden untuk menangani kasus tersebut.
Mengapa penyelesaian pelanggaran
HAM tidak berjalan?
Belum adanya Kesepamahan dan kesepakatan bersama
tentang prosedur dan mekanisme penyelidikan dan
penyidikan, serta standar kelengkapan.
Perlu perubahan UU No. 26 Tahun 2000.
Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat
Masa Lalu secara Non Yudisial (KKR)
Pasal 47 Undang-Undang Pengadilan HAM:
Ayat (1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi
sebelum berlakunya Undang-Undang ini tidak menutup
kemungkinan penyelesaiannya dilakukan oleh Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi.
ayat (2): “Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Undang-undang.”
Gugatan Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2004 tentang KKR
Uji materiil terhadap UU KKR dilakukan terhadap 3 Pasal yang
didalilkan oleh pemohon bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945
yaitu Pasal 27, Pasal 1 angka (9) dan Pasal 44.
Mahkamah Konstitusi kemudian pada tanggal 7 Desember 2006
melalui Putusan Nomor 006/PUU-IV/2006 mengabulkan pembatalan
terhadap Pasal 27. Walaupun hanya satu pasal permohonan saja yang
dikabulkan, akan tetapi oleh karena seluruh operasionalisasi UU KKR
bergantung dan bermuara pada Pasal 27, maka seluruh ketentuan
dalam UU KKR menjadi tidak mungkin dilaksanakan.
Putusan MK
‘... [untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu]
banyak cara yang dapat ditempuh, antara lain dengan:
1. Mewujudkan rekonsiliasi dalam bentuk
kebijakan hukum (UU) yang serasi dengan UUD
1945 dan instrumen HAM yang berlaku secara
universal, atau
2. Dengan mengadakan rekonsiliasi melalui
kebijakan politik dalam rangka rehabilitasi dan
amnesti secara umum...’
UPAYAYANG DILAKUKAN PEMERINTAH
1) pada saat ini Pemerintah telah menyiapkan RUU KKR sebagai
penganti UU KKR yang lama.
2) Dalam menyikapi terhambatnya pembentukan UU KKR, Lalu,
Pemerintah juga sedang mengupayakan kebijakan politik dalam
rangka pemulihan korban PHB, yakni dengan:
a. membentuk Tim Terpadu,
b. Rancangan Perpes tentang Unit Kerja Presiden Pemulihan
Korban Pelanggaran HAM Berat.
Kesimpulan
 UU Pengadilan HAM mengisi kekosongan hukum bagi mekanisme hukum
nasional Indonesia (local remedies) dalam menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran HAM berat;
 Untuk memperkuat jaminan kepastian hukum dan pencapaian keadilan
kepada korban maka UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ini
perlu diamandemen sesuai dengan kebutuhan dan pengalaman
pelaksanaan peradilan-peradilan HAM sebelumnya.
HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................

More Related Content

Similar to HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................

materi_265_4. Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara_Dr. Khairul Fahmi.pdf
materi_265_4.  Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara_Dr. Khairul Fahmi.pdfmateri_265_4.  Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara_Dr. Khairul Fahmi.pdf
materi_265_4. Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara_Dr. Khairul Fahmi.pdfreinhardsinaga1jr
 
Tugas pp kn hak asasi manusia
Tugas pp kn hak asasi manusiaTugas pp kn hak asasi manusia
Tugas pp kn hak asasi manusiaNadia Santosa
 
Hak Asasi Manusia Kelas 11 SMA
Hak Asasi Manusia Kelas 11 SMAHak Asasi Manusia Kelas 11 SMA
Hak Asasi Manusia Kelas 11 SMAVanya Angellista
 
Hak asasi manusia (x mipa 5)
Hak asasi manusia (x mipa 5)Hak asasi manusia (x mipa 5)
Hak asasi manusia (x mipa 5)Azka8
 
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di IndonesiaJenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di IndonesiaAisyah Salsabilla Rositha
 
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di IndonesiaJenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di IndonesiaAisyah Salsabilla Rositha
 
