2. ■ Megaloblaster Vit B12 dan Asam Folat
Kekurangan vitamin B12 dan atau asam folat akan
menyebabkan berkurangnya mitosis sel. Terbentuk sel
eritrosit yang abnormal dan berukuran besar dalam
jumlah yang tidak cukup sehingga terjadi keadaan
anemia (makrositosis). Di samping itu sel eritrosit
berinti yang terdapat dalam sumsum tulang lekas
hancur dalam sumsum tulang sebelum mencapai
bentuk eritrosit matang
■ Ferri Prive (Mikrositik) Fe
Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk
Hb akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan
sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang
mengandung Hb di dalamnya (hipokrom)
Anemia Gangguan Pembentukan eritrosit
3. Anemia berdasarkan Morfologi
■ Klasifikasi Anemia Menurut morfologi Mikro dan Makro menunjukkan
ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya.
■ Ada tiga klasifikasi besar yaitu :
– Anemia Mikrositik Hipokrom adalah ukuran sel-sel darah merah
kecil mengandung Hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari
normal ( MCV maupun MCHC kurang ).
– Anemia Makrositik normokrom adalah ukuran sel-sel darah merah
lebih besar dari normal tetapi konsentrasi hemoglobin normal ( MCV
Meningkat, MCHC normal)
– Anemia Normositik Normokrom adalah ukuran dan bentuk sel-sel
darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah
yang normal ( MCV dan MCHC) normal atau rendah .
4.
5. Anemia Mikrositik Hipokromik
■ Anemia mikrositik hipokrom
adalah suatu keadaan
kekurangan besi (Fe) dalam
tubuh yang mengakibatkan
pembentukan eritrosit atau sel
darah merah mengalami
ketidakmatangan (imatur).
■ Sel darah merah yang
terbentuk ukurannya lebih kecil
dari normal dan hemoglobin
dalam sel darah merah
berjumlah sangat sedikit.
6. Anemia Makrositik
■ Makrositik berarti ukuran eritrositnya besar. Biasanya karena proses pematangan
eritrositnya tidak sempurna di sumsum tulang. Bila eritrosit matang, ukurannya
semakin kecil, tapi karena tidak matang, ukurannya lebih besar.
■ Penyebab: defisiensi asam folat dan vitamin B12, gangguan hepar, hormonal atau
gangguan sumsum tulang dalam homopoiesis.
■ Akibat gangguan ini eritrositmenjadi besar /makrositik (MCV > 100fl) yang mudah
pecah.
■ Contoh: anemia megaloblastik .
7. Anemia Normositik Normokrom
■ Anemia Normositik Normokrom merupakan jenis anemia dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah
merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita
anemia.
■ Penyebab anemia normokrom normositer (MCV' didalam batasan normal, 80-100), antara lain:
– Pasca perdarahan akut
– Anemia aplastic-hipoplastik
– Anemia hemolitik yang didapat
– Akibat penyakit kronis
– Anemia mieloplastik
– Gagal ginjal kronis
– Mielofibrosis
– Sindroma mielodisplastik
– Leukemia akut
9. Etiologi
■ Bayi yang mendapatkan susu sapi pada usia kurang dari 1 tahun, balita yang diberi susu sapi dalam
jumlah besar, dan wanita remaja yang menstruasi yang tidak mendapatkan zat besi tambahan berisiko
tinggi mengalami defisiensi zat besi. Anemia defisiensi besi karena kurangnya asupan paling sering
terjadi pada balita yang mendapatkan banyak susu sapi dan kurang mengonsumsi makanan yang kaya
akan zat besi. Anemia defisiensi besi juga dapat ditemukan pada anak dengan penyakit inflamasi
kronis, sekalipun tanpa kehilangan darah.
Etiologi Anemia defisiensi besi secara umum dibagi 4:
a. Diet atau Asupan Zat Besi yang kurang
Setiap hari zat besi dari tubuh yang diekskresikan melalui kulit dan epitel usus sekitar 1 mg
maka diimbangi asupan zat besi melalui diet sekitar 1 mg untuk menjaga keseimbangan asupan dan
ekskresi yang berguna untuk kebutuhan produksi eritrosit. Asupan besi yang rendah pada diet yang tidak
adekuat dapat menyebabkan cadangan besi berkurang, sehingga proses eritropoesis akan berkurang.
