Dokumen tersebut membahas tentang pemikiran pembaruan Islam di bidang keagamaan di Mesir. Tokoh-tokoh pembaru seperti Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh berupaya untuk mengembalikan Islam kepada ajaran dasarnya dengan melakukan ijtihad. Mereka menganalisis penyebab kemunduran umat Islam akibat mengikuti ajaran-ajaran dari luar Islam dan salah pengertian terhadap beberapa konsep agama.
1. PEMIKIRAN PEMBARUAN ISLAM BIDANG
KEAGAMAAN DI MESIR
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Perkembangan Pimikiran Islam II
Dosen Pengampu : Fatiyah, S. Hum., M. A.
Disusun oleh :
1. Muhammad Noor Ifan Hidayat 13120039
2. Rina Mufidah 13120084
3. Arief Rohmatulloh 13120086
IV / SKI / B
JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah mencatat Islam mulai mengalami kemajuan setelah lima abad
kemunculannya yaitu sekitar abad ke-12 dan13. Dalam perkembangan selanjutnya
umat Islam mulai mengalami kemunduran dan tertinggal oleh bangsa barat yang
mulai mengalami kemajuan di berbagai bidang baik ilmu pengetahuan maupun
dalam bidang kemiliteran dan industri.
Kemunduran ini berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan terjadi tidak
hanya pada satu wilayah, namun juga hampir di semua wilayah Islam. Salah satu
wilayah tersebut adalah Mesir yang nantinya pada awal abad ke-18 akan muncul
pembaharu-pembaharu Islam yang tampil untuk mulai mengembalikan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan Mesir?
2. Bagaimana biografi dan ide pemikiran tokoh pembaruan Islam di Mesir?
3. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keadaan Mesir
Mesir abad enambelas telah dikuasai kaum Mamluk yang telah ditakluka
oleh Sultan Salim yang pada hakekatnya masih dibawah kekuasaan Turki
Ustmani. Mulai abad ke-17 kekuasaan para Sultan sudah mulai melemah, inilah
yang membuat Mesir mulai melepaskan diri dari pengaruh Turki Ustmani dan
membuat daerah otonom. Abad ke-18 Prancis dan Napoleon mendarat di
Alexsandria pada 2 Juni dan pada keesokan harinya dapat dikuasai serta disusul
dengan daerah lain seperti daerah Timur Aleksandria, Piramid, Rasyd dan di
Cairo terjadi perlawanan dari kaum Mamluk, namun karena para kaum Mamluk
ini tidak sanggup melawan tentara Inggris dengan kecanggihan peralatan, maka
mereka lari ke daerah Mesir Selatan yang akhirnya pada tanggal 22 Juli tidak
kurang dari tiga minggu Prancis dapat menguasai Mesir1.
Kekawatiran Kesultanan Ustmani muncul setelah datangnya Prancis yang
telah menguasai Mesir dan menyerang Suria yang natinya akan sampai ke
Usmani. Sultan Salim III(1789-1807) yang saat itu berkuasa mengutus salah satu
perwiranya yaitu Muhammad Ali untuk membendung kekuatan Prancis. Ia
merupakan seorang pemungut pajak, walaupun tidak pandai dalam baca tulis,
namun ia dipercaya oleh Gubernur setempat karena kecakapanya dalam pekerjaan
itu dan karena keberanianya saat mengahadapi Perancis yang membuat Perancis
dapat keluar dari Mesir tahun 18012.
Setelah tentara Prancis keluar dari Mesir terjadi kekosongan kekuasaan,
dahulu kaum Mamluk yang dikejar oleh Napoleon, ingin kembali memegang
kekuasaan yang lama. Sedangkan dari Istambul datang juga Pasya yang saat itu
kedua kubu ini berseteru merebutkan kekuasaan. Muhammad Ali membuat siasat
belah bamboo untuk mengadu mereka, dengan cara mengambil simpati rakyat
yang sangat membenci kaum Mamluk. Para tentara yang dikirim Sultan dibuat
1 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam sejarah pemikiran dan gerakan
(Jakarta:Bulan Bintang, 1996), hlm. 29.
2Ibid., hlm. 34.
4. 3
terdesak dan akhirnya mundur kembali ke Istambul,dan mengangkan dirinya
sebagai Pasya di Mesir dan secara paksa di akui oleh Sultan pada 1805.
