2. No. : 06/L/P2KPSL/P3GL/XI/2005
PROGRAM PENGEMBANGAN KAPASITAS
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
TAHUN ANGGARAN 2005
EKSPLORASI PROSPEKTIF
GAS BIOGENIK KELAUTAN PERAIRAN MUARA KAKAP
DAN SEKITARNYA - KALIMANTAN BARAT
OLEH:
TIM MUARA KAKAP
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
2005
3. LAPORAN
EKSPLORASI PROSPEKTIF
GAS BIOGENIK KELAUTAN PERAIRAN MUARA KAKAP
DAN SEKITARNYA - KALIMANTAN BARAT
Oleh: Yudi Darlan, drr
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
2005
4. KATA PENGANTAR
E
ksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan Muara Kakap dan
sekitarnya Kalimantan Barat merupakan bagian dari kegiatan yang
didanai oleh Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Hidup Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
(PPPGL) Tahun Anggaran 2005.
Kawasan pesisir Muara Kakap dan sekitarnya termasuk dalam komplek Delta
Kapuas. Hutan mangrove dewasa yang masih terjaga menghiasi pulau-pulau;
endapan lumpur mengalasi dasar cabang – cabang sungai, kanal - kanal pasang
surut dan laut; endapan gambut membentuk gosong; lempung dan pasir hitam
berbau busuk (H2S) yang mengandung kepingan moluska dan sisa-sisa tumbuhan
tersebar di pulau-pulau;
rembesan gas kepermukaan; dan bentuk lapisan
sedimen bawah permukaan yang unik itu semua merupakan salah satu ciri khas
Delta Kapuas yang berpotensi gas biogenik.
Laporan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi terkait
untuk kepentingan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya kawasan pesisir
Muara Kakap dan sekitarnya. Tentu laporan ini masih banyak kekurangan, saran
dan kritik sangat kami harapkan.
Terima
kasih
kami
ucapkan
kepada
Kepala
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Geologi Kelautan, Pimpinan instansi yang terkait serta semua
rekan yang turut membantu atas terlaksananya penyelidikan lapangan dan proses
pembuatan laporan ini.
Bandung, Desember 2005
Kepala Tim Muara Kakap
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
IV
5. SARI
Gelembung gas
U
saha Pemerintah melakukan pencarian sumber-sumber energi baru
bertujuan untuk dapat menjamin tersedianya energi dalam jumlah
cukup di setiap daerah, kualitas baik dan harga yang wajar sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata
serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Kegiatan survey berupa eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan
Muara Kakap dan sekitarnya, Kalimantan Barat yang dilakukan oleh Puslitbang
Geologi Kelautan (PPPGL) merupakan tahap pendahuluan yang diharapkan dapat
mengidentifikasi
potensi
sumber
energi
gas
alternatif,
sehingga
dapat
memberikan dampak bagi pertumbuhan iklim usaha masyarakat setempat.
Kawasan pesisir Muara Kakap dan sekitarnya termasuk dalam komplek Delta
Kapuas yang terdiri atas pulau-pulau. Pulau-pulau tersebut sebagian besar
ditumbuhi hutan mangrove dewasa yang masih terjaga, disusun oleh sedimen
berupa lempung dan pasir hitam serta endapan gambut (“sepuk” istilah
masyarakat setempat). Jenis lempung dan pasir hitam berbau bususk (H2S),
rembesan gas kepermukaan, bentuk lapisan sedimen bawah permukaan yang
unik berdasarkan data geolistrik, dan contoh sedimen dan gas dari bor inti
mengindikasikan
adanya
gas
biogenik/gas
gambut
di
sebagian
tempat
Delta Kapuas.
Daerah yang dianggap indikasi prospek gas biogenik adalah P. Sepuk Laut,
P. Sepuk Prupuk, P. Sepuk Keladi, dan sebagian P. Nyamuk dan P.Tanjung Saleh.
Semburan gas api dari lubang bor air milik masyarakat Pulau Sepuk Laut
beberapa tahun sebelumnya menjadikan trauma terhadap bentuk penelitian gas
di daerah ini. Sosialisasi sangat diperlukan sehingga keberadaan gas biogenik
merupakan anugerah bagi masyarakat Muara Kakap dan sekitarnya.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
V
6. DAFTAR PERSONAL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Halaman
IV
SARI
V
DAFTAR ISI
VI
DAFTARGAMBAR
X
DAFTARTABEL
XI
DAFTAR PERSONAL
XI
BAB I P E N D A H U L U A N
1
1.1 Latar belakang
1
1.2 Maksud dan tujuan
2
1.3 Sasaran strategis
2
1.4 Ruang lingkup dan daerah kegiatan
3
1.5 Hasil yang diharapkan
4
BAB II STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
6
2.1. Studi pustaka
6
2.2. Iklim dan tumbuh-tumbuhan
7
2.3. Populasi
7
2.4. Sarana Angkutan
8
2.5. Geologi regional
8
A. Fisiografi
9
B. Stratigrafi
9
2.6. Gas biogenik
10
2.7. Kajian Masalah
12
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
VI
7. DAFTAR PERSONAL
BAB III METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
15
3.1. Metoda
15
A. Geologi
15
B. Geofisika
16
C. Oseanografi fisika
17
D. Navigasi
17
E. Analisis lab
18
F. Metoda khusus geolistrik
23
G. Proses data/studio
32
3.2. Peralatan penyelidikan
32
A. Geologi
32
B. Geofisika
33
C. Hidro-oseanografi
33
D. Navigasi
33
E. Analisis laboratorium
33
F. Geolistrik
33
BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
34
4.1. Tekstur sedimen
34
4.2. Karakteristik pantai
43
A. Pantai Lumpur-mangrove rhizophora
43
B. Pantai Lumpur-mangrove nipah
44
4.3. Pasang surut
44
4.4. Arus
49
4.5. Batimetri
50
4.6. Seismik pantul dangkal
54
4.7. Analisis laboratorium
59
A. Analisi kandungan gas
59
B. Analisis karbon total
61
C. Analisis pollen
62
D. Analisis bakteri methanogenik
66
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
VII
8. DAFTAR PERSONAL
E. Analisis radiocarbon dating C14
77
F. Analisis unsure utama
78
G. Analisis jenis mineral lempung
80
H. Unsur tanah jarang
81
I. Analisis logam berat
81
4.8. Geolistrik
85
A. Pulau Sepuk Laut
B. Pulau Nyamuk
87
C. Pulau Tanjung Saleh
88
D. Pulau Sepuk Prupuk
89
E. Pulau Sepuk Keladi
BAB V
85
90
PEMBAHASAN
91
BAB VI R E K O M E N D A S I
97
BAB VII KESIMPULAN
100
ACUAN
102
LAMPIRAN
Lampiran Terikat
Lampiran 1: 1. Deskripsi megaskopis contoh sedimen
2. Data analisis besar butir sedimen
3. Perian megaskopis contoh sedimen bor inti
Lampiran 2: 1. Data pengamatan pasang-surut Muara Kakap
2. Hasil perhitungan besara-besaran konstanta pasang surut
Lampiran 3: 1. Data analisis identifikasi gas
2. Data analisis karbon organik total
3. Data analisis polen
4. Data analisis bakteri metanogenik
5. Data analisis radiocarbon dating C14
6. Data analisis unsur utama
7. Data analisis jenis mineral lempung
8. Data analisis unsur tanah jarang
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
VIII
9. DAFTAR PERSONAL
9. Data analisis logam berat
Lampiran 4:
1a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Sepuk Laut
1b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Sepuk Laut
2a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Nyamuk
2b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Nyamuk
3a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P.Tanjung Saleh
3b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P.Tanjung Saleh
4a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Sepuk Prupuk
4b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Sepuk Prupuk
5a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Sepuk Keladi
5b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Sepuk Keladi
Lampiran Foto: 1. Foto karakteristik pantai Delta Kapuas
2. Foto indikasi gas biogenik
3. Foto lokasi pengambilan contoh gas biogenik
4. Foto peralatan survei lapangan
5. Foto pollen dan spora pada contoh sedimen
6. Foto bakteri metanogenik pada contoh sedimen
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
IX
10. DAFTAR PERSONAL
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Peta lokasi daerah penyelidikan
2
Peta geologi wilayah pesisir daerah penyelidikan
14
3
Garis sebaran arus dan ekipotensial
25
4
Konfigurasi Schlumberger
25
5
Bidang ekiptensial yang terukur pada sepasang elektroda potensial
26
6
Resistivitas semu variasi ketebalan dan resistivitas batuan
28
7
Prinsip dasar penelitian geolistrik
28
8
Konfigurasi elektroda arus dan potensial
29
9
Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 1
29
10
Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 2
30
11
Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 3
30
12
Perancangan system akuisisi survey 3d metoda geolistrik
31
13
Model lintasan di lapangan
32
14
Peta sebaran tekstur sedimen
36
15
Peta Karakteristik pantai
45
16
Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap
46
17
Tinggi LWS terhadap rambu pasut
48
18
Pola arus permukaan saat air laut pasang dan surut
51
19
Peta lintasan pemeruman dan seismic
52
20
Peta batimetri
53
21
Peta isopach
56
22
Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P1 dan P4
57
23
Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P2
58
24
Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P3
58
25
Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P5
59
26
Diagram polen pada sedimen inti bor MKB-2
68
27
Diagram polen pada sedimen inti bor MKB-3
71
28
Diagram polen pada sedimen inti bor MKB-4
74
29
Peta indikasi prospek gas biogenik
96
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
5
X
11. DAFTAR PERSONAL
DAFTAR TABEL
Halaman
26
1.
Persentase arus total berdasarkan radius sebaran
2.
Data analisis besar butir sedimen permukaan dasar laut
35
3.
Data analisis besar butir sedimen bawah permukaan bor MKB3
40
4.
Data analisis besar butir sedimen bawah permukaan bor MKB4
41
5.
Konstanta harmonik pasang-surut Muara Kakap
47
6.
Data analisis mineral lempung (XRD) pada contoh sedimen
83
7.
Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Laut
86
8.
Data lintasan geolistrik di P. Nyamuk
87
9.
Data lintasan geolistrik di P. Tanjung Saleh
88
10. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Prupuk
89
11. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Keladi
90
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
XI
12. DAFTAR PERSONAL
DAFTAR PERSONAL
PELAKSANA KEGIATAN LAPANGAN DAN LAPORAN
1.
Ir. Yudi Darlan, M.Sc.
2.
Ir. Udaya Kamiludin
3.
Ir. Hananto Kurnio, M.Sc.
4.
Ir. Riza Rahardiawan, M.Sc.
5.
Juniar P. Hutagaol, M.Sc.
6.
Ir. Andi H. Sianipar
7.
Adi Citrawan Sinaga, ST
8.
Sunartono
9.
Sangat
10. Drs. Didik Zaenasshodikin Hans
11. Supriatna
12. Mira Yosi, S.Si.
13. Ir. K. Hardjawidjaksana, M.Sc.
14. Basuki Sugiarto
15. Agus Setyanto, ST
16. Undang Hermawan, ST
17. Prijantono Astjario, M.Sc.
18. Ir. Ediar Usman, M.Sc.
19. Ir. I Wayan Lugra
20. Ir. Purnomo Raharjo
21. Ir. I Nyoman Astawa
22. Masagus Achmad, ST
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
XII
13. PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
U
saha Pemerintah melakukan pencarian
sumber-sumber energi baru bertujuan
untuk dapat menjamin tersedianya energi
dalam jumlah cukup di setiap daerah,
kualitas baik dan harga yang wajar sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong
peningkatan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir dan laut Muara Kakap
dan sekitarnya mempunyai keragaman yang sangat tinggi baik jenis
maupun
potensinya.
Potensi-potensi
tersebut
antara
lain
potensi
perikanan tangkap, potensi ekosistem pesisir, potensi wisata, dan potensi
industri maritime. Potensi perikanan tangkap masih merupakan andalan
utama bagi sektor usaha masyarakat pesisir daerah ini. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan sekitar 80%
pasokan ikan ke kota Pontianak dan sekitarnya berasal dari perikanan
tangkap Muara Kakap. Potensi perikanan tambak mulai dilirik meskipun
belum memberikan hasil yang menggembirakan. Pembukaan lahan
tambak yang disusul dengan penebangan hutan mangrove sering
menimbulkan konflik.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi bahan bakar minyak
dunia, maka dampaknya sangat terasa bagi masyarakat pesisir Muara
Kakap dan sekitarnya, karena lebih dari 90% sektor usaha masyarakat ini
berasal dari perikanan tangkap. Masyarakat dengan modal cukup masih
bertahan dalam usaha ini. Kebutuhan energi BBM untuk keperluan
penerangan umum mulai dibatasi. Untuk keperluan rumah tangga
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
1
14. PENDAHULUAN
sebagian besar beralih ke cara lama menggunakan bahan bakar kayu,
pohon kelapa, dan pohon mangrove.
Perhatian pemerintah pusat untuk membantu masyarakat Muara
Kakap dan sekitarnya dalam upaya penyediaan kebutuhan energi adalah
dengan menyediakan dana kompensasi BBM serta melakukan pencarian
sumber-sumber energi baru dan energi alternativ. Usaha pencarian
sumber-sumber energi baru dlakukan secara bertahap mulai dari
penyelidikan
pendahuluan
hingga
pendistribusian,
sehingga
usaha
pemerintah benar-benar akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
setempat.
1.2
Maksud dan tujuan
Maksud eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan muara
Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat adalah untuk menginventarisasi
sumberdaya energi gas biogenik di sekitar wilayah survey.
