SlideShare a Scribd company logo
1 of 119
Download to read offline
Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA,
ASEAN CPA
Fasilitator:
Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA, ASEAN CPA
(Praktisi, Penulis & Akademisi)
Implikasi Pemberlakuan
PP 35/2021, PP 36/2021 dan PP37/2021 terhadap
Penerapan PSAK 24 dan Dampak Perpajakannya
HARI PERTAMA
 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
 Kontrak Kerja dan Outsourcing
 Pengaturan Cuti dan Pengupahan
 Pemutusan Hubungan Kerja
 Imbalan Pasca Kerja
 Pemberlakuan Efektif UU Cipta Kerja
 Sanksi Pidana Ketenagakerjaan terkait
“Omnibus”: For all; containing two or more independent matters.
(Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, 1990)
“Omnibus Bill”: A legislative bill including in one act various separate and
distinct matters, and frequently one joining a number of
different subjects in one measure…...
(Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, 1990)
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
PETA UU CIPTA KERJA
Peningkatan Ekosistem
Investasi dan Kegiatan
Berusaha
Ketenagakerjaan
Kemudahan Perlindungan dan
Pemberdayaan Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah
Kemudahan Berusaha Dukungan Riset dan Inovasi Pengadaan Tanah
Kawasan Ekonomi
Investasi Pemerintah Pusat
dan Kemudahan Proyek
Strategis Nasional
Pelaksanaan Administrasi
Pemerintah untuk Mendukung
Cipta Kerja
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
Ruang Lingkup UU Cipta Kerja:
Menghapus
Mengubah
Menetapkan
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan)
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2017 tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Diundangkan pada 2 November 2020.
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
1. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PP 34/2021),
2. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja,
Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan
Hubungan Kerja (PP 35/2021),
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang
Pengupahan (PP 36/2021),
4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP
37/2021)
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(UU Ketenagakerjaan):
Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
Pasal 1 angka 6 UU Ketenagakerjaan:
Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta
maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
SUBJEK UU
KETENAGAKERJAAN
Perseorangan
Firma, CV, Persekutuan Perdata
PT, Yayasan, Koperasi
BUMN, BUMD
Organisasi Massa
BUT yang merupakan perwakilan badan
hukum asing
Pasal 1 angka 5-6 UU Ketenagakerjaan (UU Cipta Kerja):
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
Pasal 52 ayat 1 UU Ketenagakerjaan:
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. Kesepakatan kedua belah pihak,
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum,
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Pasal 52 ayat 2-3 UU Ketenagakerjaan:
Pasal 56 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
(PKWT):
1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
atas:
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
3) Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka
waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Kontrak Kerja dan Outsourcing
1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa
Indonesia dan huruf latin.
2) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila
kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian
kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 57 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu):
Pasal 58 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (Masa Percobaan):
1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan.
2) Dalam hal diisyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa
percobaan kerja yang diisyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
Pasal 59 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan (Syarat PKWT):
Pekerjaan Sekali Selesai
atau Sementara Sifatnya
Pekerjaan yang diperkirakan
Penyelesaiannya dalam Waktu
yang Tidak Terlalu Lama
Musiman
Bisnis masih dalam Penjajakan
(Produk baru, kegiatan baru, produk
percobaan)
Pekerjaan/kegiatan yang
bersifat tidak tetap
P
K
W
T
P
E
M
B
A
T
A
S
A
N
Hanya untuk pekerjaan yang bersifat tidak
tetap
Jenis, sifat, kegiatan pekerjaan, jangka waktu,
dan batas waktu perpanjangan PKWT akan
diatur PP
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Jangka waktu keseluruhan PKWT tidak boleh
melebihi 5 tahun (Pasal 8 ayat 1-2 PP
25/2021).
Syarat-syarat perusahaan alih daya (pasal 66 ayat 1-6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 18-20 PP 35/2021):
1. Berbadan hukum dan memenuhi perizinan usaha,
2. PKWT dan PKWTT dibuat dalam perjanjian tertulis,
3. Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat dan perselisihan menjadi
tanggung jawab perusahaan alih daya,
4. Hubungan kerja dilakukan dengan PKWT atau PKWTT,
5. PKWT harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh
apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya
tetap ada.
Ketentuan mengenai Outsourcing:
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Pasal 66 ayat 3-4 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
No. Jenis Waktu Istirahat dan Cuti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
1. Isitrahat antara jam kerja Minimal ½ Jam setelah bekerja 4 jam terus
menerus dan dilakukan pada jam istirahat (pasal
79 ayat 2 butir a).
Minimal ½ Jam setelah bekerja 4 jam terus
menerus dan dilakukan pada jam istirahat
(pasal 79 ayat 2 butir a).
2. Istirahat mingguan a. 1 hari dalam 6 hari kerja dalam 1 minggu
b. 2 hari dalam 5 hari kerja dalam 1 minggu
(pasal 79 ayat 2 butir b).
Paling sedikit 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1
minggu
3. Cuti tahunan Sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah bekerja
selama 12 bulan secara terus menerus (pasal 79
ayat 2 butir c).
Sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah
bekerja selama 12 bulan secara terus menerus
(pasal 79 ayat 2 butir c).
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Perbandingan Waktu Istirahat dan Cuti:
Perbandingan Waktu Istirahat dan Cuti:
No. Jenis Waktu Istirahat dan Cuti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan
4. Istirahat panjang Sekurang-kurangnya 2 bulan dan
dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8
masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh
yang telah bekerja selama 6 bulan terus
menerus (pasal 79 ayat 2 butir d).
Pada perusahaan tertentu, diatur
berdasarkan perjanjian kerja/peraturan
perusahaan/PKB (pasal 79 ayat 2 butir d).
5. Cuti haid Pekerja/buruh perempuan dalam masa haid
merasakan sakit tidak wajib bekerja (pasal
81)
Pekerja/buruh perempuan dalam masa
haid merasakan sakit tidak wajib bekerja
(pasal 81)
6. Cuti melahirkan 1,5 bulan sebelum dan setelah (pasal 82 ayat
1)
1,5 bulan sebelum dan setelah (pasal 82
ayat 1)
7. Cuti keguguran 1,5 bulan (pasal 82 ayat 2) 1,5 bulan (pasal 82 ayat 2)
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Prinsip-Prinsip Umum Pengupahan:
1. Upah yang dinyatakan secara implisit dalam setiap hubungan kerja,
2. Asas non diskriminasi,
3. Prinsip “no work, no pay” (pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan),
4. Perjanjian mengenai upah dapat dilakukan sepanjang lebih menguntungkan bagi
pekerja,
5. Larangan pembelanjaan upah tanpa persetujuan,
6. Pemotongan upah (penerapan denda, ganti rugi, uang muka upah, sewa rumah,
cicilan hutang, dan kelebihan pembayaran upah) tidak boleh melebihi 50% (Pasal 64
ayat 3 Peraturan Pememerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan).
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Pasal 8 ayat 1-2 PP 36/2021:
UPAH
Upah pokok (upah tanpa tunjangan)
Tunjangan tetap
Tunjangan tidak tetap
Bonus
Uang Pengganti Fasilitas Kerja
Uang Servis
NON UPAH
Tunjangan Hari Raya
Insentif pada usaha tertentu
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Pasal 7 ayat 2 PP 36/2021:
Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, besarnya upah pokok paling sedikit 75% (tujuh pulih
lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Pasal 7 ayat 3 PP 36/2021:
Dalam hal komponen Upah terdiri atas Upah Pokok, tunjangan tetap dan tunjangan
tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, besarnya upah pokok paling
sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Pasal 7 ayat 2-3 PP 36/2021:
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Pasal 92 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan
kemampuan perusahaan dan produktivitas.
2) Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 92A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan
perusahaan dan produktivitas.
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Pasal 88B UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
1) Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 88C UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
1) Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi………….
……………………
5) Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih tinggi dari
upah minimum provinsi.
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
UPAH
(PASAL 16 PP 36/2021)
SATUAN WAKTU
SATUAN HASIL
PER JAM
PER HARIAN
PER BULANAN
5 hari kerja dalam seminggu =
𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏
𝟐𝟏
PENENTUAN UPAH:
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
6 hari kerja dalam seminggu =
𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏
𝟐𝟓
Upah Per Jam =
𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏
𝟏𝟐𝟔
Penentuan Upah per Jam dan Harian:
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
UMP DKI = Rp 4.276.349 per bulan
Sehingga,
UMP DKI per jam adalah = Rp 4.276.349/126 = Rp 33.939 per jam
UMP DKI per hari (6 hari kerja dalam seminggu) = Rp 4.276.349/25 = Rp 171.054 per hari
UMP DKI per hari (5 hari kerja dalam seminggu) = Rp 4.276.349/21 = Rp 203.636 per hari
Pengupahan selama Pekerja/Buruh Menjalani Proses Hukum:
Pasal 53 ayat 1-2 PP 35/2021:
1. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana,
maka pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi
tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah.
2. Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan
terhitung sejak hari pertama Pekerja/Buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan):
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak
lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Pasal 17 PP 36/2021:
Dalam hal salah satu pihak mengakhiri Hubungan Kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan
dalam PKWT, Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh Pekerja/Buruh.
Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 15 ayat 1-3 PP 35/2021:
1. Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya
berdasarkan PKWT,
2. Pemberian uang kompensasi dilaksanakan pada saat berakhirnya PKWT.
3. Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja/Buruh yang
telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus menerus.
4. Apabila PKWT diperpanjang, uang kompensasi diberikan saat selesainya jangka waktu PKWT,
uang kompensasi berikutnya diberikan setelah perpanjangan jangka waktu berakhir atau selesai.
5. Pemberian uang kompensasi tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh
pemberi kerja dalam hubungan kerja berdasarkan PKWT.
Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 16 ayat 1 PP 35/2021:
Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
PKWT Besaran Kompensasi
Masa kerja = 12 bulan 1 x Upah per bulan
Masa kerja 1 bulan < x < 12 bulan (Masa kerja/12) x Upah per bulan
Masa kerja > 12 bulan (Masa kerja/12) x Upah per bulan
Pasal 16 ayat 6 PP 35/2021:
Besaran uang kompensasi untuk Pekerja/Buruh pada usaha mikro dan usaha kecil
diberikan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 154A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 36
PP 35/2021):
No. Alasan PHK
1. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan,
2. Efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang
disebabkan perusahaan mengalami kerugian,
3. Tutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun
4. Tutup karena force majeure
5. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
6. Pailit
7. Permohonan PHK oleh pekerja/buruh karena: (a) penganiayaan, penghinaan secara kasar atau ancaman
terhadap pekerja atau buruh, (b) perintah melakukan perbuatan yang melanggar hukum, (c) upah dibayar tidak
tepat waktu selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, (d) tidak melakukan kewajiban yang dijanjikan kepada
pekerja/buruh, (e) memerintahkan pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan, (f)
memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, dan kesusilaan.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
No. Alasan PHK
8. Putusan PHI yang menyatakan pengusaha tidak bersalah pada poin 7, dan pengusaha memutuskan untuk
melakukan PHK
9. Pekerja/buruh mengundurkan diri
10. Pekerja buruh mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis
11. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran PKB/Peraturan Perusahaan dan telah diberikan SP1, SP2 dan SP3
12. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib
13. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan selama 12 bulan
14. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
15. Pekerja/buruh meninggal dunia
Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 154A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 36
PP 35/2021):
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 156 ayat 1 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 1 PP
35/2021 (Besaran Imbalan Pasca Kerja):
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja pengusaha wajib membayar uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima.
P PMK UPH
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 2
PP 35/2021 (Besaran Pesangon):
Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2
(dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3
(tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4
(empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5
(lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan:
Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan paling sedikit sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2
(dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3
(tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4
(empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5
(lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40
ayat 2 PP 35/2021 (Besaran Pesangon):
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang
dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9
(sembilan) bulan upah.
Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan (Besaran
Pesangon):
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang
dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9
(sembilan) bulan upah.
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40
ayat 3 PP 35/2021 (Besaran Penghargaan Masa Kerja):
Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6
(enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9
(sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari
12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari
15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
Pasal 156 ayat 3 UU Ketenagakerjaan (Besaran
Penghargaan Masa Kerja):
Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6
(enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9
(sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari
12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40
ayat 3 PP 35/2021 (Besaran Penghargaan Masa Kerja):
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8
(delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih,
10 (sepuluh ) bulan upah.
Pasal 156 ayat 3 UU Ketenagakerjaan (Besaran
Penghargaan Masa Kerja):
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8
(delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih,
10 (sepuluh ) bulan upah.
IMBALAN PASCA KERJA
Besaran Pesangon dan PMK berdasarkan UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
dan PP 35/2021:
MASA KERJA
(DALAM TAHUN)
BESAR PESANGON
X
UPAH
MK < 1
1  MK < 2
2  MK < 3
3  MK < 4
4  MK < 5
5  MK < 6
6  MK < 7
7  MK < 8
8  MK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
MASA KERJA
(DALAM TAHUN)
PMK
X
UPAH
MK < 3
3  MK < 6
6  MK < 9
9  MK < 12
12  MK < 15
15  MK < 18
18  MK < 21
21  MK < 24
24  MK
-
2
3
4
5
6
7
8
10
IMBALAN PASCA KERJA
UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat
4 PP 35/2021 (Uang Penggantian Hak):
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima
bekerja;
c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 156 ayat 4 UU Ketenagakerjaan (Besaran Uang
Penggantian Hak):
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima
bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan
ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
IMBALAN PASCA KERJA
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
1. Pengusaha melakukan PHK karena penggabungan, peleburan
atau pemisahan (pasal 41 PP 35/2021):
a. Pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja 1P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
b. Pengusaha tidak bersedia menerima pekerja atau buruh 1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
2. Pengusaha melakukan PHK karena pengambilalihan perusahaan
(pasal 42 ayat 1 PP 35/2021)
1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
3. Pengusaha melakukan PHK dalam hal terjadi pengambilalihan
perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat
kerja dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja (pasal 42 ayat 2 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
4. Pengusaha melakukan PHK karena efisiensi yang disebabkan
perusahaan mengalami kerugian (pasal 43 ayat 1 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK +UPH 2P + 1PMK + UPH
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
IMBALAN PASCA KERJA
Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
5. Pengusaha melakukan PHK karena efisiensi untuk mencegah kerugian (pasal 43
ayat 2 PP 35/2021)
1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
6. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan
mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau mengalami
kerugian tidak secara terus menerus selama 2 tahun (pasal 44 ayat 1 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
7. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan bukan
karena perusahaan mengalami kerugian (pasal 44 ayat 2 PP 35/2021)
1P + 1PMK + UPH Tidak diatur
8. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan keadaan
memaksa (force majeure) (pasal 45 ayat 1 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK +UPH 1P + 1PMK + UPH
9. Pengusaha melakukan PHK karena keadaan memaksa dan tidak mengakibatkan
perusahaan tutup (pasal 45 ayat 2 PP 35/2021)
