The need for energy by mankind can not be denied, a primary need other than food, clothing, and boards. The need for this energy is increasingly increasing along with the increasing number of human population. The consequence is the depletion of these non-renewable energy reserves. Petroleum reserves in Indonesia also tend to decrease while consumption is increasing. Quoted from the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM, 2017) it is known that the proven amount of oil reserves from 2012 to 2017 is decreasing, until the last in 2017, only 3170.9 MMSTB, listed in the graph below. On the other hand, fuel consumption was estimated to increase, even for this year in 2018, estimated fuel consumption to reach 75 million kiloliters (CNBC Indonesia, 2018).
However, there has been a viable solution to replace fuel with a more environmentally friendly fuel, without the technical constraints that disturb or even damage with the use of biofuels or biofuels one of them is bioethanol with levels of 99.5% - 100%. And there are already some industries of bioethanol with quality of gasohol or 99.5% - 100%, with capacity of 82,850 Kilo Liter (Soerawidjaja, November 2013). In this study, our focus is only on bioethanol. For your information, one of the bioethanol plant, PT Energi Agro Nusantara (Enero) with capacity of 100 thousand kiloliters per day. However, with various constraints, both from the technical side and in terms of government policy, resulting in the development of bioethanol is still a path in place.
With the results of this study, it is expected to be a supporter of basic technical and economic analysis, for related staeholder in determining the policy of mixing fuel with Bioethanol and the direction of Bioethanol industrial development in Indonesia, as an effort to reduce fuel imports, reduction of vehicle exhaust emissions, and responsible industrial activities in production and domestic consumption.
Analisis Kelayakan Penggantian BBM dengan Bioethanol Menggunakan Pendekatan Model Brown Gibson
1. ANALISIS PENDUKUNG
KEPUTUSAN : UPAYA
PENGGUNAAN ENERGI RAMAH
LINGKUNGAN - PENCAMPURAN
BBM DENGAN BIOETHANOL
MELALUI PENDEKATAN MODEL
BROWN GIBSON
Oleh :
Faishal Nararia R.
(13415024)
4. SUSTAINABLE DEVELOPMENT
GOALSSustainable Development Goals (SDGs) 17 goals Disusun oleh
PBB.
Jumlah target turunan dari SDG ini berjumlah 169.
SDG mencakup berbagai isu pembangunan sosial dan ekonomi.
Termasuk :
Dari 17 goals tersebut, terdapat beberapa topik yang saat ini tengah
diupayakan oleh pemerintah Indonesia. Dan fokus penelitian ini lebih
mengarah pada Affordable and clean energy; Industry, Innovation and
Infrastructure; Responsible Consumption and Production.
CONCLUSSIO
N
SDG, it could be
Indonesian’s
Goals too.
• Kemiskinan
• Kelaparan
• Kesehatan
• Pendidikan
• Perubahan iklim
• Kesetaraan
jender
• Air dan sanitasi
• Energi
• Lingkungan
• Keadilan sosial.
5. KEBUTUHAN ENERGI DI INDONESIA
Cadangan minyak bumi di Indonesia pun cenderung semakin turun sedangkan
konsumsi semakin meningkat (akibat populasi meningkat).
Disisi lain konsumsi BBM diestimasikan meningkat,
Pada 2018, diestimasikan konsumsi BBM 75 juta kiloliter (CNBC Indonesia, 2018).
Mengacu pada tahun 2016, produksi minyak bumi dan kondensat sebesar 831,059 BOPD. Untuk
memenuhi kebutuhan BBM sebesar 66,939,111.8 Kilo Liter, dilakukan impor sebesar 22,801,063
Kilo Liter (ESDM, 2017).
Bukti bahwa Indonesia sudah
menjadi negara net importir
: yang berarti bahwa konsumsi bahan
bakar minyak Indonesia sebagian
besar dipasok dari luar negeri.
6. PENGGUNAAN BIOETHANOL DI
KENDARAAN
Biofuel khususnya bioethanol memiliki potensi yang baik sebagai pengganti
BBM.
