Dokumen tersebut merangkum informasi mengenai Suku Asmat di Papua Selatan. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayu tradisionalnya dan terbagi menjadi populasi pesisir pantai dan pedalaman. Mereka memiliki ciri fisik khas dan masih mempertahankan beberapa adat istiadat tradisional seperti upacara kelahiran, pernikahan, dan kematian meskipun sebagian sudah menganut agama. Rumah tradisonal suku Asmat dise
2. Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua Selatan. Suku Asmat dikenal
dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua
yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di
bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain
dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir
pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang
berada di antara Sungai Sinesty dan Sungai Nin serta Suku Simai.
1.Suku Asmat
2. Etimologi
Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku yang ada di Papua Selatan,
Indonesia. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayu tradisional yang sangat
khas. Beberapa ornamen/motif yang sering kali digunakan dan menjadi tema
utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku
asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa
disebut mbis. Namun tak berhenti sampai disitu, sering kali juga ditemui
ornamen / motif lain yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka
percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka
di alam kematian. Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih
merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual
untuk mengenang arwah para leluhurnya.
3. 3. Kondisi Alam Suku Asmat
Wilayah yang ditempati Suku Asmat adalah dataran coklat lembek yang tertutup
oleh jaring laba-laba sungai. Wilayah yang ditinggali Suku Asmat ini telah menjadi
Kabupaten sendiri dengan nama Kabupaten Asmat dengan 7 Kecamatan atau
Distrik. Hampir setiap hari hujan turun dengan curah 3000-4000 mm/tahun.
Setiap hari juga pasang surut laut masuk kewilayah ini, sehingga tidak
mengherankan kalau permukaan tanah sangat lembek dan berlumpur. Jalan hanya
dibuat dari papan kayu yang ditumpuk di atas tanah yang lembek. Praktis tidak
semua kendaraan bermotor bisa lewat jalan ini. Orang yang berjalan harus
berhati-hati agar tidak terpeleset, terutama saat hujan.
4.Pertentangan Budaya Suku Asmat
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang
paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk
membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya
dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada
seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka
menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya.
Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan.
Namun hal ini sudah jarang terjadi bahkan hilang resmi dari
ingatan.
4. 5.Persebaran Budaya Suku Asmat
Suku Asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai Laut Arafuru dan Pegunungan Jayawijaya, dengan
medan yang lumayan berat mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara, dalam kehidupan suku
Asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa
dijadikan sebagai maskawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal Suku Asmat yang membetuk rawa-
rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat
kapak, palu, dan sebagainya.
6.Kampung Suku Asmat
Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung
punya satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara
adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang
mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di
Indonesia. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.
7.Ciri Fisik Suku Asmat
Penduduk Asmat pada umumnya memiliki ciri fisik yang khas, berkulit hitam dan berambut keriting.
Tubuhnya cukup tinggi. Rata-rata tinggi badan orang Asmat wanita sekitar 162 cm dan tinggi badan
laki-laki mencapai 172 cm.
5. 8.Adat istiadat suku asmat
Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan masuknya para Misionaris pembawa
ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama lain selain agam nenek-moyang. Dan kini, masyarakat
suku ini telah menganut berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam. Seperti
masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat pun, melalui
berbagai proses, yaitu:
Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir
dengan selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu mertua.
Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan
acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan.
Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17 tahun dan
dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji
keberanian untuk membeli wanita dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang
kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson,
maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan
aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi
dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini
dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota
keluarga yang ditinggalkan.
6. 9.Rumah Adat Suku Asmat
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25 meter. Sampai
sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat
Pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah
tinggal di atas pohon.
10.Agama Suku Asmat
Masyarakat Suku Asmat beragama Katolik, Protestan, dan Animisme yakni
suatu ajaran dan praktik keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh
orang mati atau patung. Bagi Suku Asmat ulat sagu merupakan bagian
penting dari ritual mereka. Setiap ritual ini diadakan, dapat dipastikan, kalau
banyak sekali ulat yang dipergunakan. (Kal Muller,Mengenal
Papua,2008,hal.31)
7. 11.Kepercayaan Dasar Suku Asmat
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya
berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada zaman dulu melakukan
pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga
macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi
masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan
tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
1.Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
2.Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
3.Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang
selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini:
1.Mbismbu (pembuat tiang)
2.Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
3.Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
4.Yamasy pokumbu (upacara perisai)
5.Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan mengganggu manusia.
Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus
arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta
topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
8. 12.Tarian Suku Asmat
Suku Asmat memiliki tarian yang sangat terkenal. Tarian tersebut
dikenal dengan nama ‘Tarian Tobe’. Tarian yang satu ini juga disebut
dengan tarian perang. Dulunya, Tarian Tobe akan ditarikan jika ada
perintah dari kepala adat untuk melakukan perang.
Namun, seiring dengan perkembangan waktu, tarian satu ini ditarikan
untuk menyambut para tamu yang datang. Orang-orang yang
menarikan tarian tersebut akan bernyanyi dengan semangat sembari
diiringi alat musik tradisional yaitu tifa.
Para penari juga akan menggunakan manik-manik dada, rok yang
terbuat dari akar bahar serta beberapa helai daun yang akan
diselipkan pada tubuh mereka. Penggunaan berbagai macam
tumbuhan tersebut menandakan bahwa Suku Asmat merupakan suku
yang sangat dekat dengan alam