SlideShare a Scribd company logo
1 of 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama dari Allah SWT yang menjadi rahmat bagi
sekalian alam. Salah satu kemukjizatan Islam dan bukti bahwa Islam
merupakan agama dari Allah SWT serta eksistensinya sebagai risalah penutup
yang abadi adalah bahwa sejak dulu Islam memberikan perhatian terhadap
penyelesaian persoalan kemiskinan dan memberikan perlindungan terhadap
fakir miskin, tanpa harus ada revolusi atau tuntutan secara personal atau
komunal terhadap hak-hak mereka sendiri.
Semenjak fajarnya baru menyingsing di kota Mekkah, Islam sudah
memperhatikan masalah sosial penanggulangan kemiskinan. Kitab suci Al-
Qur’an merumuskannya dengan kata “zakat” atau dengan kalimat
"mengeluarkan sebahagian rezeki yang diberikan Allah" dan rumusan lainnya.
Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang bercorak sosial ekonomi.
Dengan zakat, di samping ikrar tauhid (syahadat) dan sholat, seseorang
barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keislamnnya.1
Sesuai dengan firman Allah SWT:
‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫أ‬َ‫و‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫ب‬‫َا‬‫ت‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ْ‫ا‬ُ‫َو‬‫ت‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬‫ي‬ِ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ن‬ َٰ‫و‬ ۡ‫خ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ِ‫ِين‬‫ٱلد‬ُ‫ل‬ ِ‫َص‬‫ف‬ُ‫ن‬َ‫و‬ِ‫ت‬َٰ‫ي‬ٓ ۡ‫ٱۡل‬ٖ‫م‬ ۡ‫و‬َ‫ق‬ِ‫ل‬
َ‫ن‬‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ۡ‫ع‬َ‫ي‬١١
1 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat, edisi Indonesia Hukum Zakat: Studi Komparatif
Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, terj. Salman Harun, Didin
Hafidhuddin, dan Hasanudin, Cet. keduabelas (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2011), h. 3.
2
Artinya : Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat,
maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan
Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui (Al
Qur’an Surat At Taubah ayat 11).
Pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari
bencana kemiskinan, kelemahan fisik dan mental. Sedangkan menurut
organisasi pusat zakat, zakat berarti tumbuh dan berkembang, kesuburan atau
bertambah atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan. Menurut
Hukum Islam (istilah syara'), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan
tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk
diberikan kepada golongan tertentu. Dalam hal zakat, si pemberi zakat disebut
muzaki dan Orang yang menerima zakat disebut mustahiq.2
Berdasarkan Al Qur’an surat At Taubah ayat 60, Allah SWT
menerangkan kemana sasaran (masharif) zakat itu harus dikeluarkan,
sebagaimana firman Allah SWT:
‫ا‬َ‫م‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬‫ٱ‬ُ‫ت‬َٰ‫ق‬َ‫د‬َّ‫ص‬‫ل‬َ‫و‬ ِ‫ء‬ٓ‫ا‬َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬ۡ‫ل‬ِ‫ل‬‫ٱ‬ِ‫ين‬ِ‫ك‬َٰ‫س‬َ‫م‬ۡ‫ل‬َ‫و‬‫ٱ‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫ل‬ِ‫م‬َٰ‫ع‬ۡ‫ل‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫ٱ‬ِ‫ة‬َ‫ف‬َّ‫ل‬َ‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ل‬‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ب‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫ق‬‫ٱ‬ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ ِ‫لر‬
َ‫و‬‫ٱ‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫م‬ ِ‫ر‬َٰ‫غ‬ۡ‫ل‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫و‬‫ٱ‬ِ َّ‫ّلل‬َ‫و‬‫ٱ‬ِ‫ن‬ۡ‫ب‬‫ٱ‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫س‬‫ل‬َ‫ن‬ِ‫م‬ ٗ‫ة‬َ‫ض‬‫ي‬ ِ‫ر‬َ‫ف‬‫ٱ‬ِ َّ‫ّلل‬َ‫و‬‫ٱ‬ُ َّ‫ّلل‬ٞ‫يم‬ِ‫ك‬َ‫ح‬ ٌ‫م‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫ع‬٠٦
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Al Qur’an
Surat At Taubah ayat 60).
2 Muhammad dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan (Yogyakarta: UII Press, 2005),
h. 42.
3
Harta yang dizakati, menurut jumhur ulama, harus mencapai nishab.
Yang dimaksud dengan nishab adalah kadar minimal jumlah harta yang wajib
di zakati berdasarkan ketetapan syara’. Nishab yang ditetapkan syara’ untuk
setiap jenis harta berbeda-beda misalnya, untuk emas ditetapkan 20 dinar (satu
dinar lebih kurang 4,5 gram emas) berdasarkan hadits riwayat Imam Abu
Dawud dari Ali bin Abi Thalib, kambing 40 ekor, dan unta 5 ekor, ketiganya
berdasarkan hadis riwayat Imam Al- Bukhari dari Anas bin Malik,3 kecuali
zakat hasil tani, buah-buahan, dan logam mulia, maka wajib zakat sepuluh
persen dari hasil tersebut, jumhur ulama sepakat bahwa nishab adalah wajib
bagi zakat kekayaan yang bisa tumbuh dari hasil tanah atau bukan, dengan
alasan bahwa harta tersebut dapat dianalogikan dengan ternak, uang, dan
barang dagangan.4
Zakat memang bukanlah satu-satunya gambaran dari sistem yang
ditampilkan dari ajaran Islam dan mewujudkan kesejahteraan umum bagi
masyarakat. Namun, harus diakui bahwa zakat sangat penting arti dan
kedudukannya karena ia merupakan sentral dari sistem perekonomian yang
mampu menanggulangi kesenjangan sosial, seperti halnya zakat dari hasil
pertanian. Zakat hasil pertanian adalah bagian dari zakat mal atau zakat harta
yang wajib dikeluarkan apabila telah mencapai nishab. Zakat dari sektor
pertanian sebenarnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat desa yang
penghasilan utama desanya dari sektor pertanian, seperti masyarakat di desa
3 Quraish Shihab, Ensiklopedi Islam, jilid 1, Cet.1 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve,
1989), h. 134.
4 Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.
24.
4
Gedung Biara Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang yang sebagian
besar masyarakatnya bekerja pada sektor pertanian dengan bertani tanaman
padi. Ada yang mengolah lahan pertaniannya sendiri, ada yang menggarapkan
lahan pertaniannya pada orang lain dan ada juga masyarakat desa Gedung
Biara yang mempunyai lahan pertanian di luar desa Gedung Biara atau
masyarakat dari desa lain yang mempunyai lahan pertanian di desa Gedung
Biara. Dalam hal pengeluaran zakat dari hasil pertanian, tingkat kesadaran
masyarakat desa Gedung Biara termasuk tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
kegiatan pembagian zakat pada akhir bulan Ramadhan.
Berdasarkan pengamatan di Desa Gedung Biara, peneliti menemukan
suatu fenomena yang sudah berjalan selama bertahun-tahun di desa Gedung
Biara, yakni pengalihan pembayaran zakat. Pengalihan pembayaran zakat
yang dimaksud oleh peneliti disini adalah pengalihan tempat menyalurkan
zakat atas padi yang di tanam oleh masyarakat desa Gedung Biara. Mereka
(pemilik lahan pertanian) setiap tahun mengalihkan pembayaran zakat harta
atas padi yang mereka tanam (di luar desa Gedung Biara) ke tempat mereka
tinggal (desa Gedung Biara), sementara di tempat/lokasi padi di tanam (di luar
desa Gedung Biara) masih terdapat masyarakat membutuhkan zakat atau
orang-orang yang berhak menerima zakat.
Pemindahan zakat dari satu daerah ke daerah lain, dalam keadaan
penduduknya membutuhkan, adalah menodai hikmat zakat yang diwajibkan
karenanya.5 Tujuan zakat adalah memberi kecukupan kepada orang-orang
5 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 800.
5
fakir, maka apabila kita memperbolehkan memindahkan zakat, berarti kita
membiarkan golongan fakir di daerah itu tetap berada dalam keadaan
membutuhkan.
Hadits Rasulullah SAW:
‫َا‬‫ن‬َ‫ث‬َّ‫د‬َ‫ح‬‫ُو‬‫ب‬َ‫أ‬‫م‬ ِ‫اص‬َ‫ع‬ُ‫ك‬‫ا‬َّ‫ح‬َّ‫ض‬‫ال‬ُ‫ن‬ْ‫ب‬‫د‬َ‫ل‬ْ‫خ‬َ‫م‬ْ‫ن‬َ‫ع‬َ‫ء‬‫َّا‬‫ي‬ ِ‫َر‬‫ك‬َ‫ز‬ِ‫ْن‬‫ب‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫ح‬ْ‫س‬ِ‫إ‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫ى‬َ‫ي‬ْ‫ح‬َ‫ي‬ِ‫ْن‬‫ب‬ِ‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬
ِ َّ‫اّلل‬ِ‫ْن‬‫ب‬‫ي‬ِ‫ف‬ْ‫ي‬َ‫ص‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫أ‬‫د‬َ‫ب‬ْ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ِ‫ْن‬‫ب‬‫ا‬‫َّاس‬‫ب‬َ‫ع‬َ‫ي‬ ِ‫ض‬ َ‫ر‬ُ َّ‫اّلل‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬َّ‫ن‬َ‫أ‬َّ‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫ن‬‫ال‬‫ى‬َّ‫ل‬َ‫ص‬
ُ َّ‫اّلل‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫م‬َّ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬َ‫ث‬َ‫ع‬َ‫ب‬‫ا‬ً‫ذ‬‫ا‬َ‫ع‬ُ‫م‬َ‫ي‬ ِ‫ض‬ َ‫ر‬ُ َّ‫اّلل‬ُ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ِ‫ن‬َ‫م‬َ‫ي‬ْ‫ل‬‫ا‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ع‬ْ‫د‬‫ا‬‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ِ‫ة‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ش‬ْ‫ن‬َ‫أ‬
َ‫ل‬َ‫ه‬َ‫ل‬ِ‫إ‬َّ‫ل‬ِ‫إ‬ُ َّ‫اّلل‬‫ي‬ِ‫ن‬َ‫أ‬َ‫و‬ُ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِ َّ‫اّلل‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْ‫م‬ُ‫ه‬‫وا‬ُ‫ع‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫أ‬َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ْ‫م‬ِ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫أ‬َ‫ف‬َّ‫ن‬َ‫أ‬َ َّ‫اّلل‬ْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ض‬َ‫َر‬‫ت‬ْ‫ف‬‫ا‬
ْ‫م‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫س‬ْ‫م‬َ‫خ‬‫ات‬َ‫و‬َ‫ل‬َ‫ص‬‫ي‬ِ‫ف‬ِ‫ل‬ُ‫ك‬‫م‬ ْ‫و‬َ‫ي‬‫ة‬َ‫ل‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫و‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْ‫م‬ُ‫ه‬‫وا‬ُ‫ع‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫أ‬َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ْ‫م‬ِ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫أ‬َ‫ف‬َّ‫ن‬َ‫أ‬َ َّ‫اّلل‬
َ‫ض‬َ‫َر‬‫ت‬ْ‫ف‬‫ا‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ً‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ص‬‫ي‬ِ‫ف‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬ْ‫م‬َ‫أ‬ُ‫ذ‬َ‫خ‬ْ‫ؤ‬ُ‫ت‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ن‬ْ‫غ‬َ‫أ‬‫د‬َ‫ر‬ُ‫ت‬َ‫و‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬)ُ‫ه‬‫روا‬
‫البخاري‬(
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim Adh-Dlohhak bin
Makhlad dari Zakariya' bin Ishaq dari Yahya bin 'Abdullah bin
Shayfiy dari Abu Ma'bad dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma
bahwa ketika Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mengutus Mu'adz
radliallahu 'anhu ke negeri Yaman, Beliau berkata,: "Ajaklah
mereka kepada syahadah (persaksian) tidak ada ilah yang berhak
disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika
mereka telah mentaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah
mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan
jika mereka telah mena'atinya, maka beritahukanlah bahwa Allah
telah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) dari harta mereka
yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada
orang-orang faqir mereka" (Hadits Riwayat Bukhari Nomor
1308).6
Hadits tersebut menyiratkan bahwa tidak diperbolehkan mengalihkan
zakat ke tempat lain dan wajib mendistribusikannya kepada golongan-
golongan yang berhak menerima zakat di daerah tempat zakat diambil. Hal
6 Abu Abdilah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Kitab Shahih Bukhari, terjemah H.
Zainuddin, Wijaya (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 771-772.
6
inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut
tentang “Hukum Pengalihan Tempat Pembayaran Zakat Padi Menurut Yusuf
Qardawi (Studi Kasus di Desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana status hukum pengalihan tempat pembayaran zakat padi di
desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang ditinjau menurut Yusuf
Qardawi ?
2. Bagaimana metode istinbat hukum Yusuf Qardawi terkait tentang
pengalihan tempat pembayaran zakat ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui status hukum pengalihan tempat pembayaran zakat padi
di desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang ditinjau menurut Yusuf
Qardawi.
2. Untuk mengetahui metode istinbat hukum Yusuf Qardawi terkait tentang
pengalihan tempat pembayaran zakat.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Tempat Penelitian
7
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
masyarakat desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang mengenai
pengalihan pembayaran zakat padi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi Mahasiswa
Fakultas Syari’ah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
mengenai pengalihan pembayaran zakat padi serta untuk menambah
perbendaharaan perpustakaan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Zawiyah Cot Kala Langsa.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan ilmu
pengetahuan serta memperluas wawasan penulis khususnya yang berkaitan
dengan pengalihan pembayaran zakat padi.
E. Tinjauan Pustaka
Zakat sekalipun dibahas di dalam pokok bahasan “ibadat”, karena
dipandang bagian yang tidak terpisahkan dari shalat, sesungguhnya
merupakan bagian sistem sosial ekonomi Islam, dan oleh karena itu dibahas di
dalam buku-buku tentang strategi hukum dan ekonomi Islam. Buku Hukum
Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan
Qur’an dan Hadis diterjemahkan oleh Salman Harun, Didin Hafidhuddin, dan
Hasanudin merupakan buku yang digunakan sebagai bahan Referensi atas
permasalahan zakat. Judul asli buku ini adalah Fiqhuz Zakat, buku ini
merupakan buku karangan Yusuf Qardawi. Di dalam buku ini banyak dibahas
8
permasalahan zakat, termasuk mengenai pengalihan zakat, yaitu pada bab IV
yang berjudul memindahkan zakat ke tempat bukan penghasil zakat.
Dalam bentuk skripsi, seperti yang ditulis oleh Intan Zahara yang
berjudul Praktik Perpindahan Zakat Mal Ditinjau Menurut Hukum Islam
(Studi Kasus di Desa Bayeun Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh
Timur). Skripsi ini menyimpulkan bahwa praktik perpindahan zakat mal di
desa Bayeun lebih terfokus pada kewajiban umat Islam yang sudah mampu
dalam mengeluarkan zakat mal atau zakat harta. Praktik perpindahan zakat
yang dilakukan masyarakat adalah membayar zakat atas padi yang ditanam di
tempat berbeda. Selain itu, penyaluran zakat yang dilakukan oleh masyarakat
masih bersifat apa adanya dan tidak dikoordinir. Hal ini dilakukan para
muzakki karena tidak mengetahui aturan-aturan perpindahan zakat mal yang
sesuai dengan syariat Islam. Jika ditinjau dari kesadaran masyarakatnya, tentu
saja hal ini sangat baik, karena pengeluaran zakat merupakan perlindungan
bagi masyarakat dari bencana kemiskinan, kelemahan fisik dan mental. Jika
ditinjau menurut hukum Islam, praktik perpindahan zakat mal yang dilakukan
masyarakat desa Bayeun tidak sesuai dengan syariah Islam, karena masih ada
orang yang berhak menerima zakat di daerah tempat padi ditanam (Desa Alue
Itam). Jika penduduk setempat tidak lagi membutuhkan zakat, maka zakat itu
boleh dipindahkan ke penduduk lain.7 Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan penulis susun adalah dari segi pendekatan penelitian.
7 Intan Zahara, Praktik Perpindahan Zakat Mal Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi
Kasus di Desa Bayeun Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh Timur) , Skripsi Jurusan
Syari’ah, Prodi Muamalah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Zawiyah Cot Kala
Langsa 2014 M/1435 H.
9
Penelitian ini menggunakan pendekatan Empiris atau Sosiologis sedangkan
penelitian yang akan penulis susun menggunakan pendekatan Falsafi, yaitu
pemikiran Yusuf Qardawi.
Dalam bentuk jurnal seperti yang ditulis oleh Muhammad Ikhlas
Rosele yang berjudul Perspektif Yusuf Al-Qaradawi Dalam Zakat Pertanian:
Satu Analisis. Jurnal ini menyimpulkan bahwa Al-Qaradawi merupakan
seorang ulama kontemporari yang prolifik. Sumbangan beliau dalam hukum
Islam melalui berbagai-bagai karya ilmiah dapat dimanfaatkan oleh umat
Islam masa kini. Beliau mempunyai metode penetapan hukum yang tersendiri.
Beliau berpegang dengan nas-nas yang umum selagi mana tidak ada nas lain
yang mengkhususkannya, berpegang dengan ijma’ yang diyakini
keabsahannya dan melihat kepada maqasid dan maslahah dalam dalam
penetapan hukum. Beliau juga melakukan pentarjihan dengan memilih
pandangan yang kuat di samping tidak taksub dengan satu-satu mazhab.
Dalam penetapan hukum yang berkaitan zakat khususnya, beliau turut
meraikan realiti semasa dan setempat. Misalnya dalam sumber pertanian yang
dikenakan zakat, beliau berpegang dengan umum nas dan tidak menentukan
atau mengkhususkan jenis sumber pertanian yang wajib dizakatkan. Ini bagi
mengambil kira berbagai-bagai jenis lagi pertanian yang berbeza antara satu
kawasan dengan yang lain. Justru, pandangan beliau adalah relevan dan
mampu menyelesaikan isu zakat kontemporari.8
8 Muhammad Ikhlas Rosele, Perspektif Yusuf Al-Qaradawi Dalam Zakat Pertanian: Satu
Analisis. Jurnal Pelajar Pasca Siswazah, Jabatan Fiqh & Usul, Akademi Pengajian Islam,
Universiti Malaya, https://www.academia.edu/4349511/Perspektif_Yusuf_Al-Qaradawi_Dalam_
Zakat_Pertanian (29 Agustus 2016).
10
Skripsi yang ditulis oleh Faridatul Latifah dengan judul Zakat Profesi
Perspektif Yūsuf Al-Qaradawī Dan Didin Hafidhuddin. Skripsi ini
menyimpulkan bahwa zakat profesi menurut pandangan Yusuf al-Qaradawi
adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal dan dapat
mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah
melalui keahlian tertentu. Sedangkan dalam pandangan Didin Hafidhuddin,
bahwa profesi merupakan setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang halal,
baik yang dilakukan sendiri maupun yang terkait dengan pihak lain, seperti
seorang pegawai atau karyawan. Dengan demikian definisi zakat profesi
menurut Didin Hafidhuddin adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan
atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun
bersama dengan orang atau lembaga lain, yang dapat mendatangkan
penghasilan (uang) yang memenuhi nishab (batas minimum untuk dapat
berzakat).9
F. Penjelasan Istilah
Sebelum penulis menguraikan isi skripsi, maka akan diawali dahulu
dengan memberi penjelasan pengertian berbagai istilah yang ada dari judul
skripsi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahfahaman interpretasi isi
keseluruhan skripsi.
Adapun penjelasan istilahnya seperti tercantum sebagai berikut :
1. Hukum
9 Faridatul Latifah, Zakat Profesi Perspektif Yūsuf Al-Qaradawī Dan Didin Hafidhuddin,
Skripsi Jurusan Perbandingan Mazhab Dan Hukum Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010, http://digilib.uin-suka.ac.id/5235/1/BAB%20I,V,
%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (29 Agustus 2016).
11
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan atau
adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh
penguasa atau pemerintah, seperti undang-undang, peraturan, dan
sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. Secara sederhana
hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma
yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik
peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara
tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.10 Kata hukum sebenarnya berasal
dari bahasa Arab ‫الـحكم‬ yang merupakan isim mashdar dari fi’il (kata kerja)
‫حكم‬-‫يـحكم‬ yang berarti memimpin, memerintah, memutuskan, menetapkan,
atau mengadili, sehingga kata ‫الـحكم‬ berarti putusan, ketetapan, kekuasaan,
atau pemerintahan.11 Dalam ujudnya, hukum ada yang tertulis dalam
bentuk undang-undang seperti hukum modern (hukum Barat) dan ada
yang tidak tertulis seperti hukum adat dan hukum Islam. Menurut peneliti,
hukum dalam hal ini berarti seperangkat norma atau peraturan yang
bersumber dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk mengatur
tingkah laku manusia di tengah-tengah masyarakatnya. Dengan kalimat
yang lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang
bersumber dari ajaran Islam.
2. Pengalihan
10 Mohammad Daud Ali. Azas-azas Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Indonesia
(Jakarta: Rajawali Press, 1996), h. 38.
11 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 286.
12
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengalihan berasal dari kata alih
yang berarti pindah, ganti, tukar, ubah. Pengalihan berarti proses, cara,
perbuatan mengalihkan, pemindahan, penggantian, penukaran,
pengubahan. Menurut peneliti, pengalihan berarti perihal beralih yang
dalam hal ini tempat zakat atau daerah zakat atau mustahiq zakat.
3. Tempat Pembayaran
Tempat pembayaran terdiri dari 2 kata yaitu tempat dan pembayaran.
Tempat merupakan kedudukan; keadaan; letak ataupun lokasi, sedangkan
pembayaran berarti proses, cara, perbuatan membayar. Jadi tempat
pembayaran dapat diartikan sebagai tempat untuk melakukan pembayaran.
Menurut peneliti, tempat pembayaran berarti lokasi/kedudukan untuk
melaksanakan pembayaran yang dalam hal ini zakat padi.
4. Zakat Padi
Zakat padi terdiri dari dua kata, yaitu zakat dan padi. Zakat adalah
mengeluarkan/memberikan sebagian dari harta atau bahan makanan
kepada kelompok tertentu yang berhak menerimanya dengan berbagai
syarat guna mewujudkan keadilan sosial, mensucikan jiwa, menyuburkan
harta, dan mengharapkan pahala dari pada-Nya serta melaksanakan
kewajiban yang telah digariskan oleh syara’ (agama).12 Sedangkan padi
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tumbuhan yang
menghasilkan beras. Jadi zakat padi dapat diartikan sebagai
mengeluarkan/memberikan sebagian dari padi yang diusahakan kepada
12 Wahbah al-Zuhayly, Al-Fiqh al Islami wa Adillatuhu, jilid II (Damaskus: Dar al-Fikr,
1989), h. 730.
13
kelompok tertentu yang berhak menerimanya. Menurut peneliti zakat padi
adalah zakat wajib atas petani padi yang sudah mampu (mencapai nishab).
5. Menurut Yusuf Qardawi
Yusuf Qardawi adalah nama seorang cendekiawan Muslim yang berasal
dari Mesir. Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di
tengah Delta Sungai Nil, Kairo, Mesir pada tanggal 9 September 1926.
Selain sebagai seorang Mujtahid ia juga dipercaya sebagai seorang ketua
majelis fatwa. Banyak dari fatwa yang telah dikeluarkan digunakan
sebagai bahan Referensi atas permasalahan yang terjadi. Namun banyak
pula yang mengkritik fatwa-fatwanya. Pada usia 10 tahun, ia sudah hafal
Al Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had
Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas
Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh
pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam
Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi
Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan
zakat dengan nuansa modern.13 Menurut Yusuf Qardawi dapat diartikan
sebagai pendapat ataupun fatwa yang dikeluarkan oleh Yusuf Qardawi
yang dalam hal ini mengenai zakat.
G. Kerangka Teori
13 Wikipedia, “Yusuf al-Qaradawi”, https://id.wikipedia.org/wiki/Yusuf_al-Qaradawi (28
Agustus 2016).
14
Kesadaran pelaksanaan zakat di kalangan umat Islam masih belum
diikuti dengan tingkat pemahaman yang memadai tentang ibadah yang satu
ini, khususnya jika diperbandingkan dengan ibadah wajib lainnya seperti
sholat dan puasa. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat
dan mekanisme pembayaran yang dituntunkan oleh syariah Islam
menyebabkan pelaksanaan ibadah zakat menjadi sangat tergantung pada
masing-masing individu. Hal tersebut pada gilirannya mempengaruhi
perkembangan institusi zakat, yang seharusnya memegang peranan penting
dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar pelaksanaan ibadah
harta ini menjadi lebih efektif dan efisien.
Al Qur’an menjelaskan bahwa zakat itu wajib dalam bentuk perintah
yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas, seperti dalam surat At
Taubah.
ِ‫إ‬َ‫ف‬‫ا‬َ‫ذ‬َ‫خ‬َ‫ل‬َ‫س‬‫ٱن‬ُ‫ر‬ُ‫ه‬ۡ‫ش‬َ ۡ‫ٱۡل‬ُ‫م‬ُ‫ر‬ُ‫ح‬ۡ‫ٱل‬َ‫ف‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫ت‬ۡ‫ٱق‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫ك‬ ِ‫ر‬ۡ‫ش‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ۡ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ذ‬ُ‫خ‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫م‬‫دت‬َ‫ج‬َ‫و‬ ُ‫ث‬ۡ‫ي‬َ‫ح‬
َ‫و‬ۡ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ر‬ُ‫ص‬ ۡ‫ٱح‬َ‫و‬ْ‫ا‬‫ُو‬‫د‬ُ‫ع‬ۡ‫ٱق‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫أ‬َ‫و‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫ب‬‫َا‬‫ت‬ ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ٖٖۚ‫د‬َ‫ص‬ ۡ‫ر‬َ‫م‬ َّ‫ل‬ُ‫ك‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ْ‫ا‬ُ‫َو‬‫ت‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬
َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ٖۚۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ْ‫ا‬‫و‬‫َل‬‫خ‬َ‫ف‬َ َّ‫ٱّلل‬ٞ‫ور‬ُ‫ف‬َ‫غ‬ٞ‫يم‬ ِ‫ح‬َّ‫ر‬٥
Artinya : Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah
orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan
tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat
pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk
berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha
Penyayang (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 5).
‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫أ‬َ‫و‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫ب‬‫َا‬‫ت‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ْ‫ا‬ُ‫َو‬‫ت‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬‫ي‬ِ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ن‬ َٰ‫و‬ ۡ‫خ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ِ‫ِين‬‫ٱلد‬ُ‫ل‬ ِ‫َص‬‫ف‬ُ‫ن‬َ‫و‬ِ‫ت‬َٰ‫ي‬ٓ ۡ‫ٱۡل‬ٖ‫م‬ ۡ‫و‬َ‫ق‬ِ‫ل‬
َ‫ن‬‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ۡ‫ع‬َ‫ي‬١١
Artinya : Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat,
maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan
15
Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui (Al
Qur’an Surat At Taubah ayat 11).
‫ا‬َ‫م‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫د‬ ِ‫ج‬َٰ‫س‬َ‫م‬ ُ‫ر‬ُ‫م‬ۡ‫ع‬َ‫ي‬ِ َّ‫ٱّلل‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ء‬ ۡ‫ن‬َ‫م‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫و‬ِ‫م‬ ۡ‫و‬َ‫ي‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ر‬ ِ‫خ‬ٓ ۡ‫ٱۡل‬َ‫ام‬َ‫ق‬َ‫أ‬َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬‫َى‬‫ت‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬
َّ‫ل‬ِ‫إ‬ َ‫ش‬ ۡ‫خ‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬َ‫و‬َ َّ‫ٱّلل‬َ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬‫و‬ُ‫ك‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ك‬ِ‫ئ‬َٰٓ‫ل‬ ْ‫و‬ُ‫أ‬ ٰٓ‫ى‬َ‫س‬َ‫ع‬َ‫ف‬َ‫ن‬‫ِي‬‫د‬َ‫ت‬ ۡ‫ه‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬١١
Artinya : Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada
siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 18).
‫ا‬َ‫ه‬‫ي‬َ‫أ‬َٰٓ‫ي‬۞َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬َّ‫ل‬‫ٱ‬َ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬ ٗ‫ير‬ِ‫ث‬َ‫ك‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ‫ا‬ ٓ‫و‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ء‬ِ‫ار‬َ‫ب‬ ۡ‫ح‬َ ۡ‫ٱۡل‬َ‫و‬ِ‫ان‬َ‫ب‬ۡ‫ه‬‫ٱلر‬َ‫ل‬ َٰ‫و‬ ۡ‫م‬َ‫أ‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫ك‬ۡ‫أ‬َ‫ي‬َ‫ل‬ِ‫اس‬َّ‫ن‬‫ٱل‬
ِ‫ب‬ِ‫ل‬ ِ‫ط‬َٰ‫ب‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫ن‬‫و‬‫د‬ُ‫ص‬َ‫ي‬َ‫و‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬َّ‫ل‬‫ٱ‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ز‬ِ‫ن‬ۡ‫ك‬َ‫ي‬َ‫ب‬َ‫ه‬َّ‫ذ‬‫ٱل‬َ‫و‬َ‫ة‬َّ‫ض‬ِ‫ف‬ۡ‫ٱل‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ق‬ِ‫ف‬‫ُن‬‫ي‬ َ‫ل‬َ‫و‬
ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫ب‬َ‫ف‬‫م‬ُ‫ه‬ ۡ‫ِر‬‫ش‬ٖ‫يم‬ِ‫ل‬َ‫أ‬ ‫اب‬َ‫ذ‬َ‫ع‬ِ‫ب‬٤٣َ‫م‬ ۡ‫و‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬ ٰ‫ى‬َ‫و‬ۡ‫ك‬ُ‫ت‬َ‫ف‬ َ‫م‬َّ‫ن‬َ‫ه‬َ‫ج‬ ِ‫َار‬‫ن‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ا‬َ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ٰ‫ى‬َ‫م‬ ۡ‫ُح‬‫ي‬
َ ِ‫ۡل‬ ۡ‫م‬ُ‫ت‬ ۡ‫َز‬‫ن‬َ‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫ا‬َ‫ذ‬َٰ‫ه‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ور‬ُ‫ه‬ُ‫ظ‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ب‬‫و‬ُ‫ن‬ُ‫ج‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ه‬‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫ج‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ز‬ِ‫ن‬ۡ‫َك‬‫ت‬ ۡ‫م‬ُ‫ت‬‫ن‬ُ‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ق‬‫و‬ُ‫ذ‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬٤٥
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar
dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-
benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas
perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi
mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu
simpan itu" (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 34-35).
‫ا‬َ‫م‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬۞ُ‫ت‬َٰ‫ق‬َ‫د‬َّ‫ص‬‫ٱل‬َ‫و‬ ِ‫ء‬ٓ‫ا‬َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬ۡ‫ل‬ِ‫ل‬ِ‫ين‬ِ‫ك‬َٰ‫س‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫ل‬ِ‫م‬َٰ‫ع‬ۡ‫ٱل‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِ‫ة‬َ‫ف‬َّ‫ل‬َ‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ب‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫ق‬
ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ ِ‫ٱلر‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫م‬ ِ‫ر‬َٰ‫غ‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫و‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫و‬ِ‫ن‬ۡ‫ب‬‫ٱ‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫س‬‫ٱل‬َ‫ن‬ِ‫م‬ ٗ‫ة‬َ‫ض‬‫ي‬ ِ‫ر‬َ‫ف‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫و‬ُ َّ‫ٱّلل‬ٞ‫يم‬ِ‫ك‬َ‫ح‬ ٌ‫م‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫ع‬
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Al Qur’an
Surat At Taubah ayat 60).
16
َ‫ن‬‫و‬ُ‫ق‬ِ‫ف‬َٰ‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬َ‫و‬ُ‫ت‬َٰ‫ق‬ِ‫ف‬َٰ‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫ر‬ُ‫م‬ۡ‫أ‬َ‫ي‬ ٖۚ ٖ‫ۡض‬‫ع‬َ‫ب‬ ۢ‫ن‬ِ‫م‬ ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ِ‫َر‬‫ك‬‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫ن‬ ۡ‫و‬َ‫ه‬ۡ‫ن‬َ‫ي‬َ‫و‬ِ‫وف‬ُ‫ۡر‬‫ع‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬
ْ‫ا‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ن‬ ٖۚۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ي‬ِ‫د‬ۡ‫ي‬َ‫أ‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫ض‬ِ‫ب‬ۡ‫ق‬َ‫ي‬َ‫و‬َ َّ‫ٱّلل‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ٖۚۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ي‬ِ‫س‬َ‫ن‬َ‫ف‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫ق‬ِ‫ف‬َٰ‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ُ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ق‬ِ‫س‬َٰ‫ف‬ۡ‫ٱل‬٠٦
Artinya : Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan
sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang
munkar dan melarang berbuat yang ma´ruf dan mereka
menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah,
maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang
munafik itu adalah orang-orang yang fasik (Al Qur’an Surat At
Taubah ayat 67).
َ‫ن‬‫و‬ُ‫ن‬ِ‫م‬ ۡ‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬َ‫و‬َ‫و‬ُ‫ت‬َٰ‫ن‬ِ‫م‬ ۡ‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫ر‬ُ‫م‬ۡ‫أ‬َ‫ي‬ ٖۚ ٖ‫ۡض‬‫ع‬َ‫ب‬ ُ‫ء‬ٓ‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ل‬ ۡ‫و‬َ‫أ‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ِ‫وف‬ُ‫ۡر‬‫ع‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫ن‬ ۡ‫و‬َ‫ه‬ۡ‫ن‬َ‫ي‬َ‫و‬
ِ‫َر‬‫ك‬‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫م‬‫ي‬ِ‫ق‬ُ‫ي‬َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ت‬ ۡ‫ُؤ‬‫ي‬َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ع‬‫ي‬ِ‫ُط‬‫ي‬َ‫و‬َ َّ‫ٱّلل‬ُ‫ه‬َ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ر‬َ‫و‬ٖۚٓ‫ۥ‬َ‫ك‬ِ‫ئ‬َٰٓ‫ل‬ ْ‫و‬ُ‫أ‬
ُ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫م‬َ‫ح‬ ۡ‫ر‬َ‫ي‬َ‫س‬ُ َّ‫ٱّلل‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ َّ‫ٱّلل‬ٞ‫يم‬ِ‫ك‬َ‫ح‬ ٌ‫يز‬ ِ‫ز‬َ‫ع‬٦١
Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian
yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 71).
ۡ‫ذ‬ُ‫خ‬ۡ‫م‬ُ‫ه‬َّ‫ل‬ ٞ‫َن‬‫ك‬َ‫س‬ َ‫ك‬َ‫ت‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َ‫ص‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ۡ‫م‬ِ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ِ‫ل‬َ‫ص‬ َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬ ‫م‬ِ‫ه‬‫ي‬ِ‫ك‬َ‫ز‬ُ‫ت‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ر‬ِ‫ه‬َ‫ط‬ُ‫ت‬ ٗ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ص‬ ۡ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬ َٰ‫و‬ ۡ‫م‬َ‫أ‬ ۡ‫ن‬ِ‫م‬