0,75P + PMK + UPH Tidak diatur
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
10. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan dalam keadaan PKPU yang
disebabkan perusahaan mengalami kerugian (pasal 46 ayat 1 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK + UPH Tidak diatur
11. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan dalam keadaan PKPU bukan karena
perusahaan mengalami kerugian (pasal 46 ayat 2 PP 35/2021)
1P + 1PMK + UPH Tidak diatur
12. PHK karena perusahaan pailit (pasal 47 PP 35/2021) 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
13. Pekerja/buruh mengajukan PHK karena: (a) penganiayaan, penghinaan secara kasar
atau ancaman terhadap pekerja atau buruh, (b) perintah melakukan perbuatan
yang melanggar hukum, (c) upah dibayar tidak tepat waktu selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih, (d) tidak melakukan kewajiban yang dijanjikan kepada
pekerja/buruh, (e) memerintahkan pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan di luar
yang diperjanjikan, (f) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa,
keselamatan, dan kesusilaan (pasal 48 PP 35/2021).
1P + 1PMK + UPH Tidak diatur
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
14. Pengusaha melakukan PHK karena adanya putusan lembaga PPHI yang
menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 36 huruf g (poin 13 di atas) (pasal 49 ayat 1 PP 35/2021)
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
15. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri yang memenuhi syarat
sebagaimana diatur dalam pasal 36 huruf i (pasal 50 PP 35/2021)
UPH + Uang Pisah* UPH
16. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh mangkir selama 5 hari kerja
berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang
sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis (pasal 51 PP
35/2021)
UPH + Uang Pisah* 1P + 1PMK + UPH
17. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau PKB dan sebelumnya telah diberikan
SP1, SP2 dan SP3 secara berturut-turut (pasal 52 ayat 1 PP 35/2021).
0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
18. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat
mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau PKB
(pasal 52 ayat 2 PP 35/2021) (dapat dilakukan tanpa pemberitahuan).
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
19. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan
selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan
tindak pidana yang mengakibatkan kerugian perusahaan (pasal 54 ayat 1 PP
35/2021).
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
20. Dalam hal Pekerja/Buruh ditahan pihak berwajib karena melakukan tindak pidana
yang mengakibatkan kerugian perusahaan dan pengadilan memutuskan perkara
sebelum berakhirnya masa 6 bulan dan pekerja dinyatakan bersalah (pasal 54 ayat
4 PP 35/2021).
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
21. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan
pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga
melakukan tindak pidana yang tidak mengakibatkan kerugian perusahaan
(pasal 54 ayat 2 PP 35/2021)
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
22. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan
tidak pidana yang tidak mengakibatkan kerugian perusahaan dan
pengadilan memutuskan perkara sebelum berakhirnya masa 6 bulan dan
pekerja dinyatakan bersalah (pasal 54 ayat 5 PP 35/2021).
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
23. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh mengalami sakit
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah melampaui 12 bulan (pasal 55 ayat 1 PP
35/2021)
2P + 1PMK + UPH 2P + 2PMK + UPH
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
Kasus UU Cipta Kerja + PP
35/2021
UU Ketenagakerjaan
24. Pekerja/Buruh mengajukan PHK karena Pekerja/Buruh sakit
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak
dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12
bulan (pasal 55 ayat 2 PP 35/2021).
2P + 1PMK + UPH Tidak diatur
25. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh memasuki
usia pensiun (pasal 56 PP 35/2021).
1,75P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
26. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh meninggal
dunia (pasal 57 PP 35/2021).
2P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
Perbandingan Besaran UU Ketenagakerjaan Vs PP 35/2021:
Pada tahun pelaporan 31 Desember 2020 Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 18.232.594 per
bulan sebagai manajer pemasaran. Tuan A mulai bekerja pada umur 22 tahun dan memasuki usia pensiun pada
umur 55.
Besaran P+PMK+UPH berdasarkan UU Ketenagakerjaan:
(a)2 x pesangon = 2 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 328.186.688
(b)Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 76.576.894
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 587.089.522
IMBALAN PASCA KERJA
Besaran P+PMK+UPH berdasarkan PP 35/2021:
(a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 287.163.356
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = Rp 0
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 469.489.296
Pasal 58 ayat 1-3 PP 35/2021:
1. Pengusaha yang mengikutsertakan Pekerja/Buruh dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh Pengusaha dapat
diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Pengusaha atas uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja serta uang pisah akibat Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 sampai dengan Pasal 52 dan Pasal 54 sampai dengan Pasal 57.
2. Jika perhitungan manfaat dari program pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih kecil daripada
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah maka selisihnya dibayar oleh
Pengusaha.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
IMBALAN PASCA KERJA
UU Ketenagakerjaan UU 40/2004 UU 11/2020 + PP 37/2021
Pesangon (Pasal 156 ayat 2) Pesangon (Pasal 156 ayat 2)
PMK (Pasal 156 ayat 3) PMK (Pasal 156 ayat 3)
UPH (Pasal 156 ayat4) UPH (Pasal 156 ayat 4)
Jaminan Hari Tua (Pasal 167 ayat 6) Jaminan Hari Tua (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Hari Tua (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)
Jamsostek (Pasal 99 ayat 1-2) -
Jaminan Kesehatan (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kesehatan (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)
Jaminan Kecelakaan Kerja (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kecelakaan Kerja (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)
Jaminan Pensiun (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Pensiun (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)
Jaminan Kematian (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kematian (Perubahan Pasal 18 UU SJSN)
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (Perubahan Pasal 46A)
Catatan: UU SJSN= UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Perbandingan Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
Kasus UU 40/2004 PP 37/2021
Pensiun JHT + Jaminan Pensiun
Pekerja meninggal dunia JHT + Jaminan Pensiun + Jaminan Kematian
Pekerja mengundurkan diri -
Cacat total tetap JHT + Jaminan Pensiun
Kecelakaan kerja atau penyakit akibat pekerjaan Jaminan Kecelakaan + Jaminan Pensiun
Berakhirnya PKWT Jaminan Kehilangan Pekerjaan*
PHK karena putusan pengadilan, efisiensi, perusahaan
pailit, PKPU, perusahaan tutup dan lain-lain Jaminan Kehilangan Pekerjaan*
Perbedaan Komponen Manfaat Sistem Jaminan Sosial:
*Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan terdiri dari: (a) uang tunai, (b) uang sertifikasi, (c) akses informasi pasar kerja, dan
(d) pelatihan kerja.
IMBALAN PASCA KERJA
Imbalan Pasca Kerja Usaha Mikro dan Usaha Kecil:
Pasal 59 PP 35/2021:
Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil wajib membayar yang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan/atau uang pisah bagi Pekerja/Buruh
yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dengan besaran ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil dengan Pekerja/Buruh.
IMBALAN PASCA KERJA
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
NO. TINDAKAN SANKSI PIDANA JENIS TINDAK PIDANA
1. Pengusaha tidak memberikan istirahat kerja, istirahat
mingguan, cuti tahunan dan istrahat panjang kepada
pekerja/buruh (pasal 79 ayat 1-3 UU
Ketenagakerjaan)
1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan
dan paling lama 12 bulan, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling
banyak Rp 100 jt.
(psl 187 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran
2. Pengusaha mempekerjaan peker/buruh pada hari-hari
libur resmi tanpa membayar upah lembur (pasal 85
ayat 3 UU Ketenagakerjaan).
1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan
dan paling lama 12 bulan, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling
banyak Rp 100 jt.
(psl 187 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran
3. Pengusaha tidak membayar lembur (pasal 78 ayat 2
UU Ketenagakerjaan)
1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan
dan paling lama 12 bulan, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling
banyak Rp 100 jt.
(psl 187 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran
No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana
4. Pengusaha tidak membuat surat pengangkatan bagi
pekerja/buruh dalam hal PKWTT dibuat secara lisan (pasal
63 ayat 1 UU Ketenagakerjaan)
Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling
banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran.
5. Pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu
kerja tanpa ada persetujuan pekerja/buruh dan waktu kerja
lembur melebihi 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1
minggu (pasal 78 ayat 1 UU Ketenagakerjaan).
Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling
banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran.
6. Pengusaha tidak membuat peraturan perusahaan dalam
hal pengusaha mempekerjakan sekurang-kurangnya 10
orang (pasal 108 ayat 1 UU Ketenagakerjaan).
Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling
banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran.
7. Pengusaha tidak memberitahukan adanya rencana
penutupan perusahaan (lock-out) (pasal 148 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling
banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran.
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana
8. Pengusaha tidak membayar upah dalam kondisi
pekerja/buruh sakit, pekerja menikah, pekerja tidak
melakukan pekerjaan karena sedang melakukan tugas
negara, pekerja melakukan waktu istirahat dan lain-lain
(pasal 93 ayat 2),
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 186 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
9. Pengusaha tidak mempekerjakan kembali
pekerja/buruh yang perkara pidananya sebelum masa
6 bulan dinyatakan tidak bersalah (pasal 160 ayat 4)
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
10. Pengusaha tidak membayar uang pesangon dan atau
uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak adalam hal terjadi PHK (pasal 156 ayat 1).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana
11. a. Pengusaha tidak memberikan istirahat selama 1,5
bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan
setelah melahirkan menurut perhitungan dokter
kandungan atau bidan atau tidak memberikan waktu
istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan, atau
b. bidan setelah pekerwa/buruh wanita mengalami
keguguran.
(pasal 82 ayat 1-2).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
12. Pemberi kerja orang perorangan mempekerjakan TKA (pasal
42 ayat 2).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana
13. a. Pembayaran upah tidak sesuai dengan
kesepakatan (pasal 88A ayat 3),
b. Pembayaran upah di bawah upah minimum
(pasal 88E ayat 2).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan
paling banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
14. Pengusaha tidak memberikan kesempatan yang
secukupnya kepada pekerja/buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh
agamanya (pasal 80).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan
paling banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
Fasilitator:
Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA, ASEAN CPA
(Praktisi, Penulis & Akademisi)
Implikasi Pemberlakuan
PP 35/2021, PP 36/2021 dan PP37/2021 terhadap
Penerapan PSAK 24 dan Dampak Perpajakannya
HARI KEDUA
 Pemberlakuan Efektif UU Cipta Kerja
 Penerapan PSAK 24
 Penerapan PSAK 8
 Dampak Akuntansi Penerapan PP 35/2021
 Dampak Perpajakan Penerapan PP 35/2021
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan:
Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Pasal 185 UU Cipta Kerja:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan
b. Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib
disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
Pasal 66 PP 35/2021:
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (2 Februari 2021).
Pasal 64 PP 35/2021:
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. uang kompensasi untuk PKWT yang jangka waktunya belum berakhir diberikan sesuai dengan
ketentuan daiam Peraturan Pemerintah ini; dan
b. besaran uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan masa
kerja Pekerja/Buruh yang perhitungannya dimulai sejak tanggal diundangkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja.
Pasal 186 UU Cipta Kerja:
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (2 November 2020).
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
2 Nov 2020
UU Cipta Kerja
diberlakukan
2 Feb 2021
PP 35/2021 diberlakukan
2 Desember 2020
Kontrak yang mulai berlaku
3 Desember 2018 dan
berakhir 2 Desember 2020
Tahun buku berakhir
31 Des 2020
Uang kompensasi dihitung
1/12 x 1 bulan Upah
Kontrak yang mulai berlaku
3 Maret 2020 dan berakhir
2 Maret 2021
2 Maret 2021
Uang kompensasi dihitung
4/12 x 1 bulan Upah
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
2 Nov 2020
UU Cipta Kerja
diberlakukan
2 Feb 2021
PP 35/2021 diberlakukan
20 Desember 2020
PKWTT berakhir
Tahun buku berakhir
31 Des 2020
PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT):
1. Pembayaran Pesangon, PMK dan UPH dilakukan dengan mengacu pada PP 35/2021, sebab ketentuan terkait
Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang ada pada UU Ketenagakerjaan sudah tidak
berlaku lagi,
2. Pembayaran Pesangon, PMK dan UPH dilakukan setelah PP 35/2021 efektif berlaku. Untuk sementara,
perusahaan dapat memberikan panjar.
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
PKB
Peraturan
Perusahaan
Kontrak
Kerja
Undang-Undang
Peraturan
Pemerintah
Peraturan
Pelaksana
Lainnya
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
APAKAH TERDAPAT KONFLIK ANTARA KAIDAH HETERONOM DENGAN KAIDAH OTONOM?
Indikasi dan implikasi:
1. Dalam kasus PKWTT, apakah manajemen bersikukuh menerapkan PP 35/2021 dan
mengabaikan ketentuan PKB?
2. Dalam kasus PKWT, apabila terdapat konflik antara kaidah heteronom dan kaidah
otonom, maka yang berlaku adalah kaidah heteronom,
3. Dalam kasus PKWT, perusahaan wajib membayar uang kompensasi apabila PKWT
berakhir sebulan setelah 2 November 2020.
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
PENERAPAN PSAK 24
PSAK 24
Imbalan kerja
jangka pendek
Imbalan kerja
jangka panjang
Cuti berimbalan jangka pendek
Bagi laba dan bonus
Imbalan purna karya
Imbalan jangka panjang lainnya
(Undiscounted)
(Discounted)
Imbalan non moneter
Upah, gaji, iuran JAMSOS
PSAK 24, “Imbalan Kerja” efektif per 1 Januari 2015.
PSAK 24.08,
“Imbalan kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu entitas dalam
pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak
kerja”.
“Imbalan kerja jangka pendek adalah imbalan kerja (selain dari pesangon) yang
diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas bulan setelah akhir
periode pelaporan tahunan saat pekerja memberikan jasa terkait”.
“Imbalan pascakerja adalah imbalan kerja (selain pesangon dan imbalan kerja
jangka pendek) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan kontrak kerja”.
PENERAPAN PSAK 24
undiscounted
basis
discounted
basis
Imbalan kerja jangka
pendek
Imbalan kerja jangka
panjang
PENERAPAN PSAK 24
Perjanjian Kerja
Bersama
Penetapan RUPS Peraturan Perundang-
undangan
Lain-lain
Kewajiban
legal
Kewajiban
konstruktif
Perikatan, peraturan perundang-undangan, dan
putusan pengadilan
Kebiasaan, praktek informal dan praktek masa
lalu
PENERAPAN PSAK 24
IMBALAN NON
MONETER
JANGKA PENDEK Pelayanan Kesehatan
Perumahan
Kendaraan dinas
Subsidi
PENERAPAN PSAK 24
IMBALAN
PASCA KERJA
IMBALAN
KERJA JANGKA
PANJANG
LAINNYA
IMBALAN
PURNA KARYA
IMBALAN
PASCA KERJA
LAIN
Pensiun, dan pembayaran
sekaligus purna karya
Asuransi jiwa pasca kerja
dan kesehatan pasca kerja
Ketidakhadiran jangka panjang
yang dibayar, penghargaan masa
kerja, imbalan cacat permanen,
remunerasi tangguhan
Selisih pengukuran kembali akibat
perubahan asumsi aktuaria diakui
sebagai pendapatan komprehensif
lainnya (Other Comprehensive
Income) pada ekuitas.
Selisih pengukuran kembali akibat
perubahan asumsi aktuaria diakui
sebagai bagian laba atau rugi
IMBALAN
KERJA
JANGKA
PANJANG
PENERAPAN PSAK 24
PSAK 24.67,
“Entitas menggunakan metode Projected Unit Credit untuk
menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti, biaya jasa kini terkait
dan biaya jasa lalu (jika dapat diterapkan).”
PSAK 24.75,
“Asumsi aktuaria tidak boleh bias dan harus selaras satu dengan
yang lain.”
Biaya jasa kini adalah kenaikan nilai kini
kewajiban imbalan pasti yang berasal
dari jasa pekerja periode berjalan
Biaya jasa lalu perubahan nilai
kini kewajiban imbalan pasti atas
jasa pekerja pada periode-periode
lalu
PENERAPAN PSAK 24
MORTALITAS
TURNOVER
CACAT
KLAIM
KESEHATAN
BUNGA
DEPOSITO
KENAIKAN
UPAH
HASIL ASET
PROGRAM
LAIN-LAIN
L
A
B
A
A
T
A
U
R
U
G
I
A
K
T
U
A
R
I
A
DEMOGRAFI
KEUANGAN
ASUMSI
AKTUARIA
PENERAPAN PSAK 24
TINGKAT KENAIKAN UPAH:
IAS 19.BC 141,
“IASC believed that the assumptions were used not to determine whether an obligation
exists, but to measure an existing obligation on the basis that provides the most relevant
measure of the estimated outflow of resources. If no increase was assumed, this was an
implicit assumption that no change will occur and it would be misleading to assume no
change if an entity did expect a change……..”
PENERAPAN PSAK 24
Tingkat Mortalitas:
PSAK 24. 81,
“Entitas menentukan asumsi mortalitas dengan mengacu pada estimasi terbaik dari mortalitas
peserta program baik selama dan setelah kontrak kerja.”
PENERAPAN PSAK 24
Tingkat Mortalitas, Kesehatan dan Pengunduran Diri:
PENERAPAN PSAK 24
TINGKAT DISKONTO:
PSAK 24.83,
“Tingkat yang digunakan untuk mendiskontokan kewajiban imbalan pascakerja (baik yang
didanai maupun tidak) ditentukan dengan mengacu pada bunga obligasi korporasi
berkualitas tinggi pada akhir periode pelaporan. Di negara dimana tidak terdapat pasar aktif
dan stabil bagi obligasi tersebut, maka digunakan tingkat bunga obligasi pemerintah. Mata
