Dokumen tersebut membahas tentang definisi biaya, harga, dan nilai tanah serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dibahas pula pengertian nilai properti, zona nilai tanah, dan metode penilaian properti dengan pendekatan biaya seperti menghitung biaya pengganti baru.
1. 1
BAB II
DASAR TEORI DAN KAJIAN
TEORI
2.1 Istilah dan Definisi
2.1.1 Pengertian Biaya, Harga, dan Nilai
1. Biaya adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atas barang atau jasa,
atau jumlah yang dibutuhkan untuk menciptakan atau memproduksi
barang atau jasa tersebut. Jika barang atau jasa sudah terselesaikan,
biaya tersebut menjadi faktor historis. Harga yang dibayarkan untuk
suatu barang atau jasa merupakan biaya bagi pembelinya. (Standar
Penilaian Indonesia 2007- KPUP Butir 4.3).
2. Harga adalah Istilah yang digunakan untuk sejumlah uang yang
diminta, ditawarkan, atau dibayarkan untuk suatu barang atau jasa.
Hubungannya dengan penilaian, harga merupakan fakta historis, baik
yang diumumkan secara terbuka maupun dirahasiakan. Karena
kemampuan finansial, motivasi, atau kepentingan khusus dari seorang
penjual atau pembeli, harga yang dibayarkan atau suatu barang atau
jasa dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan nilai barang
atau jasa yang bersangkutan. Meskipun demikian, harga biasanya
merupakan indikasi atas nilai relative dari barang atau jasa oleh
pembeli tertentu dan atau penjual tertentu dalam kondisi yang tertentu
pula. (Standar Penilaian Indonesia 2007- KPUP Butir 4.2).
3. Nilai adalah konsep ekonomi yang merujuk kepada harga yang sangat
mungkin disepakati oleh pembeli dan penjual dari suatu barang atau
jasa yang tersedia untuk dibeli. Nilai bukan merupakan fakta, tetapi
lebih merupakan harga yang sangat mungkin dibayarkan untuk barang
atau jasa pada waktu tertentu sesuai dengan definisi tertentu dari nilai.
(Standar Penilaian Indonesia 2007- KPUP Butir 4.
2. 2
2.2 Pengertian Tanah, Nilai Tanah, Faktor Yang Mempengaruhi Nilai
Tanah, Zona Nilai Tanah, Nilai Properti dan Nilai Pasar
2.2.1 Tanah
Tanah adalah permukaan bumi, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Pasal 4 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, di daratan maupun di bawah air, termasuk ruang di
atas maupun di bawahnya, dalam batas-batas tertentu termasuk kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya, yang mempunyai batas-batas dan
sistem-sistem tertentu, baik batas dan sistem alam, batas dan sistem
administrasi, maupun batas dan sistem penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatannya; Dalam pengertian ini maka tanah
termasuk baik tanah yang sudah ada sesuatu hak di atasnya, maupun yang
belum dilekati oleh sesuatu hak menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2.2.2 Nilai Tanah
Di Indonesia, nilai pasar tanah yang wajar jauh lebih rendah daripada nilai
ekonomisnya. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh seorang penilai
senior, Dolly
D. Siregar dalam sebuah pertemuan dengan penulis. Pernyataan tersebut
memang perlu diteliti dan dikaji lebih lanjut untuk dibuktikan
kebenarannya, akan tetapi apabila hal itu benar - benar terbukti, maka nilai
pasar tanah di Indonesia belum mencerminkan nilai tanah yang
sebenarnya.
Ray M. Northam (1975) mengemukakan dua buah pengertian tentang nilai
tanah, yakni :
1. Nilai tanah adalah nilai pasar (market value) yaitu harga jual beli tanah
yang terjadi pada suatu waktu tertentu.
2. Nilai tanah adalah nilai assessment (assessed value) yaitu nilai yang
diestimasi oleh seorang penilai. Market value merupakan data dasar
bagi assessed value.
3. 3
Untuk melakukan penilaian tanah, perlu diketahui beberapa prinsip
penilaian. Joseph K. Eckert (1990) mengemukakan empat prinsip penilaian
tanah, yakni penawaran dan permintaan (supply and demand), penggunaan
yang tertinggi dan terbaik (highest and the best use), keuntungan
produktivitas (surplus productivity), serta prinsip perubahan dan antisipasi
(change and anticipation).
Kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand) saling
berinteraksi mempengaruhi nilai tanah yang direfleksikan oleh harga
penjualan. Dalam jangka pendek, penawaran menjadi sangat kaku
(inelastic), karena luas tanah tidak dapat ditambah secara cepat dan drastis
(Guritno, 1994). Sementara itu kebutuhan akan tanah sebagai tempat
tinggal atau tempat usaha maupun sebagai barang investasi semakin lama
semakin mendekati gejala konsumtif (durable consumption goods).
Sementara itu juga, penilaian tanah harus didasarkan atas penggunaan
tanah yang terbaik dan yang paling maksimal (highest and the best use)
agar penggunaannya menjadi lebih ekonomis. Penggunaan atas sebidang
tanah harus dapat memberikan harapan keuntungan yang paling besar, baik
keuntungan yang bersifat material maupun yang bersifat non material.
Sebenarnya, tanah itu sendiri sudah memiliki nilai, akan tetapi
pengembangannya dapat memberikan kontribusi baru terhadap
bertambahnya nilai tanah. Nilai tanah adalah nilai tanah sebagaimana
dimaksud di atas, dalam keadaan “kosong”, tidak termasuk nilai benda-
benda yang melekat padanya.
2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tanah
Seorang ahli real estate (anonim), pernah menyatakan bahwa ada 3 cara
untuk menguji apakah suatu real estate “baik” atau tidak, yaitu pertama
lokasi, kedua lokasi, dan ketiga lokasi (Ray M. Northam, 1975). Berbagai
penelitian juga menunjukkan bahwa harga tanah dipengaruhi oleh faktor
lokasi yang ditunjang dengan fasilitas dan infrastruktur kota.
4. 4
Selain daripada itu, dengan menyadari bahwa harga tanah menyebar
mengikuti pola keruangan tertentu, maka penataan ruang memberikan
kontribusi yang cukup berarti dalam membentuk harga tanah. Penataan
ruang yang tercermin dalam pola penggunaan tanahnya akan memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan nilai tanah.
Jika dicermati lebih jauh maka dapat diketahui bahwa pola harga tanah
cenderung mengikuti pola keruangan penggunaan tanahnya. Fakta tersebut
masih relevan dengan teori yang dikemukakan Von Thunen yang membuat
model tentang sewa tanah dan jarak. Makin dekat jarak dari pusat kota,
makin tinggi harga sewa tanah. Demikian pula sebaliknya, makin jauh
jarak dari pusat kota, maka makin rendah harga sewa tanah.
