1. MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLiK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KP 1994 TAHUN 2018
TENTANG
PENETAPAN LOKASI BANDAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULON PROGO
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menetapkan : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan
Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara
mengamanatkan penetapan lokasi Bandar udara oleh
Menteri Perhubungan setelah memenuhi aspek
administrasi dan teknis;
b. bahwa lokasi bandar udara baru di Kabupaten Kulon
Progo yang sebelumnya telah ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1164 Tahun
2013 tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara Baru di
Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sebagaimana diubah terakhir dengan KP 836
Tahun 2014, telah mengalami perubahan terkait dengan
pergeseran lokasi landas pacu, lokasi stasiun kereta api
dan relokasi Jaringan Jalan Lintas Selatan, setelah
dilakukan evaluasi perlu ditetapkan kcmbali penetapan
lokasinya;
2. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan
Lokasi Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4956);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13
Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6042);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang
Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar
Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5295);
4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
5. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);
6. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 4) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang
3. •3-
Perubahan Kediia Atas Peraturan Presiden Nomor 3
Tahiin 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek
Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 107);
?
7. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2017 tentang
Percepatan Pembangunan Dan Pengoperasian Bandar
Udara Baru Di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 224);
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun
2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1046);
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 20 Tahun
2014 tentang Tata Cara dan Prosedur Penetapan Lokasi
Bandar Udara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 757) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 64 Tahun
2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 20 Tahun 2014 tentang Tata
Cara dan Prosedur Penetapan Lokasi Bandar Udara
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
842);
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun
2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit
Penyelenggara Bandar Udara (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1332) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun
2014 tentang Organisasi dan Tata Keija Kantor Unit
Penyelenggara Bandar Udara (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 262);
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1844) sebagaimana telah diubah terakhir
4. -4-
dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 56
Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 814);
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 55 Tahun
2016 tentang Tatanan Navigasi Penerbangan Nasional
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
695);
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 87 Tahun
2016 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemberian Izin
Mendirikan Bangunan Bandar Udara dan Persetujuan
Pengembangan Bandar Udara (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1031);
14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 83 Tahun
2017 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil
Bagian 139 (Civil Aviation Safety Regulations Part 139)
tentang Bandar Udara (Aerodrome) (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1295);
15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 112 Tahun
2017 tentang Pedoman dan Proses Perencanaan di
Lingkungan Kementerian Perhubungan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1710);
16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 48 Tahun
2002 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum;
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 280 Tahun
2015 tentang Penugasan Khusus kepada PT. Angkasa
Pura I (Persero) Dalam Rangka Percepatan Proses
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bandar Udara
Untuk Kepentingan Umum di Kabupaten Kulon Progo
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
5. -5-
Memperhatikan: 1. Surat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
553/1333 tanggal 20 Maret 2013 tentang Rekomendasi
Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo telah
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta;
2. Surat Bupati Kulon Progo Nomor 553.2/1162 tanggal 4
Maret 2013 tentang Rekomendasi Bandar Udara Baru di
Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo Daerah
Istimewa Yogyakarta;
3. Surat Direktur Utama PT. Angkasa Pura I (Persero)
Nomor AP.I.2524/LB.02/2017/DU-B tanggal 15 Mei 2017
perihal Permohonan Pengesahan RPM Perubahan
Penetapan Lokasi Bandar Udara Baru di Kabupaten
Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta;
Menetapkan
PERTAMA
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PENETAPAN LOKASI BANDAR UDARA
BARU DI KABUPATEN KULON PROGO PROVINSI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA.
Lokasi Bandar Udara Baru yang terletak di Kecamatan
Temon Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak
terpisahkah dari keputusan ini memuat:
a. koordinat landas pacu bandar udara terletak pada
koordinat 7''54' 0,91" Lintang Selatan dan llO'' 2' 36,26"
Bujur Timur atau pada koordinat Bandar udara X =
20.000 meter dan Y = 20.000 meter dimana sumbu X
berimpit dengan sumbu landasan yang mempunyai
azimuth 289° 5' 53,88" geografis dan sumbu Y melalui
ujung landasan 11 tegak lurus sumbu X; dan
b. titik referensi bandar udara/Aerodrome Reference Point
(ARP) Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ditentukan lebih
lanjut oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara sesuai
perundang-undangan.