Karena merasa ancaman dari kaum Mamluk besar maka, Muhammad Ali
membuat siasat dengan menagkap pemimpin mereka, dan seolah-olah
mengampuni mereka dengan mengajak untuk menghadiri jamuan makan di Istana
dan pada saat mereka keluar dari istana oleh perintah Pasya maka akhirnya
mereka semua dibunuh3. Setelah itu ia mempunyai kekuasaan penuh di Mesir ia
bertindak sebagai dictator. Kebijakan-kebijakan yang ia buat sangat memberatkan
rakyat di kalangan atas maupun bawah, kebijakan-kebijakan itu antara lain ;
1. Harta orang-orang Mamluk dirampas.
2. Harta orang-orang kaya di Mesir di kuasainya, hingga kekayaan Mesir
dibawah kekuasaanya.
3. Mengumpulkan pajak dari penduduk-penduduk desa yang membuat beban
berat pada mereka.4
Menurutnya bahwa kekuasaan dapat bertahan dengan kekuatan militer yang
besar dan itu di dukung oleh hasil perekonomian yang bagus dan bernilai jual
tinggi. Inilah yang memicu timbulnya pembaharu-pembaharu Islam di Mesir
karena kekacauan yang terjadi pada akhir masa Muhammad Ali, seperti
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad ABduh dan Rosyd Ridha yang akan
dijelaskan mengenai pemikiran-pemikiran mereka bidang keagamaan pada bab
selanjutnya.
B. Tokoh dan Ide Pembaruan Islam di Mesir
1. Jamaluddin al-Afghani
a. Biografi
Nama lengkap Sayid Jamaluddin al-Afghani ialah Muhammad Jamaluddin al-
Afghani al-Husaini. Ia lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal pada
tahun 1897 di Istambul, Turki. Ketika berusia 22 tahun ia telah menjadi pembantu
bagi pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Tahun 1864 ia menjadi
penasehat Ser Ali Khan, beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad
3Ibid., hlm. 35.
4 Ibid., hlm. 58.
5. 4
Ahzam Khan menjadi Perdana Mentri. Saat itu Inggris mulai mencampuri urusan
politik dalam negeri Afghanistan dan timbul pergolakan-pergolakan yang mana
Al-Afghani memilih untuk melawan Inggris.
Di India ia juga merasa tidak bebas bergerak karena negara ini telah jatuh ke
bawah kekuasaan Inggris, dan oleh karena itu ia pindah ke Mesir di tahun 1871. Ia
menetap di Cairo dan pada mulanya menjauhi persoalan-persoalan politik Mesir
dan memusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan sastra Arab. Di sanalaha ia
memberikan kuliah dan mengadakan diskusi. Menurut keterangan Muhammad
Salam Madkur, para peserta terdiri atas orang-orang terkemuka dalam bidang
pengadilan, dosen-dosen, mahasiswa dari Al-Azhar serta perguruan-perguruan
tinggi lain, dan juga pegawai-pegawai pemerintah. Tetapi ia tidak lama dapat
meninggalkan lapangan politik. Di tahun 1876 turut campur tangan Inggris dalam
soal politik di Mesir makin meningkat.
Dari Mesir Al-Afghani pergi ke Paris dan di sini ia mendirikan perkumpulan
Al-’Urwah Al-Wusqa. Anggotanya terdiri atas orang-orang Islam dari India,
Mesir, Suria, Afrika Utara dan lain-lain. Di antara tujuan yang hendak dicapai
ialah memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat
Islam kepada kemajuan. Sewaktu di Eropa Al-Afghani mengadakan perundingan
dengan Sir Randolp Churchil dan Drummond Wolf tentang masalah Mesir dan
tentang penyelesaian pemberontakan Al-Mahdi di Sudan secara damai. Tetapi
kedua usaha itu tidak membawa hasil.5
b. Pemikiran
Pemikiran pembaruannya berdasarkan atas keyakinan bahwa Islam adalah
yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman, dan semua keadaan. Apabila
terlihat ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa
perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian pun diperoleh dengan
mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam seperti yang tercantum
5 http://muhyidinulfa.blogspot.com/2013/05/biografi-jamaluddin-al-afghani.html.