Pola keruangan penggunaan tanah juga telah dikemukakan oleh Walter
Christaller (1933), seorang ahli geografi Jerman dalam Teori Tempat
Central (Central Place Theory). Teori ini mengemukakan bahwa tempat
sentral merupakan lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan manusia
(Nursid Sumaatmadja, 1981).
Teori yang berhubungan dengan harga tanah baik secara langsung ataupun
tidak langsung selalu berdasarkan pada “ruang”. Teori lokasi yang
dikemukakan oleh model Von Thunen maupun model Christaller,
keduanya melandasinya pada substansi “ruang”.
Jadi karena harga atau nilai tanah merupakan suatu gejala ruang, maka
faktor-faktor yang mempengaruhinya juga akan lebih banyak berkaitan
dengan gejala ruang.
5. 5
Dikemukakan juga ada 4 faktor yang mempengaruhi nilai tanah, yaitu :
A. Faktor ekonomi.
Faktor ekonomi berkaitan dengan keadaan ekonomi
global/internasional, nasional, regional maupun lokal. Variabel-variabel
permintaan (demand) yang mempengaruhi nilai tanah termasuk di
dalamnya ialah jumlah tenaga kerja, tingkat upah, tingkat pendapatan
dan daya beli, tersedianya keuangan, tingkat suku bunga dan biaya
transaksi.
B. Faktor sosial.
Faktor sosial membentuk pola penggunaan tanah pada suatu wilayah.
Kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, tingkat kejahatan dan
kebanggaan memiliki (daerah bergengsi) adalah faktor-faktor sosial
yang mempengaruhi nilai tanah.
C. Faktor politik dan kebijakan pemerintah.
Kebijakan pemerintah di bidang hukum dan politik mempengaruhi nilai
tanah. Beberapa contoh kebijakan yang dapat mempengaruhi biaya
an alokasi penggunaan tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan
harga tanah, antara lain; kebijakan pemilikan sertifikat tanah, peraturan
penataan ruang dengan penentuan mintakat atau zoning, peraturan
perpajakan, peraturan perijinan (SIPPT, IMB dan lain-lain) ataupun
penentuan tempat pelayanan umum (sekolah, pasar, rumah sakit, dan
lain-lain).
D. Faktor fisik dan lingkungan.
Ada dua konsep yang harus dipahami dalam faktor fisik dan
lingkungan, yaitu site dan situasi (situation). Pengertian tentang site
adalah semua sifat atau karakter internal dari suatu persil atau daerah
tertentu, termasuk di dalamnya adalah ukuran (size), bentuk, topografi
dan semua keadaan fisik pada persil tanah. Sedangkan yang dimaksud
dengan situasi (situation) ialah yang berkenaan dengan sifat-sifat
eksternalnya. Situasi suatu tempat berkaitan erat dengan relasi tempat
itu dengan tempat - tempat di sekitarnya pada suatu ruang geografi yang
6. 6
sama. Termasuk dalam pengertian situasi adalah aksesibilitas jarak ke
pusat pertokoan (CBD), jarak ke sekolah, jarak ke rumah sakit, dan lain-
lain), tersedianya
2.2.4 Zona Nilai Tanah
Zona Nilai Tanah (ZNT) berdasarkan Standar Oprasional Prosedur Internal
(SOPI edisi III, 2013) adalah rangkaian program dan kegiatan survei,
penilaian dan pemetaan nilai tanah dan nilai ekonomi sumber daya alam
dan lingkungan hidup, baik secara individual (berbasis bidang tanah)
maupun secara masal (berbasis kawasan atau wilayah). Dan maksud dari
ZNT itu sendiri adalah suatu poligon yang menggambarkan nilai tanah
yang relatif sama dari sekumpulan bidang tanah didalamnya, yang
batasanya bisa bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan penggunaan
tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara satu dengan yang lainnya
berdasarkan analisa petugas dengan metode perbandingan harga pasar dan
biaya.
Properti merupakan kata singkat dari “Properti Riil” (Real Property),
dengan demikian Nilai Properti adalah nilai tanah berikut nilai seluruh
benda-benda buatan manusia yang melekat padanya sebagai satu kesatuan,
baik yang berada pada, di atas, dan di bawah permukaan tanah.
Dalam penentuan nilai properti dilakukan pendekatan biaya dengan cara
memperkirakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membuat atau
mengadakan properti yang dinilai. Pendekatan ini diterapkan untuk menilai
bangunan dan dijadikan dasar dari penilaian bangunan, sedangkan untuk
menilai tanah saja atau tanah dan bangunan perlu diperhatikan beberapa
komponen yang lain yaitu :
1. Nilai tanah, ditentukan dengan menggunakan pendekatan perbandingan
harga pasar;
2. Biaya investasi khususnya untuk konstruksi bangunan, ditentukan
dengan memperhitungkan seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam
rangka memperbaiki atau mempertahankan nilai bangunan tersebut;
3. Penyusutan, yang dibedakan atas penyusutan fisik, penyusutan fungsi,
7. 7
dan penyusutan ekonomi.
Terdapat dua metode penilaian dalam pendekatan biaya, yaitu metode
kalkulasi biaya dan metode biaya pengganti terdepresiasi (Hariono,
2007:52). Metode kalkulasi biaya sesuai digunakan untuk menentukan
indakasi nilai pasar dari
properti bukan khusus (non specialised properties). Sedangkan metode
biaya pengganti terdepresiasi adalah penilaian yang didasarkan kepada
estimasi nilai pasar saat ini atas tanah untuk penggunaan yang ada
ditambah dengan biaya pengganti (atau biaya reproduksi) kotor saat ini
dari bangunan dikurangi kerusakan fisik dan semua bentuk keusangan dan
optimasi yang relevan. Hasil dari metode biaya pengganti yaitu estimasi
berdasarkan pada potensi keuntungan.
Melalui metode kalkulasi biaya, nilai properti diperoleh dengan
menganggap tanah sebagai tanah kosong, nilai tanah dihitung dengan
menggunakan metode perbandingan data pasar (market data approach).
Sedangkan nilai bangunan dihitung dengan metode kalkulasi Biaya. Nilai
pasar bangunan dihitung dengan menghitung biaya reproduksi baru (RCN)
bangunan pada saat penilaian dikurangi penyusutan. Rumus dari nilai
properti adalah : (SOPI edisi III, 2013).
Nilai Properti = Nilai Tanah + ( Biaya Reproduksi Baru (RCN)-Penyusutan)
Langkah-langkah yang diperlukan :
1. Hitung nilai tanah dengan perbandingan data pasar, dengan
menganggap tanah sebagai tanah kosong dan tersedia untuk
dikembangkan sesuai dengan prinsip Highest and Best Use.
