Dokumen tersebut membahas tentang organisasi dan kelompok kerja. Secara singkat, dokumen menjelaskan bahwa organisasi dapat dipandang sebagai sistem dari kelompok yang saling berkaitan, di mana kelompok-kelompok tersebut dihubungkan oleh tenaga kerja yang menjadi anggota dari dua kelompok sekaligus. Dokumen juga menjelaskan beberapa karakteristik kelompok kerja seperti kelompok formal, informal, makna, dan fungsi
1. KELOMPOK 6
ASHAR SUNYOTO MUNANDAR
PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI
ORGANISASI DAN
KELOMPOK KERJA
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y. A. I.
FAKULTAS PSIKOLOGI
3. Kast & Rosenzweig memandang
organisasi industri sebagai satu sistem
sosio-teknikal, artinya sistem yang
memiliki aspek-aspek sosial dan teknikal.
Sebagai sistem sosial organisasi industri
terdiri dari subsistem-subsistem. Dengan
kata lain organisasi industri terdiri dari
kelompok-kelompok manusia yang
saling berinteraksi, yang lingkungannya
dapat ditemukenali secara sambung
menyambung.
PENGANTAR
1.
Secara sadar atau tidak, sejak lahir sampai
meninggal, kita sudah menjadi anggota
kelompok. Memasuki dunia pekerjaan, selain
menjadi anggota dari kelompok kerja, kita
juga menjadi anggota dari perkumpulan-
perkumpulan yang berkaitan dengan minat
kita (perkumpulan olahraga, perkumpulan
kesenian dan sebagainya), dengan tempat
tinggal kita (rukun tetangga), dengan
keahlian dan profesi kita masing-masing
(misalnya persatuan sarjana hukum, sarjana
psikologi, dan lain sebagainya).
2. PENGERTIAN
Organisasi dan Kelompok Kerja
4. Likert (1961, 1967) berpendapat bahwa organisasi dapat dipandang sebagai sistem dari kelompok
yang saling berkaitan. Kelompok yang saling berkaitan ini dihubungkan oleh tenaga kerja yang
menduduki jabatan kunci dan menjadi anggota dari dua kelompok sekaligus, yang berfungsi
sebagai pasak penghubung antara kelompok-kelompok.
Kelompok kerja direksi merupakan
kelompok kerja yang tertinggi. Setiap
direktur menjadi penyelia dari dua kepala
divisi, merupakan pasak penghubung dari
kelompok kerjanya. Setiap kepala divisi
menjadi penyelia dari dua kepala bagian dan
merupakan pasak penghubung dari
kelompok kerjanya, demikian seterusnya
sampai kelompok kerja terendah dalam
organisasi.
5. Robbins (1988:71) mengatakan bahwa unsur-unsur dari batasan
tersebut ialah:
(a) dua atau lebih orang,
(b) saling mempengaruhi, saling tergantung,
(c) bersama-sama mencapai sasaran.
Dua hal yang tidak ditekankan pada batasan dari Robbins ialah
kesadaran anggota kelompok tentang keberadaan diri dan anggota
kelompok lainnya serta persepsi bahwa mereka membentuk satu
kelompok.
6. Kelompok formal diberi batasan oleh struktur
organisasi, yang berisi rincian tugas-tugas
pekerjaan dan tanggung jawab tertentu, yang
pelaksanaannya akan menuju ke tercapainya
sasaran dan misi keseluruhan organisasinya.
Kelompok formal dapat dibedakan kedalam
kelompok komando dan kelompok tugas
(Robbins, 1998).
Kelompok komando, yang ditentukan oleh
bagan organisasinya, terdiri dari para bawahan
yang melapor secara langsung kepada seorang
manajer tertentu. Kelompok komando juga
dapat disebut kelompok permanen.
Kelompok tugas ditentukan oleh organisasi,
terdiri dari tenaga kerja yang bekerja bersama
untuk menyelesaikan pekerjaan dan Schein
menamakannya kelompok sementara (temporary
groups).
Secara struktural, kelompok dapat dibedakan kedalam kelompok formal dan
kelompok informal.