6. 5
dalam Alquran dan Hadis. Interpretasi tersebut diperlukannya ijtihad dan pintu
ijtihad baginya terbuka.6
Al-Afghani menganalisis adanya kemunduran umat Islam itu dikarenakan
telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran-
ajaran yang datang dari luar Islam. Sebagian dari ajaran-ajaran dari luar itu
dibawa oleh orang-orang yang pura-pura bersikap suci, mempunyai keyakinan-
keyakinan yang menyesatkan, dan merupakan hadis-hadis palsu. Misalnya, paham
kada dan kadar telah rusak dan diubah menjadi fatalisme, yang membawa umat
Islam kepada keadaan statis. Kada dan kadar sebenarnya mengandung arti bahwa
segala sesuatu terjadi menurut ketentuan sebab musahab. Kemauan manusia
merupakan salah satu dari mata rantai sebab musahab tersebut. Di masa silam
keyakinan pada kada dan kadar serupa ini memupuk keberanian dan kesabaran
dalam umat Islam untuk menghadapi segala macam bahaya dan kesukaran.7
Sebab lainnya yaitu salah pengertian tentang maksud hadis yang mengatakan
bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman. Kesalahan ini
membuat umat Islam tidak berusaha mengubah nasib mereka. Jalan untuk
memperbaiki keadaan ini dengan kembali kepada ajaran-ajaran dasar Islam yang
sebenarnya, sehingga umat Islam akan dapat bergerak maju mencapai kemajuan.8
2. Muhammad Abduh
a. Biografi9
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin Abduh bin
Hasan Khairullah dilahirkan di desa Mahallat Nashr kabupaten Al Buhairah,
Mesir, pada tahun 1849. Ia bukan berasal dari keturunan yang kaya dan bukan
pula keturunan bangsawan. Namun demikian, ayahnya seorang yang terhormat
dan dermawan. Saat kelahirannya, penguasa keras dalam pemungutan pajak.
Sehingga banyak penduduk berpindah-pindah tempat untuk menghindarinya.
6 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta:
Bulan Bintang, 2003), hlm. 46-47.
7 Ibid., hlm. 47.
8 Ibid., hlm. 48.
9 Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Bandung: Puataka Setia, 2001), hlm. 211-
213.
7. 6
Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Masjid Al Ahmadi Tahta, tetapi tidak
berlangsung lama karena sistem pengajarannya menjengkelkan dan memutuskan
untuk kembali ke desa serta bertani. Ketika di desa dalam usia 16 tahun, ia
dikawinkan. Kemudian ia dibimbing pamannya sampai selesai dan memengaruhi
kehidupannya.
Tahun 1866, ia melanjutkan studi di Al Azhar. Tahun 1871, Jamaluddin Al
Afghani tiba di Mesir. Abduh pun menjadi murid kesayangannya. Al Afghani
mendorong Abduh aktif menulis dalam bidang sosial dan politik. Artikelnya pun
banyak dimuat di surat kabar Kairo.
Tahun 1877, selesai studi di Al Azhar dengan gelar Alim, mulai mengajar di
Al Azhar, di Dar Al Ulum dan di rumahnya sendiri. Tahun 1879, Al Afghani
diusir dari Mesir karena dituduh mengadakan perlawanan, Abduh juga di tuduh
ikut campur. Ia dibuang keluar kota Kairo. Tahun 1880, diperbolehkan kembali ke
ibukota dan diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi Mesir, Al Waqa’I Al
Mishriyyah.
Setelah revolusi Urabi 1882, Abduh diasingkan karena dituduh terlibat
revolusi tersebut selama tiga tahun dengan memilih tempat pengasingannya dan ia
memilih Suriah. Ia menetap selama setahun. Kemudian menyusul Al Afghani di
Paris. Mereka menerbitkan surat kabar Al Urwah Al Wutsqa, yang bertujuan untuk
mendirikan Pan-Islam menentang penjajahan Barat, khususnya Inggris.
Baru kemudian pada tahun 1888, Abduh diperkenankan tinggal kembali di
Mesir, dan ia langsung diangkat sebagai hakim. Berikutnya tahun 1890 ia
dipercaya menjadi penasihat hukum pada Mahkamah Agung yang berkedudukan
di Kairo.10 Tahun 1899, Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi
itu dipegangnya sampai meninggal dunia tahun 1905. Satu karya monumental
yang dihasilkan yaitu buku yang berjudul Risalah Tauhid.
