Abortion pills in Jeddah+966543202731/ buy cytotec
KELTANI
1. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016
ISBN 978-979-8389-24-5
SOSEK-141
PERAN KELEMBAGAAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BOKAR
DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KARET ALAM INDONESIA
(STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI LAVENDER, DESA REGAN
AGUNG, KABUPATEN BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA
SELATAN)
Aprizal Alamsyah, Iman Satra Nugraha, Dwi Shinta Agustina
Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet
Jln. Raya Palembang – Betung KM 29, PO. BOX 1127 Palembang 30001
e-mail: aprizal_alamsyah@yahoo.co.id
Abstract
Indonesia is the 2nd
world's major natural rubber producer country after Thailand. In South
Sumatra, natural rubber is one of the main export commodities which give contribution to the
non-oil and gas earnings, a source of income to the smallholders, labour absorption and its
contribution to the environmental sustainability. Problems encountered currently are the quality
of the rubber material that still needs to be improved and the marketing of rubber material that
has not been efficient. One of the efforts to improve competitiveness and farmers share is to
form a group of processing and marketing of raw rubber material in the center area of rubber.
This paper is to show the role of one successfull group, namely the Lavender. Data in this study
were collected from interviews with the leader of the group, including the group's profile,
quality of raw rubber material, constraints and farmers share. The result showed that the raw
rubber institutional processing and marketing of raw rubber material could increase the
farmers share by 84% FOB. In the condition of less favorable rubber prices today, farmers
share still better compared to farmers who trade raw rubber material traditionally. Based on
the result of this study, technical guidance to the existing group and the development of new
groups need to be carried out.
Keywords: institutional, raw material, farmers share
Abstrak
Indonesia merupakan negara produsen karet alam utama dunia kedua setelah Thailand. Di
Sumatera Selatan, karet alam merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan yang
memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan non-migas, di samping peran strategis
lainnya yaitu sebagai sumper pendapatan masyarakat, menyerap tenaga kerja dan perannya
terhadap kelestarian lingkungan. Permasalahan yang ditemui saat ini antara lain mutu bahan
olah karet yang masih perlu ditingkatkan dan pemasaran bahan olah karet yang belum efisien.
Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing dan bagian harga yang diterima adalah dengan
membentuk kelompok pengolahan dan pemasaran bokar di sentra karet. Tulisan ini
menampilkan peran salah satu kelompok pengolahan dan pemasaran bokar yang berhasil di
Kabupaten Banyuasin, yaitu kelompok tani Lavender. Data penelitian ini dikumpulkan melalui
wawancara dengan ketua kelompok, meliputi profil kelompok, mutu bokar, kendala di lapangan
dan bagian harga yang diterima. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kelembagaan pengolahan
dan pemasaran bokar dapat meningkatkan bagian harga yang diperoleh petani/anggota
kelompok sebesar 84% FOB. Pada kondisi harga karet yang kurang menguntungkan saat ini,
bagian harga yang diterima petani masih lebih baik dibandingkan petani yang memasarkan
bokar secara tradisional. Berdasarkan hal tersebut, pembinaan terhadap kelompok yang sudah
ada serta pengembangan kelompok-kelompok baru perlu terus ditingkatkan.
Kata kunci: kelembagaan, bokar bersih, bagian harga
2. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016
ISBN 978-979-8389-24-5
SOSEK-142
0
100
200
300
400
500
PriceofTSR20/US$/kg)
Year
PENDAHULUAN
Pasokan karet alam dunia sebagian besar berasal dari negara-negara di kawasan Asia
Tenggara, seperti Indonesia (Mahbub, 2013), Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Tingkat
konsumsi maupun produksi karet dunia di masa mendatang diprediksi akan cenderung terus
meningkat seiring dengan berkembangnya industri bahan baku karet alam khususnya industri
ban di negara-negara maju (Hendratno, 2008 dan Saputra, 2015). Penguatan daya saing
ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi bagian dari langkah yang
ditempuh dalam rencana strategis pemerintah terkait pasar bebas ASEAN (Warta Ekspor, 2015).