َ‫و‬ُ َّ‫ٱّلل‬ٌ‫م‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫ع‬‫ي‬ِ‫م‬َ‫س‬١٦٤
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
(Al Qur’an Surat At Taubah ayat 103).
Khuz min amwalihim shadaqah.... (Pungutlah zakat dari kekayaan
mereka....). Kata "min" berarti sebagian dari harta, bukan seluruh kekayaan.
Kata "amwalihim" dalam bentuk jamak yang berarti : harta-harta kekayaan
mereka, yaitu meliputi berbagai jenis kekayaan. Zakat yang dikeluarkan
karena ketaatan pada Allah akan mensucikannya jiwa dari segala kotoran dan
17
dosa, dan terutama kotornya sifat kikir. Zakat yang mensucikan dari sifat kikir
ditentukan oleh kemurahannya dan kegembiraan ketika mengeluarkan harta
semata karena Allah. Zakat yang mensucikan jiwa juga berfungsi
membebaskan jiwa manusia dari ketergantungan dan ketundukan terhadap
harta benda dan dari kecelakaan menyembah harta. Sesungguhnya Islam
membenci kefakiran dan menghendaki manusia meningkat dari memikirkan
kebutuhan materi saja kepada sesuatu yang lebih besar dan lebih pantas akan
nilai-nilai kemanusiaan yang mulia sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Pemindahan zakat dari satu daerah ke daerah lain, dalam keadaan
penduduknya membutuhkan, adalah menodai hikmat zakat yang diwajibkan
karenanya. Apabila pada asalnya yang disepakati para ulama, bahwa zakat itu
harus dibagikan di daerah dimana zakat itu didapat, maka termasuk yang
disepakati para ulama pula jika penduduk setempat tidak membutuhkan zakat,
seluruh atau sebagiannya, karena tidak ada mustahiknya, atau jumlahnya
sedikit, sementara harta zakat banyak, maka zakat itu boleh dipindah ke
penduduk lain, dan kepada penguasa, supaya dipergunakan sesuai dengan
kebutuhan atau kepada penduduk di daerah tetangganya.14
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan
pustaka, penjelasan istilah, kerangka teori dan sistematika penulisan.
14 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 802.
18
Bab kedua merupakan pandangan Yusuf Qardawi tentang pengalihan
tempat pembayaran zakat padi yang didalamnya terdapat biografi Yusuf
Qardawi, karya-karya Yusuf Qardawi dan pemikiran Yusuf Qardawi tentang
pengalihan tempat pembayaran zakat.
Bab ketiga merupakan metodologi penelitian yang terdiri dari jenis
penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data
dan analisis data.
Bab keempat merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang
memuat gambaran umum Desa Gedung Biara Kecamatan Seruway Kabupaten
Aceh Tamiang serta jawaban dari tujuan penelitian, yaitu status hukum
pengalihan tempat pembayaran zakat padi di desa Gedung Biara Kabupaten
Aceh Tamiang ditinjau menurut Yusuf Qardawi dan metode istinbat hukum
Yusuf Qardawi terkait tentang pengalihan tempat pembayaran zakat.
Bab kelima merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-
saran.
19
BAB II
PANDANGAN YUSUF QARDAWI TENTANG PENGALIHAN TEMPAT
PEMBAYARAN ZAKAT PADI
A. Biografi Yusuf Qardawi
Yusuf Qardawi lahir di desa shafat Turab Mesir bagian barat pada
tanggal 9 september 1926 di desa Sharf At-Turab terletak antara kota Thanta
dan kota Al-Mahallah Al-Kubra, yang merupakan kota kabupaten (markaz)
paling terkenal di provinsi Al-Gharbiyyah. Berjarak sekitar 21 kilo meter dari
Thantha dan 9 kilo meter dari Al-Mahallah.15 Yusuf Qardawi berasal dari
keluarga yang taat beragama, ketika ia berusia dua tahun, ayahnya meninggal
15 Yusuf Al-Qardhawi, Perjalanan Hidupku I, alih bahasa oleh Cecep Taufikurrahman
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), h. 103.
20
dunia, sebagai anak yatim ia hidup dalam asuhan pamannya yang
memperlakukannya seperti anaknya sendiri, mendidik dan membekalinya
dengan berbagai ilmu pengetahuan agama dan syariat Islam.
Dengan perhatian yang cukup baik dalam lingkungan yang kuat
beragama, Yusuf Qardawi mulai serius menghafal Al-Qur’an sejak usia lima
tahun dengan belajar kepada Syaikh Hamid, bersamaan dengan itu ia juga
disekolahkan disekolah dasar yang bernaung dibawah lingkungan Departemen
Pendidikan dan Pengajaran Mesir yang terletak didesa beliau yang merupakan
cabang dari pusat provinsi Al- Gharbiyyah untuk mempelajari ilmu umum
seperti berhitung, sejarah, kesehatan dan ilmu-ilmu lainnya.16
Berdasarkan ketekunan dan kecerdasan Yusuf Qardawi akhirnya ia
berasal menghafal Al-Qur’an 30 juz. Pada usia 10 tahun, tidak hanya itu
kepasihan dan kebenaran tajwid serta kemerduan qira’atnya menyebabkan ia
sering di suruh menjadi imam Mesjid. Prestasi akademik Yusuf Qardawi pun
sangat menonjol sehingga ia meriah lulusan terbaik dari fakultas Ushuluddin,
kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Jurusan khusus Bahasa Arab di
Al-Azhar Cairo Mesir, pada tahun 1952/1953. Kemudian ia melanjutkan
pendidikan khusus bahasa arab di Al-Azhar selama dua tahun. Disini ia pun
menempati rangking pertama dari 500 mahasiswa lainnya dalam memperoleh
ijazah internasional dan sertifikat pengajaran.17
Pada tahun 1957, Yusuf Qardawi melanjutkan studinya dilembaga riset
dan penelitian masalah-masalah Arab selama 3 tahun. Akhirnya ia
16 Yusuf Qardhawi, Pasang Surut Gerakkan Islam, Alih bahasa Faruq Ubah (Jakarta:
Media Dakwah, 1987), h. 153.
17 Yusuf Al-Qardhawi, Perjalanan Hidupku I …, h. 22.
20
21
menyandang diploma dibidang sastra dan bahasa. Tanpa menyia-nyiakan
waktu, ia mendaftar pada tingkat pasca sarjana difakultas ushuluddin jurusan
tafsir hadist di Universitas Cairo Mesir. Lalu ia meminta pendapat pada Dr.
Muhammad Yusuf Musa untuk menentukan mana yang baik untuknya.18
Setelah tahun pertama dilaluinya jurusan tafsir hadis tidak seorang pun
yang berhasil dalam ujian, kecuali Yusuf Qardawi. Selanjutnya ia mengajukan
tesis dengan judul Fiqih al-Zakah, yang seharusnya selesai dalam dua tahun,
akan tetapi karena masa-masa kritis menimpa Mesir pada saat itu, barulah
pada tahun 1973 ia mengajukan disertasinya dan berhasil meraih gelar Doktor.
Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena ia sempat meninggalkan
mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa pada saat itu ia terpaksa menuju
Qatar pada tahun 1961 dan disana sempat mendirikan Pusat Kajian Sejarah
dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha
sebagai tempat tinggalnya.
Seiring dengan perkembangan akademis Yusuf Qardawi perhatiannya
terhadap kondisi umat Islam juga meningkat pesat. Berdirinya Negara Israel,
cukup memperhatikannya. Ditambah kondisi Mesir pada saat itu yang
semakin memburuk. Dalam kondisi tersebut, Yusuf Qardawi sering
mendengar pidato Imam Hasan al-Bana yang memukau dirinya dari sisi
penyampainya, kekuatan hujjah, keluasan cakrawala serta semangat yang
membara, kian lama perasaan yang menumpuk itu menjadi kristal semangat
menggejolak dengan pertemuan rutin yang amat mengesankan, tidak heran
18 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: Ictar Baru Van Hoeve, 1996),
h. 1448.
22
bila beliau pernah berkomentar antara lain: “Tokoh ulama yang paling banyak
mempengaruhi saya adalah Hasan al-Bana, pemimpin gerakkan Ikhwanul
Muslimin yang sering saya ikuti ceramahnya.
Perkenalan Yusuf Qardawi dengan Hasan al-Bana lebih jauh
membawanya aktif dalam jama’ah Ikhwanul Muslimin. Berbagai aktifitas
diikutinya antara lain pengkajian Tafsir dan Hadis serta ilmu-ilmu lainnya,
tarbiyah, dan ibadah ruhiyyah, olahraga, kepanduan, ekonomi, yayasan sosial
penyantun anak yatim, pengajaran tulis baca kepada masyarakat miskin dan
kegiatan jihad melawan Israel. Aktifis Ikhwanul Muslimin terlibat dalam
perang melawan Israel pada tahun 1948, beliau termasuk salah seorang
diantaranya. Dan ketika banyak aktifis Ikhwanul Muslim ditangkap tanpa jelas
Yusuf Qardawi termasuk pula didalamnya. Namun itu semua tidak
memudarkan semangat dan gairah Yusuf Qardawi untuk berbuat sesuatu untuk
umat yang tengah terbelenggu pemikiran jahiliyah. Setelah keluar dari penjara
beliau terus bekerja dan melanjutkan studinya yang terbengkalai karena situasi
Mesir yang kritis.
Yusuf Qardawi juga banyak tertarik pada tokoh-tokoh Ikhwanul
Muslimin yang lain, karena fatwa dan pemikiran yang kokoh dan mantap,
diantara tokoh tersebut adalah Bakhil Al-Khauli, Muhammad Al-Ghazali dan
Muhammad Abdullah Darras, selain itu juga beliau kagum dan hormat kepada
Imam Mahmud sekaligus dosen yang mengajar di Fakultas Ushuluddin dalam
bidang Filsafat, meskipun Yusuf Qardawi kagum dan hormat pada tokoh
diatas, namun tidak sampai melenyapkan sikap kritisnya, beliau pernah
23
berkata: “Karunia Allah SWT pada saya, bahwa kecintaan saya terhadap
seorang tokoh tidak menjadikan saya taqlid kepadanya, karena saya bukan
lembaran kopiah dari orang-orang terdahulu, tetapi saya mengikuti ide dan
perilakunya, hanya saja hal itu merupakan penghalang antara saya dan
pengambilan manfaat tersebut”.19
Yusuf Qardawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra.
Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya
untuk menuntut ilmu apa saja sesuai minat dan bakat serta kecenderungan
masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak bisa membedakan pendidikan
yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya. Salah
seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir di
Inggris. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di
universitas Texas Amerika. Anak laki-lakinya yang pertama menempuh S3
dalam bidang teknik elekro di Amerika. Yang kedua belajar di Universitas
Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu menyelesaikan kuliahnya pada
Fakultas Teknik Jurusan Listrik.
Yusuf Qardawi adalah seorang ulama yang tidak menganut mazhab
tertentu. Dalam bukunya al-Halal wa Haram fi Islam ia mengatakan saya
tidak rela rasioku mengikuti satu mazhab dalam seluruh persoalan. Ia
sependapat dengan ungkapan Ibnu Juz’I tentang dasar mukallid yaitu tidak
dapat dipercaya tentang apa yang diikutinya itu dan taklid itu sendiri sudah
menghilangkan rasio, sebab rasio itu diciptakan untuk berfikir dan
19 Yusuf Al-Qardhawi, Halal wa Haram fil Islam, alih bahasa oleh Mu’ammal Hamidi,
Cet-Ke-1 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996), h. 45.
24
menganalisa, bukan untuk bertaklid semata-mata, aneh sekali bila seorang
diberi lilin tetapi ia berjalan dalam kegelapan. Dalam masalah ijtihad Yusuf
Qardawi merupakan seorang ulama yang menyuarakan bahwa menjadi
seorang Ulama mujtahid yang berwawasan luas dan berfikir objektif, ulama
harus lebih banyak membaca dan menelaah buku-buku agama yang ditulis
oleh non Muslim, menurutnya seorang ulama yang bergelut dalam pemikiran
hukum Islam tidak cukup hanya menguasai buku tentang keislaman karya
ulama tempo dulu.
Yusuf Qardawi sebagai ilmuan yang memiliki banyak kreatifitas dan
aktifitas, ia juga berperan aktif dilembaga pendidikan, jabatan struktural yang
sudah lama dipegangnya adalah jurusan Studi Islam pada Fakultas Syariah
Universitas Qatar, seelah itu kemudian menjadi Dekan Fakultas Syariah
Universitas Qatar, sebelumnya ia adalah Direktur Lembaga Agama Tingkat
Sekolah Lanjut Atas Qatar. Sebagai seorang warga Qatar dan Ulama yang ahli
dalam bidang hukum Islam. Yusuf Qardawi sangat berjasa dalam usaha
mencerdaskan bangsanya melalui aktifitasnya dalam pendidikan baik formal
maupun non-formal, dalam bidang dakwah ia juga aktif menyampaikan pesan-
pesan keagamaan melalui progam khusus di radio dan televisi Qatar, antara
lain melalui acara mingguan di isi dengan tanya jawab tentang keagamaan.
Melalui bantuan Universitas, lembaga-lembaga keagamaan dan yayasan Islam
di dunia Arab.
Yusuf Qardawi sanggup melakukan kunjungan ke berbagai agama
Islam dan non-Islam untuk misi keagamaan, dalam tugas yang sama pada
25
tahun 1989 ia sudah pernah ke Indonesia dalam berbagai kunjungannya ke
negara-negara lain, ia aktif mengikuti berbagai kegiatan ilmiah, seperti
seminar, Muktamar dan seminar tentang Islam serta hukum Islam, misalnya
seminar hukum Islam di Lybia, Muktamar I Tarikh Islam di Beirut, Muktamar
Internasional I mengenai Ekonomi Islam di Mekah dan Muktamar Hukum
Islam di Riyadh.
Yusuf Qardawi pernah bekerja sebagai penceramah dan pengajar di
berbagai masjid. Kemudian menjadi pengawas pada akademi para Imam,
lembaga yang berada di bawah kementrian wakaf di Mesir.20 Setelah itu ia
pindah ke jurusan bagian Administrasi Umum untuk masalah budaya-budaya
Islam di Al-Azhar. Ditempat ini ia bertugas untuk mengawasi hasil cetakan
dan seluruh pekerjaan yang menyangkut teknis pada bidang dakwah.
Pada tahun 1961 ia ditugaskan sebagai tenaga bantuan untuk menjadi
kepala sekolah sebuah Sekolah Menengah di Qatar. Dengan semangat ia telah
melakukan pengembangan dan peningkatan yang sangat signifikan di tempat
itu serta meletakkan pondasi yang sangat kokoh dalam bidang pendidikan
karena berhasil menggabungkan antara khazanah lama dan modern pada saat
yang sama.
Pada tahun 1973 di dirikan Fakultas Tarbiyah untuk mahasiswa dan
mahasiswi, yang merupakan cikal bakal Universitas Qatar. Syekh Yusuf Al-
Qardhawi di tugaskan ditempat itu untuk mendirikan jurusan Studi Islam
sekaligus menjadi ketuanya. Pada tahun 1977 ia ditugaskan untuk memimpin
20 Talimah, Manhaj Fiqh Yusuf Al-Qardhawi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), h. 67.
26
pendirian dan sekaligus menjadi Dekan pertama Fakultas syariah dan Studi
Islam di Universitas Qatar. Dia menjadi dekan di fakultas itu hingga akhir
tahun ajaran 1989-1990. Yusuf Qardawi menjadi dewan pendiri pada pusat
riset sunnah dan sirah Nabi di Universitas Qatar. Pada tahun 1990/1991 dia
ditugaskan oleh pemerintah Qatar untuk menjadi dosen tamu di Al-Jazair. Di
negeri ini dia bertugas untuk menjadi ketua majelis ilmiah pada semua
Universitas dan Akademik negeri itu. Setelah itu dia kembali mengerjakan
tugas rutinnya di pusat riset sunnah dan sirah Nabi.
Pada tahun 1411 H, dia mendapat penghargaan dari IDB (Islamic
Development Bank) atas jasa-jasanya di bidang perbankkan. Sedangkan pada
tahun 1431 H beliau bersama-sama dengan Sayyid Sabiq mendapat
penghargaan dari King Faisal Award karena jasa-jasanya dalam bidang
Keislaman. Ditahun 1996 dia mendapat penghargaan dari Universitas Islam
antar Bangsa Malaysia atas jasa-jasanya dalam ilmu pengetahuan. Pada tahun
1997 beliau mendapat penghargaan dari Sultan Brunai Darussalam atas jasa-
jasanya dalam bidang fiqh.
B. Karya-Karya Yusuf Qardawi
Yusuf Qardawi termasuk pengarang yang produktif. Sebagai seorang
ulama dan cendikiawan besar, beliau mempunyai kemampuan ilmiah yang
sangat mengagumkan. Telah banyak karya ilmiah yang dihasilkannya baik
berupa buku, artikel maupun hasil penelitian yang tersebar luas di dunia Islam.
Tidak sedikit pula yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa
27
termasuk bahasa Indonesia, diantara karya-karya yang diterjemahan kedalam
bahasa Indonesia yaitu:
1. Fiqhuz Zakat, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul
“Hukum Zakat”. Dalam buku ini diterangkan mengenai zakat itu dalam
sudut pandang hukum Islam. Beliau juga mengungkapkan zakat sebagai
sarana pendapatan umat Islam yang paling besar disamping suatu
kewajiban agama. Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa buku ini
merupakan karya yang begitu lengkap dan sangat luas, membahas hukum
zakat dan segala seluk beluknya. Mulai dari zakat pribadi karyawan,
profesi, serta zakat lembaga dan perusahaan. Sehingga dapat dikatakan
dari zakat pedagang kaki lima sampai kepada zakat bermodal raksasa
dirinci cukup jelas dan diperkuat dengan dalil-dalil.
2. Al-Khashoo’iish Al-Islam, dialih bahasakan dengan judul “Karakteristik
Islam (Kajian Analitik)”. Buku ini membahas bahwa Islam merupakan
ajaran yang diturunkan untuk Rahmatan Lil’alamin.
3. Fii Fiqhil-Awliyyaat Diraasah Jadidah Fii Dhau’il Qur’ani Was-Sunnah,
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dalam judul “Fiqh Prioritas
(Urusan amal tertentu). Buku ini membahas tentang persoalan hukum
Islam yang diprioritaskan atau di utamakan dari lainnya dengan
argumentasi beliau yang kokoh dan kuat.
4. Al-Fatwa Bainal Indhibath Wat Tassayayub, diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia dengan judul “Konsep dan Praktek Fatwa Kontemporer
(Antara Prinsip dan Penyimpangan)”.
28
5. Ghairul Muslim Fil Mujtama’ Al-Islam, dialih bahasankan dengan judul
“Minoritas Non-Muslim dalam Masyarakat Islam”. Dalam buku ini
membahas tentang hak-hak Non-Muslim disebuah komunitas masyarakat
muslim”.
6. Al-Ijtihad Fi Syari’ah Al-Islamiyah (Ijtihad dalam Islam). Dalam buku ini
beliau menganjurkan bahwa ijtihad merupakan jalan yang akan
membimbing manusia ke jalan yang lurus asal di lakukan dengan ijtihad
yang benar dan tepat.
7. Al-Halal wal Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam). Dalam
buku ini Yusuf Qardawi memadukan antara ilmu kedokteran, bioteknologi
dan permasalahan manusia modern lainnya dengan kaidah Islam dalam
takaran yang akurat dan tepat.
8. Min Fiqh Al-Daulah fi Al-Islam, Darul Qiyam Wal Akhlaq Fil Iqtishadil
Islami, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan Judul “Norma
dan Etika Ekonomi Islam”. Di dalam buku ini Yusuf Qardawi mengulas
secara jelas berdasarkan Nash-Nash tentang ekonomi Islam.
9. Syariat Islam tentang Zaman, dalam buku ini beliau menelusuri liku-liku
perkembangan syariat Islam dihamparkan bumi Allah SWT sepanjang
zaman. Sehingga disini menimbulkan suatu pertanyaan, mampukah hukum
Islam mendapati zaman modern. Jawabannya dapat di cari melaui metode
ilmiah Islamiyah yang merujuk kepada al-Qur’an dan al-Sunnah serta hasil
ijtihad peninggalan mujtahid terdahulu. Berijtihad ini bukan berarti
29
merubah nash tetapi bagaimana mampu mengekspresikan perkembangan
masyarakat dengan fiqih yang diproduk oleh ulama tersebut.
10. At-Tarbiyyatulislamiyah Wa Madrasatu Hasan Al-Banna. Didalam buku
ini beliau mengupas permasalahan tentang ketinggian dan keutamaan
metode pengajaran Imam Hasan Al-Bana untuk membangkitkan umat
Islam dari tidur yang panjang.
11. Dar Al-Qiyaam Wa Al-Akhlaq Fi Al-Iqtishod Al-Islam, yang dalam bahasa
indonesianya Norma dan Etika Dalam Ekonomi Islam. Didalam buku ini
ia mengulas secara jelas berdasarkan Nash-Nash tentang sistem ekonomi
Islam yang berprinsip keadilan dari segala aspek.
12. Al-Imam al-Ghazali baina Madhihihi (pro kontra pemikiran al-Ghazali).
Dalam buku ini Yusuf Qardawi menguraikan bahwa kajian-kajian tentang
khazanah intelektual Islam, tidak pernah meninggalkan konstribusi
Ghazali dalam pemikiran Islam, berikut pengaruhnya luar biasa terhadap
praktek keagamaan di dunia Islam.
13. Min al-Azli al-Syahwatin al-Rashidah al-Tujaddiduddin wa al-Tanhaddhu
bi al-Dunya (Membangun Masyarakat Baru). Dalam buku ini Yusuf
Qardawi memaparkan sejumlah pembaharuan pemikiran kearah
“Membangun Masyarakat Baru” yang dilandasi al-Qur’an dan as-Sunnah,
karena tidak dapat di pungkiri bahwa kehidupan manusia atau masyarakat
dimuka bumi ini selalu berubah dan berkembang dari suatu kondisi yang
lain. Pada sisi perkembangan tersebut meluas dan pada sisi lain
menyempit. Hingga apabila dicermati perkembangan kehidupan
30
masyarakat dunia saat ini, maka akan terlihat bahwa telah berlangsung
suatu pertarungan yang sangat antar nilai, mental dan jiwa dengan arus
kehidupan kotradiktif.
14. Hummum al-Muslim al-Mu’ashir (Keprihatinan Muslim Modern). Dalam
buku ini Yusuf Qardawi memberikan jawaban atas persoalan-persoalan
kontemporer yang sedang dihadapi umat Islam secara arif dan bijaksana.
Dalam buku ini beliau memberikan analisa universal Islam dalam hal-hal
yang mendasar, misalnya dalam memberikan konsep kenegaraan, UU
kepertanian, format dan sistem pemerintahan Islam, westernasi,
misionarisme, komunisme, kolonialisme, dan sebagainya.
15. Fiqhu au-Lauwiyat. Dalam buku ini Yusuf Qardawi menekankan
pentingnya harakah dalam meninjau kembali dan menyesuaikan seluruh
gerakkan dengan as-Sunnah.
C. Pemikiran Yusuf Qardawi Tentang Pengalihan Tempat Pembayaran
Zakat
Dalam menginfakkan hasil zakat, Islam mempunyai aturan yang
bijaksana dan adil. Sejalan dan sesuai dengan peningkatan dan pengembangan
aturan-aturan administrasi, politik dan harta, yang telah menyebabkan
sebagian manusia berpendapat bahwa setiap aturan dan undang-undang yang
ada sekarang adalah baru dan modern. Manusia mengetahui di zaman jahiliah
dan di zaman kegelapan baik di benua eropa maupun benua lain, bagaimana
pajak dan cukai diambil dari para petani, pegawai, pekerja, pedagang dan yang
lain, yang telah mencari rizki dengan bekerja keras, mengeluarkan keringat,
31
kurang tidur di waktu malam dan lelah di siang hari. Kemudian harta yang
penuh dengan keringat, darah, dan air mata ini, diserahkan kepada inspektur
raja maupun petugas, di ibukotanya yang bergemerlapan. Kemudian harta itu
dikeluarkan untuk memperkuat singgasananya, mengangkat kehebatan dan
memperkuat orang di sekitarnya, seperti penjaga, pembela dan pengikutnya.
Kalau harta itu ada sisanya, maka dipergunakan untuk memperluas ibukota
dan mempercantiknya serta untuk kesenangan penduduknya. Apabila masih
bersisa juga, maka dipergunakan untuk kota yang terdekat yang cenderung
padanya. Dalam pada itu, semuanya lupa terhadap kampung yang
penduduknya bekerja dan menjadi pengikut, terhadap daerah-daerah pekerja
yang jauh. Padahal dari sanalah ditarìknya cukai-cukai ini dan diambilnya
harta-harta tersebut.
Maka ketika Islam datang dan memerintahkan kaum Muslimin untuk
mengeluarkan zakat, memerintahkan pula para penguasa untuk mengambil
sistem yang dianutnya bahwa: “Zakat itu harus dibagikan ke daerah di mana
zakat itu diambil.” Hal ini disepakati atas hewan ternak, tanam-tanaman dan
buah-buahan. Zakat dibagikan di tempat didapatkannya.21
Para ulama telah sepakat pula bahwa zakat fitrah itu dibagikan di
tempat orang yang wajib mengeluarkan zakat fitrah itu berada. Para ulama
berbeda pendapat dalam hal mata uang, apakah ia dibagikan di tempat harta
itu berada atau di tempat beradanya pemilik ?
21 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 798.
32
Pendapat yang paling masyhur yang diikuti kebanyakan ulama adalah,
bahwa zakat itu mengikuti harta, bukan mengikuti pemilik. Adapun dalil atas
kebijaksanaan ini adalah sunah Rasul dan Khalifaur-Rasyidin. Ketìka Rasul
SAW menugaskan petugas dan pengurus zakat pergi ke negara-negara dan
daerah-daerah untuk mengumpulkan zakat, maka ia memerintahkan mereka
untuk mengambil zakat dari orang kaya suatu negara, untuk kemudian
diberikan kepada mereka yang fakir. Telah berlalu kepada kita hadis Mu’az
yang telah disepakati kesahihannya, bahwa Nabi SAW telah mengutusnya ke
Yaman dan memerintahkannya untuk mengambil zakat dari orang kaya
Yaman untuk diberikan kepada orang fakirnya. Demikian pula Mu’az
melaksanakan wasiat Nabi itu. Ia membagikan zakat penduduk Yaman pada
mustahiknya dari kalangan mereka, bahkan ia membagikan zakat tiap daerah
pada orang daerah tersebut yang membutuhkannya saja. Ia menulis sebuah
surat kepada mereka: “Barang siapa yang pindah dari daerah keluarganya, di
mana terdapat tanah dan hartanya, maka sedekahnya dan sepersepuluhnya
adalah di daerah keluarganya.
Apabila pada asalnya yang disepakati para ulama, bahwa zakat itu
harus dibagikan di daerah di mana zakat itu didapat, maka termasuk yang
disepakati para ulama pula jika penduduk setempat tidak membutuhkan zakat,
seluruh atau sebagiannya, karena tidak ada mustahiknya, atau jumlahnya
sedikit, sementara harta zakat banyak, maka zakat itu boleh dipindah ke
penduduk lain, dan kepada penguasa, supaya dipergunakan sesuai dengan
33
kebutuhan atau kepada penduduk di daerah tetangganya.22 dengan kata lain
bahwa zakat boleh dipindahkan ke tempat lain, apabila di tempat semula tidak
ada mustahiknya.
Para ulama berbeda pendapat tentang memindahkan zakat, di mana
penduduk setempat masih membutuhkan. Sebagian mazhab telah
memperketatnya, maka tidak dibenarkan memindahkan ke daerah lain, atau ke
tempat yang jaraknya bisa dilakukan salat qasar, walaupun hal itu dibutuhkan.
Ulama Syafi’i berpendapat, bahwa tidak diperbolehkan memindahkan zakat
dari satu daerah ke daerah lain, akan tetapi wajib dipergunakan di daerah harta
itu didapat, kecuali apabila di daerah tersebut sudah tidak ada lagi
mustahiknya. Demikian pula menurut mazhab Hanbali. Apabila ia
memindahkan dalam keadaan di daerahnya terdapat orang yang
membutuhkan, maka hal itu berdosa, akan tetapi memenuhi syarat, karena ia
telah menyerahkan haknya pada mustahiknya, sehingga bebaslah
tanggungjawabnya, seperti keadaan apabila ia mempunyai utang. Sebagiannya
lagi berpendapat, bahwa hal itu tidak memenuhi syarat, karena bertentangan
dengan nash.23
Ulama Hanafi berpendapat, bahwa makruh hukumnya memindahkan
zakat, kecuali bila dipindahkan pada kerabat yang membutuhkan, karena hal
itu berarti menghubungkan tali persaudaraan, atau kepada orang atau
kelompok tertentu yang lebih membutuhkan daripada penduduk setempat.
Atau dengan memindahkan itu akan lebih maslahat bagi kaum Muslimin. Atau
22 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 802.
23 Kitab Sabilal Mukhtadin, jilid 2, hal. 122.
34
dipindahkan dari daerah musuh ke daerah Islam, karena golongan fakir kaum
Muslimin yang tinggal di daerah Islam, lebih utama dan lebih tepat untuk
ditolong, daripada golongan fakir di daerah musuh, atau kepada alim ulama
atau kepada pencari ilmu karena dengan hal itu berarti menolongnya untuk
menuntutnya, atau memindahkannya itu kepada orang yang lebih saleh, atau
lebih maslahat dan lebih bermanfaat bagi kaum Muslimin. Atau zakat itu
dipercepat pengeluarannya sebelum sempurna satu tahun. Dalam keadaan itu
semua, maka rnemindahkan zakat itu tidak dimakruhkan.24
Menurut ulama Maliki, wajib membagikan zakat di tempat di mana
zakat didapat atau di daerah yang berdekatan dengan daerah itu, yang jaraknya
kurang dari jarak qashar salat, karena daerah itu sama dengan daerah wajib
zakat. Apabila di daerah zakat atau di daerah tetangga tidak terdapat mustahik,
maka zakat harus dipindahkan semuanya ke tempat yang ada mustahiknya,
walaupun jaraknya melebih jarak qashar. Apabila di tempat wajib zakat atau
di daerah sekitar terdapat mustahiknya, maka membagikannya, tertentu di
daerah wajib zakat atau di daerah sekitar itu. Tidak dibenarkan memindahkan
dari daerah sejarak qashar, kecuali bila mereka lebih fakir dan lebih
membutuhkan. Apabila demikian, maka memindahkan sebagian besar zakat
kepada mereka, adalah lebih baik. Dan bila dipindahkan semua atau dibagikan
semua di daerah wajib, maka hal itu memenuhi syarat. Adapun memindahkan
kepada orang yang tidak lebih fakir dan tidak lebih membutuhkan, maka
keadaannya ada dua macam.
24 Abu Bakar Alauddin bin Mas’ud bin Ahmad al Kasani, Bada’ as Shana’i fi Tartib as
Syara’i, jilid 2 (Dar Kutub Ilmiah, 1986), h. 75.
35
Pertama, dipindahkan buat orang yang sama kebutuhannya dengan
penduduk setempat. Maka hal ini tidak diperbolehkan, akan tetapi zakat itu
memenuhi syarat, artinya ia tidak wajib mengeluarkannya kembali.
Kedua, dipindahkan kepada orang yang lebih sedikit kebutuhannya.
Dalam hal ini ada dua pendapat: (a) keterangan yang ditetapkan Imam Khalid
dalam mukhtasharnya bahwa hal itu tidak memenuhi syarat; (b) keterangan
yang ditetapkan Ibnu Rusyd dan al-Kafi, bahwa hal itu memenuhi syarat,
karena ia tidak keluar dari sasarannya.
Setelah mengemukakan hadis-hadis, atsar dan beberapa pendapat
ulama, bahwa yang asal pada zakat itu ialah, bahwa ia harus dibagikan di
tempat dikumpulkan, untuk memelihara kehormatan tetangga, menyusun
aturan untuk membasmi dan memberantas kefakiran, mendidik tiap daerah
agar mencukupi dirinya sendiri serta menanggulangi problematika yang
dihadapinya. Dan karena orang-orang fakir daerah itu, fikiran dan hatinya
telah terkait pada harta ini, sehingga hak mereka harus didahulukan daripada
hak yang lain. Akan tetapi bersamaan dengan ini semua, aku tidak melihat
halangan untuk keluar dari yang asal ini, apabila penguasa yang adil melihat,
setelah bermusyawarah dengan para ahlinya, bahwa hal itu akan
mengakibatkan kemaslahatan bagi kaum Muslimin dan lebih baik bagi
Islam.25 Dalam masalah ini saya heran terhadap Imam Malik yang menyatakan
bahwa tidak boleh memindahkan zakat, kecuali ke daerah yang benar-benar
25 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 805.
36
membutuhkan. Maka dalam hal ini penguasa boleh memindahkan,
berdasarkan fikiran dan ijtihadnya.
Demikianlah saling tanggung-menanggung antara daerah-daerah Islam
pada saat mendapatkan kesulitan, sebagiannya menyempurnakan sehagian
yang lain. Hal itu diperkuat pula oleh keterangan sebagai berikut:
Pertama, bahwa negara dan tempat mana pun juga yang termasuk
dalam pemerintahan Islam yang luas, bukan merupakan bagian yang berdiri
sendiri, bukan pula suatu wilayah yang terpisah dari wilayah-wilayah lainnya,
akan tetapi berhubungan dengan pemerintah pusat dan dengan kaum Muslimin
lainnya, perhubungan antara suatu bagian dengan keseluruhan, antara pribadi
dengan keluarga dan antara anggota tubuh dengan tubuhnya. Inilah kesatuan,
perhubungan dan pertanggungan yang diperintahkan Islam. Tidak dibenarkan
dalam Islam, suatu daerah dan keadaannya dipisahkan dari daerah lainnya dan
dari ibukota pemerintahan Islam, sehingga apabila turun suatu malapetaka,
seperti kelaparan, kebakaran atau wabah penyakit di suatu daerah, maka
penduduknya lebih membutuhkan pertolongan. Meluluskan kebutuhan mereka
adalah lebih wajib daripada meluluskan kebutuhan orang yang membutuhkan
di daerah zakat.
Kedua, bahwa terdapat pula sasaran-sasaran tertentu seperti sasaran
untuk membujuk hati terhadap Islam dan ketundukan pada pemerintahannya.
Dan seperti (sabilillah), kita telah memilihnya, bahwa ia meliputi jihad dan
yang sejenis dengannya, dari segala perbuatan yang akan kembali kepada
Islam dengan pertolongan dan ketinggian kalimatnya. Yang seperti hal itu,
37
jelas pada umumnya merupakan urusan si penguasa, atau menurut istilah kita
sekarang: merupakan urusan pemerintahan pusat. Sehingga jika kita
mengkhususkan makna (sabilillah) pada (jihad), maka di zaman kita sekarang
ini hal itu bukan urusan pribadi dan bukan pula urusan pemerintah daerah,
melainkan (urusan pemerintah pusat). Karenanya, maka adalah wajib bagi
pemerintah pusat, mempunyai kas, untuk membiayai semua urusan yang
diperlukan bagi kemaslahatan Islam dan kemanfaatan kaum Muslim. Apabila
la memiliki kas yang tidak diperlukan dari zakat, maka hal itu adalah baik
sekali, akan tetapi bila tidak, maka si penguasa boleh meminta zakat dari tiap-
tiap daerah untuk menutup lubang (kebutuhan-kebutuhan) tersebut. Dengan
landasan ini pula, Imam Qurthubi mengemukakan pendapat sebagian ulama
dalam masalah ini bahwa, bagian fakir dan miskin, dibagikan di tempat harta,
adapun bagian-bagian lainnya boleh dipindahkan berdasarkan ijtihad si
penguasa.
Ini adalah termasuk masalah-masalah ijtihadiah, yang wajib dipegang
berdasakan ijtihad orang/lembaga musyawarah, sebagaimana dilakukan oleh
Khulafaur-Rasyidin.
Atas dasar ini, maka masalah ini tak usah tunduk pada batasan yang
tetap, dan jangan dianggap dengan mengambilnya sebagai suatu hal yang
mesti berlaku setiap saat. Hal ini semua bagi kita merupakan penjelasan
terhadap riwayat yang datang dari Umar bin Abdul Aziz, bahwa ia telah
menulis surat kepada petugasnya: “Berikanlah sebagian sedekah sesuai
dengan tempatnya, dan kirimkan kepadaku sebagiannya lagi.” Kemudian pada
38
talun berikutnya ia menulis surat lagi: “Berikanlah zakat itu semuanya, sesuai
dengan tempatnya.” Dan kita telah mengemukakan pula bahva Umar bin
Abdul Aziz telah mengembalikan zakat yang dibawa dari Ray ke Kufah.
Tidaklah dalam masalah ini, berdasarkan fikiran saya, ada perbedaan dan
pertentangan, karena hal itu dilakukan berdasarkan kemaslahatan dan
kebutuhan. Atas dasar ini Ibnu Taimiah berkata: “Melarang secara mutlak
memindahkan zakat pada jarak qasar salat, adalah tidak berdasarkan dalil
syar’i. Dan boleh memindahkan zakat dan yang seumpama dengan itu untuk
kemaslahatan syar’iah.
Ketiga, yang masyhur, sehingga menjadi suatu keyakinan, bahwa Nabi
SAW mendatangkan sedekah dari desa ke kota, kemudian dibagikannya pada