Tim Rakata ITB dengan rekam jejak penelitian dari tahun 2011 hingga saat ini
dengan fokus riset penghematan penggunaan energi.
840,539 Km/Liter
yang konsisten menggunakan gasohol atau bioethanol dengan kadar 99.5%.
Dengan pengaturan rasio kompresi pembakaran 13.5 : 1 (Rakata Team ITB, 2018).
Dengan pemasok bahan bakar berupa bioethanol / ethanol PT. Energi Agro
Nusantara (ENERO).
7. BUKTI KELAYAKAN PENCAMPURAN
BIOETHANOL KEDALAM BBM
Uji unjuk kerja dan durabilitas yang telah dilakukan
Jurusan Teknik Mesin ITS (Winanda & Sudarmanta,
2016).
Pencampuran “Premium” ethanol 99.5% pada kadar :
5% E5
10% E10
15% E15
untuk kemudian didapatkan kadar ethanol campuran
yang tepat pada unjuk kerja yang paling optimal.
Dengan pemasok yang sama dengan Rakata Team ITB
yakni
KESIMPULAN
Penambahan ethanol
sampai kadar 15% tidak
menimbulkan perubahan
pada kondisi operasional
mesin, baik itu temperatur
mesin, tarikan maupun
penyalaan mesin saat
kondisi dingin sehingga
secara teknis dapat
dikatakan operasionalnya
lancar dan tidak
terkendala.
Emisi gas CO terendah
didapatkan oleh
8. PERMASALAHAN IMPLEMENTASI
SOLUSI Pemerintah telah membuat roadmap yang jelas terkait diversifikasi energi.
Diharapkan dapat memenuhi kuota bioethanol dalam negeri yang nantinya
dicampurkan dengan BBM jenis “Premium” milik Pertamina, sesuai dengan yang
tertuang dalam UU Energi No.30 2007
NAMUN
Contoh Kasus : PT Energi Agro Nusantara (Enero) dengan kapasitas sebesar 100
ribu kiloliter per hari. Menghadapi bermacam kendala mengakibatkan
pengembangan bioethanol mutu gasohol ini masih jalan di tempat. (TEMPO.CO,
2015).
Bahkan karena tidak terserapnya produksi bioetanol oleh Pertamina,
PT. Enero mengekspor bioethanol ke sejumlah Negara :Filipina dan Singapura
masing-masing 12 juta liter dan 4 juta liter.
Pertamina beralasan
harga bioethanol yang
diminta oleh PT. Enero
masih mahal Rp
8.500 per liter.
Dalam pandangan PT. Enero,
harga tersebut tidak mahal jika
melihat kualitas bioetanol PT
Enero yang diklaim 99,5 persen
dengan RON 120
9. TUJUAN KARYA TULIS ILMIAH
Karya tulis ilmiah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menentukan keputusan untuk melakukan pencampuran BBM
dengan BBN mutu gasohol atau mengarahkan industri bioethanol
kearah produk kelas industri dan lainnya, dengan pendekatan
tekno ekonomi.
2. Menentukan kadar campuran bioethanol terbaik secara teknik yang
menggunakan pendekatan metode Brown Gibson.
11. BIOETHANOL
No. Keterangan Unit
Ethanol /
Bio Ethanol
Premium
1 Sifat Thermal
a. Nilai kalor
b. Panas penguapan pada 20o C
c. Tekanan uap pada 38o C
d. Angka oktan motor
e. Angka oktan riset
f. Index Cetan
g. Suhu pembakaran sendiri
h. Perbandingan nilai bakar terhadap
premium
(kkal/liter)
(kkal/liter)
(Bar)
(MON)
(RON)
(oC)
5023,3
6,4
0,2
94,0
111,0
3,0
363,0
0,6
8308,0
1,8
0,8
82,0
91,0
10,0
221,0-260,0
1,0
2 Sifat Kimia
a. Analisis berat:
C
H
O
C/H
b.Keperluan udara (kg udara/kg bahan
bakar)
52,1
13,1
34,7
4,0
9,0
87,0
13,0
0
6,7
14,8
3 Sifat Fisika
1. Berat Jenis
2. Titik Didih
3. Kelarutan dalam air
(g/cm)
(oC)
0,8
78,0
Ya
0,7
32,0-185,0
tidak
12. METODE BROWN GIBSON
Metode Brown Gibson biasa digunakan untuk membantu analisis data
dalam proses pengambilan keputusan yang memiliki multi atribut.
