Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang advokasi hak digital di Asia Tenggara khususnya Indonesia.
2. Memberikan masukan terhadap revisi kedua UU ITE yang dianggap masih mengancam hak digital warga.
3. Merekomendasikan perlunya revisi total UU ITE untuk menjamin perlindungan hak digital sesuai resolusi PBB.
Penyampaian Pendapat SAFEnet dalam RDPU Komisi 1 - 27 Mar 2023
1. Defending Digital Rights
in Southeast Asia
PENYAMPAIAN PENDAPAT
SAFENET TERKAIT REVISI
KEDUA PERUBAHAN UU ITE
Damar Juniarto
Executive Director SAFEnet
27 Maret 2023
2. 55 32 1
10
PROFIL FOKUS
SKALA
RELAWAN KOTA NEGARA
STAF
SAFEnet adalah organisasi yang
mengadvokasi hak-hak digital di
tingkat kawasan Asia Tenggara.
Berbadan hukum perkumpulan.
Berdiri sejak 27 Juni 2013.
Visi: mewujudkan ranah digital yang
menjunjung nilai-nilai hak asasi
untuk semua orang.
Misi: mengadvokasi hak-hak digital
mulai dari hak untuk mengakses
Internet, hak untuk bebas
berekspresi, hak atas rasa aman di
ranah digital dan hak perlindungan
bagi kelompok rentan.
HAK AKSES INTERNET HAK BEREKSPRESI HAK MERASA AMAN
PROFIL ORGANISASI
3. BANYAK KISAH DARI YANG KENA UU ITE
SEMUABISAKENA.ID
SEMUA BISA KENA UU ITE
4. Amnesti sebagai bentuk kepentingan negara dan sekaligus pengakuan Presiden dan DPR
mengakui bahwa ada persoalan ketidakadilan dalam UU ITE.
IBU BAIQ NURIL (2019) DR. SAIFUL MAHDI (2021)
AMNESTI ATAS KASUS UU ITE
10. Isi Komentar Umum No. 34 Komisi HAM PBB menyebutkan
hak-hak yang diakui di ranah offline, berlaku juga di ranah
online. Demikian juga dengan pembatasannya. Resolusi ini
mengikat pada lebih dari 165 negara yang meratifikasi ICCPR.
Pada tahun 2012, Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB
menyerukan kepada semua negara untuk memajukan dan
memfasilitasi akses ke internet dan kerjasama internasional
yang ditujukan untuk pengembangan media dan fasilitas
informasi dan komunikasi di semua negara. Resolusi ini
mendorong setiap negara untuk memberikan perlindungan
terhadap kebebasan berekspresi di dunia online dan
menjamin akses internet yang adil dan merata.
Pada tahun 2016, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengadopsi resolusi yang tidak mengikat mengenai
'Pemajuan, Perlindungan, dan Penikmatan Hak Asasi
Manusia di Internet’.
PEMAJUAN HAK DIGITAL
11. Akses
Internet
Kebebasan
Berekspresi
Keamanan
Digital
Hak digital fundamental memerlukan: 1) akses Internet terbuka, 2) perlindungan atas
kebebasan berekspresi online, dan 3) perlindungan keamanan online, termasuk privasi
dan kebebasan dari kekerasan/ancaman online terhadap pembela hak asasi manusia.
HAK DIGITAL
12. KONSEKUENSI PENGATURAN
Resolusi PBB mendorong semua negara untuk:
1. Negara memastikan pemajuan dan memfasilitasi akses ke internet
2. Negara membuka kerjasama internasional yang ditujukan untuk
pengembangan media dan fasilitas informasi dan komunikasi
3. Negara memberikan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi
di dunia online
4. Negara menjamin akses internet yang adil dan merata
5. Negara mengakui dan melindungi hak-hak asasi di ranah online
Hak-hak asasi yang telah diakui dalam Deklarasi Umum Hak Asasi
Manusia (DUHAM) berlaku juga di ranah online, maka pengaturan
(hukum dan regulasi) yang telah ada untuk melindungi hak-hak asasi
di ranah offline tetap berlaku di ranah online. Tidak perlu membuat
pengaturan baru.
14. Pengguna Medsos (dalam juta)
Populasi vs. Pengguna Internet
Sumber: APJII & We Are Social 2022
76,62%
79,09%
78,39%
75,05%
68,03%
69,74%
68,47%
68,48%
YT IG FB TT TW FM
Pengguna di Platform (dalam juta)
62 72
79
106
130
150
160
170
191
2014 2015. 2016 2017. 2018 2019. 2020 2021 2022.