orang-orang fakir dan golongan Muhajirin dan Anshar.
Telah mengeluarkan Imam Nasa’i dan hadis Abdillah bin Huai
asSaqafi, bahwa la berkata: “Seseorang telah datang kepada Rasulullah SAW
dan berkata: “Melelahkan kepadaku, karena aku membunuh binatang sebesar
anak kambing atau seekor domba dan domba sedekah.” Rasulullah bersabda:
“Andaikan binatang itu tidak diberikan kepada golongan fakir Muhajirin, tentu
aku tidak akan mengambilnya.” Dan yang seperti hal itu, adalah sebuah hadis
Nabi SAW, ketika beliau bersabda kepada Qabishah bin al-Mukharik tentang
tanggungan seseorang untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa:
“Tunggulah, sampai datang kepada kami sedekah, maka kami memberikan
pertolongan kepadamu tentang tanggungan itu akan kami pikul tanggungan itu
dan kamu. Nabi berpendapat untuk memberinya dari sedekah penduduk Hijaz,
39
dan Qahishah adalah penduduk Najed. Ia melihat pertanggungan beban itu
bisa dipindahkan dari penduduk Najed kepada penduduk Hijaz.’ Demikian
pula hadis ‘Addi bin Hatim, ketika ia membawa sedekah kaumnya, setelah
wafatnya Nabi SAW, kepada Abu Bakar pada musim paceklik. Dan yang
seumpama dengan itu, hadis Umar, pada waktu ia berkata kepada Ibnu Abu
Zubab yang diutusnya pada musim paceklik: “Ambillah dari mereka, sedekah
selama dua tahun, bagikan kepada mereka salah satunya dan datangkan
kepadaku, yang lainnya. Demikian pula hadis Mu’az, ketika ia berkata kepada
penduduk Yaman; datangkanlah oleh kamu sekalian kepadaku baju atau
pakaian, yang kuambil dari kamu, menggantikan kedudukan sedekah, karena
hal itu lebih mudah bagi kamu dan lebih bermanfaat buat kaum Muhajirin di
Madinah. Berkata Abu Ubaid: “Dan tidaklah hal ini dilakukan, kecuali karena
melebihinya kebutuhan mereka dan merasa berkecukupannya mereka terhadap
zakat, sehagaimana keterangan yang kita kemukakan dari Umar dan Mu’az.”
Aku berkata: “Tidaklah mesti bahwa mereka merasa berkecukupan dengan
kecukupan yang bersifat mutlak, karena cukup itu berbeda antara satu dengan
yang lainnya.” Demikian pula kebutuhan itu berbeda-beda; karenanya bagi si
penguasa harus melihat siapa yang paling membutuhkan, sehingga perlu
segera ditolong, dan siapa yang boleh ditangguhkan dan bersabar sampai pada
suatu waktu tertentu, sebagaimana juga adanya kemaslahatan dan bencana
yang terjadi, yang tidak mungkin untuk ditangguhkan.26
26 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 808.
40
Hanya saja, mestilah yang dipindahkan itu sebagian dari zakat, bukan
seluruhnya. Memindahkan seluruhnya tidak boleh dilakukan, kecuali apabila
secara mutlak zakat itu tidak diperlukan lagi sebagaimana terdapat pada
khabar Umar dan Mu’az. Hal yang harus diperhatikan di sini, bahwa golongan
Syafi’i yang merupakan mayoritas mazhab Empat, sangat memperketat dalam
kebolehan memindahkan zakat, apabila yang membagikan zakat itu adalah si
pemilik harta itu sendiri. Adapun jika penguasa atau petugas zakat yang
membagikan, maka bagi mereka diperbolehkan memindahkannya,
berdasarkan pendapat yang sahih.
Berkata pengarang Muhazzab salah seorang dari golongan Syafi’i
apabila penguasa memberi izin kepada petugas untuk membagikan, maka
bagikanlah, dan apabila tidak mengizinkan, maka bawalah zakat itu pada si
penguasa.
Berkata Imam Nawawi dalam Syarh Muhazzab: “Ketahuilah, bahwa
redaksi pengarang kitab tersebut, menetapkan suatu kepastian akan kebolehan
memindahkan zakat, bagi si penguasa dan si petugas. Adanya perbedaan
pendapat yang masyhur dalam memindahkan zakat, hanya terjadi jika yang
memindahkan itu si pemilik harta itu sendiri. Pendapat ini diperkuat oleh
Imam Rafi, ja berkata: “Pendapat yang diperkuat oleh Imam Nawawi ini
adalah pendapat yang kuat, yang ditetapkan oleh hadis hadis Nabi.”
Apabila bagi si penguasa diperbolehkan berijtihad untuk memindahkan
zakat ke tempat lain, karena kemaslahatan Islam yang dianggap kuat, maka
bagi si Muslim yang wajib zakat, diperbolehkan pula untuk memindahkan
41
karena suatu kebutuhan atau suatu kemaslahatan yang dianggap kuat pula,
apabila ia sendiri yang mengeluarkannya, seperti terjadi di zaman sekarang
ini. Hal itu, sebagaimana uraian-uraian yang dikemukakan mazhab Hanafi
dalam membolehkan memindahkan zakat, seperti untuk kerabat yang
membutuhkan, atau untuk orang yang lebih membutuhkan dan lebih sulit
kehidupannya, atau untuk orang yang lebih bermanfaat bagi kaum Muslimin,
dan lebih utama untuk dibantu atau untuk melaksanakan rencana Islam di
tempat lain, yang akan menghasilkan kebaikan yang besar bagi kaum
Muslimin, di mana hal yang semacam ini tidak terdapat di daerah harta zakat
itu berada. Dan yang selain tersebut di atas dari hikmah dan kemasalahatan-
kemaslahatan, yang merasa tenteram dengannya hati si Muslim yang sangat
cenderung pada agamanya dan keridhaan dan Tuhannya.27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah kombinasi dari penelitian pustaka (library
research) dan field research, yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku
yang memiliki relevansi dengan materi penelitian dan terjun langsung ke
lapangan untuk mencari sumber datanya.
27 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 809.
42
B. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, artinya peneliti berusaha
menggambarkan secara sistematis bagaimana pandangan Yusuf Qardawi
mengenai pengalihan tempat pembayaran zakat dan kemudian di analisis
berdasarkan kerangka teori yang ada.
C. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan fenomenologis yang berusaha mengerti dan memahami
kejadian/peristiwa dalam situasi tertentu yang nampak.28 Pendekatan ini
digunakan dalam mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai
pengalihan tempat pembayaran zakat padi yang dilakukan oleh masyarakat
desa Gedung Biara. Selain itu, peneliti juga menggunakan pendekatan sosio-
historis, yaitu suatu pendekatan dengan mengkaji latar belakang kehidupan
dari tokoh yang diangkat, yang dalam hal ini adalah Yusuf Qardawi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penyusun melakukan
pelacakan terhadap literatur-literatur yang berkaitan dengan materi
pembahasan ini yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Sumber Data Primer
Yaitu sumber data yang peneliti jadikan sebagai rujukan utama dalam
membahas dan meneliti permasalahan seputar pengalihan zakat. Sumber
28 Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Karya, 1989), h.
10.
42
43
primer yang digunakan adalah Fiqhuz Zakat karangan Yusuf Qardawi
yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Salman Harun, Didin
Hafidhuddin, dan Hasanudin dengan judul Hukum Zakat: Studi
Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan
Hadis. Selain itu peneliti juga mewawancarai orang-orang yang
berkompeten dalam pengalihan pembayaran zakat padi di Desa Gedung
Biara antara lain: 2 (dua) orang ulama di desa, 10 (sepuluh) orang tokoh
masyarakat (1 Datok Penghulu, 1 Sekretaris Desa, 4 LKMD dan 4
MDSK), 10 (sepuluh) orang pemberi zakat serta 10 (sepuluh) orang
penerima zakat.
2. Sumber Data Sekunder
Data sekunder yang penyusun gunakan adalah berupa buku, skripsi,
majalah, dan tulisan-tulisan dalam media elektronik (internet) yang
berkaitan dengan materi pembahasan ini.
E. Analisis Data
Pada dasarnya analisis data merupakan proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh setelah mengumpulkan data, dengan cara
mengorganisasikan data kedalam katagori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.
Pada tahap pertama dilakukan seleksi data yang telah dikumpulkan
kemudian diklasifikasikan menurut kategori tertentu. Metode analisa data
44
yang digunakan dalam penyusunan Skripsi ini adalah logika deduksi, yaitu
logika berfikir yang bertumpu pada kaidah-kaidah umum yang ada dan
hasilnya dpat memecahkan persoalan khusus, yaitu pemikiran sang tokoh.
Disamping itu, peneliti menggunakan tehnik triangulasi data, baik cara
memperoleh maupun hasil perolehannya. Peneliti menggunakan tehnik
triangulasi sumber dengan cara mengumpulkan semua informasi dari berbagai
sumber atau subjek penelitian. Triangulasi metode dilakukan dengan
menggunakan lebih dari satu metode penelitian untuk memperoleh sebuah
informasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Gedung Biara Kecamatan Seruway Kabupaten
Aceh Tamiang
Desa Gedung Biara berada di Kemukiman Gedung Biara Kecamatan
Seruway Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh. Awal mulanya Desa
Gedung Biara dinamakan dengan Kampung Gedung Biara karena pada zaman
dahulu kala sebelum masa peperangan di Kampung Gedung Biara terdapat
buah biara, yaitu buah yang sejenis dengan ubi jalar yang berwarna kekuning-
45
kuningan. Pada masa itu mereka menggunakan buah biara untuk dijadikan
bahan makanan. Kemudian mereka meletakkannya di dalam ruangan-ruangan
yang terdapat di dalam tanah-tanah, yang berfungsi sebagai bahan untuk
pengeras getah atau karet.
Seiring dengan berkembangnya penduduk di Kampung Gedung Biara
yang perlahan tapi pasti untuk menjadi lebih baik dengan cara
mengembangkan diri yang mayoritas ketika itu merupakan petani. Pada tahun
1978, barulah Kampung Gedung Biara dibagi atas 4 dusun, yaitu Dusun
Melati, Dusun Tanjung Pandan, Dusun Pandai Besi dan Dusun Air Manis.
Hingga saat ini Desa Gedung Biara masih terbagi menjadi 4 dusun dan tetap
bertumpu pada pertanian sebagai sumber penghasilan.
Luas wilayah Desa Gedung Biara sebesar 964 ha/m2 yang terdiri dari
380 ha/m2 luas pemukiman, 168 ha/m2 luas persawahan, 150 ha/m2 luas
ladang, 125 ha/m2 luas perkebunan, 122 ha/m2 luas hutan, 15 ha/m2 luas
pekarangan, 1,5 ha/m2 luas perkantoran, 1 ha/m2 luas kuburan, 1 ha/m2 luas
prasarana umum lainnya dan 0,5 ha/m2 luas taman. Desa ini memiliki batasan
wilayah sebagai berikut:
 Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tangsi lama
 Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tualang
 Sebelah timur berbatasan dengan Desa Alur Alim
 Sebelah barat berbatasan dengan PT.Mopoli Raya
Jumlah penduduk di Desa Gedung Biara sebanyak 1.025 jiwa dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 235 KK. Keseluruhan penduduknya
45
46
beragama Islam. Tanahnya subur dan cocok untuk menanam padi. Desa
Gedung Biara dipimpin oleh seorang Kepala Desa (Keuchik) yang bernama
Hasan Basri. Untuk memudahkan menjalankan pemerintahan Desa Gedung
Biara, beliau dibantu oleh Sekretaris Desa yakni Amiruddin dan beberapa staf
lainnya.
B. Status Hukum Pengalihan Tempat Pembayaran Zakat Padi di Desa
Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang Ditinjau Menurut Yusuf
Qardawi
Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang
mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak
menerimanya. Secara sosiologi, zakat menjadi refleksi dari rasa kemanusiaan,
keadilan, keimanan serta ketaqwaan yang mendalam yang harus muncul
dalam sikap orang kaya. Dengan pengelolaan yang baik zakat merupakan
sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan
kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat.
Zakat merupakan sentral dari sistem perekonomian yang mampu
menanggulangi kesenjangan sosial. Hal ini juga disetujui oleh kedua Ulama
yang menjadi informan dalam penelitian. Tingkat kesadaran orang-orang yang
mengeluarkan zakat (muzakki) dari hasil pertanian seperti padi di Desa
Gedung Biara sudah baik. Para muzakki sadar bahwa harta yang diperoleh
merupakan pemberian Allah SWT dan harus dikeluarkan zakatnya jika telah
mencapai nishab. Namun sayangnya, padi tersebut dijual sehingga mereka
47
mengeluarkan zakat atas padi tersebut pakai uang.29 Mereka (para muzakki)
biasa mengeluarkan zakat terkadang dengan padi yang masih belum bersih
(banyak yang kosong) dan mereka bayar menurut berat padi /kaleng.30
Keseluruhan pemberi zakat mengetahui bahwa hukum zakat bagi umat
Islam wajib jika sudah mencapai nishab. Takaran zakat mal yang dikeluarkan
dan dalam bentuk apa dikeluarkan oleh pemberi zakat berbeda-beda. Ada yang
mengeluarkan ± 100 kg beras313233, ± 100 kg Padi3435 dan ada juga yang ± 150
kg Padi.36373839 Ada juga dalam bentuk padi dan terkadang uang. Setiap sudah
mencapai 1 ton saya mengeluarkan 100 kg (padi bersih tidak kosong) dan ada
juga jika telah mencapai 1,2 ton saya mengeluarkan zakat 120 kg (padi tidak
bersih masih ada yang kosong).40
Tingkat pengetahuan agama masyarakat Desa Gedung Biara
(khususnya pengetahuan mengenai zakat) kurang lebih (cukup). Semua
kalangan, ilmu agamanya sudah cukup untuk menjalani hidup dan semua tahu
29 Hasil wawancara dengan bapak Ustadz Husin (Ulama) pada tanggal 18 Desember
2016.
30 Hasil wawancara dengan bapak Ustadz H. Hasyim (Ulama) pada tanggal 24 Desember
2016.
31 Hasil wawancara dengan bapak Darwis (pemberi zakat) pada tanggal 14 Desember
2016.
32 Hasil wawancara dengan bapak Warisno (pemberi zakat) pada tanggal 23 Desember
2016.
33 Hasil wawancara dengan ibu Yulia Mayasari (pemberi zakat) pada tanggal 16
Desember 2016.
34 Hasil wawancara dengan ibu Haryani Ningsih (pemberi zakat) pada tanggal 24
Desember 2016.
35 Hasil wawancara dengan bapak Iskandar (pemberi zakat) pada tanggal 17 Desember
2016.
36 Hasil wawancara dengan bapak Idris (pemberi zakat) pada tanggal 18 Desember 2016.
37 Hasil wawancara dengan ibu Juriah (pemberi zakat) pada tanggal 21 Desember 2016.
38 Hasil wawancara dengan ibu Jamiatun (pemberi zakat) pada tanggal 22 Desember
2016.
39 Hasil wawancara dengan ibu Ajizah (pemberi zakat) pada tanggal 18 Desember 2016.
40 Hasil wawancara dengan bapak Zainal Abidin (pemberi zakat) pada tanggal 18
Desember 2016.
48
jika harta telah mencapai nishab wajib dikeluarkan zakatnya.41 Perekonomian
masyarakat Desa Gedung Biara berkecukupan atau menengah, karena hampir
rata-rata masyarakat Desa Gedung Biara petani, pegawai negeri sipil dan
karyawan (memiliki pekerjaan).42
3 orang (30%) penerima zakat ada/pernah menerima zakat atas padi
dari masyarakat yang mempunyai lahan pertanian di luar desa Gedung Biara.
penerima zakat menerima 4 kaleng atau sekitar 40 kg padi per Kepala
Keluarga (KK), sebagian lainnya menerima dalam bentuk uang dan beras yang
setara dengan harga 40 kg padi. Hampir keseluruhan (70%) penerima zakat
sepakat bahwa zakat atas padi yang ditanam ataupun diusahakan harus
dikeluarkan di daerah/tempat padi tersebut ditanam (dimana dipijak disitu
dikeluarkan). Berbeda dengan sebagian pemberi zakat yang mengatakan
bahwa bayar zakat dimana saja bisa tidak mesti ditempat menanam padi tapi
bisa juga ditempat tinggal Desa Gedung Biara.
50% masyarakat di Desa Gedung Biara yang sudah layak membayar
zakat43 dan 30% masyarakat masih layak menerima zakat.44 Masyarakat di
Desa Gedung Biara umumnya berprofesi sebagai petani, karyawan, pegawai
negeri sipil, wirausaha. Namun hampir rata-rata dari sektor pertanian.454647
41 Hasil wawancara dengan bapak Hasan Basri (Datok Penghulu) pada tanggal 20
Desember 2016.
42 Hasil wawancara dengan bapak Amiruddin (Sekretaris Desa) pada tanggal 20
Desember 2016.
43 Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman (Ketua LKMD) pada tanggal 19
Desember 2016
44 Hasil wawancara dengan bapak M. Yusuf (Wakil Ketua LKMD) pada tanggal 19
Desember 2016.
45 Hasil wawancara dengan bapak Zainuddin (MDSK) pada tanggal 22 Desember 2016.
46 Hasil wawancara dengan bapak Samsari (MDSK) pada tanggal 22 Desember 2016.
47 Hasil wawancara dengan bapak Ponimin (LKMD) pada tanggal 19 Desember 2016.
49
Menurut informasi dari bapak M. Adil, ada masyarakat dari desa lain yang
menanam (mengusahakan) padi di Desa Gedung Biara ataupun sebaliknya
masyarakat dari Desa Gedung Biara menanam (mengusahakan) padi di desa
lain.48 Ada masyarakat desa Gedung Biara yang menanam (mengusahakan)
padi di tempat lain, lalu ia membayar zakat padi tersebut di desa Gedung Biara
tapi tidak semuanya menanam di luar desa Gedung Biara. Persentasenya
sekitar 20%.49
Ulama sepakat bahwa orang-orang kaya tidak berhak dapat zakat
walaupun ia seorang amil (pengumpul zakat) dan zakat harus sampai ke
penerima zakat karena bermanfaat bagi mereka. Penulis berasumsi ini
mungkin lebih kepada hal mengenai fungsi zakat itu sendiri, yaitu membantu
fakir miskin. Mengenai siapa saja yang berhak dan tidak berhak menerima
zakat padi yang ditanam di luar Desa Gedung Biara, kedua ulama mengatakan
bahwa masyarakat di Desa Gedung Biara tidak berhak atas zakat padi yang
ditanam di luar Desa Gedung Biara. Ulama juga mengetahui, bahwa ada
(banyak) masyarakat yang mengalihkan tempat membayar zakat atas padi
yang di tanam di desa Gedung Biara ataupun padi yang ditanam di luar desa
Gedung Biara, namun ulama tidak tahu bagaimana masyarakat bisa seperti itu,
masyarakat membayar sebahagian zakatnya di tempat mereka menanam padi
dan membayar sebahagian lainnya di tempat tinggalnya. Kedua ulama juga
48 Hasil wawancara dengan bapak M. Adil (Wakil Ketua MDSK) pada tanggal 22
Desember 2016.
49 Hasil wawancara dengan bapak Ridwan (Ketua MDSK) pada tanggal 24 Desember
2016.
50
sepakat bahwa tidak boleh mengalihkan tempat pembayaran zakat atas padi,
jika ditempat padi ditanam masih terdapat orang yang berhak menerima zakat.
Melalui wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa tingkat
pengetahuan masyarakat desa Gedung Biara (khususnya pengetahuan
mengenai zakat) termasuk kurang lebih (cukup). Walaupun berpengetahuan
cukup, setidaknya masyarakat mengetahui bahwa zakat wajib dikeluarkan jika
harta telah mencapai nishab. Kesadaran masyarakat untuk saling tolong
menolong sesama umat Islam layak diapresiasikan dan semoga hal ini tetap
terjaga bahkan meningkat lebih baik lagi.
Mengenai status hukum pengalihan tempat pembayaran zakat padi
yang dilakukan oleh sebahagian masyarakat di Desa Gedung Biara Kabupaten
Aceh Tamiang jika ditinjau menurut Yusuf Qardawi dapat dikatakan tidak
boleh dilakukan, karena masyarakat di tempat padi ditanam atau diusahakan
masih terdapat orang-orang yang berhak menerima zakat. Seperti halnya ibu
Juriah yang menanam/mengusahakan padi di Desa Tualang ataupun bapak
Zainal Abidin yang menanam/mengusahakan padi di Desa Matang Sentang.
Mereka selalu mengeluarkan zakat atas tanaman padi yang diusahakannya di
tempat tinggalnya (Desa Gedung Biara). Walaupun ia juga mengeluarkan
zakat atas padi yang ditanam/diusahakannya di tempat padi ditanam (Desa
Tualang/Matang Sentang). Mereka umumnya membagi dua zakat yang akan
dikeluarkannya, setengah di tempat padi ditanam (Desa Tualang/Matang
Sentang) dan setengah lainnya di Desa Gedung Biara. Walaupun niatnya baik,
namun menurut pandangan Yusuf Qardawi hal ini menodai hikmat zakat yang
51
diwajibkan karenanya. Tujuan zakat adalah memberi kecukupan kepada
orang-orang fakir, maka apabila masih terdapat orang fakir di Desa
Tualang/Matang Sentang, berarti kita membiarkan golongan fakir di Desa
Tualang/Matang Sentang tetap berada dalam keadaan membutuhkan. Dalam
hal ini, kekhilafan terletak pada panitia zakat. Tugas panitia zakat yang
dibentuk secara dadakan bukan hanya mengumpulkan dan menyalurkan zakat
saja, namun alangkah baiknya jika petugas zakat juga mengetahui zakat atas
harta apa yang hendak dikeluarkan. Selain itu, alangkah baiknya jika di Desa
Gedung Biara didirikan suatu badan amil yang dapat mengkoordinir
pengumpulan dan penyaluran zakat mal agar pendistribusian zakat sesuai
syariah Islam.
Apabila bagi si penguasa diperbolehkan berijtihad untuk memindahkan
zakat ke tempat lain, karena kemaslahatan Islam yang dianggap kuat, maka
bagi si Muslim yang wajib zakat, diperbolehkan pula untuk memindahkan
karena suatu kebutuhan atau suatu kemaslahatan yang dianggap kuat pula,
apabila ia sendiri yang mengeluarkannya, seperti terjadi di zaman sekarang
ini. Hal itu sebagaimana uraian-uraian yang dikemukakan mazhab Hanafi
dalam membolehkan memindahkan zakat. Seperti untuk kerabat yang
membutuhkan, atau untuk orang yang lebih membutuhkan dan lebih sulit
kehidupannya, atau untuk orang yang lebih bermanfaat bagi kaum Muslimin
dan lebih utama untuk dibantu atau untuk melaksanakan rencana Islam di
tempat lain yang akan menghasilkan kebaikan yang besar bagi kaum
Muslimin, dimana hal yang semacam ini tidak terdapat di daerah harta zakat
52
itu berada. Dan yang lain tersebut diatas dari hikmah dan kemaslahatan-
kemaslahatan, yang merasa tenteram dengannya hati si Muslim yang sangat
cenderung pada agamanya dan keridhaan Tuhannya.50
Setiap kaum lebih berhak terhadap zakatnya, sehingga mereka
berkecukupan dengannya. Zakat itu harus dibagikan di daerah dimana zakat
itu dikumpulkan. Jika penduduk setempat tidak lagi membutuhkan zakat,
maka zakat itu boleh dipindahkan ke penduduk lain. Namun demikian dalam
kondisi tertentu, untuk memperoleh kemaslahatan yang lebih baik, penguasa
yang adil atau berdasarkan hasil musyawarah, diperbolehkan memindahkan
zakat ke tempat lain yang lebih membutuhkan, walaupun di daerah asal masih
membutuhkannya. Demikian pula seorang Muslim, apabila ia mengeluarkan
sendiri zakatnya, ia diperbolehkan pula untuk mengirimkan zakatnya ke
tempat lain karena adanya kemaslahatan yang dianggap kuat (misalnya
dikirimkan kepada kerabatnya di kampung yang dalam keadaan sangat
membutuhkan).
C. Metode Istinbat Hukum Yusuf Qardawi Terkait Tentang Pengalihan
Tempat Pembayaran Zakat
Sebelum membahas tentang metode istinbat yang digunakan oleh
Yusuf Qardawi terkait tentang pengalihan tempat pembayaran zakat, lebih
lanjut penulis akan uraikan hal-hal yang berkaitan dengan istinbath dalam
hukum Islam. Menurut ulama’ Usul al Fiqh, suatu istinbat hukum memiliki
beberapa prosedur nalar. Dalam istinbath hukum tidak dapat terlepas dari dua
50 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 809.
53
aspek pokok, yaitu: al qawaid al lughawiyyah al lafziyyah dan al qawaid al
syar’iyyah al ma’nawiyah. Jika digunakan dalam berijtihad, maka cara
tersebut dinamakan dengan al thuruq al lughawiyyah dan al thuruq al
syar’iyyah atau al ma’nawiyyah.51
Adapun yang dimaksud dengan al thuruq al lughawiyyah al lafziyyah
dalam istinbath hukum adalah, cara memahami dan menafsirkan nash Al-
Qur’an dan nash sunnah dengan menitikberatkan pada pengakajian lingkup
lafaz nya. Penjabaran terhadap nash dibutuhkan karena dengan maksud untuk
mengetahui tujuan-tujuan nash tersebut. Menurut Abdul Wahhab Khalaf,
terdapat beberapa teori dalam al thuruq al lughawiyyah al lafziyyah yaitu:52
Pertama, teori dalam pengambilan makna nash mulai dilalah manthuq
menurut Satria Effendi M. Zein, terbagi menjadi dua, yaitu; dilalah manthuq
sharih dan dilalah manthuq ghoiru sharih, untuk yang terakhir ini menurut
Musthafa Said terbagi menjadi tiga yaitu; iqtidau al nash, dilalatu al ima’, dan
isyaratu al-nash. Kedua, teori mafhum al mukhalafah (ex contrario), yang
meliputi: mafhum al shifah, mafhum al ghayah (maxim), mafhum al syarthi
(mafhum dengan syarat), mafhum al ‘adad (bilangan), mafhum al laqab
(mafhum dengan gelar/atribut). Ketiga, teori tentang petunjuk yang jelas
indikasi maknanya (wadih al dilalah), yang tingkatannya meliputi: zahir dan
nash; Keempat, teori tentang petunjuk yang samar atau tidak jelas indikasi
maknanya (ghairu wadhih al dilalah), yang tingkatannya meliputi; al mujmal
51 Ali Hasbullah, Ushul al Tasyri’ al Islami (Mesir: Dar al Ma’rifah, 1964), h. 171.
52 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Terjemahan oleh Noer Iskandar
al Basrany (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 229.
54
dan al mutasyabih. Kelima, teori tentang al ‘amm dan al khas. Ketujuh, teori
tentang lafaz mutlaq dan muqayyad.53
Sedangkan al thuruq al syar’iyyah/al ma’nawiyyah adalah penarikan
kesimpulan bukan pada nash secara langsung. Terdapat beberapa metode pada
al thuruq al ma’nawiyah, yaitu; qiyas, istihsan, mashlahah mursalah,‘urf,
syar’u man qablana, dan qawl sahaby dan lain-lain. Dengan metode ini para
mujtahid menafsirkan nash dengan jalan memperluas cakupan maknanya
kepada yang lebih luas yang tidak disebut oleh nash, dengan menggunakan
dalil-dalil ijtihad.54
Diantara metode ijtihad yang disepakati ulama’ (khususnya Sunni)
adalah qiyas. Pengertian qiyas menurut bahasa, berasal dari kata q-y-s, yang
berarti mengukur. “qis rumh” atau “qas rumh” adalah ungkapan Arab yang
berarti mengukur tombak atau lembing. Kata tersebut juga mempunyai akar
kata lain q-w-s yang menunjukkan makna yang sama. Ungkapan qistu al sya’a
bi ghairih (saya mengukur sesuatu dengan sesuatu lain yang menyerupainya).
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur sesuatu dengan sesuatu (taqdir al
syai’i bi ghoirihi). Mengukur sesuatu benda tersebut dengan sesuatu yang
universal yang sesuai dengan benda itu dan sesuai pula dengan benda-benda
lain yang sesuai dengannya.55 Qiyas dapat berarti penyamaan kasus yang tak
terungkap oleh nash dengan kasus yang terungkap oleh nash, karena
53 Mustafa Sa’id Khin, Asrar al Ikhtilaf fi al Qawa’id al Ushuliyyah fi Ikhtilafi al
Fuqaha’ (Bairut: al Risalah, 1998), h. 139.
54 Abdullah Ahmad Al Na’im, Dekontruksi Syari’ah. Terjemahan oleh Ahmad Suaedi
(cetakan I) (Yogyakarta: LKiS, 1990), h. 54.
55 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
38.
55
kesamaan nilai-nilai (‘illat) syari’ah antara keduanya dalam rangka
menerapkan hukum satu kasus atas lainnya.
Di dalam qiyas harus terdapat unsur-unsur sebagai berikut: pertama, al
ashlu (hukum asal). Ahmad Hanafi menyebutnya “kasus asal”, yaitu sesuatu
yang di-nash-kan hukumnya yang menjadi ukuran atau tempat
menyerupakan/meng-qiyas-kan di dalam istilah pokok disebut al ashlu atau
maqis ‘alayh atau musyabbah bih; kedua, al far’u (cabang), yaitu sesuatu yang
tidak di-nash-kan hukumnya yang di serupakan atau yang di-qiyas-kan, dalam
istilah ushul al fiqh hal ini di sebut al far’u atau al maqis atau al musyabbah,
ketiga, hukum asal, (yaitu hukum syara’ yang dinashkan pada pokok yang
kemudian akan menjadi hukum pula bagi cabang; dan keempat, ‘illat (ratio
legis), yaitu sebab yang menyambungkan pokok dengan cabangnya.56
Dalam pengembaraan ilmiahnya, Yusuf Qardawi banyak menelaah
pendapat para ulama terdahulu seperti al Ghazali, Ibnu Taymiyyah, Ibnu
Qayyim, Syaikh al Bakhi al Khawli, Muhammad ‘Abdullah Darraz serta
Syaikh Mahmud Syaltut. Ia juga sangat menghayati pengajaran dan
perjuangan gurunya yang bernama Hasan al-Banna. Mengenai pengalihan
tempat pembayaran zakat, Yusuf Qardawi menemukan dan mengambil hukum
dari dari nash yang ada. Pendapat yang paling masyhur yang diikuti
kebanyakan ulama adalah, bahwa zakat itu mengikuti harta, bukan mengikuti
pemilik. Adapun dalil atas kebijaksanaan ini adalah sunah Rasul dan
Khalifaur-Rasyidin. Ketìka Rasul SAW menugaskan petugas dan pengurus
56 Al Amidi, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam (Beirut: Dar al-Kitab al 'Arabi, 2003), h. 241.
56
zakat pergi ke negara-negara dan daerah-daerah untuk mengumpulkan zakat,
maka ia memerintahkan mereka untuk mengambil zakat dari orang kaya suatu
negara, untuk kemudian diberikan kepada orang fakirnya.
Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau
banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang sampai nishab dan
bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal ini untuk
menetapkan siapa yang termasuk golongan orang kaya yang wajib zakat.
Zakat hanya dibebankan kepada orang-orang kaya tersebut. Yusuf Qardawi
berpendapat bahwa yang asal pada zakat itu ialah, bahwa ia harus dibagikan di
tempat dikumpulkan, untuk memelihara kehormatan tetangga, menyusun
aturan untuk membasmi dan memberantas kefakiran, mendidik tiap daerah
agar mencukupi dirinya sendiri serta menanggulangi problematika yang
dihadapinya. Dan karena orang-orang fakir daerah itu, fikiran dan hatinya
telah terkait pada harta ini, sehingga hak mereka harus didahulukan daripada
hak yang lain. Akan tetapi bersamaan dengan ini semua, aku tidak melihat
halangan untuk keluar dari yang asal ini, apabila penguasa yang adil melihat,
setelah bermusyawarah dengan para ahlinya, bahwa hal itu akan
mengakibatkan kemaslahatan bagi kaum Muslimin dan lebih baik bagi
Islam.57 Memindahkan seluruhnya tidak boleh dilakukan, kecuali apabila
secara mutlak zakat itu tidak diperlukan lagi.
Dari redaksi yang disebutkan diatas, secara implisit Yusuf Qardawi
menyebutkan, bahwa nalar argumentasi dan metode yang digunakan dalam
57 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 805.
57
menghukumi tentang pengalihan tempat pembayaran zakat adalah qiyas.
Selain qiyas, landasan, basis dan dasar argumentasi yang digunakan oleh
Yusuf Qardawi dalam penetapan hukum boleh mengalihkan tempat
pembayaran zakat adalah kemashlahatan kaum Muslimin. Hal lain yang harus
dipahami adalah, bahwa pensyari’atan zakat di dalam Islam menunjukkan
bahwa Islam sangat memperhatikan masalah-masalah kemasyarakatan,
terutama nasib orang-orang yang lemah secara ekonominya. Sehingga
mendekatkan hubungan kasih sayang antara sesama manusia dalam
mewujudkan kata-kata bahwa Islam itu bersaudara, saling membantu, dan
tolong-menolong; yang kuat menolong yang lemah, yang kaya membantu
yang miskin.
Dalam implementasi qiyas nya, maqis ‘alayh (sesuatu yang dijadikan
sandaran) dalam qiyas (al aslu) dalam kajian ini adalah zakat itu harus
dibagikan ke daerah dimana zakat itu diambil. Hal ini disepakati atas hewan
ternak, tanam-tanaman dan buah-buahan. Zakat dibagikan ditempat
didapatkannya. Al far’u/maqis (cabang). Yaitu sesuatu yang diqiyaskan, atau
dengan kata lain; suatu masalah yang akan diqiyaskan disamakan dengan al
ashlu (musyabbah). Maka dapat dipahami dalam kajian ini far’unya adalah
memindahkan zakat ke tempat bukan penghasil zakat.
‘illat (ratio legis). Yaitu sebab yang menyambungkan pokok (al ashlu)
dengan cabangnya, atau dapat dipahami, ‘illat ialah; sifat yang berpengaruh
terhadap hukum, bukan karena dzatnya, melainkan atas perbuatan syari’.
Dalam konteks ini, illat dari boleh memindahakan zakat berdasarkan ijtihad
58
penguasa karena untuk kemashlahatan kaum Muslimin. Keempat, al hukmu
(hukum). Yaitu suatu hukum tertentu yang melekat pada al ashlu/maqis
‘alayh, yang merupakan sandaran hukum dalam aktifitas penggunaan qiyas.
Maka dapat difahami, hukum muncul dalam kajian ini adalah kewajiban atas
pengeluaran zakat bagi setiap Muslim apabila telah mencapai nisgab sesuai
dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat desa Gedung Biara sadar betul bahwa zakat wajib
dikeluarkan jika harta telah mencapai nishab. Tingkat pengetahuan masyarakat
desa Gedung Biara (khususnya pengetahuan mengenai zakat) termasuk kurang
59
lebih (cukup). Pengalihan tempat pembayaran zakat yang dilakukan oleh
masyarakat di Desa Gedung Biara jika ditinjau menurut Yusuf Qardawi dapat
dikatakan tidak boleh dilakukan, karena masyarakat di tempat padi ditanam
atau diusahakan masih terdapat orang-orang yang berhak menerima zakat.
Dalam hal ini, kekhilafan terletak pada panitia zakat.
Nalar argumentasi dan metode yang digunakan dalam menghukumi
tentang pengalihan tempat pembayaran zakat adalah qiyas. Selain qiyas,
landasan, basis dan dasar argumentasi yang digunakan oleh Yusuf Qardawi
dalam penetapan hukum boleh mengalihkan tempat pembayaran zakat adalah
kemashlahatan kaum Muslimin. Dalam implementasi qiyas nya, maqis ‘alayh
(sesuatu yang dijadikan sandaran) dalam qiyas (al aslu) dalam kajian ini
adalah zakat itu harus dibagikan ke daerah dimana zakat itu diambil. Far’unya
adalah memindahkan zakat ke tempat bukan penghasil zakat. Illat dari boleh
memindahakan zakat berdasarkan ijtihad penguasa karena untuk
kemashlahatan kaum Muslimin. Al hukmu (hukum) dalam kajian ini adalah
kewajiban atas pengeluaran zakat bagi setiap Muslim apabila telah mencapai
nisgab sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
B. Saran
Panitia zakat yang dibentuk secara dadakan, tentu tidak dapat bekerja
secara maksimal. Oleh karena itu sebaiknya perangkat desa bekerja sama
dengan ulama/tengku dan tokoh-tokoh masyarakat di Desa Gedung Biara
mendirikan suatu badan amil yang dapat mengkoordinir pengumpulan dan
penyaluran zakat mal agar pendistribusian zakat dapat dilakukan sesuai
59
OPTIMALKAN ZAKAT PERTANIAN
OPTIMALKAN ZAKAT PERTANIAN
OPTIMALKAN ZAKAT PERTANIAN