2. Hitung biaya realisasi baru dari bangunan & prasarana.
3. Hitung semua penyusutan oleh semua penyebab (fisik, fungsional dan
ekonomis).
4. Kurangi biaya realisasi baru dengan besarnya penyusutan akan
8. 8
diperoleh nilai pasar bangunan.
5. Nilai pasar tanah di tambah nilai pasar bangunan sama dengan nilai
properti dengan metode pendekatan biaya.
A. Menghitung Biaya Pengganti Baru (Replacement Cost New)
Dalam menghitung biaya pengganti baru terdapat 4 macam metode yang
dapat digunakan, yaitu :
1. Metode survey kuantitas (quantity survey method).
Dalam menerapkan metode ini, penilai properti wajib memperoleh
data :
a. Biaya langsung, antara lain biaya persiapan lahan, biaya material,
dan biaya tenaga kerja;
b. Biaya tidak langsung, antara lain biaya survey, biaya perizinan,
biaya asuransi, biaya lain-lain (overhead cost), keuntungan, dan
pajak; dan
c. Harga satuan yang digunakan, meliputi biaya bahan dan biaya
upah;
2. Metode unit terpasang (unit inplace method).
Dalam menggunakan metode unit terpasang, penilai properti wajib
menghitung estimasi biaya bangunan atau konstruksi berdasarkan
harga satuan unit terpasang.
3. Metode meter persegi (square meter method).
Dalam menggunakan metode meter persegi (square meter method),
penilai properti wajib :
a. Menghitung estimasi biaya pembangunan dengan memperhatikan
harga kontrak atau biaya pembangunan dari properti pembanding
yang sebanding dan sejenis yang baru selesai dibangun dalam
jangka waktu paling lama satu tahun sejak Tanggal Penilaian (Cut
Off Date);
b. Melakukan penyesuaian terhadap data properti pembanding yang
sebanding dan sejenis, dalam hal terdapat perbedaan data secara
signifikan antara obyek penilaian dan properti pembanding yang
9. 9
sebanding dan sejenis yang dapat mempengaruhi nilai;
c. Melakukan penyesuaian estimasi biaya pembangunan terhadap
kecenderungan perubahan biaya pembangunan pada tanggal
kontrak atau tanggal konstruksi sampai dengan tanggal penilaian
(cut off date);
d. Menghitung estimasi biaya pembangunan yang dapat diambil dari
biaya pembangunan properti pembanding yang sebanding dan
sejenis atau biaya pembangunan properti yang baru selesai
dibangun dalam jangka waktu paling lama satu tahun sebelum
tanggal penilaian (cut off date), dalam hal biaya pembangunan
pada tanggal kontrak atau tanggal konstruksi tidak diketahui,
sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Properti pembanding yang sebanding dan sejenis memenuhi
prinsip penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best
use);
2) Properti pembanding yang sebanding dan sejenis dalam
kondisi pasar yang stabil;
3) Nilai lokasi (site value) dari properti pembanding yang
sebanding dan sejenis dapat diketahui.
e. Metode Index biaya (index method).
Dalam menggunakan metode indeks biaya (cost indexing
method), penilai properti wajib mengalikan biaya pembangunan
properti pembanding yang sebanding dan sejenis dengan indeks
biaya tertentu untuk menghasilkan estimasi biaya pembangunan
obyek penilaian.
B. Menghitung Penyusutan Bangunan/Depresiasi
Penyusutan adalah pengurangan nilai dari biaya pembuatan baru. Dalam
melakukan penilaian dengan pendekatan kalkulasi biaya (cost
approach), diperlukan suatu tahapan yang cukup penting, yaitu
memperkirakan besarnya penyusutan atau depresiasi dari bangunan
untuk dapat memperoleh nilai pasar dari bangunan atau nilai pasar dari
properti yang dinilai.
10. 10
Depresiasi dari bangunan tidak hanya dipengaruhi oleh umur bangunan
saja, tetapi juga keadaan bangunan, walaupun bangunan dalam keadaan
100% baru. Karena dalam penilaian yang kita tentukan adalah nilai
bangunan bukan biaya membangun baru bangunan. Ingat bahwa biaya
membangun bangunan tidak sama dengan nilai bangunan. Bangunan
akan mempunyai nilai bila bangunan tersebut mempunyai kegunaan
bagi manusia. Dalam menghitung penyusutan terdapat 3 macam metode
yang dapat digunakan, yaitu :
1. Metode ekstraksi pasar
Metode ekstraksi pasar hanya dapat digunakan jika :
a. Harga jual properti pembanding yang berasal dari asosiasi penilai
tersedia;
b. Properti pembanding yang digunakan wajib memiliki kriteria
sebanding dan sejenis;
c. Perhitungan nilai tanah dan/atau Biaya Reproduksi Baru
(Reproduction Cost New) atau Biaya Pengganti Baru
(Replacement Cost New) atas properti pembanding dapat
dilakukan dengan akurat.
11. 11
Prosedur perhitungan penyusutan dengan menggunakan metode
ekstraksi pasar adalah :
a. Memperoleh data transaksi atau penawaran properti pembanding
dari asosiasi penilai;
b. Melakukan penyesuaian data transaksi atau penawaran properti
pembanding;
c. Menghitung nilai properti pembanding yang telah disusutkan
(depreciated cost of improvements) untuk properti yang terdiri
atas tanah dan bangunan serta prasarana lain dilakukan dengan
cara mengurangkan data transaksi atau penawaran properti
pembanding dengan nilai tanah properti pembanding;
d. Menghitung biaya reproduksi baru (reproduction cost new) atau
biaya pengganti baru (replacement cost new) properti
pembanding;
e. Menghitung penyusutan dengan cara mengurangkan biaya
reproduksi baru (reproduction cost new) atau biaya pengganti
baru (replacement cost new) properti pembanding dengan nilai
properti pembanding yang telah disusutkan;
f. Mengkonversikan penyusutan dalam bentuk persentase dengan
cara membagi penyusutan dengan biaya reproduksi baru
(reproduction cost new) atau biaya pengganti baru (replacement
cost new) properti pembanding.
12. 12
C. Metode Umur Ekonomis
Dalam menghitung penyusutan dengan menggunakan metode umur
ekonomis, penilai properti wajib terlebih dahulu memperoleh data
sebagai berikut :
1. Umur aktual properti dengan cara menghitung jumlah tahun sejak
properti selesai didirikan atau dibuat sampai dengan tanggal
penilaian;
2. Umur efektif dengan cara melakukan penyesuaian terhadap umur
aktual berdasarkan kondisi dan kegunaan properti, atau sisa umur
ekonomis properti dengan cara melakukan estimasi terhadap sisa
umur yang masih tersisa sebelum properti tidak dapat digunakan atau
dioperasikan secara ekonomis;
3. Umur ekonomis (economic life) atau umur manfaat (useful life)
dengan cara menghitung jumlah tahun sejak properti didirikan atau
dibuat sampai dengan
estimasi waktu properti tidak dapat digunakan atau dioperasikan
secara ekonomis;
Prosedur perhitungan penyusutan dengan menggunakan metode umur
ekonomis adalah :
1. Menentukan umur ekonomis dan umur efektif obyek penilaian; dan
2. Menentukan penyusutan dalam bentuk persentase dengan cara
membagi umur efektif dengan umur ekonomis obyek penilaian.
