SlideShare a Scribd company logo
1 of 5
Tugas.2
Nama : YAHLIL KHOIR NUR RIZQI
NIM : 041246584
JURUSAN : ILMU HUKUM
Mata Kuliah : HUKUM ADAT
Harta pusaka tinggi mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat Minangkabau
karena harta tersebut harta yang diturunkan secara turun temurun dari suatu kaum berdasarkan
garis keturunan ibu. sedangkan Harta pusaka rendah adalah harta yang diturunkan dari satu
generasi, yang mana diterima kemenakan dari mamak kandung, yang berasal dari hasil pekerjaan
yang diperuntukan buat kemenakannya.
Hukum waris adat merupakan perangkat kaidah yang mengatur tentang cara atau proses tentang
pengoperan dan peranan harta kekayaan baik yang berwujud benda maupun yang tidak
berwujud. Waris dapat berupa barang yang ditinggalkan oleh seseorang yang sudah meninggal
dunia kemudian diterima oleh ahli warisnya. Salah satunya bisa berupa harta pusaka tinggi yang
diberikan oleh pewaris.
Hukum waris adat merupakan perangkat kaidah yang mengatur tentang cara atau proses tentang
pengoperan dan peranan harta kekayaan baik yang berwujud benda maupun yang tidak
berwujud. Waris dapat berupa barang atau gelaran yang ditinggalkan oleh seseorang yang sudah
meninggal dunia kemudian diterima oleh ahli warisnya.
Soal :
Berikan analisis Anda tentang bagaimana:
1. Harta pusaka tinggi dapat diperjual belikan menurut hukum waris adat Minangkabau !
Harta pusaka tinggi adalah harta milik seluruh anggota kaum dan diperoleh secara
turun temurun melalui jalur wanita. Harta pusaka tinggi biasanya berbentuk sawah,
rumah, ladang, kolam dan hutan. Harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan dan
hanya boleh digadaikan. Anggota kaum memiliki hak pakai dan biasanya di kelola oleh
mamak kepala waris.
Hak pakai dari pusaka tinggi ini antara lain adalah hak membuka tanah,
memungut hasil, mendirikan rumah dan hak mengembala. Jika berupa air (tabek) maka
hak pakainya adalah memanfaatkan air dan menangkap ikan.
Harta pusaka tinggi tidak boleh dijual dan hanya boleh digadaikan. Menggadaikan
harta pusaka tinggi hanya dapat dilakukan setelah dimusyawarahkan dengan petinggi
kaum, menggadaikan biasanya mengutamakan kepada suku yang sama, namun tetap
dapat digadaikan dengan suku lain. Tergadainya pusaka tinggi karena 4 hal, yaitu :
1. Gadih gadang indak balaki (perawan tua yang tak bersuami)
Jika tidak ada biaya untuk mengawinkan anak wanita, sedangkan umurnya sudah semakin
tua.
2. Mayik tabujua di ateh rumah (mayat terbujur di atas rumah)
Jika tidak ada biaya untuk mengurus jenazah yang harus segera dikuburkan.
3. Rumah gadang katirihan (rumah besar bocor)
Jika tidak ada biaya untuk renofasi rumah, sementara rumah sudah rusak dan lapuk
sehingga perlu untuk diperbaiki.
4. Mambangkik batang tarandam (menaikkan derajat menjadi lebih baik)
Jika tidak ada biaya untuk pesta pengangkatan Penghulu (Datuk) atau biaya untuk
menyekolahkan seorang anggota kaum ke tingkat yang lebih tinggi.
Bila salah satu dari empat perkara itu terjadi, terlebih dahulu harus diatasi dari
hasil harta pusaka tersebut dan bila tidak memungkinkan juga barulah boleh
menggadaikan harta pusaka. Penghulupun tidak memiliki hak untuk menggadai harta
tanpa bermufakat dengan anak kemenakan. Pepatah Minangkabau menyebutkan “bulek
buliah digolongkan, picak buliah dilayangkan”, setelah ada kesepakatan bersama barulah
harta pusaka boleh digadaikan.
Sebelum menggadai atau menjual harta pusaka tinggi, terlebih dahulu harus dicari
jalan keluar yang lain, karena sedapat mungkin harta pusaka tinggi jangan sampai
tergadai. Hal ini sesuai dengan pepatah adat yang berbunyi “Ndak ado kayu janjang
dikapiang, indak ado rotan akapun jadi”. Demikian kokoh dan tertibnya penjagaan harta
pusaka tinggi dan seharusnya dipatuhi bersama-sama ketentuan ada tersebut.