Upaya penegakan hak asasi manusia di indonesia
Upaya penegakan hak asasi manusia di indonesiaUpaya penegakan hak asasi manusia di indonesia
Upaya penegakan hak asasi manusia di indonesiaHanson Siagian
 
HAM ( Hak Asasi Manusia )
HAM ( Hak Asasi Manusia )HAM ( Hak Asasi Manusia )
HAM ( Hak Asasi Manusia )HelvyEffendi
 
Quiz ham 41614110109
Quiz ham 41614110109Quiz ham 41614110109
Quiz ham 41614110109irvan sidik
 
LEMBAGA LEMBAGA PENEGAK HAM
LEMBAGA LEMBAGA PENEGAK HAMLEMBAGA LEMBAGA PENEGAK HAM
LEMBAGA LEMBAGA PENEGAK HAMAdam Zuhelsya
 

Similar to HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx.............................. (20)

Bab 3 ham kls x retno
Bab 3 ham kls x   retnoBab 3 ham kls x   retno
Bab 3 ham kls x retno
 
materi_265_4. Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara_Dr. Khairul Fahmi.pdf
materi_265_4.  Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara_Dr. Khairul Fahmi.pdfmateri_265_4.  Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara_Dr. Khairul Fahmi.pdf
materi_265_4. Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara_Dr. Khairul Fahmi.pdf
 
Tugas pp kn hak asasi manusia
Tugas pp kn hak asasi manusiaTugas pp kn hak asasi manusia
Tugas pp kn hak asasi manusia
 
HAM
HAMHAM
HAM
 
Jenis pelanggaran hak asasi manusia
Jenis pelanggaran hak asasi manusiaJenis pelanggaran hak asasi manusia
Jenis pelanggaran hak asasi manusia
 
Hak Asasi Manusia Kelas 11 SMA
Hak Asasi Manusia Kelas 11 SMAHak Asasi Manusia Kelas 11 SMA
Hak Asasi Manusia Kelas 11 SMA
 
Sk.3
Sk.3Sk.3
Sk.3
 
Jenis pelanggaran hak asasi manusia
Jenis pelanggaran hak asasi manusiaJenis pelanggaran hak asasi manusia
Jenis pelanggaran hak asasi manusia
 
Hak asasi manusia (x mipa 5)
Hak asasi manusia (x mipa 5)Hak asasi manusia (x mipa 5)
Hak asasi manusia (x mipa 5)
 
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di IndonesiaJenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
 
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di IndonesiaJenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
Jenis pelanggaran ham dan kasus pelanggaran ham di Indonesia
 
Upaya penegakan hak asasi manusia di indonesia
Upaya penegakan hak asasi manusia di indonesiaUpaya penegakan hak asasi manusia di indonesia
Upaya penegakan hak asasi manusia di indonesia
 
Kd 1.1 pelanggaran ham
Kd 1.1 pelanggaran hamKd 1.1 pelanggaran ham
Kd 1.1 pelanggaran ham
 
HAM ( Hak Asasi Manusia )
HAM ( Hak Asasi Manusia )HAM ( Hak Asasi Manusia )
HAM ( Hak Asasi Manusia )
 
Quiz ham 41614110109
Quiz ham 41614110109Quiz ham 41614110109
Quiz ham 41614110109
 
LEMBAGA LEMBAGA PENEGAK HAM
LEMBAGA LEMBAGA PENEGAK HAMLEMBAGA LEMBAGA PENEGAK HAM
LEMBAGA LEMBAGA PENEGAK HAM
 
HAM & Media
HAM & MediaHAM & Media
HAM & Media
 
BAB VII HAM.pptx
BAB VII HAM.pptxBAB VII HAM.pptx
BAB VII HAM.pptx
 
[240717] Presentasi PPKn
[240717] Presentasi PPKn[240717] Presentasi PPKn
[240717] Presentasi PPKn
 
Hak azasi manusia
Hak azasi manusiaHak azasi manusia
Hak azasi manusia
 

Recently uploaded

PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxmuhammadarsyad77
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxendang nainggolan
 
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
pengantar    Kapita selekta hukum bisnispengantar    Kapita selekta hukum bisnis
pengantar Kapita selekta hukum bisnisilhamsumartoputra
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)ErhaSyam
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaYogaJanuarR
 
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxHukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxAudyNayaAulia
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 

Recently uploaded (10)

PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
 
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
pengantar    Kapita selekta hukum bisnispengantar    Kapita selekta hukum bisnis
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
 
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxHukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 

HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................