10. b.Kebutuhan yang meningkat
Kebutuhan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi,
anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Pada anak-anak terutama yang mendapat susu
formula kebutuhan zat besi meningkat karena sedikit mengandung besi.
c. Gangguan Penyerapan
Diet yang kaya zat besi tidak menjamin ketersediaan zat besi di dalam tubuh karena
banyaknya zat besi yang dapat diserap sangat tergantung dari kondisi atau makanan yang
dapat menghambat maupun yang mempercepat penyerapan besi. Penyerapan besi sangat
tergantung dengan adanya asam lambung yang membantu mengubah ion ferri menjadi ion
ferro.
d.Kehilangan Darah yang Kronis
Pada perempuan kehilangan zat besi sering karena menstruasi yang banyak dan
lama atau kondisi seperti tumor fibroid maupun malignan uterin. Selain itu, pendarahan
melalui saluran cerna bisa disebabkan ulkus, gastritis karena alkohol atau aspirin, tumor,
parasit dan hemoroid.
11. Patofisiologi
Anemia defisiensi besi dapat terjadi karena :
■ Kehilangan darah berlebih Terjadi pendarahan karena luka perifer atau karena
penyakit misalnya gastric ulcer dan hemorrhoid.
■ Pendarahan kronis : Pendarahan vagina , Peptic ulcer , Parasit intestinal , Aspirin dan
AINS lain
■ Destruksi berlebihan sel darah merah : Antibodi sel darah merah , Obat-obatan ,
Sequestrasi berlebihan pada limpa
■ Faktor intrakorpuskular: Hereditas, Kelainan sintesis Hb
■ Kehamilan
■ Pertumbuhan
■ Malabsorpsi
■ Diet yang buruk
■ Produksi eritrosit kurang
– Defisiensi nutrien (Fe, B12, asam folat, protein)
– Defisiensi eritroblas : Anemia aplastik , Antagonis asam folat , Eritroblastopenia
terisolasi, antibodi
12.
13.
14. Kriteria Anemia
Kriteria Anemia menurut WHO
■ Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL
■ Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
■ Wanita hamil Hb < 11 gr/dL
– Menurut WHO, dikatakan anemia bila kadar hemoglobin dibawah 11 gr/dL selama
kehamilan dan di bawah 10 gr/dL pasca melahirkan.
Pada Remaja tampak ciri anemia defisiensi besi seperti :
1. Lesu, letih, pucat
2. Mudah mengantuk
3. Sering pingsan
4. Sakit kepala
5. Nafsu makan berkurang
6. Kulit kering dan kuku pucat, kuku seperti sendok
7. Lidah : iritasi
15. Gejala Klinis
Gejala klinis tergantung penyebab anemia, dan individu
1. Anemia akut: Gejala kardiorespiratori seperti takikardi, kepala terasa ringan, dan
sesak napas.
2. Anemia kronis : Rasa lelah, letih, vertigo, pusing, sensitif terhadap dingin, pucat.
3. Anemia hipokromik : Rasa tak enak di lidah, penurunan aliran saliva, pagophagia
(compulsive eating of ice).
16. Pengujian Laboratorium Diagnosis Anemia defisiensi
besi:
■ Hitung darah lengkap atau Complete blood count (CBC) dengan
menghitung jumlah sel darah merah (hemoglobin, hematokrit, jumlah
retikulosit),
■ Hitung indeks sel darah merah (MCV, MHC, MCHC, RDW).
1. MCV (femtoliter) = 10 x Hct (%) : Eritrosit
Nilai Normal : 80-92 fL
2. MCHC = Hemoglobin/hematokrit x 100g/dL
Nilai normal : 32-37 g/dl
3. MCH (picogram/sel) = hemoglobin/jumlah eritrosit x 10pg
Nilai normal : 27-32 pg/sel
■ Hitung sel darah putih dan jumlah besi dalam tubuh (RBC, Retikulosit,
hapusan darah periferal, serum feritinin) (Harrison, 2008).
17. ■ Pemeriksaan Fisik :
a.Warna kulit
b.Kuku
c.Mata
d.Mulut
e.Limfadenopati, hepatomegali, splenomegaly
■ Pemeriksaan sumsum tulang
■ Pemeriksaan atas indikasi khusus
1. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferrin
2. Pemeriksaan laboratorium non hematologi
Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri.
18. Terapi Anemia Defisiensi Besi
Tujuan Terapi Anemia :
■ Mengurangi gejala yang dialami pasien dan meningkatkan produktivitas
serta kualitas hidup
■ Memperbaiki etiologi yang menjadi dasar terjadinya anemia
(mengembalikan substrat yang dibutuhkan dalam produksi eritrosit)
■ Mencegah kekambuhan anemia
■ Mencegah kematian (pada pendarahan hebat)
19. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi untuk membantu penyembuhan,
yaitu dengan cara sebagai berikut:
a) Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi
seperti sayuran, daging, ikan dan unggas.
b) Dapat digunakan suplemen multi-vitamin yang
mengandung vitamin B12 dan asam folat sebagai terapi
profilaksis maupun memperbaiki defisiensi vitamin
B12 ataupun asam folat.
c) Pada pasien dengan anemia kritis dapat dilakukan
transfusi sel darah merah (Wells et al., 2006).
