Dokumen tersebut membahas tentang perdarahan postpartum atau perdarahan pasca persalinan, termasuk definisi, epidemiologi, kejadian, klasifikasi, dan etiologi utamanya seperti atonia uteri dan retensio plasenta."
1. PERDARAHAN POSTPARTUM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Obstetri Patologi
Disusun oleh :
Kelompok 8
Cory Avianingsih Putri 130103100011
Fia Fegriana 130103100021
Rima Arianti 130103100025
Tita Nurlita 130103100029
Eulis N Juariah 130103100034
Nelly Indah Susanti 130103100087
Kelas 6A
PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2011
2. PENDAHULUAN
Perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan adalah salah satu
penyebab kematian ibu melahirkan. Tiga faktor utama penyebab kematian ibu
melahirkan adalah perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan,
hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Perdarahan menempati
prosentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%). Di berbagai negara paling
sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan,
proporsinya berkisar antara kurang dari 10-60 %. Walaupun seorang perempuan
bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pascapersalinan, namun
selanjutnya akan mengalami kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan
akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO).
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya
paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian
besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris
(2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan
post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit,
sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post
partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut
Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post
partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari
etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta
dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab
sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta
3. mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang
keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus
genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain
laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak
melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada
sectio cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu
persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya.
Seringkali sectio cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus
diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.
4. PERDARAHAN POSTPARTUM
Definisi
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya darah 500 ml atau
lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama atau
sesudah lahirnya plasenta.
Definisi lain menyebutkan perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc
atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.
Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan
pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Kehilangan darah pasca persalinan
seringkali diperhitungkan secara lebih rendah dengan perbedaan 30-50%.
Kehilangan darah setelah persalinan per vaginam rata-rata 500 ml, dengan 5% ibu
mengalami perdarahan > 1000 ml. Sedangkan kehilangan darah pasca persalinan
dengan bedah sesar rata-rata 1000 ml.
Perkembangan terkini, perdarahan pasca persalinan didefinisikan sebagai 10%
penurunan hematokrit sejak masuk atau perdarahan yang memerlukan transfusi
darah.
Epidemiologi
1. Insiden
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu
5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan
yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita
hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.
2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian
maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,
kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan
plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan
pada akhir masa nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang
5. obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya
untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu
lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275
persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6
menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk
mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga
yang mendekati 30 menit atau lebih.
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil
dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal
sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.
Kejadian
Kejadian perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum sekitar 10-15%
(4% pascapersalinan per vaginam dan 6-8% pasca persalinan bedah sesar).
Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
1. Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemorrhage) adalah
perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir.
Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan
robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2. Perdarahan post partum sekunder/lambat (late postpartum hemorrhage)
adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama persalinan, kurang
dari 6 minggu pasca persalinan.
Etiologi
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum,
faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah
a. Etiologi perdarahan postpartum dini :
6. 1. Atonia uteri
2. Retensio plasenta
3. Perlukaan jalan lahir
4. Sisa plasenta
5. Kelainan pembekuan darah
1. Perdarahan karena Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk
berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat
myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai
darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium
tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar
dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan
kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam
usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia
uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar
kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat
nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut
dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai
menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital,
kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi,
amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.
7. Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
Manipulasi uterus yang berlebihan,
General anestesi (pada persalinan dengan operasi),
Uterus yang teregang berlebihan :
- Kehamilan kembar
- Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
- polyhydramnion
8. Kehamilan lewat waktu
Partus lama
Grande multipara (fibrosis otot-otot uterus)
Anestesi yang dalam
Infeksi uterus (chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia)
Plasenta previa
Solutio plasenta
Umur yang terlalu muda/tua
Salah pimpinan persalinan kala III ialah jika rahim dipijat-pijat untuk
mempercepat lahirnya plasenta.
Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio
plasenta
Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
Gejala :
- Perdarahan pervaginam segera setelah anak lahir.
- Uterus tidak berkontraksi dan lembek
- Fundus uteri naik (kalau pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan
darah atau selaput janin).
- Tanda-tanda syok.