139
99,15
129,9
92,07
18,45 28,4
PENETRASI INTERNET
Populasi 277 juta
Pengguna Internet 204 juta
77,02% (APJII)
73,7% (We Are Social)
KATEGORI USIA
5-12 : 8,08%
13-18 : 9,62%
19-34 : 25,68%
35-54 : 27,68%
> 55 : 5, 97%
LANSKAP INTERNET
15. • 2003: Ecommerce &
Tindak Pidana Bidang ITE
• Disisipkan pasal-pasal karet
pencemaran nama baik,
penghinaan, ujaran
kebencian melalui ITE -
DELIK UMUM
UU ITE 2008
• DELIK UMUM menjadi
DELIK ADUAN
• Pengurangan Ancaman
Hukuman dari 6 tahun ke 4
tahun
UU ITE 2016
• Tidak Ada Perubahan
Signifikan.
• Merevisi sebagian pasal,
Mempertahankan pasal-
pasal bermasalah.
RUU ITE
2021
SEJARAH REVISI UU ITE
16. UU ITE 2008 jo. 2016
• Pasal 26 (3) (Right to be Forgotten)
• Pasal 27 (3) (Penghinaan atau pencemaran
nama naik)
• Pasal 28 (pemberitaan bohong yang
menyesatkan konsumen) – beban
pembuktian pada konsumen.
• Pasal 40 (2b): Pemutusan akses internet
oleh Pemerintah secara sepihak.
• Pasal 43 – membuka diskresi yang luas -
Polisi dapat menangkap, menahan
tersangka tanpa ijin pengadilan dahulu.
Usul Perubahan
RUU ITE 2021
• Pasal 27 (1) ekspresi melanggar kesusilaan;
Ps. (3) menyerang kehormatan & nama baik;
ancaman pencemaran, (4) ancaman
membuka rahasia) – Ps. 45 Ancaman
pidana.
• Pasal 28 (pemberitaan bohong – konsumen
dan menyesatkan) – beban pembuktian
pada konsumen - Ps. 45A Ancaman pidana
6-10 tahun/ denda 1-10M.
• 28A (pemberitaan bohong yang
menimbulkan keonaran) – Ps 45A (ancaman
pidana 10 tahun/ 10M)
• Pasal 29
PERBANDINGAN PERUBAHAN REVISI UU ITE
17. Menerima, menyimpan,
menyebarkan,
menyampaikan informasi,
gagasan, pendapat, tertulis,
lisan, berbagai media.
Pengembangan IPTEK
Fungsi Kontrol Publik
Terhadap Penyelenggaraan
Pemerintahan
Keberadaan UU harus
berorientasi pada
“MELINDUNGI” hak
kebebasan berekspresi.
Karena HKE tidak absolut,
maka pembatasan berlaku.
Pembatasan hanya diijinkan
melalui UU, dengan syarat
yang ketat, tanpa
diskriminasi.
Pembatasan berlebihan
terhadap Hak Atas
Kebebasan Berekspresi =
Ancaman terhadap
Demokrasi
UU ITE MENGANCAM HAK DIGITAL
18. MOMENTUM TERBAIK REVISI TOTAL UU ITE
Apakah cukup hanya revisi terbatas?
Bila mengikuti resolusi PBB, jelas bahwa pasal-pasal pidana yang
dicantumkan di dalam rancangan revisi kedua tidak diperlukan karena
norma pemidanaannya telah diatur dalam KUHP.
Argumentasi dalam Naskah Akademik sudah obsolete dan berlebihan,
tidak berlandaskan pada perkembangan teknologi terkini di mana
penyebaran pesan di Internet dapat dibatasi dengan pelbagai cara.
Permasalahan Internet tidak terbatas hanya pada pasal-pasal yang ada
dalam UU ITE an sich, tetapi juga diperlukan pasal terkait tata kelola
Internet, tanggungjawab platform teknologi, moderasi konten dan lain-
lain.
Ini adalah momentum terbaik untuk melakukan revisi total UU ITE.
19. Defending Digital Rights
in Southeast Asia
REKOMENDASI
1. Pembuat kebijakan hendaknya mematuhi poin-poin di dalam resolusi PBB
untuk tidak mengatur kembali hal yang telah dilindungi di dalam hukum lokal
2. Pembuat kebijakan hendaknya mendorong pemajuan hak-hak digital untuk
memastikan peradaban dan demokrasi tidak berjalan mundur dan balik ke
arah otoritarianisme
3. Karena kompleksitas persoalan di dalam UU ITE dan ketidakadilan yang
telah menjadi dampak yang tidak diinginkan, para pembuat kebijakan
berdiskusi dan melihat secara holistik, tidak cukup hanya dari aspek
ketahanan nasional, tetapi juga melihat dari aspek pemenuhan hak digital
4. Pembuat kebijakan hendaknya berani melakukan revisi total UU ITE