uang dan jangka waktu dari obligasi korporasi maupun obligasi pemerintah sesuai dengan
mata uang dan estimasi jangka waktu kewajiban imbalan pasca kerja.”
PENERAPAN PSAK 24
Tingkat Diskonto:
PENERAPAN PSAK 24
Hasil Aset Program:
PENERAPAN PSAK 24
EFEK PAJAK:
IAS 19.BC 121,
“The amendments made in 2011 clarify that:
a) the estimate of the defined benefit obligation includes the present value
of taxes payable by the plan if they relate to service before the reporting
date or are imposed on benefits resulting from the service, and
b) other taxes should be included as a reduction to the return on plan
assets.”
PENERAPAN PSAK 24
PSAK 24.71,
“Metode Projected Unit Credit mensyaratkan entitas untuk mengatribusikan imbalan pada periode
kini (untuk menentukan biaya jasa kini) dan dan periode lalu (untuk menentukan nilai kini kewajiban
imbalan pasti).………...”
PSAK 24.127,
“Pengukuran kembali liabilitas (aset) imbalan pasti neto terdiri atas:
a) keuntungan dan kerugian aktuarial (lihat paragraf 128 dan 129);
b) imbal hasil atas aset program (lihat paragraf 130), tidak termasuk jumlah yang dimasukan dalam
bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 125); dan
c) setiap perubahan dampak batas atas aset, tidak termasuk jumlah yang dimasukan dalam bunga
neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 126).”
PENERAPAN PSAK 24
PSAK 24.156,
“Untuk imbalan kerja jangka panjang lainnya, entitas mengakui total nilai neto dari jumlah berikut ini di dalam
laba rugi kecuali jika terdapat SAK lain yang mensyaratkan atau mengizinkan jumlah tersebut termasuk dalam
biaya perolehan aset:
a) biaya jasa (lihat paragraf 66–112);
b) biaya bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 123–126); dan
c) pengukuran kembali dari liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 127–130).”
Tidak ada pengakuan OCI terkait
perubahan asumsi aktuaria
PENERAPAN PSAK 24
ELEMEN BEBAN
IMBALAN KERJA
JANGKA PANJANG
Biaya jasa kini
(current service cost)
Keuntungan atau kerugian
penyelesaian, perubahan
program, kurtailmen dll
Keuntungan atau kerugian
perubahan asumsi aktuaria
Biaya bunga (interest cost)
Kenaikan nilai kini
kewajiban imbalan
pasti
Perubahan nilai kini
kewajiban imbalan pasti
sebagai akibat
amendemen program
dan pembatalan,
kurtailmen.
PENERAPAN PSAK 24
2020
2019
2018
2017
PEMBERLAKUAN
UU CIPTA KERJA
BIAYA JASA KINI
BIAYA JASA LALU
DIAKUI SEBAGAI BAGIAN LABA RUGI 2020.
Jika Efek UU Cipta Kerja Mengurangi Kewajiban:
PENERAPAN PSAK 24
Jika Efek UU Cipta Kerja Mengurangi Kewajiban:
PSAK 24.106,
“Biaya jasa lalu dapat bernilai positif (ketika imbalan dimulai atau diubah sehingga nilai kini
kewajiban imbalan pasti meningkat) atau negatif (ketika imbalan yang ada ditarik atau diubah
sehingga nilai kini kewajiban imbalan pasti menurun).”
PSAK 24.107,
“Jika entitas mengurangi imbalan terutang tertentu pada program imbalan pasti dan, pada saat
yang sama, meningkatkan imbalan terutang lain pada program untuk pekerja yang sama, maka
entitas memperlakukan perubahan tersebut sebagai suatu perubahan neto.”
PENERAPAN PSAK 24
PSAK 24.71,
“Metode Projected Unit Credit mensyaratkan entitas untuk mengatribusikan imbalan pada
periode kini (untuk menentukan biaya jasa kini) dan dan periode lalu (untuk menentukan
nilai kini kewajiban imbalan pasti).………...”
PSAK 24.129,
“Keuntungan dan kerugian aktuarial tidak mencakup perubahan nilai kini kewajiban
imbalan pasti karena pemberlakuan awal, amendemen, kurtailmen, atau penyelesaian
program imbalan pasti, atau perubahan imbalan terutang berdasarkan program imbalan
pasti. Perubahan tersebut mengakibatkan biaya jasa lalu atau keuntungan atau kerugian
atas penyelesaian.”
PENERAPAN PSAK 24
Kasus I:
Pada tahun pelaporan 31 Desember 2019 Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 14.000.000 per bulan sebagai
manajer pemasaran. Umur pada 31 Desember 2019 adalah 50 tahun dan mulai bekerja pada umur 22 tahun dan akan pensiun
pada umur 55. Imbalan pasca kerja ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dengan elemen Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Tingkat kenaikan upah diasumsikan 8% per
tahun dan tingkat diskonto adalah 10% per tahun, berapakah imbalan pasca kerja yang akan dibayar oleh perusahaan dan
berapakah kewajiban yang diakui untuk tahun-tahun yang lalu? Buatlah jurnal pencatatan pada tahun 2019!
Jawab:
Upah pada saat pensiun = Rp 14.000.000 x (1+0,08)(55-50)
= Rp 14.000.000 x (1,4693)
= Rp 20.570.200
(a) 2 x pesangon = 2 x Rp 20.570.200 x 9 = Rp 370.263.600
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 20.570.200 = Rp 205.702.000
(c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 86.394.840
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp662.360.440
PENERAPAN PSAK 24
Kasus I: (lanjutan)
Berdasarkan metode Projected Unit Credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini terlebih dahulu dihitung:
(e) Satuan unit manfaat adalah,
(d)/total masa kerja = Rp 662.360.440/(55thn-22thn)
= Rp 20.071.528
(f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P
= Rp 20.071.528 x 0.6209 x 0.8402*
= Rp 10.470.918
(g) Saldo awal kewajiban = (f) x (49 – 22)
= Rp 282.714.786
(h) Biaya bunga = 10% x ((f)+(g)) = Rp 29.318.570
*angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya
Keterangan:
SUM : Satuan Unit Manfaat
PV : Present Value
P : Peluang
PENERAPAN PSAK 24
Kasus I: (lanjutan)
Dari perhitungan diatas diperoleh data sebagai berikut:
Nilai kini kewajiban imbalan pasca
kerja per 1 Januari 2019 Rp 282.714.786
Biaya jasa kini 10.470.918
Biaya bunga 29.318.570
Nilai kini kewajiban imbalan pasca
kerja per 31 Desember 2019 Rp 322.504.274
(Jurnal pencatatan-1)
(Dr)Laba ditahan 282.714.786
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 282.714.786
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun-tahun sebelumnya (g)
(Jurnal pencatatan-2)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 39.789.488
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 39.789.488
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)).
PENERAPAN PSAK 24
Kasus I: (lanjutan)
(Alternatif Jurnal pencatatan-2)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 10.470.918
(Dr)Beban bunga 29.318.570
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 39.789.488
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)).
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II:
Pada kasus I di atas, per 31 Desember 2020, upah Tuan A mengalami kenaikan menjadi Rp 15.000.000 per bulan. Tingkat diskonto
adalah 5% per tahun dan tingkat kenaikan upah adalah 5% per tahun, sehingga perhitungan imbalan pasca kerja adalah sebagai
berikut:
Jawab:
Upah pada saat pensiun = Rp 15.000.000 x (1+0,05)(55-51)
= Rp 15.000.000 x (1,2155)
= Rp 18.232.594
(a) 2 x pesangon = 2 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 328.186.688
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 76.576.894
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 587.089.522
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)
Berdasarkan metode projected unit credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini adalah sebagai berikut:
(e) Satuan unit manfaat adalah,
(d)/total masa kerja = Rp 587.089.522/(55thn-22thn)
= Rp 17.790.592
(f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P
= Rp 17.790.592 x 0,8227 x 0.8402*
= Rp 12.297.473
(g) Saldo awal kewajiban = (f) x (50 – 22)
= Rp 344.329.238
(h) Biaya bunga = 5% x ((f)+(g)) = Rp 17.831.336
*angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya
Keterangan:
SUM : Satuan Unit Manfaat
PV : Present Value
P : Peluang
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)
Pada akhir tahun 2020, Pemerintah RI menerapkan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021. Berdasarkan undang-undang tersebut,
elemen imbalan pasca kerja yaitu komponen signifikan uang penggantian hak dihapus dan besaran pesangon yang diberikan
berubah dari 2P menjadi 1,75P. Sehingga perhitungan imbalan pasca kerja adalah sebagai berikut:
Jawab:
Upah pada saat pensiun = Rp 15.000.000 x (1+0,05)(55-51)
= Rp 15.000.000 x (1,2155)
= Rp 18.232.594
(a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 287.163.356
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = Rp 0
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 469.489.296
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)
Berdasarkan metode projected unit credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini adalah sebagai berikut:
(e) Satuan unit manfaat adalah,
(d)/total masa kerja = Rp 469.489.296/(55thn-22thn)
= Rp 14.226.948
(f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P
= Rp 14.226.948 x 0,8227 x 0,8402*
= Rp 9.834.130
(g) Saldo awal kewajiban = (f) x (50 – 22)
= Rp 275.355.630
(h) Biaya bunga = 5% x ((f)+(g)) = Rp 14.259.488
*angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya
Keterangan:
SUM : Satuan Unit Manfaat
PV : Present Value
P : Peluang
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)
Perbandingan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2020 adalah sebagai berikut:
Penjelasan Sebelum UU Cipta
Kerja
Biaya Jasa Lalu
(Laba atas Amendemen
Program)
Setelah UU Cipta
Kerja
Saldo awal kewajiban menggunakan
asumsi-asumsi baru (g)
344.329.238 (68.973.608) 275.355.630
Biaya jasa kini (f) 12.297.473 9.834.130
Biaya bunga (h) 17.831.336 14.259.488
Jumlah 374.458.047 299.449.248
Saldo awal kewajiban (asumsi lama)……… Rp 322.504.274
Saldo awal kewajiban (asumsi baru)……… Rp 344.329.238
Rugi aktuaria Rp 21.824.964
Saldo awal kewajiban sebelum UU Cipta Kerja.Rp 344.329.238
Saldo awal kewajiban setelah UU Cipta Kerja…Rp 275.355.630
Laba atas amendemen program Rp 68.973.608
PENERAPAN PSAK 24
Kasus II: (lanjutan)
(Jurnal pencatatan-1)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 24.093.618
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 24.093.618
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)).
(Jurnal pencatatan-2)
(Dr)Pendapatan komprehensif lainnya-rugi
akuaria 21.824.964
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 21.824.964
Mencatat rugi aktuaria yang berasal dari perubahan asumsi aktuaria.
(Jurnal pencatatan-3)
(Dr)Kewajiban imbalan pasca kerja 68.973.608
(Cr)Laba atas amendemen
program-UU Cipta Kerja 68.973.608
Mencatat laba atas amandemen program akibat pemberlakuan UU Cipta Kerja.
PENERAPAN PSAK 24
PSAK 8, “PERISTIWA
SETELAH PERIODE
PELAPORAN”
PSAK 8.03:
“…….Peristiwa setelah periode pelaporan adalah peristiwa yang terjadi
antara akhir periode pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi
untuk terbit, baik peristiwa yang menguntungkan maupun yang tidak.
Peristiwa-peristiwa tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi pada akhir periode
pelaporan (peristiwa penyesuai setelah periode pelaporan); dan
b) peristiwa yang mengindikasikan timbulnya kondisi setelah periode
pelaporan (peristiwa nonpenyesuai setelah periode pelaporan)”.
PENERAPAN PSAK 8
Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan:
Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Pasal 185 UU Cipta Kerja:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan
b. Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib
disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
PENERAPAN PSAK 8
Pasal 66 PP 35/2021:
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2 Februari 2021).
Pasal 64 PP 35/2021:
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. uang kompensasi untuk PKWT yang jangka waktunya belum berakhir diberikan sesuai dengan
ketentuan daiam Peraturan Pemerintah ini; dan
b. besaran uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan masa
kerja Pekerja/Buruh yang perhitungannya dimulai sejak tanggal diundangkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja.
Pasal 186 UU Cipta Kerja:
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2 November 2020).
PENERAPAN PSAK 8
2 Nov 2020
UU CIPTA KERJA
DIBERLAKUKAN
2 Feb 2021
PP 35/2021 DIBERLAKUKAN
25 Januari 2021
LAPORAN KEUANGAN
DIOTORISASI
PERIODE PELAPORAN
KEUANGAN BERAKHIR
31 Des 2020
TERBITNYA PP 35/2021 SEBAGAI PERISTIWA
SETELAH PERIODE PELAPORAN BERSIFAT
NONPENYESUAI
(NON ADJUSTING EVENT)
PENERAPAN PSAK 8
2 Nov 2020
UU CIPTA KERJA
DIBERLAKUKAN
2 Feb 2021
PP 35/2021 DIBERLAKUKAN
30 Mar
2021
LAPORAN KEUANGAN
DIOTORISASI
PERIODE PELAPORAN
KEUANGAN BERAKHIR
31 Des 2020
TERBITYA PP 35/2021 SEBAGAI PERISTIWA SETELAH PERIODE
PELAPORAN BERSIFAT PENYESUAI
(ADJUSTING EVENT)
PENERAPAN PSAK 8
1. Apakah pemberlakuan UU Cipta Kerja dan PP
35/2021 merupakan peristiwa penyesuai atau
nonpenyesuai?
2. Apakah pencatatan perubahan besaran
imbalan pasca kerja yang diakibatkan
pemberlakuan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021
menunggu amandemen PKB?
PENERAPAN PSAK 8
PKB
PERATURAN
PERUSAHAAN
KONTRAK
KERJA
UNDANG-
UNDANG
PERATURAN
PEMERINTAH
PERATURAN
PELAKSANA
LAINNYA
PENERAPAN PSAK 8
Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan):
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. Kesepakatan kedua belah pihak,
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum,
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Pasal 52 ayat 2-3 UU Ketenagakerjaan:
PENERAPAN PSAK 8
PSAK 57, “PROVISI,
LIABILITAS KONTIJENSI DAN
ASET KONTIJENSI”
PSAK 57.48:
“PERISTIWA MASA DEPAN YANG DAPAT MEMPENGARUHI
JUMLAH YANG DAPAT DIPERLUKAN UNTUK MENYESUAIKAN
KEWAJIBAN TERCERMIN DALAM PROVISI JIKA ADA BUKTI
OBJEKTIF BAHWA PERISTIWA ITU AKAN TERJADI”.
PSAK 57.49:
“DALAM MENENTUKAN JUMLAH PROVISI, ENTITAS PERLU
MEMPERTIMBANGKAN PERISTIWA MASA DEPAN YANG
DIPERKIRAKAN AKAN TERJADI……”.
PENERAPAN PSAK 8
PSAK 57, “PROVISI, LIABILITAS
KONTIJENSI DAN ASET
KONTIJENSI”
PSAK 57.50:
“Dalam mengukur kewajiban yang ada, dipertimbangkan dampak
peraturan perundang-undangan yang ada yang kemungkinan akan
diberlakukan, khususnya jika terdapat bukti objektif yang memadai
bahwa peraturan perundang-undangan itu pasti akan diberlakukan.
Dalam kenyataannya, sering kali sangat sulit bagi entitas untuk
menentukan apakah suatu peristiwa akan menghasilkan bukti
objektif yang memadai. Bukti tersebut harus secara jelas
menunjukkan hal-hal yang diatur dalam suatu peraturan dan
menimbulkan kepastian bahwa peraturan itu akan diundang-
undangkan dalam lembaran Negara pada waktunya………….”.
PENERAPAN PSAK 8
PSAK 57.48:
“Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah
yang dapat diperlukan untuk menyesuaikan kewajiban
tercermin dalam provisi jika ada bukti objektif bahwa peristiwa
itu akan terjadi”.
PSAK 57, “PROVISI,
LIABILITAS KONTIJENSI DAN
ASET KONTIJENSI”
PENERAPAN PSAK 8
PSAK 24.8,
“Biaya jasa terdiri atas:
a) biaya jasa kini, yaitu kenaikan nilai kini kewajiban imbalan pasti yang berasal dari jasa pekerja dalam
periode berjalan,
b) biaya jasa lalu, yaitu perubahan nilai kini kewajiban imbalan pasti atas jasa pekerja pada periode
sebelumnya, sebagai akibat amendemen program (pemberlakuan awal atau pembatalan, atau perubahan,
program imbalan pasti) atau kurtailmen (penurunan signifikan yang dilakukan oleh entitas dalam hal
jumlah pekerja yang ditanggung oleh program); dan
c) Keuntungan atau kerugian atas penyelesaian.”
PSAK 24.99,
“Sebelum menentukan biaya jasa lalu, atau keuntungan dan kerugian atas penyelesaian, entitas mengukur
kembali liabilitas (aset) imbalan pasti neto menggunakan nilai wajar kini dari aset program dan asumsi aktuarial
kini (termasuk suku bunga pasar dan harga pasar kini yang lain) yang mencerminkan imbalan yang ditawarkan
dalam program sebelum amendemen, kurtailmen atau penyelesaian program.”
PENERAPAN PSAK 8
1. Pencadangan imbalan pasca kerja berupa uang kompensasi untuk karyawan dengan
PKWT (pasal 17 PP 36/2021),
2. Perubahan besaran liabilitas imbalan pasca kerja yang berasal dari penurunan besaran
pesangon dan uang penggantian hak (pasal 40 ayat 1-3 PP 35/2021),
3. Pencadangan insentif pada usaha tertentu (pasal 8 ayat 1-2 PP 36/2021),
DAMPAK AKUNTANSI PENERAPAN PP 35/2021
4. Penurunan liabilitas imbalan pasca kerja untuk entitas usaha mikro dan usaha kecil (pasal
59 PP 35/2021),
5. Penurunan liabilitas imbalan kerja jangka panjang lainnya terkait cuti istirahat panjang
(pasal 79 ayat 2 butir d UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan).
6. Potensi pencadangan tambahan apabila manfaat pensiun yang diterima lebih kecil dari
Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak (pasal 58 ayat 1-3 PP
35/2021).
DAMPAK AKUNTANSI PENERAPAN PP 35/2021
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
PSAK 46, “Pajak Penghasilan” par.5:
“Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa
depan sebagai akibat adanya:
a) perbedaan temporer dapat dikurangkan;
b) akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan
c) akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan”
“Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak”
BEDA
TEMPORER
ASET PAJAK
TANGGUHAN
LIABILITAS
PAJAK
TANGGUHAN
Efek Positif
Efek Negatif
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
Komersial Fiskal
Laba sebelum koreksi 1,000 1,000
Beda temporer:
Imbalan pasca kerja 100
Piutang ragu-ragu 120
Laba sebelum pajak 1,000 1,220
Beban pajak (tarif pajak 25%) (250) (305)
Dr. Beban pajak kini 305
Cr. Hutang pajak kini 305
Cr. Aset pajak tangguhan 55
Cr. Manfaat pajak tangguhan 55
Beban pajak yang dicatat
pada laporan keuangan
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan
Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus (PP 68/2009):
Tarif Lapisan Penghasilan
0% 0 - Rp 50.000.000
5% Rp 50.000.000 - Rp 100.000.000
15% Rp 100.000.000 – Rp 500.000.000
25% di atas Rp 500.000.000
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
Kasus III:
Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 20.000.000 per bulan sebagai manajer pemasaran. Tuan A
mulai bekerja pada umur 22 tahun dan pensiun pada umur 55.
1. Berapakah besarnya Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang harus dibayar PT
X kepada Tuan A?
2. Berapakah PPh Pasal 21 yang dipotong?
Jawab:
1. Upah pada saat pensiun = Rp 20.00.000
(a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 20.000.000 x 9 = Rp 315.000.000
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 20.000.000 = Rp 200.000.000
(c) Uang pengantian hak = 0
(d) IPK = (a) + (b) + (c) = Rp 515.000.000
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
Kasus III: (lanjutan)
Jawab:
2. Besaran pajak penghasilan pasal 21:
0% x Rp 50.000.000 = Rp 0
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 400.000.000 = Rp 60.000.000
25% x Rp 15.000.000 = Rp. 3.750.000
Jumlah PPh pasal 21 = Rp 66.250.000
(Jurnal pencatatan-1)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 515.000.000
(Cr)Kas 448.750.000
(Cr)Hutang PPh pasal 21 66.250.000
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
Pasal 5 PP 68/2009:
“Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:
a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah);
b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).”
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021