Daya saing sumber daya, mutu dan kuantitas ini perlu ditingkatkan dengan melibatkan berbagai
stakeholder khususnya peran kelembagaan yang ada.
Indonesia memiliki areal perkebunan karet terluas di dunia yaitu 3,6 juta hektar terdiri
dari perkebunan besar milik negara 229.940 ha, swasta 308.917 ha dan perkebunan rakyat yaitu
3.067.388 ha atau 85% dari total luas perkebunan karet dengan capaian produksi 3,1 juta ton
(Ditjenbun, 2015). Tersedianya lahan yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan karet
alam dalam jumlah besar dengan revitalisasi perkebunan karet. Tetapi lebih utama adalah
meningkatkan produksi karet alam dengan paket teknologi pengolahan karet dan pemasaran
yang efisien. Keunggulan daya saing (Tambunan, 2015) mutu bokar akan menambah
keuntungan dari kegiatan usahatani karet.
Pada tahun 2014 sektor perkebunan komoditi karet mampu memberikan devisa negara
sebesar U$ 4,7 juta dari ekspor 2,6 juta ton karet. Nilai ekspor yang terus mengalami penurunan
sejak tahun 2011 juga berkaitan dengan kondisi harga karet yang cenderung turun hingga saat
ini (Gambar 1).
Gambar 1. Grafik harga karet TSR 20 (Sicom, 1998-2016)
Sentra areal perkebunan rakyat terdapat di wilayah Sumatera dan Kalimantan dengan
sebaran lahan terbesar berada di Sumatera Selatan yang mencapai luas 1 juta hektar areal kebun
karet rakyat. Dalam rencana pengembangan karet nasional diharapkan pada tahun 2025
indikator tingkat daya serap karet alam domestik mencapai 25%, sedangkan Sumatera Selatan
diprediksi untuk mampu memenuhi 1,5-2 juta ton karet kering (Nancy, et al., 2012). Namun,
masih terdapat permasalahan yang menjadi kendala dalam pengembangan industri karet alam
seperti halnya tingkat adopsi klon (Boerhendy, 2011 dan Syarifa et al., 2012), pemanfaatan
teknologi terkait dengan kondisi mutu bokar rendah yang dihasilkan (Syarifa et al, 2013), pola
pemasaran dan bagian harga yang diterima petani (Nancy et al, 2012a) serta merosotnya harga
(Syarifa et al, 2015). Maka dari itu, perlunya peran kelembagaan yang didukung oleh kegiatan
kelompok-kelompok tani karet, unit pengolahan dan pemasaran bokar (UPPB), gapoktan
maupun koperasi/KUD (Syarifa et al, 2016).
Terbentuknya lembaga di tingkat petani merupakan hal penting untuk mendorong
tumbuhnya sektor ekonomi dan akses yang mendukung pasar untuk memenuhi kebutuhan
petani (Azansyah, 2013). Penguatan sekaligus tantangan kelompok tani adalah dengan
3. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016
ISBN 978-979-8389-24-5
SOSEK-143
memperhatikan aspek kelembagaan terkait aturan, tata niaga dan teknologi (Santoso, 2015).
Kelembagaan petani di tingkat pedesaan sudah cukup lama dikembangkan sejalan dengan
pelaksanaan proyek-proyek pengembangan karet berbantuan. Kelompok tani dan koperasi
tani/perkebunan cukup banyak tumbuh dan berkembang di daerah sentra karet rakyat
(Kementan, 2007).