More Related Content

What's hot

Makalah zakat kelompok 4
Makalah zakat kelompok 4Makalah zakat kelompok 4
Makalah zakat kelompok 4Uli Rahmawati
 
Makalah agama islam tentang zakat
Makalah agama islam tentang zakatMakalah agama islam tentang zakat
Makalah agama islam tentang zakatAdi New
 
BAHAYA PERILAKU TINDAK KEKERASAN
BAHAYA PERILAKU TINDAK KEKERASANBAHAYA PERILAKU TINDAK KEKERASAN
BAHAYA PERILAKU TINDAK KEKERASANAli Must Can
 
Tugas fiqh zakat dan wakaf zakat menurut etimologi
Tugas fiqh zakat dan wakaf zakat menurut etimologiTugas fiqh zakat dan wakaf zakat menurut etimologi
Tugas fiqh zakat dan wakaf zakat menurut etimologiIffa Tabahati
 
26.12.2014 (rumi) zakat penyubur ketakwaan
26.12.2014 (rumi) zakat penyubur ketakwaan26.12.2014 (rumi) zakat penyubur ketakwaan
26.12.2014 (rumi) zakat penyubur ketakwaanMOHD ARIFF AB RAZAK
 
40 hadis keutamaan bersedekah dan berzakat
40 hadis keutamaan bersedekah dan berzakat40 hadis keutamaan bersedekah dan berzakat
40 hadis keutamaan bersedekah dan berzakatsukron munawar
 
02.4 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (TAWAKAL)
02.4 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (TAWAKAL)02.4 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (TAWAKAL)
02.4 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (TAWAKAL)fissilmikaffah1
 
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)fissilmikaffah1
 
Kaedah Tangani Histeria & Santau
Kaedah Tangani Histeria & SantauKaedah Tangani Histeria & Santau
Kaedah Tangani Histeria & SantauRasyadan Hussin
 
Keutamaan Shodaqah
Keutamaan ShodaqahKeutamaan Shodaqah
Keutamaan ShodaqahErwin Wahyu
 
Pengertian Ibadah Maliyah dan 9 Contohnya
Pengertian Ibadah Maliyah dan 9 ContohnyaPengertian Ibadah Maliyah dan 9 Contohnya
Pengertian Ibadah Maliyah dan 9 ContohnyaHabibullah Al Faruq
 

What's hot (20)

Makalah zakat kelompok 4
Makalah zakat kelompok 4Makalah zakat kelompok 4
Makalah zakat kelompok 4
 
Wakaf,haji,zakat
Wakaf,haji,zakatWakaf,haji,zakat
Wakaf,haji,zakat
 
Makalah agama islam tentang zakat
Makalah agama islam tentang zakatMakalah agama islam tentang zakat
Makalah agama islam tentang zakat
 
Makalah zakat
Makalah zakatMakalah zakat
Makalah zakat
 
BAHAYA PERILAKU TINDAK KEKERASAN
BAHAYA PERILAKU TINDAK KEKERASANBAHAYA PERILAKU TINDAK KEKERASAN
BAHAYA PERILAKU TINDAK KEKERASAN
 
Tugas fiqh zakat dan wakaf zakat menurut etimologi
Tugas fiqh zakat dan wakaf zakat menurut etimologiTugas fiqh zakat dan wakaf zakat menurut etimologi
Tugas fiqh zakat dan wakaf zakat menurut etimologi
 
Nasihat As - Sya'rawi
Nasihat As - Sya'rawiNasihat As - Sya'rawi
Nasihat As - Sya'rawi
 
Bab 11
Bab 11Bab 11
Bab 11
 
26.12.2014 (rumi) zakat penyubur ketakwaan
26.12.2014 (rumi) zakat penyubur ketakwaan26.12.2014 (rumi) zakat penyubur ketakwaan
26.12.2014 (rumi) zakat penyubur ketakwaan
 
40 hadis keutamaan bersedekah dan berzakat
40 hadis keutamaan bersedekah dan berzakat40 hadis keutamaan bersedekah dan berzakat
40 hadis keutamaan bersedekah dan berzakat
 