Tujuan pengaturan adat Minang terhadap harta pusaka tinggi bertujuan baik,
yakni agar keluarga besar kaum tidak melarat dan mempunyai bekal ketika ahli waris
meninggal, juga untuk membentengi tanah-tanah Minang dari penguasaan orang-orang
dari luar Minang. Tetapi tujuan baik ini jangan sampai mengabaikan syara’ yang menjadi
landasan Minang. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Jadi tak selayaknya
harta pusaka tinggi yang harusnya untuk jaminan kesejahteraan kaum, malah menjadi hal
pemecah kaum hanya karena mengikuti nafsu dunia.
2. Harta pusaka rendah dapat diperjual belikan menurut hukum waris adat Minangkabau!
Berbeda dengan harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah adalah harta yang
diperoleh dari jerih payah keluarga, baik ayah maupun ibu. Harta itu diperoleh melalui
transaksi jual beli. Karena harta tersebut dapat diperjualbelikan, umumnya harta pusaka
rendah dibuatkan sertifikat, misalnya, tanah.
Meski memiliki pengertian berbeda, harta pusaka tetap menyimpan artian khusus.
Menjual tanah pusaka bukan kebiasaan masyarakat Minang. Apalagi alasan jual adalah
untuk bermewah-mewahan.
3. Harta pusaka tinggi dapat dimiliki secara hak pribadi oleh ahli waris menurut hukum
waris adat Minangkabau !
Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Minangkabau menganut system
kekeluargaan matrilineal, dimana warisan diwariskan secara turun temurun dari suatu
generasi ke generasi berikutnya berdasarkan garis keturunan ibu atau matrilineal. Harta
Pusaka Tinggi adalah harta yang telah diwariskan secara turun temurun yang biasanya
sudah melalui beberapa generasi yang diwariskan dari nenek ke ibu dan dari ibu ke anak
perempuannya. Pada dasarnya harta pusaka tinggi tidak dapat dibagi-bagi, tetapi
diwariskan secara turun temurun kepada anak kaum (suku) tersebut. Kaum hanya dapat
mengambil manfaat dan hasil saja dari harta tersebut. Pada dasarnya harta pusaka tinggi
bukanlah harta warisan, karena harta pusaka tinggi bukan milik perorangan, melainkan
harta yang dimiliki secara bersama oleh suatu kaum, dan manfaatnya juga dimiliki secara
bersama oleh suatu kaum tersebut, dengan kata lain bahwa bahwa harta pusaka tinggi
bukanlah harta yang dimiliki secara Milk al-Raqabah atau Milk al-Taam. Seorang mamak
hanya berhak atas pemeliharaan terhadap pusaka tinggi, demikian juga kemenakan
perempuan dari jalur ibu hanya berhak atas manfaat dari harta pusaka tinggi tersebut,
tanpa bisa memilikinya. Hal ini terlihat dari ketidak bolehan harta pusaka tinggi tersebut
dijual, digadai maupun diwariskan secara perorangan tanpa persetujuan semua anggota
kaum karena dia tidak dimiliki secara utuh oleh perorangan dalam suatu kaum. Sehingga
untuk harta pusaka tinggi dalam adat Minangkabau tidak bisa digunakan konsep warisan
Islam, karena ia bukanlah harta warisan sebagaimana terdapat dalam faraaidh dan
Kompilasi Hukum Islam (Pasal 171 huruf e).
4. Harta pusaka rendah dapat dimiliki secara hak pribadi oleh ahli waris menurut hukum
waris adat Minangkabau !
Berbeda dengan harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah adalah harta yang
diperoleh dari jerih payah keluarga, baik ayah maupun ibu. Harta itu diperoleh melalui
transaksi jual beli. Karena harta tersebut dapat diperjualbelikan, umumnya harta pusaka
rendah dibuatkan sertifikat, misalnya, tanah.
Karena sifat perolehannya yang berasalkan dari jerih payah dan usaha, menurut saya
Harta Pusaka Rendah dapat dimiliki Hak secara pribadi oleh ahli waris dan dapat dikelola
serta diambil manfaat dari harta pusaka tersebut
5. Syarat-syarat pewaris gelar pusaka adat “Mamak” pada masyarakat adat Minangkabau !
Mamak kepala waris adalah pemimpin dari sebuah kaum, biasnya yang menjadi