7. Kelompok informal dapat dibedakan kedalam kelompok atau klik informal mendatar,
tegak dan acak (Schein, 1980). Pada kelompok informal mendatar para anggotanya
berasal dari pekerjaan dari satuan kerja yang sama ataupun berbeda yang terletak pada
taraf/tingkat organisasi yang sama. Sedangkan para anggota kelompok tegak berasal
dari pekerjaan dari taraf/tingkat yang berbeda-beda. Para anggota dari kelompok acak
terdiri dari para tenaga kerja yang datang dari pekerjaan dari satuan kerja yang
sama/berbeda, dari tingkat organisasi yang sama/berbeda.
8. Makna dan Fungsi kelompok
Makna Kelompok
Dengan adanya atau terbentuknya suatu kelompok, kita dapat merasakan terpenuhinya atau
terealisasikannya kebutuhan dan harapan kita. Kelompok dapat kita nilai baik jika dapat memberikan
makna bagi diri kita.
Fungsi Kelompok Bagi Anggotanya
a. Sebagai pemenuh kebutuhan para anggotanya: memberikan rasa aman dan nyaman, memberikan
rasa kepastian pada diri seseorang, memenuhi rasa akan diperhatikan dan memberikan status sosial
pada dirinya.
b. Sebagai pengembang, penunjang dan pemantap dari identitas pemelihara dari harga diri: untuk
menunjang dan memantapkan identitas setiap anggota kelompoknya.
c. Sebagai penetap dan penguji realitas sosial: membantu anggotanya mencari solusi atas
permasalahan yang sedang dihadapi dengan bagaimana mereka memprepsikannya
9. Fungsi Kelompok Bagi Organisasi
d. Sebagai mekanisme pemecah masalah dan pelaksanaan tugas: kelompok dapat membantu
memecahkan masalah yang dialami oleh anggotanya, dengan pengumpulan data yang diperlukan dan
pemberian alternatif penyelesaian.
a. Sebagai pelaksana tugas yang majemuk dan saling tergantung: membantu menyelesaikan pekerjaan
yang tidak bisa dilakukan secara individu.
b.Sebagai mekanisme pemecahan masalah: dapat membantu mengatasi suatu permasalah dengan
mengumpulkan informasi yang berbeda-beda.
c. Sebagai penghasil gagasan baru dan jawaban kreatif: dapat membantu merangsang anggota lain
dalam memberikan gagasan atau jawaban yang kreatif.
d. Sebagai pelancar dari pelaksanaan keputusan yang majemuk: untuk merencanakan pelaksanaan dan
memantau keputusan tersebut.
e. Sebagai vehicle/wahana dari sosialisasi dan pelatihan: dapat mempercepat dan mempelancar
proses sosialiasi saat pelatihan orientasi dilakukan.
f. Sebagai penghubung atau koordinator utama antarbeberapa departemen.
10. Interaksi Antarnggota Kelompok
Proses Kelompok
3
Fiedler (1967) memberikan tipologi dari kelompok-kelompok kerja yang
didasarkan pada sifat dan intensitas interaksi, yaitu:
a. Kelompok Interaktif
Pada kelompok ini, para anggotanya saling tergantung dan aksi atau tindakan mereka
perlu dikerjakan dan disusun bersama agar dapat menyelesaikan tugas kelompok
dengan baik. Dengan kata lain, kelompok ini memerlukan kooperasi dan koordinasi
dari kegiatan para anggotanya dalam pelaksanaan tugas kelompok. Jika kooperasi dan
koordinasi berlangsung baik dalam kelompok, maka kelompok dapat dikatakan satu
tim. Misalnya, tim basket, tim masak, tim bedah, dan tim kelompok belajar.
11. 3
Anggota kelompok ini bekerja sama dalam melaksanakan tugasnya, tetapi masing-
masing dapat melaksanakan pekerjaannya relative secara mandiri tidak saling
bergantung. Jika salah seorang anggota kelompok di atas kurang lancar atau kurang
berhasil dalam menjalankan tugasnya maka hasil kelompok tidak akan optimal.