13. 13
D. Metode Breakdown
Dalam metode breakdown, penyusutan dikelompokkan kedalam tiga
bagian utama yaitu Kerusakan fisik (physcal deterioration) contohnya
rusak, lapuk, retak, mengeras atau kerusakan pada strukturnya. Prosedur
perhitungan penyusutan berdasarkan kemunduran fisik (physical
deterioration), antara lain:
1. Kemunduran fisik (physical deterioration) yang tidak dapat
diperbaiki (incurable) didasarkan pada faktor umur, dihitung dengan
cara membagi umur efektif dengan umur ekonomis.
Kemunduran fisik (physical deterioration) yang dapat diperbaiki
(curable) didasarkan pada faktor kondisi terlihat, dihitung dengan
cara memperkirakan besaran biaya perbaikan yang diperlukan.
Rumus umum = (umur efektif / umur manfaat) X 100%.
2. Keusangan Fungsional (functional obsolescence.)
Contohnya, perencanaan yang kurang baik, ketidakseimbangan yang
berhubungan dengan ukuran, model, bentuk, umur dan lainnya.
Perhitungan penyusutan akibat keusangan fungsional (functional
obsolescence) dilakukan dengan cara menghitung estimasi besarnya
biaya yang diperlukan untuk membuat obyek penilaian berfungsi
dengan optimal, atau memperkirakan inefisiensi operasional.
Rumus umum = Kemunduran fungsional = % kemunduran
fungsional X (100% - %penyusutan fisik).
3. Keusangan Ekonomis (economic obsolescence).
Contohnya perubahan sosial, peraturan-peraturan pemerintah dan
peraturan lain yg membatasi peruntukan dan lain-lain. Perhitungan
penyusutan akibat keusangan ekonomis (economic
obsolescence) dilakukan dengan memperhatikan hal- hal,
antara lain:
a. Dalam hal obyek penilaian dapat diperjualbelikan, maka dihitung
14. 14
dari besarnya nilai perbandingan harga penjualan pada saat
sebelum terjadinya keusangan ekonomis (economic obsolescence)
dengan pada saat sesudah terjadinya keusangan ekonomis
(economic obsolescence);
b. Dalam hal obyek penilaian merupakan properti komersial, maka
dihitung dari besarnya penurunan pendapatan obyek penilaian
dengan memperhatikan penyebab penurunan pendapatan tersebut;
dan
c. Dalam hal obyek penilaian merupakan properti industri, maka
dihitung dari besarnya penurunan produksi obyek penilaian
dengan memperhatikan penyebab penurunan produksi tersebut.
(SOPI edisi III, 2013).
Rumus umum = Keusangan ekonomis = % keusangan ekonomis X
(100%
- %penyusutan fisik).
2.2.5 Nilai Pasar
Nilai Pasar adalah estimasi sejumlah uang pada tanggal penilaian, yang
dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau penukaran suatu properti,
antara yang pembeli yang berniat membeli dan penjual yang berniat
menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan
secara layak, dimana kedua belah pihak masing-masing bertindak atas
dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati- hatian, dan tanpa paksaan.
(Standar Penilaian Indonesia 2007 – SPI 1 Butir 3.1).
15. 15
2.3 Peta ZNT ( Zona Nilai Tanah )
Peta ZNT ini adalah peta yang menyajikan informasi harga tanah yang
sesuai dengan standar harga tanah yang berlaku dimasyarakat dan dapat
menjadi informasi mengenai transaksi yang up-to-date tentang transaksi
dipasar tanah, serta memberikan gambaran yang cepat mengenai
perkembangan perekonomian suatu wilayah atau lokasi dengan
menampilkannya dalam bentuk pembuatan model indeks harga tanah
yang
menggambarkan besaran-besaran Nilai Harga Tanah dan potensi tanah di
suatu wilayah tertentu yang berfungsi sebagai informasi spasial maupun
informasi tekstual. Dan dalam pembuatannya memerlukan data harga tanah
berdasarkan nilai pasar.
Gambar 2.2 Contoh Peta ZNT, SOPI BPN RI (2013)
16. 16
2.4 Metode Pemetaan Zona Nilai Tanah
Dalam metode Pemetaan Zona Nilai Tanah ini, ada beberapa tahapan yang
perlu dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :
a. Diawali survey pendahuluan untuk penetapan batas ZNT yang
mempunyai nilai pasar tanah yang mirip / sama.
b. Menentukan metode pengumpulan data yaitu dengan metode
stratified random sampling yang artinya dalam pengembilan data
minimal 3 sampel yang harus diambil secara menyebar untuk tiap
zona yang telah ditentukan.
c. Survey lapangan untuk mengumpulkan data fisik dan aspek legal.
d. Mengumpulkan data harga pasar tanah dan data sosial ekonomi
sebagai pembanding.
e. Kompilasi dan verifikasi ( pemilahan data yang sesuai )
2. Pengolahan Data
Pada tahapan pengolahan data ini, dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Menetapkan metode pengolahan data
b. Menganalisa hasil pengumpulan data untuk perhitungan
c. Menelaah kembali semua hasil perhitungan
d. Menentukan ZNT
3. Penyajian Hasil
Untuk penyajian hasil dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Menyusun Peta ZNT
b. Menyusun Laporan Penilaian
17. 17
2.5 Standar Deviasi
Standar deviasi adalah nilai statistik yang biasa disebut dengan simpangan
baku (yang biasanya dilambangkan dengan huruf s) yaitu suatu ukuran
yang menggambarkan tingkat penyebaran data dari nilai rata - rata.
Sebuah standar deviasi dari kumpulan data sama dengan nol menunjukkan
bahwa semua nilai - nilai dalam himpunan tersebut adalah sama. Sebuah
nilai deviasi yang lebih besar akan memberikan makna bahwa titik data
individu jauh dari nilai rata - rata. (Jasa kalibrasi, 2013).
2.5.1 Varian dan standar deviasi
Varian dan standar deviasi (simpangan baku) adalah ukuran - ukuran
keragaman (variasi) data statistik yang paling sering digunakan. Standar
deviasi (simpangan baku) merupakan akar kuadrat dari varian. (Rumus
statistik, 2013).
= ......................................................................................................