  • 1. HUKUM ACARA PENGADILAN HAM Dr. Mualimin Abdi, SH, MH Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM
  • 2. Pelanggaran HAM: Adalah: “Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”
  • 3. PENGERTIAN PELANGGARAN HAM YANG BERAT  Sebuah tindak pidana atau kejahatan yang bersifat luar biasa (extraordinary crimes), dan bersifat sistemik atau meluas (systemic or widespread).  Umumnya, tindakan tersebut dilakukan oleh suatu kekuasaan atau kelompok yang ditunjukan kepada perorangan tertentu atau kelompok berdasarkan asal-usul, etnik dan agama, dengan tujuan untuk menghilangkan nyawa secara sistematis atau meluas.  Kata sistemik dan meluas merupakan kata kunci yang membedakan pelanggaran ini dengan tindak pidana biasa dalam KUHP atau perundang-undangan pidana lainnya.  Dalam Hukum Internasional, ada 4 Kejahatan yang termasuk Pelanggaran HAM yang Berat: 1)genosida; 2) kejahatan terhadap kemanusiaan; 3)kejahatan perang; dan 4) Kejatan agresi. Sebagaimana diatur di dalam ‘Rome Statute of The International Criminal Court’ (ICC).  Dalam Hukum Indonesia, ada 2 Kejahatan yang termasuk Pelanggaran HAM yang berat: 1) Genosida, dan 2) Kejahatan terhadap Kemanusiaan. Sebagaimana diatur di dalam UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
  • 4. Kejahatan genosida (Psl 8 UU 26/2000) Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: a. membunuh anggota kelompok. b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yg berat terhadap anggota-2 kelompok c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan fisik baik seluruh atau sebagiannya d. memaksakan tindakan-2 yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, atau e. memindahkan secara paksa anak-2 dari kelompok tertentu ke kelompok lain
  • 5. Kejahatan terhadap kemanusiaan (Psl 9 UU 26/2000) Adalah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : a. Pembunuhan; b. Pemusnahan; c. Perbudakan; d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang- wenang yg melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; f. Penyiksaan; g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa, atau bentuk-2 kekerasan seksual lain yang setara; h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i. penghilangan orang secara paksa, atau; j. kejahatan apartheid
  • 6. Kejahatan perang: Adalah: “Suatu tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum internasional, terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil.” Kejahatan perang meliputi semua pelanggaran terhadap perlindungan yang telah ditentukan oleh hukum perang, dan juga mencakup kegagalan untuk tunduk pada norma prosedur dan aturan pertempuran, seperti menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih, atau sebaliknya, menggunakan bendera perdamaian itu sebagai taktik perang untuk mengecoh pihak lawan sebelum menyerang. Perlakuan semena-mena terhadap tawanan perang atau penduduk sipil juga bisa dianggap sebagai kejahatan perang.
  • 7. Kejahatan Agresi: Kejahatan Agresi: “Penggunaan pasukan bersenjata oleh suatu negara terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara lain.” Kejahatan Agresi: Perencanaan, persiapan, prakarsa atau keikutsertaan dalam menyerang kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara lain.
  • 8. PERBEDAAN ANTARA PELANGGARAN HAM YANG BERAT DENGAN PELANGGARAN HAM Pelanggaran HAM yang Berat Pelanggaran HAM Harus memenuhi ada atau tidaknya unsur meluas dan/atau sistimatis Tidak melihat ada atau tidaknya unsur meluas dan/atau sistimatis Hanya terhadap kejahatan yang telah dirumuskan oleh Hukum Internasional (Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap kemanusiaan) Hanya terhadap kejahatan yang telah dirumuskan oleh UU HAM (10 Kelompok Hak) 8