Misalnya, tim salesman atau kelompok kerja kepegawaian yang memiliki sub
kelompok.
b. Kelompok Koaktif
c. Kelompok Konteraktif
Pada kelompok ini, para anggota bekerja sama untuk tujuan perundingan dan
memufakatkan sasaran dan tuntutan yang bertentangan. Para anggota kelompok ini
terdiri dari wakil dari pihak yang berbeda pendapat. Kelompok ini merupakan
kelompok sementara yang terbentuk akibat adanya pertentangan maupun konflik antar
kelompok.
12. TAHAP 1. TAHAP ‘PATHFINDING’
Pathfinding atau pemanduan bersibuk diri engan penemukenalan dari tujuan, dengan
penciptaan masalah-masalah yang menarik. Para pemimpin harus mampu mengolah data
yang ada untuk dapat memelihara dan mengembangkan organisasinya agar mampu untuk
dapat menetapkan arahnya suatu organisasi harus pergi dan apa yang dinilai bermakna
yang harus dicapai.
4
Leavit menyebut bahwa proses manajemen dapat dibagi kedalam tiga
tahap, Leavit (1988) memberikan penjelasan tentang masing-masing tahap
sebagai berikut:
13. TAHAP 3. TAHAP IMPLEMENTASI
Tahap ini mencakup kegiatan membentuk, menyusun, menjual, membuat sesuatu terjadi.
Pada kelompok kerja bukan pimpinan ini berarti bahwa para tenaga kerja, para anggota
kelompok kerja masing-masing menjalankan tugasnya sebagaimana telah diberikan pada
mereka. Tidak demikian dengan kelompok kerja manajerial. Implementasi dalam
manajemen merupakan suatu proses sosial yang mengharuskan manajer untuk
mempengaruhi, meyakinkan, memaksa, menjual dan berkomunikasi dengan orang lain. 4
Pada tahap ini adalah proses pemecahan suatu masalah. Kita setiap hari memecahkan
masalah. Demikian juga pemecahan masalah dilakukan oleh kelompok kerja. Kalau
dibandingkan dengan proses pemecaham masalah yang diajarkan disekolah akan
dapat kita lihat beberapa perbedaan.
TAHAP 2. TAHAP PEMECAHAN MASALAH
14. GEJALA-GEJALA
ANGGOTA KELOMPOK BERINTERAKSI DAN KELOMPOK
MELAKSANAKAN FUNGSINYA
Merupakan normal kelompok kerja, misalnya
adanya aturan yang tidak tertulis untuk tidak
mengatakan sesuatu kepada atasan kalau
rekanya melakukan sesuatu yang tidak sesuai
dengan peraturan perusahaan; adanya
kesepakatan untuk tidak memberikan prestasi
yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan
oleh kelompok dan sebagainya.
KONFORMISME
1. Norma-norma mengatakan kepada
anggota apa yang harus mereka lakukan
dan apa yang tidak boleh mereka lakukan
dalam keadaan tertentu. Kita semua
menginginkan untuk diterima dan
diperlukan sebagai anggota kelompok
yang sama oleh anggota dari kelompok
lain. Keinginan ini berkembang menjadi
kita akan mengikuti apa yang oleh
mayoritas anggota diterima sebagai benar
atau baik, agar kita tidak dikucilkan. Kita
berusaha untuk menjadi konformis, tidak
berbeda dari anggota lain.
15. Setiap kelompok kerja memiliki sasaran
yang harus dicapai. Dengan begitu jika
memerlukan kerja sama, maka perlu untuk
masing-masing anggota kelompok mau
menerima dan mampu bekerja sama
dengan anggota kelompok lainnya. Tinggi
rendahnya kesepakatan para anggota
terhadap sasaran kelompok, serta derajat
dapatnya saling menerima anggota
kelompok lainnya menunjukan deajat
kelekatan (cohesiveness). Semakin para
anggota tertarik dan makin sepakat
mereka terhadap sasaran kelompok, makin
lekat kelompoknya.
2.KELEKATAN
Faktor-faktor derajat kelekatan kelompok :
Lamanya waktu bersama dalam kelompok: dapat semakin
saling mengenal serta makin dapat timbul sikap toleran terhadap
satu sama lain.
