Dimas Titan Nugroho - 201010200754 - Masyarakat Hukum Adat.pptx
jogotirto kewenangan atau hak asal edit
1. ISU :
Bagaimana Peran Jogotirto, jogoboyo dalam SOTK Pemdes terbaru,?
Bagaimana posisinya dan juga regulasi yang mengaturnya
DISKUSI
Kewenangan atau Hak Asal-usul.
Kewenangan/hak asal-usul sering disebut juga sebagai “hak purba”, “hak tradisional”, “hak
bawaan” atau “hak asli”. Semua istilah itu memiliki kesamaan, yang pada dasarnya mencakup dua
pengertian sekaligus. Pertama, hak-hak asli masa lalu yang telah ada sebelum lahir NKRI pada
tahun 1945 dan tetap dibawa dan dijalankan oleh desa setelah lahir NKRI sampai sekarang.
Kedua, hak-hak asli yang muncul dari prakarsa desa yang bersangkutan maupun prakarsa
masyarakat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku.
Bentuk nyata tindakan yag tergolong dalam kewenangan atau hak asal-usul memang sangat
beragam di daerah. Tetapi secara umum hak asal-usul desa mencakup:
1. Mengatur dan mengurus tanah desa atau tanah ulayat adat desa.
2. Menerapkan susunan asli dalam pemerintahan desa.
3. Melestarikan adat-istiadat, lembaga, pranata dan kearifan lokal.
4. Menyelesaikan sengketa dengan mekanisme adat setempat.
Khusus kewenangan asal-usul dalam Desa Adat, Pasal 103 UU No. 6/2014 menegaskan sebagai
berikut:
1. pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;
2. pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;
3. pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat;
4. penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam
wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian
secara musyawarah;
5. penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
6. pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat
yang berlaku di Desa Adat; dan
7. pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa
Adat.
Susunan asli merupakan kewenangan asal-usul yang terkait dengan nomenklatur dan institusi atau
organisasi desa.
Sebutan lokal untuk desa (seperi pakraman, gampong, banua, nagari, lembang, kampung), maupun
beragam sebutan untuk perangkat desa (kewang, pecalang, jogoboyo, jogotirto kebayan, carik,
dan sebagainya) tidak hanya bermakna nomenklatur, melainkan mengandung pengetahuan,
nilai dan jati diri masyarakat desa.
Jika tanah bengkok merupakan sumberdaya ekonomi bagi desa, maka adat, lembaga dan pratana
lokal, dan kearifan lokal merupakan sumberdaya sosial budaya bagi desa. Komponen sosial
budaya inilah yang membedakan desa dengan daerah, sekaligus membentuk desa sebagai
“pemerintahan masyarakat” yang menyatu dengan kehidupan sosial budaya masyarakat setempat.
Pranata dan kearifan lokal memang sangat beragam, tetapi secara umum mengutamakan prinsip
keseimbangan, kecukupan dan keberlanjutan.
2. Terkait dengan itu, maka seyognyanyya kita dorong Pemerintahan Desa untuk segera mungkin
membuat Peraturan Desa tentang Kewenangan berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan
Lokal berskala Desa sebagi intrumen dan pranata hukum keberadaan Pranata social local tersebut.
Di level Pemerintahan Daerah begitupun semestinya juga menegluarkan Peraturan Daerah tentang
Kewenangan Desa.
Semoga Bermanfaat