PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
Peran Local Wisdom Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean Di Kabupaten Maybrat Papua Barat
1. PERAN LOCAL WISDOM DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT
EKONOMI ASEAN DI KABUPATEN MAYBRAT PAPUA BARAT
Oleh:
Yulia Fauzi
NIM. 13110241012
Kebijakan Pendidikan
e-mail : jullypiere@gmail.com
Fakultas Ilmu Pendidikan Univesitas Negeri Yogyakarta
ABSTRAK
Pendidikan adalah tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Jika pendidikan
disuatu bangsa itu maju maka sudah dapat dipastikan bahwa bangsa tersebut
adalah negara yang maju. Di Indonesia, pendidikan dianggap mampu
memutuskan tali kemiskinan yang ada. Lebih dari itu, pendidikan mampu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia agar mampu
bersaing di kancah dunia. Hal ini sehalan dengan cita-cita bangsa yang telah
dimaklumatkan dalam pembukaan undang-undang dasar 1945.
Menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN mendatang, tampaknya belum
semua masyarakat Indonesia siap menjalani tantangan tersebut. Padahal mau tidak
mau suka tidak suka, kita pasti akan menjalani kehidupan Masyrakat Ekonomi
ASEAN. Hal inilah yang tampaknya menjadi momok tersendiri bagi masyarakat
Papua, yakni suku Maybrat Papua Barat.
Banyak hal yang kiranya perlu dipersiapkan agar masyarakat suku
maybrat mampu menghadapi tantang MEA2015. Tak hanya itu, perlu dukungan
berupa moril dan materil dari pemerintah, agar suku maybrat ini tidak terbawa
arus Internasional yang mengakibatkan lunturnya jiwa nasionalisme mereka dan
membuat mereka beralih mengubah kewarganegaraan. Dalam hal membangun
jiwa Indonesia yang utuh tak dapat dipisahkan dari budaya lokal masyarakat itu
sendiri. Sebab itulah perlunya penguatan pada local wisdom masyarakat Maybrat
Papua Barat.
Kata kunci : Pendidikan, Suku Maybrat, Masyarakat Ekonomi ASEAN
1
2. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu tonggak kemajuan bangsa Indonesia.
Pendidikan juga dianggap mampu memutuskan tali kemiskinan yang ada di
Indonesia. Terlebih dalam era globalisasi seperti saat sekarang ini, dunia
pendidikan dituntut untuk mampu meningkatkan kualitasnya agar dapat bersaing
dikancah dunia. Sesuai dengan apa yang dicita-citakan bangsa Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Melalui
pendidikan Indonesia yang berkualitas tentunya mampu memberikan kesejahteran
pula bagi kehidupan masyarakatnya.
Agar cita-cita bangsa tersebut tercapai perlu didukung oleh sumber daya
alam dan sumber daya manusia yang berkualitas. Ironisnya, Indonesia terkenal
dengan sumber daya alamnya yang melimpah ruah ditiap daerah, namun masih
saja harus mengimpor bahan pangan dari negara lain. Selain itu kemampuan atau
kompetensi yang dimiliki masyarakat untuk mengolah sumber daya alam
sangatlah kurang. Hal ini membuat Indonesia mau tidak mau harus menerima
uluran tangan dari negara lain. Tentunya membuat Indonesia tingkat kemandirian
bangsa Indonesia melemah.
Memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN menjadi tantangan tersendiri
bagi bangsa Indonesia. Mampukah masyarakat Indonesia memanfaatkan
keterbukaan pasar intenasional dan bersaing di pasar global ? Jika tidak mampu
tentunya Indonesialah yang nantinya akan menjadi pasar dari produk-produk
dunia.
Untuk mampu mamanfaatkan peluang tersebut perlu didukung oleh
masyarakat yang mempunyai pribadi yang kuat tetap berpegang teguh pada nilai-
nilai budaya asli daerahnya agar mereka tidak terseret dalam arus keterbukaan itu
sendiri. Masyarakat Indonesia dituntut untuk mampu bersaing dengan masyarakat
dunia internasional yang kompetensinya jauh lebih baik dibandingkan dengan
mereka. Termasuk masyarakat pedalaman.