More Related Content

What's hot

Program lks tripartit
Program lks   tripartitProgram lks   tripartit
Program lks tripartitfspi
 
Presentasi Kontrak kerja PP 35 2021.pptx
Presentasi Kontrak kerja PP 35 2021.pptxPresentasi Kontrak kerja PP 35 2021.pptx
Presentasi Kontrak kerja PP 35 2021.pptxmelzmelone
 
Draf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian KerjaDraf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian KerjaLegal Akses
 
Tabel Perhitungan Pesangon PP 35.pdf
Tabel Perhitungan Pesangon PP 35.pdfTabel Perhitungan Pesangon PP 35.pdf
Tabel Perhitungan Pesangon PP 35.pdfBintangFebriyani
 
PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)
PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)
PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)AmirahPFardhan
 
Berita acara penyerahan kembali rumah sewa
Berita acara penyerahan kembali rumah sewaBerita acara penyerahan kembali rumah sewa
Berita acara penyerahan kembali rumah sewaLegal Akses
 
6. pengerahan dan penempatan tenaga kerja
6. pengerahan dan penempatan tenaga kerja6. pengerahan dan penempatan tenaga kerja
6. pengerahan dan penempatan tenaga kerjaGindha Wayka
 
Contoh perjanjian kontrak kerja
Contoh perjanjian kontrak kerjaContoh perjanjian kontrak kerja
Contoh perjanjian kontrak kerjaAmelia Fitri
 
Draft surat perjanjian kontrak kerja
Draft surat perjanjian kontrak kerjaDraft surat perjanjian kontrak kerja
Draft surat perjanjian kontrak kerjaEli Andri
 
Sistem penomoran inventaris
Sistem penomoran inventarisSistem penomoran inventaris
Sistem penomoran inventarisHaikal Fillio
 
Sosialisasi peraturan perusahaan
Sosialisasi peraturan perusahaanSosialisasi peraturan perusahaan
Sosialisasi peraturan perusahaanGuntur Santosa
 
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKBPermen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKBFardalaw Labor
 
Perjanjian pembangunan perkebunan kelapa sawit bilingual (Beli Perjanjian, Hu...
Perjanjian pembangunan perkebunan kelapa sawit bilingual (Beli Perjanjian, Hu...Perjanjian pembangunan perkebunan kelapa sawit bilingual (Beli Perjanjian, Hu...
Perjanjian pembangunan perkebunan kelapa sawit bilingual (Beli Perjanjian, Hu...GLC
 

What's hot (20)

Program lks tripartit
Program lks   tripartitProgram lks   tripartit
Program lks tripartit
 
Presentasi Kontrak kerja PP 35 2021.pptx
Presentasi Kontrak kerja PP 35 2021.pptxPresentasi Kontrak kerja PP 35 2021.pptx
Presentasi Kontrak kerja PP 35 2021.pptx
 
Draf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian KerjaDraf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian Kerja
 
Tabel Perhitungan Pesangon PP 35.pdf
Tabel Perhitungan Pesangon PP 35.pdfTabel Perhitungan Pesangon PP 35.pdf
Tabel Perhitungan Pesangon PP 35.pdf
 
Slide pkb
Slide pkb Slide pkb
Slide pkb
 
PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)
PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)
PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)
 
Berita acara penyerahan kembali rumah sewa
Berita acara penyerahan kembali rumah sewaBerita acara penyerahan kembali rumah sewa
Berita acara penyerahan kembali rumah sewa
 
6. pengerahan dan penempatan tenaga kerja
6. pengerahan dan penempatan tenaga kerja6. pengerahan dan penempatan tenaga kerja
6. pengerahan dan penempatan tenaga kerja
 
Contoh perjanjian kontrak kerja
Contoh perjanjian kontrak kerjaContoh perjanjian kontrak kerja
Contoh perjanjian kontrak kerja
 
Peraturan Perusahaan
Peraturan PerusahaanPeraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan
 
PHK
PHKPHK
PHK
 
Draft surat perjanjian kontrak kerja
Draft surat perjanjian kontrak kerjaDraft surat perjanjian kontrak kerja
Draft surat perjanjian kontrak kerja
 
Sistem penomoran inventaris
Sistem penomoran inventarisSistem penomoran inventaris
Sistem penomoran inventaris
 
MOGOK KERJA
MOGOK KERJAMOGOK KERJA
MOGOK KERJA
 
Sosialisasi peraturan perusahaan
Sosialisasi peraturan perusahaanSosialisasi peraturan perusahaan
Sosialisasi peraturan perusahaan
 
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKBPermen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
 
Surat kesepakatan pembagian
Surat kesepakatan pembagianSurat kesepakatan pembagian
Surat kesepakatan pembagian
 
Hukum perburuhan dan ketenagakerjaan
Hukum perburuhan dan ketenagakerjaanHukum perburuhan dan ketenagakerjaan
Hukum perburuhan dan ketenagakerjaan
 
Perjanjian pembangunan perkebunan kelapa sawit bilingual (Beli Perjanjian, Hu...
Perjanjian pembangunan perkebunan kelapa sawit bilingual (Beli Perjanjian, Hu...Perjanjian pembangunan perkebunan kelapa sawit bilingual (Beli Perjanjian, Hu...
Perjanjian pembangunan perkebunan kelapa sawit bilingual (Beli Perjanjian, Hu...
 
Pkwtt
PkwttPkwtt
Pkwtt
 

Similar to Omnibus Law Implications for Employment Contracts and Outsourcing

51472675 labour-law
51472675 labour-law51472675 labour-law
51472675 labour-lawSoumya Sahoo
 
Labourlaws by jhapawan
Labourlaws by jhapawanLabourlaws by jhapawan
Labourlaws by jhapawanJhaPawan Kumar
 
LABOUR LAW IN TANZANIA for Foreiner investor and Employers.pptx
LABOUR LAW IN TANZANIA for Foreiner investor and Employers.pptxLABOUR LAW IN TANZANIA for Foreiner investor and Employers.pptx
LABOUR LAW IN TANZANIA for Foreiner investor and Employers.pptxSteve Outstanding Sr.
 
Assignment 2 calendar
Assignment 2 calendarAssignment 2 calendar
Assignment 2 calendarDaniel Kangwa
 
VIETNAM - HUMAN RESOURCES AND TRAINING AND LABOUR
VIETNAM - HUMAN RESOURCES AND TRAINING AND LABOURVIETNAM - HUMAN RESOURCES AND TRAINING AND LABOUR
VIETNAM - HUMAN RESOURCES AND TRAINING AND LABOURDr. Oliver Massmann
 
Collective Bargaining. Labour Law. Kenya
Collective Bargaining. Labour Law. KenyaCollective Bargaining. Labour Law. Kenya
Collective Bargaining. Labour Law. KenyaQuincy Kiptoo
 
Collective Bargaining, Labour Law, Kenya, CBA Agreements
Collective Bargaining, Labour Law, Kenya, CBA AgreementsCollective Bargaining, Labour Law, Kenya, CBA Agreements
Collective Bargaining, Labour Law, Kenya, CBA AgreementsQuincy Kiptoo
 
Labour Laws PPT a full guide to indian labor laws
Labour Laws PPT a full guide to indian labor lawsLabour Laws PPT a full guide to indian labor laws
Labour Laws PPT a full guide to indian labor lawsNeerav Doshi
 
A study of contract labour regulation and abolition act, 1970
A study of contract labour regulation and abolition act, 1970A study of contract labour regulation and abolition act, 1970
A study of contract labour regulation and abolition act, 1970Mainan Ray
 
Laborlawsindustrialrelationsindustrialdisputes 140127000648-phpapp01
Laborlawsindustrialrelationsindustrialdisputes 140127000648-phpapp01Laborlawsindustrialrelationsindustrialdisputes 140127000648-phpapp01
Laborlawsindustrialrelationsindustrialdisputes 140127000648-phpapp01Gaurav Mishra
 
408-maniben-maganbhai-bhariya-v-district-development-officer-dahod-25-apr-202...
408-maniben-maganbhai-bhariya-v-district-development-officer-dahod-25-apr-202...408-maniben-maganbhai-bhariya-v-district-development-officer-dahod-25-apr-202...
408-maniben-maganbhai-bhariya-v-district-development-officer-dahod-25-apr-202...sabrangsabrang
 

Similar to Omnibus Law Implications for Employment Contracts and Outsourcing (20)

51472675 labour-law
51472675 labour-law51472675 labour-law
51472675 labour-law
 
Hr labour laws
Hr labour lawsHr labour laws
Hr labour laws
 
Labourlaws by jhapawan
Labourlaws by jhapawanLabourlaws by jhapawan
Labourlaws by jhapawan
 
The employment act
The employment actThe employment act
The employment act
 
235801505 cc
235801505 cc235801505 cc
235801505 cc
 
LABOUR LAW IN TANZANIA for Foreiner investor and Employers.pptx
LABOUR LAW IN TANZANIA for Foreiner investor and Employers.pptxLABOUR LAW IN TANZANIA for Foreiner investor and Employers.pptx
LABOUR LAW IN TANZANIA for Foreiner investor and Employers.pptx
 
Labor
LaborLabor
Labor
 
Labour laws
Labour laws Labour laws
Labour laws
 
Assignment 2 calendar
Assignment 2 calendarAssignment 2 calendar
Assignment 2 calendar
 
VIETNAM - HUMAN RESOURCES AND TRAINING AND LABOUR
VIETNAM - HUMAN RESOURCES AND TRAINING AND LABOURVIETNAM - HUMAN RESOURCES AND TRAINING AND LABOUR
VIETNAM - HUMAN RESOURCES AND TRAINING AND LABOUR
 
Industrial Relations and Labour laws unit 5
Industrial Relations and Labour laws unit 5Industrial Relations and Labour laws unit 5
Industrial Relations and Labour laws unit 5
 
01 introduction to labour laws
01 introduction to labour laws01 introduction to labour laws
01 introduction to labour laws
 
Collective Bargaining. Labour Law. Kenya
Collective Bargaining. Labour Law. KenyaCollective Bargaining. Labour Law. Kenya
Collective Bargaining. Labour Law. Kenya
 
Collective Bargaining, Labour Law, Kenya, CBA Agreements
Collective Bargaining, Labour Law, Kenya, CBA AgreementsCollective Bargaining, Labour Law, Kenya, CBA Agreements
Collective Bargaining, Labour Law, Kenya, CBA Agreements
 
Labour Laws PPT a full guide to indian labor laws
Labour Laws PPT a full guide to indian labor lawsLabour Laws PPT a full guide to indian labor laws
Labour Laws PPT a full guide to indian labor laws
 
A study of contract labour regulation and abolition act, 1970
A study of contract labour regulation and abolition act, 1970A study of contract labour regulation and abolition act, 1970
A study of contract labour regulation and abolition act, 1970
 
Laborlawsindustrialrelationsindustrialdisputes 140127000648-phpapp01
Laborlawsindustrialrelationsindustrialdisputes 140127000648-phpapp01Laborlawsindustrialrelationsindustrialdisputes 140127000648-phpapp01
Laborlawsindustrialrelationsindustrialdisputes 140127000648-phpapp01
 
408-maniben-maganbhai-bhariya-v-district-development-officer-dahod-25-apr-202...
408-maniben-maganbhai-bhariya-v-district-development-officer-dahod-25-apr-202...408-maniben-maganbhai-bhariya-v-district-development-officer-dahod-25-apr-202...
408-maniben-maganbhai-bhariya-v-district-development-officer-dahod-25-apr-202...
 