mamak kepala waris adalah laki-laki tertua dari kaum tersebut. Namun demikian,
faktor usia bukanlah syarat mutlak, karena di samping itu juga dibutuhkan kecakapa.
Sebagaimana juga yang dinyatakan oleh Iskandar Kemal, bahwa untuk dapat menjadi
mamak kepala waris ditentukan oleh dua faktor yaitu, yang pertama adalah faktor
hukum waris dan yang kedua faktor kecerdasan.
Faktor hukum waris di sini dimaksud bahwa untuk menjadi mamak kepala
waris, seseorang itu haruslah merupakan anggota dari kaum yang bersangkutan dan
dia juga merupakan laki-laki yang tertua. Sedangkan daktor kecerdasan diperlukan
karena seseorang mamak kepala waris mempunyai tanggung jawab yang besar, baik
untuk memimpin angota kaumnya maupun untuk memelihara harta pusaka yang
mereka miliki.
Namun yang tidak kalah penting dari semua hal ini adalah bahwa mamak kepala
waris itu harus diangkat berdasarkan kesepakatan anggota kaumnya, baik secara tegas
maupun secara diam-diam. Di samping itu keberadaannya yang terus menerus di
kampung halamanjuga menjadi dasar perhitungan yang cukup penting pula.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk menjadi mamak kepala waris,
seseorang itu tidak hanya harus lelaki yang tertuakan, tapi dapat juga seseorang yang
dituakan “salangkah nan di tuokan”. Dituakan di sini mungkin karena jabatan yang
dipengangnya, misalnya sebagai penghulu, tapi mungkin juga karena orang yang
seharusnya menjadi mamak kepala waris tidak mempunyai kemanpuan untuk
menjalankan tugas tersebut. Sehingga jabatan mamak kepala waris dipengang bukan
oleh laki-laki yang tertua. Oleh karena itu sering kali terjadi jabatan mamak kepala
waris dipengang sekaligus secara rangkap olehseorang penghulu.
Mengigat tanggung jawab mamak kepala waris yang besar, terutama yang
berhubungan dengan harta pusaka, maka jika sebuah kaum tidak mempunyai mamak
kepala waris lagi dan kemenakan laki-laki yang ada pun belum dewasa, maka ada
beberapa kemungkinan untuk melaksanakan fungsi dari mamak kepala waris tersebut.
Kemungkinan pertama adalah para ahli waris yang perempuan secara bersama-sama
dapat bertindak sebagai mamak kepala waris. Namun jika anggota kaum yang tinggak
hanya seorang perempuan saja, maka dialah yang mempunyai hak dan kewajiban
sebagai mamak kepala waris. Selanjutnya kalau dalam kaum tersebut tidak ada
anggota yang dewasa, maka penghulu sukunya yang harus bertindak untuk
kepantingan kaum tersebut. Kemngkinan terakhir, jika hal-hal yang telah disebut di
atas tidak ada juga, maka kaum tersebut dapat bersandar pada penghulu suku yang
terdekat, yang merupakan belahan mereka.23
Syarat-syarat makak kepala waris yag mana secara turun-temurun sebagaimana
yang telah digariskan dalam ketentuan adat maka terdapat beberapa pertimbangan-
pertimbangan dalam menetapkan pengangkatan mamak kepala waris, yaitu sebagai
berikut :
1. Saudara laki-laki tertua dari ibu.
2. Tidak sakit ingatan, dalam arti kata sehat wal’afiat.
3. Sedapat mungkin tidak merantau, karena kalau merantau tentu dia tidak bisa mengikuti
perkembangan kaum, melindungi, dan menjaga harta pusaka kaum.
4. Cerdas dan bertanggung jawab.
5. Adil terhadap semua anggota kaum
Bila seseorang yang menurut ketentuan adat berhak menjadi mamak kepala
waris tetapi dia tidak melengkapi syarat-syarat seperti diatas, maka rapat anggota
kaum menentukan atau memilih anggota kaum yang lain yang akan menjadi mamak
kepala waris di dalam kaum tadi, dalam lingkungan waris bertali darah.
Biasanya yang menjadi mamak kepala waris itu adalah laki-laki yang tertua
dalam kaum dan turun temurun, tetapi di sebagian nagari ketentuan ini bukanlah
menjadi ukuran/kriteria di dalam memangku jabatan mamak kepala waris, karena
pengangkatan mamak kepala waris adalah berdasarkan pemilihan atau mufakat kaum.