Untuk mengetahui secara umum eksplorasi gas biogenik ini maka
dipandang
perlu
dilakukannya
penyelidikan
untuk
menghimpun,
mengkompilasi dan menganalisis data dengan berbagi tujuan seperti:
Mengetahui lebih rinci lokasi yang memperlihatkan keberadaan
gas biogenik / gas dangkal.
Mengetahui lapisan sedimen sebagai media keberadaan gas.
Mengetahui lingkungan dan komposisi gas biogenik
Mengetahui daerah prospek sumber gas biogenik
1.3
Sasaran Strategis
Sasaran strategis yang akan didapat dari eksplorasi prospektif gas
biogenik kelautan perairan muara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat
adalah sebagai berikut:
Teridentifikasi tipologi dan perwatakan lingkungan kawasan yang
terdapat potensi gas biogenik.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
2
15. PENDAHULUAN
Teridentifikasi jenis dan lapisan sedimen, dan komposisi gas
biogenik
Teridentifikasi daerah-daerah prospek gas biogenik
1.4
Ruang Lingkup dan Daerah Kegiatan
Ruang lingkup eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan
muara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat terdiri atas:
Kajian pustaka
Kegiatan lapangan :
• Pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut dan
pantai, dan contoh air.
• Survei pemeruman dan seismik
• Survei geolistrik pantai
• Pengamatan pasang surut
• Pemetaan karakteristik pantai
• Pengukuran arus laut/sungai
• Survei geologi teknik pemboran gas biogenik
Analisis laboratorium : GC (Gas Chromatograph), analisis pollen,
analisis bakteri metanogenik, analisis XRF, analisis XRD, analisis
REE, analisis logam berat, analisis Total Organic Carbon (TOC),
dan analisis C14.
Penyusunan laporan melingkupi inventarisasi, kompilasi dan
interpretasi prospektif gasbiogenik daerah penyelidikan.
Daerah kajian adalah wilayah perairan pesisir Delta Kapuas secara
administrasi masuk Kabupaten Kapuas, Propinsi Kalimantan barat secara
geografis terletak 0º 00’ - 0º 25‘ 00” Lintang Selatan dan 108º 55’ 00” 109º 15’ 00” Bujur Timur. Secara geografis terletak pada posisi 100o01’ 100o47’ BT dan 0o29’ - 1o50’ LS (Gb.1).
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
3
16. PENDAHULUAN
1.5
Hasil yang diharapkan
Dari data analisis geokimia akan memberikan gambaran umum
informasi tentang indikasi sumberdaya gas biogenik antara lain sebagai
berikut:
•
Jenis gas biogenik yang terdapat di daerah penyelidikan
•
Pola umum keterdapatan gas biogenik
•
Potensi sumberdaya gas biogenik
Dari data seismik, bor, analisis biologi dan kimia maka informasi
yang akan diperoleh yaitu:
•
Sebaran dan jenis sedimen yang diduga sebagai media gas
biogenik
•
Lingkungan, kecepatan sedimentasi dan umur pembentukan
gas
Luaran penyelidikan sumberdaya biogenik gas di Muara kakap dan
sekitarnya, Kalimantan Barat berdasarkan data lapangan kesuluruhan,
maka diharapkan dapat memberikan infromasi potensi dan evaluasi
lingkungan dan sumber daya gas biogenik untuk
dijadikan sebagai
pedoman teknis didalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
gas biogenik sebagai energi alternativ yang berwawasan lingkungan dan
mudah di sosialisasikan dengan masyarakat setempat.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
4
18. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
2.1 Studi Pustaka
B
1
2
3
P
enelitian-penelitian baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah
atau swasta sebelumnya telah ada di
kawasan
4
5
6
perairan
Muara
Kakap
dan
sekitarnya. Informasi terakhir di daerah ini
ada kegiatan survey migas yang dikerjakan oleh pihak swasta.
Sanyoto drr (1993) telah memetakan keadaan geologi kawasan
perairan Muara Kakap dan sekitarnya. Sedimen yang tersebar luas di
kawasan Muara Kakap berupa endapan hasil rombakan dari batuan yang
berumur lebih tua (alufial). Endapan ini terdiri atas material lepas seperti
kerikil, pasir, lanau, lempung, dan endapan kepingan kayu dan gambut.
Tim Lembar Peta 1315 (2001) telah melakukan penyelidikan geologi
dan geofisika Kelautan di perairan Kalimantan Barat. Penyelidikan ini
memetakan kondisi sedimen permukaan dan kedalaman air laut (batimetri)
secara regional.
Kamiludin drr (2004) menyelidiki sumberdaya mineral emas letakan
(placer deposits)
pada sedimen permukaan dasar laut di periaran Delta
Kapuas. Hasil telitian mengungkapkan potensi sumberdaya mineral emas
dan mineral berharga lainnya di daerah ini.
Usaha masyarakat Pulau Sepuk Laut
dalan pencarian air tanah
dangkal (± 50m) beberapa tahun sebelumnya melalui pemboran mengalami
kegagalan. Dari lubang bor tersebut keluar semburan gas api setinggi 3m
untuk beberapa saat lamanya. Kejadian ini menjadi trauma bagi masyarakat
setempat yang berkaitan dengan penelitian gas.
Alasan yang dikemukakan masyarakat kepada Tim Muara Kakap
(2005) antara lain pertama kekhawatiran terjadi kebakaran, jika gas diambil
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
6
19. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
akan terjadi amblesan tanah-tanah hunian dan ladang masyarakat bahkan
pulau, pencemaran terhadap perairan yang akan mengurangi produk
perikanan, terakhir khawatir gas di bawa ke luar daerah sehingga
masyarakat setempat tidak menikmati.
2.2 Iklim dan tumbuh-tumbuhan
Pontianak dan sekitarnya beriklim musim hujan sedikit pengaruh
angin musim. Batas periode musim hujan dan kemarau tidak jelas.
Bulan Mei sampai dengan Oktober umumnya lebih kering (terutama
Agustus)
dibandingkan
periode
November-April
dalam
setiap
tahunnya. Rata-ata curah hujan di Potnianak dan sekitarnya berkisar
antara 3.000 dan 3.500 mm. Temeperatur pada muka air berkisar
antara 33°C d s n 21°C.
Dataran aluvium dan pasang surut delta S. Kapuas di sebagian
besar sebagai hutan rawa, dan sedikit tumbuhan kayu, padang rumput
dan semak belukar. Mangrove b an y ak tumbuh di sekitar pulau-pulau
Delta Kapuas.
2.3 Populasi
Populasi penduduk terpusat di Kota Pontianak dan sekitarnya.
Tempat lain yang banyak ditempati penduduk adalah lokasi
sepanjang S. Kapuas dan cabang-cabang utamanya separti sungai
Kakap. Di pedalaman, jauh dari S. Kapuas penduduk aslinya adalah
suku Dayak; sedangkan di dekat atau di sepanjang S. Kapuas terdiri
dari suku Melayu dan suku Dayak dan hanya sedikit suku Bugis, Jawa,
dan Cina. Di Pontianak populasi suku-suku tersebut bercampur dan
Cina lebih dari 30 persen.
Sebagian besar suku Dayak bertani dengan sistem pengolahan
berpindah-pindah dengan padi ladang dan jagung sebagai t an aman
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
7
20. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
u t a m a n y a . Menangkap ikan, berburu babi, merotan, menyadap karet
dan beternak sapi adalah kegiatan sampingan suku Dayak. Suku
Melayu, Cina dan suku-suku pendatang lainnya sebagai pedagang,
nelayan, bercocok tanam sawah dan penjual hasil kebun (seperti
buah-buahan,
sayuran
dan
merica)..
Perkebunan kelapa
juga
terdapat di sekitar dan selatan Pontianak. Industri-industri utama di
Pontianak adalah berkaitan dengan pengolahan kayu dan karet. Agama
yang dianuk sbegaian besar suku Dayak adalah animisme. Suku Melayu dan pendatang lainnya beragama Islam. Suku keturunan Cina umumnya masih
menganut kepercayaan leluhurnya walaupun yang berpindah keagama
lain hari demi hari kian bertambah.
2.4 Sarana Angkutan
Pontianak adalah pintu gerbang bagi daerah Kalimantan Barat dan
sebagai pusat perdagangan dan industri.
Bandar udara dengan
standar jet terletak 15 km selatan-tenggara dari pusat kota dan
setiap hari didarati pesawat dari Jakarta. Pelabuhan laut dapat
menerima kapal laut berukuran sampai 5000 dwt. Jaringan jalan di
Pontianak dan sekitarnya umumnya telah beraspal. Di tempat lain di
daerah pinggiran umumnya belum beraspal.
Sarana angkutan di daerah sepanjang pantai, rawa-rawa dan
sungai utama serta antar pulau sebagian menggunakan kapal
motor dan perahu. Untuk daerah Sungai Kapuas yang merupakan jalur
tradisional perahu motor masih diperlukan untuk mencapai daerahdaerah pedalaman di Kalimantan Barat.
2.5 Geologi Regional
Proses yang terjadi di Delta Kapuas sangat berkaitan dengan keadaan
geologi regional daerah setempat. Sedimen dan morfologi
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
Delta Kapuas
8
21. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
sekarang merupakan kelanjutan proses pembentukan sebelumnya. Tatanan
geologi regeional daerah stempat
(Sanyoto drr, 1993 ) (Gb.2) sebagai
berikut:
A.
FISIOGRAFI
Sebagian besar barat Pontianak terdiri atas rawa-rawa sungai
dan dataran pasang-surut. Di bagian timur Kalimantan Barat terdiri
atas bukit-bukit yang membentuk kaki bukit timur dan tenggara
Pegunungan Schwaner
Dataran aluvial
dan pasang surut.
Sungai
Kapuas
mulai
bercabang membentuk suatu sistem komplek mendaun di atas
dataran aluvial dan pasang surut sebagai delta. Dataran lumpur
bakau berkembang baik di muara S. Kapuas. Di bagian tengah dan
hulu delta, saluran utama S. Kapuas mengikuti bentuk meander yang
disayapi oleh komplek scroll dan ox-bow lake. Komplek scroll berkembang ke arah hilir Di bagian hilir laju arus sungai berkurang sejalan
dengan berkurangnya gradien sungai. Proses ini berlanjut dengan
terbentuknya meander dan gosong- gosong pasir.
Inselbergs. adalah bukit di dataran aluvial atau pasang surut yang
seragam. seperti Pegunungan Batuwangking, Ambarang dan Kubu
dengan puncak tertingginya kira-kira 400 m. Bukit-bukit kecil lainnya
(kurang dari 300 m) terdapat pada ujung Selat Padangtikar dan di
sekitar Teluk Nuri.
B.
STRATIGRAFI
Sebagian besar dataran aluvial delta Kapuas dan dataran pasang
surut dialasi oleh batuan granit, g u n u n g a p i d a n terobosan mafik.
Batuan-batuan tersebut adalah hasil busur magmatis pada jaman
Kapur, dan sekarang merupakan bagian dari Batolit Schwaner yang
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
9
22. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
membentang dari Kalimantan Tengah ke barat-laut Kalimantan Barat
sepanjang kira-kira 600 km. Kebanyakan "inselberg" yang mun-cul di
dataran Kapuas disusun oleh granit. Busur magmatis ini membentang
ke barat sampai L. Cina Selatan dan menyambung dengan gunungapi
dan granit di SINGKAWANG yang berumur Kapur. Batuan-batuan busur
magmatis ini telah diterobos dan menutupi batuan alas malihan.
Sekarang sisanya hanya sedikit yang tersingkap berbentuk seperti
atap, tabir atau layar. Batuan-batuan tersebut di utara di tutupi
oleh batuan-batuan sedimen Tersier dari Cekungan Melawi. Setempat
di selatan diterobos oleh sumbat-sumbat dan stock yang berkomposisi
felsik sampai menengah.
Cekungan Melawi terdiri atas For-masi Tebidah (Tot) dan Batupasir
Sekayam (Tos) berumur Oilgosen Awal. Stock, sumbat-sumbat dan
terobosan-terobosan kecil berupa lajur mempunyai lebar 150 km
dan panjang sekitar 800 km. Lajur ini membentang dari Kalimantan
Barat hingga Timur.
Endapan aluvial, pasangsurut, danau dan rawa (Qa) menutupi
dataran aluvial dan pasang-surut di bagian barat, lembah S. Kapuas
dan lembah-lembah sungai besar lainnya.
2.6 Gas Biogenik
Gas biogenik didefinisikan sebagai gas yang terbentuk pada lapisan
sedimen dangkal, temperatur dan tekanan rendah oleh bakteri anaerobik
yang mengubah komposisi sedimen organik menjadi sebagian besar gas
methane, CH4 (www.geochem.com). Gas biogenik di beberepa negara seperti
Cina, Korea dan Vietnam digunakan untuk industri kecil, penerangan dan
keperluan rumah tangga.
Berdasarkan keterdapatan dan prosesnya gas metan dikenal sebagai
gas coal base methane (CBM), gas termogenik, dan gas hidrat. CBM dapat
terbentuk akibat aktivitas bakteri matanogenik atau proses termal sebagai
gas termogenik. Gas termogenik terbentuk pada lapisan dalam, tekanan
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
10
23. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
dan temperratur tinggi akibat proses kimia organik dalam kurun waktu
pembentukan cukup lama (waktu geologi). Gas hydrates umumnya berupa
methane biogenik yang terdapat di daerah temperatur sangat rendah
seperti tepi benua dan kutub.