20. Suplemen zat besi
■ Dalam bentuk Fe (2+) Sulfat, laktat, fumarat,
Suksinat, Glisin, glutamat dan glukonat lebih
mudah diabsorpsi di duodenum
■ Kombinasi dengan vitamin C >> absorpsi
■ Dosis : 200 mg terbagi 2-3x sehari
■ Digunakan satu jam sebelum makan hindari
interaksi dengan makanan
Terapi Farmakologis
Besi (Fe)
21. Pariental Iron terapi
■ Digunakan untuk pasien yang mengalami malabsorpsi atau intoleransi sediaan sulemen
besi oral
■ Sediaan : besi dextran, Na Ferric Gluconate, iron sucrose
22. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis untuk anemia inflamasi :
■ Transfusi darah
■ Erythropoesis-stimulating agents (ESAa)
– Epoetin alfa : 50-100 units/ kg (3 x 1 minggu)
– Darbepoetin alfa : 0,45 mcd/kg (1 x 1 minggu)
23. Thalassemia
ETIOLOGI :
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh
pasangan suami istri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001).
Talasemia merupakan kelainan herediter yang ditandai dengan penurunan sintesis rantai globin.
Penurunan sintesis rantai globin ini menyebabkan penurunan sintesis hemoglobin dan akhirnya dapat
mengakibatkan terjadinya anemia mikrositik oleh karena hemoglobinisasi eritrosit yang tidak efektif.
Secara garis besar kelainan genetik ini dibagi dalam dua kelas yaitu: talasemia α, dimana produksi
rantai α terganggu, dan talasemia ß yang disebabkan karena gangguan produksi rantai ß.
Talasemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum
Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit talasemia meliputi suatu keadaan penyakit dari
gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut talasemia minor atau talasemia trait
(carrier/pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut talasemia mayor.
Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit talasemia,
sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit talasemia
Rujito, L. (2021) Talasemia Genetik Dasar dan Pengelolaan Terkini, Nuevos sistemas de
comunicación e información.
24. Gejala Klinis
1. Pembesaran hati dan limpa terjadi sebagai akibat destruksi eritrosit yang berlebihan,
hemopoiesis ekstra- medular dan kemudian karena penimbunan besi. Limpa yang besar
meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan destruksi dan pengumpulan eritrosit,
serta dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
2. Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hiperplasia sumsum tulang yang menyebabkan
fasies talasemia (Gambar 7.9) dan penipisan korteks pada banyak tulang dengan
kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tulang tengkorak dengan penampakan
"rambut berdiri/ hair-on-end" pada foto sinar X.
3. Talasemia mayor merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan penimbunan besi
akibat transfusi. Transfusi secara teratur biasanya dimulai pada tahun pertama kehidupan dan
jika penyakit tidak disembuhkan dengan transplantasi sel punca, transfusi berlanjut seumur
hidup. Selain itu, absorpsi besi meningkat karena kadar hepsidin serum yang rendah akibat
pelepasan protein, seperti GDF 15 karena prekursor eritrosit dini yang meningkat. Pada anak-
anak, gagal tumbuh dan tertundanya pubertas sering terjadi, dan tanpa kelasi besi, kematian
akibat kerusakan jantung biasa terjadi pada remaja
25. 4. Penyakit hati pada talasemia paling sering terjadi akibar hepatitis C tetapi hepatitis B juga
sering karena virus endemik. Virus defisiensi imun pada manusia (HIV) ditransmisi ke
beberapa pasien melalui transfusi darah. Penimbunan besi juga dapat menyebabkan kerusıkın
hati.
5. Osteoporosis dapat terjadi pada pasien-pasien yang mendapat transfusi dengan baik. Ini
lebih sering pada pasien-pasien diabetes dengan kelainan endokrin.
6. Insiden karsinoma hepatoselular meningkat pada pasien dengan penimbunan besi dan
hepatitis B atau C kronik. Ultrasound dan pengukuran alfafetoprotein so serum setiap 6 bulan
dianjurkan pada pasien-pasien tersebut.