Secara tidak langsung masyarakat pedalaman nantinya juga akan terkena
imbas dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), jangankan bersaing dengan
masyrakat Internasional, untuk pendidikan saja mereka masih tertinggal. Hal ini
tentunya membuat mereka ditelan ombak perputaran internasional. Hampir
2
3. seluruh daerah terpelosok Indonesia khususnya daerah pedalaman memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Kesadaran akan pentingnya pendidikan masih
kurang, tingkat kepercayaan masyarakat asli terhadap hal-hal baru atau pun
pendatang baru dilingkungan mereka juga rendah, belum lagi sekolah-sekolah
yang lokasinya sulit dijangkau dari tempat tempat tinggal mereka, semakin
membuat kualitas pendidikan pada masayarakat pendalaman cukup tertinggal jika
dibandingkan dengan masyarakat di daerah lainnya.
Situasi inilah yang dialami warga Kabupaten Maybrat Papua Barat.
Hijaunya alam Papua Barat berbanding terbalik dengan kondisi pendidikan
mereka. Sulitnya akses dalam menjangkau pendidikan, terlebih lagi pendidikan
yang mulai diperdagangkan dan lembaga pendidikan beralih fungsi menjadi
lembaga komersial membuat keluarga miskin dari Kabupaten Maybrat terpaksa
menyerah dalam pendidikan. Kabupaten Maybrat yang merupakan hasil
pemekaran dari Kota sorong, butuh waktu hingga 10 jam perjalanan dengan
segala keterbatasan fasilitas publik seperti transportasi, listrik, kesehatan dan
pendidikan tentunya. Mirisnya, kekayaan alam yang luar biasa dari Kabupaten
Maybrat harus menjadi milik korporasi hingga warga lokal hanya menjadi
penonton di rumah sendiri.
Permasalahan pendidikan di Kabupaten Maybrat saat ini sangat kompleks.
Sekolah Dasar yang tersedia belum mampu mengatasi pendidikan di Maybrat.
Kurangnya tenaga guru yang berkualitas, ruang kelas yang tidak memadai
membuat beberapa kelas digabung menjadi satu, buku pegangan guru dan murid
yang kadaluarsa tidak lagi sesuai dengan kurikulum yang berlaku, belum lagi
jarak sekolah yang jauh dari pemukiman warga lokal. Beberapa provinsi memiliki
angka partisipasi murni dibawah 90 persen. Termasuk di Kabupaten Maybrat. Di
Kabupaten Maybrat ini sendiri pada tahun 2012 tingkat SD/MI sebesar 89,05 %,
SMP/MTs 67,71 %, SMA/MA 42,53 % dan perguruan tinggi 0,87 %. Hal ini
menunjukan bahwa Kabupaten Maybrat termasuk dalam kategori pendidikan
rendah. (sumber: maybratkab.bps.go.id).
Dari uraian di atas, sekiranya dibutuhkan media pendidikan yang mampu
memberikan pembelajaran sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan masyarakat
di Kabupaten Maybrat. Dalam pelaksanaannya pun pendidikan yang diberikan
3
4. haruslah efektif dan efisien. Pendidikan tanpa terlepas dari kearifan lokal budaya
yang sejatinya memperkuat jati diri dan kemandirian masyarakat Kabupaten
Maybart sehingga mampu mempersiapkan diri menghadapi persaingan bebas
Internasional.
PEMBAHASAN
A. Local Wisdom Masyarakat Maybrat Papua Barat
Kearifan lokal (local wisdom) adalah sistem sosial, politik, budaya,
ekonomi dan lingkungan dalam lingkup komunitas lokal. Sifatnya dinamis,
berkelanjutan dan dapat diterima. Pattinama (2009) menjelaskan bahwa kearifan
lokal mengandung norma dan nilai-nilai sosial yang mengatur bagaimana
seharusnya membangun keseimbangan antara daya dukung lingkungan alam
dengan gaya hidup dan kebutuhan manusia.Lebih lanjut dijelaskan bahwa kearifan
lokal lahir dari learning by experience yang tetap dipertahankan dan diturunkan
dari generasi ke generasi.