Proses penilaian kandidat lokasi dengan menggunakan metode
Brown Gibson akan menggunakan sistem bobot, di mana pada akhir
penilaian kandidat lokasi yang memperoleh penilaian terbaik akan
menjadi pilihan alternatif terbaik (Suryadi & Ramdhani, 2002).
Prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh guna
mengaplikasikan metode Brown Gibson secara garis besarnya dapat
diuraikan sebagai berikut (Wignsoebroto, 1996) :
1. Eliminasi setiap alternatif pilihan yang secara sepintas jelas tidak
layak dan fesible untuk dipilih, atas dasar pertimbangan-
pertimbangan teknis, atau utilities lainnya dalam kapasitas
altternatif yang dibutuhkan, dan bisa dijadikan alasan utama untuk
mengeleminir suatu alternative dalam daftar nominasi alternatif.
13. METODE BROWN GIBSON
2. Hitung dan tetapkan performanse measurement dari faktor objektif (OFi) untuk
setiap alternatif. Ukuran performace untuk faktor objektif dihitung berdasarkan
estimasi seluruh perkiraan total biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pemilihan
alternatif yang dipertimbangkan.
𝑂𝐹𝑖 = 𝐶𝑖 .
1
𝐶 𝑖
−1
Dimana : 𝑂𝐹𝑖 = 1
Ci = total estikmasi perkiraan biaya
OFi = Faktor Objektif
i = Alternatif Solusi
14. METODE BROWN GIBSON
3. Tentukan faktor-faktor yang memberi pengaruh
signifikan dan harus dipertinmbangkan pada saat
pemilihan alternatif. Faktor-faktor ini lebih bersifat
subjektif. Estimasi dari ukuran faktor performansi atas
faktor subjektif (SFi) untuk setiap alternatif pilihan
ditentukan dengan menggunakan rumus:
𝑆𝐹𝑖 = 𝑊𝑗. 𝑅𝑖𝑗
Dimana : 𝑆𝐹𝑖 = 1
Wi = Rating faktor dengan menggunakan forced
choice pairwise comparison
Rij = Rangking faktor subjektif masing masing
alternatif
j = Faktor Subjektif
i = Alternatif Solusi
Cara “forched choice pairwise
comparison” pada prinsipnya adalah
membandingkan dan menilai suatu
faktor subjektif terhadap faktor
subjektif yang secara berpasangan
(pairwise) yang didasarkan pada:
Lebih baik diberi point = 1
Sama baik diberi point = 1
Sama jelek diberi point = 0
Lebih jelek diberi point = 0
15. METODE BROWN GIBSON
4. Buat pembobotan, mana yang lebih baik di pertimbangkan, antara faktor
objektif (bobot = k) dengan faktor subjektif (bobot = 1 – k) dari nila batas
(0<k<1). Kombinasikan faktor objektif (OFi) dengan faktor subjektif (SFi)
yang akan menghasilkan “location preference measure” (LPMi) untuk
setiap alternatif yang ada. Secara matematis di tunjukan dengan rumus:
𝐿𝑃𝑀𝑖 = 𝑘 𝑂𝐹𝑖 + (1 − 𝑘)(𝑆𝐹𝑖)
Dimana : 𝐿𝑃𝑀𝑖 = 1
LPMi = Nilai location preference measure pada objektif alternatif
perhitungan
k = bobot faktor objektif
1-k = bobot faktor subjektif
SFi = Faktor Subjektif
OFi = Faktor Objektif
5. Keputusan diambil berdasarkan alternatif pilihan yang memiliki nilai LPMi
16. ANALISIS BIAYA PRODUKSI
BIOETHANOLBerikut adalah data yang dihimpun dari laman Thai Tapioca Starch
Association (Thai Tapioca Starch Association, Desember 2011) :
Faktor Konversi
Faktor konversi singkong menjadi bioethanol : 6.55 kg/liter [Kadar pati : 24.12%]
Faktor konversi tetes tebu menjadi bioethanol : 4.17 kg/liter [Kadar gula dalam tetes
42.09%]
Ongkos Konversi
Ongkos konversi bioethanol dari singkong : Rp3112/liter [7.107 baht/liter]
Ongkos konversi bioethanol dari tetes tebu : Rp2682/liter [6.125 baht/liter]
Dikutip dari laman Harga Bulan Ini.com (Harga Bulan Ini, 2018), didapat data harga jual untuk 32
daerah dengan rentang harga dari Rp800/kg hingga Rp650/kg. Didapat rata rata harga jual untuk
singkong sebesar Rp746/kg. Yang kemudian nilai ini digunakan penulis sebagai basis harga untuk
singkong di pasaran.