Rukun al fahmu pt 3
Rukun al fahmu pt 3Rukun al fahmu pt 3
Rukun al fahmu pt 3
 
02.4 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (TAWAKAL)
02.4 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (TAWAKAL)02.4 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (TAWAKAL)
02.4 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (TAWAKAL)
 
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
 
Pp ibadah maliah
Pp ibadah maliahPp ibadah maliah
Pp ibadah maliah
 
Fiqh Zakat
Fiqh ZakatFiqh Zakat
Fiqh Zakat
 
Kaedah Tangani Histeria & Santau
Kaedah Tangani Histeria & SantauKaedah Tangani Histeria & Santau
Kaedah Tangani Histeria & Santau
 
Keutamaan Shodaqah
Keutamaan ShodaqahKeutamaan Shodaqah
Keutamaan Shodaqah
 
Rukun al fahmu pt 1
Rukun al fahmu pt 1Rukun al fahmu pt 1
Rukun al fahmu pt 1
 
Rukun al fahmu pt 8
Rukun al fahmu pt 8Rukun al fahmu pt 8
Rukun al fahmu pt 8
 
Pengertian Ibadah Maliyah dan 9 Contohnya
Pengertian Ibadah Maliyah dan 9 ContohnyaPengertian Ibadah Maliyah dan 9 Contohnya
Pengertian Ibadah Maliyah dan 9 Contohnya
 

Similar to OPTIMALKAN ZAKAT PERTANIAN

Ekonomi syariah - Zakat
Ekonomi syariah - ZakatEkonomi syariah - Zakat
Ekonomi syariah - ZakatDitto Ditto
 
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampusDokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampusaldi setiawan
 
DR. HASANI AHMAD SAID, MA. - Peran strategis pendayagunaan dan pengelolaan za...
DR. HASANI AHMAD SAID, MA. - Peran strategis pendayagunaan dan pengelolaan za...DR. HASANI AHMAD SAID, MA. - Peran strategis pendayagunaan dan pengelolaan za...
DR. HASANI AHMAD SAID, MA. - Peran strategis pendayagunaan dan pengelolaan za...Hasaniahmadsaid
 
materi pondok romadon sekolah dasar dengan materi zakat fitrah
materi pondok romadon sekolah dasar dengan materi zakat fitrahmateri pondok romadon sekolah dasar dengan materi zakat fitrah
materi pondok romadon sekolah dasar dengan materi zakat fitrahkrisdanarahmatullah7
 
Makalah Konsep Zakat Dan Macamnya
Makalah Konsep Zakat Dan MacamnyaMakalah Konsep Zakat Dan Macamnya
Makalah Konsep Zakat Dan MacamnyaMuhammad Idris
 
Bab 11 agama kelas 10 sma zakat haji waqaf
Bab 11 agama kelas 10 sma zakat haji waqafBab 11 agama kelas 10 sma zakat haji waqaf
Bab 11 agama kelas 10 sma zakat haji waqafwah yuni
 
267930-zakat-rukun-islam-yang-sering-dilupakan-70735865.pdf
267930-zakat-rukun-islam-yang-sering-dilupakan-70735865.pdf267930-zakat-rukun-islam-yang-sering-dilupakan-70735865.pdf
267930-zakat-rukun-islam-yang-sering-dilupakan-70735865.pdfHermanSyah350665
 
Panduan Praktis Menghitung Zakat LAZNas Chevron Indonesia
Panduan Praktis Menghitung Zakat LAZNas Chevron IndonesiaPanduan Praktis Menghitung Zakat LAZNas Chevron Indonesia
Panduan Praktis Menghitung Zakat LAZNas Chevron IndonesiaLAZNas Chevron
 
Fiqihibadahtentangzakat 131113042239-phpapp02 (1)
Fiqihibadahtentangzakat 131113042239-phpapp02 (1)Fiqihibadahtentangzakat 131113042239-phpapp02 (1)
Fiqihibadahtentangzakat 131113042239-phpapp02 (1)ACHMAD HASANNUDIN
 
ZAKAT HARTA KANAK-KANAK.pptx
ZAKAT HARTA KANAK-KANAK.pptxZAKAT HARTA KANAK-KANAK.pptx
ZAKAT HARTA KANAK-KANAK.pptxSharulAzharAhmad
 
Amalan terbaik pembangunan sosial
Amalan terbaik pembangunan sosialAmalan terbaik pembangunan sosial
Amalan terbaik pembangunan sosialmeylahasim97
 
KONTRAK SOSIAL: WAKAF, ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH
KONTRAK  SOSIAL:  WAKAF, ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOHKONTRAK  SOSIAL:  WAKAF, ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH
KONTRAK SOSIAL: WAKAF, ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOHsalman munthe
 

Similar to OPTIMALKAN ZAKAT PERTANIAN (20)

Ekonomi syariah - Zakat
Ekonomi syariah - ZakatEkonomi syariah - Zakat
Ekonomi syariah - Zakat
 
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampusDokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
 
DR. HASANI AHMAD SAID, MA. - Peran strategis pendayagunaan dan pengelolaan za...
DR. HASANI AHMAD SAID, MA. - Peran strategis pendayagunaan dan pengelolaan za...DR. HASANI AHMAD SAID, MA. - Peran strategis pendayagunaan dan pengelolaan za...
DR. HASANI AHMAD SAID, MA. - Peran strategis pendayagunaan dan pengelolaan za...
 
Makalah hukum zakat di indonesia,,,
Makalah hukum zakat di indonesia,,,Makalah hukum zakat di indonesia,,,
Makalah hukum zakat di indonesia,,,
 
Zakat, Puasa dan Haji
Zakat, Puasa dan HajiZakat, Puasa dan Haji
Zakat, Puasa dan Haji
 
materi pondok romadon sekolah dasar dengan materi zakat fitrah
materi pondok romadon sekolah dasar dengan materi zakat fitrahmateri pondok romadon sekolah dasar dengan materi zakat fitrah
materi pondok romadon sekolah dasar dengan materi zakat fitrah
 
Makalah Konsep Zakat Dan Macamnya
Makalah Konsep Zakat Dan MacamnyaMakalah Konsep Zakat Dan Macamnya
Makalah Konsep Zakat Dan Macamnya
 
Masail Fiqh
Masail FiqhMasail Fiqh
Masail Fiqh
 
Tugas makala fiqih Zakat
Tugas makala fiqih ZakatTugas makala fiqih Zakat
Tugas makala fiqih Zakat
 
Bab 11 agama kelas 10 sma zakat haji waqaf
Bab 11 agama kelas 10 sma zakat haji waqafBab 11 agama kelas 10 sma zakat haji waqaf
Bab 11 agama kelas 10 sma zakat haji waqaf
 
267930-zakat-rukun-islam-yang-sering-dilupakan-70735865.pdf
267930-zakat-rukun-islam-yang-sering-dilupakan-70735865.pdf267930-zakat-rukun-islam-yang-sering-dilupakan-70735865.pdf
267930-zakat-rukun-islam-yang-sering-dilupakan-70735865.pdf
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 
Presentasi Agama- Zakat
Presentasi Agama- ZakatPresentasi Agama- Zakat
Presentasi Agama- Zakat
 
Aminullah assagaf infaq
Aminullah assagaf infaqAminullah assagaf infaq
Aminullah assagaf infaq
 
Panduan Praktis Menghitung Zakat LAZNas Chevron Indonesia
Panduan Praktis Menghitung Zakat LAZNas Chevron IndonesiaPanduan Praktis Menghitung Zakat LAZNas Chevron Indonesia
Panduan Praktis Menghitung Zakat LAZNas Chevron Indonesia
 
Fiqh zakat
Fiqh zakatFiqh zakat
Fiqh zakat
 
Fiqihibadahtentangzakat 131113042239-phpapp02 (1)
Fiqihibadahtentangzakat 131113042239-phpapp02 (1)Fiqihibadahtentangzakat 131113042239-phpapp02 (1)
Fiqihibadahtentangzakat 131113042239-phpapp02 (1)
 
ZAKAT HARTA KANAK-KANAK.pptx
ZAKAT HARTA KANAK-KANAK.pptxZAKAT HARTA KANAK-KANAK.pptx
ZAKAT HARTA KANAK-KANAK.pptx
 
Amalan terbaik pembangunan sosial
Amalan terbaik pembangunan sosialAmalan terbaik pembangunan sosial
Amalan terbaik pembangunan sosial
 
KONTRAK SOSIAL: WAKAF, ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH
KONTRAK  SOSIAL:  WAKAF, ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOHKONTRAK  SOSIAL:  WAKAF, ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH
KONTRAK SOSIAL: WAKAF, ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH
 