Ada dua komponen utama didalam pembentukan gas metan biogenik
yaitu pertama material organik (moluska, tumbuh-tumbuhan) dan bakteri
metanogenik sebagai katalisator. Gas metan biogenik akan terbentuk
jika
tersedianyan material organik yang cukup dan berada dalam lingkungan
anaerobik (tidak ada oksigen) sehingga terjadi proses kimiawi reduksi. Unsur
karbon (C+4) yang terlepas dari material organik dan hydrogen (H-) yang
berasal dari material organik, air tawar (H20) maka akan menghasilkan gas
metan (CH4) akibat aktivitas bakteri anaerobik,. Bakteri anaerobic tersebut
sebagai katalisator. Gas yang dihasilkan ini dikenal sebagai gas metan
biogenik. Oleh karena itu kondisi lingkungan pembentukan gas biogenik
menjadi sangat penting di antaranya:
o Lingkungan harus bebar-benar bebas oksigen artinya bakteri
anaerobik akan mati dalam lingkungan yang mengandung oksigen
jenuh.
o Lingkungan kondisi air tawar atau payau yang bebas dari konsentrasi
sulfat agar tidak terjadi proses kimiawi oksidasi.
o Lingkungan dengan temperatur yang sesuai untuk bakteri anaerobic
hidup. Oleh sebab itu pada lapisan yang lebih dalam gas metan
biogenik tidak akan terbentuk dimana pada lingkungan ini tekanan
meningkat yang menghasilkan temperatur tinggi. Pada kondisi
tersebut terjadi perubahaan komposisi organik akibat proses kimiafisika.
o Media atau sedimen dengan porositas yang cukup merupakan salah
satu lingkungan yang diperlukan oleh bakteri anaerobic untuk bisa
bebas berkembang
seperti lanau atau pasir halus. Pada sedimen
berupa lempung yang sangat padu dan lengeket (stiffy clay) bakteri ini
kemungkinan kecil sekali untuk berkembang.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
11
24. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
2.7. Kajian Masalah
Sebagaimana yang diungkapkan di dalam studi pustaka di atas, proses
geologi menentukan pembentukan Delta Kapuas dan disusul dengan
terbentuknya sumber-sumber gas biogenik di daerah ini. Sesuai dengan
tema penyelidikan yaitu mengenai eksplorasi prospektif gas biogenik
kelautan perairan Muara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat maka
pendekatan kajian masalah adalah menganalisis beberapa data sekunder
dan pendekatan metoda penyelidikan untuk mengetahui sumber gas
biogenik. Pendekatan kajian masalah yang digunakan di antaranya:
Mengidentifikasi dan mengevaluasi indikasi sumber gas biogenik
di daerah penyelidikan. Data yang gigunakan meliputi kondisi
geologi regional setempat, data bor air milik masyarakat yang
mengeluarkan gas, dan kondisi lingkungan yang mengindikasikan
adanya sumber gas biogenik di daerah ini.
Mengidentifikasi dan mengevaluasi sedimen permukaan dan
bawah permukaan yang diduga dapat memperlihatkan indikasi
sumber gas biogenik di kawasan perairan daerah penyelidikan.
Data yang digunakan meliputi sebaran sedimen permukaan dan
rekaman seismik.
Mengidentifikasi dan mengevaluasi konfigurasi lapisan bawah
permukaan
di
kawasan
pulau-pulau
delta
Kapuas
yang
mengindikasikan adanya sumber gas biogenik. Data yang
digunakan adalah penampang dua dimensi geolistrik dan data bor
gas biogenik
Menentukan daerah prospek gas biogenik di daerah penyelidikan
berdasarkan interpretasi data penyelidikan dan data sekunder.
Pendekatan kajian masalah ini disajikan sebatas aspek sientifik dan
aplikasi dan masih bersifat penyelidikan pendahuluan. Faktor prioritas yang
akan digunakan oleh pengelola (user) didalam pemanfaatan data potensi
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
12
25. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
sumber gas biogenik di kawasan Muara Kakap dan sekitarnya mungkin
berbeda, sehingga keluarannyapun akan lain. Oleh karena itu perlu dikaji
dan diselidikai lebih rinci dan terpadu.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
13
26. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
6
27. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
BAB III
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
B
ab ini menjelaskan metoda
dan
peralatan
yang
gunakan pada eksplorasi
dipros-
pektif gas biogenik kelautan perairan Muarara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat yang sesuai dengan
kajian permasalahan agar didapat informasi yang diharapkan. Metoda yang
digunakan terdiri atas penyelidikan geologi dan geofisika kelautan, oseanografi
fisika, navigasi, analisis laboratorium dan proses data.
3.1 Metoda
A.
Geologi
Metoda geologi meliputi pengambilan contoh sedimen dan air,
pemboran, pemetaan karakteristik pantai, dan pemetaan perubahan garis
pantai
Pengambilan
contoh
sedimen
permukaan
adalah
untuk
mengetahui sebaran tekstur sedimen permukaan dasar laut secara lateral.
Sedimen permukaan dasar laut diambil di wilayah pesisir dan sungai
perairan Muara Kakap dengan jarak lokasi contoh satu sama lainnya antara
100 m dan 500m.
Pengambilan contoh air permukaan adalah untuk mengetahui
kandungan logam berat dan temparatur permukaan air laut yang ada
hubungannya dengan kondisi lingkungan di kawasan perairan Muara Kakap
dan sekitarnya.
Sebanyak 6 contoh air diambil dari laut dan sungai.
3 contoh diambil dari lubang bor.
Pemboran gas biogenik dimaksudkan untuk mengetahui perubahan
dan susunan sedimen secara tegak (vertikal) yang menyusun kawasan
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
15
28. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
pesisir daerah penyelidikan, serta untuk mengetahui indikasi sumber gas
biogenik. Tiga titik bor berada wilayah daratan pesisir dan satu lagi di laut
pada kedalaman air pasang 3 m di atas bagan (platform). Metoda yang
digunakan adalah bor inti (coring) dan inti utuh (undisturbed coring) untuk
gas.
Pemetaan karakteristik pantai
gambaran
digunakan untuk memberikan
umum proses yang sedang terjadi di kawasan pesisir Muara
Kakap dan sekitarnya. Metoda ini meliputi pengamatan sedimen pantai,
morfologi, dan karakteristik garis pantai berdasarkan
metoda Dollan
(1975) di antaranya pemetaan daerah erosi dan sedimentasi, daerah
hunian, bangunan pantai seperti tanggul pantai, groin, dan dermaga, serrta
daerah pertambakan.
B.
Geofisika
Metoda geofisika meliputi seismik pantul dangkal dan pemeruman, dan
geolistrik.
Seismik Pantul Dangkal adalah untuk mengetahui konfigurasi dan
runtunan perlapisan sedimen bawah permukaan dasar laut. Cara kerjanya
menggunakan Hukum Snellius yaitu pantulan dari lapisan sedimen yang
berasal dari bunyi yang dipancarkan (boomer) pada frekuensi tertentu dan
diterima oleh rangkaian hidrofon.
Pemeruman digunakan untuk mengetahui kedalaman dan profil
dasar laut. Prinsip kerjanya sama dengan seismik hanya frekuensi suara
yang digunakan berbeda sebatas sampai permukaan dasar laut. Data perum
ini terekam secara menerus (continues) dalam kertas rekam pada lintasanlintasan yang telah ditentukan. Dengan menggunakan koreksi data pasangsurut seterusnya didapat peta batimetri berdasarkan muka air rata-rata.
Geolistrik digunakan di daerah pulau-pulau pada kawasan Muara
Kakap untuk membantu dalam mengungkap indikasi sumber gas biogenik
yang berada di bawah permukaan. Metoda ini dijelaskan pada kajian
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
16
29. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
khusus.
C.
Oseanografi fisika
Metoda oseanografi fisika meliputi pengamatan pasang surut, dan
pengukuran arus
Pasang surut, perubahan (amplitudo) permukaan air laut setiap saat
di suatu lokasi yang sama akan berbeda sebagai efek gaya tarik menarik
antara bumi, matahari dan bulan. Metoda pasang surut adalah suatu
metoda pemecahan masalah di atas yang digunakan untuk mendapatkan
koreksi kedudukan permukaan air laut. Pengamatan pasang surut di daerah
Muara Kakap dilakukaan setiap
1 (satu) jam pembacaan pada
kurun
waktu 15 hari (piantan). Data pasang-surut ini selain digunakan sebagai
koreksi batimetri, juga parameter dan tipe pasang surut dapat diketahui.
Pengukuran arus yaitu untuk mengetahui arah dan besar pola
umum arus laut. Pengukuran arus yang dilakukan di Muara kakap adalah
dilakukan dengan 1 (satu) metoda, yaitu: “Lagrangian”.
Metoda lagrangian yaitu metoda dengan mengikuti jejak (tacki) masa
air laut melalui benda yang diluncurkan berupa alat apung (floating drogue)
seperti botol apung, bola apung, kantong apung, dll. Arah dan kecepatan
arus melalui metoda ini dapat diketahui dengan mencatat posisi alat apung
yang diluncurkan pada interval waktu yag telah ditentukan.
D.
Navigasi
Penentuan posisi baik di laut atau darat sekarang ini umum digunakan
metoda elektronik GPS (Global Positioning System). Metoda GPS bekerja
berdasarkan kalibrasi kedudukan posisi satelit. Ketelitian metoda GPS ini
berbeda-beda tergantung metoda yang dipakai, GPS dan DGPS (Differential
Global Positioning System), serta jenis peralatan. Ketelitiannya mulai kurang
dari 1m hingga 10 m. Di kawasan Muara Kakap sistim naviagsi yang
digunakan adalah metoda GPS karena peta dasar yang digunakan berskala
1:50.000. Untuk ketelitian 10m dengan menggunakan metoda GPS masih
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
17
30. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
cukup akurat untuk sekala peta tersebut.
E.
Analisis lab
Analisis laboratorium meliputi analisis besar butir sedimen yang terdiri
atas metoda ayakan dan pipet, analisis kandungan gas alami menggunakan Gas
Chromatograph (GC), analisis Total Carbon (TC), analisis Polen (Palinologi), analisis
bakteri metanogenik, analisis C14 , analisis unsur utama (XRF), analisis jenis
mineral lempung (XRD), dan analisis logam berat.
Analisis ayakan dan pipet, pada dasarnya metoda ini sama yaitu
bekerja untuk memisahkan ukuran butir (kasar – halus) dari endapan
sedimen lepas (unconsolidated sediment). Cara kerjanya contoh sediment
tersebut diayak dengan ayakan yang mempunyai ukuran kasa (mesh)
tertentu dari yang halus hingga kasar. Metoda pipet digunakan untuk
sedimen berukuran butir sangat halus seperti lanau dan lempung. Metoda
ini bekerja berdasarkan “Hukum Stocks”, yaitu mengukur kecepatan
pengendapan (settling velocity) setiap partikel sedimen pada setiap waktu
yang ditentukan. Kecepatan pengendapan partikel sedimen berbanding
lurus dengan ukuran partikel sedimen tersebut.
Analisis
kandungan
gas
alami
menggunakan
peralatan
Gas
Chromatograph (GC). Contoh yang dianalisi adalah contoh sedimen dan gas dari data
bor. Setiap contoh sedimen ditambahkan air murni kemudian dimasukkan dalam
kantong plastik dan diikat agar tidak ada udara yang masuk. Selanjutnya contoh
tersebut dimasukkan dalam botol plasik dan direkat menggunakan lem plastik. Gas
yang keluar dari lubang bor dimasukkan dalam kantong plastik yang ada di dalam
tabung paralon hingga mengembang, kemudian diikat dan direkat. Terakhir tabung
paralonnya ditutup menggunakan penutup paralon dan direkat menggunakan lem PVC.
Contoh-contoh tersebut dimasukan dalam kotak contoh yang dijaga agak dingin
temperaturnya dengan menaburkan butiran es. Gas yang diukur terutama gas metana
dan gas lainnya bila terditeksi.
Analisis kandungan karbon organik total adalah untuk mengetahui jumlah
material organik yang terdapat dalam sedimen yang hubungannya dengan
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
18
31. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
pembentukkan hidrokarbon. Kandungan karbon lebih kecil dari 0.5% tidak berpotensi
untuk terbentuknya hidrokarbon, sebaliknya total karbon >2.0% sangat berpotensi.
Contoh yang dianalisis adalah sedimen yang berasal dari lubang bor. Setiap contoh
sedimen dicuci, dikeringkan, digerus, diahaluskan, ditimbang, dan dilarutkan kedalam
larutan asam klorida (HCL) untuk menghilangkan kandungan karbonatnya. Selanjtnya
dianlisis total karbonnya.
Analisis
Palinologi
adalah
untuk
mengetahui
lingkungan
pengendapan lapisan sedimen berdasarkan indikasi pollen tumbuhantumbuhan yang ada pada sedimen tersebut. Pada prinsipnya teknik
preparasi batuan untuk analisis palinologi yang dilakukan adalah merupakan
proses pemisahan
butiran polen dan spora dari subtansi lain. Preses
pemisahan tersebut dengan menggunakan zat kimia sebagai berikut : KOH,
HCl, ZnCl2, HF, asam asetat anhyidrid, asam asetat glacial , asam sulfat,
acetone, dan pewarna. Penyaringan: ambil sample seukuran 2x2cm,
kemudian dikupas bagian luarnya. Sebelum ditreatment dangan berbagai
macam zat kimia, sebaiknya sampe yang sudah dikupas kemudian direndam
semalam dengan aquadestillata. Setelah itu disaring, sehingga kotoran dan
batang ataupun sisa fosil lainnya bisa dihilangkan
terlebih dahulu.
Penghilangan asam Humat: asam humat adalah bahan organik yang
berasal dari ektrasi tanah dan subtansi tumbuhan yang hancur atau
membusuk. Bahan kimia yang dibutuhkan adalah Kalium Hidroksida (KOH)
10%. Tambahkan larutan KOH 10% sebanyak 2x volume residu. Kemudian
diamkan semalam. Setelah itu cuci dengan aquades sampai netral.