Perbedaan perdarahan atonis dengan perdarahan karena robekan serviks
sebagai berikut :
Perdarahan karena robekan
Perdarahan karena atonia
serviks
- Kontraksi uterus lemah - Kontraksi uterus kuat
- Darah berwarna merah tua - Darah berwarna merah muda
karena berasal dari vena karena berasal dari arteria
- Biasanya timbul setelah
persalinan operatif.
9. Karena itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan dengan spekulum setelah
operasi-operasi seperti forceps tengah, versi dan ekstraksi, ekstraksi pada bokong
untuk menentukan diagnosa dengan cepat.
Sebaiknya juga dilakukan eksplorasi cavum uteri karena selalu ada
kemungkinan robekan uteri.
Indikasi eksplorasi cavum uteri
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap),
setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan
lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada
pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan
pervaginam.
Terapi
Sebaiknya disuntikkan 10 S pitosin segera setelah anak lahir sebagai
profilaks pada semua pasien dengan kemungkinan atonia uteri.
Perdarahan dalam kala III
Jika ada perdarahan banyak dalam kala III dan kontraksi uterus kurang baik,
maka segera suntik pitosin 10 S IM, selanjutnya kandung kemih dikosongkan dan
dilakukan massase uterus dan setelah ada tanda-tanda pelepasan plasenta, plasenta
segera dilahirkan dengan tekanan pada fundus.
Jika perdarahan tidak berhenti dan plasenta belum lepas juga, maka jika
perdarahan mencapai 400 cc atau perdarahan deras sekali maka plasenta segera
dilepaskan secara manual, pada keadaan ini pasien diberi infus atau transfusi.
Penatalaksanaan perdarahan karena atonia uteri
Peranan bidan dalam menghadapi perdarahan post partum karena atonia
uteri :
1. Bidan dapat segera melakukan rujukan penderita dengan didahului tindakan
ringan :
- Memasang infus-memberikan cairan pengganti.
- Memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau dengan drip.
- Melakukan masase uterus sehingga kontraksi otot rahim makin cepat
dan makin kuat.
10. - Penderita sebaiknya diantar.
Sikap bidan menghadapi atonia uteri
Teknik KBI
1. Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukkan tangan
(dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam
vagina itu.
2. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada
kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
3. Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anterior uteri
sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat
dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
11. Gambar. Kompresi bimanual internal
4. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding
uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
5. Evaluasi keberhasilan :
- Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBl selama dua menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara
melekat selama kala empat.
- Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian
tersebut. Segera lakukan penjahitan jika ditemukan laserasi.
- Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan
keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal kemudian
teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak
berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu
dengan hipertensi)
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah
lebih tinggi dari kondisi normal.
7. Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus
dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit
oksitosin.
12. Alasan: Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan
IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu membutuhkan
transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi
uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang
hilang selama perdarahan.
8. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin
dapat membantu membuat uterus-berkontraksi
9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan
rujukan. Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan
perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan
tindakan pembedahan dan transfusi darah.
10. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu
tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di
fasilitas rujukan:
a. Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
b. Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau
hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan
kemudian berikan 125 ml/jam.
c. Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan
dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan
cairan tambahan.
Teknik Kompresi Bimanual Eksternal
1. Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis
pubis.
2. Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus
uteri), usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
3. Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan
kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus
di antara kedua tangan tersebut. (Pusdiknakes, Asuhan Persalinan Normal)
13. Gambar : Kompresi bimanual eksterna
2. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah
jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta
berulang (habitual retentio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi
plasenta inkar-serata, dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas
korio karsinoma.
Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan
tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding
uterus, bahaya infeksi, dan dapat terjadi inversio uteri.
1. Sikap umum bidan.
a. Memperhatikan keadaan umum penderita.
Apakah anemis
Bagaimana jumlah perdarahannya
Keadaan umum penderita: tekanan darah, nadi, dan suhu
Keadaan fundus uteri: kontraksi dan tinggi fundus uteri.
b. Mengetahui keadaan plasenta.
Apakah plasenta inkarserata
Melakukan tes plasenta lepas: metode Kusnert, metode Klein,
metode Strassman, metode Manuaba.
c. Memasang infus dan memberikan cairan pengganti.
2. Sikap khusus bidan.
14. a. Retensio plasenta dengan perdarahan.
Langsung melakukan plasenta manual
b. Retensio plasenta tanpa perdarahan.
Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera
memasang infus dan memberikan cairan
Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk
mendapatkan penanganan yang lebih baik
Memberikan transfusi
Proteksi dengan antibiotika
Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan
pengaruh narkosa.
3. Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan.
a. Meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil
terjadi retensio plasenta.
b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang terlatih.
c. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak
diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat
proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat
mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan
plasenta.
Retensio plasenta dan plasenta manual
Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan
retensio plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus
dipikirkan bagaimana persiapan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa
penderita.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
15. Darah penderita terlalu banyak hilang.
Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah. sehingga perdarahan tidak
ter jadi.
Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
4. Plasenta manual dengan segera dilakukan:
Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc.
Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual Plasenta
Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan
pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan
uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Persiapan plasenta manual :
Peralatan sarung tangan steril.
Desinfektan untuk genitalia eksterna.
Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan
umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer
Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan
suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi
rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu
tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan)
dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
16. Gambar. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring),
ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri
dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah.
Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya
ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian
pinggir plasenta yang terlepas.
Gambar. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di
dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu.
Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya
(kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri
supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus
(perforasi) dapat dihindarkan.
17. Gambar Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui
kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa.
Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta
keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik
(oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan
inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina
atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
Komplikasi tindakan plasenta manual
Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
Terjadi perforasi uterus.
Terjadi infeksi: terdapat sisa palsenta atau membrane dan bakteria terdorong
ke dalam rongga rahim.
Terjadi perdarahan karena atonia uteri.
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis
dengan: memberikan uterotonika intravena atau intramuscular
Memasang tamponade uterovaginal
Memberikan antibiotika
Memasang infus dan persiapan transfusi darah.
18. Skema tatalaksana retensio plasenta
3. Perdarahan karena robekan serviks
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus
dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah. Perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber
perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, servik, dan robekan uterus
19. (rupture uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dengan robekan jalan
lahir dengan perdarahan bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai para pertolongan
persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Pertolongan persalinan dengan resiko
rendah mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menurunkan angka
kematian ibu maupun perinatal.
Setelah persalinan buatan atau jika ada perdarahan walaupun kontraksi
uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan
pemeriksaan dengan speculum.
Jika terdapat robekan yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1
cm, maka robekan tersebut hendaknya dijahit.
Untuk memudahkan penjahitan sebaiknya fundus uteri ditekan ke bawah
sehingga serviks dekat dengan vulva.
Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah.
Dalam melakukan jahitan robekan servik ini yang penting bukan jahitna lukanya
tetapi pengikatan dari cabang-cabang arteria uterina.
4. Perdarahan karena sisa plasenta
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum
lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila
terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya dan harus dilakukan eksplorasi dari cavum uteri.
Potongan-potongan plasenta yang ketinggalan tanpa diketahui biasanya
menimbulkan perdarahan postpartum lambat.
Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus,
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio
uteri.
Kalau perdarahan banyak sebaiknya sisa-sisa plasenta ini segera dikeluarkan
walaupun ada demam.
20. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
- Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva)
- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidva sampai miometrium–sampai dibawah peritoneum
(plasenta akreta – perkreta)
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus
perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang
echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika
perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum
hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan
dilatasi dan curettage.
5. Thrombin : Kelainan pembekuan darah (hematoma)
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami
laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
Hipofibrinogenemia,
Trombocitopeni,
Idiopathic thrombocytopenic purpura,
HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low
- platelet count ),
Disseminated Intravaskuler Coagulation,
Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan
trombosit sudah rusak.
21. b. Etiologi perdarahan postpartum lambat :
1. Tertinggalnya sebagian plasenta
2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
3. Dari luka bekas seksio sesaria
6. Inversio Plasenta
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam
kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan. Selain dari pada itu
pertolongan persalinan yang makin banyak dilakukan tenaga terlatih maka terjadi
inversio uteri pun makin berkurang.
. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta
secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri
memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok adapun
menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya kedalam kavum uteri.
Untuk menegakkan kemungkinan terjadi inversio uteri dapat dilakukan
pemeriksaan palpasi pada fundus uteri yang menghilang dari abdomen pada
pemeriksaan dalam dapat dijumpai fundus uteri di kanalis servikalis bahkan
bersama dengan plasenta yang belum lepas.
