Nagari merupakan satuan masyarakat hukum adat Minangkabai yang memiliki pemerintahan sendiri, rakyat sendiri, dan wilayah sendiri berupa tanah ulayat. Masyarakat nagari terdiri dari suku-suku yang dipimpin penghulu, kemudian paruik-paruik yang berkumpul di rumah gadang, dan berlanjut ke tingkatan rumah dan jurai. Pemerintahan nagari dijalankan secara kolektif oleh para penghulu menurut sistem
Obat Cytotec Asli Pfizer 082220077622 Jual Obat Cytotec Asli
HAM PB 3.ppt
1. BAB III
Nagari sebagai masyarakat
hukum adat
Nagari merupakan negara-negara kecil yg
berdiri sendiri. Setiap nagari mempunyai
pemeritahan sendiri, rakyat sendiri, wilayah
sendiri , yang sekaligus merupakan harta
kekayaan (tanah ulayat)
2. Sususan masyarakat nagari
Diungkapkan dalam pepatah adat:
nagari baampek suku
dalam suku babuah paruik
kampuang ba katua
rumah batungganai
Dari pantun itu dapat dijelaskan bahwa:
• Setiap nagari mempunyai penduduk yang antara
sesamanya terikat dalam kesatuan geneologis yng
disebut suku. Dalam sebuah nagari itu minimal ( boleh
lebih) harus terdiri atas 4 suku. Empat suku asal itu
disebut suku nan ampek. Setiap suku tersebut dipimpin
oleh seorang laki laki pilihan yang disebut “penghulu”
yang berpangkat andiko dengan panggilan “ Datuak”
3. • Setiap suku tersiri atas beberapa buak “paruik”.
Paruik dihubungkan dg seorang ibu asal yang
mendiami sebuah rumah gadang. Setiap paruik
yang mendiami sebuah rumah gadang tersebut
dipimpin oleh seorang “tungganai” sedangkan
dalam pengurusan harta pusakanya dilakukan
oleh Mamak Kepala Waris. Jadi tungganai
memipin anggota paruik, mamak kepala waris
mengurus harta pusaka orang yng dalam satu
paruik itu. Tungganai atau mamak kepala waris
adalah laki-laki tertua dari seorang ibu tertua
dalam sebuah paruik.
4. • Apabila dalam satu rumah gadang anggotanya
sudah berkembang sehingga tidak muat lagi
tinggal dalam rumah gadang itu, maka
didirikanlah rumah-rumah disekeliling rumah
gadang itu. Orang yg tinggal dalam satu rumah
itu disebut “sa rumah”. Orang yang berada
dalam satu rumah itu dipimpin pula oleh laki-laki
tertua dalam rumah itu yang disebut “mamak
rumah”
• Kampuang adalah wilayah yang didiami sebuah
suku dalam nagari (satu kelompok geneologis
yg mendiami satu wilayah teritorial). Setiap
kampuang dikepalai oleh “kapalo kampuang” yg
sekaligus menjadi penghulu andiko.
5. • Kemudian dalam perkembangan, apabila
orang dlm rumah tadi juga berkembang
dan membuat lagi rumah-rumah lainnya,
maka kelompok orang yng terdiri dari
beberapa buah rumah itu disebut dengan
“jurai” . Jurai itu dikepalai pula oleh
seorang laki-laki tertua dalam sebuah jurai
itu yang disebut “mamak jurai”
6. Terjadinya nagari
Sebuah nagari baru dapat terjadi karena adanya
sekelompok masyarakat dari sebuah suku yang
kemudian mencari lahan baru untuk tempat
mereka bercocok tanam, karena lahan mereka
yang selama ini mereka tempati sudah mulai
sempit karena anggota masyarakatnya yang
berkembang. Dalam prakteknya terjadinya
nagari itu melalui 4 tahap yaitu dimulai dengan
adanya taratak, dusun, koto dan kemudian
menjadi nagari baru.
7. Taratak
Hanyalah daerah tempat bercocok tanam
sekelompok orang dari sebuah suku.
Karena daerah itu jauh dari rumah/ nagari
asal, mereka mendirikan tempat tinggal
sementara/ gubuk, sekedar tempat
istirahat pada siang hari, bukan untuk
tempat tinggal menetap. Pada sore hari
mereka kembali ke nagari asal.
8. Dusun
adalah perluasan dari Taratak, mereka
sudah tinggal menetap, membuat rumah,
tapi bukan rumah gadang, belum ada
penghulu dan belum memisahkan diri dari
rumah gadang asal. sebagai tempat
ibadah didirikan musalla, sedangkan untuk
shalat Juma`at mereka kembali ke nagari
asal. Dalam hal upacara- upacara adat
mereka tetap merupakan bagian dari
nagari asal.