  • 9. PERBEDAAN UU PENGADILAN HAM DENGAN ICC UU PENGADILAN HAM ICC Tidak menganut prinsip legalitas secara penuh yaitu yang melarang pemberlakuan surut atau retroaktif menganut prinsip legalitas secara penuh yaitu yang melarang pemberlakuan surut atau retroaktif menganut prinsip Ne Bis in Idem Tidak menganut prinsip Ne Bis in Idem Dua jenis pelanggaran HAM yaitu:Genosida, dan Kejahatan atas Kemanusiaan, empat jenis pelanggaran HAM yaitu:Genosida, Kejahatan atas Kemanusiaan,Kejahatan Perang dan Agresi; Komnas HAM melakukan penyelidikan, dan pihak Kejaksaan penyidikan. hanya mengakui Instansi penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh pihak Kejaksaan hanya mengakui seluruh ketentuan dalam UU Pengadilan HAM dan ketentuan peraturan perundang-undangan hukum acara pidana nasional. mengakui hukum internasional dan putusan- putusan ICC menjadi acuan dalam mengadili kasus pelanggaran HAM pengangkatan Hakim non karir dan Jaksa PenuntutUmum non-karir yang berasal dari unsur masyarakat. mengangkat dan menempatkan Hakim tetap yang berasal dari beberapa negara 9
  • 10. Latar Belakang dibentuknya Pengadilan HAM di Indonesia  Pelanggaran HAM berat itu sendiri merupakan extra-ordinary crimes yang mempunyai perumusan dan sebab timbulnya kejahatan yang berbeda dengan kejahatan atau tindak pidana umum;  Perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai salah satu anggota PBB dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan Universal Declaration on Human Rights;  Dalam rangka melaksanakan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM dan sebagai tindak lanjut dari Pasal 104 ayat 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999;  Untuk mengatasi keadaan yang tidak menentu di bidang keamanan dan ketertiban umum, termasuk perekonomian nasional. Keberadaan pengadilan HAM ini sekaligus diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap penegakan hukum dan jaminan kepastian hukum mengenai penegakan HAM di Indonesia;
  • 11. Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran HAM yang Berat di Indonesia (UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM) 1. Mekanisme Yudisial 1) Pertama adalah pengadilan HAM yang sifatnya permanen terhadap kasus setelah terbentuknya UU No. 26 Tahun 2000; 2) Kedua adalah mekanisme pengadilan HAM ad hoc untuk pelanggaran HAM masa lalu sebelum adanya undang-undang ini; 2. Mekanisme Non Yudisial Dengan pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi
  • 12. HUKUM ACARA PENGADILAN HAM  Pembentukan Pengadilan HAM didasarkan pada ketentuan Pasal 104 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, bahwa yang berwenang untuk mengadili kasus pelanggaran berat HAM adalah Pengadilan HAM dan berada di bawah Pengadilan Umum.  Pengadilan HAM bukan merupakan peradilan yang berdiri sendiri, karena Pasal 24 UUD 1945 dan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman telah menegaskan bahwa hanya ada empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, Agama, Militer dan Tata Usaha Negara.  Proses hukum, dan Hukum acara bagi pelanggaran HAM yang berat masih tetap mengunakan KUHAP, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10 Undang-Undang Pengadilan HAM, “Dalam hal tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini, hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana”.
  • 13. Kekhususan Pengadilan HAM 1. Diperlukan penyelidik dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad hoc, penuntut ad hoc, dan hakim ad hoc; 2. Diperlukan penegasan bahwa penyelidik hanya dilakukan oleh komisi nasional hak asasi manusia sedangkan penyidik tidak berwenang menerima laporan atau pengaduan sebagai mana diatur dalam KUHAP; 3. Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dipengadilan; 4. Diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi; 5. Diperlukan ketentuan mengenai tidak ada kedaluarsa pelanggaran HAM yang berat.