22. Skema tatalaksana inverslo uteri
A. Klasifikasi inversio uteri
Menurut perkembangannya inversio uteri dapat dibagi dalam beberapa
tingkat :
23. 1. Inversio uteri ringan
Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum
keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang
Fundus uteri terbalik dan sudah masuk dalam vagina.
3. Inversio uteri berat
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian besar sudah terletak
diluar vagina.
Ada pula beberapa pendapat membagi inversio uteri menjadi :
1. Inversio inkomplit
Yaitu jika hanya fundus uteri menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri atau serviks uteri.
2. Inversio komplit
Seluruh uterus terbalik keluar, menonjol keluar serviks uteri.
24. Gambar Reposisi Inversio Uteri.
( a ) Inversio uteri berat/ komplit ( b ) Reposisi uterus melalui servik. ( c )
Restitusi uterus
B. Etiologi
Penyebab inversio uteri dapat secara spontan atau karena tindakan. Faktor
yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis
dindingnya, adanya atonia uteri dan adanya kekuatan yang menarik fundus
kebawah. sedangkan yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara,
atonia uteri, kelemahan alat kandungan (tonus otot rahim yang lemah,
kanalis servikalis yang longgar), dan tekanan intra abdominal yang tinggi
(misalnya mengejan dan batuk).
Inversio uteri karena tindakan dapat disebabkan karena perasat
Crede yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang
dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan plasenta pada dinding rahim atau
Karna tindakan atraksi pada tali pusat yang berlebihan yang belum lepas
dari dinding rahim. inversio uteri juga dapat terjadi waktu batuk, bersin
atau mengejan.
Berbagai faktor etiologi telah dikaitkan dengan inversi uterus,
walaupun mungkin tidak ada penyebab yang jelas. Diidentifikasi faktor
etiologi meliputi:
Tali pusat yang pendek
Traksi yang berlebihan pada tali pusat
25. Tekanan pada fundus yang berlebihan
Sisa plasenta dan abnormal perlekatan plasenta (inkreta, perkreta,
akreta)
Menarik terlalu keras pada tali pusar untuk mempercepat pelepasan
plasenta, terutama jika plasenta melekat pada fundus.
Endometritis kronis
Kelahiran setelah sebelumnya operasi caesar
Cepat atau tenaga His yang panjang
Sebelumnya rahim inversi
Obat tertentu seperti magnesium sulfat (sebagai relaksan otot selama
persalinan)
Unicornuate rahim
Kelainan bawaan atau kelemahan rahim.
Inversio Uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala
III aktif khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat
masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi
tindakan iatrogenic.
Gambar. Akibat traksi talipusat dengan plasenta yang berimplantasi dibagian fundus
uteri dan dilakukan dengan tenaga berlebihan dan diluar kontraksi uterus akan
menyebabkan inversio uteri
Hal ini biasanya tidak dianggap sebagai akibat dari penata laksanaan
kala III persalinan yang salah meskipun faktor-faktor yang tercantum di
ataspun memegang peranan penting dalam menimbulkannya, Namun sering
26. kali dianggap berasal dari manajemen yang buruk pada kala III persalinan,
jika manajemen aktif kala III persalinan dilakukan dengan baik maka dapat
mengurangi resiko kejadian.
C. Gejala klinis
Gejala inversion uteri dijumpai pada kala III atau postpartum. gejalanya
pada permulaan tidak selalu jelas, akan tetapi apabila kelainan itu sejak
awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan
bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri keras disebabkan karena fundus uteri
menarik adneksa serta ligamentum infundibulo pelvikum dan ligamentum
rotundum kanan dan kiri ke dalam terowongan inversio sehingga terjadi
tarikan yang kuat pada peritoneum parietal. Perdarahan yang banyak juga
dapat terjadi, akibat dari plasenta yang masih melekat pada uterus, hal ini
dapat juga berakibat syok.
Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen, fundus uteri sama sekali
tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus seperti kawah. Kadang-
kadang tampak seperti sebuah tumor yang merah di luar vulva, hal ini
ialah fundus uteri yang terbalik.