Berdasarkan data statistik perkebunan (2013) Kabupaten Banyuasin termasuk dalam 5
(lima) besar sentra areal perkebunan karet dengan luas mencapai 89.959 ha. Kelembagaan
kelompok tani dalam kegiatan pengolahan dan pemasaran bokar di Banyuasin didirikan atas
inisiatif petani dan didukung pemerintah setempat. Sejak tahun 2004, lelang/tender getah karet
telah dilakukan oleh Koperasi Mitra Usaha Masyarakat Gotong Royong di Desa Sidang Mas,
Gapoktan Harapan Masyarakat di Pelajau Ilir dan Kelompok Tani Lavender di Regan Agung
pada tahun 2009. Secara umum, terdapat banyak kegiatan yang telah dilakukan dalam
mendukung pengembangan usaha tani karet khususnya pengolahan dan pemasaran bokar di
masing-masing desa. Kelompok tani Lavender merupakan salah satu kelompok yang terbentuk
atas inisiatif petani karet untuk melakukan pemasaran bersama atau lelang/tender. Kelompok
tani Lavender menjadi penggerak dalam perbaikan mutu bokar di Desa Regan Agung dan
sekitarnya dengan cara mengajak anggota/petani membuat dan menjual bokar bersih. Pemasaran
terorganisir melalui lelang karet berlangsung sejak didirikannya kelompok ini telah berhasil
meningkatkan posisi tawar petani/anggota. Meskipun begitu, dalam tumbuh kembangnya
kelompok tani Lavender masih mengalami berbagai tantangan dan kendala baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Namun demikian, kelompok tani Lavender tetap berusaha
mendukung perbaikan mutu bokar melalui penggunaan asap cair, penyaluran saprodi dan
penumbuhan kelompok-kelompok lelang baru di desa-desa sekitarnya pada wilayah Kabupaten
Banyuasin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dan karakteristik kelompok tani
Lavender, peran kelembagaan pengolahan dan pemasaran bokar yang telah dilakukan, kondisi
mutu bokar kelompok, bagian harga yang diterima petani/anggota kelompok dan permasalahan
yang dihadapi kelompok tani Lavender. Kelompok tani ini diharapkan dapat digunakan sebagai
model dalam pengembangan kelompok tani karet di daerah lain.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan menetapkan kelompok tani
Lavender yang berada di wilayah Desa Regan Agung, Kecamatan Banyuasin III,. Pemilihan
dilakukan secara purposif dengan asumsi:
1. Kelompok tani Lavender telah berhasil membina anggota kelompoknya untuk
mengolah dan memasarkan bokar melalui pasar lelang atau tender di wilayah
Kabupaten Banyuasin.
2. Kelompok tani Lavender pernah mendapatkan berbagai penghargaan atas prestasi
menjalankan peran kelembagaannya dalam kegiatan pemasaran bokar terorganisir.
3. Kelompok tani Lavender ikut membantu terbentuknya kelompok lelang/tender baru di
desa sekitarnya, yaitu Desa Sukaraja (2015), Desa Talang Ipo (2014) dan Desa Lubuk
Saung (2016).
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi kegiatan lelang/tender, wawancara
langsung dengan ketua dan pengurus kelompok tani lavender serta pengumpulan data sekunder.
Data yang dikumpulkan dianalisa secara kualitatif deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil dan karakteristik kelompok tani Lavender
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan pengembangan kelembagaan ekonomi petani,
terdapat indikator keberhasilan adanya peran kelembagaan suatu kelompok tani antara lain
4. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016
ISBN 978-979-8389-24-5
SOSEK-144
kemampuan kelompok untuk menambah/meningkatkan jumlah kelembagaan ekonomi petani
dan kemampuan mengelola skala usaha ekonomi yang menguntungkan dan efisien. Kelompok
tani Lavender memiliki kemampuan kerjasama antar pengurus untuk mengembangkan usaha
lelang bokar dan simpan pinjam. Kelompok tani ini menghargai keterbukaan atas dasar saling
percaya satu sama lain dan memiliki ciri selaku organisasi non formal dengan dibentuknya
kepengurusan, unsur pengikat kelompok berupa motivasi untuk manfaat bersama dan
menjalankan fungsi kelompoknya. Fungsi kelompok tani menurut Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 273 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani yaitu mampu
berfungsi sebagai kelas belajar, wahana kerjasama dan unit produksi sebagai satu kesatuan
usaha untuk skala ekonomi produktif.
Terbentuknya kelompok tani Lavender yang didasari atas inisiatif dan kesepakatan
untuk membuka pasar lelang karet di Desa Regan Agung. Dalam menjalankan kegiatannya
kelompok ini memiliki susunan pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris dan wakil sekretaris,
bendahara dan pengawas (Gambar 1).