6. KEDUA
KETIGA
KEEMPAT
KELIMA
KEENAM
Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo Provinsi
Daerah Istiiiiewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada
Diktum PERTAMA sesuai dengan hierarkinya merupakan
bandar udara pengumpul (hub) dengan skala pelayanan
sekunder dan diselenggarakan oleh PT. Angkasa Pura I
(Persero).
Luas Lahan untuk kebutuhan pembangunan Bandar Udara
Baru di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada Diktum PERTAMA
seluas 590,57 (Ha) terdiri dari:
a. lahan eksisting seluas + 587,26 Ha; dan
b. lahan pengembangan seluas + 3,31 Ha.
Rencana Induk Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon
Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari
keputusan ini, terdiri dari:
a. prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang
dan kargo;
b. kebutuhan fasilitas;
c. tata letak fasilitas;
d. tahapan pelaksanaan pembangunan;
e. kebutuhan dan pemanfaatan lahan; dan
f. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan.
PT. Angkasa Pura I (Persero) selaku Pemrakarsa dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun, wajib melengkapi Dokumen
Daerah Lingkungan Keija (DLKr), Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) dan Batas Kawasan Kebisingan (BKK)
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Lampiran
Keputusan ini.
PT. Angkasa Pura I (Persero) selaku Pemrakarsa
berkewajiban untuk:
7. KETUJUH
KEDELAPAN
KESEMBILAN
KESEPULUH
-7-
a. menyediakan lahan untuk pembangunan Bandar Udara
Earn di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa
Yogyakarta sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
b. menyusun rancangan teknik terinci fasilitas pokok
bandar udara;
c. men3msun analisa dampak lingkungan terhadap
pembangunan dan pengoperasian bandar udara; dan
d. mengusulkan Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara.
Pembiayaan yang timbul atas penetapan lokasi Bandar
Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Rencana penggunaan dan pemanfaatan lahan yang tidak
sesuai dan belum diatur sebagaimana Diktum KEEMPAT
wajib memperoleh persetujuan Direktur Jenderal
Perhubungan Udara.
Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku, maka
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1164 Tahun
2013 tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara Baru di
Kabupaten Kulon Progo Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KP 836 Tahun 2014, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan Keputusan ini.
8. -8-
KESEBELAS : Keputusan Menten ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Desember 2018
MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BUDI KARYA SUMADI
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada :
1. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman;
2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
3. Menteri Keuangan;
4. Menteri Pertahanan;
5. Menteri Dalam Negeri;
6. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
7. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
8. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
9. Menteri Sekretaris Negara Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;
10. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasiqnal/Kepala BAPPENAS;
11. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
12. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta;
13. Gubernur Jawa Tengah;
14. Bupati Kulon Progo;
15. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Para Direktur Jenderal dan para
Kepala Badan di Lingkungan Kementerian Perhubungan;
16. Bupati Kulon Progo;
17. Bupati Purworejo;
18. Kepala Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta;
19. Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah;
20. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kulon Progo;
21. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Purworejo;
22. Direktur Utama PT. Angkasa Pura I (Persero).
Salinan sesuai dengan aslinya
KE^fALArBIEQHUKUM,
/
WAHJU ADJI H. SH.DESS ^
Penata Utama Madya (IV/d)
NIP. 19651022 199203 1 001
9. -9-
LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI
PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 11 Desember 2018
TENTANG
PENETAPAN LOKASI BANDAR UDARA
BARU DI KABUPATEN KULON PROGO
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA
RENCANA INDUK
I. Prakiraan Permintaan Kebutuhan Pelayanan Penumpang dan Kargo
Rencana pembangunan dan pengembangan fasilitas bandar udara
untuk memenuhi kebutuhan operasi penerbangan dan pelayanan
.bandar udara dilakukan terutama berdasarkan perkembangan lalu
lintas angkutan udara sebagaimana tercantum pada Tabel L
Tabel I
>
Prakiraan Jumlah Permintaan Jasa Angkutan Udara
Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo
Daerah Istimewa Yogyakarta
NO URAIAN Eksisting
2017
Bandara
Adi
Sutjipto
TAHAPI TAHAP II TAHAP III Keterangan
1. PENUMPANG
a. Domestik 7.345.592 12.863.000 18.661.000 22.096.000 Penumpang
b. Intemasional 472.959 1.018.000 1.872.000 2.618.000 Penumpang
Total 7.818.551 13.881.000 20.533.000 24.714.000 Penumpang
2. KARGO (ton/tahun)
a. Domestik 18.883 37.076 54.188 65.780 Ton
b. Intemasional 1.422 3.224 4.712 5.720 Ton
Total 20.305 40.300 58.900 71.500 Ton
3. PERGERAKAN PESAWAT PENUMPANG (pergerakan/tahun)
a. Domestik 71.589 90.500 125.600 144.200 Pergerakan
b. Intemasional 3.440 6.800 12.300 16.700 Pergerakan
Toted 75.029 97.300 137.900 160,900 Pergerakan
4. PERGERAKAN PESAWAT KARGO (pergerakan/tahun)
a. Domestik - 70 280 980 Pergerakan
b. Intemasional -
30 120 420 Pergerakan
Total -
100 400 1.400 Pergerakan
10. -10-
NO URAIAN Eksisting
2017
Bandara
Adi
Sutjipto
TAHAPI TAHAP II TAHAP III Keterangan
5. JAM SIBUK PENUlVIPANG
a. Domestik 2.491 3.686 4.572 5.265 Penumpang
b. Intemasional 450
827 1.274 1.695
Penumpang
2.491 3.948 5.393 6.260 Jam sibuk
dom dan
intl pada
saat yang
bersamaan
6. PERGERAKAN PESAWAT PENUlVIPANG PADA JAM SIBUK
a. Domestik 17 23 28 32 Pergerakan
b. IntemasionEil 3 5 9 12 Pergerakan
17 25 33 38 Jam sibuk
dom dan
intl tidak
bersamaan
7. JUMLAH PERGERAKAN PESAWAT KARGO JAM SIBUK
Total -
2 2 3 Pergerakan
8. Jenis Pesawat
terbesar
B737-900 sejenis
B777
sejenis
B777
sejenis
B777
9. Rute Teijauh Kuala
Lumpur
Dubai Dubai New York
direct flight
II. Kebutuhan Fasilitas
Fasilitas bandar udara yang direncanakan untuk dibangun dan
dikembangkan sebagaimana tercantum pada Tabel II.
Pelaksanaan pembangunan dan pengembangan fasilitas bandar
udara sebagaimana dimaksud pada butir 1, wajib didahului dengan
Kajian Lingkungan.
Rancangan Awal dan Rancangan Teknik Terinci untuk pelaksanaan
pembangunan dan pengembangan fasilitas bandar udara ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
Pembangunan dan pengembangan fasilitas bandar udara
dilaksanakan dengan mempertimbangkan prioritas kebutuhan dan
kemampuan pendanaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
11. -11-
Tabel II
Rencana Pengembangan dan Tahapan Pembangunan Bandar Udara Baru di
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
NO URAIAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KETERANGAN
TAHAPI TAHAPII TAHAP III
Kode Referensi Bandara 4E 4E 4F
I. FASILITAS SIS! UDARA
B Runway
1 Pesawat Terbesar sejenis
Bill
sejenis
Bill
sejenis
A380
Pesawat
2 Runway Operational Category Instrumen
Presisi Cat
1
Instrumen
Presisi Cat
1
Instrumen
Presisi Cat
1
3 Orientasi Runway 11-29 11-29 11-29
4 Dimensi Runway 3.250 X 45 3.250x45 3.600 X 45 m
8 Stopway TH 11 60x45 60x45 60x45 m
TH 29 - - 60x45 m
9 Runway End TH 11
Safety Area
240x90 240x90 240x90 m
TH29 240x90 240x90 240x90 m