Latar belakang yang mempengaruhi untuk melakukan pembaharuan:11
10 Ahmad Amir Aziz, Pembaruan Teologi:Perspektif Modernisme Muhammad Abduh dan
Neo-Modernisme Fazlur Rahman (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 15.
11 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid
Ridha’ (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 17-18.
8. 7
1. Pengaruh masyarakat Eropa sejak kedatangan Ekspedisi Perancis (Napoleon)
ke Mesir (1798).
2. Telah terbaginya lembaga pendidikan yang pembina dan ulamaknya dalam
dua kelompok, mayoritas dan minoritas.
3. Pertemuan dengan Jamaluddin al-Afghani pada tahun 1869.
b. Pemikiran Pembaruan Islam
Muhammad Abduh mengatakan bahwa kemunduran umat Islam disebabkan
adanya paham jumud. Kata jumud mengandung arti keadaan membeku, keadaan
statis, tidak ada perubahan. Hal ini memengaruhi umat Islam tidak menghendaki
perubahan dan tidak mau menerima perubahan serta berpegang teguh pada tradisi.
Ini merupakan bidah yang membuat umat Islam melupakan ajaran-ajaran
Islam yang sebenarnya. Bidah-bidah itulah yang mewujudkan masyarakat Islam
jauh menyeleweng dari ajaran. Untuk itu, paham-paham dari luar harus
dikeluarkan dari tubuh Islam. Umat Islam seharusnya kembali ke ajaran-ajaran
Islam semula, ajaran-ajaran Islam sebagaimana yang terdapat di zaman salaf,
yaitu zaman sahabat dan ulama-ulama besar.
Abduh berpendapat bahwa ajaran-ajaran Islam perlu diberi interpretasi baru,
untuk itu pintu ijtihad harus dibuka lebar-lebar. Dalam konteks ini, Abduh tidak
segan-segan mengecam Ulama yang sering terpaku pada pemahaman tradisional.
Sikap ini sesungguhnya dapat dipahami karena Islam baginya adalah agama
rasional.12
3. Rasyid Rida
a. Biografi
Ridha’ atau lengkapnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha’ lahir pada hari
Rabu, tanggal 27 Jumadi al-Ula 1282 H atau 18 Oktober 1865 M di Qalamun,
terletak di pantai Laut Tengah, sekitar tiga mil jauhnya di sebelah selatan kota
Tripoli, Libanon. Ayah dan ibunya berasal dari keturunan al-Husayn, putra Ali bin
Abi Tahlib dengan Fatimah.13
12 Ibid., hlm. 23.
13 A. Athaillah, Rasyid Ridha’ Konsep Teoogi Rasional dalam Tafsir Al-Manar (Jakarta:
Erlangga, 2006), hlm. 26.
9. 8
Ridha diasuh oleh keluarganya selama tujuh tahun kemudian masuk ke
lembaga pendidikan di desanya yang disebut kuttab. Setelah tamat, Ridho’ tidak
langsung melanjutkan ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi melainkan belajar
kepada orang tuanya dan para ulama setempat. Baru beberapa tahn kemudian,
Ridho’ meneruskan di Madrasah Ibtida’iyyah al-Rusydiyyah di Tripoli. Setelah
lebih kurang dari satu tahun di sana Ridha’ keluar dan pada tahun 1299 H atau
1822 M Ridha’ masuk di Madrasah Wathaniyyah Islamiyyyah. Madrasah tersebut
didirikan dan dipimpin oleh Syekh Husayn al-Jisr, seorang ulama besar di
Libanon yang dipengaruhi oleh ide-ide pembaharuan yang digulirkan oleh al-
Sayyid Jamal al-Din al-Afghani dan Syekh Muhammad Abduh. Karena Madrasah
Wathaniyyah ditutup, Ridha’ melanjutkan belajar di madrasah diniyyah yang lain.
Disamping itu juga Ridho tetap belajar pada Syekh al-Jisr sampai selesai dan
memperoleh ijazah dari gurunya pada thun 1315 H/1897 M.