Gambar 2. Struktur pengurus kelompok tani Lavender
Pengurus memiliki tugas secara organisasi sesuai dengan tanggungjawabnya, sekaligus
merangkap sebagai panitia lelang karet mingguan yang berlangsung setiap hari Rabu. Suatu
kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tertentu akan diakui eksistensinya ketika memiliki
kelengkapan administrasi, hal ini membuktikan bahwa secara formal kelembagaan tersebut
dibentuk berdasarkan aturan yang akan mengikat anggotanya pada proses selanjutnya. Seperti
halnya kelompok tani lainnya, sebagai kelompok tani yang telah berhasil melakukan berbagai
kegiatan dalam pemasaran terorganisir ini memiliki profil kelembagaan sebagai bentuk citra diri
kelompoknya (Tabel 1).
Tabel 1. Profil dan karakteristik kelembagaan pengolahan dan pemasaran bokar
Nama : Lavender
Tipe organisasi, tahun
berdiri
: Kelompok tani karet sejak tahun 2009
: UPPB (SK Bupati Kab. Banyuasin No. 571, 30 September 2010
: Badan Hukum No. 178/BH/VII.II/Koperasi, UKM dan
Perindag/VII/2011
Alamat : Desa Regan Agung, Banyuasin III, Kab. Banyuasin
Ketua, nomor telepon : Fahrurozi/Hp. 081273872775
Unit usaha : Lelang getah karet dan simpan pinjam
Jenis bokar : Slab lump
Perkiraan KKK : 48 - 50 %
Waktu lelang : Mingguan (Rabu)
Jumlah anggota : Tidak tetap
Rata-rata volume lelang
bokar
: 3 - 6 ton
Sumber: Data primer, 2016
Ketua
Wakil Ketua
Bendahara
Wakil Sekretaris
Pengawas
Sekretaris
5. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016
ISBN 978-979-8389-24-5
SOSEK-145
Rona (1999) menyatakan bahwa tingkat partisipasi kelompok tani dipengaruhi oleh
karakteristik petani anggota. Dinamika yang terjadi di kelompok tani Lavender tampak pada
keikutsertaan anggota dalam kegiatan pemasaran (lelang) bokar. Jumlah anggota kelompok
setiap tahunnya tidak tetap dikarenakan adanya anggota yang tidak aktif sehingga volume
penjualan bokar mengalami pasang surut (Gambar 3).
Gambar 3. Diagram perkembangan jumlah anggota dan volume bokar per tahun
Prestasi kelompok tani Lavender
Keberhasilan kelompok tani Lavender dalam mengelola kelembagaan pengolahan dan
pemasaran bokar di wilayah Kabupaten Banyuasin dibuktikan dengan diperolehnya beberapa
penghargaan (Tabel 2). Kelompok tani ini mengupayakan penyaluran sarana produksi ke
anggotanya dengan mengajukan permohonan berupa proposal ke pihak-pihak yang turut andil
memberikan perhatian dan mendukung gerakan nasional bokar bersih. Keberadaan kelompok tani
Lavender tidak dibatasi hanya pada mengelola pemasaran bokar, melainkan menghimbau dan
mengajak anggota kelompok untuk aktif mengikuti pemasaran lelang bokar dengan menerapkan
anjuran teknis pengolahan bokar bersih sesuai SNI, penggunaan asap cair deorub. Hasil yang
dicapai setelah melakukan upaya-upaya tersebut adalah mendapatkan sarana gedung sebagai
kantor, fasilitas pendukungnya seperti peralatan perkantoran, meja, kursi, unit komputer dan
sarana lainnya untuk kegiatan pemasaran bokar mingguan.