10 Declared RW
- TORA TH 11 3.250 3.250 3.600 m
TH29 3.250 3.250 3.600 m
-LDA THll . 3.250 3.250 3.600 m
TH 29 3.250 3.250 3.600 m
- ASDA TH 11 3.310 3.310 3.660 m
TH29 3.250 3.250 3.660 m
- TODA TH 11 3,610 3.610 3.960 m
TH 29 3.550 3.550 3.960 m
11 Runway Strip 3.490 X
300
3.490 X
300
3.840 X
300
m2
12 Rapid Exit Taxiway C 1 1 1 Unit
Rapid Exit Taxiway D 1 1 1 Unit
Rapid Exit Taxiway B - 1 1 Unit
Rapid Exit Taxiway E -
1 1 Unit
Total 2 4 4 Unit
13 Exit taxiway A 1 1 1 Unit
Exit taxiway F 1 1 1 Unit
Exit taxiway G - - 1 Unit
Total 2 2 3 Unit
14 Holding Area 1 1 1 1 Unit
Holding Area 2 1 1 1 Unit
Total 2 2 2 Unit
15 Paralel Taxiway 1 2 2 Unit
16 Kapasitas Apron
Pesawat penumpang
Narrow body (B737, A320) 21 27 31 Stand
Wide body (A330, B777,
B747)
' 2 4 6 Stand
Total 23 31 37 Stand
12. -12-
NO URAIAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KETERANGAN
TAHAPI TAHAP II TAHAP III
Pesawat kargo
Total 1 1 2 Stand
Helikopter - 2 2 Stand
Dimensi Apron 154.979 207.560 275.978 m2
Pesawat di MRO
Type C (B737, A320) 1 2 4 Stand
Type E (A330, B777, B747) 1 1 1 Stand
Total 2 3 5 Stand
17 Dimensi Apron 154.979 207.560 275.978 m2
II FASILITAS SISI DARAT
1 Luas Terminal penumpang 142.000 194.500 236.200 m2
2 Terminal GA 750 1.000 1.400
3 Gedung WIP 920 1210 1500 m2
4 Fasilitas kargo
Terminal kargo 6.000 7.000 8.600 m2
Area penanganan kargo 6.000 8.900 9.300 m2
5 Kantor pemerintah 10.000 10.000 10.000 m2(lahan)
6 Crisis Center 600 1.000 1.650 m2
7 Pos pengamanan 100 100 100 m2
8 Kantor operasi 2.800 4.100 5.000 m2
9 Kantor administrasi bandara 3.500 5.200 6.200 m2
10 Kantor keeimanan bandara 400 600 700 m2
11 Airport Maintenance 2.000 2.500 3.000 m2
12 Aircraft Engineering & Line
Maintenance
15.000 17.500 20.000 m2
13 Fasilitas Pertolongan
Kecelakaam Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
Kategori Cat-9 Cat-9 Cat-9
Luasan 9.500 10.500 12.500 m^
14 Bangunan katering 2.600 3.000 3.500 m2
15 GSE/ULD 16.800 24.900 30.000 m2(lah£in)
16 Workshop GSE 1.300 1.500 1.700 m2
17 Isolation Bay - 1 1
18 Fasilitas Engine-Run up - 1 1
19 Air Traffic Control Tower
(ATCT)
600 600 600 m2 tinggi 46,2
msl
20 Kawasan kantor Aimav 10.000 10.000 10.000 m2
21 Gedung TX 100 100 100 m2
22 Kantor BMKG 900 900 900 m2
23 Taman Meteo 2 X 1.700 2x 1.700 2x 1.700 m2
24 Fasilitas Bahan Bakar
Fuel Pumping Station 4.000 5.000 7.500 m2(lahan)
Fasilitas Fuel Farm 10.000 13.000 18.500 m2(lahan)
Satellite Office 2.500 2.500 2.500 m2 (lahan)
25 Water Treatment Plant 1.800 2.000 2.200 m2
26 Incinerator 765 900 1.200 m2
27 Sewerage Treatment Plant&
Decelaration plant
3.450 5.000 6.500 m2
28 Power Plant Building 2.150 2.500 2.700 m2
29 Power Sub-Station Building 5 X 160 6 X 160 8x 160 m2
30 Gedung Parkir 94.500 140.400 169.100 m2
13. 13-
NO URAIAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KETERANGAN
TAHAPI TAHAP II TAHAP III
31 Masjid 3.900 4.200 4.500 m2
III FASILITAS ALAT BANTU Cat. IILS Cat. I ILS Cat. I ILS
PENDARATAN INSTRUMEN (RWY 11) (RWY 11) (RWY 11)
Localizer Localizer Localizer
Glide path Glide path Glide path
Inner, Inner, Inner,
middle dan middle dan middle
outermark outermark dan
ers ers outermark
ers
DME DME DME
Remote Remote Remote
monitor monitor monitor
Locator Locator Locator
beacons beacons beacons
IV FASILITAS ALAT BANTU -
radar head radar
NAVIGASI UDARA head
TMA TMA TMA
RADAR RADAR RADAR
(MSSR**) (MSSR**) (MSSR**)
GNSS/GPS GNSS/GPS GNSS/GP
S
V FASILITAS KOMUNIKASI VHF ADC VHF ADC VHF ADC
PENERBANGAN
VHF APP VHF APP VHF APP
VHF ATIS VHF ATIS VHF ATIS
AFTN/ATN AFTN/ATN AFTN/ATN
Direct Direct Direct
Speech Speech Speech
VSAT VSAT VSAT
AMHS AMHS AMHS
VSCS VSCS VSCS
ATC Tower ATC Tower ATC Tower
Set Set Set
VI FASILITAS ALAT BANTU PAPI PAPI PAPI
PENDARATAN VISUAL SYSYEM SYSYEM SYSYEM
RTIL RTIL RTIL