OPTIMALKAN ZAKAT PERTANIAN

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama dari Allah SWT yang menjadi rahmat bagi sekalian alam. Salah satu kemukjizatan Islam dan bukti bahwa Islam merupakan agama dari Allah SWT serta eksistensinya sebagai risalah penutup yang abadi adalah bahwa sejak dulu Islam memberikan perhatian terhadap penyelesaian persoalan kemiskinan dan memberikan perlindungan terhadap fakir miskin, tanpa harus ada revolusi atau tuntutan secara personal atau komunal terhadap hak-hak mereka sendiri. Semenjak fajarnya baru menyingsing di kota Mekkah, Islam sudah memperhatikan masalah sosial penanggulangan kemiskinan. Kitab suci Al- Qur’an merumuskannya dengan kata “zakat” atau dengan kalimat "mengeluarkan sebahagian rezeki yang diberikan Allah" dan rumusan lainnya. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang bercorak sosial ekonomi. Dengan zakat, di samping ikrar tauhid (syahadat) dan sholat, seseorang barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keislamnnya.1 Sesuai dengan firman Allah SWT: ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫أ‬َ‫و‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫ب‬‫َا‬‫ت‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ْ‫ا‬ُ‫َو‬‫ت‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬‫ي‬ِ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ن‬ َٰ‫و‬ ۡ‫خ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ِ‫ِين‬‫ٱلد‬ُ‫ل‬ ِ‫َص‬‫ف‬ُ‫ن‬َ‫و‬ِ‫ت‬َٰ‫ي‬ٓ ۡ‫ٱۡل‬ٖ‫م‬ ۡ‫و‬َ‫ق‬ِ‫ل‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ۡ‫ع‬َ‫ي‬١١ 1 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat, edisi Indonesia Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, terj. Salman Harun, Didin Hafidhuddin, dan Hasanudin, Cet. keduabelas (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2011), h. 3.
  • 2. 2 Artinya : Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 11). Pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana kemiskinan, kelemahan fisik dan mental. Sedangkan menurut organisasi pusat zakat, zakat berarti tumbuh dan berkembang, kesuburan atau bertambah atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan. Menurut Hukum Islam (istilah syara'), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Dalam hal zakat, si pemberi zakat disebut muzaki dan Orang yang menerima zakat disebut mustahiq.2 Berdasarkan Al Qur’an surat At Taubah ayat 60, Allah SWT menerangkan kemana sasaran (masharif) zakat itu harus dikeluarkan, sebagaimana firman Allah SWT: ‫ا‬َ‫م‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬‫ٱ‬ُ‫ت‬َٰ‫ق‬َ‫د‬َّ‫ص‬‫ل‬َ‫و‬ ِ‫ء‬ٓ‫ا‬َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬ۡ‫ل‬ِ‫ل‬‫ٱ‬ِ‫ين‬ِ‫ك‬َٰ‫س‬َ‫م‬ۡ‫ل‬َ‫و‬‫ٱ‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫ل‬ِ‫م‬َٰ‫ع‬ۡ‫ل‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫ٱ‬ِ‫ة‬َ‫ف‬َّ‫ل‬َ‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ل‬‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ب‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫ق‬‫ٱ‬ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ ِ‫لر‬ َ‫و‬‫ٱ‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫م‬ ِ‫ر‬َٰ‫غ‬ۡ‫ل‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫و‬‫ٱ‬ِ َّ‫ّلل‬َ‫و‬‫ٱ‬ِ‫ن‬ۡ‫ب‬‫ٱ‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫س‬‫ل‬َ‫ن‬ِ‫م‬ ٗ‫ة‬َ‫ض‬‫ي‬ ِ‫ر‬َ‫ف‬‫ٱ‬ِ َّ‫ّلل‬َ‫و‬‫ٱ‬ُ َّ‫ّلل‬ٞ‫يم‬ِ‫ك‬َ‫ح‬ ٌ‫م‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫ع‬٠٦ Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 60). 2 Muhammad dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 42.
  • 3. 3 Harta yang dizakati, menurut jumhur ulama, harus mencapai nishab. Yang dimaksud dengan nishab adalah kadar minimal jumlah harta yang wajib di zakati berdasarkan ketetapan syara’. Nishab yang ditetapkan syara’ untuk setiap jenis harta berbeda-beda misalnya, untuk emas ditetapkan 20 dinar (satu dinar lebih kurang 4,5 gram emas) berdasarkan hadits riwayat Imam Abu Dawud dari Ali bin Abi Thalib, kambing 40 ekor, dan unta 5 ekor, ketiganya berdasarkan hadis riwayat Imam Al- Bukhari dari Anas bin Malik,3 kecuali zakat hasil tani, buah-buahan, dan logam mulia, maka wajib zakat sepuluh persen dari hasil tersebut, jumhur ulama sepakat bahwa nishab adalah wajib bagi zakat kekayaan yang bisa tumbuh dari hasil tanah atau bukan, dengan alasan bahwa harta tersebut dapat dianalogikan dengan ternak, uang, dan barang dagangan.4 Zakat memang bukanlah satu-satunya gambaran dari sistem yang ditampilkan dari ajaran Islam dan mewujudkan kesejahteraan umum bagi masyarakat. Namun, harus diakui bahwa zakat sangat penting arti dan kedudukannya karena ia merupakan sentral dari sistem perekonomian yang mampu menanggulangi kesenjangan sosial, seperti halnya zakat dari hasil pertanian. Zakat hasil pertanian adalah bagian dari zakat mal atau zakat harta yang wajib dikeluarkan apabila telah mencapai nishab. Zakat dari sektor pertanian sebenarnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat desa yang penghasilan utama desanya dari sektor pertanian, seperti masyarakat di desa 3 Quraish Shihab, Ensiklopedi Islam, jilid 1, Cet.1 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1989), h. 134. 4 Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 24.
  • 4. 4 Gedung Biara Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang yang sebagian besar masyarakatnya bekerja pada sektor pertanian dengan bertani tanaman padi. Ada yang mengolah lahan pertaniannya sendiri, ada yang menggarapkan lahan pertaniannya pada orang lain dan ada juga masyarakat desa Gedung Biara yang mempunyai lahan pertanian di luar desa Gedung Biara atau masyarakat dari desa lain yang mempunyai lahan pertanian di desa Gedung Biara. Dalam hal pengeluaran zakat dari hasil pertanian, tingkat kesadaran masyarakat desa Gedung Biara termasuk tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembagian zakat pada akhir bulan Ramadhan. Berdasarkan pengamatan di Desa Gedung Biara, peneliti menemukan suatu fenomena yang sudah berjalan selama bertahun-tahun di desa Gedung Biara, yakni pengalihan pembayaran zakat. Pengalihan pembayaran zakat yang dimaksud oleh peneliti disini adalah pengalihan tempat menyalurkan zakat atas padi yang di tanam oleh masyarakat desa Gedung Biara. Mereka (pemilik lahan pertanian) setiap tahun mengalihkan pembayaran zakat harta atas padi yang mereka tanam (di luar desa Gedung Biara) ke tempat mereka tinggal (desa Gedung Biara), sementara di tempat/lokasi padi di tanam (di luar desa Gedung Biara) masih terdapat masyarakat membutuhkan zakat atau orang-orang yang berhak menerima zakat. Pemindahan zakat dari satu daerah ke daerah lain, dalam keadaan penduduknya membutuhkan, adalah menodai hikmat zakat yang diwajibkan karenanya.5 Tujuan zakat adalah memberi kecukupan kepada orang-orang 5 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 800.
  • 5. 5 fakir, maka apabila kita memperbolehkan memindahkan zakat, berarti kita membiarkan golongan fakir di daerah itu tetap berada dalam keadaan membutuhkan. Hadits Rasulullah SAW: ‫َا‬‫ن‬َ‫ث‬َّ‫د‬َ‫ح‬‫ُو‬‫ب‬َ‫أ‬‫م‬ ِ‫اص‬َ‫ع‬ُ‫ك‬‫ا‬َّ‫ح‬َّ‫ض‬‫ال‬ُ‫ن‬ْ‫ب‬‫د‬َ‫ل‬ْ‫خ‬َ‫م‬ْ‫ن‬َ‫ع‬َ‫ء‬‫َّا‬‫ي‬ ِ‫َر‬‫ك‬َ‫ز‬ِ‫ْن‬‫ب‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫ح‬ْ‫س‬ِ‫إ‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫ى‬َ‫ي‬ْ‫ح‬َ‫ي‬ِ‫ْن‬‫ب‬ِ‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬ ِ َّ‫اّلل‬ِ‫ْن‬‫ب‬‫ي‬ِ‫ف‬ْ‫ي‬َ‫ص‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫أ‬‫د‬َ‫ب‬ْ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ِ‫ْن‬‫ب‬‫ا‬‫َّاس‬‫ب‬َ‫ع‬َ‫ي‬ ِ‫ض‬ َ‫ر‬ُ َّ‫اّلل‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬َّ‫ن‬َ‫أ‬َّ‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫ن‬‫ال‬‫ى‬َّ‫ل‬َ‫ص‬ ُ َّ‫اّلل‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫م‬َّ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬َ‫ث‬َ‫ع‬َ‫ب‬‫ا‬ً‫ذ‬‫ا‬َ‫ع‬ُ‫م‬َ‫ي‬ ِ‫ض‬ َ‫ر‬ُ َّ‫اّلل‬ُ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ِ‫ن‬َ‫م‬َ‫ي‬ْ‫ل‬‫ا‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ع‬ْ‫د‬‫ا‬‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ِ‫ة‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ش‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ل‬َ‫ه‬َ‫ل‬ِ‫إ‬َّ‫ل‬ِ‫إ‬ُ َّ‫اّلل‬‫ي‬ِ‫ن‬َ‫أ‬َ‫و‬ُ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِ َّ‫اّلل‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْ‫م‬ُ‫ه‬‫وا‬ُ‫ع‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫أ‬َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ْ‫م‬ِ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫أ‬َ‫ف‬َّ‫ن‬َ‫أ‬َ َّ‫اّلل‬ْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ض‬َ‫َر‬‫ت‬ْ‫ف‬‫ا‬ ْ‫م‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫س‬ْ‫م‬َ‫خ‬‫ات‬َ‫و‬َ‫ل‬َ‫ص‬‫ي‬ِ‫ف‬ِ‫ل‬ُ‫ك‬‫م‬ ْ‫و‬َ‫ي‬‫ة‬َ‫ل‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫و‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْ‫م‬ُ‫ه‬‫وا‬ُ‫ع‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫أ‬َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ِ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ْ‫م‬ِ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫أ‬َ‫ف‬َّ‫ن‬َ‫أ‬َ َّ‫اّلل‬ َ‫ض‬َ‫َر‬‫ت‬ْ‫ف‬‫ا‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ً‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ص‬‫ي‬ِ‫ف‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬ْ‫م‬َ‫أ‬ُ‫ذ‬َ‫خ‬ْ‫ؤ‬ُ‫ت‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ن‬ْ‫غ‬َ‫أ‬‫د‬َ‫ر‬ُ‫ت‬َ‫و‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬)ُ‫ه‬‫روا‬ ‫البخاري‬( Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim Adh-Dlohhak bin Makhlad dari Zakariya' bin Ishaq dari Yahya bin 'Abdullah bin Shayfiy dari Abu Ma'bad dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa ketika Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mengutus Mu'adz radliallahu 'anhu ke negeri Yaman, Beliau berkata,: "Ajaklah mereka kepada syahadah (persaksian) tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mentaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan jika mereka telah mena'atinya, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka" (Hadits Riwayat Bukhari Nomor 1308).6 Hadits tersebut menyiratkan bahwa tidak diperbolehkan mengalihkan zakat ke tempat lain dan wajib mendistribusikannya kepada golongan- golongan yang berhak menerima zakat di daerah tempat zakat diambil. Hal 6 Abu Abdilah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Kitab Shahih Bukhari, terjemah H. Zainuddin, Wijaya (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 771-772.
  • 6. 6 inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Hukum Pengalihan Tempat Pembayaran Zakat Padi Menurut Yusuf Qardawi (Studi Kasus di Desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana status hukum pengalihan tempat pembayaran zakat padi di desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang ditinjau menurut Yusuf Qardawi ? 2. Bagaimana metode istinbat hukum Yusuf Qardawi terkait tentang pengalihan tempat pembayaran zakat ? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui status hukum pengalihan tempat pembayaran zakat padi di desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang ditinjau menurut Yusuf Qardawi. 2. Untuk mengetahui metode istinbat hukum Yusuf Qardawi terkait tentang pengalihan tempat pembayaran zakat. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Tempat Penelitian
  • 7. 7 Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang mengenai pengalihan pembayaran zakat padi. 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi Mahasiswa Fakultas Syari’ah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) mengenai pengalihan pembayaran zakat padi serta untuk menambah perbendaharaan perpustakaan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Zawiyah Cot Kala Langsa. 3. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan serta memperluas wawasan penulis khususnya yang berkaitan dengan pengalihan pembayaran zakat padi. E. Tinjauan Pustaka Zakat sekalipun dibahas di dalam pokok bahasan “ibadat”, karena dipandang bagian yang tidak terpisahkan dari shalat, sesungguhnya merupakan bagian sistem sosial ekonomi Islam, dan oleh karena itu dibahas di dalam buku-buku tentang strategi hukum dan ekonomi Islam. Buku Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis diterjemahkan oleh Salman Harun, Didin Hafidhuddin, dan Hasanudin merupakan buku yang digunakan sebagai bahan Referensi atas permasalahan zakat. Judul asli buku ini adalah Fiqhuz Zakat, buku ini merupakan buku karangan Yusuf Qardawi. Di dalam buku ini banyak dibahas
  • 8. 8 permasalahan zakat, termasuk mengenai pengalihan zakat, yaitu pada bab IV yang berjudul memindahkan zakat ke tempat bukan penghasil zakat. Dalam bentuk skripsi, seperti yang ditulis oleh Intan Zahara yang berjudul Praktik Perpindahan Zakat Mal Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Bayeun Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh Timur). Skripsi ini menyimpulkan bahwa praktik perpindahan zakat mal di desa Bayeun lebih terfokus pada kewajiban umat Islam yang sudah mampu dalam mengeluarkan zakat mal atau zakat harta. Praktik perpindahan zakat yang dilakukan masyarakat adalah membayar zakat atas padi yang ditanam di tempat berbeda. Selain itu, penyaluran zakat yang dilakukan oleh masyarakat masih bersifat apa adanya dan tidak dikoordinir. Hal ini dilakukan para muzakki karena tidak mengetahui aturan-aturan perpindahan zakat mal yang sesuai dengan syariat Islam. Jika ditinjau dari kesadaran masyarakatnya, tentu saja hal ini sangat baik, karena pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana kemiskinan, kelemahan fisik dan mental. Jika ditinjau menurut hukum Islam, praktik perpindahan zakat mal yang dilakukan masyarakat desa Bayeun tidak sesuai dengan syariah Islam, karena masih ada orang yang berhak menerima zakat di daerah tempat padi ditanam (Desa Alue Itam). Jika penduduk setempat tidak lagi membutuhkan zakat, maka zakat itu boleh dipindahkan ke penduduk lain.7 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan penulis susun adalah dari segi pendekatan penelitian. 7 Intan Zahara, Praktik Perpindahan Zakat Mal Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Bayeun Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh Timur) , Skripsi Jurusan Syari’ah, Prodi Muamalah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Zawiyah Cot Kala Langsa 2014 M/1435 H.
  • 9. 9 Penelitian ini menggunakan pendekatan Empiris atau Sosiologis sedangkan penelitian yang akan penulis susun menggunakan pendekatan Falsafi, yaitu pemikiran Yusuf Qardawi. Dalam bentuk jurnal seperti yang ditulis oleh Muhammad Ikhlas Rosele yang berjudul Perspektif Yusuf Al-Qaradawi Dalam Zakat Pertanian: Satu Analisis. Jurnal ini menyimpulkan bahwa Al-Qaradawi merupakan seorang ulama kontemporari yang prolifik. Sumbangan beliau dalam hukum Islam melalui berbagai-bagai karya ilmiah dapat dimanfaatkan oleh umat Islam masa kini. Beliau mempunyai metode penetapan hukum yang tersendiri. Beliau berpegang dengan nas-nas yang umum selagi mana tidak ada nas lain yang mengkhususkannya, berpegang dengan ijma’ yang diyakini keabsahannya dan melihat kepada maqasid dan maslahah dalam dalam penetapan hukum. Beliau juga melakukan pentarjihan dengan memilih pandangan yang kuat di samping tidak taksub dengan satu-satu mazhab. Dalam penetapan hukum yang berkaitan zakat khususnya, beliau turut meraikan realiti semasa dan setempat. Misalnya dalam sumber pertanian yang dikenakan zakat, beliau berpegang dengan umum nas dan tidak menentukan atau mengkhususkan jenis sumber pertanian yang wajib dizakatkan. Ini bagi mengambil kira berbagai-bagai jenis lagi pertanian yang berbeza antara satu kawasan dengan yang lain. Justru, pandangan beliau adalah relevan dan mampu menyelesaikan isu zakat kontemporari.8 8 Muhammad Ikhlas Rosele, Perspektif Yusuf Al-Qaradawi Dalam Zakat Pertanian: Satu Analisis. Jurnal Pelajar Pasca Siswazah, Jabatan Fiqh & Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, https://www.academia.edu/4349511/Perspektif_Yusuf_Al-Qaradawi_Dalam_ Zakat_Pertanian (29 Agustus 2016).
  • 10. 10 Skripsi yang ditulis oleh Faridatul Latifah dengan judul Zakat Profesi Perspektif Yūsuf Al-Qaradawī Dan Didin Hafidhuddin. Skripsi ini menyimpulkan bahwa zakat profesi menurut pandangan Yusuf al-Qaradawi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal dan dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah melalui keahlian tertentu. Sedangkan dalam pandangan Didin Hafidhuddin, bahwa profesi merupakan setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun yang terkait dengan pihak lain, seperti seorang pegawai atau karyawan. Dengan demikian definisi zakat profesi menurut Didin Hafidhuddin adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama dengan orang atau lembaga lain, yang dapat mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab (batas minimum untuk dapat berzakat).9 F. Penjelasan Istilah Sebelum penulis menguraikan isi skripsi, maka akan diawali dahulu dengan memberi penjelasan pengertian berbagai istilah yang ada dari judul skripsi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahfahaman interpretasi isi keseluruhan skripsi. Adapun penjelasan istilahnya seperti tercantum sebagai berikut : 1. Hukum 9 Faridatul Latifah, Zakat Profesi Perspektif Yūsuf Al-Qaradawī Dan Didin Hafidhuddin, Skripsi Jurusan Perbandingan Mazhab Dan Hukum Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010, http://digilib.uin-suka.ac.id/5235/1/BAB%20I,V, %20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (29 Agustus 2016).
  • 11. 11 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah, seperti undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.10 Kata hukum sebenarnya berasal dari bahasa Arab ‫الـحكم‬ yang merupakan isim mashdar dari fi’il (kata kerja) ‫حكم‬-‫يـحكم‬ yang berarti memimpin, memerintah, memutuskan, menetapkan, atau mengadili, sehingga kata ‫الـحكم‬ berarti putusan, ketetapan, kekuasaan, atau pemerintahan.11 Dalam ujudnya, hukum ada yang tertulis dalam bentuk undang-undang seperti hukum modern (hukum Barat) dan ada yang tidak tertulis seperti hukum adat dan hukum Islam. Menurut peneliti, hukum dalam hal ini berarti seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk mengatur tingkah laku manusia di tengah-tengah masyarakatnya. Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam. 2. Pengalihan 10 Mohammad Daud Ali. Azas-azas Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 1996), h. 38. 11 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 286.
  • 12. 12 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengalihan berasal dari kata alih yang berarti pindah, ganti, tukar, ubah. Pengalihan berarti proses, cara, perbuatan mengalihkan, pemindahan, penggantian, penukaran, pengubahan. Menurut peneliti, pengalihan berarti perihal beralih yang dalam hal ini tempat zakat atau daerah zakat atau mustahiq zakat. 3. Tempat Pembayaran Tempat pembayaran terdiri dari 2 kata yaitu tempat dan pembayaran. Tempat merupakan kedudukan; keadaan; letak ataupun lokasi, sedangkan pembayaran berarti proses, cara, perbuatan membayar. Jadi tempat pembayaran dapat diartikan sebagai tempat untuk melakukan pembayaran. Menurut peneliti, tempat pembayaran berarti lokasi/kedudukan untuk melaksanakan pembayaran yang dalam hal ini zakat padi. 4. Zakat Padi Zakat padi terdiri dari dua kata, yaitu zakat dan padi. Zakat adalah mengeluarkan/memberikan sebagian dari harta atau bahan makanan kepada kelompok tertentu yang berhak menerimanya dengan berbagai syarat guna mewujudkan keadilan sosial, mensucikan jiwa, menyuburkan harta, dan mengharapkan pahala dari pada-Nya serta melaksanakan kewajiban yang telah digariskan oleh syara’ (agama).12 Sedangkan padi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tumbuhan yang menghasilkan beras. Jadi zakat padi dapat diartikan sebagai mengeluarkan/memberikan sebagian dari padi yang diusahakan kepada 12 Wahbah al-Zuhayly, Al-Fiqh al Islami wa Adillatuhu, jilid II (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), h. 730.
  • 13. 13 kelompok tertentu yang berhak menerimanya. Menurut peneliti zakat padi adalah zakat wajib atas petani padi yang sudah mampu (mencapai nishab). 5. Menurut Yusuf Qardawi Yusuf Qardawi adalah nama seorang cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir. Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta Sungai Nil, Kairo, Mesir pada tanggal 9 September 1926. Selain sebagai seorang Mujtahid ia juga dipercaya sebagai seorang ketua majelis fatwa. Banyak dari fatwa yang telah dikeluarkan digunakan sebagai bahan Referensi atas permasalahan yang terjadi. Namun banyak pula yang mengkritik fatwa-fatwanya. Pada usia 10 tahun, ia sudah hafal Al Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.13 Menurut Yusuf Qardawi dapat diartikan sebagai pendapat ataupun fatwa yang dikeluarkan oleh Yusuf Qardawi yang dalam hal ini mengenai zakat. G. Kerangka Teori 13 Wikipedia, “Yusuf al-Qaradawi”, https://id.wikipedia.org/wiki/Yusuf_al-Qaradawi (28 Agustus 2016).
  • 14. 14 Kesadaran pelaksanaan zakat di kalangan umat Islam masih belum diikuti dengan tingkat pemahaman yang memadai tentang ibadah yang satu ini, khususnya jika diperbandingkan dengan ibadah wajib lainnya seperti sholat dan puasa. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat dan mekanisme pembayaran yang dituntunkan oleh syariah Islam menyebabkan pelaksanaan ibadah zakat menjadi sangat tergantung pada masing-masing individu. Hal tersebut pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat, yang seharusnya memegang peranan penting dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar pelaksanaan ibadah harta ini menjadi lebih efektif dan efisien. Al Qur’an menjelaskan bahwa zakat itu wajib dalam bentuk perintah yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas, seperti dalam surat At Taubah. ِ‫إ‬َ‫ف‬‫ا‬َ‫ذ‬َ‫خ‬َ‫ل‬َ‫س‬‫ٱن‬ُ‫ر‬ُ‫ه‬ۡ‫ش‬َ ۡ‫ٱۡل‬ُ‫م‬ُ‫ر‬ُ‫ح‬ۡ‫ٱل‬َ‫ف‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫ت‬ۡ‫ٱق‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫ك‬ ِ‫ر‬ۡ‫ش‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ۡ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ذ‬ُ‫خ‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫م‬‫دت‬َ‫ج‬َ‫و‬ ُ‫ث‬ۡ‫ي‬َ‫ح‬ َ‫و‬ۡ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ر‬ُ‫ص‬ ۡ‫ٱح‬َ‫و‬ْ‫ا‬‫ُو‬‫د‬ُ‫ع‬ۡ‫ٱق‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫أ‬َ‫و‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫ب‬‫َا‬‫ت‬ ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ٖٖۚ‫د‬َ‫ص‬ ۡ‫ر‬َ‫م‬ َّ‫ل‬ُ‫ك‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ْ‫ا‬ُ‫َو‬‫ت‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ٖۚۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ْ‫ا‬‫و‬‫َل‬‫خ‬َ‫ف‬َ َّ‫ٱّلل‬ٞ‫ور‬ُ‫ف‬َ‫غ‬ٞ‫يم‬ ِ‫ح‬َّ‫ر‬٥ Artinya : Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 5). ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫أ‬َ‫و‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫ب‬‫َا‬‫ت‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ْ‫ا‬ُ‫َو‬‫ت‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬‫ي‬ِ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ن‬ َٰ‫و‬ ۡ‫خ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ِ‫ِين‬‫ٱلد‬ُ‫ل‬ ِ‫َص‬‫ف‬ُ‫ن‬َ‫و‬ِ‫ت‬َٰ‫ي‬ٓ ۡ‫ٱۡل‬ٖ‫م‬ ۡ‫و‬َ‫ق‬ِ‫ل‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ۡ‫ع‬َ‫ي‬١١ Artinya : Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan
  • 15. 15 Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 11). ‫ا‬َ‫م‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫د‬ ِ‫ج‬َٰ‫س‬َ‫م‬ ُ‫ر‬ُ‫م‬ۡ‫ع‬َ‫ي‬ِ َّ‫ٱّلل‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ء‬ ۡ‫ن‬َ‫م‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫و‬ِ‫م‬ ۡ‫و‬َ‫ي‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ر‬ ِ‫خ‬ٓ ۡ‫ٱۡل‬َ‫ام‬َ‫ق‬َ‫أ‬َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬‫َى‬‫ت‬‫ا‬َ‫ء‬ َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬ َّ‫ل‬ِ‫إ‬ َ‫ش‬ ۡ‫خ‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬َ‫و‬َ َّ‫ٱّلل‬َ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬‫و‬ُ‫ك‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ك‬ِ‫ئ‬َٰٓ‫ل‬ ْ‫و‬ُ‫أ‬ ٰٓ‫ى‬َ‫س‬َ‫ع‬َ‫ف‬َ‫ن‬‫ِي‬‫د‬َ‫ت‬ ۡ‫ه‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬١١ Artinya : Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 18). ‫ا‬َ‫ه‬‫ي‬َ‫أ‬َٰٓ‫ي‬۞َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬َّ‫ل‬‫ٱ‬َ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬ ٗ‫ير‬ِ‫ث‬َ‫ك‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ‫ا‬ ٓ‫و‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ء‬ِ‫ار‬َ‫ب‬ ۡ‫ح‬َ ۡ‫ٱۡل‬َ‫و‬ِ‫ان‬َ‫ب‬ۡ‫ه‬‫ٱلر‬َ‫ل‬ َٰ‫و‬ ۡ‫م‬َ‫أ‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫ك‬ۡ‫أ‬َ‫ي‬َ‫ل‬ِ‫اس‬َّ‫ن‬‫ٱل‬ ِ‫ب‬ِ‫ل‬ ِ‫ط‬َٰ‫ب‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫ن‬‫و‬‫د‬ُ‫ص‬َ‫ي‬َ‫و‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬َّ‫ل‬‫ٱ‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ز‬ِ‫ن‬ۡ‫ك‬َ‫ي‬َ‫ب‬َ‫ه‬َّ‫ذ‬‫ٱل‬َ‫و‬َ‫ة‬َّ‫ض‬ِ‫ف‬ۡ‫ٱل‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ق‬ِ‫ف‬‫ُن‬‫ي‬ َ‫ل‬َ‫و‬ ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫ب‬َ‫ف‬‫م‬ُ‫ه‬ ۡ‫ِر‬‫ش‬ٖ‫يم‬ِ‫ل‬َ‫أ‬ ‫اب‬َ‫ذ‬َ‫ع‬ِ‫ب‬٤٣َ‫م‬ ۡ‫و‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬ ٰ‫ى‬َ‫و‬ۡ‫ك‬ُ‫ت‬َ‫ف‬ َ‫م‬َّ‫ن‬َ‫ه‬َ‫ج‬ ِ‫َار‬‫ن‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ا‬َ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ٰ‫ى‬َ‫م‬ ۡ‫ُح‬‫ي‬ َ ِ‫ۡل‬ ۡ‫م‬ُ‫ت‬ ۡ‫َز‬‫ن‬َ‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫ا‬َ‫ذ‬َٰ‫ه‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ور‬ُ‫ه‬ُ‫ظ‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ب‬‫و‬ُ‫ن‬ُ‫ج‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ه‬‫ا‬َ‫ب‬ ِ‫ج‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ز‬ِ‫ن‬ۡ‫َك‬‫ت‬ ۡ‫م‬ُ‫ت‬‫ن‬ُ‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ق‬‫و‬ُ‫ذ‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬٤٥ Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar- benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu" (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 34-35). ‫ا‬َ‫م‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬۞ُ‫ت‬َٰ‫ق‬َ‫د‬َّ‫ص‬‫ٱل‬َ‫و‬ ِ‫ء‬ٓ‫ا‬َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬ۡ‫ل‬ِ‫ل‬ِ‫ين‬ِ‫ك‬َٰ‫س‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫ل‬ِ‫م‬َٰ‫ع‬ۡ‫ٱل‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِ‫ة‬َ‫ف‬َّ‫ل‬َ‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ب‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫ق‬ ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ ِ‫ٱلر‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫م‬ ِ‫ر‬َٰ‫غ‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َ‫س‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫و‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫و‬ِ‫ن‬ۡ‫ب‬‫ٱ‬ِ‫ل‬‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫س‬‫ٱل‬َ‫ن‬ِ‫م‬ ٗ‫ة‬َ‫ض‬‫ي‬ ِ‫ر‬َ‫ف‬ِ َّ‫ٱّلل‬َ‫و‬ُ َّ‫ٱّلل‬ٞ‫يم‬ِ‫ك‬َ‫ح‬ ٌ‫م‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 60).
  • 16. 16 َ‫ن‬‫و‬ُ‫ق‬ِ‫ف‬َٰ‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬َ‫و‬ُ‫ت‬َٰ‫ق‬ِ‫ف‬َٰ‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫ر‬ُ‫م‬ۡ‫أ‬َ‫ي‬ ٖۚ ٖ‫ۡض‬‫ع‬َ‫ب‬ ۢ‫ن‬ِ‫م‬ ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ِ‫َر‬‫ك‬‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫ن‬ ۡ‫و‬َ‫ه‬ۡ‫ن‬َ‫ي‬َ‫و‬ِ‫وف‬ُ‫ۡر‬‫ع‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ن‬ ٖۚۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ي‬ِ‫د‬ۡ‫ي‬َ‫أ‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫ض‬ِ‫ب‬ۡ‫ق‬َ‫ي‬َ‫و‬َ َّ‫ٱّلل‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ٖۚۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ي‬ِ‫س‬َ‫ن‬َ‫ف‬َ‫ن‬‫ي‬ِ‫ق‬ِ‫ف‬َٰ‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ُ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ق‬ِ‫س‬َٰ‫ف‬ۡ‫ٱل‬٠٦ Artinya : Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma´ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 67). َ‫ن‬‫و‬ُ‫ن‬ِ‫م‬ ۡ‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬َ‫و‬َ‫و‬ُ‫ت‬َٰ‫ن‬ِ‫م‬ ۡ‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬‫و‬ُ‫ر‬ُ‫م‬ۡ‫أ‬َ‫ي‬ ٖۚ ٖ‫ۡض‬‫ع‬َ‫ب‬ ُ‫ء‬ٓ‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ل‬ ۡ‫و‬َ‫أ‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ِ‫وف‬ُ‫ۡر‬‫ع‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫ن‬ ۡ‫و‬َ‫ه‬ۡ‫ن‬َ‫ي‬َ‫و‬ ِ‫َر‬‫ك‬‫ن‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫م‬‫ي‬ِ‫ق‬ُ‫ي‬َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ت‬ ۡ‫ُؤ‬‫ي‬َ‫و‬َ‫ة‬ ٰ‫َو‬‫ك‬َّ‫ٱلز‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ع‬‫ي‬ِ‫ُط‬‫ي‬َ‫و‬َ َّ‫ٱّلل‬ُ‫ه‬َ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ر‬َ‫و‬ٖۚٓ‫ۥ‬َ‫ك‬ِ‫ئ‬َٰٓ‫ل‬ ْ‫و‬ُ‫أ‬ ُ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫م‬َ‫ح‬ ۡ‫ر‬َ‫ي‬َ‫س‬ُ َّ‫ٱّلل‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ َّ‫ٱّلل‬ٞ‫يم‬ِ‫ك‬َ‫ح‬ ٌ‫يز‬ ِ‫ز‬َ‫ع‬٦١ Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 71). ۡ‫ذ‬ُ‫خ‬ۡ‫م‬ُ‫ه‬َّ‫ل‬ ٞ‫َن‬‫ك‬َ‫س‬ َ‫ك‬َ‫ت‬ ٰ‫و‬َ‫ل‬َ‫ص‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ۡ‫م‬ِ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ِ‫ل‬َ‫ص‬ َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬ ‫م‬ِ‫ه‬‫ي‬ِ‫ك‬َ‫ز‬ُ‫ت‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ر‬ِ‫ه‬َ‫ط‬ُ‫ت‬ ٗ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ص‬ ۡ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬ َٰ‫و‬ ۡ‫م‬َ‫أ‬ ۡ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫و‬ُ َّ‫ٱّلل‬ٌ‫م‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫ع‬‫ي‬ِ‫م‬َ‫س‬١٦٤ Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Al Qur’an Surat At Taubah ayat 103). Khuz min amwalihim shadaqah.... (Pungutlah zakat dari kekayaan mereka....). Kata "min" berarti sebagian dari harta, bukan seluruh kekayaan. Kata "amwalihim" dalam bentuk jamak yang berarti : harta-harta kekayaan mereka, yaitu meliputi berbagai jenis kekayaan. Zakat yang dikeluarkan karena ketaatan pada Allah akan mensucikannya jiwa dari segala kotoran dan
  • 17. 17 dosa, dan terutama kotornya sifat kikir. Zakat yang mensucikan dari sifat kikir ditentukan oleh kemurahannya dan kegembiraan ketika mengeluarkan harta semata karena Allah. Zakat yang mensucikan jiwa juga berfungsi membebaskan jiwa manusia dari ketergantungan dan ketundukan terhadap harta benda dan dari kecelakaan menyembah harta. Sesungguhnya Islam membenci kefakiran dan menghendaki manusia meningkat dari memikirkan kebutuhan materi saja kepada sesuatu yang lebih besar dan lebih pantas akan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Pemindahan zakat dari satu daerah ke daerah lain, dalam keadaan penduduknya membutuhkan, adalah menodai hikmat zakat yang diwajibkan karenanya. Apabila pada asalnya yang disepakati para ulama, bahwa zakat itu harus dibagikan di daerah dimana zakat itu didapat, maka termasuk yang disepakati para ulama pula jika penduduk setempat tidak membutuhkan zakat, seluruh atau sebagiannya, karena tidak ada mustahiknya, atau jumlahnya sedikit, sementara harta zakat banyak, maka zakat itu boleh dipindah ke penduduk lain, dan kepada penguasa, supaya dipergunakan sesuai dengan kebutuhan atau kepada penduduk di daerah tetangganya.14 H. Sistematika Pembahasan Sistematika penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, penjelasan istilah, kerangka teori dan sistematika penulisan. 14 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 802.