Tambahkan sekali lagi KOH 10% sekitar 10 ml, dan panaskan 10 menit
diatas waterbath. Tujuannya adalah untuk menghilangkan sisa asam humat
yang tertinggal. Kemudian dicuci lagi sampai netral. Penghilangan Unsur
Karbonat: bahan kimia yang digunakan adalah Asam Chlorida (HCl) 50%.
Tuangkan Asam Chlorida perlahan-lahan sebanyak 15ml dan aduk sampai
residu tercampur rata. Diamkan selama 2 jam. Setelah itu tambahkan
aquades dan dilakukan pencucian sampai netral. Pindahkan residu ke dalam
tabung centrifuge 50ml
Penghilangan Unsur Silika: bahan kimia yang
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
19
32. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
digunakan adalah HF 46% pekat. Tambahkan HF sebanyak 10ml kedalam
residu. Kemudian diamkan semalam, lalu cuci bersih dengan menggunakan
aquadest. Penghilangan Unsur Mineral Berat: bahan kimia yang
digunakan untuk memisahkan polen dan spora dari mineral berat adalah
ZnCl2 dengan BD 2.2. Tambahkan cairan ZnCl2 sebanyak volume residu
yang ada. Aduk dengan memakai hadmixer sampai homogen, kemudian dicentrifuge selama 30menit. Setelah dikeluarkan akan terlihat mineral berat
mengendendap dan cairan yang mungkin mengandung polen dibagian atas.
Tambahkan aseton sebanyak 10ml kedalam tabung tersebut. Kemudian
cairan tersebut dituangkan kedalam tabung centrifuge yang lain. Mineral
berat dapat dibuang jika tidak akan dianalis lebih lanjut. Cairan yang sudah
dipisahkan
dicuci
Penghilangan
sampai
Unsur
netral
Selulosa
dengan
menggunakan
(Prosedur
aquadest.
Asetolisis):
untuk
menghilangkan selulosa diperlukan campuran 9 bagian asam acetate
anhydrite (CH3COO)2O dengan 1 bagian asam sulfat (H2SO4). Campuran
ini harus dalam kondisi fresh, jadi hanya
dibuat ketika akan melakukan
proses reaksi Asetolisis. Pembuatan Asetolisis harus hati-hati karena mudah
meledak. Pertama 9 bagian asam acetate anhydride dituangkan kedalam
gelas ukur, kemudian tuangkan asam sulfat pekat dengan pipet dengan
menempelkan ujung pipet pada dinding gelas ukur. Hal ini untuk
menghindari reaksi yang terlalu cepat (diindikasi dengan warna kuning).
Campuran yang sudah jadi kemudian dituangkan pada residu sebanyak 5-10
ml,
dikocok
dan
ditutup
tidak
terlalu
rapat.
Panaskan
dalam
waterbathselama 30 menit. Sebelum dan sesudah proses acetolisis
ditambahkan asam asetat (CH3COOH) sebanyak 10ml. Kemudian dicuci
dengan menggunakan aquadest sampai bersih. Pewarnaan: pewarnaan
bertujuan untuk mempermudah membedakan bentuk polen / spora dari
material lain. Untuk pewarnaan bisa dipakai bermacam zat pewarna:
safranin merah, Bismarck kuning, fuchsin, netral merah, methyl hijau , dll.
Pada residu yang sudah dihilangkan kandungan unsur unsur kimianya dan
sudah dicuci bersih (air jangan dibuang) kedalamnya ditambahkan safranin
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
20
33. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
merah 2-3 tetes. Tutup dan kocok, kemudian panaskan dalam waterbath
selama 5 menit. Setelah itu didinginkan, disetimbangkan dengan aquadest,
di-mixer, di-cetrifuge selama 5 menit; 2000 rpm. Kemudian cuci sampai
bersih dengan menggunakan aquadest. Penempelan Conto diatas Slide:
untuk pemeriksaan polen dan spora, dilakukan pembuatan preparat dengan
meeteskan 20mikron keatas kaca preparat dan tambahkan glycerin jelly,
aduk kemudian tutup dengan cover glass. Panaskan diatas hot plate, sambil
ditekan pelan-pelan dengan tusuk gigi. Setelah siap, bersihkan pinggiran
kaca cover glass dan beri kutek disekeliling cover glass. Preparat siap untuk
diperiksa dibawah mikroskop.
Analisis bakteri metanogenik adalah untuk mengidentifikasi keberadaan
bakteri anaerob sebagai pembentuk gas metan pada contoh sedimen yang
mengandung gas. Contoh sedimen yang dianalisis adalah jenis lempung dan lanau
dari lubang bor yang ada indikasi gas metan. Analisis bakteri ini menghitung jumlah
populasi bakteri dalam contoh sedimen. Setiap contoh seberat kurang lebih 1 g
dilarutkan ke dalam air, dikocok hingga merata. Kemudian setiap 1 gram dari larutan
tersebut diencerkan lagi dan seterusnya. Kemudian sample tersebut dianalisis bakteri
dibawah mikroskop elektron.
Analisis C14, metoda ini digunakan untuk mengetahui umur
pengendapan sedimen yang diperkirakan sama dengan umur pembentukan
gas biogenik. Metoda ini menggunakan waktu paruh unsur C14 pada setiap
sedimen yang mempunyai umur relatif muda kurang dari 50.000 tahun.
Semua sampel dari lapangan sebelum dilakukan pencucian, terlebih dahulu
dipanaskan dalam oven + 80°C selama 3 jam..Setelah kering ditimbang
berat sampel yang akan dicuci, dimasukkan dalam Beaker Glass 500ml.,
ditambahkan aquadest sampai sampel terendam semuanya, dipanaskan
sampai mendidih selama 10 menit, kemudian disaring. (Pekerjaan ini
dilakukan tiga kali berturut-turut).. Hal yang sama dilakukan pekerjaan
diatas, tetapi larutan pencuci diganti dengan HCl 0,2N (dua kali berturutturut), kemudian larutan pencuci diganti lagi dengan larutan KOH 0,2N (tiga
kali berturut-turut).. Sampel kembali dicuci dengan aquadest sampai sampel
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
21
34. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
betul-betul netral, dengan memakai indikasi kertas lakmus, terakhir
dipanaskan di oven selama satu malam dengan temperatur 110°C, lalu
ditimbang. Sebagian sampel dianalisis lebih lanjut, sebagian disimpan dalam
botol plastik yang telah diberi etiket. Tahap pengerjaan yang dilakukan pada
prinsipnya adalah pemisahan karbon (C) dari sampel. Karbon dipisahkan
sebagai CO2 yang akan bereaksi dengan larutan amonium hidroksida.
Selanjutnya diendapkan sebagai CaCO3 dan kemudian diubah menjadi
SrCO3. Reduksi dilakukan dengan logam Mg terhadap SrCO3 pada
temperatur 800°C untuk membentuk SrC2. Reaksi antara H2O dengan SrC2
akan menghasilkan gas asetilena (C2H2) dan gas ini digunakan untuk
mengukur aktivitas
14
C dengan memakai detektor “Multi Anoda Anti
Coincidence”.
Analisis unsur utama (XRF) di daerah penyelidikan dilakukan pada
sedimen bawah permukaan dari lubang bor untuk mengetahui jenis dan
kandungan unsur utama pembentuk batuan yang dapat digunakan untuk
menentukan sumber sedimen daerah kajian.
Analisis mineral lempung (XRD)
dilakukan untuk mengetahui
jenis mineral lempung sejauh mana hubungannya terhadap gas biogenik.
Preparasi sampel untuk pengujian analisis XRD adalah sistem preparasi
bubuk (powder). Ada dua cara preparasi contoh sedimen yaitu sisten
orientasi dan sistem bubuk. Preparasi dengan sistem orientasi dilakukan
dengan mengambil contoh sedimen kering dicampur dengan air, diaduk
dengan centrifugal, kemudian diendapkan selama kurang lebih 24 jam.
Bagian teratasendapan contoh sedimen tersebut kemudian diambil dan
diletakkan pada kaca preparat yang agak dimiringkan, dan terakhir sampel
dikeringkan dalam udara normal. Untuk contoh sedimen dengan
kondisi
basah, sampel harus dikeringkan terlebih dahulu dengan oven suhu rendah
selama ±24 jam. Sampel tersebut kemudian dihaluskan hingga berupa
bubuk. Kedua preparasi tersebut mempunyai keunggulan masing-masing.
Preparasi dengan sistem orientasi pada dasarnya cukup baik, akan tetapi
pada saat pengambilan data, sampelnya statis (tidak terputar). Preparasi
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
22
35. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
dengan sistem bubuk, pada dasarnya masih menyisakan mineral-mineral
primer, seperti kuarsa yang mengganggu pick, terutama untuk studi mineral
lempung. Namun demikian, preparasi sistem bubuk ini mempunyai
keunggulan, yaitu tempat sampel (sample holder) yang ada di peralatan
utama dengan keadaan terputar pada saat perekaman data. Dengan
demikian, bidang identifikasi mineralnya tentu lebih luas jika dibandingkan
dengan metode sampel statis.
Analisis logam berat
di daerah penyelidikan dilakukan pada
beberapa contoh sedimen dari lubang bor dan air permukaan laut, sungai
dan lubang bor untuk mengetahui jenis dan kandungan logam berat.
Analisis ini untuk mengetahui kondisi lingkungan kawasan Muara Kakap.
F.
Metoda khusus geolistrik
Metoda geolistrik multi channel adalah untuk mengungkap struktur
dan pelapisan batuan berdasarkan sifat fisis resistivitas batuan bawah
permukaan yang berkorelasi dengan jenis batuan bawah permukaan bumi.
Nilai resistivitas batuan dan variasinya secara vertikal dan horisontal dapat
diukur dengan metoda geolistrik
baik dengan konfigurasi Schlumberger.
Wienner, ataupunpun Dipole-dipole untuk metoda DC-Resistivitas. Dalam
metoda DC-Resistivitas target kedalaman dari pengukuran diatur dengan
panjang bentangan arus dan bentangan voltage yang di injeksikan ke bumi.
Dengan mengukur nilai voltage dan arus dan parameter yang dihitung dari
jarak elektroda arus dan voltage selanjutnya dapat dilakukan perhitungan
nilai resistivitas semu. Setelah diperoleh nilai resistivitas semu nilai
kedalaman dan resistivitas dari batuan
yang merepresentasikan variasi
reisitivitas batuan secara vertikal atau variasi resistivitas secara horisontal
pada titik ukur tersebut dapat ditentukan baik metoda konvensional (Kurva
Matching) maupun dengan pemodelan kedepan dan kebelakang (Forward
dan Invers Modelling). Dalam penelitian ini konfigurasi pengukuran data
(data acquisition) yang akan dipakai adalah sounding dan mapping.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
23
36. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
Keberadaan fluida (khususnya gas dan air) dalam batuan ini sangat
bergantung pada porositas dari batuan atau rekahan pada batuan, dan
batuan penyangga (bedrock), dimana dengan diketahui nilai resistivitas
batuan ini
jenis batuan, besar porositas dan kedalaman permukaan air
tanah dapat ditentukan. Aliran arus listrik didalam batuan/mineral dapat
digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi
secara elektrolitik, konduksi secara dielektrik. Konduksi secara elektronik
terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus
listrik
dialirkan kedalam batuan/mineral tersebut oleh elektron-elektron
bebas itu. Konduksi secara elektrolitik terjadi jika batuan/mineral bersifat
porous dan rekahan tersebut diisi oleh fluida elektrolitik, sehingga arus
listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit
Metoda Geolistrik: pendekatan paling sederhana untuk kajian teori
dari pengukuran resistivitas bumi pertama kali adalah mempertimbangkan
bahwa bumi ini benar-benar homogen isotropis. Hubungan antara
resistivitas dan struktur geologi adalah penting dan merupakan variable
juga. Resistivitas ini berubah secara perlahan akibat formasi yang ada
seperti variasi salinitas dari air pengisi pori batuan. Kebanyakan batuan
menghantarkan arus listrik diakibatkan hanya oleh air atau fluida pengisi
pori
dan
rekahan-rekahan
pada
batuan tersebut. Sedangkan jenis
batuannya itu sendiri kurang signifikan pengaruhnya. Dalam pengukuran
metoda resistivitas,
besaran-besaran yang dapat diukur
adalah beda
potensial diantara dua titik dan kuat arus listrik (I) yang diterapkan. Bentuk
penjalaran arus dan permukaan ekipotensialnya seperti pada gambar 3.
Sedangkan kuat medan selalu dirata-ratakan sama dengan beda potensial
diantara dua titik (V) dibagi dengan jarak kedua titik (r) tersebut
(selanjutnya dikenal sebagai faktor konfigurasi). Rangkaian pengukuran
resistivitas ini seperti pada gambar 4.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
24
37. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
Gb. 3 Garis sebaran arus dan ekipotensial,(www.mine.edu)
Gb. 4. Konfigurasi Schlumberger ,(www.mine.edu)
Persamaan dasar yang digunakan adalam metoda ini dalah
persamaan yang diturunkan dari hukum Ohm dan hukum Gauss, dan
dengan permukaan ekipotensial berbentuk hemisfir dan aliran arus listrik
secara radial (asumsi homogen isotropis) :
V=
Iρ
2πr
(1)
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
25
38. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
Besaran resistivitas ρ, merupakan besaran dari batuan yang diuji.
Adapaun ditribusi potensial
pada berbagai jarak dari elektroda arus
digambarkan pada gambar 5.