Dalam pemahaman umum, nilai tradisi atau kearifan lokal (local Wisdom)
sering dianggap sesuatu hal yang kuno. Padahal jika dicermati lebih lanjut, nilai-nilai
tradisi itu sangat futuristik dan dapat diimplementasikan di lingkup lokal, nasional
bahkan global. Saat ini persoalan yang ada terletak pada inventarisasi, pemahaman, dan
pemaknaan dari nilai tradisi sehingga proses pewarisannya berjalan tidak sesuai dengan
yang diinginkan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kegunaan utama kearifan lokal
adalah untuk menciptakan keteraturan dan keseimbangan antara kehidupan sosial,
budaya dan kelestarian sumberdaya alam. Dalam penerapannya, kearifan lokal
bisa dalam bentuk hukum, pengetahuan, keahlian, nilai dan sistem sosial dan
etika yang hidup dan berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dalam interaksi antara manusia dan satwa liar, pemanfaatan satwa oleh
manusia merupakan bagian dari siklus alami yang ikut mengatur kondisi populasi
satwa di alam. Dalam konteks aktivtas perburuan hubungan ini juga
menggambarkan parktek etika konservasi yang dianut masyarakat setempat
sebagai bagian dari pemanfaatan sumberdaya alam yang ada (Pattiselanno, 2008).
4
5. Sistem ladang berpindah adalah sistem yang berlaku secara umum di tanah
Papua bagi masyarakat yang berada pada daerah pedalaman dan pegunungan
tinggi seperti, orang Arfak, Paniai, Maybrat, Asmat dan Muyu (Mentansan, 2008).
Di Amerika Latin, perburuan subsistens biasanya dilakukan oleh petani skala
kecil, masyarakat sekitar hutan, nelayan dan lain-lain, semuanya berdasarkan
fakta bahwa mereka tergolong dalam dalam kelompok ekonomi lemah di wilayah
pedesaan (Backer, 1981 dalam Ojasti, 1996).
Ada semacam spirit gotong royong yang berlaku umum dan dipelihara
oleh masyarakat kampung di Maybrat. Spirit gotong royong ini dalam bahasa
setempat disebut “anu beta tubat”, yang artinya bersama kami mengangkat.
Spirit anu beta tubat itulah yang rupanya menyatukan masyarakat Maybrat untuk
menempatkan pendidikan sebagai prioritas. Ibarat lidi yang bila disatukan sulit
untuk dipatahkan, demikian pula dengan kekuatan spirit anu beta tubat bagi
keluarga-keluarga miskin di Maybrat. Betapapun miskin, mereka tidak menyerah
dan bahkan gigih dalam memperjuangkan pendidikan anak-anak mereka sampai
ke tingkat tinggi. Berbagai hambatan dalam mengakses pendidikan mereka atasi
bersama.
Spirit anu beta tubat ini semakin menguat setelah masyarakat sendiri
memetik dan merasakan buahnya. Setelah melihat perubahan positif pada karakter
anak-anak mereka yang mendapatkan pendidikan, para orang tua tidak ragu lagi
mengirimkan anaknya ke sekolah. Terlebih setelah mereka melihat, anak-anak
yang berpendidikan itu mudah memperoleh pekerjaan atau mendapatkan posisi di
pemerintahan, masyarakat berlomba untuk menyekolahkan anak-anak mereka
sampai ke tingkat tinggi. Mereka bergotong royong membiayai pendidikan anak
dan berjibaku bersama mengangkat anak-anak mereka agar dapat mengakses
pendidikan yang lebih baik. Padahal dulu, untuk mengirimkan anak ke sekolah
saja para orang tua harus didorong-dorong dan dipaksa-paksa. Kini, pendidikan
mereka tempatkan sebagai prioritas dan spiritanu beta tubat menjadi kekuatan
untuk mengatasi berbagai hambatan.
Spirit gotong royong untuk mengakses pendidikan itu bisa ditemukan di
kampung-kampung dan di berbagai tingkatan pendidikan. Pada tingkatan sekolah
dasar, spirit itu mewujud dalam upaya masyarakat untuk menjaga
5
6. keberlangsungan pendidikan dasar di kampung mereka. Untuk membuat guru
betah mengajar di kampung, misalnya, mereka bergotong royong membuatkan
kebun untuk guru, membangun tempat tinggal guru, dan menyokong bahan
makanan bagi guru yang baru ditempatkan di kampung mereka. Agar proses
belajar mengajar dapat berjalan lancar, masyarakat juga bergotong yorong untuk
membangun atau memperbaiki bangunan sekolah, membantu pengadaan mebel
untuk sekolah, membayar gaji guru honorer, membeli buku-buku pelajaran untuk
pegangan siswa, membantu membiayai pelaksanaan ujian dan lainnya.