  • 18. 18 Bab kedua merupakan pandangan Yusuf Qardawi tentang pengalihan tempat pembayaran zakat padi yang didalamnya terdapat biografi Yusuf Qardawi, karya-karya Yusuf Qardawi dan pemikiran Yusuf Qardawi tentang pengalihan tempat pembayaran zakat. Bab ketiga merupakan metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data. Bab keempat merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang memuat gambaran umum Desa Gedung Biara Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang serta jawaban dari tujuan penelitian, yaitu status hukum pengalihan tempat pembayaran zakat padi di desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang ditinjau menurut Yusuf Qardawi dan metode istinbat hukum Yusuf Qardawi terkait tentang pengalihan tempat pembayaran zakat. Bab kelima merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran- saran.
  • 19. 19 BAB II PANDANGAN YUSUF QARDAWI TENTANG PENGALIHAN TEMPAT PEMBAYARAN ZAKAT PADI A. Biografi Yusuf Qardawi Yusuf Qardawi lahir di desa shafat Turab Mesir bagian barat pada tanggal 9 september 1926 di desa Sharf At-Turab terletak antara kota Thanta dan kota Al-Mahallah Al-Kubra, yang merupakan kota kabupaten (markaz) paling terkenal di provinsi Al-Gharbiyyah. Berjarak sekitar 21 kilo meter dari Thantha dan 9 kilo meter dari Al-Mahallah.15 Yusuf Qardawi berasal dari keluarga yang taat beragama, ketika ia berusia dua tahun, ayahnya meninggal 15 Yusuf Al-Qardhawi, Perjalanan Hidupku I, alih bahasa oleh Cecep Taufikurrahman (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), h. 103.
  • 20. 20 dunia, sebagai anak yatim ia hidup dalam asuhan pamannya yang memperlakukannya seperti anaknya sendiri, mendidik dan membekalinya dengan berbagai ilmu pengetahuan agama dan syariat Islam. Dengan perhatian yang cukup baik dalam lingkungan yang kuat beragama, Yusuf Qardawi mulai serius menghafal Al-Qur’an sejak usia lima tahun dengan belajar kepada Syaikh Hamid, bersamaan dengan itu ia juga disekolahkan disekolah dasar yang bernaung dibawah lingkungan Departemen Pendidikan dan Pengajaran Mesir yang terletak didesa beliau yang merupakan cabang dari pusat provinsi Al- Gharbiyyah untuk mempelajari ilmu umum seperti berhitung, sejarah, kesehatan dan ilmu-ilmu lainnya.16 Berdasarkan ketekunan dan kecerdasan Yusuf Qardawi akhirnya ia berasal menghafal Al-Qur’an 30 juz. Pada usia 10 tahun, tidak hanya itu kepasihan dan kebenaran tajwid serta kemerduan qira’atnya menyebabkan ia sering di suruh menjadi imam Mesjid. Prestasi akademik Yusuf Qardawi pun sangat menonjol sehingga ia meriah lulusan terbaik dari fakultas Ushuluddin, kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Jurusan khusus Bahasa Arab di Al-Azhar Cairo Mesir, pada tahun 1952/1953. Kemudian ia melanjutkan pendidikan khusus bahasa arab di Al-Azhar selama dua tahun. Disini ia pun menempati rangking pertama dari 500 mahasiswa lainnya dalam memperoleh ijazah internasional dan sertifikat pengajaran.17 Pada tahun 1957, Yusuf Qardawi melanjutkan studinya dilembaga riset dan penelitian masalah-masalah Arab selama 3 tahun. Akhirnya ia 16 Yusuf Qardhawi, Pasang Surut Gerakkan Islam, Alih bahasa Faruq Ubah (Jakarta: Media Dakwah, 1987), h. 153. 17 Yusuf Al-Qardhawi, Perjalanan Hidupku I …, h. 22. 20
  • 21. 21 menyandang diploma dibidang sastra dan bahasa. Tanpa menyia-nyiakan waktu, ia mendaftar pada tingkat pasca sarjana difakultas ushuluddin jurusan tafsir hadist di Universitas Cairo Mesir. Lalu ia meminta pendapat pada Dr. Muhammad Yusuf Musa untuk menentukan mana yang baik untuknya.18 Setelah tahun pertama dilaluinya jurusan tafsir hadis tidak seorang pun yang berhasil dalam ujian, kecuali Yusuf Qardawi. Selanjutnya ia mengajukan tesis dengan judul Fiqih al-Zakah, yang seharusnya selesai dalam dua tahun, akan tetapi karena masa-masa kritis menimpa Mesir pada saat itu, barulah pada tahun 1973 ia mengajukan disertasinya dan berhasil meraih gelar Doktor. Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena ia sempat meninggalkan mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa pada saat itu ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan disana sempat mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya. Seiring dengan perkembangan akademis Yusuf Qardawi perhatiannya terhadap kondisi umat Islam juga meningkat pesat. Berdirinya Negara Israel, cukup memperhatikannya. Ditambah kondisi Mesir pada saat itu yang semakin memburuk. Dalam kondisi tersebut, Yusuf Qardawi sering mendengar pidato Imam Hasan al-Bana yang memukau dirinya dari sisi penyampainya, kekuatan hujjah, keluasan cakrawala serta semangat yang membara, kian lama perasaan yang menumpuk itu menjadi kristal semangat menggejolak dengan pertemuan rutin yang amat mengesankan, tidak heran 18 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: Ictar Baru Van Hoeve, 1996), h. 1448.
  • 22. 22 bila beliau pernah berkomentar antara lain: “Tokoh ulama yang paling banyak mempengaruhi saya adalah Hasan al-Bana, pemimpin gerakkan Ikhwanul Muslimin yang sering saya ikuti ceramahnya. Perkenalan Yusuf Qardawi dengan Hasan al-Bana lebih jauh membawanya aktif dalam jama’ah Ikhwanul Muslimin. Berbagai aktifitas diikutinya antara lain pengkajian Tafsir dan Hadis serta ilmu-ilmu lainnya, tarbiyah, dan ibadah ruhiyyah, olahraga, kepanduan, ekonomi, yayasan sosial penyantun anak yatim, pengajaran tulis baca kepada masyarakat miskin dan kegiatan jihad melawan Israel. Aktifis Ikhwanul Muslimin terlibat dalam perang melawan Israel pada tahun 1948, beliau termasuk salah seorang diantaranya. Dan ketika banyak aktifis Ikhwanul Muslim ditangkap tanpa jelas Yusuf Qardawi termasuk pula didalamnya. Namun itu semua tidak memudarkan semangat dan gairah Yusuf Qardawi untuk berbuat sesuatu untuk umat yang tengah terbelenggu pemikiran jahiliyah. Setelah keluar dari penjara beliau terus bekerja dan melanjutkan studinya yang terbengkalai karena situasi Mesir yang kritis. Yusuf Qardawi juga banyak tertarik pada tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin yang lain, karena fatwa dan pemikiran yang kokoh dan mantap, diantara tokoh tersebut adalah Bakhil Al-Khauli, Muhammad Al-Ghazali dan Muhammad Abdullah Darras, selain itu juga beliau kagum dan hormat kepada Imam Mahmud sekaligus dosen yang mengajar di Fakultas Ushuluddin dalam bidang Filsafat, meskipun Yusuf Qardawi kagum dan hormat pada tokoh diatas, namun tidak sampai melenyapkan sikap kritisnya, beliau pernah
  • 23. 23 berkata: “Karunia Allah SWT pada saya, bahwa kecintaan saya terhadap seorang tokoh tidak menjadikan saya taqlid kepadanya, karena saya bukan lembaran kopiah dari orang-orang terdahulu, tetapi saya mengikuti ide dan perilakunya, hanya saja hal itu merupakan penghalang antara saya dan pengambilan manfaat tersebut”.19 Yusuf Qardawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak bisa membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya. Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir di Inggris. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di universitas Texas Amerika. Anak laki-lakinya yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elekro di Amerika. Yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu menyelesaikan kuliahnya pada Fakultas Teknik Jurusan Listrik. Yusuf Qardawi adalah seorang ulama yang tidak menganut mazhab tertentu. Dalam bukunya al-Halal wa Haram fi Islam ia mengatakan saya tidak rela rasioku mengikuti satu mazhab dalam seluruh persoalan. Ia sependapat dengan ungkapan Ibnu Juz’I tentang dasar mukallid yaitu tidak dapat dipercaya tentang apa yang diikutinya itu dan taklid itu sendiri sudah menghilangkan rasio, sebab rasio itu diciptakan untuk berfikir dan 19 Yusuf Al-Qardhawi, Halal wa Haram fil Islam, alih bahasa oleh Mu’ammal Hamidi, Cet-Ke-1 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996), h. 45.
  • 24. 24 menganalisa, bukan untuk bertaklid semata-mata, aneh sekali bila seorang diberi lilin tetapi ia berjalan dalam kegelapan. Dalam masalah ijtihad Yusuf Qardawi merupakan seorang ulama yang menyuarakan bahwa menjadi seorang Ulama mujtahid yang berwawasan luas dan berfikir objektif, ulama harus lebih banyak membaca dan menelaah buku-buku agama yang ditulis oleh non Muslim, menurutnya seorang ulama yang bergelut dalam pemikiran hukum Islam tidak cukup hanya menguasai buku tentang keislaman karya ulama tempo dulu. Yusuf Qardawi sebagai ilmuan yang memiliki banyak kreatifitas dan aktifitas, ia juga berperan aktif dilembaga pendidikan, jabatan struktural yang sudah lama dipegangnya adalah jurusan Studi Islam pada Fakultas Syariah Universitas Qatar, seelah itu kemudian menjadi Dekan Fakultas Syariah Universitas Qatar, sebelumnya ia adalah Direktur Lembaga Agama Tingkat Sekolah Lanjut Atas Qatar. Sebagai seorang warga Qatar dan Ulama yang ahli dalam bidang hukum Islam. Yusuf Qardawi sangat berjasa dalam usaha mencerdaskan bangsanya melalui aktifitasnya dalam pendidikan baik formal maupun non-formal, dalam bidang dakwah ia juga aktif menyampaikan pesan- pesan keagamaan melalui progam khusus di radio dan televisi Qatar, antara lain melalui acara mingguan di isi dengan tanya jawab tentang keagamaan. Melalui bantuan Universitas, lembaga-lembaga keagamaan dan yayasan Islam di dunia Arab. Yusuf Qardawi sanggup melakukan kunjungan ke berbagai agama Islam dan non-Islam untuk misi keagamaan, dalam tugas yang sama pada
  • 25. 25 tahun 1989 ia sudah pernah ke Indonesia dalam berbagai kunjungannya ke negara-negara lain, ia aktif mengikuti berbagai kegiatan ilmiah, seperti seminar, Muktamar dan seminar tentang Islam serta hukum Islam, misalnya seminar hukum Islam di Lybia, Muktamar I Tarikh Islam di Beirut, Muktamar Internasional I mengenai Ekonomi Islam di Mekah dan Muktamar Hukum Islam di Riyadh. Yusuf Qardawi pernah bekerja sebagai penceramah dan pengajar di berbagai masjid. Kemudian menjadi pengawas pada akademi para Imam, lembaga yang berada di bawah kementrian wakaf di Mesir.20 Setelah itu ia pindah ke jurusan bagian Administrasi Umum untuk masalah budaya-budaya Islam di Al-Azhar. Ditempat ini ia bertugas untuk mengawasi hasil cetakan dan seluruh pekerjaan yang menyangkut teknis pada bidang dakwah. Pada tahun 1961 ia ditugaskan sebagai tenaga bantuan untuk menjadi kepala sekolah sebuah Sekolah Menengah di Qatar. Dengan semangat ia telah melakukan pengembangan dan peningkatan yang sangat signifikan di tempat itu serta meletakkan pondasi yang sangat kokoh dalam bidang pendidikan karena berhasil menggabungkan antara khazanah lama dan modern pada saat yang sama. Pada tahun 1973 di dirikan Fakultas Tarbiyah untuk mahasiswa dan mahasiswi, yang merupakan cikal bakal Universitas Qatar. Syekh Yusuf Al- Qardhawi di tugaskan ditempat itu untuk mendirikan jurusan Studi Islam sekaligus menjadi ketuanya. Pada tahun 1977 ia ditugaskan untuk memimpin 20 Talimah, Manhaj Fiqh Yusuf Al-Qardhawi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), h. 67.
  • 26. 26 pendirian dan sekaligus menjadi Dekan pertama Fakultas syariah dan Studi Islam di Universitas Qatar. Dia menjadi dekan di fakultas itu hingga akhir tahun ajaran 1989-1990. Yusuf Qardawi menjadi dewan pendiri pada pusat riset sunnah dan sirah Nabi di Universitas Qatar. Pada tahun 1990/1991 dia ditugaskan oleh pemerintah Qatar untuk menjadi dosen tamu di Al-Jazair. Di negeri ini dia bertugas untuk menjadi ketua majelis ilmiah pada semua Universitas dan Akademik negeri itu. Setelah itu dia kembali mengerjakan tugas rutinnya di pusat riset sunnah dan sirah Nabi. Pada tahun 1411 H, dia mendapat penghargaan dari IDB (Islamic Development Bank) atas jasa-jasanya di bidang perbankkan. Sedangkan pada tahun 1431 H beliau bersama-sama dengan Sayyid Sabiq mendapat penghargaan dari King Faisal Award karena jasa-jasanya dalam bidang Keislaman. Ditahun 1996 dia mendapat penghargaan dari Universitas Islam antar Bangsa Malaysia atas jasa-jasanya dalam ilmu pengetahuan. Pada tahun 1997 beliau mendapat penghargaan dari Sultan Brunai Darussalam atas jasa- jasanya dalam bidang fiqh. B. Karya-Karya Yusuf Qardawi Yusuf Qardawi termasuk pengarang yang produktif. Sebagai seorang ulama dan cendikiawan besar, beliau mempunyai kemampuan ilmiah yang sangat mengagumkan. Telah banyak karya ilmiah yang dihasilkannya baik berupa buku, artikel maupun hasil penelitian yang tersebar luas di dunia Islam. Tidak sedikit pula yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa
  • 27. 27 termasuk bahasa Indonesia, diantara karya-karya yang diterjemahan kedalam bahasa Indonesia yaitu: 1. Fiqhuz Zakat, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul “Hukum Zakat”. Dalam buku ini diterangkan mengenai zakat itu dalam sudut pandang hukum Islam. Beliau juga mengungkapkan zakat sebagai sarana pendapatan umat Islam yang paling besar disamping suatu kewajiban agama. Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa buku ini merupakan karya yang begitu lengkap dan sangat luas, membahas hukum zakat dan segala seluk beluknya. Mulai dari zakat pribadi karyawan, profesi, serta zakat lembaga dan perusahaan. Sehingga dapat dikatakan dari zakat pedagang kaki lima sampai kepada zakat bermodal raksasa dirinci cukup jelas dan diperkuat dengan dalil-dalil. 2. Al-Khashoo’iish Al-Islam, dialih bahasakan dengan judul “Karakteristik Islam (Kajian Analitik)”. Buku ini membahas bahwa Islam merupakan ajaran yang diturunkan untuk Rahmatan Lil’alamin. 3. Fii Fiqhil-Awliyyaat Diraasah Jadidah Fii Dhau’il Qur’ani Was-Sunnah, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dalam judul “Fiqh Prioritas (Urusan amal tertentu). Buku ini membahas tentang persoalan hukum Islam yang diprioritaskan atau di utamakan dari lainnya dengan argumentasi beliau yang kokoh dan kuat. 4. Al-Fatwa Bainal Indhibath Wat Tassayayub, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul “Konsep dan Praktek Fatwa Kontemporer (Antara Prinsip dan Penyimpangan)”.
  • 28. 28 5. Ghairul Muslim Fil Mujtama’ Al-Islam, dialih bahasankan dengan judul “Minoritas Non-Muslim dalam Masyarakat Islam”. Dalam buku ini membahas tentang hak-hak Non-Muslim disebuah komunitas masyarakat muslim”. 6. Al-Ijtihad Fi Syari’ah Al-Islamiyah (Ijtihad dalam Islam). Dalam buku ini beliau menganjurkan bahwa ijtihad merupakan jalan yang akan membimbing manusia ke jalan yang lurus asal di lakukan dengan ijtihad yang benar dan tepat. 7. Al-Halal wal Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam). Dalam buku ini Yusuf Qardawi memadukan antara ilmu kedokteran, bioteknologi dan permasalahan manusia modern lainnya dengan kaidah Islam dalam takaran yang akurat dan tepat. 8. Min Fiqh Al-Daulah fi Al-Islam, Darul Qiyam Wal Akhlaq Fil Iqtishadil Islami, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan Judul “Norma dan Etika Ekonomi Islam”. Di dalam buku ini Yusuf Qardawi mengulas secara jelas berdasarkan Nash-Nash tentang ekonomi Islam. 9. Syariat Islam tentang Zaman, dalam buku ini beliau menelusuri liku-liku perkembangan syariat Islam dihamparkan bumi Allah SWT sepanjang zaman. Sehingga disini menimbulkan suatu pertanyaan, mampukah hukum Islam mendapati zaman modern. Jawabannya dapat di cari melaui metode ilmiah Islamiyah yang merujuk kepada al-Qur’an dan al-Sunnah serta hasil ijtihad peninggalan mujtahid terdahulu. Berijtihad ini bukan berarti
  • 29. 29 merubah nash tetapi bagaimana mampu mengekspresikan perkembangan masyarakat dengan fiqih yang diproduk oleh ulama tersebut. 10. At-Tarbiyyatulislamiyah Wa Madrasatu Hasan Al-Banna. Didalam buku ini beliau mengupas permasalahan tentang ketinggian dan keutamaan metode pengajaran Imam Hasan Al-Bana untuk membangkitkan umat Islam dari tidur yang panjang. 11. Dar Al-Qiyaam Wa Al-Akhlaq Fi Al-Iqtishod Al-Islam, yang dalam bahasa indonesianya Norma dan Etika Dalam Ekonomi Islam. Didalam buku ini ia mengulas secara jelas berdasarkan Nash-Nash tentang sistem ekonomi Islam yang berprinsip keadilan dari segala aspek. 12. Al-Imam al-Ghazali baina Madhihihi (pro kontra pemikiran al-Ghazali). Dalam buku ini Yusuf Qardawi menguraikan bahwa kajian-kajian tentang khazanah intelektual Islam, tidak pernah meninggalkan konstribusi Ghazali dalam pemikiran Islam, berikut pengaruhnya luar biasa terhadap praktek keagamaan di dunia Islam. 13. Min al-Azli al-Syahwatin al-Rashidah al-Tujaddiduddin wa al-Tanhaddhu bi al-Dunya (Membangun Masyarakat Baru). Dalam buku ini Yusuf Qardawi memaparkan sejumlah pembaharuan pemikiran kearah “Membangun Masyarakat Baru” yang dilandasi al-Qur’an dan as-Sunnah, karena tidak dapat di pungkiri bahwa kehidupan manusia atau masyarakat dimuka bumi ini selalu berubah dan berkembang dari suatu kondisi yang lain. Pada sisi perkembangan tersebut meluas dan pada sisi lain menyempit. Hingga apabila dicermati perkembangan kehidupan
  • 30. 30 masyarakat dunia saat ini, maka akan terlihat bahwa telah berlangsung suatu pertarungan yang sangat antar nilai, mental dan jiwa dengan arus kehidupan kotradiktif. 14. Hummum al-Muslim al-Mu’ashir (Keprihatinan Muslim Modern). Dalam buku ini Yusuf Qardawi memberikan jawaban atas persoalan-persoalan kontemporer yang sedang dihadapi umat Islam secara arif dan bijaksana. Dalam buku ini beliau memberikan analisa universal Islam dalam hal-hal yang mendasar, misalnya dalam memberikan konsep kenegaraan, UU kepertanian, format dan sistem pemerintahan Islam, westernasi, misionarisme, komunisme, kolonialisme, dan sebagainya. 15. Fiqhu au-Lauwiyat. Dalam buku ini Yusuf Qardawi menekankan pentingnya harakah dalam meninjau kembali dan menyesuaikan seluruh gerakkan dengan as-Sunnah. C. Pemikiran Yusuf Qardawi Tentang Pengalihan Tempat Pembayaran Zakat Dalam menginfakkan hasil zakat, Islam mempunyai aturan yang bijaksana dan adil. Sejalan dan sesuai dengan peningkatan dan pengembangan aturan-aturan administrasi, politik dan harta, yang telah menyebabkan sebagian manusia berpendapat bahwa setiap aturan dan undang-undang yang ada sekarang adalah baru dan modern. Manusia mengetahui di zaman jahiliah dan di zaman kegelapan baik di benua eropa maupun benua lain, bagaimana pajak dan cukai diambil dari para petani, pegawai, pekerja, pedagang dan yang lain, yang telah mencari rizki dengan bekerja keras, mengeluarkan keringat,
  • 31. 31 kurang tidur di waktu malam dan lelah di siang hari. Kemudian harta yang penuh dengan keringat, darah, dan air mata ini, diserahkan kepada inspektur raja maupun petugas, di ibukotanya yang bergemerlapan. Kemudian harta itu dikeluarkan untuk memperkuat singgasananya, mengangkat kehebatan dan memperkuat orang di sekitarnya, seperti penjaga, pembela dan pengikutnya. Kalau harta itu ada sisanya, maka dipergunakan untuk memperluas ibukota dan mempercantiknya serta untuk kesenangan penduduknya. Apabila masih bersisa juga, maka dipergunakan untuk kota yang terdekat yang cenderung padanya. Dalam pada itu, semuanya lupa terhadap kampung yang penduduknya bekerja dan menjadi pengikut, terhadap daerah-daerah pekerja yang jauh. Padahal dari sanalah ditarìknya cukai-cukai ini dan diambilnya harta-harta tersebut. Maka ketika Islam datang dan memerintahkan kaum Muslimin untuk mengeluarkan zakat, memerintahkan pula para penguasa untuk mengambil sistem yang dianutnya bahwa: “Zakat itu harus dibagikan ke daerah di mana zakat itu diambil.” Hal ini disepakati atas hewan ternak, tanam-tanaman dan buah-buahan. Zakat dibagikan di tempat didapatkannya.21 Para ulama telah sepakat pula bahwa zakat fitrah itu dibagikan di tempat orang yang wajib mengeluarkan zakat fitrah itu berada. Para ulama berbeda pendapat dalam hal mata uang, apakah ia dibagikan di tempat harta itu berada atau di tempat beradanya pemilik ? 21 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 798.
  • 32. 32 Pendapat yang paling masyhur yang diikuti kebanyakan ulama adalah, bahwa zakat itu mengikuti harta, bukan mengikuti pemilik. Adapun dalil atas kebijaksanaan ini adalah sunah Rasul dan Khalifaur-Rasyidin. Ketìka Rasul SAW menugaskan petugas dan pengurus zakat pergi ke negara-negara dan daerah-daerah untuk mengumpulkan zakat, maka ia memerintahkan mereka untuk mengambil zakat dari orang kaya suatu negara, untuk kemudian diberikan kepada mereka yang fakir. Telah berlalu kepada kita hadis Mu’az yang telah disepakati kesahihannya, bahwa Nabi SAW telah mengutusnya ke Yaman dan memerintahkannya untuk mengambil zakat dari orang kaya Yaman untuk diberikan kepada orang fakirnya. Demikian pula Mu’az melaksanakan wasiat Nabi itu. Ia membagikan zakat penduduk Yaman pada mustahiknya dari kalangan mereka, bahkan ia membagikan zakat tiap daerah pada orang daerah tersebut yang membutuhkannya saja. Ia menulis sebuah surat kepada mereka: “Barang siapa yang pindah dari daerah keluarganya, di mana terdapat tanah dan hartanya, maka sedekahnya dan sepersepuluhnya adalah di daerah keluarganya. Apabila pada asalnya yang disepakati para ulama, bahwa zakat itu harus dibagikan di daerah di mana zakat itu didapat, maka termasuk yang disepakati para ulama pula jika penduduk setempat tidak membutuhkan zakat, seluruh atau sebagiannya, karena tidak ada mustahiknya, atau jumlahnya sedikit, sementara harta zakat banyak, maka zakat itu boleh dipindah ke penduduk lain, dan kepada penguasa, supaya dipergunakan sesuai dengan
  • 33. 33 kebutuhan atau kepada penduduk di daerah tetangganya.22 dengan kata lain bahwa zakat boleh dipindahkan ke tempat lain, apabila di tempat semula tidak ada mustahiknya. Para ulama berbeda pendapat tentang memindahkan zakat, di mana penduduk setempat masih membutuhkan. Sebagian mazhab telah memperketatnya, maka tidak dibenarkan memindahkan ke daerah lain, atau ke tempat yang jaraknya bisa dilakukan salat qasar, walaupun hal itu dibutuhkan. Ulama Syafi’i berpendapat, bahwa tidak diperbolehkan memindahkan zakat dari satu daerah ke daerah lain, akan tetapi wajib dipergunakan di daerah harta itu didapat, kecuali apabila di daerah tersebut sudah tidak ada lagi mustahiknya. Demikian pula menurut mazhab Hanbali. Apabila ia memindahkan dalam keadaan di daerahnya terdapat orang yang membutuhkan, maka hal itu berdosa, akan tetapi memenuhi syarat, karena ia telah menyerahkan haknya pada mustahiknya, sehingga bebaslah tanggungjawabnya, seperti keadaan apabila ia mempunyai utang. Sebagiannya lagi berpendapat, bahwa hal itu tidak memenuhi syarat, karena bertentangan dengan nash.23 Ulama Hanafi berpendapat, bahwa makruh hukumnya memindahkan zakat, kecuali bila dipindahkan pada kerabat yang membutuhkan, karena hal itu berarti menghubungkan tali persaudaraan, atau kepada orang atau kelompok tertentu yang lebih membutuhkan daripada penduduk setempat. Atau dengan memindahkan itu akan lebih maslahat bagi kaum Muslimin. Atau 22 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 802. 23 Kitab Sabilal Mukhtadin, jilid 2, hal. 122.
  • 34. 34 dipindahkan dari daerah musuh ke daerah Islam, karena golongan fakir kaum Muslimin yang tinggal di daerah Islam, lebih utama dan lebih tepat untuk ditolong, daripada golongan fakir di daerah musuh, atau kepada alim ulama atau kepada pencari ilmu karena dengan hal itu berarti menolongnya untuk menuntutnya, atau memindahkannya itu kepada orang yang lebih saleh, atau lebih maslahat dan lebih bermanfaat bagi kaum Muslimin. Atau zakat itu dipercepat pengeluarannya sebelum sempurna satu tahun. Dalam keadaan itu semua, maka rnemindahkan zakat itu tidak dimakruhkan.24 Menurut ulama Maliki, wajib membagikan zakat di tempat di mana zakat didapat atau di daerah yang berdekatan dengan daerah itu, yang jaraknya kurang dari jarak qashar salat, karena daerah itu sama dengan daerah wajib zakat. Apabila di daerah zakat atau di daerah tetangga tidak terdapat mustahik, maka zakat harus dipindahkan semuanya ke tempat yang ada mustahiknya, walaupun jaraknya melebih jarak qashar. Apabila di tempat wajib zakat atau di daerah sekitar terdapat mustahiknya, maka membagikannya, tertentu di daerah wajib zakat atau di daerah sekitar itu. Tidak dibenarkan memindahkan dari daerah sejarak qashar, kecuali bila mereka lebih fakir dan lebih membutuhkan. Apabila demikian, maka memindahkan sebagian besar zakat kepada mereka, adalah lebih baik. Dan bila dipindahkan semua atau dibagikan semua di daerah wajib, maka hal itu memenuhi syarat. Adapun memindahkan kepada orang yang tidak lebih fakir dan tidak lebih membutuhkan, maka keadaannya ada dua macam. 24 Abu Bakar Alauddin bin Mas’ud bin Ahmad al Kasani, Bada’ as Shana’i fi Tartib as Syara’i, jilid 2 (Dar Kutub Ilmiah, 1986), h. 75.
  • 35. 35 Pertama, dipindahkan buat orang yang sama kebutuhannya dengan penduduk setempat. Maka hal ini tidak diperbolehkan, akan tetapi zakat itu memenuhi syarat, artinya ia tidak wajib mengeluarkannya kembali. Kedua, dipindahkan kepada orang yang lebih sedikit kebutuhannya. Dalam hal ini ada dua pendapat: (a) keterangan yang ditetapkan Imam Khalid dalam mukhtasharnya bahwa hal itu tidak memenuhi syarat; (b) keterangan yang ditetapkan Ibnu Rusyd dan al-Kafi, bahwa hal itu memenuhi syarat, karena ia tidak keluar dari sasarannya. Setelah mengemukakan hadis-hadis, atsar dan beberapa pendapat ulama, bahwa yang asal pada zakat itu ialah, bahwa ia harus dibagikan di tempat dikumpulkan, untuk memelihara kehormatan tetangga, menyusun aturan untuk membasmi dan memberantas kefakiran, mendidik tiap daerah agar mencukupi dirinya sendiri serta menanggulangi problematika yang dihadapinya. Dan karena orang-orang fakir daerah itu, fikiran dan hatinya telah terkait pada harta ini, sehingga hak mereka harus didahulukan daripada hak yang lain. Akan tetapi bersamaan dengan ini semua, aku tidak melihat halangan untuk keluar dari yang asal ini, apabila penguasa yang adil melihat, setelah bermusyawarah dengan para ahlinya, bahwa hal itu akan mengakibatkan kemaslahatan bagi kaum Muslimin dan lebih baik bagi Islam.25 Dalam masalah ini saya heran terhadap Imam Malik yang menyatakan bahwa tidak boleh memindahkan zakat, kecuali ke daerah yang benar-benar 25 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 805.
  • 36. 36 membutuhkan. Maka dalam hal ini penguasa boleh memindahkan, berdasarkan fikiran dan ijtihadnya. Demikianlah saling tanggung-menanggung antara daerah-daerah Islam pada saat mendapatkan kesulitan, sebagiannya menyempurnakan sehagian yang lain. Hal itu diperkuat pula oleh keterangan sebagai berikut: Pertama, bahwa negara dan tempat mana pun juga yang termasuk dalam pemerintahan Islam yang luas, bukan merupakan bagian yang berdiri sendiri, bukan pula suatu wilayah yang terpisah dari wilayah-wilayah lainnya, akan tetapi berhubungan dengan pemerintah pusat dan dengan kaum Muslimin lainnya, perhubungan antara suatu bagian dengan keseluruhan, antara pribadi dengan keluarga dan antara anggota tubuh dengan tubuhnya. Inilah kesatuan, perhubungan dan pertanggungan yang diperintahkan Islam. Tidak dibenarkan dalam Islam, suatu daerah dan keadaannya dipisahkan dari daerah lainnya dan dari ibukota pemerintahan Islam, sehingga apabila turun suatu malapetaka, seperti kelaparan, kebakaran atau wabah penyakit di suatu daerah, maka penduduknya lebih membutuhkan pertolongan. Meluluskan kebutuhan mereka adalah lebih wajib daripada meluluskan kebutuhan orang yang membutuhkan di daerah zakat. Kedua, bahwa terdapat pula sasaran-sasaran tertentu seperti sasaran untuk membujuk hati terhadap Islam dan ketundukan pada pemerintahannya. Dan seperti (sabilillah), kita telah memilihnya, bahwa ia meliputi jihad dan yang sejenis dengannya, dari segala perbuatan yang akan kembali kepada Islam dengan pertolongan dan ketinggian kalimatnya. Yang seperti hal itu,
  • 37. 37 jelas pada umumnya merupakan urusan si penguasa, atau menurut istilah kita sekarang: merupakan urusan pemerintahan pusat. Sehingga jika kita mengkhususkan makna (sabilillah) pada (jihad), maka di zaman kita sekarang ini hal itu bukan urusan pribadi dan bukan pula urusan pemerintah daerah, melainkan (urusan pemerintah pusat). Karenanya, maka adalah wajib bagi pemerintah pusat, mempunyai kas, untuk membiayai semua urusan yang diperlukan bagi kemaslahatan Islam dan kemanfaatan kaum Muslim. Apabila la memiliki kas yang tidak diperlukan dari zakat, maka hal itu adalah baik sekali, akan tetapi bila tidak, maka si penguasa boleh meminta zakat dari tiap- tiap daerah untuk menutup lubang (kebutuhan-kebutuhan) tersebut. Dengan landasan ini pula, Imam Qurthubi mengemukakan pendapat sebagian ulama dalam masalah ini bahwa, bagian fakir dan miskin, dibagikan di tempat harta, adapun bagian-bagian lainnya boleh dipindahkan berdasarkan ijtihad si penguasa. Ini adalah termasuk masalah-masalah ijtihadiah, yang wajib dipegang berdasakan ijtihad orang/lembaga musyawarah, sebagaimana dilakukan oleh Khulafaur-Rasyidin. Atas dasar ini, maka masalah ini tak usah tunduk pada batasan yang tetap, dan jangan dianggap dengan mengambilnya sebagai suatu hal yang mesti berlaku setiap saat. Hal ini semua bagi kita merupakan penjelasan terhadap riwayat yang datang dari Umar bin Abdul Aziz, bahwa ia telah menulis surat kepada petugasnya: “Berikanlah sebagian sedekah sesuai dengan tempatnya, dan kirimkan kepadaku sebagiannya lagi.” Kemudian pada
  • 38. 38 talun berikutnya ia menulis surat lagi: “Berikanlah zakat itu semuanya, sesuai dengan tempatnya.” Dan kita telah mengemukakan pula bahva Umar bin Abdul Aziz telah mengembalikan zakat yang dibawa dari Ray ke Kufah. Tidaklah dalam masalah ini, berdasarkan fikiran saya, ada perbedaan dan pertentangan, karena hal itu dilakukan berdasarkan kemaslahatan dan kebutuhan. Atas dasar ini Ibnu Taimiah berkata: “Melarang secara mutlak memindahkan zakat pada jarak qasar salat, adalah tidak berdasarkan dalil syar’i. Dan boleh memindahkan zakat dan yang seumpama dengan itu untuk kemaslahatan syar’iah. Ketiga, yang masyhur, sehingga menjadi suatu keyakinan, bahwa Nabi SAW mendatangkan sedekah dari desa ke kota, kemudian dibagikannya pada orang-orang fakir dan golongan Muhajirin dan Anshar. Telah mengeluarkan Imam Nasa’i dan hadis Abdillah bin Huai asSaqafi, bahwa la berkata: “Seseorang telah datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Melelahkan kepadaku, karena aku membunuh binatang sebesar anak kambing atau seekor domba dan domba sedekah.” Rasulullah bersabda: “Andaikan binatang itu tidak diberikan kepada golongan fakir Muhajirin, tentu aku tidak akan mengambilnya.” Dan yang seperti hal itu, adalah sebuah hadis Nabi SAW, ketika beliau bersabda kepada Qabishah bin al-Mukharik tentang tanggungan seseorang untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa: “Tunggulah, sampai datang kepada kami sedekah, maka kami memberikan pertolongan kepadamu tentang tanggungan itu akan kami pikul tanggungan itu dan kamu. Nabi berpendapat untuk memberinya dari sedekah penduduk Hijaz,