Runway Runway Runway
Edge Light Edge Light Edge Light
Approach Approach Approach
Light Light Light
Sequence Sequence Sequence
Flashing Flashing Flashing
Light Light Light
Runway Runway Runway
Threshold Threshold Threshold
Light Light Light
Runway Runway Runway
End Light End Light End Light
Taxiway Taxiway Taxiway
Edge Light Edge Light Edge Light
Taxiway Taxiway Taxiway
Guidance Guidance Guidance
14. 14-
NO URAIAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KETERANGAN
TAHAPI TAHAP II TAHAP III
Light Light Light
ILDI ILDI ILDI
Aerodrome Aerodrome Aerodrome
Beacon Beacon Beacon
Heliport
Perimeter
Light
Heliport
Perimeter
Light
Siren Siren Siren
Apron
Flood Light
Apron
Flood Light
Apron
Flood
Light
Obstructio Obstructio Obstructio
n Light n Light n Light
Heliport
Flood Light
&
Obstructio
n Light
Heliport
Flood
Light &
Obstructio
n Light
CCR CCR CCR
Tuming Turning Tuming
Area Light Area Light Area Light
Threshold Threshold Threshold
Wind Bar Wind Bar Wind Bar
Light Light Light
VII FASILITAS METEOROLOGI AWOS AWOS AWOS
Transmisso Transmisso Transmiss
meter / meter / ometer /
RVR RVR RVR
Ceilometer Ceilometer Ceilometer
III. Tata Letak Fasilitas dan Tahapan Pelaksanaan Pembangunan
Rencana penggunaan dan pemanfaatan lahan untuk keperluan
peningkatan pengoperasian, pelayanan, pengelolaan dan pengusahaan
serta pembangunan dan pengembangan bandar udara sebagaimana
tercantum pada Lampiran II.A dan II.B, sedangkan pentahapan
pelaksanaaan pembangunan tercantum dalam Lampiran II.C
IV. Kebutuhan dan Pemanfaatan Lahan
Untuk menyelenggarakan kegiatan pengoperasian, pelayanan,
pengelolaan, dan pengusahaan serta pengembangan bandar udara
sesuai rencana induk, dibutuhkan lahan seluas seluas 590,57 (Ha)
terdiri dan lahan eksisting = 587,26 Ha dan lahan pengembangan
yang belum dibebaskan = 3,31 Ha. Adapun batas sebagaimana
dinyatakan dalam sistem koordinat bandar udara yang posisinya
ditentukan terhadap titik referensi sistem koordinat bandar udara
sebagaimana tercantum pada Tabel 11.1. dan Lampiran 1.
16. 16-
PENGBMBANGAN LAHAN
Bl 21506.707 19821.7275 395908.796 9125925.508 7 54 23.26 110 3 20.43
B2 21505.2332 19621.7941 395839.037 9125738.133 7 54 29.34 110 3 18.16
B3 21706.1529 19619.1776 396026.948 9125666.964 7 54 31.70 110 3 24.26
B4 21706.9158 19819.7401 396096.253 9125855.172 7 54 25.55 110 3 26.56
V. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
1. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan terdiri atas :
a. Kawasan Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas pada Landas
Pacu 11 batas-batas ketinggian ditentukan dengan kemiringan
dan jarak melalui perpanjangan sumbu landas pacu sebagai
berikut:
1) Bagian pertama dengan kemiringan sebesar 2% (dua persen)
arah ke atas dan keluar dimulai ujung Permukaan Utama
sampai jarak mendatar 2.250 m pada ketinggian +45 m di
atas ambang Landas Pacu 29;
2) Bagian kedua dengan kemiringan 0% (nol persen) sampai
jarak mendatar tambahan 1.750 m pada ketinggian +45 m di
atas gunbang Landas Pacu 29;
3) Bagian ketiga dengan kemiringan 5% (lima persen) arah
keatas dan keluar sampai jarak mendatar tambahan
1.166,66 m pada ketinggian +103,33 m di atas ambang
Landas Pacu 29;
4) Bagian keempat pada bagian tengah dengan kemiringan 2%
(dua persen) arah ke atas dan keluar sampai jarak mendatar
tambahan 2.333,33 m pada ketinggian +150 m, pada bagian
tepi dengan kemiringan pertama 5% (lima persen) sampai
jarak mendatar tambahan 433,33 m, kemiringan kedua 2,5%
(dua setengah persen) sampai jarak mendatar tambahan
1.000 m serta kemiringan ketiga 0% (nol persen) sampai
jarak mendatar tambahan 900 m; dan
5) Bagian kelima (terakhir) kemiringan 0% (nol persen) sampai
jarak mendatar tambahan 7.500 m pada ketinggian +150 m
di atas ambang Landas Pacu 29.