More Related Content

Similar to Tugas 2 Hukum Adat.docx

HARTA WARISAN-Bayu Michael Candra (A10111191141).pptx
HARTA WARISAN-Bayu Michael Candra (A10111191141).pptxHARTA WARISAN-Bayu Michael Candra (A10111191141).pptx
HARTA WARISAN-Bayu Michael Candra (A10111191141).pptx
satryajosse1
 
CH8F1
CH8F1CH8F1
CH8F1
cgsha
 
Mawaris [Autosaved].ppt
Mawaris [Autosaved].pptMawaris [Autosaved].ppt
Mawaris [Autosaved].ppt
AkhinaRomdoni
 

Similar to Tugas 2 Hukum Adat.docx (11)

HARTA WARISAN-Bayu Michael Candra (A10111191141).pptx
HARTA WARISAN-Bayu Michael Candra (A10111191141).pptxHARTA WARISAN-Bayu Michael Candra (A10111191141).pptx
HARTA WARISAN-Bayu Michael Candra (A10111191141).pptx
 
Teori dasar ilmu faroid
Teori dasar ilmu faroidTeori dasar ilmu faroid
Teori dasar ilmu faroid
 
Faraidh: Kata Pengantar
Faraidh: Kata PengantarFaraidh: Kata Pengantar
Faraidh: Kata Pengantar
 
Makalah mawaris
Makalah mawarisMakalah mawaris
Makalah mawaris
 
Waris islam 2 pengantar waris islam
Waris islam 2   pengantar waris islamWaris islam 2   pengantar waris islam
Waris islam 2 pengantar waris islam
 
CH8F1
CH8F1CH8F1
CH8F1
 
Bab 4
Bab 4Bab 4
Bab 4
 
Sistem Pewarisan dalam Hukum Adat by Agustinus Astono.pptx
Sistem Pewarisan dalam Hukum Adat by Agustinus Astono.pptxSistem Pewarisan dalam Hukum Adat by Agustinus Astono.pptx
Sistem Pewarisan dalam Hukum Adat by Agustinus Astono.pptx
 
HAM PB 3.ppt
HAM PB 3.pptHAM PB 3.ppt
HAM PB 3.ppt
 
KEL 7-PPT AGAMA- Ilmu Faroid Pembagian Harta waris dan Ahli Waris.pptx
KEL 7-PPT AGAMA- Ilmu Faroid Pembagian Harta waris dan Ahli Waris.pptxKEL 7-PPT AGAMA- Ilmu Faroid Pembagian Harta waris dan Ahli Waris.pptx
KEL 7-PPT AGAMA- Ilmu Faroid Pembagian Harta waris dan Ahli Waris.pptx
 
Mawaris [Autosaved].ppt
Mawaris [Autosaved].pptMawaris [Autosaved].ppt
Mawaris [Autosaved].ppt
 

