Dokumen tersebut membahas peran hewan-hewan kecil dalam mengembangkan ekowisata laut di Indonesia. Ia menggunakan beberapa studi kasus seperti Pulau Lembeh, Danau Kakaban, dan Pulau Menjangan untuk menganalisis bagaimana hewan-hewan tersebut dapat menjadi daya tarik wisata, serta berbagai tantangan dan pertanyaan terkait pemanfaatan biota lokal untuk pariwisata berkelanjutan.
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Mencari Cara dalam Mengasah Ekowisata Laut Indonesia - Anargha Setiadi
1. Spesies yang
mana?
Mencari peranan hewan-hewan kecil
dalam mengasah ekowisata laut
Indonesia
Anargha Setiadi
Pusat Riset Perubahan Iklim UI
2. Fokus
• Invertebrata laut dan ikan (“hewan-hewan kecil”) – bukan megafauna seperti hiu dan paus
• Ekowisata laut (snorkeling, diving)
• Beragam lokasi yang dapat dianggap sebagai MPA (marine protected areas) namun terbuka untuk
wisata
• Indonesia (dengan sedikit pembanding relevan)
3. Introduksi
• Merupakan bagian utama dari Coral Triangle, Indonesia memiliki salah satu keanekaragaman
hayati laut tertinggi di dunia.
• Industri ‘ekowisata’ juga berkembang pesat, dengan turis internasional yang tertarik akan isi
bentang laut Indonesia.
• Dalam situasi yang paling ideal, ekowisata dan keanekaragaman hayati diharapkan saling
mendukung.
• Pariwisata dapat menjadi tantangan bagi konservasi.
• Namun, dalam bentuknya sebagai ekowisata, ia berpeluang menjadi instrumen konservasi
4. Apa itu ekowisata?
• Terdapat perdebatan mengenai definisi/kriteria
ekowisata
• Buckley (in Ballantyne & Packer 2013) mencari
konsensus:
1. Cenderung terdiri dari beragam usaha
wisata swasta,
2. Meliputi pengelolaan lingkungan dalam
prakteknya,
3. Dengan produk/lokasi berbasis alam,
4. Berbobot edukatif,
5. Berkontribusi pada konservasi alam,
6. Bermanfaat bagi komunitas lokal
• Berkelanjutan (sustainable) adalah kunci –
bandingkan dengan wisata massal.
5. Mengapa ekowisata?
• Daerah dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi memiliki tumpang-tindih (overlap)
dengan tingkat kemiskinan yang tinggi
(Fisher & Christopher 2007)
• Ekowisata diharapkan dapat mengentaskan
dua hal sekaligus: kemiskinan dan degradasi
ekologis.
• “[our analysis] suggests that the
overlap between severe,
multifaceted poverty and key
areas of global biodiversity is
great and needs to be
acknowledged.” – Fisher &
Christopher 2007
6. Mengapa “hewan-hewan
kecil”?
• Beragam invertebrata dan ikan memainkan peran
ekologis, sedangkan lainnya rentan terhadap
eksploitasi.
• Apakah hewan-hewan tersebut dapat bertindak
sebagai ‘spesies khas’ bagi lokasi ekowisata?
Peranan ekologis:
• Predator/herbivor kunci dan spesies fondasi
• Rentan eksploitasi:
• Spesies yang tumbuh lambat, kematangan
seksual yang lama, keturunan sedikit
• Endemik – terbatas di distribusi habitat yang kecil
dan sempit
• > Populasi terancam punah
7. Kesenjangan pengetahuan dan tujuan
• Kesuksesan ekowisata bertumpu pada pengertian interaksi manusia dengan alam.
• Kesuksesan ekowisata juga bertumpu pada nilai estetika dan terkadang kebaruan (‘novelty’)
• Hal tersebut mengakibatkan banyaknya pertanyaan yang belum terjawab oleh data ekologi murni.
• Dengan menjawab beragam pertanyaan tersebut, diharapkan dapat:
• Menciptakan dampak konservasi yang lebih besar dari ekowisata laut
• Meningkatkan standar dan daya saing industry ekowisata laut Indonesia,
• Mengubah nilai beragam biota rentan – dari komoditas dagang menjadi jenis ‘flagship’ yang
melimpah.
8. Studi kasus – Lembeh, Sulawesi
Spectacle in a handful of mud
9. Mengenal Pulau Lembeh
• Lokasi: Pulau Lembeh, Sulawesi Utara – dekat
Bitung
• ‘Muck diving’ – berkunjung ke habitat lumpur
(‘muck’) yang kaya akan beragam biota yang
fotogenik – salah satu jenis gurita Lembeh
yang terkenal dinamakan Wunderpus
photogenicus!
• Hewan karismatik termasuk gurita penyamar,
ikan mandarin, kelinci laut (nudibranch),
simbion pada ekinodermata, ikan-ikan kodok
dan lepu serta kerabat kuda laut.