Gb.5 Bidang Ekipotensial yang terukur pada sepasang
elektroda potensial. ,(www.mine.edu)
Penembusan dari arus listrik yang mengalir ini ditentukan oleh jarak
elektrodanya, sehingga kedalaman penembusan bisa diatur dari jarak
bentangan. Pada table 1 di bawah ini proporsi dari enam lintasan seperti
pada gambar 1.
Tabel 1. Persentase arus total berdasarkan radius sebaran
Lintasan Arus % dari Total Arus
1
17
2
32
3
43
4
49
5
51
6
57
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
26
39. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
Lintasan-lintasan arus dari 1 sampai 6 yang mulai dari atas sampai ke
lintasan terbawah persentase dari hasil perhitungan dan grafik aliran arus,
tercatat hampir 50 % dari arus yang masuk ke bumi mengalir melalui
batuan pada kedalaman lebih rendah atau sama dengan jarak elektroda
aruis. Dengan memasukkan parameter lapangan seperti jarak antara
elektroda arus dan potensial rumusan pada persamaan (1) dapat berubah,
sebagai contoh untuk konfigurasi Schlumberger jarak antara elektroda arus
adalah n kali jarak elektroda potensial sehingga resistivitas yang terukur
dirumuskan sebagai berikut:
(2
Dalam survey dilapangan dikenal ada beberapa konfigurasi yang sering
digunakan yang tujuan untuk mapping (pemetaan) dan/atau sounding
(pemetaan secara vertical). Konfigurasi-konfigurasi itu adalah Schlumberger,
Wenner, Dipole-dipole, Bristow, dan Mise ala Masse. Adapun pemilihan
konfigurasi ini disesuaikan dengan tujuan survey, seperti untuk eksplorasi
geothermal, eksplorasi air tanah, eksplorasi di aluviasl, eksplorasi mineral,
geologi teknik, dan pengkajian lingkungan.
Bentuk respon berupa resistivitas semu , ρa, dari hasil pengukuran
potensial dari arus yang diinjeksikan pada medium untuk berbagai
bentangan seperti digambarkan pada gambar 6. Gambar tersebut
menunjukkan respon untuk struktur dua lapis ( Tebal lapisan atas 5 meter
dengan resistivitas 500 Ohm dan lapisan bawahnya tebal 15 meter dengan
resistivitas 250 meter) dalam halfspace .
Metoda ini lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya
dangkal, dan jarang memberikan informasi lapisan pada kedalaman lebih
dari 1000 feet. Oleh karena itu metoda ini jarang digunakan untuk
eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang engineering
geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air,
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
27
40. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
juga digunakan dalam eksplorasi geothermal
(1),(2)
.
Gb.6 Resistivitas semu variasi ketebalan dan resistivitas
batuan. ,(www.mine.edu)
Berdasarkan kepada letak (konfigurasi) elektroda-elektroda potensial
dan elektroda-elektroda arus (Gb.7) dikenal beberapa jenis metoda
resistivitas tahanan jenis, antara lain :Metoda Schlumberger,Metoda
Wienner, Metoda Dipole Sounding
Transmiter
Receiver
Surface
Gambar 1. Prinsip Dasar Penelitian Geolistrik
Gambar 2.5. Prinsip Dasar Penelitian Geolistrik
Gb. 7 Prinsip dasar penelitian geolistrik
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
28
41. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
Teknik pengukuran DC – Resistivity yang digunakan di lapangan
adalah konfigurasi Schlumberger. Posisi elektroda arus dan potensial untuk
konfigurasi ini seperti pada gambar 8.
I
V
A
M
N
B
Gb.8 Konfigurasi elektroda arus dan potensial.
Terdapat
beberapa
cara
perhitungan
faktor
geometris
untuk
konfigurasi ini, yaitu:
Cara 1 (Gb.9) :
a
A
M
0
p
N
B
p
Gb.9 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 1.
K=
1
2
⎡p2 a ⎤
− ⎥
⎢
a 4⎥
⎢
⎣
⎦
(1)
maka nilai ρ untuk cara ini :
V ⎡p2 a ⎤
ρa = π ⎢ − ⎥
I ⎣ a 4⎦
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
(2)
29
42. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
Cara 2 (Gb.10):
a
A
M
0
N
B
L
Gb.10 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 2
Untuk bentangan seperti ini nilai resistivitas semunya adalah: maka
nilai ρ untuk cara ini :
2
⎤
π V ⎡⎛ L ⎞
a ⎢⎜ ⎟ − 1⎥
ρa =
2 I ⎢⎝ a ⎠
⎥
⎣
⎦
(3)
Cara 3 (Gb11):
a
0
A
M
N
na
B
na
Gb.11 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 3
Untuk bentangan ini resistivitas semunya:
ρa = π
V
na (n + 1)
I
(4)
Untuk mendapatkan kedalaman dan sebarannya dalam arah lateral
diperlukan kombinasi dari konfigurasi- konfigurasi di atas dan penentuan
kofigurasi apa yang akan diterapkan sangat bergantung dari kondisi
topografi daerah penelitian. Untuk daerah penelitian yang akan diteliti
dominasinya adalah daerah dengan variasi topografi yang kecil sehingga
konfigurasi Wenner dan Schlumberger akan lebih banyak digunakan. Dalam
tahapan pengolahan data dan interpretasi akan digunakan kombinasi antara
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
30
43. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
cara manual dan penggunaan software. Pada penelitian ini direncakana
akan digunakan software-software yang dibuat sendiri dan softwaresoftware paten (forward dan inverse modeling) yang ada.
Perancangan system pengukuran
pada survey 2D metoda
geolistrik ini dilakukan beberapa tahapan:
Perancangan system akuisisi meliputi, panjang bentangan yang
ditentukan dengan spasi antara elektroda. Pada survey ini panjang
bentangan bervariasi dari 20 m s.d. 30 m disesuaikan dengan panjang
bentangan yang memungkinkan di lapangan (Gb.12)
Gb.12
Perancangan system akuisisi survey 2D metoda geolistrik
menggunakan Supersting R8/IP.
Penentuan lintasan di lapangan disesuaikan dengan bentangan
alam yang mungkin. Pada survey ini bentangan mengikuti kondisi alam yang
ada
dengan
tetap
mempertimbangan
kondisi
geologinya.
Untuk
mendapatkan hasil optimum terhadap kedalaman dilakukan overlapping
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
31
44. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
bentangan sepanjang satu kabel (enam kali rentang elektroda ) (Gb.13).
Bentangan 1
Bentangan 2
Gb.13 Mogel lintasan di lapangan
Pengolahan data dan interpretasi. terdiri atasdua tahap yaitu :
A) Pengolahan data lapangan yaitu dilakukan selama akuisisi data di
lapangan. Pengolahan data lapangan ini berguna untuk control kualitas data
dan perbaikan-perbaikan sistem akuisisi dalam meningkatkan kualitas data.
B) Pengolahan data setelah lapangan. Pada pengolahan data dilakukan
proses-proses perbaikan data seperti : editing, mutting dan filtering data.
Tahapan ini dilakukan untuk mempersiapkan data agar dapat dilakukan
proses inversi data. C) Tapahan interpretasi adalah penafsiran data hasil
pengolahan
data
untuk
mendapatkan kondisi kedalaman dan nilai
resistivitas riil dari daerah survey yang selanjutnya dilakukan penafsiran
kondisi bawah permukaan bersama-sama dengan data penunjang lainnya
seperti: data geologi, data sumur dan metoda lain yang pernah dilakukan di
lokasi survey tersebut.
G.
Proses data/studio
Data kegiatan lapangan dan laboratorium perlu dianalisis dan diproses
melalui program paket komputer dan digitasi yang menghasilkan tabel-tabel
dan peta yang lebih komunikatif serta memudahkan di dalam penyajian dan
penyusunan laporan.
3.2 Peralatan Penyelidikan
A.
Geologi
1 (satu) unit pecontoh comot (grab sampler)
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
32
45. METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
1 (satu) unit penginti jatuh bebas (gravity corer)
1 (satu) unti bor inti gas biogenik (coring)
1 (satu) buah kompas geologi, loupe tangan
1 (satu) buah kamera
1 (satu) buah tali ukur
5 (lima) lembar peta dasar kerja sekala 1:25.000
5 (lima) lembarpeta rupa bumi sekala 1:25.000
1 lembar peta citra
B.
Geofisika
1 (satu) unit 200 Khz echounder
1 (satu) sistem single channe seismic profiling (boomer)
1 (satu) unit komputer dan software navigasi
2 (dua) set alat komunikasi
C.
Hidro-Oseanografi
1 (satu) unit drouge tracking
1 (satu) buah rambu ukur
D.
Navigasi
1 (satu) unit theodolite
2 (dua) buah rambu ukur
2 (dua) unit GPS mobile
E
Analisis Laboratorium
1 (satu) unit alat ayakan besar butir
1 (unit) unit alat pipet besar butir
F.
Geolistrik
1 (satu) unit peralatan geolistrik multi channel yang teridir atas: Superstring
R8 IP Multichannel AGI, perangkat komputer, GPS trimble, dan transceiver.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
33
46. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
4.1. Tekstur Sedimen
Sejumlah contoh sedimen permukaan dasar laut daerah penyelidikan
telah dianalisis besar butir untuk mendapatkan parameter tekstur sedimen.
Data analisis besar butir dari penyelidikan sebelumnya (Udaya, drr., 2004)
juga digunakan. Analisis megaskopis dilakukan untuk mengidentifikasi
secara umum jenis sedimen serta mineral yang terdapat pada sedimen
(Lampiran terikat 1:1).. Analisis besar butir mengikuti cara Folk (1968)
digunakan untuk sedimen pasir dan kerikil. Contoh sedimen berupa lanau,
dan lempung dianalisis pipet. Data baku analisis besar butir dan pipet
diproses (Tabel 2, Lampiran terikat 1:2).
Berdasarkan data analisis besar butir maka sedimen permukaan dasar
laut di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan
tekstur sedimen yaitu: pasir (S), pasir lanauan (zS), lanau pasiran (sZ)
dan lanau (Z) (Gb.14)
Pasir, Sebarannya setempat-setempat, menempati kedalaman laut
kurang dari 10 m dengan persentase pasir antara 99,5% - 100 %. Sifat
fisik pasir berwarna kecoklatan, halus-sangat halus, membundar-menyudut
tanggung, pemilahan baik-sangat baik dengan komposisi utama kuarsa,
sedikit muskovit dan pecahan cangkang moluska. Pemisahan cangkang
hasil preparasi granulometri memperlihatkan persentase 0% sampai dengan
0,9839 %.
Pasir lanauan, sebaran ke arah lepas pantai menyempit, menempati
kedalaman laut tidak lebih dari 10 m dengan persentase pasir, lanau dan
lempung, masing-masing antara
0,3%-4,8 %.
kecoklatan,
51% - 76,1 %, 22,4%
- 44,2 % dan
Perian megaskopik mempunyai sifat fisik abu kehijauanlumpuran,
halus-sangat
halus,
membundar-menyudut
tanggung, pemilahan baik, penyusun utama kuarsa, sedikit muskovit dan
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
34
47. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
35
48. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
34
49. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
organik
sisa
tumbuhan.
Pemisahan
cangkang
hasil
preparasi
memperlihatkan persentase antara 0,0841 - 3,8014 %.
Lanau pasiran, sebaran di sepanjang pantai menempati kedalaman
laut kurang dari 15 m dan di lepas pantai
lebih dari 20 m. Persentase
pasir, lanau dan lempung, masing-masing antara 10,8 - 49,9 %, 45,7 87,3 % dan 0,2 - 6,3 %.
Satuan ini secara megaskopik sebagai lumpur pasiran dengan sifat fisik
dan kandungan mineral relatif sama dengan lanau. Perbedaan terlihat dari
sebagian percontohnya berwarna gelap oleh karena
organik
sisa
tumbuhannya.
Pemisahan
kandungan busukan
cangkang
memperlihatkan
persentase antara 0,1178 -7,3876 %.
Lanau, sebarannya menutupi kurang lebih 85
% dari luas daerah
penelitian, berkembang mulai dari pantai hingga menerus ke arah lepas
pantai dengan persentase lanau antara 78,5 - 96,6 %.
Satuan ini secara megaskopik sebagai lempung dan lumpur,
sifat
fisiknya abu-abu kehijauan-kehitaman, permukaannya sebagian besar
diselimuti oleh sedimen berwarna kecoklatan. Selimut endapan berwarna
coklat diduga berkaitan dengan pengaruh suspensi sedimen asal Sungai
Kapuas. Sebagian sedimennya teridentifikasi adanya kuarsa, pecahan
cangkang moluska dan organik sisa tumbuhan. Keberadaan cangkang hasil
preparasi granulometri sedimen menunjukan persentase antara 0,0307 –
9,9955 %.
Organik sedimen (Sisa-sisa Tumbuhan),
sebarannya menutupi
kurang 1 % dari luas daerah penelitian (tidak terpetakan), berkembang di
anak Sungai Pungur Besar (Kapuas). Secara visual berwarna coklat
kegelapan dengan penyusun utama organik sisa-sisa tumbuhan yang masih
jelas akan batang, ranting dan asal daunnya.
Perian megaskopis sedimen bawah permukaan dilakukan dari lubang
bor MKB1, MKB2, MKB3 dan MKB4 (Lampiran terikat 1.1). Analisis besar
butir dan pipet dilakukan pada contoh sedimen bawah permukaan dari
lubang bor MKB3 dan MKB4. Sedimen pada MKB1 dan MKB2 dapat
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
34
50. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
memberikan gambaran secara umum kondisi lingkungan sedimentasi
daratan Muara Kakap.