Parahnya masa awal: makin sulit seseorang memasuki kelompok
kerja, maksudnya makin sulit seseorang diterima di dalam kelompok
kerja sebagai anggota.
Besarnya kelompok: semakin besar kelompoknya maka sulit
terjadinya interaksi yang mengakibatkan kurang adanya kelekatan
kelompok.
Ancaman dari luar: kebanyakan penelitian menunjang hasil
bahwa kelekatan kelompok akan bertambah jika kelompok
mendapat ancaman dari luar, bahwa mereka menghadapi ‘musuh’
bersama.
Kerhasilan di masa lalu: jika kelompok kerja memiliki
pengalaman yang gemilang, maka terbentuklah esprit de corps
yang menarik anggota-anggota baru, maka kelekatan kelompok
tetap tinggi.
16. 3. SINERGI
Dalam proses pengambilan keputusan
dalam kelompok timbul gejala bahwa
keputusan yang diambil kelompok
merupakan keputusan yang lebih baik dari
keputusan yang diambil oleh setiap anggota
kelompok tersendiri. Gejala ini yang
dinamakan sinergi. Sinergi terjadi karena
diskusi dalam kelompok menimbulkan lebih
banyak alternative dari pada jumlah
orangnya, cenderung untuk mengeliminasi
sumbangan-sumbangan gagasan yang kurang
bermutu, mengurangi nilai-nilai kesalahan dan
menunjang pemikiran kreatif.
4. GROUPTHINK
Satu gejala yang merupakan kelemahan dari
kelompok yang terlalu lekat ialah bahwa
kecakapan pengambilan keputusan mereka
dapat secara mendadak berkurang. Oleh
Janis (1972) disebut berpikir kelompok
(groupthink) merupakan suatu kemunduran
dari efisiensi mental, pengujuian realitas, dan
pertimbangan moral yang dihasilkan oleh
tekanan-tekanan dari dalam kelompoknya
sendiri. Dengan demikian menciptakan
kemungkinan bahwa keputusan kelompok
tidak mencerminkan analisis yang cermat,
melainkan mencerminkan pandangan yang
dominan, apapun yang akan tejadi.
17. 1.Kelompok memiliki ilusi bahwa mereka kebal
2.Kelompok terlibat dalam rasionalisasi kolektif untuk memotong
informasi yang berbeda ,menentang
3.Kelompok mulai percaya pada moralitas inheren tentang apa
yang ingin dilakukan
4.Kelompok mengembangkan stereotip dari kelompok lain dan
dari para penentang ,sehingga melindungi diri dari analisis yang
cermat
5.Kelompok memberi tekanan langsung kepada para penentang
untuk membuat diam mereka
6.Para anggota kelompok mulai menyensor pemikiran mereka
sendiri,terutama tentang keraguan yang mungkin mereka miliki
tentang kearifan dari tindakan yang diusulkan
7.Kelompok mulai percaya akan kebulatan kesepakatannya
karena tidak tidak ada penentang dan kepercayaan bahwa “Diam
berarti menyetujui.
8.Beberapa anggota dari kelompok mulai berfungs sebagai
“penjaga pikiran” (mindguards) penjaga yang “melindungi”para
pemimpin dari pandangan yang menyimpang dengan mejerakan
secara aktif para penentang untuk mengungkapkan
ketidaksetujuan mereka.
a.Memiliki kelekatan (cohesiveness) yang
tinggi
b.Terasing dari kelompok lain dengan
pandangan yang berbeda
c.Tidak memiliki prosedur metodologikal
untuk mengkaji dan memilih informasi jawaban
alternative yang relevan
d.Tidak memiliki prosedur yang sistematis
untuk menilai alternative-alternatif
e. Memiliki pimpinan otoriter yang kuat ,yang
menjerakan para penentang yang berada di
bawah tekanan yang besar tetapi merasa
putus asa dalam mencari penyelesaian yang
lebih baik dari yang sedang dipertimbangkan.
Janis (Janis & mann 1977)
gejala berpikir kelompok:
Gejala berpikir kelompok tidak merupakan
gejala yang timbul di setiap kelompok,
kecuali kondisi berikut:
18. Gejala lain dalam proses pengambilan keputusan
kelompok ialah adanya pergeseran keputusan yang
menuju kedua ekstrem, keputusan yang sangat tinggi
resikonya atau keputusan yang sangat rendah derajat
resikonya.