  • 39. 39 dan Qahishah adalah penduduk Najed. Ia melihat pertanggungan beban itu bisa dipindahkan dari penduduk Najed kepada penduduk Hijaz.’ Demikian pula hadis ‘Addi bin Hatim, ketika ia membawa sedekah kaumnya, setelah wafatnya Nabi SAW, kepada Abu Bakar pada musim paceklik. Dan yang seumpama dengan itu, hadis Umar, pada waktu ia berkata kepada Ibnu Abu Zubab yang diutusnya pada musim paceklik: “Ambillah dari mereka, sedekah selama dua tahun, bagikan kepada mereka salah satunya dan datangkan kepadaku, yang lainnya. Demikian pula hadis Mu’az, ketika ia berkata kepada penduduk Yaman; datangkanlah oleh kamu sekalian kepadaku baju atau pakaian, yang kuambil dari kamu, menggantikan kedudukan sedekah, karena hal itu lebih mudah bagi kamu dan lebih bermanfaat buat kaum Muhajirin di Madinah. Berkata Abu Ubaid: “Dan tidaklah hal ini dilakukan, kecuali karena melebihinya kebutuhan mereka dan merasa berkecukupannya mereka terhadap zakat, sehagaimana keterangan yang kita kemukakan dari Umar dan Mu’az.” Aku berkata: “Tidaklah mesti bahwa mereka merasa berkecukupan dengan kecukupan yang bersifat mutlak, karena cukup itu berbeda antara satu dengan yang lainnya.” Demikian pula kebutuhan itu berbeda-beda; karenanya bagi si penguasa harus melihat siapa yang paling membutuhkan, sehingga perlu segera ditolong, dan siapa yang boleh ditangguhkan dan bersabar sampai pada suatu waktu tertentu, sebagaimana juga adanya kemaslahatan dan bencana yang terjadi, yang tidak mungkin untuk ditangguhkan.26 26 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 808.
  • 40. 40 Hanya saja, mestilah yang dipindahkan itu sebagian dari zakat, bukan seluruhnya. Memindahkan seluruhnya tidak boleh dilakukan, kecuali apabila secara mutlak zakat itu tidak diperlukan lagi sebagaimana terdapat pada khabar Umar dan Mu’az. Hal yang harus diperhatikan di sini, bahwa golongan Syafi’i yang merupakan mayoritas mazhab Empat, sangat memperketat dalam kebolehan memindahkan zakat, apabila yang membagikan zakat itu adalah si pemilik harta itu sendiri. Adapun jika penguasa atau petugas zakat yang membagikan, maka bagi mereka diperbolehkan memindahkannya, berdasarkan pendapat yang sahih. Berkata pengarang Muhazzab salah seorang dari golongan Syafi’i apabila penguasa memberi izin kepada petugas untuk membagikan, maka bagikanlah, dan apabila tidak mengizinkan, maka bawalah zakat itu pada si penguasa. Berkata Imam Nawawi dalam Syarh Muhazzab: “Ketahuilah, bahwa redaksi pengarang kitab tersebut, menetapkan suatu kepastian akan kebolehan memindahkan zakat, bagi si penguasa dan si petugas. Adanya perbedaan pendapat yang masyhur dalam memindahkan zakat, hanya terjadi jika yang memindahkan itu si pemilik harta itu sendiri. Pendapat ini diperkuat oleh Imam Rafi, ja berkata: “Pendapat yang diperkuat oleh Imam Nawawi ini adalah pendapat yang kuat, yang ditetapkan oleh hadis hadis Nabi.” Apabila bagi si penguasa diperbolehkan berijtihad untuk memindahkan zakat ke tempat lain, karena kemaslahatan Islam yang dianggap kuat, maka bagi si Muslim yang wajib zakat, diperbolehkan pula untuk memindahkan
  • 41. 41 karena suatu kebutuhan atau suatu kemaslahatan yang dianggap kuat pula, apabila ia sendiri yang mengeluarkannya, seperti terjadi di zaman sekarang ini. Hal itu, sebagaimana uraian-uraian yang dikemukakan mazhab Hanafi dalam membolehkan memindahkan zakat, seperti untuk kerabat yang membutuhkan, atau untuk orang yang lebih membutuhkan dan lebih sulit kehidupannya, atau untuk orang yang lebih bermanfaat bagi kaum Muslimin, dan lebih utama untuk dibantu atau untuk melaksanakan rencana Islam di tempat lain, yang akan menghasilkan kebaikan yang besar bagi kaum Muslimin, di mana hal yang semacam ini tidak terdapat di daerah harta zakat itu berada. Dan yang selain tersebut di atas dari hikmah dan kemasalahatan- kemaslahatan, yang merasa tenteram dengannya hati si Muslim yang sangat cenderung pada agamanya dan keridhaan dan Tuhannya.27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah kombinasi dari penelitian pustaka (library research) dan field research, yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku yang memiliki relevansi dengan materi penelitian dan terjun langsung ke lapangan untuk mencari sumber datanya. 27 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 809.
  • 42. 42 B. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, artinya peneliti berusaha menggambarkan secara sistematis bagaimana pandangan Yusuf Qardawi mengenai pengalihan tempat pembayaran zakat dan kemudian di analisis berdasarkan kerangka teori yang ada. C. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis yang berusaha mengerti dan memahami kejadian/peristiwa dalam situasi tertentu yang nampak.28 Pendekatan ini digunakan dalam mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai pengalihan tempat pembayaran zakat padi yang dilakukan oleh masyarakat desa Gedung Biara. Selain itu, peneliti juga menggunakan pendekatan sosio- historis, yaitu suatu pendekatan dengan mengkaji latar belakang kehidupan dari tokoh yang diangkat, yang dalam hal ini adalah Yusuf Qardawi. D. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penyusun melakukan pelacakan terhadap literatur-literatur yang berkaitan dengan materi pembahasan ini yang dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Sumber Data Primer Yaitu sumber data yang peneliti jadikan sebagai rujukan utama dalam membahas dan meneliti permasalahan seputar pengalihan zakat. Sumber 28 Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Karya, 1989), h. 10. 42
  • 43. 43 primer yang digunakan adalah Fiqhuz Zakat karangan Yusuf Qardawi yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Salman Harun, Didin Hafidhuddin, dan Hasanudin dengan judul Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis. Selain itu peneliti juga mewawancarai orang-orang yang berkompeten dalam pengalihan pembayaran zakat padi di Desa Gedung Biara antara lain: 2 (dua) orang ulama di desa, 10 (sepuluh) orang tokoh masyarakat (1 Datok Penghulu, 1 Sekretaris Desa, 4 LKMD dan 4 MDSK), 10 (sepuluh) orang pemberi zakat serta 10 (sepuluh) orang penerima zakat. 2. Sumber Data Sekunder Data sekunder yang penyusun gunakan adalah berupa buku, skripsi, majalah, dan tulisan-tulisan dalam media elektronik (internet) yang berkaitan dengan materi pembahasan ini. E. Analisis Data Pada dasarnya analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh setelah mengumpulkan data, dengan cara mengorganisasikan data kedalam katagori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Pada tahap pertama dilakukan seleksi data yang telah dikumpulkan kemudian diklasifikasikan menurut kategori tertentu. Metode analisa data
  • 44. 44 yang digunakan dalam penyusunan Skripsi ini adalah logika deduksi, yaitu logika berfikir yang bertumpu pada kaidah-kaidah umum yang ada dan hasilnya dpat memecahkan persoalan khusus, yaitu pemikiran sang tokoh. Disamping itu, peneliti menggunakan tehnik triangulasi data, baik cara memperoleh maupun hasil perolehannya. Peneliti menggunakan tehnik triangulasi sumber dengan cara mengumpulkan semua informasi dari berbagai sumber atau subjek penelitian. Triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu metode penelitian untuk memperoleh sebuah informasi BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Gedung Biara Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang Desa Gedung Biara berada di Kemukiman Gedung Biara Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh. Awal mulanya Desa Gedung Biara dinamakan dengan Kampung Gedung Biara karena pada zaman dahulu kala sebelum masa peperangan di Kampung Gedung Biara terdapat buah biara, yaitu buah yang sejenis dengan ubi jalar yang berwarna kekuning-
  • 45. 45 kuningan. Pada masa itu mereka menggunakan buah biara untuk dijadikan bahan makanan. Kemudian mereka meletakkannya di dalam ruangan-ruangan yang terdapat di dalam tanah-tanah, yang berfungsi sebagai bahan untuk pengeras getah atau karet. Seiring dengan berkembangnya penduduk di Kampung Gedung Biara yang perlahan tapi pasti untuk menjadi lebih baik dengan cara mengembangkan diri yang mayoritas ketika itu merupakan petani. Pada tahun 1978, barulah Kampung Gedung Biara dibagi atas 4 dusun, yaitu Dusun Melati, Dusun Tanjung Pandan, Dusun Pandai Besi dan Dusun Air Manis. Hingga saat ini Desa Gedung Biara masih terbagi menjadi 4 dusun dan tetap bertumpu pada pertanian sebagai sumber penghasilan. Luas wilayah Desa Gedung Biara sebesar 964 ha/m2 yang terdiri dari 380 ha/m2 luas pemukiman, 168 ha/m2 luas persawahan, 150 ha/m2 luas ladang, 125 ha/m2 luas perkebunan, 122 ha/m2 luas hutan, 15 ha/m2 luas pekarangan, 1,5 ha/m2 luas perkantoran, 1 ha/m2 luas kuburan, 1 ha/m2 luas prasarana umum lainnya dan 0,5 ha/m2 luas taman. Desa ini memiliki batasan wilayah sebagai berikut:  Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tangsi lama  Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tualang  Sebelah timur berbatasan dengan Desa Alur Alim  Sebelah barat berbatasan dengan PT.Mopoli Raya Jumlah penduduk di Desa Gedung Biara sebanyak 1.025 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 235 KK. Keseluruhan penduduknya 45
  • 46. 46 beragama Islam. Tanahnya subur dan cocok untuk menanam padi. Desa Gedung Biara dipimpin oleh seorang Kepala Desa (Keuchik) yang bernama Hasan Basri. Untuk memudahkan menjalankan pemerintahan Desa Gedung Biara, beliau dibantu oleh Sekretaris Desa yakni Amiruddin dan beberapa staf lainnya. B. Status Hukum Pengalihan Tempat Pembayaran Zakat Padi di Desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang Ditinjau Menurut Yusuf Qardawi Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Secara sosiologi, zakat menjadi refleksi dari rasa kemanusiaan, keadilan, keimanan serta ketaqwaan yang mendalam yang harus muncul dalam sikap orang kaya. Dengan pengelolaan yang baik zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Zakat merupakan sentral dari sistem perekonomian yang mampu menanggulangi kesenjangan sosial. Hal ini juga disetujui oleh kedua Ulama yang menjadi informan dalam penelitian. Tingkat kesadaran orang-orang yang mengeluarkan zakat (muzakki) dari hasil pertanian seperti padi di Desa Gedung Biara sudah baik. Para muzakki sadar bahwa harta yang diperoleh merupakan pemberian Allah SWT dan harus dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai nishab. Namun sayangnya, padi tersebut dijual sehingga mereka
  • 47. 47 mengeluarkan zakat atas padi tersebut pakai uang.29 Mereka (para muzakki) biasa mengeluarkan zakat terkadang dengan padi yang masih belum bersih (banyak yang kosong) dan mereka bayar menurut berat padi /kaleng.30 Keseluruhan pemberi zakat mengetahui bahwa hukum zakat bagi umat Islam wajib jika sudah mencapai nishab. Takaran zakat mal yang dikeluarkan dan dalam bentuk apa dikeluarkan oleh pemberi zakat berbeda-beda. Ada yang mengeluarkan ± 100 kg beras313233, ± 100 kg Padi3435 dan ada juga yang ± 150 kg Padi.36373839 Ada juga dalam bentuk padi dan terkadang uang. Setiap sudah mencapai 1 ton saya mengeluarkan 100 kg (padi bersih tidak kosong) dan ada juga jika telah mencapai 1,2 ton saya mengeluarkan zakat 120 kg (padi tidak bersih masih ada yang kosong).40 Tingkat pengetahuan agama masyarakat Desa Gedung Biara (khususnya pengetahuan mengenai zakat) kurang lebih (cukup). Semua kalangan, ilmu agamanya sudah cukup untuk menjalani hidup dan semua tahu 29 Hasil wawancara dengan bapak Ustadz Husin (Ulama) pada tanggal 18 Desember 2016. 30 Hasil wawancara dengan bapak Ustadz H. Hasyim (Ulama) pada tanggal 24 Desember 2016. 31 Hasil wawancara dengan bapak Darwis (pemberi zakat) pada tanggal 14 Desember 2016. 32 Hasil wawancara dengan bapak Warisno (pemberi zakat) pada tanggal 23 Desember 2016. 33 Hasil wawancara dengan ibu Yulia Mayasari (pemberi zakat) pada tanggal 16 Desember 2016. 34 Hasil wawancara dengan ibu Haryani Ningsih (pemberi zakat) pada tanggal 24 Desember 2016. 35 Hasil wawancara dengan bapak Iskandar (pemberi zakat) pada tanggal 17 Desember 2016. 36 Hasil wawancara dengan bapak Idris (pemberi zakat) pada tanggal 18 Desember 2016. 37 Hasil wawancara dengan ibu Juriah (pemberi zakat) pada tanggal 21 Desember 2016. 38 Hasil wawancara dengan ibu Jamiatun (pemberi zakat) pada tanggal 22 Desember 2016. 39 Hasil wawancara dengan ibu Ajizah (pemberi zakat) pada tanggal 18 Desember 2016. 40 Hasil wawancara dengan bapak Zainal Abidin (pemberi zakat) pada tanggal 18 Desember 2016.
  • 48. 48 jika harta telah mencapai nishab wajib dikeluarkan zakatnya.41 Perekonomian masyarakat Desa Gedung Biara berkecukupan atau menengah, karena hampir rata-rata masyarakat Desa Gedung Biara petani, pegawai negeri sipil dan karyawan (memiliki pekerjaan).42 3 orang (30%) penerima zakat ada/pernah menerima zakat atas padi dari masyarakat yang mempunyai lahan pertanian di luar desa Gedung Biara. penerima zakat menerima 4 kaleng atau sekitar 40 kg padi per Kepala Keluarga (KK), sebagian lainnya menerima dalam bentuk uang dan beras yang setara dengan harga 40 kg padi. Hampir keseluruhan (70%) penerima zakat sepakat bahwa zakat atas padi yang ditanam ataupun diusahakan harus dikeluarkan di daerah/tempat padi tersebut ditanam (dimana dipijak disitu dikeluarkan). Berbeda dengan sebagian pemberi zakat yang mengatakan bahwa bayar zakat dimana saja bisa tidak mesti ditempat menanam padi tapi bisa juga ditempat tinggal Desa Gedung Biara. 50% masyarakat di Desa Gedung Biara yang sudah layak membayar zakat43 dan 30% masyarakat masih layak menerima zakat.44 Masyarakat di Desa Gedung Biara umumnya berprofesi sebagai petani, karyawan, pegawai negeri sipil, wirausaha. Namun hampir rata-rata dari sektor pertanian.454647 41 Hasil wawancara dengan bapak Hasan Basri (Datok Penghulu) pada tanggal 20 Desember 2016. 42 Hasil wawancara dengan bapak Amiruddin (Sekretaris Desa) pada tanggal 20 Desember 2016. 43 Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman (Ketua LKMD) pada tanggal 19 Desember 2016 44 Hasil wawancara dengan bapak M. Yusuf (Wakil Ketua LKMD) pada tanggal 19 Desember 2016. 45 Hasil wawancara dengan bapak Zainuddin (MDSK) pada tanggal 22 Desember 2016. 46 Hasil wawancara dengan bapak Samsari (MDSK) pada tanggal 22 Desember 2016. 47 Hasil wawancara dengan bapak Ponimin (LKMD) pada tanggal 19 Desember 2016.
  • 49. 49 Menurut informasi dari bapak M. Adil, ada masyarakat dari desa lain yang menanam (mengusahakan) padi di Desa Gedung Biara ataupun sebaliknya masyarakat dari Desa Gedung Biara menanam (mengusahakan) padi di desa lain.48 Ada masyarakat desa Gedung Biara yang menanam (mengusahakan) padi di tempat lain, lalu ia membayar zakat padi tersebut di desa Gedung Biara tapi tidak semuanya menanam di luar desa Gedung Biara. Persentasenya sekitar 20%.49 Ulama sepakat bahwa orang-orang kaya tidak berhak dapat zakat walaupun ia seorang amil (pengumpul zakat) dan zakat harus sampai ke penerima zakat karena bermanfaat bagi mereka. Penulis berasumsi ini mungkin lebih kepada hal mengenai fungsi zakat itu sendiri, yaitu membantu fakir miskin. Mengenai siapa saja yang berhak dan tidak berhak menerima zakat padi yang ditanam di luar Desa Gedung Biara, kedua ulama mengatakan bahwa masyarakat di Desa Gedung Biara tidak berhak atas zakat padi yang ditanam di luar Desa Gedung Biara. Ulama juga mengetahui, bahwa ada (banyak) masyarakat yang mengalihkan tempat membayar zakat atas padi yang di tanam di desa Gedung Biara ataupun padi yang ditanam di luar desa Gedung Biara, namun ulama tidak tahu bagaimana masyarakat bisa seperti itu, masyarakat membayar sebahagian zakatnya di tempat mereka menanam padi dan membayar sebahagian lainnya di tempat tinggalnya. Kedua ulama juga 48 Hasil wawancara dengan bapak M. Adil (Wakil Ketua MDSK) pada tanggal 22 Desember 2016. 49 Hasil wawancara dengan bapak Ridwan (Ketua MDSK) pada tanggal 24 Desember 2016.
  • 50. 50 sepakat bahwa tidak boleh mengalihkan tempat pembayaran zakat atas padi, jika ditempat padi ditanam masih terdapat orang yang berhak menerima zakat. Melalui wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan masyarakat desa Gedung Biara (khususnya pengetahuan mengenai zakat) termasuk kurang lebih (cukup). Walaupun berpengetahuan cukup, setidaknya masyarakat mengetahui bahwa zakat wajib dikeluarkan jika harta telah mencapai nishab. Kesadaran masyarakat untuk saling tolong menolong sesama umat Islam layak diapresiasikan dan semoga hal ini tetap terjaga bahkan meningkat lebih baik lagi. Mengenai status hukum pengalihan tempat pembayaran zakat padi yang dilakukan oleh sebahagian masyarakat di Desa Gedung Biara Kabupaten Aceh Tamiang jika ditinjau menurut Yusuf Qardawi dapat dikatakan tidak boleh dilakukan, karena masyarakat di tempat padi ditanam atau diusahakan masih terdapat orang-orang yang berhak menerima zakat. Seperti halnya ibu Juriah yang menanam/mengusahakan padi di Desa Tualang ataupun bapak Zainal Abidin yang menanam/mengusahakan padi di Desa Matang Sentang. Mereka selalu mengeluarkan zakat atas tanaman padi yang diusahakannya di tempat tinggalnya (Desa Gedung Biara). Walaupun ia juga mengeluarkan zakat atas padi yang ditanam/diusahakannya di tempat padi ditanam (Desa Tualang/Matang Sentang). Mereka umumnya membagi dua zakat yang akan dikeluarkannya, setengah di tempat padi ditanam (Desa Tualang/Matang Sentang) dan setengah lainnya di Desa Gedung Biara. Walaupun niatnya baik, namun menurut pandangan Yusuf Qardawi hal ini menodai hikmat zakat yang
  • 51. 51 diwajibkan karenanya. Tujuan zakat adalah memberi kecukupan kepada orang-orang fakir, maka apabila masih terdapat orang fakir di Desa Tualang/Matang Sentang, berarti kita membiarkan golongan fakir di Desa Tualang/Matang Sentang tetap berada dalam keadaan membutuhkan. Dalam hal ini, kekhilafan terletak pada panitia zakat. Tugas panitia zakat yang dibentuk secara dadakan bukan hanya mengumpulkan dan menyalurkan zakat saja, namun alangkah baiknya jika petugas zakat juga mengetahui zakat atas harta apa yang hendak dikeluarkan. Selain itu, alangkah baiknya jika di Desa Gedung Biara didirikan suatu badan amil yang dapat mengkoordinir pengumpulan dan penyaluran zakat mal agar pendistribusian zakat sesuai syariah Islam. Apabila bagi si penguasa diperbolehkan berijtihad untuk memindahkan zakat ke tempat lain, karena kemaslahatan Islam yang dianggap kuat, maka bagi si Muslim yang wajib zakat, diperbolehkan pula untuk memindahkan karena suatu kebutuhan atau suatu kemaslahatan yang dianggap kuat pula, apabila ia sendiri yang mengeluarkannya, seperti terjadi di zaman sekarang ini. Hal itu sebagaimana uraian-uraian yang dikemukakan mazhab Hanafi dalam membolehkan memindahkan zakat. Seperti untuk kerabat yang membutuhkan, atau untuk orang yang lebih membutuhkan dan lebih sulit kehidupannya, atau untuk orang yang lebih bermanfaat bagi kaum Muslimin dan lebih utama untuk dibantu atau untuk melaksanakan rencana Islam di tempat lain yang akan menghasilkan kebaikan yang besar bagi kaum Muslimin, dimana hal yang semacam ini tidak terdapat di daerah harta zakat
  • 52. 52 itu berada. Dan yang lain tersebut diatas dari hikmah dan kemaslahatan- kemaslahatan, yang merasa tenteram dengannya hati si Muslim yang sangat cenderung pada agamanya dan keridhaan Tuhannya.50 Setiap kaum lebih berhak terhadap zakatnya, sehingga mereka berkecukupan dengannya. Zakat itu harus dibagikan di daerah dimana zakat itu dikumpulkan. Jika penduduk setempat tidak lagi membutuhkan zakat, maka zakat itu boleh dipindahkan ke penduduk lain. Namun demikian dalam kondisi tertentu, untuk memperoleh kemaslahatan yang lebih baik, penguasa yang adil atau berdasarkan hasil musyawarah, diperbolehkan memindahkan zakat ke tempat lain yang lebih membutuhkan, walaupun di daerah asal masih membutuhkannya. Demikian pula seorang Muslim, apabila ia mengeluarkan sendiri zakatnya, ia diperbolehkan pula untuk mengirimkan zakatnya ke tempat lain karena adanya kemaslahatan yang dianggap kuat (misalnya dikirimkan kepada kerabatnya di kampung yang dalam keadaan sangat membutuhkan). C. Metode Istinbat Hukum Yusuf Qardawi Terkait Tentang Pengalihan Tempat Pembayaran Zakat Sebelum membahas tentang metode istinbat yang digunakan oleh Yusuf Qardawi terkait tentang pengalihan tempat pembayaran zakat, lebih lanjut penulis akan uraikan hal-hal yang berkaitan dengan istinbath dalam hukum Islam. Menurut ulama’ Usul al Fiqh, suatu istinbat hukum memiliki beberapa prosedur nalar. Dalam istinbath hukum tidak dapat terlepas dari dua 50 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 809.
  • 53. 53 aspek pokok, yaitu: al qawaid al lughawiyyah al lafziyyah dan al qawaid al syar’iyyah al ma’nawiyah. Jika digunakan dalam berijtihad, maka cara tersebut dinamakan dengan al thuruq al lughawiyyah dan al thuruq al syar’iyyah atau al ma’nawiyyah.51 Adapun yang dimaksud dengan al thuruq al lughawiyyah al lafziyyah dalam istinbath hukum adalah, cara memahami dan menafsirkan nash Al- Qur’an dan nash sunnah dengan menitikberatkan pada pengakajian lingkup lafaz nya. Penjabaran terhadap nash dibutuhkan karena dengan maksud untuk mengetahui tujuan-tujuan nash tersebut. Menurut Abdul Wahhab Khalaf, terdapat beberapa teori dalam al thuruq al lughawiyyah al lafziyyah yaitu:52 Pertama, teori dalam pengambilan makna nash mulai dilalah manthuq menurut Satria Effendi M. Zein, terbagi menjadi dua, yaitu; dilalah manthuq sharih dan dilalah manthuq ghoiru sharih, untuk yang terakhir ini menurut Musthafa Said terbagi menjadi tiga yaitu; iqtidau al nash, dilalatu al ima’, dan isyaratu al-nash. Kedua, teori mafhum al mukhalafah (ex contrario), yang meliputi: mafhum al shifah, mafhum al ghayah (maxim), mafhum al syarthi (mafhum dengan syarat), mafhum al ‘adad (bilangan), mafhum al laqab (mafhum dengan gelar/atribut). Ketiga, teori tentang petunjuk yang jelas indikasi maknanya (wadih al dilalah), yang tingkatannya meliputi: zahir dan nash; Keempat, teori tentang petunjuk yang samar atau tidak jelas indikasi maknanya (ghairu wadhih al dilalah), yang tingkatannya meliputi; al mujmal 51 Ali Hasbullah, Ushul al Tasyri’ al Islami (Mesir: Dar al Ma’rifah, 1964), h. 171. 52 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Terjemahan oleh Noer Iskandar al Basrany (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 229.
  • 54. 54 dan al mutasyabih. Kelima, teori tentang al ‘amm dan al khas. Ketujuh, teori tentang lafaz mutlaq dan muqayyad.53 Sedangkan al thuruq al syar’iyyah/al ma’nawiyyah adalah penarikan kesimpulan bukan pada nash secara langsung. Terdapat beberapa metode pada al thuruq al ma’nawiyah, yaitu; qiyas, istihsan, mashlahah mursalah,‘urf, syar’u man qablana, dan qawl sahaby dan lain-lain. Dengan metode ini para mujtahid menafsirkan nash dengan jalan memperluas cakupan maknanya kepada yang lebih luas yang tidak disebut oleh nash, dengan menggunakan dalil-dalil ijtihad.54 Diantara metode ijtihad yang disepakati ulama’ (khususnya Sunni) adalah qiyas. Pengertian qiyas menurut bahasa, berasal dari kata q-y-s, yang berarti mengukur. “qis rumh” atau “qas rumh” adalah ungkapan Arab yang berarti mengukur tombak atau lembing. Kata tersebut juga mempunyai akar kata lain q-w-s yang menunjukkan makna yang sama. Ungkapan qistu al sya’a bi ghairih (saya mengukur sesuatu dengan sesuatu lain yang menyerupainya). Qiyas menurut bahasa berarti mengukur sesuatu dengan sesuatu (taqdir al syai’i bi ghoirihi). Mengukur sesuatu benda tersebut dengan sesuatu yang universal yang sesuai dengan benda itu dan sesuai pula dengan benda-benda lain yang sesuai dengannya.55 Qiyas dapat berarti penyamaan kasus yang tak terungkap oleh nash dengan kasus yang terungkap oleh nash, karena 53 Mustafa Sa’id Khin, Asrar al Ikhtilaf fi al Qawa’id al Ushuliyyah fi Ikhtilafi al Fuqaha’ (Bairut: al Risalah, 1998), h. 139. 54 Abdullah Ahmad Al Na’im, Dekontruksi Syari’ah. Terjemahan oleh Ahmad Suaedi (cetakan I) (Yogyakarta: LKiS, 1990), h. 54. 55 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 38.
  • 55. 55 kesamaan nilai-nilai (‘illat) syari’ah antara keduanya dalam rangka menerapkan hukum satu kasus atas lainnya. Di dalam qiyas harus terdapat unsur-unsur sebagai berikut: pertama, al ashlu (hukum asal). Ahmad Hanafi menyebutnya “kasus asal”, yaitu sesuatu yang di-nash-kan hukumnya yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan/meng-qiyas-kan di dalam istilah pokok disebut al ashlu atau maqis ‘alayh atau musyabbah bih; kedua, al far’u (cabang), yaitu sesuatu yang tidak di-nash-kan hukumnya yang di serupakan atau yang di-qiyas-kan, dalam istilah ushul al fiqh hal ini di sebut al far’u atau al maqis atau al musyabbah, ketiga, hukum asal, (yaitu hukum syara’ yang dinashkan pada pokok yang kemudian akan menjadi hukum pula bagi cabang; dan keempat, ‘illat (ratio legis), yaitu sebab yang menyambungkan pokok dengan cabangnya.56 Dalam pengembaraan ilmiahnya, Yusuf Qardawi banyak menelaah pendapat para ulama terdahulu seperti al Ghazali, Ibnu Taymiyyah, Ibnu Qayyim, Syaikh al Bakhi al Khawli, Muhammad ‘Abdullah Darraz serta Syaikh Mahmud Syaltut. Ia juga sangat menghayati pengajaran dan perjuangan gurunya yang bernama Hasan al-Banna. Mengenai pengalihan tempat pembayaran zakat, Yusuf Qardawi menemukan dan mengambil hukum dari dari nash yang ada. Pendapat yang paling masyhur yang diikuti kebanyakan ulama adalah, bahwa zakat itu mengikuti harta, bukan mengikuti pemilik. Adapun dalil atas kebijaksanaan ini adalah sunah Rasul dan Khalifaur-Rasyidin. Ketìka Rasul SAW menugaskan petugas dan pengurus 56 Al Amidi, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam (Beirut: Dar al-Kitab al 'Arabi, 2003), h. 241.
  • 56. 56 zakat pergi ke negara-negara dan daerah-daerah untuk mengumpulkan zakat, maka ia memerintahkan mereka untuk mengambil zakat dari orang kaya suatu negara, untuk kemudian diberikan kepada orang fakirnya. Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang sampai nishab dan bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal ini untuk menetapkan siapa yang termasuk golongan orang kaya yang wajib zakat. Zakat hanya dibebankan kepada orang-orang kaya tersebut. Yusuf Qardawi berpendapat bahwa yang asal pada zakat itu ialah, bahwa ia harus dibagikan di tempat dikumpulkan, untuk memelihara kehormatan tetangga, menyusun aturan untuk membasmi dan memberantas kefakiran, mendidik tiap daerah agar mencukupi dirinya sendiri serta menanggulangi problematika yang dihadapinya. Dan karena orang-orang fakir daerah itu, fikiran dan hatinya telah terkait pada harta ini, sehingga hak mereka harus didahulukan daripada hak yang lain. Akan tetapi bersamaan dengan ini semua, aku tidak melihat halangan untuk keluar dari yang asal ini, apabila penguasa yang adil melihat, setelah bermusyawarah dengan para ahlinya, bahwa hal itu akan mengakibatkan kemaslahatan bagi kaum Muslimin dan lebih baik bagi Islam.57 Memindahkan seluruhnya tidak boleh dilakukan, kecuali apabila secara mutlak zakat itu tidak diperlukan lagi. Dari redaksi yang disebutkan diatas, secara implisit Yusuf Qardawi menyebutkan, bahwa nalar argumentasi dan metode yang digunakan dalam 57 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakat,…., h. 805.
  • 57. 57 menghukumi tentang pengalihan tempat pembayaran zakat adalah qiyas. Selain qiyas, landasan, basis dan dasar argumentasi yang digunakan oleh Yusuf Qardawi dalam penetapan hukum boleh mengalihkan tempat pembayaran zakat adalah kemashlahatan kaum Muslimin. Hal lain yang harus dipahami adalah, bahwa pensyari’atan zakat di dalam Islam menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan masalah-masalah kemasyarakatan, terutama nasib orang-orang yang lemah secara ekonominya. Sehingga mendekatkan hubungan kasih sayang antara sesama manusia dalam mewujudkan kata-kata bahwa Islam itu bersaudara, saling membantu, dan tolong-menolong; yang kuat menolong yang lemah, yang kaya membantu yang miskin. Dalam implementasi qiyas nya, maqis ‘alayh (sesuatu yang dijadikan sandaran) dalam qiyas (al aslu) dalam kajian ini adalah zakat itu harus dibagikan ke daerah dimana zakat itu diambil. Hal ini disepakati atas hewan ternak, tanam-tanaman dan buah-buahan. Zakat dibagikan ditempat didapatkannya. Al far’u/maqis (cabang). Yaitu sesuatu yang diqiyaskan, atau dengan kata lain; suatu masalah yang akan diqiyaskan disamakan dengan al ashlu (musyabbah). Maka dapat dipahami dalam kajian ini far’unya adalah memindahkan zakat ke tempat bukan penghasil zakat. ‘illat (ratio legis). Yaitu sebab yang menyambungkan pokok (al ashlu) dengan cabangnya, atau dapat dipahami, ‘illat ialah; sifat yang berpengaruh terhadap hukum, bukan karena dzatnya, melainkan atas perbuatan syari’. Dalam konteks ini, illat dari boleh memindahakan zakat berdasarkan ijtihad
  • 58. 58 penguasa karena untuk kemashlahatan kaum Muslimin. Keempat, al hukmu (hukum). Yaitu suatu hukum tertentu yang melekat pada al ashlu/maqis ‘alayh, yang merupakan sandaran hukum dalam aktifitas penggunaan qiyas. Maka dapat difahami, hukum muncul dalam kajian ini adalah kewajiban atas pengeluaran zakat bagi setiap Muslim apabila telah mencapai nisgab sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Masyarakat desa Gedung Biara sadar betul bahwa zakat wajib dikeluarkan jika harta telah mencapai nishab. Tingkat pengetahuan masyarakat desa Gedung Biara (khususnya pengetahuan mengenai zakat) termasuk kurang
  • 59. 59 lebih (cukup). Pengalihan tempat pembayaran zakat yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Gedung Biara jika ditinjau menurut Yusuf Qardawi dapat dikatakan tidak boleh dilakukan, karena masyarakat di tempat padi ditanam atau diusahakan masih terdapat orang-orang yang berhak menerima zakat. Dalam hal ini, kekhilafan terletak pada panitia zakat. Nalar argumentasi dan metode yang digunakan dalam menghukumi tentang pengalihan tempat pembayaran zakat adalah qiyas. Selain qiyas, landasan, basis dan dasar argumentasi yang digunakan oleh Yusuf Qardawi dalam penetapan hukum boleh mengalihkan tempat pembayaran zakat adalah kemashlahatan kaum Muslimin. Dalam implementasi qiyas nya, maqis ‘alayh (sesuatu yang dijadikan sandaran) dalam qiyas (al aslu) dalam kajian ini adalah zakat itu harus dibagikan ke daerah dimana zakat itu diambil. Far’unya adalah memindahkan zakat ke tempat bukan penghasil zakat. Illat dari boleh memindahakan zakat berdasarkan ijtihad penguasa karena untuk kemashlahatan kaum Muslimin. Al hukmu (hukum) dalam kajian ini adalah kewajiban atas pengeluaran zakat bagi setiap Muslim apabila telah mencapai nisgab sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. B. Saran Panitia zakat yang dibentuk secara dadakan, tentu tidak dapat bekerja secara maksimal. Oleh karena itu sebaiknya perangkat desa bekerja sama dengan ulama/tengku dan tokoh-tokoh masyarakat di Desa Gedung Biara mendirikan suatu badan amil yang dapat mengkoordinir pengumpulan dan penyaluran zakat mal agar pendistribusian zakat dapat dilakukan sesuai 59