Labor Code
Labor CodeLabor Code
Labor Code
 
Trade Union Act 1926
Trade Union Act 1926Trade Union Act 1926
Trade Union Act 1926
 

Recently uploaded

“Oh GOSH! Reflecting on Hackteria's Collaborative Practices in a Global Do-It...
“Oh GOSH! Reflecting on Hackteria's Collaborative Practices in a Global Do-It...“Oh GOSH! Reflecting on Hackteria's Collaborative Practices in a Global Do-It...
“Oh GOSH! Reflecting on Hackteria's Collaborative Practices in a Global Do-It...Marc Dusseiller Dusjagr
 
BASLIQ CURRENT LOOKBOOK LOOKBOOK(1) (1).pdf
BASLIQ CURRENT LOOKBOOK  LOOKBOOK(1) (1).pdfBASLIQ CURRENT LOOKBOOK  LOOKBOOK(1) (1).pdf
BASLIQ CURRENT LOOKBOOK LOOKBOOK(1) (1).pdfSoniaTolstoy
 
The basics of sentences session 2pptx copy.pptx
The basics of sentences session 2pptx copy.pptxThe basics of sentences session 2pptx copy.pptx
The basics of sentences session 2pptx copy.pptxheathfieldcps1
 
Arihant handbook biology for class 11 .pdf
Arihant handbook biology for class 11 .pdfArihant handbook biology for class 11 .pdf
Arihant handbook biology for class 11 .pdfchloefrazer622
 
SOCIAL AND HISTORICAL CONTEXT - LFTVD.pptx
SOCIAL AND HISTORICAL CONTEXT - LFTVD.pptxSOCIAL AND HISTORICAL CONTEXT - LFTVD.pptx
SOCIAL AND HISTORICAL CONTEXT - LFTVD.pptxiammrhaywood
 
How to Make a Pirate ship Primary Education.pptx
How to Make a Pirate ship Primary Education.pptxHow to Make a Pirate ship Primary Education.pptx
How to Make a Pirate ship Primary Education.pptxmanuelaromero2013
 
1029-Danh muc Sach Giao Khoa khoi 6.pdf
1029-Danh muc Sach Giao Khoa khoi  6.pdf1029-Danh muc Sach Giao Khoa khoi  6.pdf
1029-Danh muc Sach Giao Khoa khoi 6.pdfQucHHunhnh
 
Interactive Powerpoint_How to Master effective communication
Interactive Powerpoint_How to Master effective communicationInteractive Powerpoint_How to Master effective communication
Interactive Powerpoint_How to Master effective communicationnomboosow
 
Separation of Lanthanides/ Lanthanides and Actinides
Separation of Lanthanides/ Lanthanides and ActinidesSeparation of Lanthanides/ Lanthanides and Actinides
Separation of Lanthanides/ Lanthanides and ActinidesFatimaKhan178732
 
Accessible design: Minimum effort, maximum impact
Accessible design: Minimum effort, maximum impactAccessible design: Minimum effort, maximum impact
Accessible design: Minimum effort, maximum impactdawncurless
 
Hybridoma Technology ( Production , Purification , and Application )
Hybridoma Technology  ( Production , Purification , and Application  ) Hybridoma Technology  ( Production , Purification , and Application  )
Hybridoma Technology ( Production , Purification , and Application ) Sakshi Ghasle
 
Privatization and Disinvestment - Meaning, Objectives, Advantages and Disadva...
Privatization and Disinvestment - Meaning, Objectives, Advantages and Disadva...Privatization and Disinvestment - Meaning, Objectives, Advantages and Disadva...
Privatization and Disinvestment - Meaning, Objectives, Advantages and Disadva...RKavithamani
 
1029 - Danh muc Sach Giao Khoa 10 . pdf
1029 -  Danh muc Sach Giao Khoa 10 . pdf1029 -  Danh muc Sach Giao Khoa 10 . pdf
1029 - Danh muc Sach Giao Khoa 10 . pdfQucHHunhnh
 
microwave assisted reaction. General introduction
microwave assisted reaction. General introductionmicrowave assisted reaction. General introduction
microwave assisted reaction. General introductionMaksud Ahmed
 
Sanyam Choudhary Chemistry practical.pdf
Sanyam Choudhary Chemistry practical.pdfSanyam Choudhary Chemistry practical.pdf
Sanyam Choudhary Chemistry practical.pdfsanyamsingh5019
 
Contemporary philippine arts from the regions_PPT_Module_12 [Autosaved] (1).pptx
Contemporary philippine arts from the regions_PPT_Module_12 [Autosaved] (1).pptxContemporary philippine arts from the regions_PPT_Module_12 [Autosaved] (1).pptx
Contemporary philippine arts from the regions_PPT_Module_12 [Autosaved] (1).pptxRoyAbrique
 
Q4-W6-Restating Informational Text Grade 3
Q4-W6-Restating Informational Text Grade 3Q4-W6-Restating Informational Text Grade 3
Q4-W6-Restating Informational Text Grade 3JemimahLaneBuaron
 

Recently uploaded (20)

“Oh GOSH! Reflecting on Hackteria's Collaborative Practices in a Global Do-It...
“Oh GOSH! Reflecting on Hackteria's Collaborative Practices in a Global Do-It...“Oh GOSH! Reflecting on Hackteria's Collaborative Practices in a Global Do-It...
“Oh GOSH! Reflecting on Hackteria's Collaborative Practices in a Global Do-It...
 
BASLIQ CURRENT LOOKBOOK LOOKBOOK(1) (1).pdf
BASLIQ CURRENT LOOKBOOK  LOOKBOOK(1) (1).pdfBASLIQ CURRENT LOOKBOOK  LOOKBOOK(1) (1).pdf
BASLIQ CURRENT LOOKBOOK LOOKBOOK(1) (1).pdf
 
The basics of sentences session 2pptx copy.pptx
The basics of sentences session 2pptx copy.pptxThe basics of sentences session 2pptx copy.pptx
The basics of sentences session 2pptx copy.pptx
 
Arihant handbook biology for class 11 .pdf
Arihant handbook biology for class 11 .pdfArihant handbook biology for class 11 .pdf
Arihant handbook biology for class 11 .pdf
 
SOCIAL AND HISTORICAL CONTEXT - LFTVD.pptx
SOCIAL AND HISTORICAL CONTEXT - LFTVD.pptxSOCIAL AND HISTORICAL CONTEXT - LFTVD.pptx
SOCIAL AND HISTORICAL CONTEXT - LFTVD.pptx
 
How to Make a Pirate ship Primary Education.pptx
How to Make a Pirate ship Primary Education.pptxHow to Make a Pirate ship Primary Education.pptx
How to Make a Pirate ship Primary Education.pptx
 
1029-Danh muc Sach Giao Khoa khoi 6.pdf
1029-Danh muc Sach Giao Khoa khoi  6.pdf1029-Danh muc Sach Giao Khoa khoi  6.pdf
1029-Danh muc Sach Giao Khoa khoi 6.pdf
 
Interactive Powerpoint_How to Master effective communication
Interactive Powerpoint_How to Master effective communicationInteractive Powerpoint_How to Master effective communication
Interactive Powerpoint_How to Master effective communication
 
Separation of Lanthanides/ Lanthanides and Actinides
Separation of Lanthanides/ Lanthanides and ActinidesSeparation of Lanthanides/ Lanthanides and Actinides
Separation of Lanthanides/ Lanthanides and Actinides
 
Accessible design: Minimum effort, maximum impact
Accessible design: Minimum effort, maximum impactAccessible design: Minimum effort, maximum impact
Accessible design: Minimum effort, maximum impact
 
TataKelola dan KamSiber Kecerdasan Buatan v022.pdf
TataKelola dan KamSiber Kecerdasan Buatan v022.pdfTataKelola dan KamSiber Kecerdasan Buatan v022.pdf
TataKelola dan KamSiber Kecerdasan Buatan v022.pdf
 
INDIA QUIZ 2024 RLAC DELHI UNIVERSITY.pptx
INDIA QUIZ 2024 RLAC DELHI UNIVERSITY.pptxINDIA QUIZ 2024 RLAC DELHI UNIVERSITY.pptx
INDIA QUIZ 2024 RLAC DELHI UNIVERSITY.pptx
 
Mattingly "AI & Prompt Design: The Basics of Prompt Design"
Mattingly "AI & Prompt Design: The Basics of Prompt Design"Mattingly "AI & Prompt Design: The Basics of Prompt Design"
Mattingly "AI & Prompt Design: The Basics of Prompt Design"
 
Hybridoma Technology ( Production , Purification , and Application )
Hybridoma Technology  ( Production , Purification , and Application  ) Hybridoma Technology  ( Production , Purification , and Application  )
Hybridoma Technology ( Production , Purification , and Application )
 
Privatization and Disinvestment - Meaning, Objectives, Advantages and Disadva...
Privatization and Disinvestment - Meaning, Objectives, Advantages and Disadva...Privatization and Disinvestment - Meaning, Objectives, Advantages and Disadva...
Privatization and Disinvestment - Meaning, Objectives, Advantages and Disadva...
 
1029 - Danh muc Sach Giao Khoa 10 . pdf
1029 -  Danh muc Sach Giao Khoa 10 . pdf1029 -  Danh muc Sach Giao Khoa 10 . pdf
1029 - Danh muc Sach Giao Khoa 10 . pdf
 
microwave assisted reaction. General introduction
microwave assisted reaction. General introductionmicrowave assisted reaction. General introduction
microwave assisted reaction. General introduction
 
Sanyam Choudhary Chemistry practical.pdf
Sanyam Choudhary Chemistry practical.pdfSanyam Choudhary Chemistry practical.pdf
Sanyam Choudhary Chemistry practical.pdf
 
Contemporary philippine arts from the regions_PPT_Module_12 [Autosaved] (1).pptx
Contemporary philippine arts from the regions_PPT_Module_12 [Autosaved] (1).pptxContemporary philippine arts from the regions_PPT_Module_12 [Autosaved] (1).pptx
Contemporary philippine arts from the regions_PPT_Module_12 [Autosaved] (1).pptx
 
Q4-W6-Restating Informational Text Grade 3
Q4-W6-Restating Informational Text Grade 3Q4-W6-Restating Informational Text Grade 3
Q4-W6-Restating Informational Text Grade 3
 