10. Apa yang diketahui
• De Brauwer et al. 2017 menemukan:
• Revenue per tahun dari ‘muck diving’
sebesar USD 152.341.000 (2 lokasi
Indonesia + 1 Filipina)
• Di Lembeh, turis bersedia membayar
sekitar USD 56.1 demi melindungi
keanekaragaman hayati Lembeh
• Namun, responden menyatakan
kekhawatiran akan korupsi apabila sistem
tarif tersebut diterapkan.
11. Spesies terpopuler
• De Brauwer & Burton 2018
• Udang dan gurita disukai oleh penyelam berpengalaman
• Wanita cenderung menyukai ikan mandarin
• Umur terkorelasi dengan jenis udang yang langka
Wunderpus Gurita cincin biru
Rhinopias
Sotong flamboyan
Ikan kodok
12. Ragam pertanyaan
• Apakah hewan-hewan Lembeh hanya dicari oleh penyelam fotografer saja, atau ada golongan turis
lainnya?
• Apakah penyelam di Lembeh tersebut lebih memilih habitat lumpur Lembeh daripada terumbu
karang di lokasi lain?
• Seberapa besar daya tarik ‘wisata makro’ di habitat lain seperti terumbu karang?
• Apakah turis rela berkunjung jika hanya ada 1 spesies khas yang ikonik? Ataukah perlu beberapa
spesies?
• Bagaimanakah persepsi warga lokal mengenai biota Lembeh? Apakah mereka sadar akan nilainya
di pariwisata?
• Apakah terdapat konflik antara pemanfaatan biota Lembeh, antara pencaharian warga dengan
wisata lokal?
• Industri yang dapat konflik: perikanan tangkap dan hias
• Apakah industri wisata macro Lembeh turut menguntungkan warga lokal, terutama nelayan?
13. Studi kasus – Kakaban, Berau
Fragile endemics versus ocean giants
14. Mengenal Berau dan Danau Kakaban
• Lokasi: Kepulauan Derawan, Berau, Kalimantan Timur
• ‘Danau ubur-ubur’ yang kaya akan ubur-ubur nirsengat dan spesies endemik
• Bersanding dengan tiga megafauna di Derawan: hiu paus (di Talisayan), pari manta (Sangalaki),
dan penyu
15. Apa yang diketahui
• Danau ubur-ubur adalah ekosistem yang sensitif
dan penuh akan spesies endemik
• Endemik = tidak dapat ditemukan di lokasi lain.
• Danau ubur-ubur didominasi oleh invertebrata,
seperti ubur-ubur, bunga karang dan ekinodermata
• Di Kakaban, terdapat:
• 4 jenis ubur-ubur, satu dikonfirmasi merupakan
galur unik (Swift et al. 2018)
• 4 jenis invertebrata endemik, termasuk 2
spesies teripang, 1 spesies tunikata dan 1
spesies kepiting.
• 33 spesies bunga karang yang diduga
endemik
• Tidak ada pungutan biaya masuk
• Juni 2019 – penuh turis, jalur masuk mengantri
(pers. obs.)
16. Ragam pertanyaan
• Apakah unsur invertebrata Kakaban dapat menjadi atraksi yang signifikan?
• Apakah pengunjung rela datang apabila hanya biota danau saja yang ada? (tidak ada
megafauna)
• Apakah warga lokal mendapat manfaat dari spesies invertebrata unggulan? Jika tidak, apakah
ada solusi?
• Apakah turis menilai endemisme sebagai sesuatu yang menarik, dan apakah hal tersebut dapat
mendatangkan turis?
• Apakah ada perbedaan respon antara turis luar vs lokal?
• Berapa jumlah dan bagaimana demografi pengunjung Kakaban?
• Seberapa baik pengunjung mengindahkan Kode Etik/Code of Conduct?
• Apa ada perbedaan demografis e.g. luar vs lokal, tua vs muda, etc?
17. Kerelaan membayar –
Palau
• Negara Republik Palau merintis pariwisata
danau ubur-ubur sejak tahun 1980an.
• Danau Ongeim’l Tketau (Jellyfish Lake)
terletak di daerah lindung Rock Island
Southern Lagoon (RISL) – situs UNESCO
World Heritage
• Masuk RISL saja: 50 USD
• + kunjung ke danau: 100 USD
• Penjualan izin masuk tahun 2011: 3.4 juta
USD (Koror State Gov 2012)
• Pemandu wisata memiliki sertifikasi standar
dan fasih berbahasa Inggris.
• Apakah turis di Kakaban sudi membayar hal
yang serupa untuk pelestarian danau?
• Bagaimana perbedaannya antara turis lokal
dengan luar?
18. Studi kasus – Pulau Menjangan,
Bali
Can tourists perceive ecological units and changes?
19. Mengenal Menjangan
• Lokasi: Pulau Menjangan, Taman Nasional Bali
Barat, Bali
• Keistimewaan:
• Tutupan karang yang relatif sehat dan
ikan-ikan terumbu yang beragam dalam air
yang jernih
• Terdapat ‘dinding karang’ yang populer
bagi para penyelam
• Mudah dijangkau oleh turis di Bali dan
Jawa Timur
20. Apa yang diketahui
• Bali menerima 38% turis asing dari total turis di
Indonesia pada tahun 2018 – proporsi yang besar.