B. Pemanfaatan Local Wisdom sebagai Upaya Mengahadapi MEA
Perdagangan internasional yang terjadi di era globalisasi ditandai dengan
perkembangan segala sektor kehidupan. Indonesia yang turut andil dalam
penandatangan Generall Agreemen on Traffic and Trade (GATT) memiliki arti
bahwa apa yang terjadi didunia Internasional, negara Indonesia juga ikut
merasakannya. Posisi Indonesia yang senyatanya diapit oleh 2 arus perdagangan
Internasional membuat Indonesia dalam posisi rawan. Indonesia dituntut untuk
bersaing di pasar bebas yang bermakna bahwa produk dalam negeri dan produk
impor bersatu. Melihat kualitas produk dalam negeri yang jauh dari kualitas
produk impor akan sangat memungkinkan Indonesia semakin tenggelam dalam
arus perdagangan bebas dan menjadi konsumen terbesar produk impor. Jelas hal
ini berdampak negatif pada kemandirian bangsa Indonesia, dan jati diri bangsa
pun perlahan hilang akibat konsumerisme ini.
Pada masyarakat Kabupaten Maybrat dengan semangat gotong royongnya
“anu beta tubat”, yang cukup kuat menjadi pegangan dimasyarakat. Aplikasi nilai
tradisi dan kearifan lokal menjadi bagian penting dalam pembangunan
manusianya yang humanis. Dengan kearifan lokal yang kuat, kepribadian
masyarakat terbuka selektif, serta adanya semangat gotong royong dan keinginan
untuk mandiri ditubuh masyarakat Kabupaten Maybart, tentunya mereka akan
siap menghadapi persaingan global.
Kearifan lokal yang kuat, kepribadian dan semangat masyarakat Maybart
tidak kuat begitu saja, tapi dari dasar yang ada diperdalam lagi karena memang
ternyata dibutuhkan oleh masyarakatnya. Kemandirian merupakan isu psikososial
6
7. yang muncul secara terus menerus dalam seluruh siklus kehidupan individu
(Steinberg, 2002). Isu ini muncul di setiap situasi yang menuntut individu untuk
mengandalkan dan bergantung kepada dirinya sendiri. Menurut Shaffer (2002),
kemandirian sebagai kemampuan untuk membuat keputusan dan menjadikan
dirinya sumber kekuatan emosi diri sehingga tidak bergantung kepada orang lain.
Beberapa ahli menyatakan bahwa untuk mencapai kemandirian berarti
membebaskan diri dari ikatan orang tua agar dapat mengembangkan identitas
dirinya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemandirian dalam konteks masyarakat ialah, suatu masyarakat memiliki
kemampuan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan sendiri dan
bertanggung jawab atas tinak itu, kemampuan untuk membuat keputusan
berkenaan dengan hidup masyarakat itu sendiri dan tetap menjaga hubungan antar
masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian Freddy Pattiselanno menunjukkan bahwa
aktivitas perburuan merupakan kegiatan sampingan yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat Maybrat yang penghasilan utamanya adalah bertani.
Praktek kearifan tradisional seperti penggunaan alat buru tradisional dan lokasi
perburuan yang diatur berdasarkan batas kepemilikan hak ulayat masih
dipraktekkan oleh kelompok etnik Maybrat. Satwa buruan umumnya
dimanfaatkan untuk tujuan konsumsi dan aktivitas sosial budaya di lingkungan
masyarakat setempat. Perdagangan satwa secara luas di pasar tradisional tidak
ditemukan, tetapi perdagangan produk asal satwa dalam skala kecil di antara
kelompok masyarakat sering ditemukan.
Hasil yang diperoleh akan mengisi keterbatasan informasi tentang kearifan
tradisional yang berkaitan erat dengan pemanfaatan sumberdaya alam hayati
(satwa liar). Dari sinilah diperoleh informasi dasar dalam rangka menunjang
upaya MRP (Majelis Rakyat Papua) untuk mendukung kebijakan pemberdayaan
di bidang sosial budaya melalui usaha menumbuh kembangkan nilai-nilai kearifan
lokal. Dari sisi pemanfaatan sumberdaya alam hayati, nilai-nilai positif dari
praktek kearifan tradisional dapat disinkronkan dengan aturan-aturan yang berlaku
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat untuk mewujud nyatakan pemanfaatan
sumberdaya alam hayati secara berkelanjutan.