Tabel 2. Prestasi dan penghargaan yang diterima kelompok tani Lavender tahun 2009 - 2016
Tahun Prestasi/penghargaan
2016 Terbaik 1 se-Kabupaten Banyuasin sebagai Poktan Teladan
2015 Mendapatkan bantuan dana untuk UPPB sebesar 22,5 juta dari Bank Indonesia
2014 Terbaik 2 se-Kabupaten Banyuasin sebagai Poktan Teladan
2013 Mendapatkan bantuan gedung kantor senilai 125 juta dan perlengkatan/alat kantor senilai 75 juta
2012 Mendapatkan bantuan pascapanen/saprodi untuk 30 anggota dan timbangan untuk lelang sebanyak 2
buah
2011 -
2010 Mendapatkan bantuan pembeku deorub untuk 25 anggota
2009 -
Sumber: Data primer, 2016
Keragaan mutu bokar kelompok tani Lavender
Kondisi mutu bokar ditingkat petani memang masih rendah, hal ini disebabkan
kebiasaan petani yang dengan sengaja mencampur/memasukan kontaminan berupa tatal kayu,
air dan sebagainya agar bobot bokar bertambah. Mutu bokar kelompok tani Lavender belum
cukup baik dikarenakan belum memenuhi ketentuan (SNI) 06-2047-2002 tentang bahan olah
karet. Bentuk bokar kelompok berupa slab dengan perkiraan KKK mingguan berkisar 48-50%,
sementara berdasarkan hasil uji analisis laboratorium di Balai Penelitian Sembawa sampel 1
54,48% dan sampel 2 38,61 %. Ketebalan bokar petani/anggota kelompok sangat beragam,
dapat mencapai 40-50 cm sesuai dengan bak pembeku plastik berukuran (panjang 60cm x tinggi
6. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016
ISBN 978-979-8389-24-5
SOSEK-146
40cm x lebar 40cm) yang banyak digunakan anggota. Bokar petani/anggota kelompok tani
Lavender sudah bersih karena petani/anggota tidak lagi memasukan kotoran ke dalam slab. Jika
masih ditemukan kotoran, panitia lelang/tender akan memberikan sanksi berupa teguran bagi
anggota yang melanggar, bahkan tidak diperkenankan untuk ikut lelang lagi. Penggunaan asap
cair berupa deorub pernah dibagikan kepada anggota untuk proses membuat slab, akan tetapi
untuk saat ini petani/anggota kelompok tidak lagi menggunakannya dikarenakan kesulitan
mendapatkan kios yang menjual asap cair tersebut. Cuka para menjadi pembeku yang
digunakan hampir seluruh petani/anggota kelompok. Bokar yang dihasilkan kelompok tani
Lavender dikelompokan pada slab mutu IV sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2047-
2002 dapat dilihat pada (Tabel 3).
Tabel 3. Standar Nasional Indonesia (SNI No. 06-2047-2002) tentang bahan olah karet.
Jenis uji/parameter Satuan
Lateks
kebun
Persyaratan
Sit Slab Lump
Kadar karet kering
(min)
- Mutu I
- Mutu II
%
%
28
20
-
-
-
-
-
-
Ketebalan (T)
- Mutu I
- Mutu II
- Mutu III
- Mutu IV
mm
mm
mm
mm
-
-
-
-
3
5
10
-
< 50
51-100
101-150
>150
50
100
150
> 150
Kebersihan (B) - - Tidak terdapat
kotoran
Tidak terdapat
kotoran
Tidak terdapat
kotoran
Jenis Koagulan - - Asam semut
dan bahan lain
yang tidak
merusak mutu
karet*
)
Asam semut dan
bahan lain yang tidak
merusak mutu karet*
),
serta penggumpalan
alami
Asam semut dan
bahan lain yang tidak
merusak mutu karet*
),
serta penggumpalan
alami
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2002.