Pada pemeriksaan dalam, bila masih inkomplit, maka pada daerah
simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam; bila sudah komplit, di
atas simfisis teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak atau
kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
D. Diagnosa
Penegakan diagnosis sangat penting dan mungkin menyelamatkan nyawa
ibu. Diagnosis tidak sukar dibuat jika mengetahui kemungkinan terjadinya
inversio uteri. Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri
tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah
persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang
lunak di atas serviks uteri atau dalam vagina, sehingga diagnosis inversio
uteri dapat dibuat.
27. Diagnosis juga bisa ditegakkan apabila pemeriksa menemukan
beberapa tanda inversi uterus yang mencakup:
Uterus menonjol dari vagina.
Fundus tidak tampaknya berada dalam posisi yang tepat ketika dokter
palpasi (meraba) perut ibu.
Adanya perdarahan yang tidak normal dan perdarahannya banyak
bergumpal.
Tekanan darah ibu menurun (hipotensi).
Ibu menunjukkan tanda-tanda syok (kehilangan darah) dan kesakitan
Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta
yang masih melekat.
Bila baru terjadi maka, maka perognosis cukup baik akan tetapi bila
kejadian cukup lama maka jepitan serviks yang mengecil akan
membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.
Pemeriksaan penunjang (seperti USG atau MRI) dapat digunakan
dalam beberapa kasus untuk memperkuat diagnosis.
E. Penanganan
90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan “life-
threatening”.
Bila terjadi syok atau perdarahan, gejala ini diatasi dulu dengan infus
intravena cairan elektrolit dan tranfusi darah.
Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan
perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat
mungkin.
Segera lakukan tindakan resusitasi.
Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas oleh karena tindakan ini
akan memicu perdarahan hebat .
Lakukan tindakan resusitasi dengan cara: Tangan seluruhnya
dimasukkan ke vagina sedang jari tengah dimasukkan ke dalam
28. cavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut,
telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan tapi terus menerus
kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri melewati serviks dan
inversion.
Salah satu tehnik reposisi lain yaitu dengan menempatkan jari tangan
pada fornix posterior, dorong uterus kembali kedalam vagina, dorong
fundus kearah umbilikus dan memungkinkan ligamentum uterus
menarik uterus kembali ke posisi semula . Rangkaian tindakan ini
dapat dilihat pada gambar 1 diatas.
Sebagai tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 – 4 jari yang
diletakkan pada bagian tengah fundus dilakukan dorongan kearah
umbilikus sampai uterus kembali keposisi normal.
Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan
menekan fundus uteri. Berikan oksitosin atau Suntikkan intravena 0,2
mg ergomitrin kemudian dan jika dianggap masih perlu, dilakukan
tamponade uterovaginal dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam
boleh dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak berulang.
Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui
laparotomi
F. Manajemen penanganan
Prinsip-prinsip penting adalah:
1) Pengobatan harus mengikuti perkembangan logis.
29. 2) Hipotensi dan hipovolemia memerlukan cairan agresif dan
penggantian darah.
3) Langkah mungkin termasuk:
Dapatkan bantuan. Ini harus mencakup anestesi yang paling
berpengalaman bantuan yang tersedia.
Secure akses intravena lebih lanjut dengan lubang yang besar
cairan cannulae dan dimulai. Resusitasi biasanya dimulai dengan
kristaloid seperti normal saline atau larutan Hartmann meskipun
beberapa orang lebih suka koloid dari awal.
Masukkan kateter kemih.
4) Segera reposisi uterus sangat penting untuk inversi nifas akut. Ukuran
bisa meliputi:
Dapatkan bantuan dan mempersiapkan teater untuk laparotomi
mungkin.
tocolytics Administer untuk memungkinkan relaksasi rahim.
Sebagai contoh:
Nitrogliserin (0,25-0,5 mg) secara intravena selama 2 menit
Atau terbutaline 0,1-0,25 mg intravena perlahan-lahan atau
Magnesium sulfat 4-6 g intravena selama 20 menit
5) Percobaan prompt penggantian rahim. Hal ini paling baik dilakukan
secara manual dan secepat keterlambatan dapat membuat pengganti
semakin sulit. Ganti rahim (dengan plasenta jika masih menempel)
dengan perlahan dan terus mendorong ke atas.