  • 14. MEKANISME /PROSEDUR PENGADILAN HAM (untuk kejahatan setelah tahun 2000) 14 KOMNAS HAM Menerima Pengaduan Dugaan Pelanggaran HAM (yang Berat) Penyelidikan oleh Komnas HAM, hasil penyelidikan diserahkan kepada penyidik Pemeriksaan berkas penyelidikan, jika tidak lengkap dikembalikan ke Penyelidik Penangkapan, Penyidikan oleh Kejaksaan Penuntutan (jika diperoleh cukup bukti, Jika tidak cukup bukti, dikeluarkan SP3.) Pemeriksaan dan Putusan Pengadilan b a n d i n g k a s a s i
  • 15. Penangkapan Kewenangan untuk melakukan penangkapan di tingkat penyidikan dalam pengadilan HAM ini adalah Jaksa Agung terhadap seseorang yang diduga keras melakukan pelanggaran HAM berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup; Pelaku pelanggaran HAM berat yang tertangkap tangan, penangkapannya dilakukan tanpa surat perintah tetapi dengan segera bahwa orang yang menangkap harus segera menyerahkannya kepada penyidik. Lama penangkapan paling lama 1 hari dan masa penangkapan ini dapat dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan; Yang membedakan adalah yang melakukan/pelaksanaan tugas penangkapan adalah Jaksa Agung sedangkan dalam KUHAP yang melakukan penangkapan adalah petugas kepolisian Republik Indonesia
  • 17. Penyelidikan  Penyelidikan hanya dilakukan oleh Komnas HAM (tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat) sedangkan penyidik tidak berwenang menerima laporan atau pengaduan;  Penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM ini merupakan penyelidikan yang sifatnya pro justitia;  Komnas HAM mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan- tindakan dalam rangka melaksanakan penyelidikan;  Komnas HAM juga mempunyai kewenangan untuk meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat.
  • 18. Penyidikan  Pihak yang berhak melakukan penyidikan kasus pelanggaran HAM berat adalah Jaksa Agung;  Dalam upaya penyidikan ini Jaksa Agung dapat mengangkat penyelidik ad hoc dari unsur masyarakat dan pemerintah;  Penyidikan yang dilakukan wajib diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik;  Perpanjangan dapat dilakukuan selama 90 hari berikutnya jika selama 90 hari pertama penyidikan belum dapat diselesaikan;  Perpanjangan yang kedua selama 60 hari, baik perpanjangan yang pertama maupun kedua dilakukan oleh ketua pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya masing- masing;  Jaksa Agung wajib mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika dalam waktu yang telah ditentukan tidak diperoleh bukti yang cukup.
  • 19. Penuntutan  Penuntutan mengenai pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung dan dalam melakukan penuntutan. Jaksa Agung dapat mengangkat jaksa penuntut umum ad hoc.;  Jangka waktu penuntuan yaitu selama 70 hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima;  Penyidikan yang dilakukan wajib diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik;  Perpanjangan dapat dilakukuan selama 90 hari berikutnya jika selama 90 hari pertama penyidikan belum dapat diselesaikan;  Perpanjangan yang kedua selama 60 hari, baik perpanjangan yang pertama maupun kedua dilakukan oleh ketua pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya masing- masing;  Jaksa Agung wajib mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika dalam waktu yang telah ditentukan tidak diperoleh bukti yang cukup.
  • 20. Komposisi Hakim dan Hakim Ad Hoc
  • 22. Prosedur Pembuktian  Mekanisme pembuktian di sidang pengadilan HAM menggunakan mekanisme yang diatur dalam KUHAP;  Proses pemeriksaan saksi dpat dilakukan dengan tanpa hadirnya terdakwa. Ketentuan ini terdapat dalam PP No. 2 Tahun 2002 tentang perlindungan terhadap korban dan saksi pelanggaran HAM yang berat;  Berkenaan dengan alat bukti yang dapat diterima juga mengacu pada alat bukti yang sesuai dengan KUHAP yaitu Pasal 184.
