1. 10. PERKEMBANGAN SEBAGAI PROSES DIFERENSIASI
Perkembangan harus diartikan sebagai proses diferensiasi, dan bukan sebagai proses asosiasi dan
kombinasi dari unsur-unsur yang lebih rendah (seperti pendapat yang dikemukakan oleh para ahli ilmu
jiwa kuna).
Proses diferensiasi itu artinya sebagai berikut: ada prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan
totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka
keseluruhan.
11. MASA TROTZALTER
Saat-saat pemberontakan dan penentangan ini dikenal sebagai TROTZALTER (usia keras kepala, usia
tegar). Ciri yang sangat menonjol pada periode Trotzalter tadi ialah sikap keras kepala dan suka
menentang. Hal ini disebabkan karena anak sedang dalam fase menemukan diri sendiri atau
menemukan AKU-nya, dan tengah menghayati kemampuan diri serta harga-diri.
Dalam hal ini sekali-kali bukannya dengan sadar, sengaja, dan secara obyektif anak ingin memberontak,
membantah dan menentang segala sesuatu yang dirasakan sebagai kurang memuaskan; akan tetapi
sikap pemberontak anak itu didorong oleh:
1) Keinginan menuntut hak-haknya, serta
2) Menuntut pengakuan atas status dan martabat dirinya.
Trotzalter juga disebut sebagai periode Sturm und Drang (= periode badai dan paksaan/desakan batin).
Selain daripada itu, Trotzalter disebut pula sebagai masa peralihan (masa transisi) dalam proses
perkembangan, yaitu peralihan dari masa kanak-kanak pindah ke masa pubertas/remaja.
12. PEJUANGAN SEBAGAI CIRI DARI PERKEMBANGAN
Hidup ini merupakan suatu perjuangan yang tidak kunjung hentinya. Perjuangan tersebut mula-mula
untuk mencapai taraf kedewasaan, kemudian untuk mencapai “penyempurnaan diri” sebagai manusia.
Di tengah semua usaha anak, baik yang berupa permainan, upaya belajar, maupun tugas-tugas
kewajiban tertentu, anak dirangsang oleh kegairahan yang besar. Keterangannya adalah sebagai berikut:
kecenderungan anak untuk menggunakan kemampuan dan melatih fungsi-fungsinya itu menyebabkan
anak dengan spontan dan intensif terus berusaha dan berjuang.
Ringkasnya, dalam usaha mempelajari macam-macam kesanggupan baru itu anak dijiwai oleh
entusiasme atau kegairahan yang amat besar. Lambat laun, dalam proses pertumbuhannya, suatu
peristiwa yang dianggap baru dan mencekam segenap minat serta hatinya, lalu jadi tidak menarik
perhatiannya lagi. Sebab ketrampilan baru tadi sudah jadi bagian dari totalitas pola tingkah lakunya,
yang kini sudah jadi “otomatis”, bahkan kurang dihayati secara sadar.
Salah satu sukses dalam usah perjuangan seorang ondividu yang matang itu ialah: kemampuan untuk
memikul duka derita dalam perjuangannya. Dan tidak ada seorangpun yang bisa merasakan pahit dan
manis-madunya duka-derita, terkecuali ia yang mengalami sendiri peristiwa tersebut. “Madu” di sini
kami maksudkan sebagai: manfaat pengajaran dan makna yang diberikan oleh peristiwa duka-derita itu;
baik bagi anak-anak maupun bagi orang dewasa.
Ciri hidup yang sehat itu bukannya ditandai oleh absennya kemalangan dan kedudukan. Akan tetapi
justru dicirikan oleh kemampuan manusia-anak orang dewasa-untuk menanggulangi/mengatasi
2. kepedihan ketegangan, kemalangan, dan duka-derita dengan rasa tawakal, dibarengi dengan
keberanian, ketabahan, dan kemauanan besar untuk mengatasi segala ujia hidup.
13. PEMULIHAN-DIRI DAN REVISI KEBIASAAN
Kemampuan lain yang ikut membantu proses perkembangan anak ialah: kemampuan anak untuk
memikul kemalangan dan derita, dan kemampuannya untuk memulihkan diri atau menyembuhkan diri
sendiri dari kemalangan dan duka lara.
Maka dalam perkembangan anak itu terdapat apa yang disebut sebagai saat-saat kritis, di mana bisa
berlangsung titik patah/breaking point. Pada peristiwa sedemikian pengalaman-pengalaman tertentu
akan meninggalkan akibat buruk berupa cedera rokhaniah yang parah pada anak, yang sukar dipulihkan.