(2.1)
Oleh karena itu, jika salah satu nilai dari kedua ukuran tersebut diketahui
maka akan diketahui juga nilai ukuran yang lain.
1. Penghitungan
Dasar penghitungan varian dan standar deviasi adalah keinginan untuk
mengetahui keragaman suatu kelompok data. Salah satu cara untuk
mengetahui keragaman dari suatu kelompok data adalah dengan
19. 19
dengan rata - rata kelompok data tersebut, selanjutnya semua hasilnya
dijumlahkan. Namun cara seperti itu tidak bisa digunakan karena hasilnya akan
selalu menjadi 0.
∑ ( −ᵢ = 0 ................................................................................ (2.2)
Oleh karena itu, solusi agar nilainya tidak menjadi 0 adalah dengan
mengkuadratkan setiap pengurangan nilai data dan rata-rata kelompok data
tersebut, selanjutnya dilakukan penjumlahan. Hasil penjumlahan kuadrat (sum
of squares) tersebut akan selalu bernilai positif.
∑ ( −ᵢ ) > 0 ............................................................................. (2.3)
Nilai varian diperoleh dari pembagian hasil penjumlahan kuadrat (sum of
squares) dengan ukuran data (n).
s² = ..................................................................................... (2.4)
Namun begitu, dalam penerapannya, nilai varian tersebut bisa untuk menduga
varian populasi. Dengan menggunakan rumus tersebut, nilai varian populasi
lebih besar dari varian sampel.
Oleh karna itu, gar tidak bisa dalam menduga varian populasi, maka n sebagai
pembagi penjumlahan kuadrat (sum of squares) diganti dengan n-1 (derajat
bebas) agar nilai varian sampel mendekati varian populasi. Oleh karena itu
rumus varian sampel menjadi :
s² = ..................................................................................... (2.5)
Nilai varian yang dihasilkan merupakan nilai yang berbentuk kuadrat. Misalkan
satuan nilai rata - rata adalah gram, maka nilai varian adalah gram kuadrat.
Untuk menyeragamkan nilai satuannya maka varian diakarkuadratkan sehingga
hasilnya adalah standar deviasi (simpangan baku).
s² = ........................................................................... (2.6)
Untuk mempermudah penghitungan, rumus varian dan standar deviasi
21. ²
19
Rumus varian :
s² = ............................................................... (2.7)
Rumus standar deviasi (simpangan baku) :
s² = ................................................................... (2.8)
2. Contoh Penghitungan
Misalkan dalam suatu kelas, tinggi badan beberapa orang siswa yang dijadikan
sampel adalah sebagai berikut.
172, 167, 180, 170, 169, 160, 175, 165, 173, 170
Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah data (n) = 10, dan (n - 1) = 9.
Selanjutnya dapat dihitung komponen untuk rumus varian.
Dari tabel tersebut dapat diketahui :
∑ ᵢ = 1701
∑ ᵢ = 289613
(∑ )ᵢ ² = 1701² = 289613
Dengan demikian, jika dimasukkan ke dalam
rumus varian, maka hasilnya adalah sebagai
i
ᵢ ²ᵢ1 172 29584
2 167 27889
3 180 32400
4 170 28900
5 169 28561
6 160 25600
7 175 30625
8 165 27225
9 173 29929
10 170 28900
Σ 1701 289613
22. 20
berikut.
s² =
.
.
= = 30,32
Dari penghitungan, diperoleh nilai varian sama
dengan 30,32. Dari nilai tersebut bisa langsung
diperoleh nilai standar deviasi (simpangan baku) dengan cara mengakarkuadratkan
nilai varian.
23. ∑ ( ᵢ )
∑ ( ᵢ )
s² =
∑ =1
−ᵢ
−1
2
20
= √30,32. = 5,51
Keterangan :
s2 = varian
s = standar deviasi (simpangan baku)
xi = nilai x ke-i
=
rat
a-
rat
a
n = ukuran sampel
2.5.2 Cara Menentukan Standar Deviasi pada ZNT
Dalam hal ini, cara menentukan standar deviasi atau kontrol kualitas
terhadap tiap zona adalah dengan menggunakan software arcview gis 3.3
yang telah dimodifikasi dari BPN RI dalam pelaksanaan survei dan
pemetaan potensi tanah pada tahun 2013 dengan membuat sebuah toolbar
baru yaitu standar deviasi yang tujuannya untuk mengidentifikasi nilai
harga yang ekstrem atau jauh berbeda pada tiap zona secara otomatis
sehingga nilai dari standar deviasi yang < 30% atau > 30% dapat diketahui.
Untuk melakukan proses standar deviasi tersebut, ada beberapa hal yang
perlu disiapkan seperti :
1. Data tekstual dan numeris yang telah dirubah dengan format dbf
2. Data shp poligon awal
Hasil proses dari standar deviasi tersebut dapat dilihat nantinya seperti
gambar berikut :
24. ∑ ∑
21
Gambar 2.3 Menentukan Standar Deviasi Pada Software arcview Gis 3.3
25. ∑
=1
2 − 2
∑
=1
1
( −1)
22
2.6 Analisis Nilai Pasar Tanah pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT)
Berdasarkan petunjuk standar oprasional prosedur internal (SOPI) survei
potensi tanah edisi III tahun 2013, Zona Nilai Tanah harus memenuhi
syarat persen standar deviasi < 30 % maksudnya adalah untuk
mendapatkan harga zona setelah didapatkan nilai tanah yang telah
dikoreksi dan dilakukan perhitungan NIR (Nilai Indikasi Rata-rata) yang
merupakan harga rata – rata dari zona tersebut dengan syarat NIR tiap zona
memiliki standar deviasi kurang dari 30%. Dan apabila persen standar
deviasi > 30% dari suatu zona maka dilakukan :
1. Analisis ulang atas batas - batas zona, jika :
a. Zona awal kurang menggambarkan kondisi lapangan dan memiliki
tutupan lahan yang variatif dengan jumlah sample lebih dari yang
disyaratkan, maka dapat dipecah menjadi beberapa zona.
b. Jika terdapat sample yang nilainya lebih tepat berada pada zona
disebelahnya, maka dilakukan editing zona sehingga mendapatkan
zona dengan sample yang bersesuaian dengan memperhatikan
kondisi sebenarnya di lapangan.
Jika proses editing sudah selesai maka dilakukan penghitungan ulang
zona nilai tanah sampai memenuhi syarat.
2. Analisis ulang terhadap titik - titik sample
Terhadap sample-sample dalam zona yang tidak memenuhi syarat dapat
dilakukan analisis ulang atau dihapus dengan prioritas menghapus
sample bangunan disbanding sample tanah kosong, prioritas menghapus
nilai penawaran dibanding nilai transaksi, serta prioritas menghapus
sample transaksi dengan bangunan dibanding sample penawaran tanah
kosong. Jika proses editing sudah selesai maka dilakukan penghitungan
ulang zona nilai tanah sampai memenuhi syarat.