Buku Kapita Selekta Hematologi EGC
26. 1.Keluhan anemia: Nafsu makan menurun, pucat yang lama (kronis), lemah, lesu, mudah
lelah, pusing, berdebar-debar
2. Mata tampak kuning
3. Mudah infeksi, infeksi berulang (penurunan mendadak kadar Hb)
4. Perut yang membesar akibat hepatosplenomegaly
5. pertumbuhan/pubertas yang terhambat
6. Riwayat keluarga yang menderita thalasemia
7. Riwayat transfusi berulang (jika sudah pernah transfusi sebelumnya)
8. kulit menjadi lebih gelap
9. Riwayat fraktur patologis
10. Gout sekunder
27. Patofisiologi
■ ADANYA MUTASI GEN GLOBIN YG DAPAT MENIMBULKAN PERUBAHAN
RANTAI GLOBIN ALFA ATAU BETA BERUPA PERUBAHAN KECEPATAN
SINTESIS ATAU KEMAMPUAN PRODUKSI RANTAI GLOBIN TTT DGN AKIBAT
MENURUNNYA ATAU TDK DIPRODUKSINYA RANTAI GLOBIN TSBT
■ PERUBAHAN TSBT DIAKIBATKAN OLEH ADANYA MUTASI GEN GLOBIN
PADA CLUSTER GEN ALFA ATAU BETA BERUPA BENTUK DELESI ATAU
NON DELESI
Hb ialah suatu molekul yang membawa dan mendistribusikan oksigen ke jaringan-
jaringan tubuh yang memerlukannya. Tipe-tipe hemoglobin dalam tubuh ditentukan
oleh kombinasi 4 rantai globin, yakni α, β, δ, dan γ. Rantai-rantai globin ini masing-
masing memiliki afinitas oksigen yang berbeda. Pada dewasa, tipe-tipe hemoglobin
diekspresikan sebagai A2, A, dan F (Fetal). HbA terdiri dari 2 rantai α dan 2 rantai β
(α2, β2), merupakan komponen penyusun sebagian besar hemoglobin pada orang
dewasa (95- 98%). HbA2 (α2, δ2) merupakan komponen minor penyusun
hemoglobin (kurang dari 3,3%) dan sisanya merupakan HbF (α2, γ2).
28. Gen-gen yang terlibat pada pembentukan rantai-rantai globin ialah yakni gen-gen
pada kromosom 16 dan kromosom 11. Gen-gen pada kromosom 16 berhubungan
dengan subunit-α hemoglobin, dan gen-gen pada kromosom 11 berhubungan
dengan subunit hemoglobin-β, γ, dan δ.Keseimbangan 4 rantai globin sangat
penting untuk sintesis sel darah merah yang berfungsi normal. Thalasemia dapat
terjadi ketika ketidakseimbangan salah satu rantai globin muncul, umumnya rantai α
atau β. Produksi rantai α yang menurun mengakibatkan berlebihnya rantai γ pada
neonatus, dan berlebihnya rantai β pada anak dan dewasa. Kelebihan rantai β dapat
membentuk badan inklusi yang sulit dilarutkan (badan Heinz) yang merusak
membran sel darah merah. Thalasemia-α cenderung lebih ringan manifestasinya
dibanding thalasemia-β karena rantai β berlebih yang tidak berikatan menimbulkan
kerusakan sel darah merah yang tidak separah pada rantai α berlebih. Penurunan
hemoglobinisasi yang terjadi mengakibatkan tidak efektifnya eritropoiesis di sumsum
tulang yang mengakibatkan timbulnya anemia mikrositik hipokromik.
29. Gambaran yang umum ditemukan pada pasien thalasemia asimptomatik ialah
mikrositik hipokromik, banyak pula ditemukan sel target. Gambaran pada
thalasemia yang lebih berat ialah anisositosis dan poikilositosis, mikrositik
hipokromik, ovalosit, sel target, terkadang juga fragmenfragmen eritrosit.
Menurunnya rantai globin-β pada thalasemia-β menyebabkan kenaikan rantai α
yang terakumulasi di eritrosit dan prekursor eritrosit di sumsum tulang. Destruksi
prekursor eritrosit mengakibatkan eritropoiesis inefektif, meningkatkan eritropoietin,
dan meningkatkan proliferasi sumsum tulang. Proliferasi sumsum tulang yang
meningkat menyebabkan abnormalitas tulang yang dapat terus terjadi bila tidak
diatasi dengan terapi transfusi. Anemia yang terjadi terus menerus pada thalasemia
dapat menyebabkan hepatosplenomegali dan eritropoiesis ekstramedular yang
berujung pada eritropoiesis yang inefektif. Derajat reduksi rantai globin ditentukan
dari mutasi pada gen globin-β di kromosom 11. Hemolisis perifer yang
menyebabkan anemia lebih parah di thalasemia mayor dibanding di thalasemia
intermedia. Hemolisis terjadi ketika rantai α yang sulit larut memicu kerusakan
membran di eritrosit.