Sedimen pada MKB3 dan MKB4 menarik untuk
dianalisis lebih rinci karena dari lubang bor MKB3 ada indikasi gas biogenik
sedangkan sedimen dari lubang bor MKB4 dapat memberikan gambaran
kondisi lingkungan pembentukan Delta Kapuas. Bor MKB1 dan MKB2
terletak di daratan Muara Kakap, bor MKB3 berada di Pulau Sepauk Laut,
dan bor MKB4 berada di laut Pulau Tanjung Saleh.
Jarak bor MKB1 dengan MKB2 sekitar 500m. Penentuan lokasi bor di
sini berdasarkan pertimbangan teknis dan kesepakatan masyarakat.
Berdasarkan deskripsi megaskopis sedimen yang besaral dari bor MKB1 dan
MKB2 hampir sama yaitu berupa perlapisan antara lumpur, lempung, lanau
dan pasir dengan sisipan pasir dan gambut. Pada bor MKB1 lempung
bertambah banyak ke arah kedalaman 50m, sebaliknya lanau untuk bor
MKB2. Lapisan gambut di bor MKB1 lebih banyak ditemukan pada
kedalaman antara kedalaman 26m dan 50m, sedangan lapisan gambut di
bor MKB2 hanya ditemukan di kedalaman 25m. Dari kedua lubang bor
tersebut terdapat sumber air tanah dangkal yang berasal dari lapisan pasir
sebagai akifer. Pasirnya berwarna abu-abu gelap, berbutir halus, dan
banyak mengandung material organuk berupa sisa-sisa tumbuhan dan
pecahan cangkang moluska.
Bor MKB3 mencapai kedalaman 45m. Secara megaskopis sedimen
yang berasal dari bor MKB3 terdiri atas perselingan pasir lempung dan pasir.
Sedimen yang berada dekat kepermukaan berupa lempung hitam kaya akan
material organik, ke arah bagian dalam sedimen disusun oleh pasir halus
berwarna abu-abu kecoklatan, tebal antara 20cm dan 50cm yang
berselingan dengan lempung lunak berwarna hitam, hijau kecoklatan,
mengandung kepingan organik berupa kayu dan tumbuh-tumbuhan, berbau
busuk, tebal lebih dari 1 m. Pada kedalaman 43m dan 45m sedimennya
terdiri atas pasir halus, berwarna abu-abu kecoklatan, sisa-sisa material
organik.
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
35
51. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
Penetrasi bor MKB4 sedalam 100m. Sedimen yang terdapat pada bor
MKB4 sebagian besar berupa lempung yang diselingi oleh lapisan material
organik berupa gambut dan lempung hitam organik. Lapisan sedimen dekat
permukaan terdiri atas gambut berwarna hitam kecoklatan, terurai, tebal
mencapai 2.5m. Antara kedalaman 2.5m dan 45m sedimennya terdiri atas
lempung hitam kecoklatan, lunak, material organik 30%. Antara kedalaman
45m dan 50m lempung hitam tersebut menjadi lebih kompak dan lengket.
Antara kedalaman 50m dan 91m sedimennya berupa lempung abu-abu
kehijauan, kompak, dan sangat lengket. Di antara lapisan lempung hitam
kehiajaun dan hitam kecokalatan pada kedalaman 91m – 92m dan 96m –
97m terdapat lapisan gambut hitam sangat kompak, tebal antara 10cm dan
20cm. Pada kedalaman 99m dan 100m sedimennya terdiri atas kaolin
sangat lengket, kompak berwarna coklat terang-coklat agak pudar.
Analisiis besar butir pada contoh sedimen bor MKB3 dan MKB4 adalah
untuk
mengetahui
perubahan
tekstur
sedimen
secara
tegak
yang
menggambarkan ligkungan sedimentasi. Berdasarkan data analisis besar
butir sedimen dari kedua lubang bor tersebut, terdapat perbedaan tekstur
sedimen terutama harga besar butir rata-ratanya (Tabel 3 dan Tabel 4).
Besar butir rata-rata sedimen bor MKB3 beragam. Dekat permukaan
(0m - 8m) nilai besar butir rata-rata berkisar antara 3phi dan 4phi. Di
bagian tengah (8m - 34m) besar butir rata-rata antara 4phi dan 5phi. Lebih
dalam lagi harga besar butir rata-rata umunya antara 2phi dan 3phi.
Berdasarkan data tersebut di bagian atas sedimen lebih banyak disusun oleh
pasir halus, di bagian tengah terdapat perselingan sedimen pasir halus dan
lanau, dan dibagian dalam sebagian besar sedimen disusun oleh pasir halus
dan pasir berbutir sedang.
Besar butir rata-rata sedimen bor MKB4 tidak memperlihatkan
perubahan yang mencolok berkisar antara 5phi dan 7phi. Nilai besar butir
rata-rata tersebut termasuk sedimen lanau. Di sekitar permukaan harga
besar butir rata-rata sekitar 5 phi. Harga ini berangsur naik menjadi sekitar
7phi sejalan dengan bertambahnya kedalaman.
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
36
52. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
37
53. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
38
54. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
39
55. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
4.2. Karakteristik Pantai
Karakteristik
pantai
menggambarkan
keanekaragaman
proses
pembentukan morfologi, dimana perubahan morfologinya mencirikan hasil
dari interaksi antara unsur oseanografisika (angin, gelombang, pasang naikturun dan arus) terhadap unsur geologi (struktur, batuan dan topografi)
dan aspek antropogenik (pengguna). Pemetaan karakteristik pantai
bergantung kepada skala peta dan
obyek penyelidikan (Dolan, 1975).
Pemetaan karakteristik pantai di daerah selidikan dilakukan dengan orientasi
lapangan melalui jalan laut secara diskriptif, kualitatif terhadap parameter
geologi, relief, karakteristik garis pantai dan proses dominan (Doland,
1975). Proses dominan meliputi marin, fluviatil, pencucian massa (mass
wasting), kehidupan koral (coral life), pertumbuhan bakau (mangrove life)
atau campurannya. Peta dasar yang diapakai peta Rupa Bumi Bakosurtanal
skala 1 : 50.000, dan citra ETM7 2001.
Daerah selidikan termasuk kedalam Delta Kapuas. Delta ini merupakan
suatu sistem delta aktif yang dibentuk dalam kondisi lingkungan tropik.
Pengaruh gelombang laut dan fluvial sangat besar dalam pembentukan.
Delta Kapuas memperlihatkan suatu tipe morfologi hampiir berbentuk kipas
simetri (symmetrical fan). Morfologi Delta Kapuas secara umum dapat
dibagi kedalam tiga sistem konsentrik radial yaitu dataran delta (delta
plain), muka delta (delta front) dan luar delta (prodelta).
Berdasarkan pengamatan visual, kawasan Delta Kapuas terdiri atas
pulau-pulau
yang
banyak
ditumbuhi
mangrove
dan
nipah.
maka
karakteristik pantai daerah selidikan dapat digolongkan ke dalam 2 jenis
pantai yaitu pantai lumpur- mangrove-rhizophora dan 2 pantai lumpur
mangrove-nipah (Gb. 15).
A.
Pantai lumpur- mangrove-rhizophora
Pantai lumpur- mangrove-rhizophora berkembang sebagian di pantai
Muara Kakap, pantai barat P. Tanjung Saleh, P. Sepuk Prupuk, P. Sepuk
Keladi dan P. Sepuk Laut. Karakteristik garis pantai jenis ini terdiri atas
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
40
56. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
tanaman mangrove rhizophora dan lumpur. Endapan lumpurnya akan
tampak jelas
terutama pada saat air laut surut. Resistensi sedimen
terhadap aksi gelombang laut dari jenis pantai ini tergolong rendah,
sehingga di kawasan ini sering terjadi erosi pantai, terutama pada saat
musim angin barat, yang mengakibatkan beberapa garis pantai mundur
(abrasi). Di lapangan erosi pantai ini biasanya ditandai oleh adanya
beberapa tanaman mangrove dewasa yang tumbang dan berada jauh di
depan garis pantai baru. Sebaliknya pasokan sedimen dari sungai Kapuas
pada pantai ini cukup tinggi, sehingga secara umum pantai ini tergolong
stabil dengan sedimentasi aktif. Di lapangan kondisi ini diperlihatkan oleh
banyaknya tanaman mangrove muda, dan gosong-gosong pasir (sand bar)
di
kawasan
tersebut
sebagai
embrio
pulau - pulau kecil (Lampiran
Foto 1).
B.
Pantai lumpur mangrove-nipah
Pantai lumpur mangrove-nipah berkembang di sepanjang tepi sungai,
Kapuas dan anak-anak sungainya (Lampiran Foto 1), dan hampir semua di
tepi pulaua-pulau yang ada di Delta Kapuas. Jenis pantai ini dapat
dikatagorikan sebagai daerah peralihan atau daerah pertumbuhan dan
perkembangan
pengaruh
mangrove nipah dalam lingkungan payau sebagai akibat
campuran air sungai dan air laut.
Jenis pantai ini umumnya
dicirikan oleh adanya sedimen yang berlapis di sekitar tepian sungai. Pantai
jenis ini relatif stabil terhadap erosi arus sungai. Gelombang dan arus sungai
yang
ditimbulkan
oleh
kendaraan
laut
berkecepatan
tinggi
sering
menimbulkan erosi pada tepi sungai.
4.3. Pasang Surut
Pengukuran pasang-surut dilakukan di sekitar Dermaga Muara Kakap
dan Sungai Pulau selama 15 hari dengan pembacaan setiap 1 (satu) jam
secara menerus (Lampiran terikat 2-1) dari tanggal 18 September
2005
s/d 2 Oktober 2005 (Gb.16). Metoda perhitungan perhitungan konstanta
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
41
57. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
34
58. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap
Kalimantan Barat (18 SEPT. - 3 OKT. 2005)
24
22
Tinggi Air (dm)
20
18
16
14
12
10
Tinggi Air
8
MSL
6
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
4
Jam
Gb.16 Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap Kalimantan Barat (18 Sept. – 3 Okt. 2005) (PPPGL, 2005)
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
34
59. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
harmonis yang digunakan adalah metoda The British Admiralti 15 hari
(piantan). Berdasarkan
perhitungan konstanta harmonis pasang surut di
daerah penyelidikan maka diperoleh elevasi muka laut rata-rata (mean sea
level) dari level nol rambu, dan 9 (sembilan) konstanta harmonik (M2, S2,
N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1)
Hasil akhir perhitungan konstanta
harmonik ini adalah sebagai berikut (Tabel 5):
Tabel 5. Konstanta harmonik pasang-surut Muara Kakap (PPPGL, 2005)
FINAL RESULT
So
A cm
g
F=
136.02
M2
S2
17.9
395
5.5
164
N2
K2
0.002
63
1.5
164
K1
38.6
129
O1
30.7
332
P1
M4
12.7
129
1.7
247
MS4
2.4
353
2.96
Dimana :
An
: besaran amplitudo pasang surut komponen-n
g
: sudut kelambatan fasa
So
: tinggi muka laut rata-rata di atas titik nol rambu
M2
: konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi bulan
S2
: konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi
matahari
N2
: konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh jarak, akibat
lintasan bulan yang berbentuk elips
K2
: konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh jarak, akibat
lintasan matahari yang berbentuk elips
O1
: konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
bulan
P1
: konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
matahari
K1
: konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
bulan dan matahari
M4
: konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan
sebanyak dua kali (2 x M2)
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
35
60. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
MS4
: konstanta harmonik yang diakibatkan oleh adanya
interaksi antara M2 dengan S2
Sebagai
datum
vertikal
untuk
keperluan
pemetaan
hidrografi
digunakan kedudukan muka air surutan terendah (LWS) yang letaknya
0.846 m di bawah MSL (Gb.17).
Gb.17 Tinggi LWS terhadap rambu pasut
Analisa kombinasi komponen utama pasang surut dilakukan untuk
menentukan delay (keterlambatan) kejadian masing-masing komponen
pasang surut.
Hasil analisa kombinasi menggunakan 9 (sembilan)
komponen utama adalah sbb.:
a.
Kombinasi Terhadap Pasang K1 dan M2
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
36
61. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
Diperoleh air rendah yang ditimbulkan oleh anak komponen pasang
surut konstanta K1, O1, M2, dan K2 adalah 67.8 cm di bawah duduk
tengah.
b.
Pengaruh Pasang S2
Kedudukan air rendah yang disebabkan oleh pasang M2, S2, K1, O1,
dan K2 adalah 67.8 cm di bawah duduk tengah.
c.
Pengaruh Gelombang P1
Air rendah yang disebabkan oleh komponen M2, S2, K1, O1, K2, dan
P1 adalah 80.54 cm dibawah duduk tengah.
d.
Pengaruh N2, M4, dan MS4
Kedudukan air rendah terendah yang diakibatkan oleh komponen
pasang surut M2, S2, K1, O1, K2, P1, N2, M4, dan MS4 adalah 84.6 cm
di bawah duduk teng
4.4. Arus
Arus laut yang terjadi yang diakibatkan oleh pasang surut dan
merupakan salah satu parameter di dalam mengontrol dinamika pantai
Delta Kapuas. Untuk mendapatkan gambaran kondisi arus di daerah
penelitian dilakukan dengan pengukuran Lagrangian.
Pengakuruan arus dengan metoda Lagrangian digunakan bola apung.