Omnibus Law Implications for Employment Contracts and Outsourcing

  • 1. Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA, ASEAN CPA
  • 2. Fasilitator: Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA, ASEAN CPA (Praktisi, Penulis & Akademisi) Implikasi Pemberlakuan PP 35/2021, PP 36/2021 dan PP37/2021 terhadap Penerapan PSAK 24 dan Dampak Perpajakannya HARI PERTAMA
  • 3.  UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan  Kontrak Kerja dan Outsourcing  Pengaturan Cuti dan Pengupahan  Pemutusan Hubungan Kerja  Imbalan Pasca Kerja  Pemberlakuan Efektif UU Cipta Kerja  Sanksi Pidana Ketenagakerjaan terkait
  • 4. “Omnibus”: For all; containing two or more independent matters. (Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, 1990) “Omnibus Bill”: A legislative bill including in one act various separate and distinct matters, and frequently one joining a number of different subjects in one measure…... (Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, 1990) UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
  • 5. PETA UU CIPTA KERJA Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha Ketenagakerjaan Kemudahan Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kemudahan Berusaha Dukungan Riset dan Inovasi Pengadaan Tanah Kawasan Ekonomi Investasi Pemerintah Pusat dan Kemudahan Proyek Strategis Nasional Pelaksanaan Administrasi Pemerintah untuk Mendukung Cipta Kerja UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
  • 6. Ruang Lingkup UU Cipta Kerja: Menghapus Mengubah Menetapkan 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
  • 7. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
  • 8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Diundangkan pada 2 November 2020. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
  • 9. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
  • 10. 1. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PP 34/2021), 2. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021), 3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (PP 36/2021), 4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP 37/2021) UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
  • 11. KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
  • 12. KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan): Pengusaha adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
  • 13. KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING Pasal 1 angka 6 UU Ketenagakerjaan: Perusahaan adalah: a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
  • 14. SUBJEK UU KETENAGAKERJAAN Perseorangan Firma, CV, Persekutuan Perdata PT, Yayasan, Koperasi BUMN, BUMD Organisasi Massa BUT yang merupakan perwakilan badan hukum asing Pasal 1 angka 5-6 UU Ketenagakerjaan (UU Cipta Kerja): KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
  • 15. KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING Pasal 52 ayat 1 UU Ketenagakerjaan: Perjanjian kerja dibuat atas dasar: a. Kesepakatan kedua belah pihak, b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum. Pasal 52 ayat 2-3 UU Ketenagakerjaan:
  • 16. Pasal 56 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (PKWT): 1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. 2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas: a. jangka waktu; atau b. selesainya suatu pekerjaan tertentu. 3) Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kontrak Kerja dan Outsourcing
  • 17. Kontrak Kerja dan Outsourcing 1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. 2) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Pasal 57 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu): Pasal 58 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (Masa Percobaan): 1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan. 2) Dalam hal diisyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang diisyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
  • 18. Pasal 59 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (Syarat PKWT): Pekerjaan Sekali Selesai atau Sementara Sifatnya Pekerjaan yang diperkirakan Penyelesaiannya dalam Waktu yang Tidak Terlalu Lama Musiman Bisnis masih dalam Penjajakan (Produk baru, kegiatan baru, produk percobaan) Pekerjaan/kegiatan yang bersifat tidak tetap P K W T P E M B A T A S A N Hanya untuk pekerjaan yang bersifat tidak tetap Jenis, sifat, kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan PKWT akan diatur PP Kontrak Kerja dan Outsourcing Jangka waktu keseluruhan PKWT tidak boleh melebihi 5 tahun (Pasal 8 ayat 1-2 PP 25/2021).
  • 19. Syarat-syarat perusahaan alih daya (pasal 66 ayat 1-6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 18-20 PP 35/2021): 1. Berbadan hukum dan memenuhi perizinan usaha, 2. PKWT dan PKWTT dibuat dalam perjanjian tertulis, 3. Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat dan perselisihan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya, 4. Hubungan kerja dilakukan dengan PKWT atau PKWTT, 5. PKWT harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada. Ketentuan mengenai Outsourcing: Kontrak Kerja dan Outsourcing
  • 20. Kontrak Kerja dan Outsourcing Pasal 66 ayat 3-4 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
  • 21. No. Jenis Waktu Istirahat dan Cuti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan 1. Isitrahat antara jam kerja Minimal ½ Jam setelah bekerja 4 jam terus menerus dan dilakukan pada jam istirahat (pasal 79 ayat 2 butir a). Minimal ½ Jam setelah bekerja 4 jam terus menerus dan dilakukan pada jam istirahat (pasal 79 ayat 2 butir a). 2. Istirahat mingguan a. 1 hari dalam 6 hari kerja dalam 1 minggu b. 2 hari dalam 5 hari kerja dalam 1 minggu (pasal 79 ayat 2 butir b). Paling sedikit 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu 3. Cuti tahunan Sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus (pasal 79 ayat 2 butir c). Sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus (pasal 79 ayat 2 butir c). PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN Perbandingan Waktu Istirahat dan Cuti:
  • 22. Perbandingan Waktu Istirahat dan Cuti: No. Jenis Waktu Istirahat dan Cuti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan 4. Istirahat panjang Sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8 masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 bulan terus menerus (pasal 79 ayat 2 butir d). Pada perusahaan tertentu, diatur berdasarkan perjanjian kerja/peraturan perusahaan/PKB (pasal 79 ayat 2 butir d). 5. Cuti haid Pekerja/buruh perempuan dalam masa haid merasakan sakit tidak wajib bekerja (pasal 81) Pekerja/buruh perempuan dalam masa haid merasakan sakit tidak wajib bekerja (pasal 81) 6. Cuti melahirkan 1,5 bulan sebelum dan setelah (pasal 82 ayat 1) 1,5 bulan sebelum dan setelah (pasal 82 ayat 1) 7. Cuti keguguran 1,5 bulan (pasal 82 ayat 2) 1,5 bulan (pasal 82 ayat 2) PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
  • 23. Prinsip-Prinsip Umum Pengupahan: 1. Upah yang dinyatakan secara implisit dalam setiap hubungan kerja, 2. Asas non diskriminasi, 3. Prinsip “no work, no pay” (pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan), 4. Perjanjian mengenai upah dapat dilakukan sepanjang lebih menguntungkan bagi pekerja, 5. Larangan pembelanjaan upah tanpa persetujuan, 6. Pemotongan upah (penerapan denda, ganti rugi, uang muka upah, sewa rumah, cicilan hutang, dan kelebihan pembayaran upah) tidak boleh melebihi 50% (Pasal 64 ayat 3 Peraturan Pememerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan). PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
  • 24. Pasal 8 ayat 1-2 PP 36/2021: UPAH Upah pokok (upah tanpa tunjangan) Tunjangan tetap Tunjangan tidak tetap Bonus Uang Pengganti Fasilitas Kerja Uang Servis NON UPAH Tunjangan Hari Raya Insentif pada usaha tertentu PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
  • 25. Pasal 7 ayat 2 PP 36/2021: Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, besarnya upah pokok paling sedikit 75% (tujuh pulih lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Pasal 7 ayat 3 PP 36/2021: Dalam hal komponen Upah terdiri atas Upah Pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, besarnya upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Pasal 7 ayat 2-3 PP 36/2021: PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
  • 26. Pasal 92 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan: 1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. 2) Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 92A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan: Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
  • 27. Pasal 88B UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan: 1) Upah ditetapkan berdasarkan: a. satuan waktu; dan/atau b. satuan hasil. 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 88C UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan: 1) Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi…………. …………………… 5) Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi. PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
  • 28. UPAH (PASAL 16 PP 36/2021) SATUAN WAKTU SATUAN HASIL PER JAM PER HARIAN PER BULANAN 5 hari kerja dalam seminggu = 𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏 𝟐𝟏 PENENTUAN UPAH: PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN 6 hari kerja dalam seminggu = 𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏 𝟐𝟓 Upah Per Jam = 𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏 𝟏𝟐𝟔
  • 29. Penentuan Upah per Jam dan Harian: PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN UMP DKI = Rp 4.276.349 per bulan Sehingga, UMP DKI per jam adalah = Rp 4.276.349/126 = Rp 33.939 per jam UMP DKI per hari (6 hari kerja dalam seminggu) = Rp 4.276.349/25 = Rp 171.054 per hari UMP DKI per hari (5 hari kerja dalam seminggu) = Rp 4.276.349/21 = Rp 203.636 per hari
  • 30. Pengupahan selama Pekerja/Buruh Menjalani Proses Hukum: Pasal 53 ayat 1-2 PP 35/2021: 1. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, maka pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah; b. untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah; c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah; d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah. 2. Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak hari pertama Pekerja/Buruh ditahan oleh pihak yang berwajib. PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
  • 31. Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan): Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Pasal 17 PP 36/2021: Dalam hal salah satu pihak mengakhiri Hubungan Kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh Pekerja/Buruh. Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT): PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
  • 32. Pasal 15 ayat 1-3 PP 35/2021: 1. Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT, 2. Pemberian uang kompensasi dilaksanakan pada saat berakhirnya PKWT. 3. Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus menerus. 4. Apabila PKWT diperpanjang, uang kompensasi diberikan saat selesainya jangka waktu PKWT, uang kompensasi berikutnya diberikan setelah perpanjangan jangka waktu berakhir atau selesai. 5. Pemberian uang kompensasi tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja dalam hubungan kerja berdasarkan PKWT. Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT): PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
  • 33. Pasal 16 ayat 1 PP 35/2021: Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT): PKWT Besaran Kompensasi Masa kerja = 12 bulan 1 x Upah per bulan Masa kerja 1 bulan < x < 12 bulan (Masa kerja/12) x Upah per bulan Masa kerja > 12 bulan (Masa kerja/12) x Upah per bulan Pasal 16 ayat 6 PP 35/2021: Besaran uang kompensasi untuk Pekerja/Buruh pada usaha mikro dan usaha kecil diberikan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
  • 34. Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 154A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 36 PP 35/2021): No. Alasan PHK 1. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan, 2. Efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian, 3. Tutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun 4. Tutup karena force majeure 5. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 6. Pailit 7. Permohonan PHK oleh pekerja/buruh karena: (a) penganiayaan, penghinaan secara kasar atau ancaman terhadap pekerja atau buruh, (b) perintah melakukan perbuatan yang melanggar hukum, (c) upah dibayar tidak tepat waktu selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, (d) tidak melakukan kewajiban yang dijanjikan kepada pekerja/buruh, (e) memerintahkan pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan, (f) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, dan kesusilaan. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
  • 35. No. Alasan PHK 8. Putusan PHI yang menyatakan pengusaha tidak bersalah pada poin 7, dan pengusaha memutuskan untuk melakukan PHK 9. Pekerja/buruh mengundurkan diri 10. Pekerja buruh mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis 11. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran PKB/Peraturan Perusahaan dan telah diberikan SP1, SP2 dan SP3 12. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib 13. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan selama 12 bulan 14. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun 15. Pekerja/buruh meninggal dunia Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 154A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 36 PP 35/2021): PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
  • 36. Pasal 156 ayat 1 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 1 PP 35/2021 (Besaran Imbalan Pasca Kerja): Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. P PMK UPH IMBALAN PASCA KERJA
  • 37. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 2 PP 35/2021 (Besaran Pesangon): Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah; d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah; e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah; Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan: Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan paling sedikit sebagai berikut: a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah; d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah; e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah; IMBALAN PASCA KERJA
  • 38. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 2 PP 35/2021 (Besaran Pesangon): f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah; i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah. Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan (Besaran Pesangon): f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah; i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah. IMBALAN PASCA KERJA
  • 39. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 3 PP 35/2021 (Besaran Penghargaan Masa Kerja): Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah; d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; Pasal 156 ayat 3 UU Ketenagakerjaan (Besaran Penghargaan Masa Kerja): Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah; d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; IMBALAN PASCA KERJA
  • 40. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 3 PP 35/2021 (Besaran Penghargaan Masa Kerja): e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah. Pasal 156 ayat 3 UU Ketenagakerjaan (Besaran Penghargaan Masa Kerja): e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah. IMBALAN PASCA KERJA
  • 41. Besaran Pesangon dan PMK berdasarkan UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan PP 35/2021: MASA KERJA (DALAM TAHUN) BESAR PESANGON X UPAH MK < 1 1  MK < 2 2  MK < 3 3  MK < 4 4  MK < 5 5  MK < 6 6  MK < 7 7  MK < 8 8  MK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 MASA KERJA (DALAM TAHUN) PMK X UPAH MK < 3 3  MK < 6 6  MK < 9 9  MK < 12 12  MK < 15 15  MK < 18 18  MK < 21 21  MK < 24 24  MK - 2 3 4 5 6 7 8 10 IMBALAN PASCA KERJA
  • 42. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 4 PP 35/2021 (Uang Penggantian Hak): Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja; c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pasal 156 ayat 4 UU Ketenagakerjaan (Besaran Uang Penggantian Hak): Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. IMBALAN PASCA KERJA
  • 43. Komponen Imbalan Pasca Kerja: Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan 1. Pengusaha melakukan PHK karena penggabungan, peleburan atau pemisahan (pasal 41 PP 35/2021): a. Pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja 1P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH b. Pengusaha tidak bersedia menerima pekerja atau buruh 1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH 2. Pengusaha melakukan PHK karena pengambilalihan perusahaan (pasal 42 ayat 1 PP 35/2021) 1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH 3. Pengusaha melakukan PHK dalam hal terjadi pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja (pasal 42 ayat 2 PP 35/2021) 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH 4. Pengusaha melakukan PHK karena efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian (pasal 43 ayat 1 PP 35/2021) 0,5P + 1PMK +UPH 2P + 1PMK + UPH *diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan. IMBALAN PASCA KERJA
  • 44. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan 5. Pengusaha melakukan PHK karena efisiensi untuk mencegah kerugian (pasal 43 ayat 2 PP 35/2021) 1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH 6. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 tahun (pasal 44 ayat 1 PP 35/2021) 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH 7. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan bukan karena perusahaan mengalami kerugian (pasal 44 ayat 2 PP 35/2021) 1P + 1PMK + UPH Tidak diatur 8. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure) (pasal 45 ayat 1 PP 35/2021) 0,5P + 1PMK +UPH 1P + 1PMK + UPH 9. Pengusaha melakukan PHK karena keadaan memaksa dan tidak mengakibatkan perusahaan tutup (pasal 45 ayat 2 PP 35/2021) 0,75P + PMK + UPH Tidak diatur *diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan. Komponen Imbalan Pasca Kerja: IMBALAN PASCA KERJA