Tugas 2 Hukum Adat.docx

  • 1. Tugas.2 Nama : YAHLIL KHOIR NUR RIZQI NIM : 041246584 JURUSAN : ILMU HUKUM Mata Kuliah : HUKUM ADAT Harta pusaka tinggi mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat Minangkabau karena harta tersebut harta yang diturunkan secara turun temurun dari suatu kaum berdasarkan garis keturunan ibu. sedangkan Harta pusaka rendah adalah harta yang diturunkan dari satu generasi, yang mana diterima kemenakan dari mamak kandung, yang berasal dari hasil pekerjaan yang diperuntukan buat kemenakannya. Hukum waris adat merupakan perangkat kaidah yang mengatur tentang cara atau proses tentang pengoperan dan peranan harta kekayaan baik yang berwujud benda maupun yang tidak berwujud. Waris dapat berupa barang yang ditinggalkan oleh seseorang yang sudah meninggal dunia kemudian diterima oleh ahli warisnya. Salah satunya bisa berupa harta pusaka tinggi yang diberikan oleh pewaris. Hukum waris adat merupakan perangkat kaidah yang mengatur tentang cara atau proses tentang pengoperan dan peranan harta kekayaan baik yang berwujud benda maupun yang tidak berwujud. Waris dapat berupa barang atau gelaran yang ditinggalkan oleh seseorang yang sudah meninggal dunia kemudian diterima oleh ahli warisnya. Soal : Berikan analisis Anda tentang bagaimana: 1. Harta pusaka tinggi dapat diperjual belikan menurut hukum waris adat Minangkabau ! Harta pusaka tinggi adalah harta milik seluruh anggota kaum dan diperoleh secara turun temurun melalui jalur wanita. Harta pusaka tinggi biasanya berbentuk sawah, rumah, ladang, kolam dan hutan. Harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan dan hanya boleh digadaikan. Anggota kaum memiliki hak pakai dan biasanya di kelola oleh mamak kepala waris. Hak pakai dari pusaka tinggi ini antara lain adalah hak membuka tanah, memungut hasil, mendirikan rumah dan hak mengembala. Jika berupa air (tabek) maka hak pakainya adalah memanfaatkan air dan menangkap ikan. Harta pusaka tinggi tidak boleh dijual dan hanya boleh digadaikan. Menggadaikan harta pusaka tinggi hanya dapat dilakukan setelah dimusyawarahkan dengan petinggi kaum, menggadaikan biasanya mengutamakan kepada suku yang sama, namun tetap dapat digadaikan dengan suku lain. Tergadainya pusaka tinggi karena 4 hal, yaitu :
  • 2. 1. Gadih gadang indak balaki (perawan tua yang tak bersuami) Jika tidak ada biaya untuk mengawinkan anak wanita, sedangkan umurnya sudah semakin tua. 2. Mayik tabujua di ateh rumah (mayat terbujur di atas rumah) Jika tidak ada biaya untuk mengurus jenazah yang harus segera dikuburkan. 3. Rumah gadang katirihan (rumah besar bocor) Jika tidak ada biaya untuk renofasi rumah, sementara rumah sudah rusak dan lapuk sehingga perlu untuk diperbaiki. 4. Mambangkik batang tarandam (menaikkan derajat menjadi lebih baik) Jika tidak ada biaya untuk pesta pengangkatan Penghulu (Datuk) atau biaya untuk menyekolahkan seorang anggota kaum ke tingkat yang lebih tinggi. Bila salah satu dari empat perkara itu terjadi, terlebih dahulu harus diatasi dari hasil harta pusaka tersebut dan bila tidak memungkinkan juga barulah boleh menggadaikan harta pusaka. Penghulupun tidak memiliki hak untuk menggadai harta tanpa bermufakat dengan anak kemenakan. Pepatah Minangkabau menyebutkan “bulek buliah digolongkan, picak buliah dilayangkan”, setelah ada kesepakatan bersama barulah harta pusaka boleh digadaikan. Sebelum menggadai atau menjual harta pusaka tinggi, terlebih dahulu harus dicari jalan keluar yang lain, karena sedapat mungkin harta pusaka tinggi jangan sampai tergadai. Hal ini sesuai dengan pepatah adat yang berbunyi “Ndak ado kayu janjang dikapiang, indak ado rotan akapun jadi”. Demikian kokoh dan tertibnya penjagaan harta pusaka tinggi dan seharusnya dipatuhi bersama-sama ketentuan ada tersebut. Tujuan pengaturan adat Minang terhadap harta pusaka tinggi bertujuan baik, yakni agar keluarga besar kaum tidak melarat dan mempunyai bekal ketika ahli waris meninggal, juga untuk membentengi tanah-tanah Minang dari penguasaan orang-orang dari luar Minang. Tetapi tujuan baik ini jangan sampai mengabaikan syara’ yang menjadi landasan Minang. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Jadi tak selayaknya harta pusaka tinggi yang harusnya untuk jaminan kesejahteraan kaum, malah menjadi hal pemecah kaum hanya karena mengikuti nafsu dunia. 2. Harta pusaka rendah dapat diperjual belikan menurut hukum waris adat Minangkabau!
  • 3. Berbeda dengan harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah adalah harta yang diperoleh dari jerih payah keluarga, baik ayah maupun ibu. Harta itu diperoleh melalui transaksi jual beli. Karena harta tersebut dapat diperjualbelikan, umumnya harta pusaka rendah dibuatkan sertifikat, misalnya, tanah. Meski memiliki pengertian berbeda, harta pusaka tetap menyimpan artian khusus. Menjual tanah pusaka bukan kebiasaan masyarakat Minang. Apalagi alasan jual adalah untuk bermewah-mewahan. 3. Harta pusaka tinggi dapat dimiliki secara hak pribadi oleh ahli waris menurut hukum waris adat Minangkabau ! Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Minangkabau menganut system kekeluargaan matrilineal, dimana warisan diwariskan secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya berdasarkan garis keturunan ibu atau matrilineal. Harta Pusaka Tinggi adalah harta yang telah diwariskan secara turun temurun yang biasanya sudah melalui beberapa generasi yang diwariskan dari nenek ke ibu dan dari ibu ke anak perempuannya. Pada dasarnya harta pusaka tinggi tidak dapat dibagi-bagi, tetapi diwariskan secara turun temurun kepada anak kaum (suku) tersebut. Kaum hanya dapat mengambil manfaat dan hasil saja dari harta tersebut. Pada dasarnya harta pusaka tinggi bukanlah harta warisan, karena harta pusaka tinggi bukan milik perorangan, melainkan harta yang dimiliki secara bersama oleh suatu kaum, dan manfaatnya juga dimiliki secara bersama oleh suatu kaum tersebut, dengan kata lain bahwa bahwa harta pusaka tinggi bukanlah harta yang dimiliki secara Milk al-Raqabah atau Milk al-Taam. Seorang mamak hanya berhak atas pemeliharaan terhadap pusaka tinggi, demikian juga kemenakan perempuan dari jalur ibu hanya berhak atas manfaat dari harta pusaka tinggi tersebut, tanpa bisa memilikinya. Hal ini terlihat dari ketidak bolehan harta pusaka tinggi tersebut dijual, digadai maupun diwariskan secara perorangan tanpa persetujuan semua anggota kaum karena dia tidak dimiliki secara utuh oleh perorangan dalam suatu kaum. Sehingga untuk harta pusaka tinggi dalam adat Minangkabau tidak bisa digunakan konsep warisan Islam, karena ia bukanlah harta warisan sebagaimana terdapat dalam faraaidh dan Kompilasi Hukum Islam (Pasal 171 huruf e). 4. Harta pusaka rendah dapat dimiliki secara hak pribadi oleh ahli waris menurut hukum waris adat Minangkabau ! Berbeda dengan harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah adalah harta yang diperoleh dari jerih payah keluarga, baik ayah maupun ibu. Harta itu diperoleh melalui transaksi jual beli. Karena harta tersebut dapat diperjualbelikan, umumnya harta pusaka rendah dibuatkan sertifikat, misalnya, tanah. Karena sifat perolehannya yang berasalkan dari jerih payah dan usaha, menurut saya Harta Pusaka Rendah dapat dimiliki Hak secara pribadi oleh ahli waris dan dapat dikelola serta diambil manfaat dari harta pusaka tersebut 5. Syarat-syarat pewaris gelar pusaka adat “Mamak” pada masyarakat adat Minangkabau !