Harga jual tetes tebu dikutip dari laman Alibaba.com (Alibaba.com, 2018) didapat harga untuk 1
ton tetes tebu, dijual dengan harga $100. Dilakukan konversi ke rupiah, dengan kurs yang
17. ANALISIS BIAYA PRODUKSI
BIOETHANOL
Bahan
Mentah
Biaya
Bahan
Mentah /
Faktor
Konversi
Ongkos
Konversi / Liter
Biaya
Produksi
Total
Singkong 746Rp 6.55 3,112Rp 7,998.30Rp
Tetes Tebu 1,350Rp 4.17 2,682Rp 8,311.50Rp
Fraksi Bioethanol
99.5%
Biaya Produksi
Bioethanol
Fraksi
Premium
Harga Premium
Biaya Premium-
Bioethanol / liter
5% 8,311.50Rp 95% 6,550Rp 6,638Rp
10% 8,311.50Rp 90% 6,550Rp 6,726Rp
15% 8,311.50Rp 85% 6,550Rp 6,814Rp
18. ANALISIS KRITERIA KEPUTUSAN
Data Faktor Objektif
Biaya Produksi Bahan Bakar Campuran
Biaya produksi untuk pencampuran bahan bakar Premium dengan Bioethanol, merupakan penilaian
yang diperlukan untuk menentukan keputusan dalam memilih operasi pencampuran BBM dengan
Bioethanol terbaik. Tabel dibawah menunjukkan inisialisasi biaya produksi.
Penurunan Emisi CO
Penurunan Emisi CO merupakan penilaian terkait kebermanfaat secara kuantitaif dari pencampuran
Premium dengan Bioethanol, dalam mengurangi polusi udara. Tabell dibawah menunjukkan inisialisasi
Penurunan Emisi CO.
Biaya per Liter Nilai
Rp6500 - Rp6700 2
Rp6700 - Rp6900 1
Penurunan Emisi CO Nilai
0% - 2.5% 6
2.5% - 5% 5
5% - 7.5% 4
7.5% - 10% 3
12.5% - 15% 2
15% - 17.5% 1
19. ANALISIS KRITERIA KEPUTUSAN
Data Faktor Subjektif
Visualisasi Pengotoran Ruang Bakar
Visualisasi pengotoran ruang bakar dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
pemakaian bahan bakar campuran premium dan bioetanol dan bahan bakar
murni. Hal ini sangat penting mengingat faktor pengotoran dapat mempengaruhi
unjuk kerja dan umur mesin. Berikut variabel penilaian visualisasi pengotoran
ruang bakar.
Perubahan Kondisi Operasional Mesin (Tarikan gas, Penyalaan mesin
saat kondisi dingin)
Memberikan gambaran kualitatif, terkait performa yang dirasakan pengguna /
driver terkait tarikan gas, dan penyalaan dari kondisi mati, atau suhu dingin.
Berikut variabel penilaian untuk perubahan kondisi operasional mesin.