17. -17-
b. Kawasan Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas pada Landas
Pacu 29 batas-batas ketinggian ditentukan dengan kemiringan
dan jarak melalui perpanjangan sumbu landas pacu sebagai
berikut:
1) Bagian pertama dengan kemiringan sebesar 2% (dua persen)
arah ke atas dan keluar dimulai ujung Permukaan Utama
sampai jarak mendatar 2.250 m pada ketinggian +45 m di
atas ambang Landas Pacu 29;
2) Bagian kedua dengan kemiringan 0% (nol persen) sampai
jarak mendatar tambahan 1.750 m pada ketinggian +45 m di
atas ambang Landas Pacu 29;
3) Bagian ketiga dengan kemiringan 5% (lima persen) arah
keatas dan keluar sampai jarak mendatar tambahan
1.166,66 m pada ketinggian +103,33 m di atas ambang
Landas Pacu 29;
4) Bagian keempat pada bagian tengah dengan kemiringan 2%
(dua persen) arah ke atas dan keluar sampai jarak mendatar
tambahan 2.333,33 m pada ketinggian +150 m, pada bagian
tepi dengan kemiringan pertama 5% (lima persen) sampai
jarak mendatar tambahan 433,33 m, kemiringan kedua 2,5%
(dua setengah persen) sampai jarak mendatar tambahan
1.000 m serta kemiringan ketiga 0% (nol persen) sampai
jarak mendatar tambahan 900 m; dan
5) Bagian kelima (terakhir) kemiringan 0% (nol persen) sampai
jarak mendatar tambahan 7.500 m pada ketinggian +150 m
di atas ambang Landas Pacu 29.
c. Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, batas-batas
ketinggian ditentukan oleh ketinggian kemiringan 2% (dua
persen) arah ke atas dan ke luar dimulai dari ujung Permukaan
Utama pada ketinggian masing-masing ambang landas pacu
sampai dengan ketinggian +45 m di atas ambang landas pacu 29
sepanjang jarak mendatar 3.000 m melalui perpanjangan sumbu
landas pacu;
18. -18-
d. Kawasan di bawah Permukaan Transisi, batas-batas ketinggian
ditentukan oleh kemiringan 14,3% (empat belas koma tiga
persen) arah ke atas dan ke luar, dimulai dari sisi panjaing dan
pada ketinggian yang sama seperti Permukaan Utama serta
Permukaan Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas menerus
sampai memotong Permukaan Horizontal Dalam pada ketinggian
+45 m diatas ketinggian ambang landas pacu 29;
e. Kawasan di bawah Permukaan Horizontal Dalam, batas-batas
ketinggian ditentukan oleh +45 m di atas ketinggian ambang
landas pacu 29;
f. Kawasan di bawah Permukaan Kerucut, batas-batas ketinggian
ditentukan oleh kemiringan 5% (lima persen) arah ke atas dan ke
luar, dimulai dari tepi luar Kawasan di bawah Permukaan
Horizontal Dalam pada ketinggian +45 m sampai ketinggian +145
m di atas ketinggian ambang landas pacu 29; dan
g. Kawasan di bawah Permukaan Horizontal Luar, batas-batas
ketinggian ditentukan +150 m di atas ketinggian ambang landas
pacu 29.