Bagian harga yang diterima/FOB melalui lelang/tender
Pola pemasaran terorganisir dengan menerapkan sistem pemasaran bersama menjadi
motivasi kelompok tani Lavender. Sistem lelang atau tender yang melibatkan beberapa
pedagang yang dilakukan secara mingguan di setiap hari Rabu menjelaskan bahwasanya peran
kelembagaan dalam upaya peningkatan ekonomi anggota kelompok menjadi tujuan utama dan
keinginan bersama. Kegiatan jual-beli bokar selama ini masih tradisional, di mana pedagang
perantara atau tengkulak sebagai penentu harga bokar yang dijual oleh petani secara
perseorangan. Pola pemasaran tradisional/perseorangan ini seringkali berakibat pada posisi
tawar petani menjadi lemah sehingga bagian harga yang diterima relatif rendah. Pasar lelang
bokar kelompok tani Lavender telah memberikan nilai tambah bagi kelompok maupun
petani/anggota kelompok. Kegiatan lelang ini mampu meningkatkan harga diterima petani
menjadi > 80% FOB. Proses lelang bokar kelompok tani Lavender di Desa Regan Agung
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Kegiatan lelang karet di kantor kelompok tani Lavender, Desa Regan Agung.
7. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016
ISBN 978-979-8389-24-5
SOSEK-147
Mekanisme pasar lelang bokar
Kegiatan lelang kelompok tani Lavender diselenggarakan satu minggu sekali dan diikuti
oleh 6-7 orang peserta lelang yang merupakan pedagang perantara/tengkulak. Bokar
petani/anggota dikumpulkan oleh panitia lelang, biasanya petani/anggota mengantar sendiri slab
ke lokasi lelang kelompok. Bokar yang telah dikumpulkan ditimbang untuk selanjutnya
diangkut oleh pemenang lelang (Gambar 5). Sistem lelang dilakukan tertutup, dimana
penawaran menggunakan amplop yang diisi form penawaran harga oleh tengkulak. Secara
umum, lelang kelompok ini berlangsung transparan dihadiri oleh pengurus sebagai panitia dan
beberapa petani/anggota. Pembayaran ke kelompok dilakukan setelah pihak pedagang perantara
selesai menghitung total volume bokar yang dilelangkan, kemudian panitia lelang menyerahkan
kepada petani/anggota sesuai perolehan hasil timbang bokar masing-masing.
Gambar 5. Alur sistem lelang kelompok tani Lavender
Kendala dan tantangan yang dihadapi kelompok tani Lavender
Partisipasi aktif petani dalam lelang karet sangat diharapkan pengurus sejak awal
didirikannya kelompok tani Lavender dalam mengembangkan usaha kelompok yang
berorientasi pada skala ekonomi dan diharapkan dapat meningkatkan daya saing. Kondisi harga
karet yang rendah menjadi salah satu masalah yang dihadapi petani/anggota kelompok yang
mengakibatkan penghasilannya menurun. Kelompok tani ini juga ikut mengalami kesulitan
untuk mengatasi dampak dari turunnya harga, usaha simpan pinjam mengalami kredit macet dan
minim modal untuk pinjaman ke anggota. Selain itu, penyaluran bantuan untuk anggota
kelompok berupa saprodi pascapanen sudah tidak ada lagi. Padahal ketertarikan untuk
bergabung dalam kelompok ini dapat tumbuh dan menjadi motivasi ketika petani/anggota
memperoleh fasilitas yang mendukung usahatani karet dan kemudahan dalam simpan pinjam.
Namun pengurus kelompok tetap berusaha menjaga volume penjualan (> 3 ton) untuk
satu kegiatan lelang agar tetap dapat memenuhi permintaan peserta lelang. Terdapat beberapa
hal penting yang menjadi tanggungjawab pengurus untuk tetap mempertahankan lelang karet di
Desa Regan Agung, sekalipun harga karet sedang melemah, antara lain:
1. Keterbukaan, adanya transparansi baik sesama pengurus maupun anggota kelompok
dengan mengadakan pertemuan untuk membahas strategi upaya peningkatan usaha.
2. Peningkatan pelayanan dengan memberdayakan SDM kelompok terkait dengan
kegiatan lelang/tender
3. Adanya komitmen kelompok untuk ikut berperan serta dalam perbaikan mutu bokar
dengan membantu kegiatan lelang/tender yang diadakan kelompok-kelompok baru di
desa sekitarnya.