Arah dan kecepatan arus diketahui dengan mengikuti arah dan gerak bola
apung tersebut. Berdasarkan pengukuran arus dari bola apung yang
berlokasi di Sungai Punggur Besar depan muara Sungai Kakap pola arus
surut searah dengan aliran Sungai Punggur Besar menuju laut. Kecepatan
rata-rata arus surut ini adalah 0.56m/detik. Pada saat pasang arus
berlawanan arah dengan arah aliran sungai tersebut. Kecepatan rata-rata
arus pasang lebih rendah dari arus surut yaitu 0.24m/detik (Gb.18). Dari
data arus di atas menunjukkan bahwa pergerakan partikel sedimen yang
diangkut oleh arus sungai dan arus surut condong ke arah laut. Dengan
kata lain pengendapan atau sedimentasi akan berlangsung terus ke arah
laut selama tidak ada hambatan akibat adanya penghalang (sediment trap)
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
37
62. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
yang dipasang oleh masyarakat pantai setempat seperti bagan, dan bubu
laut (jaring perangkap ikan).
4.5. Batimetri
Berdasarkan data lintasan peruman dan seismik (Gb.19), maka
kedalaman air laut setiap titik tetap (fix point) di daerah penyelidikan
dikoreksi pasut. Koreksi pasut yang digunakan adalah muka air laut ratarata (mean sea-level). Data yang telah dikoreksi diplot kembali ke dalam
peta pada posisi titik yang sama, kemudian dari titik–titik tersebut ditarik
garis yang mempunyai kedalaman yang sama berupa kontur kedalaman
(batimetri).
Batimetri tersebut diplot pada interval 1 m (Gb.20). Karena
metoda yang digunakan bukan dikhususkan untuk survey hidrografi, maka
peta kedalaman air laut yang dihasilkan ini tidak direkomendasikan untuk
navigasi.
Konfigurasi morfologi dasar laut mencerminkan kondisi geologi serta
dinamika air lautnya. Berdasarkan data peruman maka secara umum pola
kontur batimetri dasar laut daerah penyelidikan mengikuti pola morfologi
Delta Kapuas. Morfologi dasar laut dekat pantai delta (delta front)
menunjukkan pola datar dan merata dengan kedalaman antara 1m dan 5m.
Di sekitar muara-muara sungai delta ini terdapat kanal masuk dan keluar
(out/inlet) arus pasut/sungai dengan kedalaman mencapai lebih dari 5m.
Morfologi dasar laut di bagian luar delta, P. Sepuk Laut, P. Sepuk Keladi,
dan P. Sepuk Prupuk memperlihatkan pola kontur lebih rapat dibandingkan
dengan tempat lainnya mulai dari kontur kedalaman 5m sampai dengan
20m. Pola kontur tersebut mencirikan adanya suatu kemiringan (slope) yang
cukup terjal (Gb.20). Pola kontur-kontur tersebut merupakan bagian dari
lingkungan luar delta atau tepian delta (shelf).
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
38
63. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
39
64. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
40
65. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
41
66. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
4.6 Seismik Pantul Dangkal
Survei seimik dilakukan secara bersamaan dengan pemeruman,
sumber ledak (source) sistem Boomer dengan catu daya 300 Joule, sapuan
1/4 per detik, kecepatan waktu ledak (firing rate) 1/4 detik, frekuensi 3004000 Hz dengan waktu bacaan posisi (fix position remark) pada kertas
rekam setiap selang 10 menit. Interpretasi data seismik diproses secara
manual dengan menarik batas dari sifat dan konfigurasi pantulan akustik.
Ketebalan sekuen sesimik dihitung dengan menggunakan asumsi kecepatan
rambat gelombang pada sedimen yaitu 1600 m/detik. Setiap sekuen seismik
yang diiterpretasikan sebagai sedimen Holosen dan mempunyai ketebalan
yang sama dihubungnkan dalam bentuk kontur isopah. Penarikan kontur
isopakh dilakukan dengan menggunakan interval setiap 5 m (Gb.21).
Lintasan seismik diarahkan memotong Delta Kapuas yaitu mulai dari muara
induk Sungai Kapuas (delta plain) , kanal delta, hingga ke laut (prodelta).
Berdasarkan peta isopah secara umum sedimen Holosen di bagian
lepas pantai (pro-delta) lebih tebal dibandingkan dengan bagian dataran
delta. Pola kontur isopahnya menyempit dengan ketebalan sediment
mencapai 35 meter. Pola ini terdapat di utara dan tengah daerah selidikan.
Data rekaman seismic juga menunjukkan di bagian lepas pantai (pro-
delta) konfigurasi lapisan sedimen bawah dasar laut sebagian besar
mencerminkan pola-pola alur purba dengan konfigurasi torehan dan isian
kanal (cut and fill) (Gb.22). Sebaliknya ke arah dataran delta atau muara
Sungai Kapuas bentuk cut and fill ini tidak tampak lagi karena tertutup oleh
pola turbiditas akustik (acoustic turbidity).
Pola-pola reflector yang menunjukkan adanya indikasi gas dalam
sediment di daerah penyelidikan antara lain penggosongan akustik (acoustic
blanking), turbiditas akustik, penguatan reflector (enhanced reflectors),
reflector berganda (multiple reflectors) dan hiperbola difraksi (diffraction
hyperbolas).
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
42
67. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
Pengosongan akustik adalah fenomena area-area bebas refleksi
yang mengindikasikan adanya daerah-daerah gas (Gb.23). Hal ini terjadi
karena adanya absorbsi sinyal seismic dalam sediment mengandung gas.
Efek yang sama dapat juga ditimbulkan oleh transparansi akustik karena
tidak terdapatnya perlapisan sediment akibat migrasi gas.
Turbiditas akustik adalah berupa rekaman kabur (diffuse) menutupi
seluruh rekaman yang ada (Gb.24). Pola ini terjadi karena penyerapan
(absorb)) energi akustik oleh lapisan sedimen sangat lunak atau rongaronga pada sedimen sangat porus yang diisi oleh gas. Adanya lapisanlapisan kerikil dan pasir juga memberikan efek akustik yang sama, sehingga
dalam penafsiran keberadaan material-material ini perlu diperhatikan.
Turbiditas akustik yang memotong secara tajam stratifikasi dalam rekaman
seismic mengindikasikan tidak terdapatnya hubungan keberadaan gas
dengan litologi. Sediment turbid ini juga tidak selalu menunjukkan adanya
efek terhadap kecepatan rambat akustik yang nyata (pull-down effect).
Penguatan reflector adalah variasi lokal reflektor seismik yang
biasanya berada di bagian atas lapisan turbid yang mengindikasikan
bertambahnya konsentrasi gas (Gb25). Kadang-kadang fenomena ini
meluas secara lateral dari zone turbiditas akustik.
Reflector berganda adalah fenomena perulangan secara kuat suatu
reflector akibat dari pergerakan ke bawah energi gelombang seismic yang
dipantulkan oleh permukaan bergas dan dipantulkan kembali oleh
permukaan laut. Reflector berganda dasar laut yang kuat dapat juga
dihubungkan dengan material sampah terutama di daerah-daerah dekat
industri.
Hiperbola difraksi adalah bentuk-bentuk reflector yang terutama
terkonsentrasi di bagian paling atas kolom sediment atau pada dasar laut.
Bentuk ini berhubungan dengan horizon gas dan bentuk morfologinya yang
tidak beraturan adalah akibat adanya sediment bergas.
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
43
68. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
44
69. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
45
70. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
46
71. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
Gb,25 Penafsiran rekaman seismik pantul dangkal di sekitar Delta
Kapuas penampang P5. Sumber energi Boomer 300 Joule
waktu ledak ¼ detik (PPPGL, 2005).
4.7. Analisis laboratorium
A.
Analisis kandungan gas
Analisis kandungan gas alami dilakukan pada beberapa gas dan
sedimen yang berasal dari lubang bor MKB3. Lubang bor tersebut
merupakan satu dari 4 lubang bor penelitian yang mengindikasikan
adanya gas. Alat yang digunakan adalah jenis GCMS Shimadzu: GC-17A
dan MS-QP5050A. Contoh gas yang dianalisis adalah gas yang langsung
ditampung kedalam kantong plastik dan pipa pvc dari lubang bor MKB3.
Tekanan gas alam dari lubang bor tersebut sangat kecil diperkirakan
kurang dari 1 milibar. Contoh gas lainnya adalah berasal dari gas yang
terbentuk berasal dari contoh sedimen organik MKB3 yang
disimpan
didalam kantong plastik tertutup rapat. Terakhir contoh gas yang dianalisis
berasal dari ekstrasi contoh sedimen tersebut. Keluaran gas yang dianalisis
adalah dalam bentuk jenis gas dan konsentrasi %.
Berdasarkan analisis gas yang langsung dari lubang bor MKB3, gas
tersebut sebagian besar mengandung kandungan gas nitrogen N2 di atas
70%, gas oksigen O2 lebih dari 15%, gas metana CH4 antara 2% dan 8%,
dan gas hydrogen H2 dan karbon dioksida CO2 kurang dari 1% (Lampian
terikat 3.1). Gas yang yang dianalisis tersebut tidak diketahui secara pasti
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
47
72. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
di kedalaman berapa pada lubang bor MKB3. Untuk itu dilakukan
pengambilan contoh sedimen untuk dianalisis kandungan gasnya.
Sebanyak 4 contoh sedimen yang diambil dari kedalaman yang
berbeda telah dianalisis kandungan gasnya. Dari analisis kandungan gas
yang dijeksikan berasal dari contoh sedimen tersebut sebagian besar
memperlihatkan
Konsentrasi
konsentrasi
gas
metana
CH4 yang
cukup
besar.
gas metana CH4 pada setiap contoh yang dianalisis
kebanyakan dalam bentuk senyawa dan bukan dalam bentuk gas metana
bebas. Jenis dan konsentrasi gas yang dianalisis adalah sebagai berikut
(Lampian terikat 3.1):
Kandungan gas pada sedimen antara 0m dan 8m (MKB3-8) terdiri
atas gas tetranitromethane lebih dari 90% dan kurang dari 1% gas octyl4-carboxylic acid.
Pada contoh sedimen sekitar 11m di bawah permukaan (MKB3-11)
gasnya terdiri atas tetranitromethane (93.78%), dan octyl-4-carboxylic
acid kurang dari 2%.
Di kedalaman sekitar 19m (MKB3-19) gas yang dapat diidentifikasi
terdiri atas tetranitromethane lebih dominan (98%), dan sebagian kecil
gas octyl-4-carboxylic acid.
Pada kedalaman antara 23m dan 25m gas yang dihasilkan terdiri
atas gas tetranitromethane (97%), dan sedikit gas Bis[4-(phenylsulphonyl)
phenyl] carbonate (3%).
Jenis gas yang dihasilkan pada sedimen paling bawah dari lubang bor
MKB3 yaitu antara 39m dan 45m terdiri atas gas beta ionone epoxide lebih
dari 90%, dan kurang dari 10% gas tetranitromethane.
Selanjutnya analisis identifikasi gas dilakukan pada contoh sedimen
yang sama yang diekstrasi. Berdasarkan analisis gasnya maka didapat
jenis dan persentase gas yaitu (Lampian terikat 3.1):
Untuk sedimen pada kedalaman sekitar 8m gas yang dihasilkan
sebagian besar berupa methyl ester (27%), carotene (25%), propane
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
48
73. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
(20%), dan sekitar 10% terdiri atas dicloropehenyl, dan phenylpropyl
isobutyrates.
Pada contoh sedimen di kedalaman 11m gas yang dapat didentifikasi
sebagian besar berupa methyl ester (62%), dan sebagian lagi terdiri atas
ehtyphenyl, tetramethyl, dan chloromethoxyl.
Gas yang dapat diidentifikasi pada contoh sedimen di kedalaman
sekitar 19m dan 23m sebagian besar (98%) berupa gas ethane, ethyl
ether.
Pada sedimen yang paling bawah dari lubang bor (39m-45m) gas
yang dihasilkan sebagian besar berupa gas ethane (80%), dan sebagian
lagi (20%) terdiri atas propanol, butanol, dan phenol.
B.
Analisis karbon total
Analisis kandungan karbon total dilakukan pada contoh-contoh
sedimen yang berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4.
Data analisis kandungan karbon dinyatakan dalam satuan % berat
(Lampian terikat 3.2).
Berdasarkan data analisis kandungan karbon total dari ke empat
lokasi bor, persentase total kandungan karbonnya tinggi untuk sedimen
MKB1, MKB2, dan MKB4 yang terdapat di sekitar permukaan. Persentase
total karbonnya berangsur turun untuk sedimen yang berada lebih dalam
lagi. Sebaliknya untuk sedimen yang berasal dari lubang bor MKB3
persentase total karbon meningkat dengan bertambahnya kedalaman.
Persentase karbon total untuk sedimen permukaan (0m dan 5m) dari
lubang bor MKB1 dan MKB2 yaitu antara 7% dan 9%. Nilai total karbon
tersebut cukup tinggi jika dibandingkan terhadap nilai karbon total
pembentukan hidrokarbon. Hal ini sesuai dengan perian megaskopis
sedimennya yang banyak mengandung material organik sisa tumbuhtumbuhan dan gambut. Pada kedalaman 40m dan 50m nilai total
karbonnya menjadi rendah sekali yaitu antara 0.10% dan 0.20%.
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
49
74. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
Kondisi tersebut diperlihatkan pula oleh sedimen yang berasal dari
lubang
bor
MKB4.
Nilai
persentase
karbon
total
pada
sedimen
permukaannya sangat tinggi yaitu mencapai 15.76%. Sedimen ini berupa
material organik sisa tumbuhan (gambut). Sebaliknya pada kedalaman
100m persentase karbon totalnya menjadi rendah sekali (0.09%). Hal ini
sesuai dengan
jenis sedimennya berupa lempung kaolin yang masih
segar.
Berbeda dengan contoh sedimen sebelumnya, nilai persentase
karbon total yang ada pada sedimen MKB3 di kedalaman 0m sampai
dengan 30m tidak memperlihatkan perubahan yang mencolok yaitu
berkisar antara 1.5% dan 3.5%. Kecuali pada kedalaman 30m dan 40m
nilai karbon total ini menurun cukup berarti yaitu antara 0.7% dan 0.9%.