Visualisasi Nilai
Kondisi Mesin relatif sama dengan
pengotoran dalam jumlah sedikit Baik
Kondisi Mesin rlatif sama dengan
pengotoran dalam jumlah cukup
banyak Cukup Baik
Kondisi Operasional Mesin Nilai
Tarikan Gas dan Penyalaan mesin
lancar dan tanpa kendala Baik
Tarikan Gas dan Penyalaan mesin
lancar dengan sedikit kendala Tidak Baik
20. ANALISIS KEPUTUSAN
PENCAMPURAN BBM DENGAN
BIOETHANOL
Alternatif Faktor Objektif Nilai
Biaya Produksi 1
Penurunan
Emisi CO 1
Biaya Produksi 2
Penurunan
Emisi CO 4
Biaya Produksi 3
Penurunan
Emisi CO 5
Biaya Produksi 4
Penurunan
Emisi CO 6
E10
E15
Bensin
Premium
Murni
E5
Alternatif Faktor Objektif Nilai Ci 1/Ci Ofi
Biaya Produksi 2
Penurunan
Emisi CO 6
Biaya Produksi 2
Penurunan
Emisi CO 3
Biaya Produksi 1
Penurunan
Emisi CO 2
Biaya Produksi 1Penurunan
Emisi CO 1
Bensin
Premium
Murni
E5
E10
E15
8 0.125 0.107914
0.25 0.172662
0.287770.3333333
2 0.5 0.431655
21. ANALISIS KEPUTUSAN
PENCAMPURAN BBM DENGAN
BIOETHANOL
Faktor Subjektif
Dalam kasus ini diasumsikan Faktor
Objektif 2 kali lebih penting dari
subjektif, sehingga bobot objektif
adalah:
𝑘 = 0.667 ;
1 − 𝑘 = 0.333 ;
1 2
1
Visualisasi Pengotoran
Ruang Bakar 2 2 0.667
2
Kondisi Operasional
Mesin 1 1 0.333
Relative
Importace
Pairwise
No. Faktor Subjektif
Jumlah
Preferensi
Alternatif Ofi Sfi
Bensin
Premium
Murni
E5
E10
E15
0.107914
0.172662
0.28777
0.431655
0.25
0.25
0.25
0.25
Nilai Faktor Objektif dan Subjektif
22. ANALISIS KEPUTUSAN PENCAMPURAN
BBM DENGAN BIOETHANOL
Berdasarkan perhitungan secara manual menggunakan analisis
Brown Gibson, maka didapatkan nilai LPMi per alternatif keputusan
pencampuran BBM dengan Bioethanol, untuk rekomendasi tertinggi
adalah :
1. E15
2. E10
3. E5
4. BBM Premium Murni
No. Alternatif Nilai LPMi
1 E15 0.371103118
2 E10 0.275179856
3 E5 0.198441247
4 Bensin Premium Murni 0.155275779
24. SIMPULAN
1. Dapat ditentukan keputusan untuk melakukan pencampuran BBM
dengan BBN mutu gasohol, yakni Bioethanol 99.5%, dengan
peningkatan biaya yang tidak terlalu signifikanm yakni untuk E5
sebesar 1.345%, untuk E10 sebesar 2.689%, dan untuk E15 sebesar
4.034%. Dengan rata rata persen kenaikan biaya sebesar 2.689%.
Sehingga keputusan ini tidak akan memberatkan secara finansial,
mengacu pada harga BBM dengan RON 90 yakni Pertalite, dijual dengan
harga Rp7600. Sedangkan biaya untuk E10, dan E15, tidak mencapai
Rp7000 dengan estimasi RON yang sama bahkan lebih baik sedikit
untuk E15.
2. Dapat ditentukan kadar campuran bioethanol terbaik secara teknik
yang menggunakan pendekatan Metode Brown Gibson, yakni didapat
urutan rekomendasi tertinggi adalah E15, E10, E5, dan BBM Premium
Murni.
25. REKOMENDASI
Penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan, disebabkan :
1. Masih terdapatnya asumsi yang membuat penelitian ini kurang
relevan apabila benar benar diimplementasikan ke publik.
2. Perlu kajian mendalam terkait kapasitas produksi dalam negeri
untuk Bioethanol erat kaitannya dengan kebutuhan BBM di
masyarakat.