Tantangan sekaligus harapan kelompok tani Lavender adalah terus berupaya untuk
meningkatkan mutu bokar petani/anggota kelompoknya dengan penerapan aturan yang
berpedoman pada SNI bokar, menciptakan skala pemasaran terorganisir melalui lelang sehari
dengan melibatkan lebih banyak petani/kelompok agar volume pasokan bokar melalui lelang
meningkat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelembagaan kelompok tani Lavender memiliki
peranan dalam mendukung perbaikan mutu bokar melalui pemasaran bersama dengan kegiatan
Bokar
dikumpulkan di
lokasi lelang
(halaman kantor)
Peserta lelang
berkumpul
(pedagang
perantara)
Penawaran
harga tertutup
(isi form
amplop)
tertinggi
1. Penimbangan
bokar
2. Angkut-muat
bokar oleh
pemenang
Pembayar-
an ke
petani
8. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016
ISBN 978-979-8389-24-5
SOSEK-148
pasar lelang bokar. Kegiatan kelompok tani Lavender memiliki karakteristik yang fokus pada
usaha pengembangan skala ekonomi di tingkat petani karet. Terdapat profil kelompok tani
Lavender atau ciri-ciri kelompok, unsur pengikat kelompok dan telah menjalankan fungsi
kelompok dalam meningkatkan pendapatan petani/anggotanya dengan pemasaran yang efisien
dan menguntungkan. Peran kelembagaan Kelompok tani Lavender dibuktikan dengan prestasi
dan penghargaan atas eksistensinya dalam mengembangkan usaha ekonomi yang memberikan
nilai tambah dan manfaat bagi anggota kelompok. Selain itu, kelompok tani Lavender juga
membantu terbentuknya kelompok-kelompok pasar lelang baru di desa sekitarnya (Sukaraja,
Talang Ipo, Lubuk Saung). Kondisi mutu bokar kelompok masih sangat beragam dari segi
bentuk dengan ketebalan di atas ≥ 40 cm, kadar karet kering untuk karet mingguan ≥ 50%,
namun kebersihannya sudah baik tidak mengandung kotoran. Penggunaan pembeku cuka para
menjadi pilihan anggota kelompok dikarenakan asap cair (deorub) sulit didapatkan, stok deorub
yang selama ini disalurkan kepada anggota sudah habis. Meskipun harga karet rendah,
pemasaran terorganisir yang dilakukan kelompok tani Lavender masih menerima bagian harga
yang lebih baik (> 80% FOB).
Kelompok tani Lavender perlu meningkatkan kondisi mutu bokar kelompoknya agar
sesuai dengan SNI bokar. Strategi untuk mempertahankan kegiatan kelompok tani Lavender
adalah memelihara kinerja, tanggungjawab pengurus harus terus dijaga dan terpelihara.
Pendampingan bagi kelompok tani Lavender dalam perannya menumbuhkan kelompok lelang
baru di desa sekitarnya patut diapresiasi dan didukung oleh pemerintah Kabupaten Banyuasin.
Kelompok tani ini diharapkan dapat dijadikan model dalam pengembangan kelompok tani di
daerah Sumatera Selatan lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Balai Penelitian Sembawa dan kelompok tani karet Lavender yang
telah mendukung dalam kegiatan penulisan hasil penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Azansyah. (2013). Peran kelembagaan dalam perekonomian, kondisi pembangunan
kelembagaan di Indonesia, dan membangun lembaga yang efektif. Fakultas Ekonomi,
Universitas Bengkulu. Jurnal Ekbisi VII(2), 262-279.
Badan Standardisasi Nasional. (2002). Standar nasional Indonesia (SNI) 06-2047-2002, bahan
olah karet. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Boerhendy, I. (2011). Perkembangan penggunaan bibit karet unggul di Sumatera Selatan:
masalah dan tantangannya. Warta Perkaretan, 30(2), 95-103.
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2015). Statistik perkebunan Indonesia 2014-2016 Karet.
Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Hendratno, S. (2015) Prospek agribisnis karet. Dipresentasikan pada workshop “optimalisasi
pemanfaatan lahan marjinal untuk pengembangan usaha perkebunan” di Surabaya pada
29-30 April 2015.