Selanjutnya persentase karbon total tersebut naik menjadi sekitar 4%
pada kedalaman 45m.
C. Ananlisis polen
Analisis polen dilakukan pada sedimen yang berasal dari lubang bor
MKB1, MKB2, MKB3 dan MKB4. Berdasarkan analis polen pada contohcontoh sedimen tersebut, kelimpahan kandungan pollen dari setiap bor
cukup beragam kecuali untuk contoh sedimen dari lubang bor MKB1 dan
MKB2 memperlihatkan suatu kemiripan. Hal ini disebabkan lokasi titik bor
MKB1 dan MKB2 agak berdekatan. Sedangakan dengan titik bor lainnya
cukup jauh dengan kondisi lingkungan dan jenis sedimen yang berbeda.
Data
analisis
pollen
ditampilkan
berupa
jenis
dan
persentase
kelimpahannya (Lampian terikat 3.3), dan karaktersitk setiap jenis pollen
(Lampiran Foto).
Contoh pollen yang berasal dari sedimen MKB2 yang dianalisis
mengandung butiran polen yang cukup melimpah yaitu lebih dari seratus
butir dalam tiap preparatnya (Gb.26). Diagram Polen ini dapat dibagi
menjadi 2 zonasi polen. Zonasi 1 dibedakan dari zonasi 2 berdasarkan
kelimpahan
polen
tumbuhan
mangrove
dan
grassland-nya.
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
Polen
50
75. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
mangrove hadir dalam frekuensi yang sangat kecil di Zonasi 1 dan
meningkat pesat di Zonasi II. Pada bagian bawah Zonasi 2, mangrove
didominasi oleh polen Rhizophora. Namun frekuensi Rhizophora menurun
drastis ke bagian atas inti bor. Kondisi sebaliknya ditunjukkan oleh polen
Sonneratia alba yang hadir dalam frekuensi kecil dibagian bawah Zonasi 2
namun memperlihatkan peningkatan frekuensi ke bagian atas bor.
Frekuensi polen tumbuhan grassland menunjukkan gejala yang
serupa dengan polen tumbuhan mangrove yaitu hadir dalam frekuensi
yang kecil di Zonasi 1 dan meningkat di Zonasi 2. Peningkatan frekuensi
polen tumbuhan grassland terutama disebabkan oleh peningkatan
Gramineae dan Cyperaceae. Compositae yang absen di Zonasi 1 tampak
hadir di bagian atas Zonasi 2.
Polen
tumbuhan
dryland/petaland
menunjukkan
gejala
yang
berbalikkan dengan kondisi polen mangrove dan grassland yaitu memiliki
frekuensi yang tinggi di Zonasi 1 dan berkurang di Zonasi 2. Sedangkan
polen tumbuhan montane menunjukkan frekuensi yang relatif sama baik di
Zonasi 1 maupun 2.
Alga air tawar yaitu Concentricystes circulus hadir baik di Zonasi 1
maupun 2. Frekuensi alga ini memperlihat peningkatan di Zonasi 2.
Diagram Polen yang terdapat pada contoh sedimen MKB3 dapat
dibagi menjadi 2 zonasi polen (Gb.27). Zonasi 1 dapat dipisahkan dari
Zonasi 2 berdasarkan kelimpahan polen tumbuhan grassland nya. Di
Zonasi 1 frekuensi polen tumbuhan grassland sangat besar mencapai
hingga lebih dari 40%. Gramineae mendominasi frekuensi polen tumbuhan
grassland di Zonasi 1 ini. Sementara di Zonasi 2 frekuensi polen tumbuhan
grassland memperlihatkan penurunan yang berarti mencapai kurang dari
5% di bagian bawah dan sedikit lebih besar pada bagian atasnya.
Polen tumbuhan mangrove tidak memperlihatkan fluktuasi yang
berarti, hadir dengan frekuensi sedang sekitar 10% baik di zonasi 1
maupun 2. Pada bagian bawah inti bor, kehadiran polen mangrove tampak
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
51
76. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
didominasi oleh Sonneratia alba. Ke bagian atas inti bor, Sonneratia alba,
Avicennia dan Rhizophora memiliki frekuensi yang sebanding.
Polen tumbuhan dryland/peatland memperlihatkan frekuensi yang
relatif kecil di Zonasi 1 namun meningkat cukup signifikan di Zonasi. Polen
tumbuhan darat yang hadir dengan frekuensi yang cukup besar adalah
Elaeocarpus.
Polen tumbuhan pegunungan hadir dengan frekuensi kecil di Zonasi
1 dan sedikit meningkat di Zonasi 2. Frequensi polen tumbuhan
pegunungan ini tampak didominasi oleh Quercus.
Concentricystes circulus hadir hanya di Zonasi 2, dengan frekuensi
yang relatif kecil.
Diagram Polen pad contoh sedimen MKB4 ini dapat dibagi menjadi 2
zonasi polen (Gb.28). Zonasi 1 dipisahkan dari Zonasi 2 berdasarkan
kelimpahan polen dalam sampel. Zonasi 1 butiran polen yang kurang
melimpah (kurang dari 100 butiran per preparat). Sebaliknya Zonasi 2
memiliki kandungan polen yag melimpah yaitu lebih dari 100 butiran tiap
preparatnya.
Meskipun memiliki perbedaan kelimpahan butiran polen, Zonasi 1
dan 2 memiliki komposisi polen tumbuhan mangrove, dryland/peatland,
Montane dan grassland yang relatif tetap meskipun frekuensi mangrove
terlihat memperlihatkan kecenderungan penurunan ke bagian atas inti bor.
Alga air tawar, Concentricystes circulus tampak hadir secara
signifikan di Zonasi 2. Alga ini juga hadir sedikit di bagian atas dari
Zonasi 1.
Bercampurnya polen tumbuhan dari berbagai lingkungan yaitu
tumbuhan pegunungan, dryland/peatland, mangrove dan grassland
mengindikasikan lingkungan pengendapan yang berkisar dari daerah
transisi hingga lepas pantai. Relatif rendahnya frekuensi polen mangrove
(kurang dari 30%) di ketiga inti bor mengindikasikan bahwa lingkungan
pengendapan ketiga inti bor berada di lepas pantai yang tidak terlalu jauh
dari pantai yang ditumbuhi hutan mangrove. Namun demikian fluktuasi
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
52
77. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
frekuensi polen mangrove mengindikasikan perubahan lingkungan dari
waktu ke waktu.
Pada inti bor MKB-2, rendahnya frekuensi polen mangrove di Zonasi
1 menunjukkan bahwa hutan mangrove belum berkembang secara intensif
pada saat Zonasi 1 ini diendapkan. Lingkungan pengendapan zonasi ini
diduga berupa lingkungan perairan lepas pantai,mungkin pada zona neritik
dangkal.
Terjadinya transgresi yang kemungkinan disebabkan oleh proses
progradasi akibat sedimentasi yang cepat memungkinkan berkembangnya
hutan mangrove secara lebih intensif. Meningkatnya frekuensi alga air
tawar di Zonasi 2 memperkuat dugaan terjadinya peningkatan sedimentasi
yang disebabkan oleh peningkatan beban sedimen yang dibawa oleh arus
sungai yang masuk di sekitar lokasi bor. Hutan mangrove mungkin
berkembang hingga di dekat lokasi bor MKB-2.
Inti bor MBK-3 kemungkinan juga diendapkan di daerah transisi
sebagaimana diindikasikan oleh percampuran polen yang berasal dari
berbagai lingkungan. Frekuensi polen mangrove yang relatif rendah baik di
Zonasi 1 maupun 2 mengindikasikan lingkungan pengendapan inti bor
MKB-3 berada di zona neritik dangkal. Hutan mangrove tumbuh didaerah
pantai yang berada di dekat lokasi bor. Dibelakang hutan mangrove
kemungkinan berkembang lingkungan hutan terbuka yang diindikasikan
oleh tingginya frekuensi polen tumbuhan rumput-rumputan (grassland).
Sebaliknya hutan yang lebih tertutup kemungkinan telah berkembang di
belakang hutan mangrove pada saat Zonasi 2 diendapkan.Hal ini
diindikasikan oleh berkurangnya frekuensi polen rumput-rumputan di
Zonasi 2 ini.
Polen dari berbagai lingkungan pengendapan juga bercampur di
sampel-sampel inti bor MKB-4. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan
pengendapan inti bor ini berada di sekitar daerah transisi.
Rendahnya kandungan polen di Zonasi 1 inti bor MKB-4 kemungkinan
disebabkan oleh kecepatan pengendapan yang terlalu tinggi atau oleh
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
53
78. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
proses oksidasi yang kuat setelah pengendapan sedimen, atau lingkungan
pengendapan yang cukup jauh di lepas pantai. Namun demikian, warna
sedimen yang cenderung coklat kekuningan lebih mengindikasikan
kuatnya oksidasi yang terjadi yang mungkin telah menyebabkan
rendahnya
tingkat
preservasi
polen. Rendahnya kandungan spora
mendukung argumentasi ini karena meskipun lingkungan pengendapan
yang jauh dari pantai memiliki kandungan polen yang rendah, kandungan
sporanya umumnya masih tinggi (Lorenta, 1986). Kuatnya proses oksidasi
mengindikadikan
kondisi
lingkungan
pengendapan
yang
seringkali
terekspos ke permukaan (sub-aerial). Bisa jadi lingkungan pengendapan
Zonasi 1 adalah lingkungan dataran banjir yang berada di daerah transisi.
Sebaliknya tingginya kelimpahan polen pada Zonasi 2 menunjukkan
tingkat preservasi polen yang baik. Ini mungkin berkaitan dengan
berkembangnya lingkungan perairan yang tetap (stabil) di lokasi bor
MKB-4 pada saat Zonasi 2 diendapkan. Sementara meningkatnya frekuensi
alga air tawar di zonasi ini kemungkinan berkaitan dengan peningkatan
proses sedimentasi yang berasal dari daratan.
D. Analisis bakteri methanogenik
Berdasarkan
analisis
bakteri
pada
contoh
sedimen
bawah
permukaaan dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4 sebagian
besar contoh sedimen tersebut mengandung bakteri metanogenik. Dengan
kata lain gas biogenik pada sedimen tersebut kemungkinan bisa terbentuk.
Jumlah bakteri metanogenik terhadapat jumlah bakteri umum pada contoh
sedimen tersebut sangat kecil berkisar antara 0.3% dan 1.5%.
(Lampiran terikat 3.4).
Pada contoh sedimen dari lubang bor MKB1, MKB2, dan MKB4,
perubahan
persentase
bakteri
metanogenik
tidak
mengindikasikan
perubahan yang mencolok. Kandungan bakteri metanogenik pada sedimen
dekat permukaan (1m-15m) dari lubang bor tersebut sekitar 0.3% atau
berkisar antara 2.50x105 dan 3.00x105 dari jenis bakteri Methanolobus
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
54
79. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
tindarius. Bakteri ini di bawah mikroskop berbentuk bulat, koloni jingga
cerah, mengkilap (Lampiran Foto). Jenis sedimen yang mengandung jenis
bakteri ini umumnya terdiri atas lumpur abu-abu kehitaman, sangat lunak,
mengandung sebagaian besar material organik dan berbau busuk. Pada
contoh sedimen yang lebih dalam kandungan bakteri umum berangsur
turun, begitu juga untuk bakteri metanogenik. Tetapi persentase bakteri
metnogenik terhadap bakteri umum berangsur naik sekitar 0.7%. Jenis
bakteri metanogeniknya yang dijumpai sebagain besar dari jenis
Methanosphaera stadtmanae secara fisik berupa koloni putih tak
beraturan, sel berbentuk bulat. Jenis sedimennya berupa lempung abuabu gelap, agak kompak, mengandung material organik dan berbau
busuk. Untuk contoh sedimen MKB4 lebih dalam dari 65m kemungkinan
sedikit sekali dijumpai bakteri metanogenik, karena sedimen di kedalaman
tersebut kurang cocok untuk perkembangan bakteri metanogenik.
Sedimennya berupa lempung yang sangat lengket, agak padu, dan sedikit
sekali mengandung bahan organik
Pada contoh sedimen di kedalaman antara 20m dan 30m dari bor
MKB3 persentase bakteri memperlihatkan perubahan yang cukup berarti.
Perbandingan persentase bakteri metanogeniknya terhadap total bakteri
umum yaitu sekitar 1.5% yang mana lebih besar dibandingkan dengan
contoh sedimen lainnya. Jenis bakteri metanogenik yang dominan pada
contoh sedimen ini yaitu Methanoplanus endosymbiosus. Bakteri ini
berbentuk koloni putih bening, dan selnya bebentuk bulat. Keberadaan
bakteri metanogenik pada sedimen tersebut mungkin mengindikasikan
suatu lingkungan yang cocok untuk perkembangan bakteri metanogenik
itu sendiri. Jenis sedimennya berupa lempung, lumpur
hitam, banyak
mengandung material organik, dan berbau busuk. Pada contoh sedimen
yang lebih dalam lagi (42m) persentase bakteri metanogenik berkurang.
Jenis bakterinya sebagian besar berupa Methanosphaera stadtmanae.
Sedimennya terdiri atas lumpur bercampur pasir halus abu-abu kehijauan,
material organik kurang dari 10%, dan mineral kuarsa sekitar 50%.
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
55
80. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
56
81. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
57
82. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
58
83. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
59
84. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
60
85. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
61
86. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
62
87. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
63
88. PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
5/17/0757 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
PUSAT
64