  • 25. Delik Tanggung Jawab Komando atau Atasan  Pasal 42 ayat (1) dan (2) UU 26/2000 1. Unsur Komandan Militer Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM . 2. Unsur atasan Polisi atau Sipil Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab secara pidana terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif.
  • 26. Analisa Pelaksanaan Pengadilan HAM (1)  UU No. 26 Tahun 2000 ternyata belum memberikan aturan yang jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang diatur dan tidak adanya mekanisme hukum acara secara khusus;  UU Pengadilan HAM belum secara lengkap disertai dengan penjelasan unsur-unsur tindak pidana (elements of crimes) terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida;  UU ini juga tidak mengatur tentang prosedur pembuktian secara khusus untuk mengadili kejahatan yang sifatnya “extra-ordinary crimes”.
  • 27. Analisa Pelaksanaan Pengadilan HAM (2)  Pemahaman atau penerapan tentang UU No. 26 Tahun 2000 lebih banyak didasarkan atas penafsiran hakim ketika melakukan pemeriksaan di pengadilan ;  Pengadopsian atas konsep kejahatan terhadap kemanusiaan dan tentang delik tanggung jawab komando tidak memadai sehingga banyak menimbulkan interpretasi dalam aplikasinya;  Alat bukti yang dapat diterima mengacu pada alat bukti yang sesuai dengan KUHAP. Namun, hal-hal yang dapat dijadikan alat bukti dalam KUHAP ini dianggap tidak memadai jika dikomparasikan dengan praktek peradilan HAM internasional.
  • 28. Kasus Pelanggaran HAM yang Ditangani Sejak diterbitkannya UU Pengadilan HAM pada 2000 s.d. 2015, Komnas HAM telah melakukan penyelidikan terhadap 12 kasus peristiwa pelanggaran HAM yang berat (baik yang masa lalu, maupun setelah tahun 2000) Pada 2015 tahun, masih ada 3 (tiga) tim penyelidikan yang masih berjalan hingga saat ini, yaitu mengenai kasus pelanggaran HAM berat di Prov. Aceh, peristiwa kekerasan di Paniai (Papua) yang terjadi pada Desember 2014, dan peristiwa pembunuhan orang yang diduga dukun santet pada tahun 1998
  • 29. Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu  Pasal 43 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000, berbunyi: “Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang- undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.”  Pada ayat (2) disebutkan: “Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.”dalam penjelasan ayat (2) dijelaskan bahwa dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat RI mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM adhoc, Dewan Perwakilan Rakyat RI mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada locus dan tempos delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya Undang- undang ini.
  • 30. Mekanisme pengadilan HAM (Untuk Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu) dengan pembentukan pengadilan HAM ad hoc Penyelidikan Komnas HAM Penyidikan Kejagung Pelimpahan Tidak Terjadi Pelanggaran HAM Berat SP3 Hasil Usul Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc DPR Usul Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc Presiden Keputusan Presiden Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc
  • 31. Kasus pelanggaran HAM Berat Masa Lalu 1. Peristiwa 1965 2. Peristiwa Priok 1984 3. Peristiwa Talangsari 1989 4. Peristiwa Trisakti (1998) 5. Peristiwa Semanggi I (1998) 6. Peristiwa kerusuhan Mei 1998 7. Peristiwa Semanggi II (1999) 8. Peristiwa kerusuhan Timor-Timur 1999 9. Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 10. Rumoh Geudong, Aceh 1989-1998 11. Simpang KKA, Aceh1999