• Pulau Menjangan telah mengalami degradasi
kualitas terumbu karang dari tahun 2011 - 2016.
• Menurut Suparno et al. 2019:
• 34% karang memutih dalam TN, di Menjangan
berkisar dari 13.6% - 72% memutih (2016)
• Terdapat kerusakan fisik yang signifikan
(2016)
• Kesehatan terumbu karang dikorelasikan dengan
keindahannya, melalui riset machine learning dan
algoritma (Haas et al. 2015)
• Terumbu rusak = buruk rupa, terumbu sehat =
indah
• Sejumlah riset menguji kekuatan pernyataan
tersebut, dan hasilnya cukup konsisten (Marshall et
al. 2019, Pert et al. 2020) dengan bias data yang
dapat ditangani
21. Ragam pertanyaan
• Apakah terdapat perbedaan persepsi estetik terumbu karang antara turis lokal dengan luar?
• Apakah kedua golongan dapat membedakan terumbu yang sehat dengan yang tidak?
• Apakah turis mengapresiasi ikan-ikan spesies kunci (mengatur tatanan ekosistem) atau mereka sebetulnya
puas saja dengan ikan yang generalis (dapat ditemukan di tempat yang rusak)?
• Apakah turis dapat mempengaruhi kinerja pengelola serta pandangan warga lokal mengenai kesehatan
terumbu karang?
Ikan botana kasur – spesies ‘pemelihara’ karang Ikan sersan mayor – toleran kerusakan
22. Ragam pertanyaan
• Apakah terdapat perilaku turis yang dapat berdampak negatif, yang sering terjadi? Seperti
merobohkan/mengambil karang, membawa pulang biota hidup, membeli cinderamata jenis langka
dari lokasi sekitar
• Seberapa sering?
• Apa ada mekanisme pembatasan?
• Apakah ada pihak pengelola yang melakukan hal tersebut? (Sensitif!)
• Apakah ahli konservasi dapat membuat semacam sistem masukan (feedback) yang efektif dengan
pengelola kawasan?
23. Pertanyaan penting lainnya
• Apakah ada karakter pemersatu (estetik/lainnya) antara spesies yang karismatik/populer? Jika ada,
apakah kita bisa menentukan semacam ‘cetak biru’ yang sukses?
• Atau malah bergantian/bergilir seperti trend tanaman hias?
• Apakah wisata ini malah mendorong perilaku yang berdampak negatif dari pengelola? E.g. hewan
khas lokasi dipindahkan ke depan hotel, tanpa menghiraukan keberlangsungan hewan/ekosistem
tersebut
• Efek Nemo - apakah konsep spesies khas tertentu malah mendorong perdagangan hewan hias?
• Apakah ada solusi yang dapat membantu agen wisata mengurangi jumlah pengunjung per
kunjungan, tanpa merugikan?
24. Caveat
• Ekowisata bukanlah panacea/obat mujarab
bagi seluruh spesies, atau seluruh kondisi.
• Sejumlah spesies mungkin belum mendapat
‘manfaat’ ekowisata karena habitatnya yang
sulit dijangkau.
• Spesies lain amat sensitif dan mudah terusik
oleh kehadiran dan kegiatan manusia
• ‘Ekowisata’ yang dijalankan tanpa kaidah dan
penerapan prinsip pun akan menyebabkan
kerusakan yang serupa dengan pariwisata
massa/mass tourism (Roche et al. 2016);
warga lokal dapat tidak menerima manfaatnya
pula.
25. Apa saja yang dapat dijawab?
• Membentuk ekowisata best practice di Indonesia
• Apabila terbukti bernilai, sejumlah hewan dapat diberikan jalur pemanfaatan yang berkelanjutan
• Memetakan interaksi dan kebutuhan ekonomi warga sekitar, dan mencari jalan dalam
menyelaraskan warga dan biota lokal
• Dapat menyusun strategi tambahan untuk konservasi hewan-hewan terkait di masa depan
• Menentukan patokan harga yang dapat dibayar turis -> mengoptimalkan keuntungan komunitas
dalam operasi ekowisata
• Pemetaan motivasi kunjungan turis -> memetakan infrastruktur dan kapasitas SDM yang
diperlukan.
26. Terima kasih.
Photo credits:
Dorothea Oldani (title, slides 8, 16, headers); Gerda Ucharm (slide 2, 13), Akbar Reza (slide 14 – 16), Biorock Indonesia (slide 3, headers), Kris Mikael
Krister (headers and antennarius), Manuae (Nautilus), Jenny from Taipei (Rhinopias), Mark D. Norman (mimic octopus), Arie Winograd (wunderpus),
biologyfordivers (blue-ring octopus), Christian Gloor (flamboyant cuttlefish), 99of9 (striped tang), Richard Schneider (Palau), Lukas (Palau), Rickard
Zerpe (sergeant major fish), Alex Mustard (Coleman shrimp),taylor Simpson (boat), Tandya Rachmat (boats), Anargha Setiadi (all Menjangan photos and
title)
Gurita cincin biru oleh Kris Mikael Krister