7
8. Dalam mengumpulkan informasi yang lebih dalam dan memperluas
keterwakilan kelompok etnik Maybrat yang adaKajian yang lebih mendalam
tentang praktek kearifan tradisional dalam arti luas yang berkaitan dengan
pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan berpotensi untuk diteliti lebih
lanjut. Hal ini akan berguna untuk mensinkronkan aturan-aturan lokal dengan
peraturan pemerintah dalam rangka pengelolaan sumber-daya alam hayati secara
lestari dan berkelanjutan
Kepribadian yang menyangkut jati diri seseorang. Dengan memiliki
kepribadian yang baik, akan memberi pengaruh baik pula pada lingkungan sekitar
tempat ia tinggal. Namun tidak memungkiri juga bahwa lingkungan akan
mempengaruhi kepribadian seseorang. Pada masyarakat Maybart dengan
lingkugan yang kegotong-royongannya kuat akan membentuk pribadi sesorang
menjadi orang yang suka bekerja sama, tolong-menolong dalam kehidupannya.
Disinilah arti pentingnya dari kepribadian, kemandirian dan kearifan lokal
masyarakat Maybart. Memanfaatkan peran local wisdom secara utuh persoalah
tantangan masyarakat ekonomi ASEAN pun siap dihadapi oleh masyarakat
Kabupaten Maybart.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mengingat masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultural
dengan berbagai budaya, ras, suku bangsa hingga bahasa yang beragam tiap
daerahnya. Memasuki era global dan masyarakat ekonomi ASEAN ini masyarakat
Indonesia dituntut untuk mampu bersaing dengan masyarakat Internasional. Hal
ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Masyarakat suku Maybrat contohnya. Sebagai suku yang bermukim di
lingkungan dengan kekayaan alam berlimpah namun mereka tak mampu
menikmatinya secara utuh. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dari
masyarakat Maybrat itu sendiri dalam mengolah kekayaan alam menjadi
pelengkap kehidupan mereka sehari-hari. Hal yang semcam itu tak perlu lagi
menjadi momok bagi mereka karena dengan memanfaatkan Local Wisdom yang
ada di tanah mereka, kekhawatiran tersebut mampu teratasi. Rasa anu beta tubat
8
9. yang tumbuh dan berkembang di masyarakatnya semakin diperkuat sehingga
mereka mampu bekerja sama dalam menghadapi persaingan global yang perlahan
masuk kedaerah mereka.
B. SARAN
Penulis memberi beberapa saran bagi kedepaannya:
1. Local wisdom haruslah dikembang kan dan dipertahankan bagi setiap
masyarkat .
2. Pemerintah, masyarakat serta keluarga haruslah bekerja sama dalam
menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
3. Masyarakat Indonesia harus mampu bertahan di tengah ketatnya
persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN di Indonesia.
9
10. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2012). Angka Partisipasi Murni. Diunduh dari
http://maybratkab.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=6 pada hari
Kamis 12 Maret 2015 pukul 18.35 WIB.
Mentasan dalam Freddy Pattiselanno dan George Mentasan. (2010). Kearifan
Tradisional Suku Maybrat dalam Perburuan Satwa sebagai
Penunjang Pelestarian Satwa. Makara, Sosial Humaniora, Vol.14,
No.2, Desember 2010: 75-82.
Pattinama, M.J. (2009). Pengentasan kemiskinan dengan kearifan lokal (Studi
kasus di Pulau Buru - Maluku dan Surade - Jawa Barat). Makara
Seri Sosial Humaniora, 13, 1-12.
Patisellanno. (2012). Kearifan Tardisional Suku Masybrat, Sepotong Catatan dari
Sorong Selatan . Diunduh dari
https://fpattiselanno.wordpress.com/2012/05/07/kearifan-
tradisional-suku-maybrat-sepotong-catatan-dari-sorong-selatan/
pada hari Kamis 12 Maret 2015 pukul 19.20 WIB.
Pattiselanno, F. (2008). Man-wildlife interaction:Undertstanding the concept of
conservation ethics in Papua. Tiger Paper, 35, 10-12.
Shaffer, D. R. (2002). Developmental psychology : Childhood & adolescence
(6th ed.). Belmont, CA : Wadsworth/Thomson Learning, Inc.
Steinberg, Laurence. (2002). Adolescence. New York : The McGraw-
HillCompanies. Inc.
10