  • 45. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan 10. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan dalam keadaan PKPU yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian (pasal 46 ayat 1 PP 35/2021) 0,5P + 1PMK + UPH Tidak diatur 11. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan dalam keadaan PKPU bukan karena perusahaan mengalami kerugian (pasal 46 ayat 2 PP 35/2021) 1P + 1PMK + UPH Tidak diatur 12. PHK karena perusahaan pailit (pasal 47 PP 35/2021) 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH 13. Pekerja/buruh mengajukan PHK karena: (a) penganiayaan, penghinaan secara kasar atau ancaman terhadap pekerja atau buruh, (b) perintah melakukan perbuatan yang melanggar hukum, (c) upah dibayar tidak tepat waktu selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, (d) tidak melakukan kewajiban yang dijanjikan kepada pekerja/buruh, (e) memerintahkan pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan, (f) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, dan kesusilaan (pasal 48 PP 35/2021). 1P + 1PMK + UPH Tidak diatur Komponen Imbalan Pasca Kerja: IMBALAN PASCA KERJA
  • 46. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan 14. Pengusaha melakukan PHK karena adanya putusan lembaga PPHI yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 huruf g (poin 13 di atas) (pasal 49 ayat 1 PP 35/2021) UPH + Uang Pisah* Tidak diatur 15. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri yang memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam pasal 36 huruf i (pasal 50 PP 35/2021) UPH + Uang Pisah* UPH 16. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh mangkir selama 5 hari kerja berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis (pasal 51 PP 35/2021) UPH + Uang Pisah* 1P + 1PMK + UPH 17. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau PKB dan sebelumnya telah diberikan SP1, SP2 dan SP3 secara berturut-turut (pasal 52 ayat 1 PP 35/2021). 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH *diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan. Komponen Imbalan Pasca Kerja: IMBALAN PASCA KERJA
  • 47. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan 18. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau PKB (pasal 52 ayat 2 PP 35/2021) (dapat dilakukan tanpa pemberitahuan). UPH + Uang Pisah* Tidak diatur 19. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana yang mengakibatkan kerugian perusahaan (pasal 54 ayat 1 PP 35/2021). UPH + Uang Pisah* Tidak diatur 20. Dalam hal Pekerja/Buruh ditahan pihak berwajib karena melakukan tindak pidana yang mengakibatkan kerugian perusahaan dan pengadilan memutuskan perkara sebelum berakhirnya masa 6 bulan dan pekerja dinyatakan bersalah (pasal 54 ayat 4 PP 35/2021). UPH + Uang Pisah* Tidak diatur *diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan. Komponen Imbalan Pasca Kerja: IMBALAN PASCA KERJA
  • 48. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan 21. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana yang tidak mengakibatkan kerugian perusahaan (pasal 54 ayat 2 PP 35/2021) UPH + Uang Pisah* Tidak diatur 22. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan tidak pidana yang tidak mengakibatkan kerugian perusahaan dan pengadilan memutuskan perkara sebelum berakhirnya masa 6 bulan dan pekerja dinyatakan bersalah (pasal 54 ayat 5 PP 35/2021). UPH + Uang Pisah* Tidak diatur 23. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui 12 bulan (pasal 55 ayat 1 PP 35/2021) 2P + 1PMK + UPH 2P + 2PMK + UPH *diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan. Komponen Imbalan Pasca Kerja: IMBALAN PASCA KERJA
  • 49. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan 24. Pekerja/Buruh mengajukan PHK karena Pekerja/Buruh sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan (pasal 55 ayat 2 PP 35/2021). 2P + 1PMK + UPH Tidak diatur 25. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun (pasal 56 PP 35/2021). 1,75P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH 26. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh meninggal dunia (pasal 57 PP 35/2021). 2P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH Komponen Imbalan Pasca Kerja: IMBALAN PASCA KERJA
  • 50. Perbandingan Besaran UU Ketenagakerjaan Vs PP 35/2021: Pada tahun pelaporan 31 Desember 2020 Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 18.232.594 per bulan sebagai manajer pemasaran. Tuan A mulai bekerja pada umur 22 tahun dan memasuki usia pensiun pada umur 55. Besaran P+PMK+UPH berdasarkan UU Ketenagakerjaan: (a)2 x pesangon = 2 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 328.186.688 (b)Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940 (c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 76.576.894 (d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 587.089.522 IMBALAN PASCA KERJA Besaran P+PMK+UPH berdasarkan PP 35/2021: (a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 287.163.356 (b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940 (c) Uang pengantian hak = Rp 0 (d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 469.489.296
  • 51. Pasal 58 ayat 1-3 PP 35/2021: 1. Pengusaha yang mengikutsertakan Pekerja/Buruh dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh Pengusaha dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Pengusaha atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah akibat Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 52 dan Pasal 54 sampai dengan Pasal 57. 2. Jika perhitungan manfaat dari program pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih kecil daripada uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah maka selisihnya dibayar oleh Pengusaha. 3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. IMBALAN PASCA KERJA
  • 52. UU Ketenagakerjaan UU 40/2004 UU 11/2020 + PP 37/2021 Pesangon (Pasal 156 ayat 2) Pesangon (Pasal 156 ayat 2) PMK (Pasal 156 ayat 3) PMK (Pasal 156 ayat 3) UPH (Pasal 156 ayat4) UPH (Pasal 156 ayat 4) Jaminan Hari Tua (Pasal 167 ayat 6) Jaminan Hari Tua (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Hari Tua (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jamsostek (Pasal 99 ayat 1-2) - Jaminan Kesehatan (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kesehatan (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kecelakaan Kerja (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kecelakaan Kerja (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Pensiun (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Pensiun (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kematian (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kematian (Perubahan Pasal 18 UU SJSN) Jaminan Kehilangan Pekerjaan (Perubahan Pasal 46A) Catatan: UU SJSN= UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Perbandingan Komponen Imbalan Pasca Kerja: IMBALAN PASCA KERJA
  • 53. Kasus UU 40/2004 PP 37/2021 Pensiun JHT + Jaminan Pensiun Pekerja meninggal dunia JHT + Jaminan Pensiun + Jaminan Kematian Pekerja mengundurkan diri - Cacat total tetap JHT + Jaminan Pensiun Kecelakaan kerja atau penyakit akibat pekerjaan Jaminan Kecelakaan + Jaminan Pensiun Berakhirnya PKWT Jaminan Kehilangan Pekerjaan* PHK karena putusan pengadilan, efisiensi, perusahaan pailit, PKPU, perusahaan tutup dan lain-lain Jaminan Kehilangan Pekerjaan* Perbedaan Komponen Manfaat Sistem Jaminan Sosial: *Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan terdiri dari: (a) uang tunai, (b) uang sertifikasi, (c) akses informasi pasar kerja, dan (d) pelatihan kerja. IMBALAN PASCA KERJA
  • 54. Imbalan Pasca Kerja Usaha Mikro dan Usaha Kecil: Pasal 59 PP 35/2021: Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil wajib membayar yang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan/atau uang pisah bagi Pekerja/Buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dengan besaran ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil dengan Pekerja/Buruh. IMBALAN PASCA KERJA
  • 55. SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT NO. TINDAKAN SANKSI PIDANA JENIS TINDAK PIDANA 1. Pengusaha tidak memberikan istirahat kerja, istirahat mingguan, cuti tahunan dan istrahat panjang kepada pekerja/buruh (pasal 79 ayat 1-3 UU Ketenagakerjaan) 1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling banyak Rp 100 jt. (psl 187 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana pelanggaran 2. Pengusaha mempekerjaan peker/buruh pada hari-hari libur resmi tanpa membayar upah lembur (pasal 85 ayat 3 UU Ketenagakerjaan). 1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling banyak Rp 100 jt. (psl 187 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana pelanggaran 3. Pengusaha tidak membayar lembur (pasal 78 ayat 2 UU Ketenagakerjaan) 1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling banyak Rp 100 jt. (psl 187 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana pelanggaran
  • 56. No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana 4. Pengusaha tidak membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh dalam hal PKWTT dibuat secara lisan (pasal 63 ayat 1 UU Ketenagakerjaan) Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana pelanggaran. 5. Pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja tanpa ada persetujuan pekerja/buruh dan waktu kerja lembur melebihi 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu (pasal 78 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana pelanggaran. 6. Pengusaha tidak membuat peraturan perusahaan dalam hal pengusaha mempekerjakan sekurang-kurangnya 10 orang (pasal 108 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana pelanggaran. 7. Pengusaha tidak memberitahukan adanya rencana penutupan perusahaan (lock-out) (pasal 148 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana pelanggaran. SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
  • 57. No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana 8. Pengusaha tidak membayar upah dalam kondisi pekerja/buruh sakit, pekerja menikah, pekerja tidak melakukan pekerjaan karena sedang melakukan tugas negara, pekerja melakukan waktu istirahat dan lain-lain (pasal 93 ayat 2), 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling banyak Rp 400 jt. (psl 186 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana kejahatan 9. Pengusaha tidak mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang perkara pidananya sebelum masa 6 bulan dinyatakan tidak bersalah (pasal 160 ayat 4) 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling banyak Rp 400 jt. (psl 185 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana kejahatan 10. Pengusaha tidak membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak adalam hal terjadi PHK (pasal 156 ayat 1). 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling banyak Rp 400 jt. (psl 185 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana kejahatan SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
  • 58. No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana 11. a. Pengusaha tidak memberikan istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan atau tidak memberikan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan, atau b. bidan setelah pekerwa/buruh wanita mengalami keguguran. (pasal 82 ayat 1-2). 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling banyak Rp 400 jt. (psl 185 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana kejahatan 12. Pemberi kerja orang perorangan mempekerjakan TKA (pasal 42 ayat 2). 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling banyak Rp 400 jt. (psl 185 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana kejahatan SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
  • 59. No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana 13. a. Pembayaran upah tidak sesuai dengan kesepakatan (pasal 88A ayat 3), b. Pembayaran upah di bawah upah minimum (pasal 88E ayat 2). 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling banyak Rp 400 jt. (psl 185 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana kejahatan 14. Pengusaha tidak memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya (pasal 80). 1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau 2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling banyak Rp 400 jt. (psl 185 UU Ketenagakerjaan). Tindak pidana kejahatan SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
  • 60. Fasilitator: Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA, ASEAN CPA (Praktisi, Penulis & Akademisi) Implikasi Pemberlakuan PP 35/2021, PP 36/2021 dan PP37/2021 terhadap Penerapan PSAK 24 dan Dampak Perpajakannya HARI KEDUA
  • 61.  Pemberlakuan Efektif UU Cipta Kerja  Penerapan PSAK 24  Penerapan PSAK 8  Dampak Akuntansi Penerapan PP 35/2021  Dampak Perpajakan Penerapan PP 35/2021
  • 62. PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan: Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Pasal 185 UU Cipta Kerja: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan b. Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
  • 63. Pasal 66 PP 35/2021: Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (2 Februari 2021). Pasal 64 PP 35/2021: Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. uang kompensasi untuk PKWT yang jangka waktunya belum berakhir diberikan sesuai dengan ketentuan daiam Peraturan Pemerintah ini; dan b. besaran uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan masa kerja Pekerja/Buruh yang perhitungannya dimulai sejak tanggal diundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Pasal 186 UU Cipta Kerja: Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (2 November 2020). PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
  • 64. 2 Nov 2020 UU Cipta Kerja diberlakukan 2 Feb 2021 PP 35/2021 diberlakukan 2 Desember 2020 Kontrak yang mulai berlaku 3 Desember 2018 dan berakhir 2 Desember 2020 Tahun buku berakhir 31 Des 2020 Uang kompensasi dihitung 1/12 x 1 bulan Upah Kontrak yang mulai berlaku 3 Maret 2020 dan berakhir 2 Maret 2021 2 Maret 2021 Uang kompensasi dihitung 4/12 x 1 bulan Upah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT): PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
  • 65. 2 Nov 2020 UU Cipta Kerja diberlakukan 2 Feb 2021 PP 35/2021 diberlakukan 20 Desember 2020 PKWTT berakhir Tahun buku berakhir 31 Des 2020 PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT): 1. Pembayaran Pesangon, PMK dan UPH dilakukan dengan mengacu pada PP 35/2021, sebab ketentuan terkait Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang ada pada UU Ketenagakerjaan sudah tidak berlaku lagi, 2. Pembayaran Pesangon, PMK dan UPH dilakukan setelah PP 35/2021 efektif berlaku. Untuk sementara, perusahaan dapat memberikan panjar. PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
  • 67. APAKAH TERDAPAT KONFLIK ANTARA KAIDAH HETERONOM DENGAN KAIDAH OTONOM? Indikasi dan implikasi: 1. Dalam kasus PKWTT, apakah manajemen bersikukuh menerapkan PP 35/2021 dan mengabaikan ketentuan PKB? 2. Dalam kasus PKWT, apabila terdapat konflik antara kaidah heteronom dan kaidah otonom, maka yang berlaku adalah kaidah heteronom, 3. Dalam kasus PKWT, perusahaan wajib membayar uang kompensasi apabila PKWT berakhir sebulan setelah 2 November 2020. PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
  • 68. PENERAPAN PSAK 24 PSAK 24 Imbalan kerja jangka pendek Imbalan kerja jangka panjang Cuti berimbalan jangka pendek Bagi laba dan bonus Imbalan purna karya Imbalan jangka panjang lainnya (Undiscounted) (Discounted) Imbalan non moneter Upah, gaji, iuran JAMSOS PSAK 24, “Imbalan Kerja” efektif per 1 Januari 2015.
  • 69. PSAK 24.08, “Imbalan kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu entitas dalam pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak kerja”. “Imbalan kerja jangka pendek adalah imbalan kerja (selain dari pesangon) yang diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan saat pekerja memberikan jasa terkait”. “Imbalan pascakerja adalah imbalan kerja (selain pesangon dan imbalan kerja jangka pendek) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan kontrak kerja”. PENERAPAN PSAK 24
  • 71. Perjanjian Kerja Bersama Penetapan RUPS Peraturan Perundang- undangan Lain-lain Kewajiban legal Kewajiban konstruktif Perikatan, peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan Kebiasaan, praktek informal dan praktek masa lalu PENERAPAN PSAK 24
  • 72. IMBALAN NON MONETER JANGKA PENDEK Pelayanan Kesehatan Perumahan Kendaraan dinas Subsidi PENERAPAN PSAK 24
  • 73. IMBALAN PASCA KERJA IMBALAN KERJA JANGKA PANJANG LAINNYA IMBALAN PURNA KARYA IMBALAN PASCA KERJA LAIN Pensiun, dan pembayaran sekaligus purna karya Asuransi jiwa pasca kerja dan kesehatan pasca kerja Ketidakhadiran jangka panjang yang dibayar, penghargaan masa kerja, imbalan cacat permanen, remunerasi tangguhan Selisih pengukuran kembali akibat perubahan asumsi aktuaria diakui sebagai pendapatan komprehensif lainnya (Other Comprehensive Income) pada ekuitas. Selisih pengukuran kembali akibat perubahan asumsi aktuaria diakui sebagai bagian laba atau rugi IMBALAN KERJA JANGKA PANJANG PENERAPAN PSAK 24
  • 74. PSAK 24.67, “Entitas menggunakan metode Projected Unit Credit untuk menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti, biaya jasa kini terkait dan biaya jasa lalu (jika dapat diterapkan).” PSAK 24.75, “Asumsi aktuaria tidak boleh bias dan harus selaras satu dengan yang lain.” Biaya jasa kini adalah kenaikan nilai kini kewajiban imbalan pasti yang berasal dari jasa pekerja periode berjalan Biaya jasa lalu perubahan nilai kini kewajiban imbalan pasti atas jasa pekerja pada periode-periode lalu PENERAPAN PSAK 24
  • 76. TINGKAT KENAIKAN UPAH: IAS 19.BC 141, “IASC believed that the assumptions were used not to determine whether an obligation exists, but to measure an existing obligation on the basis that provides the most relevant measure of the estimated outflow of resources. If no increase was assumed, this was an implicit assumption that no change will occur and it would be misleading to assume no change if an entity did expect a change……..” PENERAPAN PSAK 24
  • 77. Tingkat Mortalitas: PSAK 24. 81, “Entitas menentukan asumsi mortalitas dengan mengacu pada estimasi terbaik dari mortalitas peserta program baik selama dan setelah kontrak kerja.” PENERAPAN PSAK 24
  • 78. Tingkat Mortalitas, Kesehatan dan Pengunduran Diri: PENERAPAN PSAK 24
  • 79. TINGKAT DISKONTO: PSAK 24.83, “Tingkat yang digunakan untuk mendiskontokan kewajiban imbalan pascakerja (baik yang didanai maupun tidak) ditentukan dengan mengacu pada bunga obligasi korporasi berkualitas tinggi pada akhir periode pelaporan. Di negara dimana tidak terdapat pasar aktif dan stabil bagi obligasi tersebut, maka digunakan tingkat bunga obligasi pemerintah. Mata uang dan jangka waktu dari obligasi korporasi maupun obligasi pemerintah sesuai dengan mata uang dan estimasi jangka waktu kewajiban imbalan pasca kerja.” PENERAPAN PSAK 24