Hendratno, E. H. (2008). Analisis permintaan ekspor karet alam Indonesia di negara Cina
(skripsi), Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (2015). Masyarakat ekonomi ASEAN 2015:
Meningkatkan daya saing, meraih peluang. Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia. Jakarta.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2012). Petunjuk pelaksanaan pengembangan
kelembagaan ekonomi petani. Pusat Penyuluhan Pertanian. Badan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Kementerian Pertanian Republik
Indonesia. Jakarta.
9. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016
ISBN 978-979-8389-24-5
SOSEK-149
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2008). Peraturan menteri pertanian No.
38/2008. Pedoman pengolahan dan pemasaran bahan olah karet. Kementerian
Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2007). Peraturan menteri pertanian nomor:
273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang pedoman pembinaan kelembagaan petani.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2007). Prospek dan arah pengembangan agribisnis
karet (edisi kedua). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian
Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
Mahbub, A. (2013). Produksi karet naik, tapi devisa turun. Diakses melalui internet dari alamat
situs: https://bisnis.tempo.co/read/news/2013/06/13/090488060/produksi-karet-naik-
tapi-devisa-turun.
Nancy, C., Hendratno, S., Supriadi, M., & Anwar, C. (2012). Pemasaran bokar. Saptabina
usahatani karet rakyat (edisi keenam). Balai Penelitian Sembawa. Sembawa.
Nancy, C., & Syarifa, L. F., Agustina, D. S., Alamsyah, A., Nugraha, I. S. (2012)a.
Pengembangan pemasaran bahan olah karet di Provinsi Sumatera Selatan. Dinas
Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan dan Balai Penelitian Sembawa. Palembang.
Rona, S. (1999). Hubungan karakteristik petani dengan tingkat partisipasinya sebagai anggota
kelompok tani: kasus kelompok tani Mekarsari, Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Dati II Bogor, Provinsi Jawa Barat (skripsi), Jurusan Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Saputra, E. T. M. (2015). 10 komoditi utama ekspor Indonesia. Diakses melalui internet dari
alamat situs: http://www.kargonews.com/articles/10-komoditi-utama-ekspor-indonesia.
Santoso, P. B., & Darwanto. (2015). Strategi penguatan kelompok tani dengan penguatan
kelembagaan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Diponegoro. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, 16(1), 33-45.
Singapore Commodity Exchange Limited (Sicom). (2016). Market information. Diakses melalui
internet dari alamat situs:
https://www.sgx.com/wps/portal/sgxweb/home/marketinfo/derivatives/delayed_prices/f
utures.
Statistik Perkebunan 2013. (2014). Menuju satu angka statistik perkebunan secara nasional.
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan. Palembang.
Syarifa, F. L., & Syarifa, L. F., Agustina, D. S., Alamsyah, A., Nugraha, I. S. (2016). Potensi
dan kendala dalam penguatan dan penumbuhan kelompok pemasaran bokar terorganisir
di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Karet, 34(2).
Syarifa, F. L., & Agustina, D. S., Nancy, C., Supriadi, M. (2015). Socio economic conditions as
affected by fall of natural rubber price: case study in South Sumatera. Dipresentasikan
pada “International Rubber Research and Development Board – International Rubber
Conference” di Vietnam, 2-6 November 2015.
Syarifa, F. L., & Agustina, D. S., Nancy, C. (2013). Evaluasi pengolahan dan mutu bahan olah
karet rakyat (bokar) ditingkat petani karet di Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Karet,
31(2), 139-148.
Syarifa, F. L., & Agustina, D. S., Nancy, C., Supriadi, M. (2012) Evaluasi tingkat adopsi klon
unggul di tingkat petani karet Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Karet, 30(1),
12-22.
Tambunan, T. T. H. (2015). Masyarakat ekonomi ASEAN 2015: peluang dan tantangan bagi
UKM Indonesia. Active Programme. Kadin Indonesia. Policy Paper no. 15, Maret 2013.
Jakarta
Warta Ekspor. (2015). Stretegi menghadapi MEA 2015. Direktorat Jenderal Pengembangan
Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan. Jakarta.