1. Page 1 of 2
Menuding Biang Kerok Macet
Dwi Kartikasari, MBA., dosen Politeknik Negeri Batam
Sekembalinya saya ke Batam setelah dua tahun pergi, saya terkejut dengan fenomena macetnya Batam.
Jalan di kawasan Batamindo memang telah macet sejak dahulu karena adanya kawasan industri di kanan
dan kiri jalan. Simpang Jam juga biasa macet karena termasuk jalan artileri yang menghubungkan pusat
bisnis Nagoya dengan pusat pemerintahan Sekupang dan Batam Center. Yang relatif “pesat”
perkembangan macetnya diantaranya Simpang Kabil Kepri Mall, Simpang Kara Duta Mas, dan Simpang
Frengky Camo. Adanya pusat keramaian berupa mall dan kawasan industri di sekitar ruas jalan yang
macet biasanya menjadi justifikasi kemacetan. Benarkah menuding pusat keramaian sebagai biang
kerok?
Pusat Keramaian Bukanlah Biang Kerok
Kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan Surabaya macet karena kepadatan penduduk yang
tinggi, demikian kata orang. Namun, menuding jumlah penduduk sebagai biang kerok kemacetan adalah
ibarat menuding alam ketika banjir menyerang. Tidak ada solusi yang dapat keluar ketika manusia
menyalahkan faktor eksternalnya. Tidak ada pembelajaran mengenai peran manusia dalam menstimulus
terjadinya bencana. Selain itu, fakta di Singapura dan Cina membuktikan bahwa manusia mampu
berperan besar dalam mengurangi kemacetan akibat jumlah penduduk.
Lagi-lagi, menuding pusat keramaian sebagai biang kerok kemacetan adalah ibarat menuding gelas
tempat susu yang tercampur nila setitik. Daripada menuduh rusaknya susu kepada sang nila, sang gelas
yang fungsinya hanya sebagai wadah dituduh pula sebagai penyebab rusaknya susu. Pusat keramaian
adalah konsekuensi pasti dari adanya penduduk dan berfungsi hanya sebagai lokasi bertemunya
penduduk. Menyalahkan pusat keramaian sama halnya seperti menyalahkan adanya penduduk dan
menyalahkan keberadaan diri sendiri.
Sejumlah orang menuduh pencabutan pembatasan mobil di Batam sebagai penyebab kemacetan.
Padahal, peningkatan jumlah kendaraan adalah konsekuensi logis dari pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan jumlah penduduk. Kebijakan one car in – one car out di Batam hanya bisa diterapkan jika
jumlah penduduk tetap.
Biang Kerok Yang Sebenarnya
Infrastruktur adalah biang kerok yang sebenarnya. Lampu lalu lintas yang seringkali mati di
persimpangan jelas membuat pengemudi frustasi. Pasalnya, budaya memberi jalan bagi pengemudi
yang lain belum mengakar sehingga mobil-mobil melintang di persimpangan ketika lampu merahmati,
saling ngotot siapa berhak jalan lebih dahulu.
Di beberapa ruas jalan, seperti di pertigaan kawasan industri Batamindo dan Panbil, dua lajur tidak lagi
memadai. Jembatan penyeberangan tidak banyak membantu mengurangi kemacetan, karena fungsi
utamanya hanya pengaturan pejalan kaki, bukan pengemudi. Angkutan kota berhenti di sembarang
2. Page 2 of 2
tempat sebab tidak badan jalan khusus untuk transportasi umum menurunkan penumpangnya. Halte bis
kota Batam pun akhirnya dibabat angkutan kota. Jalan yang tidak mulus membuat pengendara
melambat dan menambah kemacetan. Menjelang magrib, kemacetan semakin menjadi-jadi dengan
adanya pedagang kaki lima dan mobil parkir di jalan umum. Ujungnya, kecelakaan rawan terjadi di
daerah ini.
Menuju Batam Bebas Macet
Pengembangan jalan adalah kebutuhan mutlak pertumbuhan ekonomi. Ketika ekonomi berkembang,
pemasukan pemerintah dari pajak bertambah, sehingga pelaku ekonomi berharap pemerintah
memfasilitasi kegiatan ekonominya dengan pengembangan infrastruktur. Jangan sampai pajak yang
dikumpulkan dari pelaku ekonomi hanya habis untuk membayar aparatur negara tanpa ada timbal balik
kepada pembayar pajak sendiri.
Di beberapa ruas jalan, perlu ditambah lajur lambat untuk menurunkan penumpang dan lajur khusus
motor untuk kenyamanan pengguna motor dan mobil. Apabila lahan tanah menjadi masalah dalam
pengembangan lajur, jalan layang atau terowongan dapat menjadi solusi. Sudah saatnya Batam yang
menggunakan simbol jembatan Barelang berteknologi tinggi mempunyai jalan-jalan berteknologi tinggi
juga.
Lampu lalu lintas perlu juga ditambahkan sensor berteknologi tinggi yang dapat menyampaikan sinyal
kepada dinas perhubungan atau pos polisi terdekat ketika lampu mati sehingga pemerintah terkait
dapat segera bertindak memperbaikinya. Setidaknya, nomor telpon petugas berwenang terpampang di
bawah setiap lampu merah agar dapat dihubungi pengguna jalan ketika lampu tersebut tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Nomor telpon juga sebaiknya ditaruh di bahu-bahu jalan agar pengguna jalan
mengetahui penanggung jawab jalan dan dapat melaporkan kondisi jalan yang berpotensi membuat
macet seperti kecelakaan lalu lintas, jalan berlubang, dan sebagainya.
Kantor polisi perlu mensosialisasikan panduan penggunaan jalan kepada seluruh masyarakat, bukan
hanya sebagai dasar ujian tertulis dalam aplikasi surat ijin mengemudi, namun juga untuk memperjelas
siapa yang perlu diprioritaskan dalam penggunaan jalan, bagaimana pengaturan lalu lintas jika lampu
lalu lintas tidak berfungsi, bagaimana memberi sinyal kepada pengguna jalan lainnya jika lampu sinyal
kendaraan mati, serta membakukan prosedur lalu lintas lainnya untuk dipahami publik.
Kemacetan perlu diperangi layaknya memerangi korupsi. Macet adalah sumber kemubaziran bensin,
sangat relevan pasca kenaikan harga bbm dan krisis pengadaan minyak bumi di Indonesia. Macet
merintangi investasi di daerah tersebut sebab macet mengurangi kecepatan keluar masuknya barang
produksi. Macet mengurangi produktivitas penduduknya dengan cara merenggut waktu pekerja di jalan.
Macet merupakan perwujudan pemerintahan yang kurang peduli terhadap pertumbuhan ekonominya.
Paling miris, macet berpotensi merenggut harta dan nyawa pengguna jalan dengan meningkatkan risiko
kecelakaan. Hanya pemerintah yang mengerti strategi jangka panjang mampu memprioritaskan
infrastruktur di atas program berorientasi pendek yang berfungsi hanya untuk mendulang suara. Untuk
itu, Batam bebas macet adalah jargon absolut yang perlu diterapkan untuk pertumbuhan Batam di masa
yang akan datang.