Budaya, adat Jawa Tengah_Kelompok 1.pptxMirawati64
Ini di dapat dari kegiatan wawancara dengan mahasiswa di kampus sekitar daerah Jawa tengah, serta beberapa referensi dari jurnal penelitian yang beredar di google
Materi ini disampaikan oleh Ir. Anshori Djausal.
Masyarakat Lampung terdiri dari dua suku adat besar yang mendiami wilayah dengan topografis yang berbeda. Lampung Pesisir (Ulun Peminggir) yaitu mereka suku Lampung asli yang mendiami wilayah Lampung bagian pesisir dan Lampung Pepadun (Ulun Pepadun) adalah suku asli Lampung yang mendiami wilayah dataran rendah dan tinggi yaitu didaerah Abung, Tulangbawang, Waykanan/Sungkai, Pubian dan daerah lainnya yang ada di Provinsi Lampung.
Budaya, adat Jawa Tengah_Kelompok 1.pptxMirawati64
Ini di dapat dari kegiatan wawancara dengan mahasiswa di kampus sekitar daerah Jawa tengah, serta beberapa referensi dari jurnal penelitian yang beredar di google
Materi ini disampaikan oleh Ir. Anshori Djausal.
Masyarakat Lampung terdiri dari dua suku adat besar yang mendiami wilayah dengan topografis yang berbeda. Lampung Pesisir (Ulun Peminggir) yaitu mereka suku Lampung asli yang mendiami wilayah Lampung bagian pesisir dan Lampung Pepadun (Ulun Pepadun) adalah suku asli Lampung yang mendiami wilayah dataran rendah dan tinggi yaitu didaerah Abung, Tulangbawang, Waykanan/Sungkai, Pubian dan daerah lainnya yang ada di Provinsi Lampung.
MAKALAH KEL.5 (Mbah Ali Mas'ud Pagerwojo)_Tugas Agama Islam (1)-dikonversi.docx
1 suro presentasi
1. PERAYAAN
MALAM
1 SURO
CREATED BY :
MAYANG LOKAHITA
(08/268038/SA/14412)
UPIEK LISTYARINI
(08/267894/SA/14339)
ANDERSON SITORUS
(10/302270/SA/15553)
2. GENERAL CULTURE
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-
hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Perwujudan kebudayaan dapat berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain.
Tujuan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
3. LATAR BELAKANG “1 SURO”
Perayaan 1 Suro sangat berkaitan erat dengan masyarakat
Jawa yang dikaitkan dengan hal-hal mistis dan berfilosofis.
Namun sesunguhnya ada banyak latar belakang historis
peristiwa penting yang terjadi di bulan Suro, khususnya
penganut agama Islam, yang tentu saja berafiliasi dengan
kebudayaan Mataram Jawa-Hindu.
Latar belakang dijadikannya 1 Muharam sebagai awal
penanggalan Islam oleh Khalifah Umar bin Khathab, seorang
khalifah Islam di jaman setelah Nabi Muhammad wafat. Awal
dari afiliasi ini, konon untuk memperkenalkan kalender Islam
di kalangan masyarakat Jawa.
Maka tahun 931 H atau 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada
jaman pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II telah
membuat penyesuaian antara sistem kalender Hirjiyah
dengan sistem kalender Jawa pada waktu itu.
4. MAKNA 1 SURO
BAGI MASYARAKAT JAWA
Secara umum, makna sebagai awal tahun Jawa, bagi
masyarakatnya juga disebut bulan yg sangat sakral
karena dianggap bulan yg suci atau bulan untuk
melakukan perenungan, bertafakur, berintrospeksi, serta
mendekatkan diri kepada Sang Khalik.
Untuk masyarakat Jawa hal ini merupakan suatu upaya
untuk menemukan jati dirinya agar selalu tetap eling lan
waspodo.
Cara yg dilakukan di dalam tradisi ini disebut dengan
lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu dengan hati yg
ikhlas untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Itulah esensi dari kegiatan budaya yg dilakukan
masyarakat Jawa pada bulan Suro.
5. LELAKU “1 SURO”
Lelaku yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa sebagai media introspeksi dapat
dilakukan dengan banyak sekali caranya. Berikut beberapa contoh lelaku :
1. Cara nenepi (meditasi untuk merenungi diri) di tempat-tempat sakral
seperti di puncak gunung, tepi laut, makam para wali, gua dan sebagainya,
2. Cara lek-lekan (berjaga semalam suntuk tanpa tidur hingga pagi hari) di tempat-
tempat umum seperti di alun-alun, pinggir pantai, dan sebagainya.