Ridha’ juga pernah belajar pada ulama-ulama besar lainnya, seperti Syekh
‘Abdulghani al-Rafi’i, Syekh Muhammad al-Qawaqiji dan Syekh Mahmud
Nasyabah.14
Faktor-faktor yang mempengaruhi Rasyid ridho’ melakukan pembaharuan:
1. Kehancuran kerajaan Turki Usmani serta keadaan umat islam di seluruh
dunia, kecuali di Turki sendiri, Iran, Saudi Arabia, dan Afganistan sudah
menjadi umat yang dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa.15
2. Umat Islam tidak dapat lagi mengetahui hakikat ajaran-ajaran agama mereka
dan tidak pula mampu mengetahui ajara-ajaran agama Islam yang dapat
membawa mereka kepada kemajuan dan kehidupan yang baik di dunia.16
3. Umat Islam pada masanya dapat bagi menjadi tiga golongan. Pertama,
golongan yang berfikir jumud. Kedua, golongan yang berkiblat kepada
kebudayaan modern. Ketiga, golongan yang menginginkan pembaruan
Islam.17
14 Ibid., hlm. 27-28.
15 Ibid., hlm. 23.
16 Ibid.
17 Ibid., hlm. 25-26.
10. 9
b. Pemikiran
Pemikiran-pemikiran pembaruan yang dimajukan Rasyid Rida, tidak banyak
berbeda dengan ide-ide Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani. Ia juga
berpendapat bahwa umat Islam mundur karena tidak lagi menganut ajaran-ajaran
Islam yang sebenarnya. Umat Islam sudah menyeleweng dan dimasuki bidah yang
merugikan perkembangan dan kemajuan. Diantara bidah tersebut ialah pendapat
bahwa dalam Islam terdapat ajaran kekuatan batin yang membuat pemiliknya
dapat memperoleh segala apa yang dikehendakinya, serta kebahagiaan di akhirat
dan dunia diperoleh melalui hukum alam yang diciptakan Tuhan. Bidah yang
lainnya ialah ajaran syekh-syekh tarekat tentang tidak pentingnya hidup duniawi,
tentang tawakal, dan pujaan serta kepatuhan berlebih-lebihan pada syekh dan
wali.
Umat seharusnya dibawa kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya,
murni dari segala bidah. Islam murni yang sederhana, baik dalam ibadah dan
muamalah. Ibadah kelihatan berat dikarenakan kedalam hal-hal yang wajib dalam
ibadah telah ditambahkan hal-hal yang bukan wajib, tetapi sebenarnya hanya
sunat. Soal muamalat sendiri, hanya dasar-dasar yang diberikan serta perincian
dan pelaksanaannnya diserahkan kepada umat untuk menentukannya.18
18Nasution, Pembaharuan,hlm. 64.
11. 10
BAB III
KESIMPULAN
Setelah Islam mulai mengalami kemajuan setelah lima abad kemunculannya
yaitu sekitar abad ke-12 dan13. Kemudian menjelang akhir abad ke-18 dan awal
abad ke-19 kemunduran mulai terlihat di pihak Islam pada Kerajaan Turki
Usmani dengan munculnya nasionalisme pada beberapa daerah kekuasaannya.
Pengaruh itu pun juga masuk ke Mesir yang menjadi salah satu kekuasaan
Usmani. Pengaruh Barat dirasakan oleh para mereka yang terdidik seperti
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lainnya. Kemudian mereka melakukan
pembaharuan dengansesuai melalui surat kabar dan penafsiran al-Quran yang
zamannya.
12. 11
BIBLIOGRAFI
Aziz, Ahmad Amir. 2009. Pembaruan Teologi : Perspektif Modernisme
Muhammad Abduh dan Neo-Modernisme Fazlur Rahman. Yogyakarta:
Teras.
Anwar, Rosihon dan Abdul Rozak. 2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Athaillah, A. 2006. Rasyid Ridha’ Konsep Teoogi Rasional dalam Tafsir Al-Manar.
Jakarta: Erlangga.
Nasution, Harun. 2003. Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Quraish Shihab, M. 1994. Studi Kritis Tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan M.
Rasyid Ridha’.Bandung: Pustaka Hidayah.
http://muhyidinulfa.blogspot.com/2013/05/biografi-jamaluddin-al-afghani.html.