  • 32. Kasus Pelanggaran HAM yang telah dilakukan penyelidikan No. Kasus Penyelidikan Tindak Lanjut 1. Kasus Timor Timur 1999 Laporan hasil penyelidikan telah diserahkan kepada Kejagung pada 31 Januari 2000 Kasus ini telah disidik oleh Kejagung dan diperiksa pengadilan HAM dan telah sampai tingkat Kasasi. Satu terdakwa dinyatakan bersalah. 2. Kasus Tanjung Priok 1984 Laporan hasil penyelidikan telah disampaikan kepada Kejagung pada 7 Juli 2000 Telah dilakukan penyidikan dan diperiksa pengadilan HAM dan telah sampai tingkat Kasasi. Semua terdakwa dinyatakan bebas. 3. Kasus Abepura (Papua) Laporan dikirimkan ke Kejagung pada 17 Mei 2001 Kasus telah disidik dan ditetapkan 2 terdakwa. Dua terdakwa telah diperiksa oleh Pengadilan HAM. Keduanya dibebaskan.
  • 33. No. Kasus Penyelidikan Tindak Lanjut 4. Kasus Trisaksi, Semanggi I dan Semanggi II Laporan penyelidikan telah disampaikan ke Kejagung pada 29 April 2002 Kejagung belum melakukan penyidikan dan penuntutan 5. Kasus Mei 1998 Laporan penyelidikan telah disampaikan ke Kejagung pada 19 September 2003 Kejagung belum melakukan penyidikan dan penuntutan 6. Kasus Wasior (Juni 2001-Oktober 2002)- Wamena (2003). Laporan penyelidikan telah disampaikan ke Kejagung pada 3 September 2004 Kejagung belum melakukan penyidikan dan penuntutan 7. Kasus Penghilangan Paksa 1997-1998 Laporan penyelidikan telah disampaikan ke Kejagung pada 3 September 2006. Kejagung belum melakukan penyidikan dan penuntutan 8. Kasus Talangsari 1989 Laporan penyelidikan telah disampaikan ke Kejagung pada 16 September 2008 Kejagung belum melakukan penyidikan dan penuntutan
  • 34. No. Kasus Penyelidikan Tindak Lanjut 9. Kasus Penembakan Misterius 1982-1985 Laporan penyelidikan telah disampaikan ke Kejagung pada 20 Juli September 2012 Kejagung belum melakukan penyidikan dan penuntutan 10. Kasus Tragedi 1965- 1966 Laporan penyelidikan telah disampaikan ke Kejagung pada 20 Juli 2012 Kejagung belum melakukan penyidikan dan penuntutan 11. Kasus Lapindo Hasil penyelidikan Komnas HAM menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM yang berat - 12. Kasus Pelanggaran HAM yang berat di Provinsi Aceh Tim dibentuk pada 2014 dan hingga saat ini masih melakukan penyelidikan -
  • 35. Kasus Pelanggaran HAM yang telah diproses di Pengadilan HAM No. Kasus Penyelidikan Tindak Lanjut 1. Kasus Timor Timur 1999 Laporan hasil penyelidikan telah diserahkan kepada Kejagung pada 31 Januari 2000 Kasus ini telah disidik oleh Kejagung dan diperiksa pengadilan HAM dan telah sampai tingkat Kasasi. Satu terdakwa dinyatakan bersalah. 2. Kasus Tanjung Priok 1984 Laporan hasil penyelidikan telah disampaikan kepada Kejagung pada 7 Juli 2000 Telah dilakukan penyidikan dan diperiksa pengadilan HAM dan telah sampai tingkat Kasasi. Semua terdakwa dinyatakan bebas. 3. Kasus Abepura (Papua) Laporan dikirimkan ke Kejagung pada 17 Mei 2001 Kasus telah disidik dan ditetapkan 2 terdakwa. Dua terdakwa telah diperiksa oleh Pengadilan HAM. Keduanya dibebaskan.
  • 36. Perdebatan UU No. 26 Tahun 2000 Apakah Pasal 43 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000 bertentangan dengan prinsip non retroaktif (ps. 28 I ayat (1) UUD NKRI 1945 Apakah Pengadilan HAM ad hoc harus dibentuk terlebih dahulu sebelum dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM dan penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Mengapa penyelesaian pelanggaran HAM tidak berjalan.
  • 37. Pasal 43 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000 tidak bertentangan dengan prinsip non retroaktif (ps. 28 I ayat (1) UUD NKRI 1945  Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Perkara No. 065/PUU-II/2004, yang diajukan oleh Abilio Jose Osorio Soares, menyatakan bahwa Pasal 43 UU No.26 Tahun 2000 tidak terbukti bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945.  Pengadilan tersebut merupakan pengesampingan terhadap asas non-retroaktif yang dilakukan dengan sangat hati-hati, dengan pertimbangan:  pembentukannya hanya terhadap peristiwa-peristiwa tertentu dengan locus delicti dan tempus delicti yang terbatas, bukan untuk semua peristiwa secara umum; dan  Pengadilan HAM ad hoc hanya dapat dibentuk atas usul DPR karena menurut UUD 1945 DPR adalah representasi rakyat Indonesia, yang berarti bahwa pada dasarnya rakyatlah yang menentukan kapan pelanggaran HAM yang berat sebelum pembentukan UU Pengadilan HAM telah terjadi yang penyelesaiannya membutuhkan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.