Gambar 2.4 Zonasi terhadap titik sampel, SOPI BPN RI (2013)
26. 23
Gambar 2.4 Zonasi terhadap titik sampel, SOPI BPN RI (2013)
Gambar 2.5 Zonasi yang tidak memenuhi syarat > 30%, SOPI BPN RI (2013)
27. 24
Gambar 2.6 Zona yang telah disesuaikan simpangan baku > 30%, SOPI BPN RI (2013)
2.7 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan tahapan pengharkatan pada setiap parameter
- parameter yang digunakan, dimana setiap parameter memiliki klasifikasi.
Klasifikasi diberi skor atau nilai tertentu sesuai kriteria. Parameter berupa
kelengkapan utilitas, penggunaan lahan, aksesbilitas positif, dan
aksesbilitas negatif.
Analisis spasial merupakan tahapan analisis yang menyajikan data hasil
penjumlahan harkat dalam bentuk peta dengan data harga lahan yang
diperoleh dari instansi terkait. Analisis spasial berguna untuk mengetahui
klasifikasi harga tanah
berdasarkan Skoring. Buffering untuk aksesibilitas lahan positif dan
negatif. Proses buffer digunakan untuk memberi jarak pada sebuah objek
dengan tingkatan tertentu. Data yang digunakan dalam proses buffer ini
adalah data kelengkapan utilitas jalan kolektor, jalan ateri, jalan lokal,
jarak terhadap fasilitas pendidikan, tempat pembuangan akhir sampah,
jarak terhadap pipa limbah, rel kereta api dan sungai. Data yang telah di
buffer digunakan untuk membuat peta aksesibilitas lahan positif dan
negatif.
Skoring Proses pengharkatan merupakan penentuan dari tingkat harga yang
akan digunakan untuk menentukan NJOP dalam suatu daerah. Nilai
pengharkatan mengacu pada penelitian Meyliana, 1996.
Penggunaan Lahan, bentuk penggunaan lahan dibagi 6 kelas didasarkan
pada harga potensial lahan yang lebih tercermin dari fungsi lahan tersebut
secara ekonomis atau potensial untuk kegiatan tertentu.
28. 25
Tabel Klasifikasi Penggunaan Lahan
No. Kelas
Jenis Penggunaan
Lahan Skor
1 I Perdagangan dan Jasa 5
2 II Industri 4
3 III Permukiman 3
4 IV Lahan Kosong 2
5 V
Pertanian (Sawah,
Tegalan dan Perkebunan) 1
6 VI
Tempat Ibadah,
pendidikan, makam,
kesehatan, instansi /
kantor pemerintahan 0
Sumber : Meylina, 1996
Aksesibilitas Lahan Positif, semakin dekat jarak suatu obyek
dengan aksesibilitas lahan positif, nilai jual bumi makin tinggi.
Tabel 2.2 Klasifikasi Aksesbilitas Lahan Positif
No Parameter Kriteria Harkat
1
Jarak terhadap jalan
utama/jalan kabupaten
< 50 m 4
50 – 150 m 3
150 – 500 m 2
> 500 m 1
Jarak terhadap < 50 m 4
2 fasilitas kesehatan /
rumah sakit 50 – 150 m 3
150 – 500 m 2
> 500 m 1
3
Jarak terhadap tempat
perdagangan / pasar
< 200 m 3
200 – 500 m 2
> 500 m 1
4
Jarak terhadap tempat
pendidikan
< 200 m 3
200 – 500 m 2
> 500 m 1
5
Jarak terhadap pusat
kota/ pemerintahan
< 200 m 3
200 – 500 m 2
> 500 m 1
29. 26
Sumber : Meylina (1996) dengan modifikasi Rulita Maharani P (2014)
Aksesibilitas Lahan Negatif, semakin dekat jarak suatu obyek dengan
aksesibilitas lahan negatif,maka makin rendah nilai jual buminya.
Tabel 2.3 Klasifikasi Lahan Negatif
No Parameter Kriteria Harkat
1 Jarak terhadap sungai < 100 m
> 100 m
2
1
2 Jarak terhadap makam < 100 m
> 100 m
2
1
3 Jarak terhadap TPS < 100 m
> 100 m
2
1
4 Jarak terhadap Rel
Kereta Api
< 100 m >
100 m
2
1
Sumber : Meylina, 1996
30. 27
Kelengkapan Utilitas Umum, diukur dari jumlah utilitas umum yang
tersedia. Semakin banyak dan lengkap jumlah utilitas umum yang tersedia,
maka nilai jual lahannya akan semakin tinggi.
Tabel 2.4 Klasifikasi Jumlah Kelengkapan Jalan
No Kelas
Jumlah
Kelengkapan
Utilitas
Harkat
1 I 3 buah 4
2 II 2 buah 3
3 III 1 buah 2
4 IV Tidak ada 1
Sumber : Meylina, 1996
Nilai atau bobot untuk penentu harga lahan :
Tabel 2.5 Bobot Faktor Penentu Harga Lahan
No
Faktor Penentu
Harga Lahan
Nilai atau
Bobot
1
Bentuk penggunaan
lahan
3
2
Aksesibilitas lahan
positif
2
3
Kelengkapan utilitas
umum
1
4
Aksesibilitas lahan
negatif
-1
Sumber : Meylina, 1996
Skor dari masing - masing tersebut dimasukan pada formula dibawah ini :
NHL = 3PL + 2ALP + KU – ALN
31. 28
Keterangan :
NHL : Nilai
Harga Lahan PL
:
Penggunaan Lahan
ALP : Aksesibilitas Lahan
Positif KU :
Kelengkapan Utilitas Umum
ALN : Aksesibilitas Lahan
Negatif
Tabel 2.6 Klasifikasi Estimasi Harga Lahan
Kelas Jumlah
harkat
Kelas harga
lahan
1 14 – 17 Sangat tinggi
2 10 – 13 Tinggi
3 6 – 9 Sedang
4 2 – 5 Rendah
5 (-2) – 1 Sangat Rendah
Sumber : Meylina, 1996
2.8 Sistem Informasi Geografis (SIG)
32. 29
SIG merupakan suatu bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif baru,
digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu, dan berkembang dengan
cepat. SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan,
menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa,
dan menampilkan datadata yang berhubungan dengan posisi-posisi di
permukaan bumi. Kelebihan dari emampuan SIG dibandingkan sistem
informasi lainya terletak pada analisis spasial yang mampu diintegrasikan
dengan atribut non spasial.