30.
31. Pemeriksaan
1. ANAMNESIS : ADANYA TANDA DAN GEJALAANEMIA
2. PEM.FISIK : FACIES THALASSEMIA, PUCAT, IKTERIK +/-, HEPATOSPLENOMEGALI,
GANGGUAN PERTUMBUHAN TULANG +/-
3. LABORATORIUM:
A. DARAH TEPI LENGKAP : HB, HT, RETIKULOSIT, SEDIAAN APUS DARAH TEPI ( AN.
MIKROSITIK HIPOKROM, ANISOSITOSIS, POIKILOSITOSIS, SEL ERIT MUDA
(NORMOBLAST), FRAGMENTOSIT, SEL TARGET), INDEKS ERITROSIT
B. ANALISIS HEMOGLOBIN :
- ELEKTROFORESIS HB
- METODA HPLC : ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF
4. RADIO IMAGING :
- MRI: UTK MELIHATHEMATOPOESIS EKSTRAMEDULAR
- MRI T2: UTK MELIHAT IRON OVERLOAD PADA JANTUNG
5. PEMERIKSAAN KOMPLIKASI : USG, X RAY, MRI, USG DUPLEX, EKOKARDIOGRAFI
32. Tatalaksana
■ TRANFUSI DARAH :
- HB < 7 g/dl pada 2 kesempatan, jarak > 2 minggu ( setelah meyingkirkan infeksi ), ATAU
- HB >7 g/dl disertai :
Perubahan wajah
Gangguan pertumbuhan
Fraktur
Klinis : hematopoesis extramedulare
■ SPLENEKTOMI PADA SPLENOMEGALI MASIF
■ PERLU PEMANTAUAN BESI, JK BERLEBIH: HEMOSIDEROSIS
■ BERI TERAPI KELASI BESI (DEFERASIROX, DFO, DEFERIPRONE)
33. • Terapi kelasi besi penting dan obat-obat yang tersedia memperbaiki harapan hidup
• Asam folat reguler (misalnya, 5 mg/hari) diberikan jika diet kurang baik.
• Terapi endokrin diberikan sebagai pengganti karena kegagalan organ akhir atau untuk
merangsang hipofisis jika pubertas terlambat. Pasien diabetes akan memer- lukan terapi
insulin. Pasien-pasien dengan osteoporosis mungkin memerlukan terapi tambahan dengan
pening- katan kalsium dan vitamin D bersama bisfosfonat dan terapi endokrin yang sesuai.
• Imunisasi terhadap hepatitis B harus dilaksanakan pada semua pasien yang tidak imun.
Pengobatan untukhepatitis C yang ditularkan melalui transfusi diberikan jika genom viral
terdeteksi dalam plasma.
• Transplantasi sel punca alogenik menawarkan kemung kinan kesembuhan yang permanen.
Tingkat keberhasilan (ketahanan hidup jangka panjang bebas talasemia mayor) adalah
lebih dari 80% pada pasien-pasien muda dengan terapi kelasi yang baik tanpa fibrosis hati
atau hepatomegali. Antigen leukosit manusia yang sesuai dengan keluarga (atau jarang
anggota keluarga lain atau donor yang tidak berkerabat yang serasi) bekerja sebagai donor.
Kegagalan terutama disebabkan oleh rekurensi talasemia, kematian (misalnya, akibat
infeksi) atau penyakit graft-versus-host kronik yang berat.
34. Program Pencecahan
■ PENAPISAN PEMBAWA SIFAT THALASSEMIA : PENILAIAN INDEX SEL
DARAH MERAH ( MCV, MCH, HBA2 )
■ DIAGNOSIS PRANATAL: ANALISIS DNA YG DIPEROLEH DARI FETUS DGN
BIOPSI VILLUS KORIONIK ATAU CAIRAN AMNIOSENTESIS
35. SUMBER
■ Ilmu Kesehatan Anak Esensial, Edisi Indonesia kedelapan – 8, Nelson
■ Kapita Selekta Hematologi, EGC
■ Dasar Farmakologi Terapi, Goodman & Gilman
■ Penuntun praktikum Gangguan Hematologi dan Onkologi
■ Ebook Kedokteran Hematologi dan Onkologi
■ Journal Ilmiah Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Kelainan pada Sintesis
Hemoglobin: Thalassemia dan Epidemiologi Thalassemia