  • 4. Mamak kepala waris adalah pemimpin dari sebuah kaum, biasnya yang menjadi mamak kepala waris adalah laki-laki tertua dari kaum tersebut. Namun demikian, faktor usia bukanlah syarat mutlak, karena di samping itu juga dibutuhkan kecakapa. Sebagaimana juga yang dinyatakan oleh Iskandar Kemal, bahwa untuk dapat menjadi mamak kepala waris ditentukan oleh dua faktor yaitu, yang pertama adalah faktor hukum waris dan yang kedua faktor kecerdasan. Faktor hukum waris di sini dimaksud bahwa untuk menjadi mamak kepala waris, seseorang itu haruslah merupakan anggota dari kaum yang bersangkutan dan dia juga merupakan laki-laki yang tertua. Sedangkan daktor kecerdasan diperlukan karena seseorang mamak kepala waris mempunyai tanggung jawab yang besar, baik untuk memimpin angota kaumnya maupun untuk memelihara harta pusaka yang mereka miliki. Namun yang tidak kalah penting dari semua hal ini adalah bahwa mamak kepala waris itu harus diangkat berdasarkan kesepakatan anggota kaumnya, baik secara tegas maupun secara diam-diam. Di samping itu keberadaannya yang terus menerus di kampung halamanjuga menjadi dasar perhitungan yang cukup penting pula. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk menjadi mamak kepala waris, seseorang itu tidak hanya harus lelaki yang tertuakan, tapi dapat juga seseorang yang dituakan “salangkah nan di tuokan”. Dituakan di sini mungkin karena jabatan yang dipengangnya, misalnya sebagai penghulu, tapi mungkin juga karena orang yang seharusnya menjadi mamak kepala waris tidak mempunyai kemanpuan untuk menjalankan tugas tersebut. Sehingga jabatan mamak kepala waris dipengang bukan oleh laki-laki yang tertua. Oleh karena itu sering kali terjadi jabatan mamak kepala waris dipengang sekaligus secara rangkap olehseorang penghulu. Mengigat tanggung jawab mamak kepala waris yang besar, terutama yang berhubungan dengan harta pusaka, maka jika sebuah kaum tidak mempunyai mamak kepala waris lagi dan kemenakan laki-laki yang ada pun belum dewasa, maka ada beberapa kemungkinan untuk melaksanakan fungsi dari mamak kepala waris tersebut. Kemungkinan pertama adalah para ahli waris yang perempuan secara bersama-sama dapat bertindak sebagai mamak kepala waris. Namun jika anggota kaum yang tinggak
  • 5. hanya seorang perempuan saja, maka dialah yang mempunyai hak dan kewajiban sebagai mamak kepala waris. Selanjutnya kalau dalam kaum tersebut tidak ada anggota yang dewasa, maka penghulu sukunya yang harus bertindak untuk kepantingan kaum tersebut. Kemngkinan terakhir, jika hal-hal yang telah disebut di atas tidak ada juga, maka kaum tersebut dapat bersandar pada penghulu suku yang terdekat, yang merupakan belahan mereka.23 Syarat-syarat makak kepala waris yag mana secara turun-temurun sebagaimana yang telah digariskan dalam ketentuan adat maka terdapat beberapa pertimbangan- pertimbangan dalam menetapkan pengangkatan mamak kepala waris, yaitu sebagai berikut : 1. Saudara laki-laki tertua dari ibu. 2. Tidak sakit ingatan, dalam arti kata sehat wal’afiat. 3. Sedapat mungkin tidak merantau, karena kalau merantau tentu dia tidak bisa mengikuti perkembangan kaum, melindungi, dan menjaga harta pusaka kaum. 4. Cerdas dan bertanggung jawab. 5. Adil terhadap semua anggota kaum Bila seseorang yang menurut ketentuan adat berhak menjadi mamak kepala waris tetapi dia tidak melengkapi syarat-syarat seperti diatas, maka rapat anggota kaum menentukan atau memilih anggota kaum yang lain yang akan menjadi mamak kepala waris di dalam kaum tadi, dalam lingkungan waris bertali darah. Biasanya yang menjadi mamak kepala waris itu adalah laki-laki yang tertua dalam kaum dan turun temurun, tetapi di sebagian nagari ketentuan ini bukanlah menjadi ukuran/kriteria di dalam memangku jabatan mamak kepala waris, karena pengangkatan mamak kepala waris adalah berdasarkan pemilihan atau mufakat kaum.