3. Ada juga yang mengelilingi benteng kraton sambil membisu.
4. Tradisi syukuran kepada Tuhan pemberi rejeki seperti labuhan dan sedekahan di
pantai, labuhan di puncak gunung, merti dusun atau suran, atau lainnya.
5. Ada pula kegiatan pembersihan barang-barang berharga
6. Kegiatan sebagai rasa syukur atas keberhasilan di masa lalu dengan cara pentas
wayang kulit, ketoprak, nini thowok, dan kesenian tradisional lainnya.
6. TRADISI DALAM 1 SURO
Tradisi perayaan 1 Suro ini masih terus berlanjut
hingga saat ini. Banyak cara dapat dilakukan untuk
merayakan 1 Suro ini yang terpenting adalah lelaku
yang dilakukan tidak mengubah esensi atau makna
dari perayaan 1 Suro ini mulai dari.
Kota Yogyakarta dan Surakarta memiliki tradisi
perayaan malam 1 Suro, ada 2 buah tradisi yang
mirip antara kedua kota ini dalam merayakan
malam 1 Suro.
7. Jamasan Pusaka
TRADISI
1 SURO
Jamasan
Pusaka merupakan
suatu kegiatan yang
bertujuan untuk
membersihkan pusaka-
pusaka yang dimiliki
seseorang. Sebetulnya
dalam jamasan
itu, bukan hanya
pusaka yang nampak
yang harus
dibersihkan, namun
juga pusaka yang tidak
nampak. Pusaka yang
nampak dapat berupa
Keris, Tombak, Panah,
Pedang, Pistol, atau
apapun. Sedangkan
pusaka yang tidak
nampak itu adalah hati.
8. Tapa Bisu
TRADISI
1 SURO
Merupakan
rangkaian dalam ritual
yang dimana setiap
peserta tidak boleh
berbicara hingga acara
selesai. Biasanya acara
tersebut mengkirab
pusaka keraton keliling
keraton. Pada prosesi tapa
bisu ini, peserta juga
diharapkan untuk tidak
mengenakan alas kaki.
Sebetulnya jika dipahami
lebih dalam, tujuan dari
tapa bisu ini merupakan
suatu acara berintropeksi
diri terhadap berbagai
tindakan dan pikiran yang
telah tercipta selama satu Tapa bisu dilakukan bersamaan
tahun tersebut. dengan ritul mubeng benteng
9. MALAM 1 SURO COMMON VENUE
Gunung Lawu (Timur Solo) / Merapi / Dieng /
Sindoro-Sumbing
Parangtritis dan Parangkusumo
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat - Surakarta
Hadiningrat
Desa Guyangan, Nogotirto, Sleman, Jogjakarta
Beberapa tempat lainnya (Sungai, Makam, Gua dll)
Beberapa daerah lainnya
(Karanganyar, Boyolali, Sragen, Wonogiri dll)
12. POINT OF VIEW
PERAYAAN 1 SURO
Dewasa ini, masyarakat banyak memiliki interpretasi
tersendiri mengenai tradisi ini terlebih mereka yang
tidak mengerti sejarah dan asal mula dari tradisi.
Hal ini menimbulkan pro kontra tersendiri.
Satu Suro memiliki banyak pandangan dalam
masyarakat Jawa, salah satunya hari ini dianggap
kramat terlebih bila jatuh pada jumat legi. Untuk
sebagian masyarakat pada malam satu suro dilarang
untuk kemana mana kecuali untuk berdoa ataupun
melakukan ibadah lain.
13. HARUSKAH DILESTARIKAN?
Tradisi 1 Suro ini merupakan suatu aktivitas yang
tercipta dan terus menerus diadakan hingga saat ini serta
memiliki suatu makna yang terkandung didalamnya
sehingga menjadi suatu budaya dari masyarakat yang
bersangkutan.
Dalam pelaksanaannya terjadi suatu pro-kontra
tersendiri namun “1 Suro” merupakan suatu kebudayaan
yang tercipta dan memiliki makna yang positif apabila
ditelaah secara mendalam.
Penting peranan kita sebagai masyarakat untuk
melestarikannya karena setiap tradisi yang ada, pastilah
ada makna kehidupan di dalamnya.