h. Titik Koordinat Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
sebagaimana dimaksud pada butir 1 sebagaimana tercantum
pada Tabel II.4
21. -21-
(satu derajat) ke atas dan keluar dari titik antena pada ketinggian
bidang counterpois dan pada jarak radial kurang 600 m dilarang
adanya transmisi tegangan tinggi, bangunan dari metal seperti
konstruksi rangka besi, tiang listrik dan Iain-lain melebihi batas
ketinggian sudut tersebut;
b. Batas ketinggian di sekitar alat Localizer dibatasi oleh bidang
yang dibentuk dengan sudut 1° (satu derajat) dari titik tengah
dasar antena Localizer terhadap bidang horizontal sejauh
20.000m ke arah landas pacu;
c. Batas ketinggian di sekitar Glide Path (GP)/Distance Measuring
Equipment (DME) dibatasi oleh bidang yang membentuk sudut 2°
(dua derajat) dari titik tengah dasar antena Glide Path terhadap
bidang horizontal sejauh 6.000 m ke arah landas pacu;
d. Batas ketinggian Middle Marker ditentukan oleh kemiringan
bidang kerucut 20^ (dua puluh derajat) ke atas dan keluar dari
titik tengah dasar antena dan sampai radius 60 m dari antena
dilarang adanya bangunan dari metal seperti konstruksi rangka
besi, tiang listrik dan Iain-lain melebihi batas ketinggian kerucut
tersebut;
e. Batas ketinggian Outer Marker ditentukan oleh kemiringan
bidang kerucut 20° (dua puluh derajat) ke atas dan keluar dari
titik tengah dasar antena dan sampai radius 60 m dari antena
dilarang adanya bangunan dari metal seperti konstruksi rangka
besi, tiang listrik dan Iain-lain melebihi batas ketinggian kerucut
tersebut;
f. Batas ketinggian pada penempatan Alat Bantu Navigasi
sebagaimana dimaksud dalam butir 2 sebagaimana tercantum
pada Tabel V; dan
22. -22-
g. batas ketinggian pada penempatan Alat Bantu Navigasi
1) batas-batas disekitar penempatan Very High Frequency
Directional Omni Range (VOR) / Distance Measuring Equipment
(DME)
a) Luas Tanah dan Lokasi Perletakan VOR / DME
psgar'
toodoUta
platform
antena
shtobanc
/antana DME
gedung & antena
. monitor
D = ==o
r- 200 m •!
Luas tanah : 200m x 200m
Koordinat Lokasi : 7''54'25.58" LS dan 110®3'23.23" BT
b) Persvaratan Batas-Batas Ketinggian disekitar VOR / DME
pag^
200 m
permukaan
kerucut
bidang counterpoise
tanah
c) Persvaratan Bangunan dan Benda Tumbuh
- Di dalam radius 100m dari titik tengah lahan : bebas
benda tumbuh dan bangunan
- Di dalam radius 100 - 200m dari titik tengah lahan :
ketinggian bangunan dan benda tumbuh tidak melebihi
bidang Counterpoise.
- Sampai radius 600m dari titik tengah lahan pada
permukaan kerucut harus bebas dari Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) (> 20 KV )
- Ssimpai dengan Radius 600 m batas-batas ketinggian
ditentukan oleh permukaan kerucut sebagaimana di
tentukan pada angka 2 diatas.
23.
24.
25. -25-
c) Persvaratan Bangunan dan Benda Tumbuh
-Kemiringan shoulder didaerah kritis <1,5 %
-Perataan shoulder didaerah kritis < 3 cm
-Pada daerah kritis dan sensitive tidak boleh terdapat
bangunan, gundukan tanah dan pepohonan yang dapat
mengganggu pancaran Glide Path.
4) Batas-batas disekitar penempatan ILS-Middle Marker
a) Luas Tanah Dan Lokasi Perletakan ILS - Middle Marker
Mcuwf Macon
10 tn
Luas tanah
Koordinat Lokasi
10 m X 10 m
7°53'49.16" LS dan 110"2'4.06" BT
(glide path TH 11)
b) Persvaratan Batas-batas Ketinggian Pi sekitar ILS - Middle
Marker
20^ - ^ Antena — """w"
I m i TANAH
•
c) Persvaratan Bangunan dan Benda Tumbuh
Saimpai dengan radius 60 m dari pusat antena batas
ketinggian bangunan-bangunan dan benda tumbuh
dibatasi oleh permukaan kerucut sebagaimana ditentukan
pada gambar diatas.
26. 5) Batas-batas di sekitar penempatan RADAR
a) Luas Tanah Dan Lokasi Perletakan RADAR
Luas tanah : 100m X 100m
Koordinat Lokasi : 7°54'37.25" LS dan 1 IOM'43.54" BT
b) Persvaratan Batas-batas Ketinggian Di sekitar RADAR
TWHCAOTBH".