Gejala pertama dinamakan penggeseran keresiko
(risky syift), derajat resiko dari keputusan kelompok
lebih tinggi dari derajat risiko yang lebih rendah dari
derajat resiko yang berani diambil oleh setiap
anggotanya.
1.
Sedangkan yang kedua dinamakan (fincham & Rhodes
1988) penggeseran kehati-hatian(caution shift). Pada
penggeseran ke kehati-hatian keputusan kelompok
justru sebaliknya memiliki derajat resiko yang lebih
rendah dari derajat derajat resiko yang yang berani
diambil oleh para anggota kelompok.
2.
5.POLARISASI KELOMPOK
(GROUP POLARIZATION)
Fincham dan Rhodes yang menamakan kedua gejala
tersebut polarisasi kelompok, mengemukakakn
terjadi nya kedua gejala tersebut :
1. Suatu kemungkinan ialah adanya tanggung jawab
yang tersebar (diffusion of responsibility) dengan
keputusan kelompok para anggota merasa bahwa mereka
tidak dimintai pertangung jawaban secara keseluruhan.
2. Kemungkinan penjelasan yang lain ialah karena
beroprasinya proses pembanding social (social
comparison process) tidak hanya menyokong nilai
kebudayaan yang dominan, tetapi dengan
membandingkan pandangan mereka dengan
pandangan anggota lain, berusaha menunjang.
3. Kemungkinan yang lebih mutakhir k ialah bahwa
pengambilan keputusan yang ekstrem sangat
dipengaruhi oleh pertukaran informasi dan argumentasi
yang meyakinkan (persuasive).
19. INTERAKSI ANTAR
KELOMPOK
Sistem terdiri dari berbagai subsistem, dan berinteraksi secara
sambung-menyambung dengan sistem lain dalam suprasistem.
Organisasi terdiri dari berbagai kelompok kerja, dan
berinteraksi dengan organisasi lainnya dalam suatu organisasi
yang lebih besar.
20. SAINGAN ATAU KONFLIK ANTAR KELOMPOK
Robbins (1998) berpendapat bahwa konflik “adalah suatu proses yang dimulai jika satu pihak
beranggapan bahwa pihak lain telah secara negatif mempengaruhi atau akan mempengaruhi
secara negatif, sesuatu yang akan dilakukan atau yang menjadi perhatian pihak pertama.
Dampak dari konflik :
Yang terjadi didalam setiap kelompok yang bersaing
Yang terjadi antara kelompok yang bersaing
Yang terjadi dengan yang menang
Yang terjadi dengan yang kalah
21. Teknik - teknik Mengurangi Akibat Negatif dari Saingan
Strategi dasar dari pengurangan konflik ialah menemukan tujuan yang dapat diterima
oleh kelompok yang bersaing sebagai tujuan bersama dan melancarkan proses
komunikasi antar kelompok.
Shein (1980)
Menemukan Musuh Bersama
Pimpinan atau Subkelompok dari Kelompok-kelompok yang Bersaing Dibawa
Berinteraksi
Menemukan Tujuan yang Mencakup (Superordinate)
Pelatihan Antarkelompok Melalui Penghayatan-Pengalaman
22. 2 dimensi :
Dimensi Assertiveness
Dimensi Cooperativenes
5 Itensi Menyelesaikan Konflik:
Bersaing (Competiting), Bekerja sama
(Colaborating), Berkompromi (Compromising),
Menghindar (Avoiding), Menyesuaikan
(Accomodating)
Dimensi dari Interaksi Menyelesaikan Konflik
Robbins (1998) membahas dimensi dari
intensi menyelesaikan konflik dari Thomas
(1992).
23. Teknik problem solving
Teknik pengadaan sumber yang lebih banyak
Teknik pelunakkan
Teknik perintah otoritatif
Teknik mengubah variabel manusia
Teknik mengubah variabel struktual
Teknik penyelesaian konflik
Robbins (1998), yang bersifat
situasi win-win.