6) Jika ini gagal maka anestesi umum biasanya diperlukan. rahim
kemudian dapat digantikan dengan menempatkan tinju di fundus dan
secara bertahap mendorongnya kembali ke dalam panggul melalui
leher rahim melebar secara manual.
7) Menjaga bimanual kompresi uterus dan pijat sampai rahim baik
dikontrak dan perdarahan telah berhenti.
8) Jika ini tidak berhasil pendekatan bedah diperlukan. Laparotomi untuk
penggantian bedah yang lebih biasa (menemukan dan menerapkan
30. traksi ke ligamen putaran), tetapi atau bahkan pendekatan laparoskopi
vagina dapat digunakan.
9) Jika Anestesi umum atau rahim relaksan kemudian berhenti, diganti
dengan uterotonika ( oksitosin atau ergometrine atau prostaglandin ).
10) Antibiotik Mulai diberikan melanjutkan uterotonika yang sbelumnya
diberikan selama paling sedikit 24 jam. Monitor erat setelah
penggantian untuk menghindari reinversion.
11) Pada inversio uteri menahun, ditemukan beberapa lama setelah
persalinan sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi untuk kemudian
dilakukan operasi pervaginam menurut spinelli.
Faktor Resiko
Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan
faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga
segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.
Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan
terjadinya hemorraghe postpartum :
1. Grande multipara
2. Perpanjangan persalinan
3. Chorioamnionitis
4. Kehamilan multiple
5. Injeksi Magnesium sulfat
6. Perpanjangan pemberian oxytocin
Diagnosis
Diagnosa biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak
dalam waktu singkat. Tetapi, jika perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa
disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi
serta pernafasan menjadi cepat dan tekanan darah menurun.
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari
volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru nampak
31. pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat
menimbulkan syok.
Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe postpartum :
1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
2. Penurunan tekanan darah
3. Peningkatan detak jantung
4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematocrit )
5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan
ditatalaksana sesuai penyebabnya.
Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok.
Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus
menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun
jatuh kedalam syok.
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan
tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok.
Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio
plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan
akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta
lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan
lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar
jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk
mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan
postpartum :
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
32. c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan
lain-lain.
Pencegahan dan Manajemen
1. Pencegahan Perdarahan Postpartum
Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus
yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan
pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai
sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang
mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat
dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,
golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan
dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang
yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien
dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.
Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum
untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.
Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular
atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi
dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus
sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu
kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan
33. menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya
perdarahan postpartum.
Kala tiga dan Kala empat
Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan
dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden
perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin
setelah bahudepan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan
insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik
berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar
apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin
selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang
dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5
menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan
tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian.
Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil
dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari
vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta
terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat
dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati.
Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau
tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu
dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan
perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan
plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan
tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak
yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah
bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak
lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian
kecil dari sisa plasenta.
34. Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya
perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan
dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun
episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang
mengeras dan berkontraksi dengan baik.
2. Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat
mungkin.
Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian
pokok :
a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan
pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus
perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
Pastikan dua kateler intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan
pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi
cairan cepat.
o Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
o Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
o Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan
perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc
atau lebih)
b. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum
Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :
Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di
fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di
uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi
dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian
35. oxytocin. Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah
kontraksiuterus dan memudahkan tindakan selanjutnya.
Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masihberlanjut,
letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya
dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior.
Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian
oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan,
pilihan berikutnya adalah ergotamine
Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi
bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian
uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi
secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi
kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian
uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan
massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian
uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan
ekslorasi dan manual removal.
Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa
dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade
uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan
selama persiapan operasi.
Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah
berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan
eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan
penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui
sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan
berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah
penjahitan selesai.
36. Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi
laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa
dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai
sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk
menghentikan perdarahan.
Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa
plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik
maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan
darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti
(trombosit,fibrinogen).
37. DAFTAR PUSTAKA
FK, Unpad. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset
Manuaba.I.B.G.dr.Prof,Sp.OG(K). 1999. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan&Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.Jakarta : EGC
Prawirohardjo S. 2002. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP.
Press Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom
KD. 2005. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22ndedition. New York :
Mc Graw-Hill.
Ambarwati, E. 2008. Asuhan Kebidanan (Nifas). Yogyakarta: Mitra Cendekia