  • 82. EFEK PAJAK: IAS 19.BC 121, “The amendments made in 2011 clarify that: a) the estimate of the defined benefit obligation includes the present value of taxes payable by the plan if they relate to service before the reporting date or are imposed on benefits resulting from the service, and b) other taxes should be included as a reduction to the return on plan assets.” PENERAPAN PSAK 24
  • 83. PSAK 24.71, “Metode Projected Unit Credit mensyaratkan entitas untuk mengatribusikan imbalan pada periode kini (untuk menentukan biaya jasa kini) dan dan periode lalu (untuk menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti).………...” PSAK 24.127, “Pengukuran kembali liabilitas (aset) imbalan pasti neto terdiri atas: a) keuntungan dan kerugian aktuarial (lihat paragraf 128 dan 129); b) imbal hasil atas aset program (lihat paragraf 130), tidak termasuk jumlah yang dimasukan dalam bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 125); dan c) setiap perubahan dampak batas atas aset, tidak termasuk jumlah yang dimasukan dalam bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 126).” PENERAPAN PSAK 24
  • 84. PSAK 24.156, “Untuk imbalan kerja jangka panjang lainnya, entitas mengakui total nilai neto dari jumlah berikut ini di dalam laba rugi kecuali jika terdapat SAK lain yang mensyaratkan atau mengizinkan jumlah tersebut termasuk dalam biaya perolehan aset: a) biaya jasa (lihat paragraf 66–112); b) biaya bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 123–126); dan c) pengukuran kembali dari liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 127–130).” Tidak ada pengakuan OCI terkait perubahan asumsi aktuaria PENERAPAN PSAK 24
  • 85. ELEMEN BEBAN IMBALAN KERJA JANGKA PANJANG Biaya jasa kini (current service cost) Keuntungan atau kerugian penyelesaian, perubahan program, kurtailmen dll Keuntungan atau kerugian perubahan asumsi aktuaria Biaya bunga (interest cost) Kenaikan nilai kini kewajiban imbalan pasti Perubahan nilai kini kewajiban imbalan pasti sebagai akibat amendemen program dan pembatalan, kurtailmen. PENERAPAN PSAK 24
  • 86. 2020 2019 2018 2017 PEMBERLAKUAN UU CIPTA KERJA BIAYA JASA KINI BIAYA JASA LALU DIAKUI SEBAGAI BAGIAN LABA RUGI 2020. Jika Efek UU Cipta Kerja Mengurangi Kewajiban: PENERAPAN PSAK 24
  • 87. Jika Efek UU Cipta Kerja Mengurangi Kewajiban: PSAK 24.106, “Biaya jasa lalu dapat bernilai positif (ketika imbalan dimulai atau diubah sehingga nilai kini kewajiban imbalan pasti meningkat) atau negatif (ketika imbalan yang ada ditarik atau diubah sehingga nilai kini kewajiban imbalan pasti menurun).” PSAK 24.107, “Jika entitas mengurangi imbalan terutang tertentu pada program imbalan pasti dan, pada saat yang sama, meningkatkan imbalan terutang lain pada program untuk pekerja yang sama, maka entitas memperlakukan perubahan tersebut sebagai suatu perubahan neto.” PENERAPAN PSAK 24
  • 88. PSAK 24.71, “Metode Projected Unit Credit mensyaratkan entitas untuk mengatribusikan imbalan pada periode kini (untuk menentukan biaya jasa kini) dan dan periode lalu (untuk menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti).………...” PSAK 24.129, “Keuntungan dan kerugian aktuarial tidak mencakup perubahan nilai kini kewajiban imbalan pasti karena pemberlakuan awal, amendemen, kurtailmen, atau penyelesaian program imbalan pasti, atau perubahan imbalan terutang berdasarkan program imbalan pasti. Perubahan tersebut mengakibatkan biaya jasa lalu atau keuntungan atau kerugian atas penyelesaian.” PENERAPAN PSAK 24
  • 89. Kasus I: Pada tahun pelaporan 31 Desember 2019 Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 14.000.000 per bulan sebagai manajer pemasaran. Umur pada 31 Desember 2019 adalah 50 tahun dan mulai bekerja pada umur 22 tahun dan akan pensiun pada umur 55. Imbalan pasca kerja ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan elemen Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Tingkat kenaikan upah diasumsikan 8% per tahun dan tingkat diskonto adalah 10% per tahun, berapakah imbalan pasca kerja yang akan dibayar oleh perusahaan dan berapakah kewajiban yang diakui untuk tahun-tahun yang lalu? Buatlah jurnal pencatatan pada tahun 2019! Jawab: Upah pada saat pensiun = Rp 14.000.000 x (1+0,08)(55-50) = Rp 14.000.000 x (1,4693) = Rp 20.570.200 (a) 2 x pesangon = 2 x Rp 20.570.200 x 9 = Rp 370.263.600 (b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 20.570.200 = Rp 205.702.000 (c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 86.394.840 (d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp662.360.440 PENERAPAN PSAK 24
  • 90. Kasus I: (lanjutan) Berdasarkan metode Projected Unit Credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini terlebih dahulu dihitung: (e) Satuan unit manfaat adalah, (d)/total masa kerja = Rp 662.360.440/(55thn-22thn) = Rp 20.071.528 (f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P = Rp 20.071.528 x 0.6209 x 0.8402* = Rp 10.470.918 (g) Saldo awal kewajiban = (f) x (49 – 22) = Rp 282.714.786 (h) Biaya bunga = 10% x ((f)+(g)) = Rp 29.318.570 *angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya Keterangan: SUM : Satuan Unit Manfaat PV : Present Value P : Peluang PENERAPAN PSAK 24
  • 91. Kasus I: (lanjutan) Dari perhitungan diatas diperoleh data sebagai berikut: Nilai kini kewajiban imbalan pasca kerja per 1 Januari 2019 Rp 282.714.786 Biaya jasa kini 10.470.918 Biaya bunga 29.318.570 Nilai kini kewajiban imbalan pasca kerja per 31 Desember 2019 Rp 322.504.274 (Jurnal pencatatan-1) (Dr)Laba ditahan 282.714.786 (Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 282.714.786 Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun-tahun sebelumnya (g) (Jurnal pencatatan-2) (Dr)Beban imbalan pasca kerja 39.789.488 (Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 39.789.488 Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)). PENERAPAN PSAK 24
  • 92. Kasus I: (lanjutan) (Alternatif Jurnal pencatatan-2) (Dr)Beban imbalan pasca kerja 10.470.918 (Dr)Beban bunga 29.318.570 (Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 39.789.488 Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)). PENERAPAN PSAK 24
  • 93. Kasus II: Pada kasus I di atas, per 31 Desember 2020, upah Tuan A mengalami kenaikan menjadi Rp 15.000.000 per bulan. Tingkat diskonto adalah 5% per tahun dan tingkat kenaikan upah adalah 5% per tahun, sehingga perhitungan imbalan pasca kerja adalah sebagai berikut: Jawab: Upah pada saat pensiun = Rp 15.000.000 x (1+0,05)(55-51) = Rp 15.000.000 x (1,2155) = Rp 18.232.594 (a) 2 x pesangon = 2 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 328.186.688 (b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940 (c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 76.576.894 (d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 587.089.522 PENERAPAN PSAK 24
  • 94. Kasus II: (lanjutan) Berdasarkan metode projected unit credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini adalah sebagai berikut: (e) Satuan unit manfaat adalah, (d)/total masa kerja = Rp 587.089.522/(55thn-22thn) = Rp 17.790.592 (f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P = Rp 17.790.592 x 0,8227 x 0.8402* = Rp 12.297.473 (g) Saldo awal kewajiban = (f) x (50 – 22) = Rp 344.329.238 (h) Biaya bunga = 5% x ((f)+(g)) = Rp 17.831.336 *angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya Keterangan: SUM : Satuan Unit Manfaat PV : Present Value P : Peluang PENERAPAN PSAK 24
  • 95. Kasus II: (lanjutan) Pada akhir tahun 2020, Pemerintah RI menerapkan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021. Berdasarkan undang-undang tersebut, elemen imbalan pasca kerja yaitu komponen signifikan uang penggantian hak dihapus dan besaran pesangon yang diberikan berubah dari 2P menjadi 1,75P. Sehingga perhitungan imbalan pasca kerja adalah sebagai berikut: Jawab: Upah pada saat pensiun = Rp 15.000.000 x (1+0,05)(55-51) = Rp 15.000.000 x (1,2155) = Rp 18.232.594 (a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 287.163.356 (b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940 (c) Uang pengantian hak = Rp 0 (d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 469.489.296 PENERAPAN PSAK 24
  • 96. Kasus II: (lanjutan) Berdasarkan metode projected unit credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini adalah sebagai berikut: (e) Satuan unit manfaat adalah, (d)/total masa kerja = Rp 469.489.296/(55thn-22thn) = Rp 14.226.948 (f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P = Rp 14.226.948 x 0,8227 x 0,8402* = Rp 9.834.130 (g) Saldo awal kewajiban = (f) x (50 – 22) = Rp 275.355.630 (h) Biaya bunga = 5% x ((f)+(g)) = Rp 14.259.488 *angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya Keterangan: SUM : Satuan Unit Manfaat PV : Present Value P : Peluang PENERAPAN PSAK 24
  • 97. Kasus II: (lanjutan) Perbandingan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2020 adalah sebagai berikut: Penjelasan Sebelum UU Cipta Kerja Biaya Jasa Lalu (Laba atas Amendemen Program) Setelah UU Cipta Kerja Saldo awal kewajiban menggunakan asumsi-asumsi baru (g) 344.329.238 (68.973.608) 275.355.630 Biaya jasa kini (f) 12.297.473 9.834.130 Biaya bunga (h) 17.831.336 14.259.488 Jumlah 374.458.047 299.449.248 Saldo awal kewajiban (asumsi lama)……… Rp 322.504.274 Saldo awal kewajiban (asumsi baru)……… Rp 344.329.238 Rugi aktuaria Rp 21.824.964 Saldo awal kewajiban sebelum UU Cipta Kerja.Rp 344.329.238 Saldo awal kewajiban setelah UU Cipta Kerja…Rp 275.355.630 Laba atas amendemen program Rp 68.973.608 PENERAPAN PSAK 24
  • 98. Kasus II: (lanjutan) (Jurnal pencatatan-1) (Dr)Beban imbalan pasca kerja 24.093.618 (Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 24.093.618 Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)). (Jurnal pencatatan-2) (Dr)Pendapatan komprehensif lainnya-rugi akuaria 21.824.964 (Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 21.824.964 Mencatat rugi aktuaria yang berasal dari perubahan asumsi aktuaria. (Jurnal pencatatan-3) (Dr)Kewajiban imbalan pasca kerja 68.973.608 (Cr)Laba atas amendemen program-UU Cipta Kerja 68.973.608 Mencatat laba atas amandemen program akibat pemberlakuan UU Cipta Kerja. PENERAPAN PSAK 24
  • 99. PSAK 8, “PERISTIWA SETELAH PERIODE PELAPORAN” PSAK 8.03: “…….Peristiwa setelah periode pelaporan adalah peristiwa yang terjadi antara akhir periode pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit, baik peristiwa yang menguntungkan maupun yang tidak. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a) peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi pada akhir periode pelaporan (peristiwa penyesuai setelah periode pelaporan); dan b) peristiwa yang mengindikasikan timbulnya kondisi setelah periode pelaporan (peristiwa nonpenyesuai setelah periode pelaporan)”. PENERAPAN PSAK 8
  • 100. Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan: Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Pasal 185 UU Cipta Kerja: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan b. Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan. PENERAPAN PSAK 8
  • 101. Pasal 66 PP 35/2021: Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2 Februari 2021). Pasal 64 PP 35/2021: Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. uang kompensasi untuk PKWT yang jangka waktunya belum berakhir diberikan sesuai dengan ketentuan daiam Peraturan Pemerintah ini; dan b. besaran uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan masa kerja Pekerja/Buruh yang perhitungannya dimulai sejak tanggal diundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Pasal 186 UU Cipta Kerja: Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2 November 2020). PENERAPAN PSAK 8
  • 102. 2 Nov 2020 UU CIPTA KERJA DIBERLAKUKAN 2 Feb 2021 PP 35/2021 DIBERLAKUKAN 25 Januari 2021 LAPORAN KEUANGAN DIOTORISASI PERIODE PELAPORAN KEUANGAN BERAKHIR 31 Des 2020 TERBITNYA PP 35/2021 SEBAGAI PERISTIWA SETELAH PERIODE PELAPORAN BERSIFAT NONPENYESUAI (NON ADJUSTING EVENT) PENERAPAN PSAK 8
  • 103. 2 Nov 2020 UU CIPTA KERJA DIBERLAKUKAN 2 Feb 2021 PP 35/2021 DIBERLAKUKAN 30 Mar 2021 LAPORAN KEUANGAN DIOTORISASI PERIODE PELAPORAN KEUANGAN BERAKHIR 31 Des 2020 TERBITYA PP 35/2021 SEBAGAI PERISTIWA SETELAH PERIODE PELAPORAN BERSIFAT PENYESUAI (ADJUSTING EVENT) PENERAPAN PSAK 8
  • 104. 1. Apakah pemberlakuan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021 merupakan peristiwa penyesuai atau nonpenyesuai? 2. Apakah pencatatan perubahan besaran imbalan pasca kerja yang diakibatkan pemberlakuan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021 menunggu amandemen PKB? PENERAPAN PSAK 8
  • 106. Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan): Perjanjian kerja dibuat atas dasar: a. Kesepakatan kedua belah pihak, b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum. Pasal 52 ayat 2-3 UU Ketenagakerjaan: PENERAPAN PSAK 8
  • 107. PSAK 57, “PROVISI, LIABILITAS KONTIJENSI DAN ASET KONTIJENSI” PSAK 57.48: “PERISTIWA MASA DEPAN YANG DAPAT MEMPENGARUHI JUMLAH YANG DAPAT DIPERLUKAN UNTUK MENYESUAIKAN KEWAJIBAN TERCERMIN DALAM PROVISI JIKA ADA BUKTI OBJEKTIF BAHWA PERISTIWA ITU AKAN TERJADI”. PSAK 57.49: “DALAM MENENTUKAN JUMLAH PROVISI, ENTITAS PERLU MEMPERTIMBANGKAN PERISTIWA MASA DEPAN YANG DIPERKIRAKAN AKAN TERJADI……”. PENERAPAN PSAK 8
  • 108. PSAK 57, “PROVISI, LIABILITAS KONTIJENSI DAN ASET KONTIJENSI” PSAK 57.50: “Dalam mengukur kewajiban yang ada, dipertimbangkan dampak peraturan perundang-undangan yang ada yang kemungkinan akan diberlakukan, khususnya jika terdapat bukti objektif yang memadai bahwa peraturan perundang-undangan itu pasti akan diberlakukan. Dalam kenyataannya, sering kali sangat sulit bagi entitas untuk menentukan apakah suatu peristiwa akan menghasilkan bukti objektif yang memadai. Bukti tersebut harus secara jelas menunjukkan hal-hal yang diatur dalam suatu peraturan dan menimbulkan kepastian bahwa peraturan itu akan diundang- undangkan dalam lembaran Negara pada waktunya………….”. PENERAPAN PSAK 8
  • 109. PSAK 57.48: “Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah yang dapat diperlukan untuk menyesuaikan kewajiban tercermin dalam provisi jika ada bukti objektif bahwa peristiwa itu akan terjadi”. PSAK 57, “PROVISI, LIABILITAS KONTIJENSI DAN ASET KONTIJENSI” PENERAPAN PSAK 8
  • 110. PSAK 24.8, “Biaya jasa terdiri atas: a) biaya jasa kini, yaitu kenaikan nilai kini kewajiban imbalan pasti yang berasal dari jasa pekerja dalam periode berjalan, b) biaya jasa lalu, yaitu perubahan nilai kini kewajiban imbalan pasti atas jasa pekerja pada periode sebelumnya, sebagai akibat amendemen program (pemberlakuan awal atau pembatalan, atau perubahan, program imbalan pasti) atau kurtailmen (penurunan signifikan yang dilakukan oleh entitas dalam hal jumlah pekerja yang ditanggung oleh program); dan c) Keuntungan atau kerugian atas penyelesaian.” PSAK 24.99, “Sebelum menentukan biaya jasa lalu, atau keuntungan dan kerugian atas penyelesaian, entitas mengukur kembali liabilitas (aset) imbalan pasti neto menggunakan nilai wajar kini dari aset program dan asumsi aktuarial kini (termasuk suku bunga pasar dan harga pasar kini yang lain) yang mencerminkan imbalan yang ditawarkan dalam program sebelum amendemen, kurtailmen atau penyelesaian program.” PENERAPAN PSAK 8
  • 111. 1. Pencadangan imbalan pasca kerja berupa uang kompensasi untuk karyawan dengan PKWT (pasal 17 PP 36/2021), 2. Perubahan besaran liabilitas imbalan pasca kerja yang berasal dari penurunan besaran pesangon dan uang penggantian hak (pasal 40 ayat 1-3 PP 35/2021), 3. Pencadangan insentif pada usaha tertentu (pasal 8 ayat 1-2 PP 36/2021), DAMPAK AKUNTANSI PENERAPAN PP 35/2021
  • 112. 4. Penurunan liabilitas imbalan pasca kerja untuk entitas usaha mikro dan usaha kecil (pasal 59 PP 35/2021), 5. Penurunan liabilitas imbalan kerja jangka panjang lainnya terkait cuti istirahat panjang (pasal 79 ayat 2 butir d UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan). 6. Potensi pencadangan tambahan apabila manfaat pensiun yang diterima lebih kecil dari Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak (pasal 58 ayat 1-3 PP 35/2021). DAMPAK AKUNTANSI PENERAPAN PP 35/2021
  • 113. DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021 PSAK 46, “Pajak Penghasilan” par.5: “Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat adanya: a) perbedaan temporer dapat dikurangkan; b) akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan c) akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan” “Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak”
  • 115. Komersial Fiskal Laba sebelum koreksi 1,000 1,000 Beda temporer: Imbalan pasca kerja 100 Piutang ragu-ragu 120 Laba sebelum pajak 1,000 1,220 Beban pajak (tarif pajak 25%) (250) (305) Dr. Beban pajak kini 305 Cr. Hutang pajak kini 305 Cr. Aset pajak tangguhan 55 Cr. Manfaat pajak tangguhan 55 Beban pajak yang dicatat pada laporan keuangan DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
  • 116. Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus (PP 68/2009): Tarif Lapisan Penghasilan 0% 0 - Rp 50.000.000 5% Rp 50.000.000 - Rp 100.000.000 15% Rp 100.000.000 – Rp 500.000.000 25% di atas Rp 500.000.000 DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
  • 117. Kasus III: Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 20.000.000 per bulan sebagai manajer pemasaran. Tuan A mulai bekerja pada umur 22 tahun dan pensiun pada umur 55. 1. Berapakah besarnya Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang harus dibayar PT X kepada Tuan A? 2. Berapakah PPh Pasal 21 yang dipotong? Jawab: 1. Upah pada saat pensiun = Rp 20.00.000 (a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 20.000.000 x 9 = Rp 315.000.000 (b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 20.000.000 = Rp 200.000.000 (c) Uang pengantian hak = 0 (d) IPK = (a) + (b) + (c) = Rp 515.000.000 DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
  • 118. Kasus III: (lanjutan) Jawab: 2. Besaran pajak penghasilan pasal 21: 0% x Rp 50.000.000 = Rp 0 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp 400.000.000 = Rp 60.000.000 25% x Rp 15.000.000 = Rp. 3.750.000 Jumlah PPh pasal 21 = Rp 66.250.000 (Jurnal pencatatan-1) (Dr)Beban imbalan pasca kerja 515.000.000 (Cr)Kas 448.750.000 (Cr)Hutang PPh pasal 21 66.250.000 DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
  • 119. Pasal 5 PP 68/2009: “Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut: a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).” DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021