  • 38. Apakah pembentukan Pengadilan HAM ad hoc dibentuk sebelum atau sesudah penyelidikan dan penyidikan?  Putusan MK Nomor 18/PUU-V/2007. Putusan tersebut menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sepanjang mengenai kata “dugaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.  Putusan tersebut tidak terkait dengan keterlibatan DPR, tetapi terkait dengan dasar pertimbangan DPR dalam mengambil keputusan. Sebagai akibat hukum dari putusan tersebut, maka usul DPR untuk pembentukan Pengadilan HAM ad hoc adalah setelah dan berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM dan penyidikan Kejaksaan Agung.  Dengan demikian, penyelesaian pelanggaran HAM yang berat di masa lalu melalui Pengadilan HAM ad hoc mekanismenya dimulai dari penyelidikan oleh Komnas HAM, dilanjutkan dengan penyidikan oleh Kejaksaan Agung, dan berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan tersebut DPR memberikan usul pembentukan Pengadilan HAM ad hoc kepada Presiden untuk menangani kasus tersebut.
  • 39. Mengapa penyelesaian pelanggaran HAM tidak berjalan? Belum adanya Kesepamahan dan kesepakatan bersama tentang prosedur dan mekanisme penyelidikan dan penyidikan, serta standar kelengkapan. Perlu perubahan UU No. 26 Tahun 2000.
  • 40. Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu secara Non Yudisial (KKR) Pasal 47 Undang-Undang Pengadilan HAM: Ayat (1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang ini tidak menutup kemungkinan penyelesaiannya dilakukan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. ayat (2): “Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Undang-undang.”
  • 41. Gugatan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR Uji materiil terhadap UU KKR dilakukan terhadap 3 Pasal yang didalilkan oleh pemohon bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 yaitu Pasal 27, Pasal 1 angka (9) dan Pasal 44. Mahkamah Konstitusi kemudian pada tanggal 7 Desember 2006 melalui Putusan Nomor 006/PUU-IV/2006 mengabulkan pembatalan terhadap Pasal 27. Walaupun hanya satu pasal permohonan saja yang dikabulkan, akan tetapi oleh karena seluruh operasionalisasi UU KKR bergantung dan bermuara pada Pasal 27, maka seluruh ketentuan dalam UU KKR menjadi tidak mungkin dilaksanakan.
  • 42. Putusan MK ‘... [untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu] banyak cara yang dapat ditempuh, antara lain dengan: 1. Mewujudkan rekonsiliasi dalam bentuk kebijakan hukum (UU) yang serasi dengan UUD 1945 dan instrumen HAM yang berlaku secara universal, atau 2. Dengan mengadakan rekonsiliasi melalui kebijakan politik dalam rangka rehabilitasi dan amnesti secara umum...’
  • 43. UPAYAYANG DILAKUKAN PEMERINTAH 1) pada saat ini Pemerintah telah menyiapkan RUU KKR sebagai penganti UU KKR yang lama. 2) Dalam menyikapi terhambatnya pembentukan UU KKR, Lalu, Pemerintah juga sedang mengupayakan kebijakan politik dalam rangka pemulihan korban PHB, yakni dengan: a. membentuk Tim Terpadu, b. Rancangan Perpes tentang Unit Kerja Presiden Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Berat.
  • 44. Kesimpulan  UU Pengadilan HAM mengisi kekosongan hukum bagi mekanisme hukum nasional Indonesia (local remedies) dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat;  Untuk memperkuat jaminan kepastian hukum dan pencapaian keadilan kepada korban maka UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ini perlu diamandemen sesuai dengan kebutuhan dan pengalaman pelaksanaan peradilan-peradilan HAM sebelumnya.