SIG dapat didefinisikan sebagai kombinasi perangkat keras dan perangkat
lunak komputer yang memungkinkan untuk mengelola, menganalisa,
memetakan informasi spasial berikut data atributnya (data deskriptif)
dengan akurasi kartografi (Prahasta, 2002).
2.8.1 Cara Kerja Sistem Informasi Geografis (SIG)
Kemampuan SIG adalah untuk merepresentasikan dunia nyata di atas
monitor komputer atau memodelkan dunia nyata. SIG menyimpan semua
informasi obyek sebagai atribut-atribut di dalam basisdata. Kemudian SIG
membentuk dan menyimpannya ke dalam tabel-tabel. Setelah itu, SIG
menghubungkan obyek- obyek tersebut dengan tabel-tabel yang
bersangkutan. Dengan demikian, atribut- atribut ini dapat diakses melalui
lokasi obyek pada peta, dan sebaliknya obyek- obyek pada peta juga dapat
diakses melalui atribut-atributnya. Karena itu, obyek- obyek tersebut dapat
dicari dan ditemukan berdasarkan atributatributnya.
SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-
33. 30
atributnya satuan-satuan yang disebut layer. Contoh-contoh layer seperti
bangunan, sungai, jalan, batas-batas administrasi, perkebunan, dan hutan.
Kumpulan- kumpulan dari layer-layer ini akan membentuk basisdata SIG.
Dengan demikian, perancangan basisdata merupakan hal yang penting di
dalam SIG. Perancangan basisdata akan menentukan tingkat efektifitas dan
efisiensi proses-proses masukan, pengelolaan, dan keluaran SIG (Prahasta,
2002).
2.8.2 Fungsi Analisis pada Sistem Informasi Geografis (SIG)
Kemampuan SIG dapat juga dikenal melalui fungsi-fungsi analisis yang
dapat dilakukannya. Secara umum terdapat dua jenis fungsi analisis, yaitu
fungsi analisis spasial dan fungsi analisis atribut. Fungsi analisis atribut
terdiri dari operasi dasar dari basisdata yang mencakup create database,
drop database, create table, drop table, record and insert, field, seek, find,
search, edit, update, delete membuat indeks untuk setiap tabel basisdata,
dan operasi-operasi atau fungsi analisis lain yang sudah rutin digunakan di
dalam sistem basisdata. Fungsi analisis spasial terdiri dari reclassify,
overlay, dan buffering (Prahasta, 2002).
Walaupun produk SIG paling sering disajikan dalam bentuk peta, kekuatan
SIG yang sebenarnya terletak pada kemampuannya dalam melakukan
analisis. SIG dapat mengolah dan mengelola data dengan jumlah yang
besar. Dengan demikian, pengetahuan mengenai bagaimana cara
mengelola data tersebut dan bagaimana menggunakannya merupakan
kunci analisis di dalam SIG. Salah satu fungsi tools SIG yang paling
mendasar adalah integrasi data dengan cara baru. Salah satu contohnya
adalah overlay, yang memadukan layer data yang berbeda. SIG juga dapat
mengintegrasikan data secara matematis dengan melakukan operasi-
operasi terhadap atribut-atribut tertentu dari datanya (Prahasta, 2002).
34. 31
2.8.3 Operasi Dasar SIG
Proyek ini mengunakan beberapa operasi dasar yang terdapat di ArcGIS,
yaitu :
1. Merge (penggabungan)
Merupakan analisis penggabungan dua buah feature menjadi sebuah
feature.
Ilustrasi operasi merge dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.7 Ilustrasi operasi merge Merge, Prihandito (1989)
2. Clip
Merupakan analisis pemotongan sebuah feature dengan memanfaatkan
feature lain sebagai batas pemotongan. Ilustrasi operasi clip dapat dilihat
pada contoh Gambar 2.9.
Gambar 2.8 Ilustrasi operasi clip, Prihandito (1989)
3. Overlay
Merupakan analisis spasial ensensial yang mengombinasikan dua
layer/tematik yang menjadi masukkannya. Secara umum teknis, mengenai
analisis ini terbagi kedalam format datanya.
35. 32
A. Intersect
Merupakan analisis penggabungan sekaligus pemotongan dua buah
feature. Feature pertama merupakan feature yang akan dipotong,
sedangkan feature yang kedua merupakan batas pemotongan. Intersect
hampir mirip dengan operasi clip, perbedaanya adalah jika pada operasi
clip feature yang dihasilkan memiliki data atribut yang sama dengan salah
satu feature sebelumnya, tetapi pada menu intersect menghasilkan atribut
yang merupakan gabungan dari feature-feature sebelumnya.
Gambar 2.9 Proses Intersect, Prihandito (1989)
B. Union
Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon
dari tema overlay untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan
atau kelas atribut.
Gambar 2.10 Proses Union, Prihandito (1989)
36. 33
4. Thiessen polygon
Merupakan analisis pembuatan poligon thiessen berdasarkan titik-titik
yang dijadikan acuan pembuatan poligon. Tahap pertama adalah software
akan membuat garis-garis yang menghubungkan titik-titik tersebut,
kemudian dari garis tersebut ditarik garis berat seluas cakupan titik-titik
tersebut. Ilustrasi poligon thiessen disajikan dalam Gambar I.5.
Gambar 2.11 Ilustrasi Poligon Thiessen, Prihandito (1989)
37. 34
5. Kartografi
Kartografi adalah seni, ilmu, dan teknik pembuatan peta yang akan
melibatkan pelajaran geodesi fotogrametri, kompilasi, dan reproduksi peta
(Prihandito, 2010). Peta harus memenuhi aspek kartografi agar pemakai
peta dapat dengan mudah memahami isi dari peta. Peta merupakan
gambaran dari permukaan bumi dalam skala tertentu dan digambarkan
diatas bidang datar melalui sistem proyeksi (Prihandito, 2010).
Suatu peta dapat disajikan dalam berbagai cara, mulai dari secara
konvensional hingga digital. Kenampakan obyek/detil yang terdapat di
permukaan bumi dapat terpresentasikan pada peta. Kenampakan detil
tersebut terbagi dalam detil alam seperti sungai, danau, gunung, dan detil
buatan seperti jalan, jembatan, pemukiman sawah, dan lain sebagainya.
Suatu peta harus memiliki unsur-unsur peta sebagai berikut: Judul peta,
Skala peta, Arah utara, Legenda, Serta Sumber dan tahun pembuatan peta.
Sumber merupakan data yang digunakan dalam pembuatan peta sehingga
memberikan kepastian kepada pembaca peta bahwa data dan informasi
yang disajikan dalam peta benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.
