4. Aturan yang berisi larangan dalam
kampanye telah diatur dalam Pasal 69
sampai Pasal 73 PKPU 23/2018.
Pasal 69
(1) Pelaksana, peserta, dan Tim Kampanye Pemilu dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain;
d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada
seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar
dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan
j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye.
5. (2) Pelaksana dan/atau Tim Kampanye dalam kegiatan Kampanye, dilarang melibatkan:
a. ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua
badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
d. direksi, komisaris, dewan pengawas, dan karyawan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah;
e. pejabat negara bukan anggota Partai Politik yang menjabat sebagai pimpinan di Lembaga
nonstruktural;
f. Aparatur Sipil Negara;
g. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. kepala desa;
i. perangkat desa;
j. anggota Badan Permusyawaratan Desa; dan
k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih
6. Pasal 70-71
■ Dalam kedua pasal ini tercantum larangan pejabat negara, pejabat daerah,
aparatur sipil negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional, serta kepala desa
atau lurah untuk membuat keputusan dan tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu peserta pemilu.
■ Mereka juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
Kegiatan yang dimaksud meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau
pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat.
7. Pasal 72
■ Pelaksana dan tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau
materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye, baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk:
a. tidak menggunakan hak pilihnya;
b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu
sehingga surat suaranya tidak sah;
c. memilih pasangan calon tertentu;
d. memilih partai politik peserta pemilu tertentu; dan/atau
e. memilih calon anggota DPD tertentu.
8. Potensi Pelanggaran Pemilu 2024
■ Pelanggaran alat peraga kampanye (APK) berupa pemasangan di tempat yang
dilarang atau APK yang mengandung materi dan informasi yang dilarang.
■ kampanye di luar masa kampanye dan kampanye di luar jadwal
■ Kampanye di tempat ibadah dan Pendidikan
■ penggunaan fasilitas pemerintah atau negara
■ kampanye di media sosial dengan menyebarkan informasi-informasi bohong, hoax,
kampanye hitam, isu SARA,
■ kampanye di media massa di luar waktu yang ditentukan yakni 21 hari menjelang
masa kampanye berakhir
■ kampanye kampanye di luar zona kampanye dan melebihi pukul 6 sore
■ adanya indikasi politik uang dalam kampanye,
■ penggunaan dana CSR dalam kampanye, keterlibatan ASN, TNI, dan Polri dalam
kampanye.
■ Mobilisasi aparatur sipil negara (PNS).
■ Pelibatan anak dalam kampanye. Ini juga rentan sekali, di mana melibatkan anak-
anak di bawah umur saat kampanye
■ Dan sebagainya.
9. Studi kasus/ pendekatan kasus
■ mantan narapidana ada syarat bagi narapidana termasuk yang terlibat kasus korupsi jika ingin maju sebagai calon
anggota legislatif pada Pemilu yang akan datang.
■
Ilustrasi faktual: kegandaan dalam pengajuan bakal calon. Ada bacaleg yang diajukan partai A, ternyata diajukan
juga namanya di partai B, bahkan ada yang diajukan partai C di provinsi A, juga diajukan di partai D di Provinsi B.
■ ada parpol X misalnya lalu dalam kelengkapan administrasi pengajuan bacalon hanya melampirkan dokumen KTP
dan KTA yang dikategorikan benar dan absah. "Tetapi yang lain seperti keterangan sehat serta dokumen
kelengkapan lain, hanya di-upload scan kertas kosong.
10. Pengawasan Partisipatif yang baik dan
berintegritas dari masing masing pihak
terkait dalam kerangka menuju hasil pemilu
yang bermartabat .