9. Koto
Adalah perluasan dari Dusun, keluarga yang
tinggal di daerah itu sudah meluas dan terjadi
pecah perut (memisahkan diri) dengan suku
asal. Untuk itu didirikan penghulu sendiri.
Namun karena mereka hanya berasal dari
sebuah suku maka belum dapat disebut nagari,
belum ada balairug adat. Didaerah itu juga tidak
ada Kerapatan adat, tapi sudah ada rumah
gadang dan mesjid. Jadi Koto sudah hampir
lepas dari nagari asal.
10. Nagari
• Akan terjadi kalau di daerah baru itu
sudah ada 4 suku, dan sudah mempunyai
kelengkapan sebuah nagari.
11. Kelengkapan nagari
1. Adanya beberapa kampuang (minimal 4)
2. Adanya sumber ekonomi (sawah ladang)
3. Adanya tempat kediaman (rumah gadang)
4. Adanya sarana media kemasyarakatan (balai)
sarana ibadah (mesjid)
5. Adanya tempat pemandian ( tapian)
6. Adanya sarana hiburan (medan & galanggang)
7. Adanya pandam pakuburan
12. Pemerintahan nagari
• Dari adanya dua orang yg merancang
adat Minangkabau lahirlah 2 kelarasan
yaitu Kelarasan Koto Piliang yg berpaham
Otokrasi yang dirancang oleh Dt
Ketumanggungan dan kelarasan Bodi
Caniago yang berpaham demokrasi yang
dirancang oleh Dt Perpatih nan Sabatang.
13. Perbedaan antara kelarasan Koto Piliang
dengan Bodi Caniago
1. Koto Piliang berpaham Demokrasi sedangkan Bodi
Caniago berpaham Demokrasi.
2. Koto Piliang, negeri diperintah oleh penguasa tunggal
(Penghulu Pucuak) yg dibantu 4 orang penghulu suku,
sedangkan Bodi Caniago pemerintahan dilaksanakan
oleh penghulu dalam Nagari Secara bersama-sama
dengan Musyawarah.
3. Pada Koto Piliang, Penghulu Pucuak berhadapan dg
rakyatnya melalui andiko,sedangkan pada Bodi
Caniago penguasa lansung berhubungan dg rakyat
tanpa jenjang.
4. Pada Koto Piliang, pemerintahan menganut prinsip
“bajanjang naik batangga turun, sambah datang dari
bawah, berintah turun dari ateh” secara berjenjang,
sedang pada Bodi Caniago pemerintahan menganut
prinsip “duduak sama ranah tagak samo tinggi”.
14. 5. Pada Koto Piliang pangkat Penghulu tidak sama,
sehingga balairung dibuat bertingkat-tingkat, pada
Bodi Caniago Penghulu mempunyai derajat yang
sama, sehingga balairung lantainya datar.
6. Pada Koto Piliang, dalam penyelesaian sengketa juga
berlaku prinsip bajanjang naiak batanggo turun,
sengketa pertama diselesaikan oleh
tungganai,penghulu suku, penghulu nagari dan kata
putus dari penghulu Pucuak sebagai penguasa
tertinggi dalam nagari, Jadi putusan dapat dibanding,
sedangkan pada Bodi Caniago penyelesaian sengketa
dilakukan oleh kerapatan seluruh Penghulu suku
sebagai mahkamah pertama dan tertinggi, tidak dapat
dibanding.
15. Penghulu
• Di luhak nan tigo, diibaratkan:
Kayu gadang ditangah padang,
tampek balinduang kapanehan,
tampek bataduah kahujanan,
ureknyo tampek baselo,
batangnya tampek basanda,
pai tampek batanyo
pulang tampek babarito
16. Fungsi penghulu
Dari bunyi pepatah itu dapat disimpulkan
ada 2:
1. Memerintah: mengurus dan membimbing
anak kemenakan (fungsi pengayoman)
2. Menyelesaikan perselisihan dalam kaum.
(fugsi Hakim)
3. Di dalam nagari penghulu adalah dewan
nagari dan dewan hakim dalam nagari
17. Syarat penghulu
• Karena beratnya tugas sebagai penghulu maka untuk
menjadi Penghulu harus dipenuhi syarat2 yaitu: laki-laki
yang baik zatnya, balig, berakal, berilmu, adil,
bijaksana,kaya,sabar dan pemurah.
• Imbalan dari jabatannya itu, maka diberikan kepadanya
hak berupa “Sawah Kagadangan”
• Kepadanya diberikan wewenang mengurus hak ulayat
suku. Berdasarkan wewenangnya itu penghulu
menyerahkan hak ulayat itu kepada anggota suku untuk
diolah dengan “ganggam bauntuak” sedangkan yang
belum diolah tetap dikuasai oleh Penghulu sebagai
hutan cadangan.