Tahun pembuatan digunakan untuk mengetahui apakah peta tersebut masih
relevan dengan kondisi sekarang.
a. Sistem koordinat dan proyeksi peta. Sistem koordinat adalah suatu
system untuk menyatakan letak atau posisi suatu titik. Proyeksi peta
merupakan suatu sistem yang memberikan hubungan antara posisi
titik-titik diatas peta (bidang datar) dan di permukaan bumi (bidang
lengkung).
b. Datum. Datum merupakan ellipsoid yang memiliki nilai parameter dan
origin tertentu dan digunakan sebagai referensi dalam penentuan
posisi diatas permukaan bumi.
Dalam penyajian suatu peta, akan dibatasi oleh suatu garis tepi dimana
diluar batas tepi daerah ini pada umumnya dicantumkan berbagai
38. 35
keterangan yang sering disebut dengan keterangan tepi. Keterangan tepi ini
penting dicantumkan agar peta dapat dipergunakan sebaik-baiknya oleh
pemakai peta, karena tidak semua pemakai peta adalah orang yang paham
dengan peta, maka keterangan peta harus dibuat dengan sebaik-baiknya.
Untuk suatu rangkaian peta topografi terdapat suatu standar ukuran lembar
peta dan juga standar keterangan tepi, termasuk posis/letak informasi
pada peta, ukuran huruf, ketebalan garis, warna-warna yang digunakan dan
lain-lain (Prihandito, 1989).
2.9 Definisi Pajak Bumi Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan bangunan berdasarkan Undang - undang nomor 12
Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah
dengan Undang - Undang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak
terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan bangunan.
Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya
pajak.
2.9.1 Objek PBB
Objek PBB adalah Bumi dan/ atau Bangunan. Bumi : Permukaan bumi
(tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Contoh :
sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll. Bangunan :
Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah
atau perairan di wilayah Republik Indonesia. Contoh : rumah tempat
tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan,
jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll.
39. 36
2.9.2 Objek PBB yang dikecualikan
Objek yang dikecualikan adalah objek yang :
1. Digunakan semata - mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah
sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
dan lain- lain.
4. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas timbal balik dan
Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
2.9.3 Cara Mendaftarkan Objek PBB
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek
Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan
formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di
Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
2.9.4 Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP
ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu memperhatikan :
1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar;
2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya
berdekatan dan telah diketahui harga jualnya;
3. Nilai perolehan baru;
4. Penentuan nilai jual objek pengganti.
40. 37
2.9.5 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak
kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota
setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu
kali dalam satu Tahun Pajak.
2. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang
mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang
nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak
lainnya.
2.9.6 Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya
NJKP adalah sebagai berikut :
1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
3. Objek pajak pertambangan adalah 20%
4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan
perkotaan): Apabila NJOP-nya >
Rp1.000.000.000,00 adalah 40% Apabila
NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
41. 38
2.9.7 Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
1. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB = 0,5% x
40% x (NJOP-NJOPTKP) = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
2. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB = 0,5% x
20% x (NJOP-NJOPTKP) = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Gambar 2.12 Contoh Lembar dari PBB, Eddy Wahyudi (2012).
42. 39
2.10 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak
yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak
atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan.
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan.
DPP / Dasar Pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak
atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan
nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP
PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak
BPHTB. BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat
perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun
dan hak pengelolaan.
2.10.1 Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
1. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena
Pajak.
2. Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan
sebesar Rp.
60.000.000 (tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya
dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk
perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah atau keturunan
garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah
termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak
Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.
43. 40
3. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai
perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan
onjek pajak tidak kena pajak.
4. Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan onjek pajak kena
pajak (NPOPKP).
44. 41
2.11 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain - lain pendapatan asli daerah
yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen
sumber pendapatan daerah sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 79
undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah,
berdasarkan pasal 79 UU 22/1999 disimpulkan bahwa sesuatu yang
diperoleh pemerintah daerah yang dapat diukur denga uang karena
kewenangan (otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak
daerah dan retribusi daerah. Sumber pendapatan daerah terdiri dari :
1. Pendapatan asli daerah, yaitu:
2. Hasil Pajak Daerah
3. Hasil Retribusi Daerah
a. Hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah
b. Dana Perimbangan
c. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Dalam pasal 79 mengisyaratkan bahwa dalam penyelenggaraan fungsi-
funsi pemerintahan daerah, kepala daerah Kabupaten/Kota. Dengan kata
lain, hiharapkan kepada kepala daerah Kabupaten/Kota didalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah
tidak terus menerus selalu menggantungkan dana (anggaran) dari pusat
melalui pembangian dana perimbangan. Dalam administrasi keuangan
daerah PAD adalah pendapatan daerah yang diurus dan diusahakan sendiri
oleh daerah yang dimaksud sebagai sumber PAD guna pembangunan.
Berdasarkan ketentuan maka PAD dapat disimpulkan sebagai :
45. 42
1. PAD merupakan sumber pendekatan daerah dengan
mengelola dan memanfaatkan potensial daerahnya.
2. Di dalam mengelola, mengolah dan memanfaatkan potensi daerah, PAD
dapat berupa pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain pendapatan
daerah yang sah. Dalam menentukan peningkatan pendapatan asli
daerah khususnya dari Pajak Bumi Bangunan (PBB) maka dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Contoh : Misalkan NJOPTKP di kota tersebut = Rp. 12.000.000,-
PBB atas bidang tanah seluas 218 m2, dapat dihitung sebagai
berikut :
PBB = 0,3 % x ( NJOP – NJOPTKP )
Tabel 2.7 Contoh Tabel Potensi Peningkatan Penerimaan dari PBB
Menurut
NJOP PBB
Menurut
Peta ZNT
Potensi
peningkat
an
%
potensi
peningka
tan
Nilai tanah
per m2
Rp. 119.101 Rp.240.000
Nilai tanah
total
Rp.25.964.018 Rp.52.320.000
PBB Rp. 69.820 Rp. 120.960 Rp. 51.140 154,6 %
Sumber : SOPI BPN RI (2013)
Sedangkan untuk penentuan pendapatan asli daerah dari BPHTB maka
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Contoh : Ketika terjadi jual beli tanah (peralihan hak atas tanah) seluas 218
m2 : Misalkan NJOPTKP di kota tersebut = Rp. 12.000.000,- Dan
cara menghitungnya yaitu :
BPHTB = ( 5 % x ( NJOP – NJOPTKP ) )
46. 43
Tabel 2.8 Contoh Tabel Potensi Peningkatan Penerimaan dari BPHTB
Menurut
Akta jual beli
Menurut
Peta ZNT
Potensi
peningka
tan
% potensi
peningkata
n
Nilai tanah
per m2
Rp. 119.101 Rp.240.000
Nilai tanah
total
Rp.25.964.018 Rp.52.320.000
BPHTB Rp. 698.201 Rp. 2.016.000
Rp.1.317.
799
188,7 %
Sumber : SOPI BPN RI (2013)