Hi"
ElBw'^'SIOASAR
AHTEKA
9ACAR XAttAH
c) Persvaratan Bangunan dan Benda Tumbuh
- Di dalam radius 500m dari Antena Radar, elevasi
ketinggian bangunan maksimum sama dengan Elevasi
Dasar Antena Radar (T).
- Batas ketinggian bangunan dan benda tumbuh dibatasi
oleh permukaan kerucut sebagaimana di tentukan pada
gambar di atas.
3. Untuk mendirikan, mengubah atau melestarikan bangunan, serta
menanam atau memelihara benda tumbuh di dalam Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan harus memenuhi batas-batas
ketinggian sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan butir 2.
27. -27-
4. Untuk mendirikan bangunan baru di dalam Kawasan Ancangan
Pendaratan dan Lepas Landas, hams memenuhi batas ketinggian
dengan tidak melebihi kemiringan 1,6 % (satu koma enam persen)
arah ke atas dan ke luar dimulai ujung Permukaan Utama pada
ketinggian masing-masing ambang landas pacu 11 dan landas pacu
29.
5. Pada Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan sampai jarak
mendatar 1.100 m dari ujung-ujung Permukaan Utama hanya
digunakan untuk bangunan yang dipemntukkan bagi keselamatan
operasi penerbangain dan benda tumbuh yang tidak membahayakan
keselamatan operasi penerbangan dengan batas ketinggian
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.
6. Pada Kawasein Kemungkinan Bahaya Kecelakaan tidak
diperkenankan mendirikan bangunan yang dapat menambah
tingkat fatalitas apabila terjadi kecelakaan pesawat antara lain
bangunan SPBU, Pabrik atau Gudang Kimia Berbahaya, SUTT
dan/atau SUTET.
7. Pada lokasi area perbukitan dengan ketinggian permukann tanah
telah melebihi batas ketinggian Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan 2
diperkenankan mendirikan bangunan sepanjang Keselamatan
Operasi Penerbangan terpenuhi.
8. Untuk mempergunakan tanah, perairan atau udara di setiap
kawasan yang ditetapkan dalam Keputusan ini, hams memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. tidak menimbulkan gangguan terhadap isyarat-isyarat navigasi
penerbangan atau komunikasi radio antar bandar udara dan
pesawat udara;
b. tidak menyulitkan penerbang membedakan lampu-lampu rambu
udara dengan lampu-lampu lain;
28. -28-
c. tidak menyebabkan kesilauan pada mata penerbang yang
mempergunakan bandar udara;
d. tidak melemahkan jarak pandang sekitar bandar udara; dan
e. tidak menyebabkan timbulnya bahaya burung atau dengan cara
lain dapat membahayakan atau mengganggu pendaratan, lepas
landas atau gerakan pesawat udara yang bermaksud
mempergunakan bandar udara.
9. Pengecualian terhadap ketentuan mendirikan, mengubah, atau
melestarikan bangunan sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan
butir 4 hams mendapat persetujuan Menteri, dan memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. merupakan fasilitas yang mutlak diperlukan untuk operasi
penerbangan;
b. memenuhi kajian khusus aeronotika; dan
c. sesuai dengan ketentuan teknis keselamatan operasi
penerbangan.
10. Terhadap bangunan yang bempa benda tidak bergerak yang
sifatnya sementara maupun tetap yang didirikan atau dipasang oleh
orang atau yang telah ada secara alami, sebelum diterbitkannya
keputusan ini antara lain gedung-gedung, menara, cerobong asap,
gundukan tanah, jaringan transmisi, bukit dan gunung yang
sekarang ini menjadi penghalang (obstacle) tetap diperkenankan
sepanjang prosedur keselamatan operasi penerbangan terpenuhi.
11. Pemberian Tanda dan/atau Pemasangan Lampu:
a. bangunan-bangunan dan/atau benda-benda sebagaimana
dimaksud dalam Butir 10 hams diberi tanda atau dipasangi
lampu; dan
b. pemberian tanda atau pemasangan lampu, termasuk
pengoperasian dan pemeliharaannya dilaksanakan oleh dan atas
biaya pemilik atau yang menguasainya.
29. -29-
12. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan sebagaimana dimaksud
pada butir 1 sebagaimana tercantum pada Lampiran II E dan II F.
Salinan sesuai dengan aslinya
KB^PAfcA-BIRO HUKUM,
WAHJU ADJI H. SH.DESS
Penata Utama Madya (IV/d)
NIP. 19651022 199203 1 001
MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BUDI KARYA SUMADI