18. Proses Pengangkatan Penghulu
• Penghulu diangkat memalui suatu musyawarah dan
mufakat.
• Bila suatu suku terdiri atas beberapa bagian yg disebut
Paruik/payuang”, maka jabatan penghulu digilirkan dari
paruik yang satu ke paruik yang lain (gadang balega,
kayo basalin)
• Dalam menjalankan pemerintahan seorang penghulu
dibantu oleh seorang “panungkek” yang dapat mewakili
penghulu bila berhalangan. Panungkek dipilih dari paruik
yang akan mendapat giliran untuk menjadi
penghuludimasa yang akan datang.
• Masa jabatan penghulu adalah seumur hidup
19. Cara-cara pengangkatan penghulu
• Hiduik bakarilahan, bila penghulu yang
lama sudah uzur, sehingga tidak mampu
lagi melaksanakan tugasnya, karena itu
diangkatlah pengulu baru untuk
menggantikannya.
• Mati batungkek bodi, bila penghulu yang
lama meninggal dunia dan pada saat
penghulu itu dimakamkan diangkat pula
penggantinya
20. 3. Mambangkik batang tarandam, bila sebuah
suku sudah tidak mempunyai penghulu lagi
karena sudah lama meninggal,tapi waktu itu
tidak dilakukan pengangkatan penghulu baru
karena tidak ada biaya. Sekarang setelah ada
biaya maka barulah penghulu baru diangkat.
Selama belum ada penghulu baru itu
pemerintahan dilaksanakan oleh penungkat.
4. Malakek`an baju balipek. Hal ini terjadi jika
ketika penghulu meninggal tidak dignti karena
tidak ada pengganti yang cocok. Karena itu
untuk sementara gelar itu disimpan ( “baju
dilipek”) setelah ada yang cocok barulah
diangkat penghulu baru itu.
21. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan hukum adat MK
1. Agama Islam,adalah yang paling besar pengaruhnya
terhadap Hukum Adat Minangkabau, baik dibidang
pemerintahan, perkawinan, harta kekayaan maupun
bidang warisan.
2. Penjajah Belanda, misalnya munculnya Landraad
sebagai lembaga peradilan yang menggantikan
peradilan adat.
3. Pemerintah, yaitu kebijakan2 pemerintah yang
mempengaruhi hukum adat,seperti lahirnya UU No
5/74 ttg Pemerintahan Daerah, UU No 4/ 1999 tentang
Pemerintahan Desa sebagai pemerintahan terendah,
sehingga, Nagari yang semula sebagai pemerintahan
terendah di Minangkabau diganti dengan Desa.
4. Kebudayaan bangsa lain.
22. Tungku tigo sajarangan, tali tigo
sapilin
• Tungku tigo sajarangan artinya ada tiga
kekuatan yang memimpin masyarakat
Minangkabau. Munculnya lembaga ini
adalah sebagai akibat dari perkembangan
hukum adat Minangkabau
• Tali tigo sapilin, artinya ada pula tiga
aturan sebagai pegangan (pedoman)
dalam menjalani hidup bagi masyarakat di
Minangkabau.
23. “Tungku tigo sajarangan”
• Tungku tigo sajarangan, menggambarkan adanya tiga
lembaga yang memimpin masyarakat di Minangkabau.
Lembaga ini muncul dalam msyarakat adat sebagai
akibat masuknya agama Islam dan adanya wilayah
pemerintahan terendah dalam negara Republik
Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD 45.
• Tiga lembaga yang dimaksud adalah: Lembaga Adat
yang dipimpin oleh Ninik Mamak (Penghulu), Lembaga
Agama yang dipimpin oleh Alim Ulama dan lembaga
Pemerintahan yang dipimpin oleh “Cadiak Pandai”
• Penghulu, alim ulama dan cadiak pandai bersama-sama
menjalankan kekuasaan membimbing dalam mengurus
masyarakat di wilayah Minangkabau.
24. “Tali tigo sapilin”
• Tali tigo sapilin, menggambarkan bahwa ada pula tiga
aturan yang dipakai sebagai pedoman hidup bagi
masyarakat Minangkabau, yaitu:
1. Hukum Adat, adalah aturan yang dipakai oleh Penghulu.
2. Hukum Agama, adalah ajaran agama Islam yang
dijadikan pedoman oleh alim ulama
3. Peraturan per Undang-undangan, adalah aturan-aturan,
baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah yang dipergunakan oleh cadiak
pandai
Ke tiga pedoman itulah yang dipakai oleh Ninik mamak ,
alim ulama dan cadiak pandai dalam memimpin
masyarakat Minangkabau.